Disusun oleh :
Kelompok X
2019
A. Latar Belakang
Ilmu rijalul hadits merupakan salah satu cabang besar ilmu yang tumbuh dari hadits riwayah
dan dirayah. Ilmu ini dapat membantu kita untuk mengetahui keadaan para perawi yang
menerima hadits dari Rasulullah saw. Dengan keadaan rawi yang menerima hadtst dari
sahabat dan seterusnya. Dengan mengetahui keadaan perawi yang menjadi sanad akan
memudahkan kita menilai kualitas suatu hadits. Jadi, bisa kita simpulkan bahwa ilmu rijalul
hadits merupakan separuh dari ilmu hadits.
Berkaitan dengan sanad, ada satu hal yang harus diperhatikan yaitu pembahasan tentang
seluk beluk dan ihwal para periwayat hadits yang sering disebut dengan ilmu rijalul hadits.
Ilmu ini sangat penting kedudukannya dalam ilmu hadits. Oleh karena itu, perlu adanya
syarat-syarat bagi orang yang menerima dan menyampaikan hadits (rijalul hadits) yang bisa
dipercaya kebenaran dan kejujurannya. Berikut ini akan dibahas tentang pengertian dan
segala hal yang berhubungan dengan ilmu rijalul hadits.
Secara etimologi, Rijalul hadits berarti orang-orang di sekitar hadits. Secara terminologi,
Ilmu rijalul hadits adalah ilmu yang membahas tentang para periwayat hadits, baik dari
kalangan Sahabat, tabi'in, maupun generasi setelahnya yang disebut tabi'ut tabi'in dalam
kapasitas mereka sebagai periwayat hadits(1). Dalam pengertian yang lain, ilmu rijalul hadits
adalah sebagai berikut.
Yang artinya : ilmu untuk mengetahui para perawi dalam kapasitas nya sebagai perawi
Hadits.
Maksud dari definisi diatas adalah ilmu yang membicarakan tentang sejarah kehidupan para
perawi, baik dari generasi sahabat, tabi'in, maupun tabi'ut tabi'in. Dalam arti lain, ilmu Rijalul
Hadits adalah ilmu yang membahas tentang hal ihwal dan sejarah para perawi dari kalangan
sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Para ulama muhadditsin mendefenisikan ilmu rijalul
hadits adalah ilmu yang membahas tentang para perawi dan biografi nya dari kalangan
sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.
Dengan ilmu rijalul hadits, kita bisa mengetahui keadaan para perawi yang menerima
hadits dari Rasulullah Saw, dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan
seterusnya.1
Dari definisi yang telah di temukan diatas, dapat di ketahui bahwa ilmu rijalul hadits
berkaitan dengan hal ihwal para periwayat hadits. Ilmu ini mengambil porsi tertentu dalam
pembahasan ilmu hadits. Ilmu ini sangat diperlukan dalam penelitian sanad hadits. Dengan
ilmu Ini, penelitian sanad hadits dapat dilakukan karena ilmu ini merupakan data yang
2
lengkap tentang para periwayat hadits. Baik dari biografi mereka, maupun kualitas pribadi
mereka.
2
Pembahasan tentang hadits mencakup sanad dan matan. Ilmu ini berguna untuk
mendalami pengetahuan tentang sanad dengan menguasai sanad hadits yang berarti
mengetahui ilmu separuh hadits. Seorang pengkaji hadits belum dianggap lengkap ilmunya
tentang hadits, jika hanya mempelajari matannya sebelum mempelajari sanadnya.
Sejarah merupakan senjata terbaik yang digunakan oleh ulama dalam menghadapi para
pendusta. Sufyan as-sauri mengatakan sewaktu para perawi berdusta, maka kami
menggunakan sejarah untuk melawan mereka. Ulama tidak cukup hanya menunjukkan
urgensi sejarah para perawi, tetapi mereka sendiri juga mempraktikkan hal itu.
Dengan pengetahuan itu, dapat diketahui keadaan para perawi yang menerima hadits
dari Rasulullah SAW dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan
seterusnya. Dengan ilmu ini, dapat ditentukan kualitas serta tingkatan suatu hadits dalam
permasalahan sanad hadits. Dalam sejarah Islam, pada akhir masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, pemalsuan hadits mulai ada dan pada masa pemerintahan Bani Umayyah sampai
akhir abad pertama hijriah, pemalsuan ini berkembang pesat. Untuk menjaring hadits-hadits
palsu itu, ilmu rijalul hadits dapat digunakan. Jadi, ilmu rijalul hadits berguna untuk
mengetahui para perawi yang ada dalam tingkatan sanad hadits, dengan mengetahui para
perawi itu akan mencegah terjadinya pemalsuan hadits,juga dapat penambahan matan hadits,
juga dapat mengetahui tingkatan ke shahihan tiap-tiap hadits yang ditemui.
Ilmu rijalul hadits ini lahir bersama sama dengan periwayatan hadits dalam Islam, dan
mengambil porsi khusus mempelajari persoalan-persoalan disekitar sanad. Ulama
memberikan perhatian yang sangat serius terhadap nya agar mereka dapat mengetahui
tokohtokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat
mereka, sejarah mendengar ( belajar) mereka dari pada guru, disamping bertanya tentang
para perawi itu sendiri.
Hal itu mereka lakukan demi mengetahui ke shahihan sima' yang dikatakan oleh perawi
dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttasil dari yang terputus, yang mursal dari yang
marfu' dan lain-lain.
Banyak hal yang menyebabkan sejarah para periwayat hadist menjadi objek kajian
dalam ilmu rijal al-hadits, diantaranya adalah sebagai berikut.
Hadits yang ditulis pada masa nabi sangat minim sekali, padahal yang menerima hadits
sangat banyak orangnya. Hal itu menyebabkan banyak terjadi nya kekeliruan dalam
penyampaian hadits selanjutnya. Hadits yang disampaikan itu kadang-kadang
penyampaiannya mengalami perubahan-perubahan redaksi sehingga menyebabkan hadits
tersebut menjadi rendah tingkatannya. Oleh karena itu, dalam masalah ini, diperlukan
pengetahuan tentang para perawi yang ada dalam tingkatan sanad untuk menghindari
kesalahan-kesalahan tersebut.
Hadits nabi yang belum terhimpun dalam suatu kitab dan kedudukan Hadits yang sangat
penting dalam sumber ajaran Islam, telah dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab oleh
orang-orang tertentu. Mereka membuat hadits palsu berupa pernyataan-pernyataan yang
mereka katakan berasal dari nabi, padahal nabi sendiri tidak menyatakan demikian. Untuk
itu, ilmu rijalul hadits banyak membicarakan biografi para periwayat hadits dan hubungan
periwayat lainnya dalam periwayatan hadits agar menghindari terjadinya pemalsuan hadits.
Karena takut akan kehilangan hadits, pada masa Khalifah diadakan pengumpulan hadits
dari seluruh daerah. Dalam penghimpun hadits ini, diperlukan pengetahuan tentang sejarah
hidup para perawi sehingga dapat diketahui kualitas hadits yang dihimpun tersebut agar tidak
terjadi keterampilan antara hadits yang lebih baik kualitasnya dari segi sanad dengan hadits
maudu' maupun hadits da'if dalam penghimpunan itu.
Ilmu rijalul hadits muncul bersamaan dengan kebutuhan para ulama akan periwayatan
hadits. Hal itu disertai dengan merebaknya hadits-hadits palsu. Oleh karena itu, para ulama
4
merasa berkepentingan menelusuri jati diri pembawa hadits dan guru-guru yang
menyampaikan hadits. Mencari kejelasan dan klarifikasi tentang masing masing perawi, dari
segi waktu kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri
tempat tinggalnya, dan hal ihwal keadaan nya. Muhammad bin sirin pernah berkata
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah siapa kamu mengambil agama mu".
Dengan ilmu rijalul hadits ini akan sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits
dan sanad, sanad terdiri atas deretan perawi yang panjang sehingga sampai kepada nabi.
Munculnya ilmu ini setelah adanya pembukuan kitab hadits. Orang yang mulai membukukan
kitab-kitab tentang rijalul hadits pada abad kedua hijriah yaitu Lais bin Sa'ad tahun 175 H
dengan kitabnya yang diberi nama at-tarikh, kemudian disusul oleh Yahya bin Ma'in dengan
kitabnya yang diberi nama Tarikh ar-Rijal (sejarah rawi-rawi).
Objek pembahasan ilmu rijalul hadits adalah semua tokoh yang terlibat dalam persoalan
hadits, baik itu periwayat dalam sanad dan kritikus periwayat. Jadi, jelas bahwa ilmu ini
tidak hanya membicarakan tentang prosesi kritik atau proses periwayatan tetai juga
membahas tentang tokoh-tokohnya. Ilmu rijalul hadits terdiri atas dua pokok yaitu sebagai
berikut. a. Ilmu Tarikh ar-Ruwah
Ilmu tarikh ar-ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para rawi dalam aspek aspek yang
hersangkutan dengan hadis. Ilmu ini mencakup keterangan tentang hal ihwal para rawi,
tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, kapan/tanggal berapa dia mendengar dari
gurugurunya, dan siapa saja orang yang meriwayatkan darinya/belajar kepadanya, kota dan
kampung halamannya, sejarah perjalanannya dala mencari hadis ke negeri yang berbedabeda,
dan mendengarnya hadis dari sebagian guru sebelum dan sesudah ia lanjut usia dan lain
sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah perhaditsan.
Beberapa sebutan dari ilmu tarikh ar-ruwah adalah ilmu tärikh, ilmu tarikh ar-ruwah,
ilmu wafayatur ruwah, ilmu at-tawarikh wal wafayat, aspek-aspek yang terkait dengan ilmu
rijal al-hadis ditinjau dari tarikh ar-ruwah, antara lain sebagai berikut.
1) Nama-Nama Periwayat
Nama periwayat sangat penting untuk diketahui karena periwayat itu kadang di jumpai
nama yang sama. Untuk membedakannya. Hal itu serupa tulisan lain sebutannya (mu'talif
dan mukhtalif) contoh Muhammad bin Salam Syekh Al-Bukhari, Salam bin Muhammad
Nahid al-Muqaddisi. Salam Jad Muhammad bin Abdul Wahab bin Salam Serupa tulisan dan
sebutan (muttafiq dan muqtariq), misalnya sama nama mereka (perawi) dan nama bapaknya,
seperti Al-Husain bin al-Husain sama nama mereka dengan bapaknya dan kakeknya, seperti
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad, kuniyah (nama panggilan dipermulaan),
seperti Abu Bakar, Abul Qasim, dan laqab (nama yang digelarkar kepada seseorang), seperti
Abdurrahman bin Hurmuz gelarnya Al-Araj.
Kitab-kitab ilmu rijal al-hadits yang menerangkan nama-nama periwayat hadits sangat
banyak di antaranya tentang nama asli dan kuniyah, seperti al- Asma' wa al-Kuna karya
alMadiny (161-234 H), al-Kuna wa al -Asma' karya Abu Bisyr Muhammad bin Ahmad
adDaulabiy (234-320 H) tentang nama- nama perawi yang musytabih seperti, al-Musytabih fi
Asma ar-rijal karya al-Hafiz Muhammad bin Ahmad bin Usman az-Zahabi (637 -748 H)
tentang nama-nama julukan para rawi, Nuzhah al-Albab fi al-Alqäb karya lbnu Hajar
alAsqalani (773-852 H) tentang nama-nama nisbat seperti al-Anşäb karya Tajul-Islam Abdul
Karim bin Muhammad as -Sam aniy (506-562 H), Al-Lubb terdiri atas tiga jilid, karya Ali bin
Muhammad asy-Syaibani al-Jazari (555- 630 H).
Manfaat mengetahui tahun wafatnya periwayat hadits adalah dapat mengetahui unsur
kebohongan periwayatan, contohnya adalah peristiwa yang diceritakan oleh 'Ufair bin
Ma'dan al-Kalal tentang Umar bin Musa yang mengaku meriwayatkan hadis dari gurunya
Ufair yaitu Khalid bin Ma'dan pada tahun 108 H, padahal dia wafat tahun 104 H.
Di antara karya ulama yang berisi tentang sejarah periwayat berdasarkan tahun adalah
kitab Tarikh al-Islam karya az-Zahabi. Kitab ini menerangkan tentang tahun wafatnya
periwayat hadits, kemudian menyebut biografinya dan cerita-cerita lain tentang perawi.
Tempat tinggal para periwayat hadits juga penting diketahui membedakan perawi satu
dengan yang lainnya. Jika ada kesamaan nama dapat diketahui masing-masing guru mereka
tempat tinggal biasanya ditulis di belakang nama lengkap, misalnya Muhammad bin
Abdullah al-Hakim an Naisaburi.
6
6
3) Sejarah Perjalanan Mencari Hadits
Upaya perjalanan mencari hadits sudah ada sejak zaman nabi, seperti yang dilakukan
Abu Hurairah ra. yang mengunjungi sahabat lain untuk menanyakan sustu hadits kepada
sahabat yang lain. Kegiatan ini dilanjutkan oleh tabi 'in yang mencari hadits dari para sahabat,
seperti yang dilakukan Jabir bin Abdullah mengunjungi sahabat Abdullah bin Unais sekadar
untuk mendengar langsung hadits yang sudah diterima sebelumnya. Sejarah lawatan mereka
dalam menuntut hadits pun juga melalui periwayatan. Kunjungan yang dilakukan antar
sahabat, tabi'in melakukan lawatan kepada sesama dalam rangka meneliti kebenaran hadits
yang mereka terima.
Khalat berarti sering salah atau lupa karena faktor usia, berubah akal atau sebab lain.
Hal itu penting diketahui untuk mengetahui kedudukan hadis dari segi sanadnya. Di antara
perawi yang mengalami ilmu tarikh ar-ruwah , misalnya Ata bin as-Saib, Abu Ishaq as-
Siba'i, dan lain-lain.
Ilmu al-jarh wa at-ta'dil merupakan suatu ilmu yang membahas tentang segala hal yang
berhubungan dengan para periwayat hadits dari segi dapat diterima atau sebaliknya ditolak
periwayatannya. Ilmu al-jarh wa at-ta'dil membahas tentang hal ihwal periwayat hadits dari
segi dapat diterima atau ditolak riwayatnya. Ilmu ini lebih menekankan pada pembahasan
kualitas pribadi periwayat hadis, khususnya dari segi kekuatan hafalannya, kejujurannya,
integritas pribadinya terhadap ajaran Islam dan berbagai keterangan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian sanad hadis.
Ilmu ini lebih menekankan pada pembahasan kualitas pribadi periwayat hadits, dari
kekuatan hafalan, kejujuran, integritas pribadinya terhadap ajaran Ahususi berbagai
keterangan lainnya yang berhubungan dengan penelitian Islam sanad hadits. Esensi ilmu
aljarh wa at-ta'dil ini, yaitu :
2). untuk mengetahui bagaimana metode menetapkan keadilan dan kedabitan para periwayat
7
3). untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasan sanad
Dari kedua pokok ilmu rijal al-hadiš ini, muncul pula cabang-cabang ilmu yang
memiliki ciri pembahasan tersendiri. Cabang-cabang itu, antara lain sebagai berikut :
1) Ilmu tabaqat ar-ruwah yaitu suatu ilmu yang mengelompokkan para periwayat ke
dalam suatu angkatan atau generasi tertentu.
2) Ilmu al-mu'talif wa al-mukhtalif yaitu suatu ilmu yang membahas tentang perserupaan
bentuk tulisan dari nama asli, nama samaran, dan nama keturunan para periwayat, tetapi
bunyi bacaannya yang berlainan.
3) Ilmu al-muttafiq wa al-muftariq yaitu suatu ilmu yang membahas tentang perserupaan
bentuk tulisan dan bunyi bacaannya, tetapi berlainan personalnya.
4) Ilmu al-mubhamát yaitu suatu ilmu yang membahas tentang nama-nama periwayat
yang tidak disebut dengan jelas.
Sebuah sanad hadits bisa dikatakan benar dari nabi jika sanadnya tersambung (ittisalus
sanad) yaitu rangkaian sanad hadits yang saling bertemu antara murid dan guru mulai dari
awal sanad (sahabat, jika hadisnya marfu’) sampai pada periwayat terakhir yang menuliskan
atau membukukan hadits seperti Imam Al-Bukhari. Tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad
yang terputus jika tidak diketahui identitas rijäl al-hadits atau nama periwayat yang samar
selain ittisälus sanad, para rijal al-hadits nya harus terpercaya (siqah). Kata šiqatun berasal
dari bahasa arab yang artinya kuat, rapat, dan terpercaya, Rijal al-hadis yang bisa diterima
riwayatnya (rijāl yang siqah) harus meliputi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Bersifat Adil
Yang dimaksud adil adalah muslim, sudah baligh, dan berakal sehat. Penjelasannya
adalah sebagai berikut.
a. Rijal al-hadits harus muslim, artinya orang yang menjalankan ajaran Islam sesuai dengan
8
dasar-dasar Al-Qur'an dan hadits. Maksudnya, dia tidak bohong, tidak menjalankan dosadosa
besar (tidak fasiq), tidak meninggalkan kewajiban Islam.
b. Rijal al-hadits harus sudah baligh. Yang dimaksud baligh adalah tamyiz atau sudah bisa
membedakan antara yang haq dan yang batil, yang halal dan yang haram, perbuatan yang
berdosa dan perbuatan yang menghasilkan pahala.
c. Rijal al-hadits harus ocang yang berakal sehat, dalam artian tidak gila, bukan orang vang
mabuk, bukan orang yang terlalu fanatik terhadap golongannya ketika ia menyampaikan
hadis yang berisi tentang dalil yang mendukung golongannya, dan sebagainya.
Selain ada syarat yang adil, juga ada syarat yang tidak adil. Sebab-sebab periwayat hadits
dikatakan "tidak adil" sehingga riwayatnya tidak bisa diterima adalah sebagai berikut.
a. Al-Kazibu (bohong) artinya dia sering berbohong dalam pembicaraan sehari-hari dan
juga pernah membohongkan riwayat hadits.
c. Al-Fasqu (fasik) artinya dia sering melakukan perbuatan dosa kecil atau pernah
melakukan perbuatan dosa besar.
d. Al-Bid'ah (cara ibadah yang baru yang tidak disyariatkan) artinya dia melakukan
perbuatan-perbuatan bid'ah.
e. Al-Jahälah (bodoh/tidak mengetahui) artinya dia orang yang tidak mengetahui tentang
keadaan para periwayat hadits, dan juga tidak mengetahui ajaran agama islam.
2. Bersifat Dabit
Kata dabit berasal dari bahasa Arab yang artinya kuat/tepat. Rijal ad-dabit ada yang däbit
fi al-kitabah yaitu kuat menjaga tulisannya dan dabit fi al-hifzi yaitu kuat dalam menjaga
hafalannya. Yang dimaksud dengan däbit fi al-kitäbah adalah kuat dalam menjaga tulisannya
10
dan sekiranya tulisan hadits yang dimilikinya dibutuhkan, dia bisa menunjukkan dengan
cepat. Kemudian yang dimaksud dabit fi al-hifzi adalah kuat menjaga hafalannya dan
sekirannya hafalan haditsnya dibutuhkan dia bisa menunjukkan dengan cepat.
Seandainya ada rijal yang rapi tulisannya dan dia menyimpan tulisannya di tempat yang
sangat aman, tetapi ketika dibutuhkan haditsnya, dia tidak bisa menunjukkan dengan cepat
maka orang semacam ini tidak bisa dikatakan dábit fi al-kitäbah. Cacatnya periwayat hadis
sebab tidak "dabit" adalah scbagai berikut.
b. Su'u al-hifzi (hafalannya jelek/tidak cerdas) artinya dia sering mengalami kesalahan dalam
meriwayatkan hadis, tetapi kesalahan itu tidak fatal.
c. Al-gaflah (pelupa/pikun) dia sering lupa atau pikun. Muknalafatu šiqat (bertentangan
dengan orang yang lebih šiqah) artinya hadits yang di riwayatkannya ternyata bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih siqat.
3. Menjaga Muru'ah
Menjaga muru’ah yaitu menjaga harga diri dengan cara berakhlak mulia dan menjauhi
akhlak tercela. Suatu contoh adalah seseorang yang berpakaian celana jean yang kumel dan
mengenakan dalaman saja, kemudian dia berdiri ceramah di masjid, apakah ada orang yang
mempercayainya?
Kata tabaqah menurut bahasa adalah suatu kaum yang memiliki kesamaan dalam suatu
sifat. Menurut muhadditsin, Tabaqah adalah suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan
memiliki keserupaan dalam umur dan sanad, yakni pengambilan hadis daripada guru.
Tabaqah juga bagian dari disiplin ilmu hadits yang berkenaan dengan keadaan periwayat
hadis. Keadaan yang dimaksud dalam ilmu tabaqah adalah keadaan yang berupa persamaan
para periwayat dalam sebuah urusan. Urusan yang dimaksud yaitu :
Kadang kala para muhadditsin menganggap bahwa kebersamaan dalam menimba ilmu
hadits, cukup bisa dikatakan satu tabaqah. Pada umumnya mereka memiliki kesamaan dalam
umur.
Pengertian sahabat menurut ulama hadits adalah orang islam yang pernah beremu
dengan Rasulullah saw. Cara mengetahui sahabat, antara lain :
c. Riwayat dari seorang sahabat yang mengatakan bahwa dia adalah sahabat
Tabi’in adalah orang-orang islam yang bertemu dengan para sahabat nabi dan
meninggal dalam beragama islam. Ulama membagi tabi’in menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kibarut-Tabi’in artinya tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadis
dari sahabat.
b. Ausat at-Tabi’in artinya tabi’in pertengahan, yaitu tabi’in yang tidak begitu sering
bergaul dengan sahabat dan tidak begitu banyak menerima hadis dari sahabat.
c. Sigarut-Tabi’in artinya tabi’in kecil yaitu tabi’in yang sedikit sekali berkumpul
dengan sahabat dan sedikit pula meriwayatkan hadis dari sahabat.
3. Tabaqah Atba’ut-Tabi’in
12
A. Kesimpulan
Ismail, M. Syuhudi. 1995. Kaidah Kesahihan Hadits. Cet. 11. Jakarta: Bulan Bintang.