MAKALAH
Khairunnisa
Nurhasanah
Widia Kartika
Dosen Pengampu:
SUMATERA BARAT
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak semua hadis itu bersifat terpuji perawinya dan tidak semua
hadis-hadis itu bersifat dhaif perawinya, oleh karena itu para periwayat
mulai dari generasi sahabat sampai generasi mukharrijul hadis tidak bisa
kita jumpai secara fisik karena mereka telah meninggal dunia. Untuk
mengenali keadaan mereka, baik kelebihan maupun kekurangan mereka
dalam periwayatan,maka diperlukanlah informasi dari berbagai kitab yang
di tulis oleh ulama ahli kritik para periwayatan hadis.
Kritikan para periwayatan hadis itu tidak hanya berkenaan dengan
hal-hal yang tercela. Hal-hal dapat dikemukakan untuk dijadikan
pertimbangan dalam hubungannya dengan dapat atau tidak diterimanya
riwayat hadis yang mereka riwayatkan. Untuk itulah lebih jelasnya disini
penulis akan membahas tentang “ ilmu jarh wa ta‟dil”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian Jarh wa Ta‟dil?
2. Bagaimana sejarah awal mula Jarh wa Ta‟dil
3. Apa saja syarat-syarat bagi penjarh dan penta‟dil
4. Apa kegunaan ilmu jarh wa ta‟dil?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Jarh menurut bahasa berarti “melukai badan yang karenanya
mengalirlah darah”. Adapun menurut istilah yaitu terlihatnya sifat atau
keadaan seorang periwayat yang menyebabkan ditolak atau dilemahkan
periwayatannya terhadap suatu hadis.1
Ta‟dil menurut bahasa ialah taswiyah, berarti menyamakan.
Menurut istilah yaitu mensifatkan para perawi dengan sifat-sifat yang
menetapkan kebersihannya dari pada kesalahan-kesalahannya, lalu
nampaklah keadilannya dan diterimalah riwayatnya.2
B. Sejarah Perkembangan
Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan periwayatan dalam Islam,
karena untuk mengetahui hadis-hadis yang shahih perlu mengetaui
keadaan periwayatnya, secara yang memungkinkan ahli ilmu menetapkan
kebenaran perawi, atau kedustaanya hingga dapatlah mereka membedakan
antara yang diterima dengan yang ditolak.
Karena itu para ulama menanyakan tentang keadaan para perawi,
meneliti kehidupan ilmiah mereka, mengetahui segala keadaan mereka,
hinngga mengetahui siapa yang lebih hapal, lebih kuat ingatan, lebih lama
1
Kementrian Agama, Hadis-Ilmu Hadis, (Jakarta: Kementrian Agama, 2015), hlm. 20.
2
Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, (Jakarta: NV Bulan Bintang,
1981), hlm.
2
3
3
Ibid., hlm.
4
Kementrian Agama, Op.Cit., hlm. 24.
4
2. Lafal Ta‟dil
a) Lafaẓ yang diperkuat dengan satu atau dua sifat dari
sifat ṡiqah. Seperti: ṡiqatun-ṡiqatun, ṡiqatun-ṡābitun,
ṡiqatun-hujjatun dan lain-lain.
b) Lafaẓ yang menunjukkan sigat mubalagah ( paling puncak )
ataau atas dasar wazan af’ala yang merupakan sigat paling
tinggi. Seperti: fulan aṣdaqu ar-rijal.
c) Lafaẓ yang menunjukkan pada satu sifat atas ṡiqah tanpa ada
penjelas. Seperti: ṡiqatun, ḥujjatun.
d) Lafaẓ yang menunjukkan pada ta’dīl tapi tanpa
menunjukkan adanya ḍābiṭ . Seperti: la ba`sa bihi.
e) Lafaẓ yang menunjukkan pada dekatnya
tajrīḥ. Seperti; fulānun syaikhun.5
5
Kementrian Agama, Op.Cit., hlm.27.
5
ulama kritik sepakat bahwa persaksian degan jarh dan ta‟dil dari seorang
perawi tidak akan diterima kecuali dengan syarat-syarat:
1) Syahid (org yang mengeritik) itu hendaknya mengetahui
kaidah-kaidah ilmu hadis, mengetahui rawi yang diterima
dan yang tidak diterima menurut muhadditsin.
2) Hendakmya mengeritik itu termasuk orang yang bijak,
punya pendegaran yang baik, tidak mengikuti hawa nafsu
dan orang ornag yan punya kepentigan pribadi.
3) Mempunyai tujuan utnuk memurnikan sunnah rasul saw.
4) Dikenal berilmu, jujur, bertakwa dan wara‟
5) Baik hafalannya ataupun dhabit, punya kesadara dan
mengetahui rijaal beserta keadaannya.
6) Tidak fanatik
7) Rendah hati6
6
Mahmud Ali Fayyad, Metodologi Penetapan Keshahihan Hadis, (Bandung: CV
Pustakan Setia, 1998), hlm. 71
6
7
Dr. Mahmud At Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadits, (Surabaya: PT
Bina Ilmu, 1995), hlm. 100
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jarh wa ta‟dil membahas tentang cacat-cacat ynag dihadapkan
kepada perawi dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk
menerima atau menolaknya riwayat perawi . Ilmu ini tumbuh bersama
dengan tumbuhnya periwayatan dalam islam, karena untuk mengetahui
hadis yang shahih perlu diketahui keadaan rawinya. Adapun kegunaan dari
ilmu jarh wa ta‟dil yaitu untuk menentukan kualitas perawi dan nilai
hadisnya. Menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa
diterima atau ditolak sama sekali.
B. Saran
Penulis menyadari adanya kesalahan dalam penulisan maupun
penyusunan makalah ini. Maka dengan itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran mengenai makalah kami ini. Semoga dengan adanya makalah ini
bisa sedikit membantu kita dalam memahami ilmu jarh wa ta‟dil.
7
DAFTAR KEPUSTAKAAN