Anda di halaman 1dari 11

Gagasan Utama

8 Ahmad Syafi’i Mufid

Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan


Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam
di Indonesia

Ahmad Syafi’i Mufid


Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Penelitan Pengembangan dan Pendidikan dan Latihan
Kementerian Agama RI
Naskah diterima redaksi, 5 Agustus 2013

Abstract Abstrak

Literally , Ahlussunnah wal Jamaah are Secara harfiyah, ahlu sunnah wal jama’ah
adherents of tradition and custom done by adalah penganut tradisi atau kebiasaan yang
the Prophet Muhammad and the consensus dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
of the scholars . Ahlussunnah wal Jamaah dan kesepakatan para ulama. Paham Ahlu
are the majority of Indonesian moslem.
Sunnah Wal Jama’ah merupakan faham
The character of moderation ( washatiyah )
yang dianut oleh mayoritas umat Islam
owned by this school of thought, wheather
the belief system (Aqeedah), Shari’ah and Indonesia. Watak moderasi (washatiyah)
practice of moral / Sufism are in accordance yang dimiliki oleh faham ini baik dalam
with the pattern cultural patterns of sistem keyakinan (aqidah), syari’ah maupun
Indonesian society . The dynamic of praktik akhlak/tasawuf sesuai dengan
Ahlussunnah wal Jamaah development , corak kebudayaan masyarakat Indonesia.
initially assessed accommodative to the Dinamika perkembangan Aswaja, awalnya
old traditions ( local tradition ) , but then dinilai akomodatif terhadap tradisi lama
following the trend of puritanical style (local tradition), kemudian berkembang
then Islamic character looks more pure .
mengikuti trend puritanis sehingga corak
Purification of Ahlussunnah wal Jamaah
Islam terlihat semakin murni. Pemurnian
teachings from the local element and old
traditions causing the birth of the modernist ajaran ASWAJA dari anasir lokal dan tradisi
movement rests on the principles of lama melahirkan gerakan modernis tetap
thinking or istimbat al hukmi prevailing bersandar pada kaidah berfikir atau istimbat
in these schools of thought. Social change al hukmi yang berlaku dalam madzhab ini.
as a result of development and encounters Perubahan sosial akibat pembangunan dan
with various global thinking , Ahlussunnah perjumpaan dengan berbagai pemikiran
wal Jamaah facing the challenges both global, Aswaja menghadapi tantangan
internal and external. Could Ahlussunnah internal maupun eksternal. Mungkinkah
wal Jamaah able to put themselves in the Aswaja mampu menempatkan diri pada
position of moderate ( washatiyah ) in
posisi moderat (washatiyah) di tengah-
the midst of the onslaught of radicalism ,
tengah gempuran radikalisme, liberaisme
liberalism and misguided thought (cult)?
dan sesat pikir (aliran sesat)?
Key concept: Faham, Ahlu Sunnah wal
Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal Kata Kunci: Faham, Ahlu Sunnah wal
dan aliran sesat. Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal
dan aliran sesat.

HARMONI September - Desember 2013


Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam ... 9

Pendahuluan Dinamika kehidupan keagamaan,


khususnya Islam, Indonesia juga sangat
Koran Republika tanggal 15 Oktober mencemaskan karena munculnya faham-
2009 merilis hasil survey Pew Research faham radikal dan juga liberal. Pemikiran
Centers Forum on Religion and Public dan pengalaman kontempelatif beberapa
Life pada tahun 2009 tentang Pemetaan orang tokoh ”karismatik” yang
Penduduk Muslim Global: Laporan tantang mengajarkan faham atau aliran baru,
Ukuran dan Distribusi Penduduk Muslim atau melakukan pencampuradukan
Dunia. Hasilnya antara lain, pemeluk ajaran agama juga sering terjadi dan
Islam berjumlah 1,57 miliar (23%) dari meresahkan masyarakat. Terorisme yang
total penduduk dunia 6,8 miliar. Sebagian bernuansa agama muncul sejak tahun
besar umat Islam tinggal di wilayah Asia 2000 hingga saat ini juga belum dapat
(60%), 20 % di Timur Tengah dan Afrika diselesaikan. Pluralisme agama ( al
Utara. Indonesia sebagai negara muslim ta’adudiyyah al diniyyah) atau “religious
terbesar dengan pemeluk Islam berjumlah pluralism” juga berkembang di kalangan
203 juta (13%) dari total penduduk aktifis muda yang juga memiliki akar
muslim dunia dan negeri paling religius. kultural muslim tradisional. Pandangan
John Hick yang menyatakan bahwa
Benarkah Indonesia negeri paling sejatinya semua agama merupakan
religius? Kalau dilihat dari indikator manifestasi dari realita yang satu. Semua
jumlah penduduk beragama, rumah agama sama dan tak ada yang lebih
ibadah, jumlah penduduk yang beribadah baik dari yang lain telah berkembang
haji setiap tahun, kehadiran ke masjid dan dan diikuti oleh sebagian kelompok
rumah ibadah pemeluk agama lainnya, Islam liberal. Tentu saja pandangan ini
Indonesia sebagai negarab paling religius dianggap reduksionistik oleh pihak arus
adalah tepat. Akan tetapi kalau dilihat utama, karena agama hanya ditempatkan
dari sikap dan perilaku keagamaan pada keyakinan dalam ruang yang sangat
(akhlak), rasanya religiusitas penduduk, sempit, hubungan antara manusia dengan
bagaikan jauhnya panggang dari api kekuatan sacral yang transcendental dan
yang berarti jauh antara yang seharusnya bersifat metafisik ketimbang sebagai
dengan kenyataan. Bagaimana tidak, pada sistem social ( Thoha, 2005: 15). Inilah
tahun-tahun terakhir ini banyak pejabat problem yang dihadapi oleh umat Islam
pemerintah dari berbagai institusi terlibat Indonesia yang sebagian besar adalah
korupsi, perselisihan dan konflik sosial penganut faham Ahli Sunnah wal
yang berdarah-darah terjadi di banyak Jama’ah (ASWAJA). Pemeluk Islam Sunni
daerah, penyalahgunaan narkoba yang di Indonesia yang merupakan bagian
terus meningkat, sekitar 7% penduduk terbesar dari pemeluk Islam dan penduduk
mengkonsumsi narkoba, politik uang Indonesia, sedang menghadapi tantangan
untuk meraih kemenangan dalam sehubungan dengan berkembangnya
pemilihan kepala daerah dan parlemen faham-faham keagamaan baru yang
menjadi budaya baru. Fenomena sosial sifatnya mengancam keutuhan aqidah,
tersebut tentu tidak dapat dipisahkan syari’ah dan akhlak kaum Sunni. Seperti
dengan pemahaman dan pengamalan apa tantangan dan acaman tersebut dan
agama oleh individu dan masyarakat. bagaimana jawaban kaum Sunni dalam
Dimana religiositas masyarakat menghadapi tantangan tersebut? Inilah
Indonesia, bagaimana menjelaskannha masalah yang hendak dibahas dalam
serta apa yang mesti dilakukan untuk makalah ini.
merehabilitasi sikap dan prilaku yang Makalah ini dibagi menjadi empat
demikian? bagian. Pertama pendahuluan yang

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


10 Ahmad Syafi’i Mufid

menjelaskan tentang masalah-masalah Secara harfiyah, Ahlu Sunnah wal


yang dihadapi oleh komunitas Sunni Jama’ah, adalah para pengikut tradisi
sebagaimana telah dijelaskan di muka. Nabi Muhammad SAW dan ijma’ ulama
Kedua membahas perkembangan faham (Dhofier, 1982: 148). Istilah ASWAJA
ASWAJA. Ketiga, menjelaskan faham, sering digunakan untuk menyebut kaum
aliran dan gerakan Islam radikal dan atau komunitas yang menganut paham
faham liberal, yang sekaligus menjadi teologi (kalam) Asy’ariyah- Maturidiyah,
tantangan bagi ASWAJA. Keempat menganut fiqh empat madzhab, utamanya
menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Syafi’iyah dan tasawuf mengikuti pola
para ulama, cendekiawan dan organisasi pemikiran Imam al- Ghazali dan Syaikh
masa Islam dalam memelihara dan Junaid al Bagdadi. Dahulu, mereka
mengembangkan faham Ahlu Sunnah yang berpandangan seperti ini adalah
wal Jama’ah. orang-orang Nahdhatul Ulama (NU).
Kaum NU inilah yang disebut dengan
ASWAJA. Doktrin ASWAJA juga menjadi
Perkembangan Aswaja di Indonesia ciri utama dalam kurikulum pendidikan
dan pelatihan kader organisasi seperti
Islam madzhab Sunni adalah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor),
madzhab atau aliran dalam Islam yang Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU),
eksis dan dominan sepanjang sejarah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
khususnya di kawasan Nusantara. (PMII).
Diawali dengan hubungan dagang
antara penduduk pribumi dengan Muhammadiyah, Persatuan Islam,
pedagang Arab, Persia, India dan Cina, Syarikat Islam, Al Irsyad, Dewan Dakwah
penduduk Nusantara juga mengenal Islamiyah Indonesia, meski jelas-jelas
dan mengikuti agama dan madzhab menganut faham Ahlus Sunnah wal
yang mereka anut. Dalam kerangka ini Jama’ah tidak pernah disebut sebagai kaum
kaum sayid yang berasal dari Hadramaut ASWAJA. Sebabnya, Muhammadiyah
(Hadrami) mengambil peran penting dan organisasi-organisasi tersebut dalam
dalam membangun model keberagamaan pemahaman dan pengamalan Islam lebih
penduduk nusantara, karena selain menekankan kepada kembali kepada
berdagang, mereka juga menyebarkan Al Qur’an dan Sunnah, menolak taklid
agama Islam dan membangun tradisi. kepada ulama, pemurnian aqidah, dan
Mereka ini umumnya menganut madzhab pengamalan tasawuf tanpa tarekat (Azra,
Syafi’i dan mendominasi corak keIslaman 2012: xiii). Sementara itu, NU sebagai
pesisir Samudera Hindia (Alatas, 2010: pendukung ASWAJA, menambah
xxxi). Hanya ada sedikit peneliti yang praksis ibadah dengan taqlid kepada
memiliki pandangan berbeda, salah ulama, mengamalkan apa yang disebut
satunya adalah Parlindungan, yang dengan fadha’il al-a’mal, dan tarekat.
menyatakan bahwa madzhab Syi’ah Faham Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam
dan Sunni Hanafi adalah faham atau pandangan kyai di Jawa memiliki
madzhab yang mula-mula dianut oleh pengertian yang lebih sempit, tidak
umat Islam Indonesia, baru kemudian hanya untuk membedakan dengan faham
muncul madzhab Syafi’i yang dianut dan penganut Syi’ah tetapi juga untuk
oleh sebagain besar penduduk Islam membedakan dengan kelompok Islam
Nusantara dan madzhab Hambali yang modernis.
direpresentasikan oleh gerakan kaum
Perbedaan antara kelompok
Padri di Sumatera Barat yang datang pada
ASWAJA dengan kelompok modernis
masa berikutnya (Parlindungan, 1964).
pada waktu lalu memang cukup tajam.

HARMONI September - Desember 2013


Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam ... 11

Aswaja sering kali juga disebut “aliran 134). NU dan Muhammadiyah sepakat
lama” yang dianut oleh “kaum tua” bahwa keduanya adalah organisasi
berhadapan dengan “aliran baru” dengan keagamaan dan kemasyarakatan yang
penganut “kaum muda”. Di Jawa, kaum tidak lagi menempatkan pertarungan
tua disebut “kaum kolot”. Di Banjarmasin politik sebagai tujuan yang dominan.
mereka menolak sebutan tersebut dan Bahkan dalam perkembangan pemikiran
mengatakan masuk kelompok ahlu sunnah keagamaan, kedua kelompok ini telah
wal jama’ah. Antara kaum tua dan kaum menerima Pancasila sebagai dasar negara
muda pernah terjadi perselisihan seperti yang bersifat final ( Ismail, 2001: 245-265).
terjadi di Sumatera Barat. Beberapa daerah Ketegangan diantar kedua penganut
di Jawa juga terjadi perselisihan faham faham keagamaan ini pernah kembali
atau aliran ”kolot versus baru” di Kudus muncul seiring dengan ketegangan
Jawa Tengah (1926) dan juga di Babat, Jawa politik era reformasi yakni penurunan
Timur karena masalah sepele, perjodohan Gus Dur ( K.H. Abdurrahman Wahid)
antar anggota organisasi yang berbeda sebagai presiden oleh kelompok lawan
(Pijper, 1984: 101-152). Tetapi dalam tiga politik yang dipimpin oleh Amin Rais,
puluh tahun belakangan, telah terjadi yang kebetulan tokoh Muhammadiyah.
konvergensi antara kelompok ASWAJA
dengan modernis. Banyak pengikut NU ASWAJA pada masa orde baru
atau Aswaja, terutama di perkotaan yang (era pembangunan) memang mengalami
mengikuti praktik ibadah salat Tarawih perubahan dari pemahaman yang sempit
8 rakaat dan salat Idul Fitri maupun menjadi semakin terbuka. Sebelumnya
Idul Adha di lapangan. Sebaliknya, hanya menjadi faham anutan “kaum
penganut “aliran baru” juga tidak tua”. Beberapa saat setelah era reformasi
menolak diajak “istighosah”, selamatan kelompok Salafi (sebelumnya lebih dikenal
dengan membaca tahlil dan surat Yasin. Wahabi) juga mempropagandakan
Sekat budaya (cultural barrier) yang kelompoknya sebagai penganut ASWAJA.
memisahkan keduanya telah runtuh. Hal Bahkan dalam kerangka solidaritas
itu disebabkan terjadinya dialog wacana kelompok dan politik keumatan, kaum
dan dialog kehidupan yang intensif Salafi membangun Forum Komunikasi
antara keduanya. Munculnya generasi Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (FKAWJ)
muda dari kedua belah pihak yang dipimpin oleh Ja’far Umar Thalib. Pria
mengakui adanya pluralitas, sehingga keturunan Arab Hadrami non sayid ini,
muncul paham “agree in disagreement”, memperoleh pendidikan dan pengajaran
membuat mereka memandang perbedaan dari lingkungan al Irsyad dan Persatuan
pemahaman keagamaan dalam perspektif Islam, dua organisasi Islam yang
yang luas. Pertukaran pendidikan menganut faham Salafi (puritan). Selesai
diantara kedua kelompok ini juga terjadi mempelajari agama di Indonesia hingga
secara masif. Banyak anak orang NU Afganistan, Ja’far kembali ke Indonesia
yang sekolah di sekolah-sekolah dan mengembangkan ajaran Salafi dan
perguruan tinggi Muhammadiyah, dan kemudian melakukan mobilisasi politik
sebaliknya banyak anak Muhammadiyah dengan membentuk FKAWJ sebagai
yang masuk pesantren milik kyai NU. organisasi payung bagi Laskar Jihad
yang ia pimpin untuk membantu kaum
Faham Ahlu Sunnah wal Jama’ah muslimin dalam konflik Maluku dan
di kalangan NU juga sudah tidak lagi Ambon ( Hasan, 2008). Selain kelompok
sempit, isolatif, tertutup apalagi ekslusif, Ja’far Umar, beberapa alumni Timur
melainkan telah menjadi “faham terbuka” Tengah di Indonesia, utama alumni Saudi
yang harus menerima pikiran-pikiran dari Arabia, aktif dalam dakwah dengan
luar yang mengayakan (Ismail, 2004:131- bendera Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


12 Ahmad Syafi’i Mufid

Mereka mendirikan radio dan televisi terhadap pemerintah Saudi Arabia. Salafi
dengan nama Radio Ahlu Sunnah wal non Sururi (Salafi Dakwah) pengikut Bin
Jama’ah yang disingkat menjadi ”Roja” Baz, Al Bani dan Muqbil bin Hadi al-
Jadi ASWAJA sekarang ini benar-benar Wadi’i. Wawancara kami dengan tokoh
sebagai nama yang diperebutkan oleh Salafi non Sururi menunjukkan bahwa
banyak kelompok. Padahal, dahulu hanya diantara mereka terjadi ketegangan.
orang-orang NU yang menyebut dirinta Berebut kebenaran atas nama agama.
ASWAJA. Salafi Dakwah menganggap lawannya,
kelompok Salafi Sururi atau Salafi Jihadis
Faham dan gerakan Salafi pada sebagai ”khawarij” dan sesat pikir.
masa kini juga mengklaim dirinya
sebagai ASWAJA, padahal dalam hal furu’
mereka berbeda dengan kelompok NU.
Radikalisme, Liberalisme dan Aliran
Mereka tampil beda dengan mengenakan
Sesat
jubah panjang (jalabiyah), sorban
(imamah), celana yang menggantung Mengapa Bom Bali oleh banyak pihak
(isbal) dan memelihara jenggot (lihyah). disebut sebagai teror, dan para pelakunya
Perempuannya mengenakan pakaian adalah teroris, bahkan aktifitas mereka
hitam-hitam yang menutupi semua tubuh itu disebut sebagai terorisme atas nama
dan wajah mereka, kecuali mata. Jika Islam? Bagi Imam Samudra, pemimpin
menyelenggarakan walimah, undangan lapangan al-Jama’ah al-Islamiyah (JI)
dipisahkan dengan tabir antara laki-laki yang melakukan peledakan bom, Bali
dan perempuan. Khutbah, ceramah dan adalah ladang jihad fi sabilillah, perang
pengajian yang mereka lakukan selalu suci dan mati karena itu adalah syahid
dimulai dengan iftitah yang standar dan (Samodra,2004: 109). Pandangan Imam
sama, mengacu pada iftitah khutbah Samudra seperti demikian, menurut John
Nabi SAW. Oleh banyak ahli, kelompok L. Esposito adalah eksploitasi otoritas
ini disebut gerakan neo-fundamentalism masa lalu (Muhammad saw, Al Qur’an,
non-revolusioner ( Atho Mudzhar, dan sejarah Islam) sebagai landasan
2012: 24). Menurut Mudzhar, Salafisme berfikir, preseden, dan interpretasi
kontemporer merupakan Wahabisme agamis guna mencari pembenaran
yang dikemas ulang mengikuti pikiran dan inspirasi atas seruan jihad mereka
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Andul terhadap pemerintah-pemerintah di
Wahab serta merujuk kepada pemegang negara-negara Islam dan Barat. Mereka
otoritas fatwa Wahabi kontemporer mengesahkan peperangan dan terorisme,
seperti Abdul Azis bin Abdullah bin Baz dan mereka menyamakan bom bunuh
(1912-1999) dan Muhammad Nasirudin diri yang mereka lakukan sebagai aksi
Al-Bani (W. 1999). Persaingan dan syuhada. Sebaliknya, Imam Samudra
perebutan pengaruh faham ASWAJA dan menyatakan sikap dan perbuatan
gerakan Salafi menjadi-jadi setelah Perang Amerika dan sekutunya terhadap
Teluk tahun 1990. Diantara mereka yang Palestina, Afganistan, Irak dan medan
baru pulang belajar dari pusat-pusat jihad lainnya sangat tidak beradab dan
Salafi di Timur Tengah (Saudi, Yaman, korban yang ditimbulkan jauh lebih besar
Pakistan) kembali ke Indonesia berebut ketimbang korban jihad fi sabilillah yang
sebagai wakil sah gerakan itu. Akibatnya, mereka lakukan. Korbannya tidak hanya
perpecahan dan konflik tidak dapat orang dewasa tetapi orang-orang sipil
dihindari dan kemudian lahirlah Salafi termasuk bayi-bayi yang belum berdosa.
Sururi (Jihadis) yakni kelompok yang Tindakan Amerika dan sekutunya, sering
mengikuti Muhammad bin Surur al- mereka sebut sebagai state terrorisme.
Nayef Zynal Abidin seorang tokoh oposan Imam Samodra dalam bukunya jelas-

HARMONI September - Desember 2013


Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam ... 13

jelas mengaku sebagai penganut faham yang mereka lakukan tidak sesuai dengan
Salafus Shalih yang berjihad fi sabilillah. tata cara jihad yang dilakukan oleh Nabi
SAW. Oleh karena itu tokoh ASWAJA
Jihad yang dilakukan oleh dari kalangan NU, Muhamadiyah,
kelompok Salafi seperti peledakan bom Majelis Ulama Indonesia terpanggil dan
di berbagai daerah, dari waktu ke waktu, terlibat dalam propaganda anti terorisme.
adalah wacana yang berkaitan dengan Sampai saat ini ideologi dan gerakan teror
dunia politik. Peledakan bom adalah masih terus terjadi seperti kata pepatah
salah satu strategi untuk menakut-nakuti, “patah tumbuh hilang berganti”. Pelaku
pembalasan atas tindakan Amerika terorisme telah terbunuh, dihukum, atau
dan sekutunya menyerang umat Islam. diedukasi, direhabilitasi, tetapi terus saja
Peledakan bom dan kini penembakan muncul-muncul pelaku-pelaku teror
kepada polisi adalah perang atau jihad baru. Jika sepuluh tahun yang lalu teror
dalam rangka mewujudkan kekuasaan dilakukan oleh kelompok atau organisasi
(daulah Islamiyah). Daulah Islamiyah (tandzim sirri), sekarang teror dilakukan
merupakan tujuan jangka menengah oleh kelompok kecil yang anggotanya
untuk mencapai tujuan muwujudkan hanya satu dua orang. Targetnya juga
kembali khilafah al manhaj al nubuwah. kecil-kecilan yaitu anggota polisi.
Hanya dengan daulah dan khilafah,
syari’at Islam dapat ditegakkan (Mufid, Penganut paham Salafi radikal
2012: ix). Sebagai gagasan atau ideologi, (Sururi/Jihadis) hanya taat dan patuh
jihad yang dilakukan dalam bentuk teror, kepada ulama yang tergolong “salafus
sebagaimana yang dilakukan oleh JI, shaleh ahlu tsuhur” yaitu ulama pengikut
selalu mengalami kegagalan. Gerakan Salafi yang berada di medan perang yang
Darul Islam/Negara Islam Indonesia (D/ layak untuk diikuti hujah dan fatwa nya.
NII) juga gagal mewujudkan cita-cita, Ulama yang bukan ahlu tsuhur, nasehat
begitu juga al-Qaeda gagal membangun dan fatwanya tidak dikuti. Mereka
daulah dan khilafah sebagaimana cenderung memahami teks (nash) secara
yang diimpikan. Strategi jihad dengan harfiyah, menafsirkan sirrah nabawiyah
menggunakan teror ternyata selalu gagal. dan keteladanan salaf al shaleh tanpa
Meskipun demikian, banyak pemuda mengaitkan dengan maqashid al syari’ah
muslim dari kalangan ”ASWAJA” apalagi konteksnya, asbab al-nuzul atau
baru yang juga sedia bergabung atau asbab al-wurud.. Cara pandang seperti
membantu mereka (Mufid, 2012: 243). ini bukan sesuatu yang baru. Pada era
sahabat juga telah muncul kelompok
Faham radikal dan tindak pidana “kharijiyah” dan pada masa modern
terorisme memperoleh pembenaran muncul paham “hakimiyah”. Kedua
mereka sebagai bagian dari kepedulian faham ini menggunakan adagium “ la
terhadap manusia Palestina yang hukma ila Allah” yakni tidak hukum
teraniaya akibat brutalitas Israel. Manusia yang diikuti dan ditaati kecuali hukum
Irak, Afganistan telah dianiaya oleh Allah. Selain hukum Allah adalah hukum
Amerika dan sekutu-sekutunya. Ideologi thaghut. Pemerintah, Undang-Undang
perseteruan terus dikembangkan oleh yang dibuat pemerintah adalah thaghut
Salafi jihadis. Argumen mereka apakah juga. Pikiran seperti ini merupakan
ada ideologi, strategi, operasi dan jaringan tantangan yang nyata bagi ASWAJA.
dalam dunia Islam yang dapat diandalkan
untuk melakukan perlawanan terhadap Saat ini Indonesia juga menjadi
tragedi kemanusiaan tersebut? Bagi ladang subur bagi perkembangan faham
mereka ideologi jihad adalah jawaban liberal. Di kalangan anak muda NU
satu-satunya. Sayangnya, jihad (teror) dan juga anak muda Muhammadiyah,

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


14 Ahmad Syafi’i Mufid

penganut dan pendukung faham Aliran Sesat di Indonesia


ASWAJA, pada akhir dekade 1990-an
mengembangkan faham Islam liberal. Sebenarnya apa yang dimaksud
Mereka memproklamirkan lahirnya dengan aliran atau paham sesat itu?
Jaringan Islam Liberal (JIL) pada tanggal Menurut Al Qur’an, kata ”sesat” adalah
8 Maret 2001 dalam sebuah diskusi untuk terjemahan dari lafaz ”dhaalliin” Tafsir
pencerahan dan kebebasan pemikiran Departemen Agama, Al Qur’an dan
Islam Indonesia ( Nuh, 2007: xvi). Tafsirnya menjelaskan tentang orang-
Mungkin banyak yang bertanya, ketika orang sesat adalah mereka yang tidak
koordinator Jaringan Islam Liberal, Ulil betul kepercayaannya, atau tidak betul
Abshar Abdalla menyatakan bahwa akar- pekerjaan dan amal ibadahnya, serta
akar liberalisme pemikiran keislamannya rusak budi pekertinya. MUI menyatakan
justru dari ilmu-ilmu tradisional seperti kesesatan sebuah paham atau aliran
ushul fiqh dan qawaidul fiqh yang dahulu dalam Islam adalah jika memenuhi
diajarkan oleh para kyai pesantren. Ber- salah satu atau lebih dari kriteria
Islam tidak berarti sama dengan menjadi berikut: 1. Mengingkari salah satu dari
ekstrim. Atau sikap benar dalam Islam rukun iman yang enam. 2. Meyakini
itu sama dengan berlaku hitam putih? dan atau mengikuti aqidah yang tidak
Bukankah al-Qur’an berpesan: ya ahlal sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
kitab la taghlu fi dinikum, hai orang- 3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al
orang yang menerima Kitab Suci dari Qur’an. 4. Mengingkari otensitas atau
Tuhan, janganlah terlalu “ekstrem” kebenaran isi Al Qur’an, 5. Menafsirkan
dalam beragama. Nabi pun bersabda: Al Quran tidak berdasar kaidah-kaidah
yassiru wa la tu’assiru, mudahkanlah dan tafsir, 6. Mengingkari hadis nabi sebagai
jangan dipersulit ( Abdalla, 2005: 43-46). sumber ajaran Islam, 7. Menghina atau
Lengkap sudah, sejak akhir tahun 1990- melecehkan atau merendahkan para
an Indonesia menjadi tempat persemaian nabi dan rasul, 8. Mengingkari Nabi
faham radikal dan liberal. Disertasi yang Muhammad sebagai nabi dan rasul
ditulis oleh Mujamil Qomar “Dinamika terakhir, 9. Mengubah, menambah dan
Pemikiran Islam Nahdlatul Ulama: atau mengurangi pokok-pokok ibadah
Menelusuri Gagasan-Gagasan Sosial yang telah ditetapkan oleh syari’ah,
Keagamaan” menyimpulkan banyak seperti haji tidak ke Baitullah, salat wajib
gagasan tokoh NU yang telah keluar dari tidak 5 waktu, dan 10.Mengkafirkan
batas-batas tradisi pemikiran NU, baik sesama muslim. Kriteria sesat oleh MUI
diukur dari tradisi pemikiran pesantren ini banyak menuai kritik dan gugatan,
(ulama NU), kitab-kitab standar yang teruma dari kelompok liberal. Pihak-
menjadi referensi ulama NU, Keputusan pihak yang dinyatakan ”sesat” juga
Musyawarah Alim Ulama, Konferensi menganggap keputusan atau fatwa MUI
Besar Pengurus Syuriah NU. Faktor inilah tidak adil. Contohnya, komunitas Eden (
yang mempengaruhi generasi muda NU dahulu Salamullah) merasa diperlakukan
untuk mengembangkan faham liberal tidak adil oleh fatwa MUI karena mereka
( Qomar, 2002: 271; Feillard, 2008: 388). tidak diberikan kesempatan untuk
Anak-anak muda ini sangat dinamis menjelasakan keyakinan keagamaannya
dalam membangun dan mengembangkan (aqidah) kepada komisi fatwa.
pikiran dan gerakan pemberdayaan Ahmadiyah dan juga Syi’ah dan penganut
masyarakat, pendampingan atau faham keagamaan lainnya yang dianggap
advokasi mereka yang termarginalkan menyimpang, tidak pernah diberikan
serta pengembangan pikiran liberal kesempatan menjelaskan ajaran dan
alternatif. Tujuannya adalah untuk praktik keagamaan dalam forum yang
perbaikan dan kemaslahatan umat. bebas dan adil.

HARMONI September - Desember 2013


Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam ... 15

Pusat Penelitian dan Pengembangan sesat oleh MUI; Aliran Inkar Sunnah
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang yang menolak Sunnah/Hadis Rasul
dan Diklat Kementerian Agama setiap sebagai aliran sesat (Sidang Kom Fatwa
tahun melakukan penelitian dan 16 Ramadhan 1403 H/ 27 Juni 1983).
pengkajian terhadap apa yang disebut Jemaat Ahmadiyah adalah jamaah di luar
faham, aliran dan gerakan keagamaan Islam Munas II MUI tanggal 11-17 Rajab
baru. Ada ratusan kelompok yang dapat 1400 H/26 Mei-Juni 1980; Pluralisme,
digolongkan sebagai faham, aliran dan Sekularisme dan liberalisme agama
gerakan keagamaan baru. Diantara bertentangan dengan Islam dan haram
kelompok tersebut ada yang menjadi mengikutinya (Munas VII MUI Tahun
masalah dalam masyarakat. Kelompok 2005); Paham atau aliran yang dinyatakan
yang bermasalah tersebut oleh Majelis sesat lainnya adalah Al Qiyadah al
Ulama Indonesia seringkali disebut aliran Islamiyah pimpinan Mushadiq, Pondok
sesat jika telah memenuhi sepuluh kriteria Iktikaf Ngaji Lelaku, pimpinan Yusman
di atas. Kementerian Agama Republik Roy difatwa sesat oleh MUI Malang,
Indonesia tidak memiliki kewenangan Isa Bugis, Kingdom Of God (Eden), Lia
untuk menilai sebuah faham, aliran Aminudin, dan banyak lagi yang lain.
atau gerakan keagamaan itu sesat atau
bukan. MUI lah yang memberikan Lagi-lagi terjadi silang pendapat
penilaian tersebut. Komisi Fatwa MUI berebut kebenara di kalangan umat
yang memiliki kewenangan untuk Islam lantaran masalah “ikhtilaf” atau
menetapkan aliran bermasalah tersebut berbeda pendapat. MUI mengeluarkan
itu sesat atau tidak. Ada pula kelompok fatwa untuk kepentingan pemeliharaan
atau perorangan yang mendefinisikan dan penyelamatan umat dari aqidah
kesesatan sebuah faham atau aliran tidak atau keyakinan yang menyimpang
sesuai dengan ketentuan MUI. Dasar atau ”sesat”. Sebaliknya kaum ”liberal”
kesesatan faham, aliran dan gerakan merasa perlu meyakinkan dirinya,
keagamaan menurut buku-buku tentang kelompoknya, dan jaringannya kepada
aliran sesat adalah; (a). Otoritas mutlak kelompok lain, terutama non muslim,
sang imam, (b). Penafsiran al Qur’an bahwa Islam adalah ”rahmatan lil
dan Hadis sesuai dengan keinginan (c). alamin”. Islam yang damai, lembut, dan
Manqul (d) mengaku menerima wahyu, inklusif. Tidak ada hak sebuah institusi
(e). Mengaku nabi, (f). Menghalalkan yang keagamaan mengklaim dirinya sebagai
haram dan sebaliknya. Selain itu, sebuah wakil Tuhan yang sah untuk menyatakan
pemahaman agama dianggap sesat benar dan salah dalam memahami dan
jika dianggap meresahkan masyarakat. mempraktikan ajaran agama. Kedua
Kriteria kesesatan faham keagamaan kelompok berbeda pandangan, jika dilihat
seperti tersebut di atas, diwacanakan maksud masing-masing kelompok yang
dan kemudian ketika terdapat gejala terlibat adalah ”ikhtilaf”, sungguh semua
kehidupan keagamaan seperti itu orang akan dapat menerima argumen
kemudian publik ramai-ramai menuduh masing-masing. Tetapi sebagaimana
telah terjadi kesesatan, atau bahkan terjadi biasa, dalam kaitannya dengan perebutan
penodaan agama. Mekanisme sosial pengaruh dan pengakuan, masing-
seperti inilah yang kemudian melahirkan masing kelompok seringkali terlibat
fatwa MUI tentang aliran sesat. Tujuannya dalam permainan wacana yang satu
tentu untuk menjaga kemurnian agama menganggap lebih dibandingkan dengan
dan sekaligus melindungi umat dari yang lain. Terlebih lagi bila dalam kerangka
pengaruh pemikiran negatif atau sesat. perebutan pengaruh (hegemoni) wacana,
Berikut ini beberapa contoh faham, aliran ada kelompok yang mendemonstrasikan
dan gerakan keagamaan yang difatwa prilaku dan pandangan yang cenderung

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


16 Ahmad Syafi’i Mufid

mendekonstruksi institusi-institusi ke- dan firqah merupakan dampak dari


Islam-an seperti: shalat tidak penting, Al perbedaan (ikhtilaf). ASWAJA muncul
Qur’an tidak otentik, dan Muhammad dalam sejarah pemikiran dan gerakan
SAW bukan nabi terakhir. Dampaknya, Islam sebagai jalan tengah, karena
seperti kita lihat pada peristiwa kekerasan asumsi, paradigma dan metode berfikir
yang terjadi di Monas 1 Juni 2008 yang yang dipergunakan berdasarkan realitas
melibatkan kelompok-kolompok muslim empirik dengan bimbingan wahyu.
berhadapan dengan kelompok muslim Etika beda pendapat (adab al ikhtilaf)
yang lain berkaitan dengan “pro” dan juga sudah dikembangkan sejak awal
“kontra” fatwa MUI tentang “Pluralisme kemunculannya, dan dipraktikan oleh
Liberalisme, dan Sekularisme” para ulama sepanjang masa melalui
aqidah lurus dan akhlak yang terpuji.

Pemeliharaan Faham ASWAJA Pemerintah Indonesia, ulama


dan organisasi masa Islam memiliki
Faham Aswaja sedang terancam tanggungjawab untuk memelihara
baik dari dalam maupun dari luar. faham ASWAJA. Doktrin ASWAJA dan
Ancaman dari luar datang dari faham- ideologi Pancasila memiliki watak yang
faham (isme) yang tidak bersumber sama, yaitu moderasi. Bagaimana umat
dari wahyu, cenderung pada empiris Islam Indonesia yang jumlahnya paling
positifistik seperti kapitalisme, liberalisme besar dalam komposisi kependudukan,
dan sekularisme. Faham-faham ini menerima Pancasila sebagai dasar
sejatinya memisahkan antara manusia negara? Jawabnya adalah Pancasila itu
dengan Tuhan dengan berbagai argumen. moderasi antar faham, aliran, golongan,
Ancaman dari dalam komunitas Islam, ras. ASWAJA juga sebuah faham
adalah lahirnya faham yang bersumber moderat dalam Islam. Ia merupakan
pada pemikiran dan kontempelasi. jalan tengah antara radikalisme dan
Pengaruh pemikiran jelas-jelas liberalisme. ASWAJA menghargai
meninggalkan dampak berupa lahirnya pluralitas, perbedaan termasuk beda
banyak madzhab baik dalam kalam, agama dan keyakinan, karena wahyu dan
fiqh dan akhlak tasawuf. Masing-masing pengalaman sejarah menuntunnya untuk
madzhab memiliki metode berbeda menghargai perbedaan tersebut. Atas
dalam memahami teks suci al-Qur’an dasar itulah, lembaga pendidikan dan
dan as-Sunnah. Atas dasar perbedaan pengajaran agama baik di rumah tangga,
yang sama lahir pula kelompok yang sekolah maupun masyarakat terus
tidak mengikuti salah satu madzhab menerus mengajarkan faham ASWAJA.
dalam Islam. Tidak mengikuti salah Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi
madzhab juga produk pemikiran dalam pengawal kelurusan akidah dan akhlak
masyarakat Islam. Di sisi lain, muncul umat Islam melalui Komisi Pengkajian
tokoh yang mengaku mendapat inspirasi, dan Komisi Fatwa. Pemerintah,
pencerahan, ilham untuk melakukan khususnya Kementerian Agama RI telah
perubahan sehingga melahirkan paham memiliki unit kerja untuk melakukan
dan gerakan keagamaan yang baru. penelitian dan pengembangan kehidupan
Persaingan, perselisihan hingga konflik keagamaan yang salah satu hasilnya
terjadi antara kelompok umat, apakah adalah pengumpulan informasi tentang
karena faham, aliran atau gerakan ketika paham, aliran dan gerakan keagamaan
mereka terlibat dalam memperebutkan termasuk yang bermasalah dan cara
dukungan dan sumber daya. Tafaruq penanganannya.

HARMONI September - Desember 2013


Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam ... 17

Penutup Meskipun orientasi keagamaan


sebagian penganut Aswaja telah berubah
Faham Aswaja yang telah menjadi ke arah fundamental-radikal, atau
bagian dari sistem keberagamaan progresif liberal, tradisi yang selama ini
masyarakat muslim Indonesia terus berkembang dalam masyarakat tetap
menerus mengalami penilaian dan kritik terpelihara dengan baik. Bahkan beberapa
secara internal, dikoreksi dan disesuaikan dekade terakhir telah terjadi konvergensi
dengan perkembangan. Pengertian pemahaman di kalangan umat. Tantangan
Aswaja secara sempit sudah ditinggalkan, yang paling mengkhawatirkan adalah
dan pengertian secara inklusif diterima berkembangannya faham dan sikap
dan dikembangkan. Namun watak dan hidup materialistik, yang juga sudah
corak khas faham Aswaja; moderasi disinyalir dalam al-Qur’an (bal tu’sirunal
(tawashut), keseimbangan (tawazun), dan hayata al-dunya, wa al-akhiratu khairun wa
berkeadilan (adalah) tetap dijaga dan abqa).
dipelihara.
Jakarta, 8 September 2013

Daftar Pustaka

Abdalla, Ulil Abhar, 2005. Menjadi Muslim Liberal. Penerbit Nalar kerjasama dengan
Jaringan Islam Liberal, Freedom Institute.
Alatas, Ismail Fajrie, 2010. “ Menjadi Arab: Komunitas Hadrami, Ilmu Pengetahuan
Kolonial & Etnisitas dalam LWC. Van den Berg, Orang Arab Nusantara. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Atho Mudzhar, 2012. Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Berg, LWC. Van den, 2010. Orang Arab di Nusantara. Jakarta: Penerbit Komunitas Bambu
(terj. Rahayu H)
Dhofier, Zamakhsyari, 1982. Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES.
Feillard, Andree, 2008. NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. Yogyakarta:
LKIS.
Hasan, Noorhaidi, 2008. Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia
Pasca Orde Baru. Jakarta: Penerbit LP3ES dan KITLV Jakarta.
Ismail, Faisal, 2001. Islam and Pancasila: Indonesia Politics 1945-1995. Jakarta: Balitbang
dan Diklat Departemen Agama RI.
Dilema NU Di Tengah Badai Pragmatisme Politik, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI.
Jaiz, Hartono Ahmad, 2002. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3


18 Ahmad Syafi’i Mufid

Mufid, Ahmad Syafi’i, 2006. Tangklukan, Abangan dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa.
Jakarta: Penerbit Obor.
2011. Al-Zaytun The Untold Stories: Investigasi terhadap Pesantren Paling Kontroversial di
Indonesia, Jakarta: Penerbit alvabet.
2011. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2012. Motivation and Root Causes of Terrorism. Jakarta: INSEP.
Nuh, Nuhrison M (ed), 2007. Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan.
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Pijper, G.F, 1984. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. Jakarta:
Universitas Indonesia-Press. (terj. Tujiman dan Yessy Augusdin).
Qomar, Mujamil, 2002. NU “Liberal” Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme
Islam. Bandung: Penerbit Mizan.
Samudra, Imam, 2004. Aku Melawan Teroris. Solo: Penerbit Jazera.
Thoha, Anis Malik, 2005. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Penerbit
Prespektif.
Tim Peneliti, 2006. Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan. Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama
RI.
Tim Penyusun, 2011. Buku Panduan Pola Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan
Baru di Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.

HARMONI September - Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai