Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PENELITIAN

STRATEGI PEMBELAJARAN GURU AQIDAH AKHLAK


DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA
MI PLUS DARUSSALAM PAKUNDEN KOTA BLITAR

Disusun guna memenuhi tugas


Mata kuliah : Metodologi Penelitian
Dosen pengampu : Drs. Ahmad Fauzi, M.Ag

Oleh : Hurin Ulya


NIMKO : 20174210104385
Jurusan : Pendidikan Agama Islam

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


(STIT) AL - MUSLIHUUN TLOGO BLITAR
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2020
Strategi Pembelajaran Guru Aqidah Akhlak
dalam Membina Akhlak Siswa
MI Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia adalah pembangunan manusia yang seutuhnya, yaitu
pembangunan manusia Indonesia yang selaras dan seimbang antara jasmani dan rohani.
Dengan demikian akan terwujud manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa (imtaq)
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Hal ini sesuai dengan UU RI
No.20 tahun 2003 tentang sisdiknas Bab II yang berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[1]
Pendidikan anak merupakan hal yang strategis dalam sebuah peradaban baik
buruknya peradaban akan berkaitan erat dengan keberhasilan peserta didik. Karena
peserta didik merupakan generasi mendatang, maka peserta didik harus mendapatkan
perlindungan dan perhatian yang layak agar dapat tumbuh dan berkembang secara fisik
maupun mentalnya. Selain itu peserta didik harus dipersiapkan untuk menjadi orang yang
berguna dan bertanggung jawab bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan peserta didik guna membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa serta berkepribadian dan berbudi luhur [2]
Salah satu hal yang paling utama yang harus diwariskan kepada peserta didik adalah
akhlak yang mulia yang tentunya dapat mengangkat derajat mereka dalam bidang
kerohanian.
Penanaman akhlak mulia dan budi pekerti yang luhur dalam jiwa anak-anak ataupun
peserta didik hendaknya dilakukan sejak kecil sampai ia mampu hidup dengan usaha dan
tangannya sendiri. Semua tidak cukup ditanamkan begitu saja, tetapi juga perlu dipupuk.
1
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001),
hlm.19.
2
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Buah Aksara, 1992), hlm.87.
Menanamkan akhlak pada jiwa peserta didik salah satunya dengan cara memberikan
petunjuk yang benar dan nasehat yang berguna sehingga ajaran yang mereka terima tidak
mengambang dan benar-benar meresap ke dalam jiwa mereka. Apabila sudah menyatu
dengan jiwa peserta didik , maka ia akan terbiasa melakukan amal perbuatan yang baik
dan berakhlak mulia.[3] Sebaliknya, apabila peserta didik sudah terbiasa melakukan
akhlak yang rendah, mereka akan menjadi perusuh umat, sampah masyarakat, juga bisa
membuat kerusakan. [4]
Belakangan ini sering terdengar keluhan dari para orang tua, orang-orang yang
berkecimpung di bidang agama dan sosial masyarakat terutama pendidikan ataupun guru
karena anak-anak yang sedang berumur belasan tahun dan mulai beranjak remaja banyak
yang mempunyai akhlak yang kurang bahkan tidak baik seperti keraas kepala, sering
berbuat onar, mengganggu ketertiban umum, mencuri, suka berpesta minuman keras,
mengedarkan bahkan mengonsumsi barang haram dan masih banyak lagi. Jika dicermati,
kenakalan anak tersebut diantaranya karena kurangnya penanaman nilai-nilai agama dan
akhlak yang mulia baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun masayarakat sekitarnya.
Selain hal-hal diatas , ada faktor lain yang membuat kenakalan anak-anak tersebut
dikarenakan kurangnya perhatian dari orang tua, atau bisa jadi terlalu dimanjakan oleh
orang tuanya, jarang ibadah, serta jarang mengikuti pendidikan agama islam di
sekolahnya. Akhirnya mengakibatkan kurang tertanamnya jiwa agama islam dalam hati
mereka, salah satunya juga tidak mengetahui tentang akhlak mulia yang seharusnya
dilakukan.
Berdasarkan kasus atau permasalahan diatas, sudah seharusnya sebagai guru Pendidikan
Agama Islam khususnya guru Aqidah Akhlak di sekolah untuk berusaha menjadikan
peserta didiknya untuk mempunyai akhlak yang baik agar tidak salah jalan di kemudian
hari.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka penulis bermaksud
melakukan penelitian di MI Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar dengan judul
“ Strategi Pembelajaran Guru Aqidah Akhlak dalam Membina Akhlak Siswa MI
Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar ”

3
Abdullah Zakiy, Membentuk Akhlak, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hlm. 203.
4
Musthafa Al-Ghayalani, Menggapai Keluhuran Akhlak, (Jakarta : Pustaka Amani, 1996), hlm. 313.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi pembelajaran guru aqidah akhlak dalam membina akhlak siswa
MI Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar ?
2. Apa saja kendala guru aqidah akhlak dalam membina akhlak siswa MI Plus
Darussalam Pakunden Kota Blitar ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui strategi pembelajaran guru aqidah akhlak dalam membina akhlak
siswa MI Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar.
2. Untuk mengetahui apa saja kendala guru aqidah akhlak dalam membina akhlak siswa
MI Plus Darussalam Pakunden Kota Blitar.
D. Manfaat Penelitian
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi Sekolah : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi kepada
sekolah untuk mengoptimalkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan.Salah
satunya yaitu pembentukan karakter siswa yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu
sendiri, agar tujuan pendidikan dapat dicapai melalui penanaman akhlak di
lingkungan sekolah.
2. Bagi Guru : Penelitian ini diharapkan mampu memperluas wawasan pengetahuan
guru dalam membina akhlak siswa di lingkungan belajarnya.
3. Bagi Siswa : Penelitian ini diharapkan dapat membentuk keasadaran dalam diri siswa
untuk bersikap yang sewajarnya dan bertingkah yang sesuai dengan ajaran agama
islam.
4. Bagi Peneliti : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti
yang akan datang dan dapat memberikan informasi kepada peneliti lain untuk
mengadakan penelitian yang masih belum terjangkau dalam penelitian ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Aqidah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dasar aqidatan
yang berarti ikatan atau pejanjian. Artinya sesuatu yang menjadi tempat hati
yang mana hati terikat kepadanya. Setelah berbentuk aqidah maka maknanya
menjadi keyakinan. Adapun pengertian aqidah secara istilah berarti perkara
yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati sehingga menjadi suatu kenyataan
yang teguh dan kokoh serta tidak ada keraguan dan kebimbangan didalamnya.
Para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam mengenai pengertian
aqidah, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menurut Syaikh Thahir al-Jazairy
Aqidah Islamiyah adalah perkara-perkara yang diyakini oleh orang-
orang muslim yang berarti mereka teguh terhadap kebenaran perkara-
perkara tersebut.
b. Menurut Hasan al-Banna
Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh
hati, menentramkan jiwa dan menjadikan keyakinan yang tidak ada
keraguan dan kebimbangan yang mencampurinya.
Dari beberapa penjelasan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang
pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah
tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang
satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah
SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak
percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
Sedangkan Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik
akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul
madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan
tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus
mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi larangan-Nya.
Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan
kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-
nilai akhlak yang luhur. Akan tetapi sebaliknya, aqidah-aqidah hasil rekayasa
manusia berjalan sesuai dengan langkah hawa nafsu manusia dan
menanamkan akar-akar egoisme dalam sanubarinya. Sedangkan akhlak
mendapatkan perhatian istimewa dalam aqidah Islam.
Rasulullah SAW pernah bersabda “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia”
Dalam hadis lain beliau juga bersabda “Akhlak yang mulia adalah setengah
dari agama”. Salah seorang sahabat bertanya kepada belaiu: “Anugerah
apakah yang paling utama yang diberikan kepada seorang muslim?” Beliau
menjawab: “Akhlak yang mulia”
Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut
teori ini, agama menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan
menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang dapat
mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini, agama tidak
mengutarakan wejangan-wejangan akhlaknya semata tanpa dibebani oleh rasa
tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna
ajaran-ajarannya. Karena agama tersusun dari keyakinan (akidah) dan
perilaku. Dan akhlak mencerminkan sisi perilaku tersebut.[5]
2. Sumber Aqidah Akhlak
Sumber Aqidah Akhlak adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa saja
yang disampaikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah
SAW dalam sunnahnya wajib diimani (diyakini dan diamalkan).
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut dan
mencoba kalau diperlukan membuktikan secara ilmiah kebenaran yang
disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, itu pun harus didasari oleh
kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya
kemampuan semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau
masalah-masalah ghaib, bahkan tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang
tidak terikat dengan ruang dan waktu. [6]

5
https:www.google.com/q=makalah-tentang-akqidah-akhlak/02.html?m=1. Diakses pada tanggal 24 Maret
2020 pukul 12.44 WIB.
6
Amudidin, Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Graha Ilmu, 2006) hlm. 96.
Ilmu aqidah adalah ilmu yang membahas keyakinan manusia kepada
Allah SWT. Ilmu aqidah disebut juga ilmu tauhid. Kata tauhid berasal dari
wahhada,yuwahhidu,tauiddan, artinya mengesakan,atau mengi’tikadkan
bahwa Allah Maha Esa.[7]
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap
muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang
terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT,
yaitu mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
Salah satu kandungan yang tercantum dalam Al-Qur’an yaitu tuntunan
yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki
budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
b. As-Sunnah
As-Sunnah sering disebut juga dengan hadits merupakan segala
tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang
kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati
hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi
Muhammad SAW.
Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku
Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan
cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan
mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah
SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia.[8]
3. Hubungan Aqidan dan Akhlak
Aqidah erat hubungannya dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan
dan dasar pijakan untuk semua perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan
baik dari seorang mukalaf, baik hubungannya dengan Allah, sesama manusia,
maupun lingkungan hidupnya. Berbagai amal perbuatan tersebut akan
memiliki nilai ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika
diimbangi dengan keyakinan akidah yang kuat. Oleh sebab itu, keduanya tidak
dapat dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga.

7
Ibid., hlm.52.
8
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia), hlm. 51.
Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak
bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan,
Karena akhlak tersarikan dari aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu
jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya akhlaknya pun akan benar, baik
dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan
salah.
Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan
bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar, dengan itu ia akan mampu
mengimplementasikan tauhid ke dalam akhlak yang mulia (Akhlakul
Karimah). Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya dengan benar,
niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah.
Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-
perilaku yang telah ditetapkan-Nya. [9]
4. Ruang Lingkup Aqidah Akhlak
a. Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan
dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
b. Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
c. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll
d. Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah
seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-
Neraka dsb.

9
Roli Abdul Rohman, Akidah dan Akhlak, (Bengkulu: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 06.
5. Manfaat Aqidah Akhlak
a. Menjanjikan Pahala Ukhrawi bagi Orang yang Berakhlak Mulia.
Aqidah menjanjikan pahala yang besar dan derajat yang tinggi di
akhirat kelak bagi orang yang berakhlak mulia, dan siksa yang pedih bagi
orang yang berakhlak tidak terpuji dan menyembah hawa nafsunya.
Rasulullah SAW bersabda :
‫ِإَّن اْلَع ْبَد َلَيْبُلُغ ِبُحْس ِن ُخ ُلِقِه َع ِظ ْيَم َد َر َج اِت ْاآلِخ َر ِة َو َش َر ِف اْلَم َناِز ِل َو ِإَّنُه َلَض ِع ْيُف‬
‫اْلِعَباَد ِة‬
“Seorang hamba dengan akhlaknya yang mulia bisa mencapai derajat
akhirat yang agung dan tempat yang mulia kendatipun sedikit ibadahnya”
Dalam hadis yang lain beliau bersabda:

‫ِإَّن َح َس َن اْلُخ ُلِق َيْبُلُغ َد َر َج َة الَّصاِئِم اْلَقاِئِم‬


“Orang yang berakhlak terpuji dapat menyamai derajat orang yang
berpuasa dan shalat malam”
Beliau berwasiat kepada Bani Abdul Muthalib:

‫ َأْفُش وا الَّس َالَم َو ِص ُلوا ْاَألْر َح اَم َو َأْط ِعُم وا الَّطَع اَم َو َطِّيـُبوا اْلَكَالَم‬،‫َيا َبِني َعبِد اْلُم َّطِلِب‬
‫َتْد ُخ ُلوا اْلَج َّنَة ِبَس َالٍم‬
“ Wahai Bani Abdul Muthalib, sebarkanlah salam, sambunglah tali
kekerabatan, berilah makan (kepada orang-orang fakir) dan bertutur
katalah yang baik, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat”
b. Menjelaskan Efek-efek Duniawi Akhlak.
Seseorang yang berakhlak terpuji akan mampu beradaptasi dengan
sesamanya, hidup bahagia, tentram dan melangkah dengan mantap.
Adapun orang yang tidak memiliki nilai dan prinsip-prinsip moral, ia akan
jatuh dalam jurang kegelapan, hidup dalam kecemasan dan kebingungan
sehingga dirinya tersiksa, tidak disenangi oleh sesamanya dan akhirnya
akan terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang tidak memiliki akibat
yang terpuji.
Rasulullah SAW bersabda:
‫ُح ْسُن اْلُخ ُلِق ُيَثِّبُت اْلَم َو َّدَة‬
“Akhlak yang terpuji dapat melanggengkan kecintaan”
Imam Ali a.s. berkata:
... ‫َو ِفي َسَعِة ْاَألْخ َالِق ُكُنْو ُز ْاَألْر َز اِق‬
“...Dan dalam akhlak yang mulia tersembunyi simpanan-simpanan rizki”
Imam Ash-Shadiq a.s. berkata:
‫ َو ِإْن ِش ْئَت َأْن ُتَهاَن َفاْخ ُش ْن‬، ‫َو ِإْن ِش ْئَت َأْن ُتْك َر َم َفِلْن‬
“Jika engkau ingin dihormati, maka berlemah lembutlah dan jika kau
ingin dihina, maka bersikaplah kasar”. [10]
B. Membina Akhlak (Pembinaan Akhlak)
1. Pengertian Pembinaan Akhlak
Pembinaan adalah proses atau cara perbuatan pembinaan,
pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan
secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik. [11] Akhlak
secara bahasa adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara
luas akhlak adalah sifat yang sudah tertanam dalam jiwa yang mendorong
perilaku seseorang dengan mudah sehingga menjadi perilaku kebiasaan.
Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa, maka
perbuatan dikatakan akhlak jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Jika seseorang melakukan
perbuatan tertentu hanya sekali saja, maka belum dapat dikatakan sebagai
akhlak, tetapi ini baru disebut perilaku saja. Apabila perilaku ini dilakukan
berulang kali sehingga menjadi kebiasaan dalam dirinya, baru bisa disebut
akhlak, sebab perbuatan sesekali itu mungkin hanya karena kondisi yang
memaksa melakukan demikian.
b. Perbuatan itu timbul dengan sangat mudah tanpa berfikir panjang terlebih
dahulu sehingga berperilaku spontan. Misalnya, mengerjakan shalat.
Orang yang berakhlak baik dalam shalat akan melakukannya dengan
mudah tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar shalat. [12]
Jadi pembinaan akhlak adalah proses penanaman nilai-nilai perilaku,
budi pekerti terhadap Allah SWT, sesama manusia, diri sendiri serta
dengan lingkungan atau alam sekitar yang dilakukan secara berdaya guna

10
Suhendi, Hendi, Akidah Akhlak, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), hlm 125-135.
11
Dendi Sugono, Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan EYD, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008),
hlm.193.
12
Ibid., hlm. 143.
dan berhasil guna untuk memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat.
Pembinaan akhlak mulia siswa setidaknya mengarah pada dua hal,
seperti yang diungkapkan John Clark yang maksudnya adalah pembinaan
akhlak itu minimal berkaitan dengan akuisisi kedua kualitas pribadi yang
ditandai dengan kepemilikan kebajikan (misalnya, kepedulian, jujur, setia)
dan menjauhkan diri dari kejahatan (misalnya, keserakahan, nafsu,
berbohong).[13]
2. Tujuan Pembinaan Akhlak
Proses pembelajaran di sekolah/madrasah yang dilakukan oleh guru
aqidah akhlak adalah untuk membentuk dan membina akhlak siswa agar
menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang melandaskan ajaran-ajaran
islam karena tujuan dari pendidikan agama islam adalah “membentuk akhlak
yang mulia serta moral yang tinggi. Para ulama lebih-lebih guru agama yang
menyampaikan kepada siswanya dengan penuh perhatian dan keikhlasan
berusaha menanamkan akhlak yang mulia kepada para siswa-siswinya.,
membiasakan mereka selalu berakhlak mulia dan menghindari hal-hal yang
tercela, berfikir secara jernih dengan landasan iman dan takwa kepada Allah
serta mempergunakan waktu untuk belajar ilmu dunia lebih-lebih ilmu agama
islam”.[14]
Pada dasarnya setiap proses pembelajaran tidak terlepas dari adanya
sebuah tujuan yang hendak dicapai. Begitu pula dalam proses pembinaan
akhlak mulia siswa di sekolah juga tidak terlepas dari adanya tujuan yang
hendak dicapai pada diri siswa.
Tujuan pembinaan akhlak mulia menurut Ibnu Miskawaih adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk
melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik. Pembinaan akhlak mulia
siswa di sekolah juga mempunyai tujuan agar siswa dapat memiliki
kemampuan atau kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa, antara lain
adalah siswa terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji.

13
mikailahaninda.blogspot.com/2015/03/tujuan-pembinaan-akhlak-mukiakarakter.html?m=1. Diakses pada
tanggal 24 Maret 2020 pukul 13.01 WIB.
14
Senianto, Peranan Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak dalam Membina Akhlak Siswa, (Skripsi, IAIN
Mataram , 2014), hlm. 27.
Tujuan pembinaan akhlak mulia siswa berkaitan erat dengan tujuan
pendidikan islam. Ini erat kaitannya dengan tujuan inti dari pendidikan islam
yaitu membentuk akhlak mulia siswa berdasarkan ajaran kitab suci Al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah SAW [15]
Berdasarkan paparan diatas dapat kita ketahui , kesimpulan dari tujuan
pembinaan akhlak adalah menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi
dan sempurna serta membedakan dengan makhluk-makhluk yang lainnya.
Akhlak hendak menjadikan manusia bertindak baik terhadap manusia ,
terhadap sesama makhluk dan kepada tuhan yang menciptakan kita.
3. Metode-Metode Pembinaan Akhlak
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Apabila metode dikaitkan dengan pendidikan agama islam dapat
berarti bahwa metode adalah jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu
pribadi islami .
Adapun metode yang digunakan dalam membina akhlak yaitu sebagai
berikut :
a. Metode Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak
di dalam moral,spiritual dan sosial. [16] Hal ini karena pendidik adalah
contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunnya dalam tindak-
tanduknya serta tata santunnya
Allah SWT menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan
Nabi Muhammad SAW adalah mengandung nilai yang baik bagi para
pengikutnya. Kepribadian Rasulullah SAW yang menjadi contoh teladan
itu menjadi warisan bagi pendidik. Pendidik muslim mestilah seperti
Rasulullah yaitu menjadi teladan.
Demikianlah metode pendidikan Rasulullah ketika membina akhlak
anak dengan contoh teladan beliau langsung. Bentuk pendidikan inilah
yang merupakan sebaik-baiknya metode yang dapat diterapkan pada anak

15
Ibid.,
16
Aat Syafaat, Sohari Sahrani, Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja
Wali Persada, 2008), hlm. 40-41.
didik. Karena lewat keteladananlah seorang peserta didik dapat mencontoh
perilaku yang baik dan menjauhi perilaku yang jahat.
b. Metode Nasihat
Metode lain yang penting dalam pendidikan, pembentukan keimanan,
mempersiapkan mora, spiritual dan sosial anak adalah pendidikan dengan
memberikan nasihat. Sebab nasihat itu dapat membukakan mata anak-anak
pada hakikat sesuatu, mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya
dengan akhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip islam.
Bahkan, Al-Qur’an pun penuh berisi nasihat-nasihat dan tuntunan dalam
kebaikan. [17]
Pada prinsipnya seorang pendidik adalah pemberi nasihat yang
bertugas membentuk kepribadian peserta didik . Disini yang sangat
diperlukan adalah pentransferan nilai-nilai yang baik yang belum dikenal
oleh peserta didik dimasukkan kedalam jiwanya, atau penguatan nilai-nilai
yang baik. Dan banyak jalan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan
hal tersebut, salah satunya lewat nasihat “Addidun Nasihat (agama itu
nasihat)”.
c. Metode Pembiasan
Perilaku manusia banyak ditentukan oleh kebiasaannya, bila seseorang
terbiasa melakukan kebaikan maka dengan mudah pula dia melakukannya,
begitu pula sebaliknya. Karena itu seorang anak sejak dini sudah
dibiasakan diberikan kebiasaan baik sehingga kebiasaan itu menjadi
pribadi pada dirinya. Kebiasaan adalah bagian dari metode pembentukan
kepribadian dalam islam. Nasih Ulwan menyebutkan bahwa peserta didik
mestilah di didik pembiasan dalam hal adab makan dan minum, adab
salam, adab meminta izin, adab mejelis, adab berbicara, adab senda gurau,
adab tahniah (memberi ucapan salam), adab mengunjungi orang sakit,
adab takziah, dan adab bersin. [18]
d. Metode Memberi Perhatian
Perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan, dan senantiasa
mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral,

17
Aat Syafaat, Sohari Sahrani, Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja
Wali Persada, 2008), hlm. 44-46.
18
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Prespektif Filsafat (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2014), hlm.127.
persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi
pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.
Metode pendidikan anak dengan cara memberikan perhatian kepada
anak akan memberikan dampak positif, karena dengan metode ini seorang
anak akan merasa dilindungi, diberi kasih sayang karena ada tempat
mengadu baik suka maupun duka. [19]
e. Metode Perintah dan Larangan
Al-Qur’an menjelaskan bahwa menyuruh berbuat baik dan melarang
berbuat jahat adalah kewajiban seorang muslim. Pendidik juga bertugas
menyuruh peserta didik guna melakukan kebajikan dan melarang mereka
melakukan kejahatan.
Guru dalam mendidik siswa harus memiliki cara atau metode agar
tercapainya pesan-pesan yang disampaikannya dan mampu membentuk
pribadi yang mulia dalam diri siswanya yang diantaranya membiasakan
siswanya melakukan hal-hal yang positif dari sejak kecilnya, menunjukkan
tauladan yang baik pada siswa, memberi nasihat, memberi perhatian dan
hukuman serta memperhatikan faktor kejiwaan siswa sesuai dengan
tingkatan usianya. [20]
C. Strategi Pembelajaran
1. Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Ada dua hal yang perlu kita cermati dari pengertian di atas. Pertama,
strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berati penyusunan suatu strategi baru
sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.
Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari
semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian

19
Aat Syafaat, Sohari Sahrani, Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja
Wali Persada, 2008), hlm. 46-47.
20
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Prespektif Filsafat (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2014), hlm.129.
tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan
yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya
dalam implementasi suatu strategi. [21]
Strategi pembelajaran merupakan rencana dan cara-cara melaksanakan
kegiatan pembelajaran agar prinsip dasar pembelajaran dapat terlaksana dan
tujuan pembelajaran bisa dicapai secara efektif. [22]
Mujiono mengartikan strategi pembelajaran yaitu kegiatan pengajar
untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara aspek-
aspek dan komponen pembentuk system instruksional, dimana untuk itu
pengajar menggunakan siasat tertentu. Karena system instruksional merupakan
suatu kegiatan, maka pemikiran dan pengupayaan pengkonsistensian aspek-
aspek komponennya tidak hanya sebelum dilaksanakan, tetapi juga pada saat
dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa suatu rancangan tidak
selalu tepat pada saat dilakukan. Dengan demikian, strategi pembelajaran
memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama, strategi pembelajaran pada dimensi
perancangan. Kedua, strategi pembelajaran pada dimensi pelaksanaan.
Pengertian strategi pembelajaran yang agak berbeda dengan Mujiono
dikemukakan oleh Zaini dan Bahri menyatakan bahwa strategi pembelajaran
mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam
usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan
pengajar dan peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan. Ada empat strategi dasar dalam
pembelajaran yaitu mengidentifikasi apa yang diharapkan, memilih dan
menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran, menetapkan norma-
norma dan batas minimal keberhasilan. [23]
2. Macam-Macam Strategi Pembelajaran
a. Strategi Pembelajaran Penyampaian (Exposition)

21
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta; Kencana
Prenadamedia Group, 2006), hlm.126.
22
Mukhamad Murdiono, Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan, (Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2012),
hlm.28.
23
Iskandarwassid, Dandang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2008), hlm.8.
Bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa
dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan
strategi pembelajaran langsung (direct instruction).
Mengapa dikatakan langsung? Sebab dalam strategi ini, materi pelajaran
disajikan begitu saja kepada siswa, siswa dituntut untuk mengolahnya.
Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan demikian ,
dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampaian.
b. Strategi Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Bahan pelajaran dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui
berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih banyak menjadi fasilitator
dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang demikian strategi ini
sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.
c. Strategi Pembelajaran Individual (Individual)
Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri.
Kecepatan, kelambatan, dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat
ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan
pelajaran serta bagaimana mempelajarinya didesain untuk belajar sendiri.
d. Strategi Pembelajaran Kelompok (Groups)
Stategi belajar kelompok dilakukan secara beregu. Sekelompok siswa
diajar oleh seorang atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompok ini
bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau pembelajaran klasikal, atau
bisa juga siswa dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group.
Strategi kelompok tidak memerhatikan kecepatan belajar individual. Setiap
individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok dapat
terjadi siswa memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang
memiliki kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang
mempunyai kemampuan tinggi.
Dari cara penyajian dan pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
Strategi Pembelajaran Deduktif :
Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang
dillakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk
kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi, atau bahan pelajaran yang
dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan,
menuju hal yang konkret. Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari
umum ke khusus.
Strategi Pembelajaran Induktif :
Strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang konkret
atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada
materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi
pembelajaran dari khusus ke umum. [24]
3. Pemilihan Strategi Pemebelajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan
kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang
harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir
strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif
dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai
akan menentukan bagaimana cara penyampaiannya.
Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat
digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, salah satunya
pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai,
mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang merupakan bahan pertimbangan
dalam menetapkan strategi yang ingin ditetapkan. Misalnya untuk mencapai
tujuan yang berhubungan dengan aspek kognitif, akan memiliki strategi yang
berbeda dengan upaya untuk mencapai tujuan afektif atau psikomotor.
Demikian juga halnya, untuk mempelajari bahan pelajaran yang bersifat fakta
akan berbeda dengan mempelajari bahan pembuktian suatu teori, dan lain
sebagainya.[25]
4. Tujuan Strategi Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada
akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran
tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran.
Misalnya, seorang guru Olahraga dan Kesehatan (OrKes) menetapkan tujuan
pembelajaran agar siswa agar dapat mendemonstrasikan cara menendang bola
dengan baik dan benar.

24
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta; Kencana
Prenadamedia Group, 2006), hlm.128-129.
25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta; Kencana
Prenadamedia Group, 2006), hlm.129-131.
Dalam hal ini, metode yang dapat membantu siswa-siswi mencapai
tujuan adalah metode ceramah; guru memberi instruksi, petunjuk, aba-aba, dan
dilaksanakan di lapangan. Kemudian metode demonstrasi; siswa-siswi
mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik dan benar.
a. Aktivitas dan pengetahuan awal siswa
Belajar merupakan aktivitas untuk memperoleh pengalaman tertentu
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu strategi
pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak
hanya dimaksudkan pada aktivitas fisik saja, tetapi meliputi aktivitas yang
bersifat psikis atau aktivitas mental juga.
b. Integritas bidang studi/pokok bahasan
Mengajar merupakan usaha untuk mengembangkan seluruh pribadi
siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja,
tetapi meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh
karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh
aspek kepribadian secara terintegritas. Oleh karena itu, metode yang
digunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif,
dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan.
c. Alokasi waktu dan sarana penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran adalah satu jam
pelajaran (45 menit). Jadi metode yang akan digunakan harus dirancang
sebelumnya, termasuk didalamnya perangkat penunjang pembelajaran.
Perangkat pembelajaran tersebut dapat digunakan oleh guru secara
berulang-ulang, seperti transparan, chart, video pembelajaran, film, dsb.
d. Jumlah siswa
Metode yang kita gunakan didalam kelas idealnya perlu
mempertimbangkan jumlah siswa yang hadir dan rasio guru dan siswa,
agar proses belajar mengajar efektif. Ukuran kelas juga menentukan
keberhasilan, terutama pengelolaan kelas dan penyampaian materi.
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa mutu pengajaran akan
tercapai apabila mengurangi besarnya kelas. Sebaliknya pengelola
pendidikan mengatakan bahwa kelas yang kecil-kecil cenderung
memerlukan biaya pendidikan dan latihan yang tinggi. Kedua pendapat ini
bertentangan; manakala kita dihadapkan pada mutu, maka kita
membutuhkan biaya yang sangat besar.
Namun apabila pendidikan mempertimbangkan biaya, mutu
pendidikan sering terabaikan, apalagi saat ini kondisi masyarakat
Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.
e. Pengalaman dan kewibawaan pengajar
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa
mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru yang baik”. Hal ini telah
diakui di lembaga pendidikan. Selain berpengalaman, guru juga harus
berwibawa. Kewibawaan merupakan syarat mutlak yang bersifat abstrak
bagi guru, karena guru harus berhadapan dan mengelola siswa yang
berbeda latar belakang akademik dan sosial. Guru harus merupakan sosok
tokoh yang disegani, bukan ditakuti oleh anak didiknya.[26]

26
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlim. 108-111.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis/Pola Penelitian
Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
yaitu penelitian yang merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawanannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya.
Penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian , misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara
holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. [27]
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif
deskriptif karena data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Ada tiga macam pendekatan yang termasuk dalam penelitian deskriptif,
yaitu penelitian kasus atau studi kasus (case studies), penelitian kausal komparatif dan
penelitian kolerasi, dalam format pelaksanaan penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan studi kasus. Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode studi kasus
adalah dengan menggali informasi sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya kemudian
mendeskripsikannya dalam bentuk naratif sehingga memberikan gambaran secara utuh
tentang fenomena yang terjadi.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MI Plus Darussalam Pakunden Blitar , lokasi sekolah
ini bisa dikatakan strategis karena berada di tengah-tengah pemukiman warga . Alasan
peneliti memilih lokasi ini dikarenakan permasalahan yang ada di di sekolah ini sangat
sesuai dengan judul yang diangkat oleh peneliti. Memang di setiap sekolah mungkin akan
ada permasalahan yang serupa, akan tetapi di sekolah ini berbeda dari lokasi lainnya,
karena di sekolah tersebut banyak dari siswanya yang hidup di lingkungan perkampungan
dan bahkan teman mainnya di rumah juga menjadi teman mainnya di sekolah, sehingga
sulit sekali bagi mereka membawa dirinya umtuk bersikap berbeda terhadap lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat.

27
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.6.
C. Kehadiran Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrument sekaligus sebagai
pengumpul data sehingga keberadaanya di lokasi penelitian mutlak diperlukan. Kehadiran
peneliti di lapangan harus dilakukan oleh peneliti sendiri, tidak boleh diwakilkan,
sedangkan instrument pengumpul data yang berbentuk alat-alat dan dokumen-dokumen
lainnya dapat pula digunakan, namun fungsinya hanya sebagai instrument pendukung.
Kehadiran peneliti di lapangan dalam penelitian ini sebagai tolak ukur akan
keberhasilan dalam memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan langsung peneliti
di lapangan sangat diperlukan untuk menentukan kebenaran data yang di dapat. Hal ini
dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan dana, daya dan usaha yang bisa dilakukan
peneliti. Keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan atau sumber
data dalam hal ini mutlak diperlukan agar mendapatkan penelitian yang ilmiah.
D. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tidakan orang-
orang yang diamati, dalam penelitian ini responden memberikan jawaban yang valid
sesuai dengan pertanyaan dari peneliti. Adapun informan kunci dalam penelitian ini
adalah guru Aqidah Akhlak dan guru BK untuk mengetahui atau mendapatkan data
tentang perilaku siswa di sekolah, bagaimana akhlaknya apakah perlu diperbaiki atau
tidak .Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dari berbagai
sumber dan melalui berbagai teknik.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data sesuai dengan yang di inginkan dalam penelitian kualitatif,
maka proses pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa metode
yaitu :
1. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki. Metode ini dipergunakan untuk memperoleh data
dengan melakukan pengamatan obyek secara langsung atau peneliti terjun secara
langsung ke obyek penelitian. Dengan metode ini dapat mengetahui gambaran secara
umum tentang latar belakang, sarana dan prasarana dan segala hal yang berkaitan
dengan penelitian ini. Adapun teknik observasi ini, peneliti gunakan untuk mengamati
strategi yang dilakukan oleh guru dalam membina akhlak siswa, dan untuk mengamati
sikap atau perilaku siswa di lingkungan sekolah.
2. Metode Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan
informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka
secara individual, peneliti menggunakan teknik wawancara nonstruktur.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah penyelidikan benda tertulis seperti buku, majalah,
dokumen, peraturan, notulen rapat, catatan harian dan lain-lain. Metode ini dilakukan
untuk memperoleh data tentang latar belakang obyek penelitian, struktur organisasi
madrasah, keadaan guru dan siswa, sarana dan prasarana dan segala hal yang
berkaitan dengan penelitian ini.
F. Teknis Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.[28]
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model analisis interaktif yang mencakup
empat komponen yang saling berkaitan,analisis data yang digunakan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan, penyederhanaan,
abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam catatan-catatan
lapangan tertulis. Sebagaimana kita ketahui, reduksi data terjadi secara continue
melalui kehidupan suatu proyek yang di orientasikan secara kualitatif. Reduksi data
bukanlah sesuatu yang terpisah dari analisis, namun merupakan bagian dari analisis,
yang di dalamnya nanti akan lebih difokuskan pada penganalisaan data itu sendiri.
2. Penyajian Data
Langkah kedua adalah penyajian data, penyajian data dibatasi sebagai
kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Oleh karena itu, data yang ada dilapangan di
analisis terlebih dahulu sehingga akan memunculkan deskripsi bagaimana strategi
guru dalam membina akhlak siswa secara lebih jelas.
3. Penarik Kesimpulan atau Verifikasi
Langkah ketiga adalah penarikan dan verifikasi kesimpulan, kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan
28
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2014), hlm.248.
bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi,
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung dengan bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredabilitas.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Meleong ada tiga kegiatan untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian
ini, yaitu: Kredibilitas, Dependabilitas, dan Konfirmabilitas.
1. Kredibilitas
Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil
dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi dengan sebenarnya. Untuk
mencapai nilai kredibilitas ada beberapa teknik yaitu: Teknik Trianggulasi sumber,
pengecekan anggota, dan perpanjangan kehadiran penelitian dilapangan. Trianggulasi
sumber data adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain di luar data itu. Trianggulasi data dilakukan dengan cara menanyakan
kebenaran data tertentu yang diperoleh dari guru Aqidah Akhlak di MI Plus
Darussalam Pakunden Kota Blitar, kemudian dikonfirmasikan kepada informan lain.
Trianggulasi metode juga dilakukan dengan cara membandingkan data atau informasi
yang dikumpulkan dari informan, kemudian membandingkan dengan data pada
informan yang lain yang terkait langsung dengan data tersebut. Pengecekan Anggota
dilakukan dengan cara menunjukkan data atau informasi, termasuk hasil interprestasi
penelitian yang sudah ditulis dengan rapi dalam bentuk catatan lapangan atau transkip
wawancara pada informan kunci agar dikomentari, disetujui atau tidak, dan bisa
ditambah informasi lain jika dianggap perlu.
Perpanjangan keikutsertaan peneliti sebagaimana telah dikemukakan sangat
menentukan dalam pengumpulan data keikutsertaan tersebut tidak dilaksanakan dalam
waktu yang relatif panjang pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti
dapat menguji kebenaran informasi yamg diperoleh secara distorsi baik berasal dari
peneliti sendiri maupun dari luar. Distorsi tersebut memungkinkan tidak disengaja.
Perpanjangan keikutsertaan ini dapat membangun kepercayaan guru Aqidah Akhlak
di MI Darussalam Pakunden Kota Blitar kepada peneliti, Sehingga antara peneliti
dengan informan kunci akhirnya tercipta hubungan keakraban (Rapport) yang baik
sehingga memudahkan guru Aqidah Akhlak mengungkapkan sesuatu secara
transparan dan ungkapan hati yang tulus dan jujur.
2. Dependebilitas (Ketergantungan)
Kriteria ini di gunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya
kemungkinan kesalahan dalam menyimpulkan dan menginterprestasikan data
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah kesalahan banyak disebabkan
oleh kesalahan manusia itu sendiri terutama peneliti sehingga instrument kunci dapat
menimbulkan ketidak percayaan pada peneliti.
3. Konfirmabilitas (Kepastian)
Kriteria ini digunakan untuk memiliki hasil peneliti yang dilakukan dengan
cara mengecek data dan informasi serta interprestasi hasil penelitian yang didukung
oleh materi yang ada pada pelacakan audit. Dalam pelacakan ini, peneliti menyiapkan
bahan-bahan yang diperlukan seperti data lapangan yang berupa catatan lapangan dari
hasil pengamatan penelitian tentang strategi guru Aqidah Akhlak dalam mengatasi
hambatan saat mengajar dalam transkip wawancara serta catatan proses pelaksanaan
penelitian yang mencakup metodologi, strategi serta usaha keabsahan. Dengan
demikian Pendekatan konfirmabilitas (kepastian) lebih menekankan pada karakteristik
data upaya konfirmabilitas untuk mendapatkan kepastian data yang diperoleh itu
objektif, bermakna, dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Berkaitan dengan
pengumpulan data ini, keterangan dari Kepala Madrasah perlu diuji kredibilitasnya.
Hal inilah yang menjadi tumpuan penglihatan, pengamatan objektifitas dan
subjektifitasn untuk menuju suatu kepastian.
Bahan Refrensi, penggunaan bahan referensi yang banyak sangat
memudahkan peneliti dalam pengecekan keabsahan Data, karena dari referensi yang
ada sebagai pendukung dari observasi panel yang dilaksanakan oleh peneliti. Menurut
Eisner (1975) “kecukupan referensi sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan
dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi.”
H. Tahap-tahap Penelitian
Menurut Bogdan dan Biklen, “Ada tiga tahapan pokok dalam penelitian kualitatif
yaitu Tahap pra lapangan, Tahap kegiatan lapangan , Tahap analisis intensif.
Begitu juga dengan Moleong mengemukakan tiga tahapan dalam penelitian kualitatif.
Pertama, tahap orientasi yaitu mengatasi tentang sesuatu apa yang belum diketahui dan
dengan tujuan memperoleh gambaran yang tepat tentang latar penelitian. Kedua, tahap
eksplorasi fokus, yaitu tahap proses pengumpulan data sesuai dengan teknik
pengumpulan data. Ketiga, tahap rencana yang digunakan untuk melakukan pengecekan
dan pemeriksaaan keabsahan data.
Atas dasar itulah, dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga tahap, yaitu tahap
orientasi, tahap pengumpulan data (lapangan) atau tahap eksplorasi dan tahap analisis dan
penafsiran data. Ketiga tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Orientasi, yaitu mengunjungi dan bertatap muka dengan obyek penelitian dan
menghimpun berbagai sumber tentang lokasi penelitian. Pada tahap ini keigiatan yang
dilakukan adalah mohon ijin untuk melakukan penelitian, merancang usulan
penelitian, menentukan informan, menyiapkan kelengkapan penelitian dan
menjelaskan rencana penelitian.
2. Eksplorasi fokus, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah mengumpulkan data dengan
cara : Wawancara dengan subjek dan informan penelitian yang telah ditentukan,
Mengkaji dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian, Observasi pada kegiatan
subjek penelitian.
3. Tahap pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data, kegiatan yang dilakukan dalam
tahap ini adalah mengadakan pengecekan data pada subjek, informan atau dokumen
untuk membuktikan validitas data yang diperoleh. Pada tahap ini juga dilakukan
perbaikan data baik dari segi bahasa maupun sistematikanya sehingga dalam laporan
hasil penelitian memperoleh derajat kepercayaan yang sangat tinggi. Hal ini dilakukan
dengan cara perpanjangan waktu dan ketekunan pengamatan, trianggulasi, diskusi
dengan teman sejawat, dan menggunakan referensi. [29]

29
https://googleweblight.com/i?u=https://richiedwif.wordpress.com/tag/perumusan-masalah-dan-
tahap-penelitian-kualitatif-moleong/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2020 pukul 13.30 WIB.
DAFTAR RUJUKAN
Shaleh, Abdul Rahman. 2001. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa.
Jakarta : Rajawali Pers.
Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Buah Aksara.
Zakiy, Abdullah. 2001. Membentuk Akhlak. Bandung : Pustaka Setia.
Al-Ghayalani, Musthafa. 1996. Menggapai Keluhuran Akhlak. Jakarta : Pustaka Amani.
Amudidin. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Graha Ilmu.
Saebani, Beni Ahmad. Ilmu Akhlak. Bandung : Pustaka Setia.
Rohman, Roli Abdul. 2007. Akidah dan Akhlak. Bengkulu : Tiga Serangkai.
Suhendi dan Hendi. 2011. Akidah Akhlak. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Sugono, Dendi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan EYD. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Senianto. 2014. Peranan Guru Mata Pelajaran Aqidah Akhlak dalam Membina Akhlak
Siswa. Skripsi IAIN Mataram.
Syafaat, Aat dan Sohari Sahrani. 2008. Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah
Kenakalan Remaja. Jakarta : Raja Wali Persada.
Daulay, Haidar Putra. 2014. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta : Kencana Prenadamedia Group.
Murdiono, Mukhamad. 2012. Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan. Yogyakarta :
Penerbit Ombak.
Iskandarwassid dan Dandang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Maelong, Lexy J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
https:www.google.com/q=makalah-tentang-aqidah-akhlak/02.html?m=1.
Mikailahaninda.blogspot.com/2015/03/tujuan-pembinaan-akhlak-mukiakarakter.html?m=1.
https://googleweblight.com/i?u=https://richiedwif.wordpress.com/tag/perumusan-masalah-
dan-tahap-penelitian-kualitatif-moleong/.

Anda mungkin juga menyukai