Abstract Abstrak
Literally , Ahlussunnah wal Jamaah are Secara harfiyah, ahlu sunnah wal jama’ah
adherents of tradition and custom done by adalah penganut tradisi atau kebiasaan yang
the Prophet Muhammad and the consensus dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
of the scholars . Ahlussunnah wal Jamaah dan kesepakatan para ulama. Paham Ahlu
are the majority of Indonesian moslem.
Sunnah Wal Jama’ah merupakan faham
The character of moderation ( washatiyah )
yang dianut oleh mayoritas umat Islam
owned by this school of thought, wheather
the belief system (Aqeedah), Shari’ah and Indonesia. Watak moderasi (washatiyah)
practice of moral / Sufism are in accordance yang dimiliki oleh faham ini baik dalam
with the pattern cultural patterns of sistem keyakinan (aqidah), syari’ah maupun
Indonesian society . The dynamic of praktik akhlak/tasawuf sesuai dengan
Ahlussunnah wal Jamaah development , corak kebudayaan masyarakat Indonesia.
initially assessed accommodative to the Dinamika perkembangan Aswaja, awalnya
old traditions ( local tradition ) , but then dinilai akomodatif terhadap tradisi lama
following the trend of puritanical style (local tradition), kemudian berkembang
then Islamic character looks more pure .
mengikuti trend puritanis sehingga corak
Purification of Ahlussunnah wal Jamaah
Islam terlihat semakin murni. Pemurnian
teachings from the local element and old
traditions causing the birth of the modernist ajaran ASWAJA dari anasir lokal dan tradisi
movement rests on the principles of lama melahirkan gerakan modernis tetap
thinking or istimbat al hukmi prevailing bersandar pada kaidah berfikir atau istimbat
in these schools of thought. Social change al hukmi yang berlaku dalam madzhab ini.
as a result of development and encounters Perubahan sosial akibat pembangunan dan
with various global thinking , Ahlussunnah perjumpaan dengan berbagai pemikiran
wal Jamaah facing the challenges both global, Aswaja menghadapi tantangan
internal and external. Could Ahlussunnah internal maupun eksternal. Mungkinkah
wal Jamaah able to put themselves in the Aswaja mampu menempatkan diri pada
position of moderate ( washatiyah ) in
posisi moderat (washatiyah) di tengah-
the midst of the onslaught of radicalism ,
tengah gempuran radikalisme, liberaisme
liberalism and misguided thought (cult)?
dan sesat pikir (aliran sesat)?
Key concept: Faham, Ahlu Sunnah wal
Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal Kata Kunci: Faham, Ahlu Sunnah wal
dan aliran sesat. Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal
dan aliran sesat.
Aswaja sering kali juga disebut “aliran 134). NU dan Muhammadiyah sepakat
lama” yang dianut oleh “kaum tua” bahwa keduanya adalah organisasi
berhadapan dengan “aliran baru” dengan keagamaan dan kemasyarakatan yang
penganut “kaum muda”. Di Jawa, kaum tidak lagi menempatkan pertarungan
tua disebut “kaum kolot”. Di Banjarmasin politik sebagai tujuan yang dominan.
mereka menolak sebutan tersebut dan Bahkan dalam perkembangan pemikiran
mengatakan masuk kelompok ahlu sunnah keagamaan, kedua kelompok ini telah
wal jama’ah. Antara kaum tua dan kaum menerima Pancasila sebagai dasar negara
muda pernah terjadi perselisihan seperti yang bersifat final ( Ismail, 2001: 245-265).
terjadi di Sumatera Barat. Beberapa daerah Ketegangan diantar kedua penganut
di Jawa juga terjadi perselisihan faham faham keagamaan ini pernah kembali
atau aliran ”kolot versus baru” di Kudus muncul seiring dengan ketegangan
Jawa Tengah (1926) dan juga di Babat, Jawa politik era reformasi yakni penurunan
Timur karena masalah sepele, perjodohan Gus Dur ( K.H. Abdurrahman Wahid)
antar anggota organisasi yang berbeda sebagai presiden oleh kelompok lawan
(Pijper, 1984: 101-152). Tetapi dalam tiga politik yang dipimpin oleh Amin Rais,
puluh tahun belakangan, telah terjadi yang kebetulan tokoh Muhammadiyah.
konvergensi antara kelompok ASWAJA
dengan modernis. Banyak pengikut NU ASWAJA pada masa orde baru
atau Aswaja, terutama di perkotaan yang (era pembangunan) memang mengalami
mengikuti praktik ibadah salat Tarawih perubahan dari pemahaman yang sempit
8 rakaat dan salat Idul Fitri maupun menjadi semakin terbuka. Sebelumnya
Idul Adha di lapangan. Sebaliknya, hanya menjadi faham anutan “kaum
penganut “aliran baru” juga tidak tua”. Beberapa saat setelah era reformasi
menolak diajak “istighosah”, selamatan kelompok Salafi (sebelumnya lebih dikenal
dengan membaca tahlil dan surat Yasin. Wahabi) juga mempropagandakan
Sekat budaya (cultural barrier) yang kelompoknya sebagai penganut ASWAJA.
memisahkan keduanya telah runtuh. Hal Bahkan dalam kerangka solidaritas
itu disebabkan terjadinya dialog wacana kelompok dan politik keumatan, kaum
dan dialog kehidupan yang intensif Salafi membangun Forum Komunikasi
antara keduanya. Munculnya generasi Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (FKAWJ)
muda dari kedua belah pihak yang dipimpin oleh Ja’far Umar Thalib. Pria
mengakui adanya pluralitas, sehingga keturunan Arab Hadrami non sayid ini,
muncul paham “agree in disagreement”, memperoleh pendidikan dan pengajaran
membuat mereka memandang perbedaan dari lingkungan al Irsyad dan Persatuan
pemahaman keagamaan dalam perspektif Islam, dua organisasi Islam yang
yang luas. Pertukaran pendidikan menganut faham Salafi (puritan). Selesai
diantara kedua kelompok ini juga terjadi mempelajari agama di Indonesia hingga
secara masif. Banyak anak orang NU Afganistan, Ja’far kembali ke Indonesia
yang sekolah di sekolah-sekolah dan mengembangkan ajaran Salafi dan
perguruan tinggi Muhammadiyah, dan kemudian melakukan mobilisasi politik
sebaliknya banyak anak Muhammadiyah dengan membentuk FKAWJ sebagai
yang masuk pesantren milik kyai NU. organisasi payung bagi Laskar Jihad
yang ia pimpin untuk membantu kaum
Faham Ahlu Sunnah wal Jama’ah muslimin dalam konflik Maluku dan
di kalangan NU juga sudah tidak lagi Ambon ( Hasan, 2008). Selain kelompok
sempit, isolatif, tertutup apalagi ekslusif, Ja’far Umar, beberapa alumni Timur
melainkan telah menjadi “faham terbuka” Tengah di Indonesia, utama alumni Saudi
yang harus menerima pikiran-pikiran dari Arabia, aktif dalam dakwah dengan
luar yang mengayakan (Ismail, 2004:131- bendera Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
Mereka mendirikan radio dan televisi terhadap pemerintah Saudi Arabia. Salafi
dengan nama Radio Ahlu Sunnah wal non Sururi (Salafi Dakwah) pengikut Bin
Jama’ah yang disingkat menjadi ”Roja” Baz, Al Bani dan Muqbil bin Hadi al-
Jadi ASWAJA sekarang ini benar-benar Wadi’i. Wawancara kami dengan tokoh
sebagai nama yang diperebutkan oleh Salafi non Sururi menunjukkan bahwa
banyak kelompok. Padahal, dahulu hanya diantara mereka terjadi ketegangan.
orang-orang NU yang menyebut dirinta Berebut kebenaran atas nama agama.
ASWAJA. Salafi Dakwah menganggap lawannya,
kelompok Salafi Sururi atau Salafi Jihadis
Faham dan gerakan Salafi pada sebagai ”khawarij” dan sesat pikir.
masa kini juga mengklaim dirinya
sebagai ASWAJA, padahal dalam hal furu’
mereka berbeda dengan kelompok NU.
Radikalisme, Liberalisme dan Aliran
Mereka tampil beda dengan mengenakan
Sesat
jubah panjang (jalabiyah), sorban
(imamah), celana yang menggantung Mengapa Bom Bali oleh banyak pihak
(isbal) dan memelihara jenggot (lihyah). disebut sebagai teror, dan para pelakunya
Perempuannya mengenakan pakaian adalah teroris, bahkan aktifitas mereka
hitam-hitam yang menutupi semua tubuh itu disebut sebagai terorisme atas nama
dan wajah mereka, kecuali mata. Jika Islam? Bagi Imam Samudra, pemimpin
menyelenggarakan walimah, undangan lapangan al-Jama’ah al-Islamiyah (JI)
dipisahkan dengan tabir antara laki-laki yang melakukan peledakan bom, Bali
dan perempuan. Khutbah, ceramah dan adalah ladang jihad fi sabilillah, perang
pengajian yang mereka lakukan selalu suci dan mati karena itu adalah syahid
dimulai dengan iftitah yang standar dan (Samodra,2004: 109). Pandangan Imam
sama, mengacu pada iftitah khutbah Samudra seperti demikian, menurut John
Nabi SAW. Oleh banyak ahli, kelompok L. Esposito adalah eksploitasi otoritas
ini disebut gerakan neo-fundamentalism masa lalu (Muhammad saw, Al Qur’an,
non-revolusioner ( Atho Mudzhar, dan sejarah Islam) sebagai landasan
2012: 24). Menurut Mudzhar, Salafisme berfikir, preseden, dan interpretasi
kontemporer merupakan Wahabisme agamis guna mencari pembenaran
yang dikemas ulang mengikuti pikiran dan inspirasi atas seruan jihad mereka
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Andul terhadap pemerintah-pemerintah di
Wahab serta merujuk kepada pemegang negara-negara Islam dan Barat. Mereka
otoritas fatwa Wahabi kontemporer mengesahkan peperangan dan terorisme,
seperti Abdul Azis bin Abdullah bin Baz dan mereka menyamakan bom bunuh
(1912-1999) dan Muhammad Nasirudin diri yang mereka lakukan sebagai aksi
Al-Bani (W. 1999). Persaingan dan syuhada. Sebaliknya, Imam Samudra
perebutan pengaruh faham ASWAJA dan menyatakan sikap dan perbuatan
gerakan Salafi menjadi-jadi setelah Perang Amerika dan sekutunya terhadap
Teluk tahun 1990. Diantara mereka yang Palestina, Afganistan, Irak dan medan
baru pulang belajar dari pusat-pusat jihad lainnya sangat tidak beradab dan
Salafi di Timur Tengah (Saudi, Yaman, korban yang ditimbulkan jauh lebih besar
Pakistan) kembali ke Indonesia berebut ketimbang korban jihad fi sabilillah yang
sebagai wakil sah gerakan itu. Akibatnya, mereka lakukan. Korbannya tidak hanya
perpecahan dan konflik tidak dapat orang dewasa tetapi orang-orang sipil
dihindari dan kemudian lahirlah Salafi termasuk bayi-bayi yang belum berdosa.
Sururi (Jihadis) yakni kelompok yang Tindakan Amerika dan sekutunya, sering
mengikuti Muhammad bin Surur al- mereka sebut sebagai state terrorisme.
Nayef Zynal Abidin seorang tokoh oposan Imam Samodra dalam bukunya jelas-
jelas mengaku sebagai penganut faham yang mereka lakukan tidak sesuai dengan
Salafus Shalih yang berjihad fi sabilillah. tata cara jihad yang dilakukan oleh Nabi
SAW. Oleh karena itu tokoh ASWAJA
Jihad yang dilakukan oleh dari kalangan NU, Muhamadiyah,
kelompok Salafi seperti peledakan bom Majelis Ulama Indonesia terpanggil dan
di berbagai daerah, dari waktu ke waktu, terlibat dalam propaganda anti terorisme.
adalah wacana yang berkaitan dengan Sampai saat ini ideologi dan gerakan teror
dunia politik. Peledakan bom adalah masih terus terjadi seperti kata pepatah
salah satu strategi untuk menakut-nakuti, “patah tumbuh hilang berganti”. Pelaku
pembalasan atas tindakan Amerika terorisme telah terbunuh, dihukum, atau
dan sekutunya menyerang umat Islam. diedukasi, direhabilitasi, tetapi terus saja
Peledakan bom dan kini penembakan muncul-muncul pelaku-pelaku teror
kepada polisi adalah perang atau jihad baru. Jika sepuluh tahun yang lalu teror
dalam rangka mewujudkan kekuasaan dilakukan oleh kelompok atau organisasi
(daulah Islamiyah). Daulah Islamiyah (tandzim sirri), sekarang teror dilakukan
merupakan tujuan jangka menengah oleh kelompok kecil yang anggotanya
untuk mencapai tujuan muwujudkan hanya satu dua orang. Targetnya juga
kembali khilafah al manhaj al nubuwah. kecil-kecilan yaitu anggota polisi.
Hanya dengan daulah dan khilafah,
syari’at Islam dapat ditegakkan (Mufid, Penganut paham Salafi radikal
2012: ix). Sebagai gagasan atau ideologi, (Sururi/Jihadis) hanya taat dan patuh
jihad yang dilakukan dalam bentuk teror, kepada ulama yang tergolong “salafus
sebagaimana yang dilakukan oleh JI, shaleh ahlu tsuhur” yaitu ulama pengikut
selalu mengalami kegagalan. Gerakan Salafi yang berada di medan perang yang
Darul Islam/Negara Islam Indonesia (D/ layak untuk diikuti hujah dan fatwa nya.
NII) juga gagal mewujudkan cita-cita, Ulama yang bukan ahlu tsuhur, nasehat
begitu juga al-Qaeda gagal membangun dan fatwanya tidak dikuti. Mereka
daulah dan khilafah sebagaimana cenderung memahami teks (nash) secara
yang diimpikan. Strategi jihad dengan harfiyah, menafsirkan sirrah nabawiyah
menggunakan teror ternyata selalu gagal. dan keteladanan salaf al shaleh tanpa
Meskipun demikian, banyak pemuda mengaitkan dengan maqashid al syari’ah
muslim dari kalangan ”ASWAJA” apalagi konteksnya, asbab al-nuzul atau
baru yang juga sedia bergabung atau asbab al-wurud.. Cara pandang seperti
membantu mereka (Mufid, 2012: 243). ini bukan sesuatu yang baru. Pada era
sahabat juga telah muncul kelompok
Faham radikal dan tindak pidana “kharijiyah” dan pada masa modern
terorisme memperoleh pembenaran muncul paham “hakimiyah”. Kedua
mereka sebagai bagian dari kepedulian faham ini menggunakan adagium “ la
terhadap manusia Palestina yang hukma ila Allah” yakni tidak hukum
teraniaya akibat brutalitas Israel. Manusia yang diikuti dan ditaati kecuali hukum
Irak, Afganistan telah dianiaya oleh Allah. Selain hukum Allah adalah hukum
Amerika dan sekutu-sekutunya. Ideologi thaghut. Pemerintah, Undang-Undang
perseteruan terus dikembangkan oleh yang dibuat pemerintah adalah thaghut
Salafi jihadis. Argumen mereka apakah juga. Pikiran seperti ini merupakan
ada ideologi, strategi, operasi dan jaringan tantangan yang nyata bagi ASWAJA.
dalam dunia Islam yang dapat diandalkan
untuk melakukan perlawanan terhadap Saat ini Indonesia juga menjadi
tragedi kemanusiaan tersebut? Bagi ladang subur bagi perkembangan faham
mereka ideologi jihad adalah jawaban liberal. Di kalangan anak muda NU
satu-satunya. Sayangnya, jihad (teror) dan juga anak muda Muhammadiyah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan sesat oleh MUI; Aliran Inkar Sunnah
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang yang menolak Sunnah/Hadis Rasul
dan Diklat Kementerian Agama setiap sebagai aliran sesat (Sidang Kom Fatwa
tahun melakukan penelitian dan 16 Ramadhan 1403 H/ 27 Juni 1983).
pengkajian terhadap apa yang disebut Jemaat Ahmadiyah adalah jamaah di luar
faham, aliran dan gerakan keagamaan Islam Munas II MUI tanggal 11-17 Rajab
baru. Ada ratusan kelompok yang dapat 1400 H/26 Mei-Juni 1980; Pluralisme,
digolongkan sebagai faham, aliran dan Sekularisme dan liberalisme agama
gerakan keagamaan baru. Diantara bertentangan dengan Islam dan haram
kelompok tersebut ada yang menjadi mengikutinya (Munas VII MUI Tahun
masalah dalam masyarakat. Kelompok 2005); Paham atau aliran yang dinyatakan
yang bermasalah tersebut oleh Majelis sesat lainnya adalah Al Qiyadah al
Ulama Indonesia seringkali disebut aliran Islamiyah pimpinan Mushadiq, Pondok
sesat jika telah memenuhi sepuluh kriteria Iktikaf Ngaji Lelaku, pimpinan Yusman
di atas. Kementerian Agama Republik Roy difatwa sesat oleh MUI Malang,
Indonesia tidak memiliki kewenangan Isa Bugis, Kingdom Of God (Eden), Lia
untuk menilai sebuah faham, aliran Aminudin, dan banyak lagi yang lain.
atau gerakan keagamaan itu sesat atau
bukan. MUI lah yang memberikan Lagi-lagi terjadi silang pendapat
penilaian tersebut. Komisi Fatwa MUI berebut kebenara di kalangan umat
yang memiliki kewenangan untuk Islam lantaran masalah “ikhtilaf” atau
menetapkan aliran bermasalah tersebut berbeda pendapat. MUI mengeluarkan
itu sesat atau tidak. Ada pula kelompok fatwa untuk kepentingan pemeliharaan
atau perorangan yang mendefinisikan dan penyelamatan umat dari aqidah
kesesatan sebuah faham atau aliran tidak atau keyakinan yang menyimpang
sesuai dengan ketentuan MUI. Dasar atau ”sesat”. Sebaliknya kaum ”liberal”
kesesatan faham, aliran dan gerakan merasa perlu meyakinkan dirinya,
keagamaan menurut buku-buku tentang kelompoknya, dan jaringannya kepada
aliran sesat adalah; (a). Otoritas mutlak kelompok lain, terutama non muslim,
sang imam, (b). Penafsiran al Qur’an bahwa Islam adalah ”rahmatan lil
dan Hadis sesuai dengan keinginan (c). alamin”. Islam yang damai, lembut, dan
Manqul (d) mengaku menerima wahyu, inklusif. Tidak ada hak sebuah institusi
(e). Mengaku nabi, (f). Menghalalkan yang keagamaan mengklaim dirinya sebagai
haram dan sebaliknya. Selain itu, sebuah wakil Tuhan yang sah untuk menyatakan
pemahaman agama dianggap sesat benar dan salah dalam memahami dan
jika dianggap meresahkan masyarakat. mempraktikan ajaran agama. Kedua
Kriteria kesesatan faham keagamaan kelompok berbeda pandangan, jika dilihat
seperti tersebut di atas, diwacanakan maksud masing-masing kelompok yang
dan kemudian ketika terdapat gejala terlibat adalah ”ikhtilaf”, sungguh semua
kehidupan keagamaan seperti itu orang akan dapat menerima argumen
kemudian publik ramai-ramai menuduh masing-masing. Tetapi sebagaimana
telah terjadi kesesatan, atau bahkan terjadi biasa, dalam kaitannya dengan perebutan
penodaan agama. Mekanisme sosial pengaruh dan pengakuan, masing-
seperti inilah yang kemudian melahirkan masing kelompok seringkali terlibat
fatwa MUI tentang aliran sesat. Tujuannya dalam permainan wacana yang satu
tentu untuk menjaga kemurnian agama menganggap lebih dibandingkan dengan
dan sekaligus melindungi umat dari yang lain. Terlebih lagi bila dalam kerangka
pengaruh pemikiran negatif atau sesat. perebutan pengaruh (hegemoni) wacana,
Berikut ini beberapa contoh faham, aliran ada kelompok yang mendemonstrasikan
dan gerakan keagamaan yang difatwa prilaku dan pandangan yang cenderung
Daftar Pustaka
Abdalla, Ulil Abhar, 2005. Menjadi Muslim Liberal. Penerbit Nalar kerjasama dengan
Jaringan Islam Liberal, Freedom Institute.
Alatas, Ismail Fajrie, 2010. “ Menjadi Arab: Komunitas Hadrami, Ilmu Pengetahuan
Kolonial & Etnisitas dalam LWC. Van den Berg, Orang Arab Nusantara. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Atho Mudzhar, 2012. Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Berg, LWC. Van den, 2010. Orang Arab di Nusantara. Jakarta: Penerbit Komunitas Bambu
(terj. Rahayu H)
Dhofier, Zamakhsyari, 1982. Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES.
Feillard, Andree, 2008. NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna. Yogyakarta:
LKIS.
Hasan, Noorhaidi, 2008. Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia
Pasca Orde Baru. Jakarta: Penerbit LP3ES dan KITLV Jakarta.
Ismail, Faisal, 2001. Islam and Pancasila: Indonesia Politics 1945-1995. Jakarta: Balitbang
dan Diklat Departemen Agama RI.
Dilema NU Di Tengah Badai Pragmatisme Politik, Jakarta, Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama RI.
Jaiz, Hartono Ahmad, 2002. Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Mufid, Ahmad Syafi’i, 2006. Tangklukan, Abangan dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa.
Jakarta: Penerbit Obor.
2011. Al-Zaytun The Untold Stories: Investigasi terhadap Pesantren Paling Kontroversial di
Indonesia, Jakarta: Penerbit alvabet.
2011. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2012. Motivation and Root Causes of Terrorism. Jakarta: INSEP.
Nuh, Nuhrison M (ed), 2007. Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan.
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Pijper, G.F, 1984. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. Jakarta:
Universitas Indonesia-Press. (terj. Tujiman dan Yessy Augusdin).
Qomar, Mujamil, 2002. NU “Liberal” Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme
Islam. Bandung: Penerbit Mizan.
Samudra, Imam, 2004. Aku Melawan Teroris. Solo: Penerbit Jazera.
Thoha, Anis Malik, 2005. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis. Jakarta: Penerbit
Prespektif.
Tim Peneliti, 2006. Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat Perkotaan. Jakarta:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama
RI.
Tim Penyusun, 2011. Buku Panduan Pola Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan
Baru di Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.