MAKALAH
KONSEP UNIVERSALITAS DAN RELATITIVITAS DALAM
PENDIDIKAN AKHLAK
Oleh :
RAHMAH
Nim : 021.05.03.1896
NELI PRONEKA
Nim : 021.05.03.1889
1443/2021 M
1
RIAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ilmu Pendidikan Akhlak dengan judul
Konsep Universalitas dan Relatitivitas dalam pendidikan akhlak. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat sedikit kekurangan
dan belum sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………….………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………….………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………….… 1
C. Tujuan ………………………………………………………….…… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...................................................................................
B. Saran.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Magnis Suseno, etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah
ajaran yang memberikan kita norma tentang bagaimana kita hidup
seharusnya.
6
hidupnya.Walaupun dalam penilaian etis situasi harus selalu turut
dipertimbangkan, namun kebanyakan masalah di bidang etika tidak
disebabkan karena terjadi konflik antara norma dan situasi, dalam arti bahwa
situasi merongrong atau memperlemah norma.1
1. Macam-Macam Etika
a. Etika deskriptif merupakan etika yang berbicara mengenai fakta apa
adanya yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu
fakta yang berkaitan dengan situasi dan realitas konkrit yang
membudaya .
b. Etika Normatif merupakan etika yang berbicara mengenai norma-
norma yang menuntun tingkah laku manusia.
2. Sistematika Etika
a) Etika Umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan yang
membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b) Etika khusus merupakan prinsip prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Ada 2 macam etika khusus :
Etika Individu = Menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap diri sendiri.
Etika Sosial = Mengenai kewajiban sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota manusia.
1
Ahmad Amin, Etika (Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1995)
7
c) Tujuan dan fungsi etika sosial : Untuk menggungah kesadaran kita
akan tanggung jawab kita sebagai manusia dalam kehidupan bersama
dalam dimensinya.
1. Norma Khusus
2. Norma Umum
Norma umum yaitu norma yang mempunyai sifat lebih umum dan
universal.Norma umum ini ada tiga macam:
b) Norma Hukum
c) Norma Moral
8
Norma moral yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku
manusia sebagai manusia dan merupakan tolak ukur yang di pakai
untuk menentukan baik buruk manusia sebagai manusia.
9
apabila orang taat dengan norma moral, ada kemungkinan akibat yang
didapatkan justru bukan merupakan akibat yang dihadapkan sebagai
konsekuensi dari perbuatan. Taat kepada norma moral, bisa berarti
selamat, tetapi selamat tidak selalu berarti dengan bermanfaat.
10
Kalau norma moral bersifat absolut, maka tidak boleh tidak norma itu
harus juga universal, artinya harus berlaku selalu dan dimana-mana. Mustahil
norma moral yang berlaku di satu tempat tapi tidak berlaku di tempat lain.
11
orang lain tidak pernah dapat di benarkan. Tapi dalam kasus seorang
miskin mencuri ayam, tentu penilaian etis kita harus berbeda dengan
koruptor kelas kakap menyelewengkan milyaran rupiah. Kita harus
mengakui kepada pengikut etika situasi bahwa dalam menerapkan norma
moral kita harus mempertimbangkan keadaan konkrit.
c) Walaupun dalam penilaian etis situasi selalu harus di pertimbangkan,
namun kebanyakan masalah di bidang etika tidak di sebabkan karena
terjadi konflik antara norma dan situasi, dalam arti situasi itu merongrong
atau memperlemah norma. Pada umumnya norma itu sendiri di
pertanyakan, tapi menjadi masalah bagaimana norma itu harus diterapkan.
Hal itu terutama bisa tampak dengan dua cara :
Kadang-kadang norma memang jelas, tetapi menjadi pertanyaan,
apakah suatu kasus konkrit terkene oleh norma tersebut atau tidak?
Bisa juga masalahnya mengambilbentuk “dilema moral”, artinya
konflik antara dua norma. Kalau ada dua norma yang mewajibkan kita,
tapi keduanya tidak dapat dipenuhi sekaligus, norma apa yang
harusdipatuhi, dan norma apa yang harus di tinggalkan?3
Tapi dilain pihak sulit juga untuk diterima bahwa nilai moral
seabsolutseperti yang di bayangkan Plato. Misalnya bagi filsuf yunani norma
moral seolah-olah sebagai suatu kaidah yang tetap dan terubahkan. Kalau kita
memandang sejarah atau kita mempelajari data-data yang di kumpulkan oleh
antropologi budaya, perlu kita akui bahwa nilai moral sering sudah berubah.
3
K. Bertens. Etika(Jakarta: GramediaPustakaUtama, 1994), hlm. 162-164.
12
Seperti contoh, perbudakan: berabad-abad lamanya lembaga seperti
perbudakan diterima begitu saja dalam banyak masyarakat, tanpa keberatan
apapun. Jangan kita lupa bahwa dalam Bitish Empire ( kerajaan–kerajaan
Inggris bersama koloni-koloninya ) perbudakan baru di hapus pada tahun
1833, di Amerika Serikat pada tahun 1865 dan Brazil dalam beberapa tahap,
hingga baru tahun 1888 terhapus seluruhnya.
1. Relativisme kultural
4
V. Held, Etika Moral (Jakarta: Erlangga, 1991), hlm. 179.
13
“ Bagaimana dengan kebiasaan suku Eskimo yang membunuh
orang tuanya yang sudah renta justru sebagai perwujudan rasa cinta dan
menghormati?”
14
suatu pekerjaan yang ringan. Jadi membunuh orang tua renta di Eskimo
adalah sikap berbuat baik kepada sesama (membantu).
2. Relativitas Normatif
Tetapi harus diingat, tidak pula kita beranggapan bahwa tidak ada
kriteria mutlak, baik dan buruk. Kita masih percaya adanya kriteria itu,
sebab pengertian dan kesadaran adanya kriteria mutlak baik dan buruk
itulah dasar pengajaran, dan pendidikan etika dan tanpa itu kita mustahil
dapat menghayati ajaran etika atau bahkan agama.
15
Menolong Orang adalah tindakan yang bermoral, jikalau ada orang
yang jatuh di sungai,kita melihatnya itu kewajiban kita untuk
menolongnya, menurut norma moral umum. Tetapi apabila kita tidak ada
di tempat kejadian, atau tidak memiliki alat untuk menolongnya, atau tidak
bisa berenang dan kita memaksakan diri untuk menolong, maka kita akan
menjadi orang yang palin tolol di dunia.
3. Relativisme Metaetika
16
Tidak ada pertentangan paham mengenai nilai-nilai dasar etik ini,
akan tetapi ada ketidak pahaman mengenai arti pernyataan metaetik serta
pembenarannya. Semua nilai dasar tersebut begitu dituangkan dalam
norma, akhirnya pertanyaan “mengapa” semua itu baik dan buruk akan
mendapatkan jawaban yang berbeda. Barangkali benar apa yang dikatakan
Kurt Baier tentang adanya titik pangkal moral. Kenyataan bahwa kita
sering tidak mencapai kesepakatan pendapat dalam norma moral hanya
menunjukkan bahwa kita tidak mampu menempati titik pangkal moral
tersebut berupa :
17
Ada fakta fundamental tentang hidup secara susila, manusia
dalamseluruh aspek hidupnya bergantung dari norma. Dan salah satunya
adalah norma moral. Norma moral mewajibkan manusia secara mutlak, tetapi
di samping itu ia tidak memaksa orang. Di sinilah makna kebebasan untuk
memilih, untuk mau taat kepada norma moral ataupun tidak. Di sini norma
moral mengadakan dorongan terus menerus, tetapi orang bisa saja menentang
perintah norma moral, barangkali di sini dapat dikerjakan tetapi di lain pihak
tidak dapat dikerjakan. Sebab apabila manusia menentang norma moral, ia
tahu bahwa ia berbuat buruk, ia tegur oleh “insan kamil” nya. Dan ada rasa
bersalah serta menyesal.
5
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: PT.Grafindo Persada, 1995), hlm. 131-
132.
18
Dan perintah tidak bersyarat ini bukan berasal dari pengalaman.
Perintah kesusilaan berasal dari kenyataan yang sudah pasti, perintah-perintah
susila semacam itu tidak mempertimbangkan akibat-akibatnya. Di sini
terdapat kecenderungan yang bersifat “deontis” yang menekankan pada aspek
keharusan. Dan apabila etika juga dikatakan bersifat “teleologis” yang
menekankan pada aspek tujuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan dapat disimpulkan,
secara umum Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai
nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya.Universalitas dalam etika sebagai suatu ajaran etik berarti sesuatu
itu dapat dinilai baik bila dapat memberikan kebaikan kepada orang banyak.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
20
Djatnika, Rachmat. 1992. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia) Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Salam, Burhanuddin. 1997. Ethika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia.
Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
http://pemudamuslim-indonesia.blogspot.com/2021/11/makalah-berbagai-
pandangan-tentang.html. Di akses pada tanggal 20 November 2021 pukul
22:00
21