Anda di halaman 1dari 37

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA


PELAJARAN PAI DAN BP ASPEK AQIDAH DIKELAS XI MM SMKN
20 SAMARINDA

OLEH:

RABIATUL ADAWIYAH,S.Pd.I

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU UNIVERSITAS ISLAM
NEGERISUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah Puji syukur kepada Allah Swt, atas rahmat, karunia, taufik
dan hidayahNya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah buat Nabi yang mulia,
Muhammad Saw. Begitu pula buat keluarga dan sahabat-sahabatnya yang setia
dalam membela dan memperjuangkan perkembangan Islam.

Proses penyusunan PTK ini hingga selesai berangkat dari keyakinan, niat
mulia serta adanya pertolongan dan kerendahan hati para hamba Allah Swt, untuk
saling membantu dalam kebaikan. Maka atas kebaikan dan kerendahan hati dari
berbagai pihak, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor UIN Sunan Kalijaga yang telah memberi kesempatan kepada saya
mengikuti Program Pendidkan profesi guru di UIN Sunan Kalijaga ini. Seluruh dosen
UIN Sunan Kalijaga yang telah membimbing dan memberi motivasi.

2. Kepala SMKN 20 Samarinda Yang telah memberikan dukungan serta


berkontribusi dalam memberikan informasi, data-data dan fasilitas dalam penelitian.

3. Segenap mahasiswa PPG PAI yang telah memberikan semangat, motivasi dan
dorongan sehingga dapat bekerjasama selama perkuliahan berlangsung.

4. Anak-anak tercinta dirumah yang telah memberi dukungan dan semangatAkhirnya


hanya doa yang dapat penulis sembahkan kehadirat Allah Swt, semoga segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat pahala yang berlipat.
Semoga tesis ini akan bermanfaat menuju perbaikan dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan, khususnya Pendidikan Agama Islam. Amin.

Samarinda, Juli
2023

Peneliti

2
DAFTAR ISI

PERSETUJUANABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Materi Pembelajaran Aqidah
1. Tinjauan Tentang Aqidah
2. Tinjauan Tentang Memelihara Lisan
3. Adab Berbicara dalam Hukum Islam
4. Bahaya Bagi Yang Tidak Menjaga Lisan
B. Strategi Pembelajararan
1. Metode Bermain Peran
C. Tinjauan Tentang Hasil Belajar
D. Hipotesis Tindakan
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
B. Varibel Penelitian
C. Subjek Penelitian
D. Proseur Penelitian
E. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
F. Teknik Analisis Dan Pengujian Hipotensis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan agama merupakan bagian terpadu yang dimuat dalam kurikulum


pendidikan maupun melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari
pendidikan nilai. Oleh karena itu nilai-nilai agama akan selalu memberikan corak
pada pendidikan nasional.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
pasal

1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan
pendidikan dirumuskansesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 3,
yakni untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadiwarga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Di samping
tujuan pendidikan, juga dirumuskan tujuan sekolah. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26
dijelaskan Standar Kompetensi Lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan
untukmeletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut. Standar kompetensi lulusan pada satuan
pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasar,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilanuntuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.Pada jenjang
pendidikan menengah, pendidikan agama merupakan pendidikan wajib. Jadi
pendidikan agama dalam sistem pendidkan nasional keberadaannya sangat penting.
Persoalan atau tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama

4
sebagaisuatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah bagaimana agar pendidikan
agama tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama, tetapi dapat
mengarahkan peserta didik

untuk menjadi manusia yang benar-benar mempunyai kualitas keberagamaan yang


kuat. Dengan demikian, materi pendidikan agama tidak hanya menjadi
pengetahuan,
tetapi dapat membentuk sikap dan kepribadian peserta didik sehingga menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa dalam arti sesungguhnya, apalagi pada saat-
saat seperti sekarang yang tampaknya muncul gejala terjadinya pergeseran nilai-
nilai yang ada sebagai akibat majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Standar
kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan,
mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknoogi dan seni, yang bermanfaat bagi
kemanusiaan. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebuah mata pelajaran yang
kedudukannya setara dengan mata pelajaran lain, maka Pendidikan Agama Islam
memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari


ajaran- ajaran pokok yang terdapat dalam agama Islam, sehingga Pendidikan Agama
Islam merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam

b. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok pokok yang menjadi
komponen penting sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan dari mata pelajaran lain
karena Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mengembangkan moral dan
kepribadian peserta didik

c. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk terbentuknya peserta


didik yang berbudi pekerti luhur , berakhlak mulia dan memiliki pengetahuan yang
cukup tentang pola kehidupan orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.

d. Prinsip dasar dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam tertuang dalam tiga
aspek kerangka dasar ajaran Islam yaitu aqidah, syariah dan akhlak. Aqidah
berisikan penjabaran dari konsep iman, sementara syariah berisikan penjabaran dari
konsep ibadah dan muamalah dan akhlak berisikan penjabaran dari konsip ihsan atau

5
sifat-sifat terpuji.

e. Tujuan akhir dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah terbentuknya


peserta didik yang berakhlak musia. Dengan demikian, pendidikan akhlak adalah
jiwa

Pendidikan Agama Islam.

f. Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh
seluruh peserta didik yang beragama Islam. Selanjutnya tujuan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Menengah Atas (SMA/k) dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah sebagai rumusan berikut:

a. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan


pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi Muslim yang terus
berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt.

b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu
manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis,
berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta
mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

Pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan


manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu
mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan
kepada ajaran Alquran dan sunnah, dan menciptakan manusia insan kamil setelah
proses pendidikan berakhir. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa
bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta
menjadikannya sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan
hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan pendidikan harus diarahkan pada
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya
yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Pendidikan
Agama Islam hendaklah bercorak agamis dan normatif yaitu agar peserta didik
menjadi seorang Muslim yang di samping menguasai berbagai pengetahuan tentang

6
agama Islam juga mau dan dapat mengamalkan dengan baik dalam bentuk
pengamalan agama yang kuat, serta berakhlak mulia.

Pendidikan akhlak merupakan ruh dari Pendidikan Agama Islam yang


merupakan pengembangan dari tujuan pendidikan nasional secara umum. Ini
bukan

berarti Pendidikan Agama Islam mengabaikan pendidikan jasmani atau pendidikan


praktis lainnya, tetapi maksudnya adalah Pendidikan Agama Islam itu menjadi
penyeimbang dari kebutuhan peserta didik itu sendiri, karena di samping
membutuhkan pendidikan jasmani, akal dan ilmu, mereka juga memerlukan
pendidikan mental, budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa dan
kepribadian.Dengan demikian tujuanpendidikan Islam adalah pembentukan akhlak
dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki
maupun wanita, memiliki jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan
akhlak yang tinggi, mengetahui arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati
hak-hak manusia, mengetahui perbedaan buruk dan baik, menghindari suatu
perbuatan yang tercela, dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka
lakukan. Ali Al-Jumlati mengatakan tujuan umum pendidikan yang dipegangi oleh
Al-Qabisi adalah mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan rasa cinta
agama, berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya, serta berprilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai agama yang murni.

Ajaran Islam adalah petunjuk bagi manusia untuk mewujudkan suatu


kehidupan yang penuh rahmat. Bentuk yang nyata dari rahmat Allah itu ialah
keselamatan, kesehatan, ketentraman, kesejahtraan, dan kebahagian di dunia dan di
akhirat. Hal-hal inilah yang tercakup dalam arti kata “hasanah” yang di dalam
hukum Islam disebut

7
“maslahah” (keselamatan). Sadar atau tidak sadar, terasa atau tidak terasa,
kondisi hidup kita terus berubah. Dewasa ini, kita telah meninggalkan zaman lama
dan sedang menuju zaman baru (zaman moderen). Zaman baru yang sedang kita
tuju ini akan sangat berbeda dengan zaman lama yang telah kita tinggalkan. Zaman
baru ini, berbagai dimensi kehidupan umat manusia sedang mengalami perubahan
dan perubahan tersebut bisa diamati dari fenomena empirik kehidupan masyarakat,
baik di lingkungan kita, di daerah kita, di negara kita, bahkan di manca negara.Salah
satu aspek kehidupan umat manusia yang sedang mengalami perubahan radikal di
zaman ini adalah dimensi Akidah dan akhlaq. Akibat globalisasi dan semua
perangkat pendukungnya, nilai-nilai al-akhlaq al-karimah yang selama ini
dipedomani masyarakat sedang “dicabar”. Standar, norma, dan patokan patokan
lama mengenai cara kita merasa, berpikir, berbuat, dan berekspresi mulai bergeser
ke arah standar, norma, dan patokan-patokan baru yang selalu diperdebatkan
keabsahannya.

Mendidik menurut konsep Islam tidak sekedar mengajar, melainkan juga


melatih, membiasakan, membimbing memberi dorongan, mengembangkan,
menggerakkan, mengarahkan, memberi contoh teladan, dan memfasilitasi proses
pembelajaran guna memberdayakan segenap potensi atau daya-daya yang dimiliki
peserta didik secara maksimal, karena tujuan pendidikan Islam bukan hanya
mengupayakan terbentuknya pribadi yang cerdas dan terampil, tetapi juga bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan seterusnya.

Menurut An-Nahlawi yang dikutip Dja`far Siddik ada sepuluh pedoman


pokok yang seyogianya dimiliki dan dilakukan oleh seorang pendidik yaitu:
1. Mempunyai watak dan sifat rabbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku,
dan pola pikirnya
2. Bersifat ikhlas
3. Bersifat sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik
4. Jujur menyampaikan apa yang diketahuinya
5. Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan diri untuk terus
mengkajinya
6. Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi yang sesuai dengan

8
prinsip-prinsip penggunaan metode
7. Mampu mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan
proporsional
8. Mengetahui kehidupan psikis peserta didik
9. Tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang
mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola berpikir peserta didik
10. Bersifat adil terhadap para peserta didik.

Masa kini dunia pendidikan Islam telah kehilangan model. Baik model
diteladani maupun model dalam penyampaian.

Proses pembelajaran tidaklah lepas dari peran guru sebagai pengajar yang
memiliki kewajiban mencari, menemukan dan diharapkan mampu memecahkan
masalah-masalah belajar yang di hadapi perserta didik. Oleh karena itu, guru
dituntut agar kreatif dalam memilih model pembelajaran dan strategi belajar yang
sesuai untuk dapat menjelaskan teori dan konsep yang kadang abstrak agar
divisualisasikan sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didiknya.
Guru Pendidikan Agama Islam cenderung menyampaikan materi akhlak dengan
ceramah dan j a r a n g s e k a l i menggunakan metode yang menyenangkan
seperti menggunakan bermain peran yang membuat suasana hidup dan lebih mudah
dimengerti oleh peserta didik. Dalam keadaan guru yang selama ini
mengajaryang selalu menggunakan metode ceramah sehingga terjadi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam yang menoton di dalam kelas dan menjenuhkan bagi
peserta didik. Belajar merupakan hal yang menyenangkan, karena bukankah dengan
belajar mereka mendapatkan hal-hal baru yang sebelumnya belum diketahuinya.
Terlebih lagi guru dianggap sebagai sumber/central belajar, sementara ia tidak dapat
menjadi teladan yang baik. Disamping itu hasil belajar tidak seperti yang
diharapkan karena peserta didik lebih menguasai materi Akidah secara teoritis tetapi
tidak secara praktis.

Tujuan pokok pendidikan Agama Islam adalah Pertama, memelihara diri


peserta didik agar sepanjang hidupnya tetap berada dalam fitrah Nya, baik dalam
arti suci dan bersih dari dosa dan maksiat, maupun dalam arti bersyahadad atau
bertauhid kepada Allah Swt.Kedua, menanamkan prinsip-prinsip, kaedah-kaedah,

9
atau norma-norma tentang baik- buruk atau terpujitercela ke dalam diri dan
kepribadian peserta didik agar mereka berkemampuan memilih untuk menampilkan
prilaku yang baik atau terpuji dan menghindari atau meninggalkan semua perilaku
buruk atau tercela dalam kehidupannya.Sehubungan dengan eksistensi Pendidikan
Agama Islam sebagai penyeimbang dari kebutuhan pendidikan peserta didik,
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan haruslah memberikan kontribusi dalam pembentukan kepribadian
peserta didik, baik dalam aspek kognitif, psikomotor apalagi aspek afektif. Untuk
mewujudkan semua itu pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus dikemas
dengan metode dan strategi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menarik,
menantang dan menyenangkan.

Fenomena umum yang ditemukan dalam pembelajaran Pendidikan Agama


Islam menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam masih
berbasis materi, para guru pada umumnya belum mampu menumbuhkembangkan
bentuk pembelajaran yang aktif dan kondusif. Hal ini dapat dipahami karena proses
pembelajaran cenderung didominasi oleh guru, komunikasi berlangsung satu arah
karenaguru dibebani oleh target menuntaskan kurikulum. Paradigma yang dianut
para guru masih berorientasi kepada mengajarkan materi dan sedikit sekali
memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Proses pembelajaran tidak
melatihkan keterampilan belajar.

Tingkatan-tingkatan hasil belajar menurut masing-masing ranah adalah


sebagai berikut:

a. Ranah kognitif, yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi

b. Ranah afektif, yang berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, memberikan respon atau jawaban,
menilai organisasi dan karekterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai

c. Ranah psikomotor, yang berkenaan dengan keterampilan ibadah, manipulasi


benda- benda kordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).

Problema klasik yang terus mengemuka dalam dunia pendidikan dewasa ini

10
adalah rendahnya tingkat keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar
yang berdampak kepada rendahnya prestasi belajar. Proses pembelajaran di dalam
kelas diarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi, otak peserta didik
dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa ada tuntutan
memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari.

evakuman suasana dan pasifnya peserta didik dalam proses pembelajaran


merupakan faktor penghalang tercapainya tujuan Pendidikan Agama Islam tersebut.
Fenomena lainnya adalah para guru Pendidikan Agama Islam sudah terbiasa
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Sebenarnya metode ini kurang
dapat membangkitkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran, sehingga hasil
belajar peserta didik dikatagorikan masih rendah. Rendahnya hasil belajar peserta
didik terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, masih banyak nya peserta
didik yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak menepati janji atau menjalankan
amanah yang sudah diberi.

Metode bermain peran ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar
peserta didik yang sebelumnya masih ada hasil akhir belajar dibawah KKM. Berikut
tabel kecapaian peserta didik .

No Nilai Jumlah Persentase

1 100 - -

2 90 - -

3 80 16 40%

4 70 - -

5 60 10 30%

6 50 - -

7 40 2 15%

8 30 - -

9 20 2 15%

10 10 - -
Dari hasil rekap nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang berhasil

11
menempati KKM berjumlah 16 orang yaitu 40%, sementara yang mendapatkan
nilai 60 dan 40 yaitu 12 orang 45% , dan siswa yang mendapatkan skor terkecil
yaitu 20 sebanyak 2 orang 15% atau sekitar dari jumlah keseluruhan. Maka dari
itu perlu diadakan lagi perbaikan untuk meningkatkan hasil belajar peerta didik.

Cara pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode bermain peran. Dengan menggunakan metode tersebut diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran agama Islam: aspek
Akidah materi Bukti Beriman Memenuhi Janji di kelas XI MM SMK Negeri 20
Samarinda. Beranjak dari uraian di atas penulis akan mengangkat penelitian
tindakan kelas yang berjudul PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA
PELAJARAN PAI DAN BP ASPEK AKIDAH DIKELAS XI MM SMK NEGERI
20 SAMARINDA.

12
B. Identifikasi Masalah

Beranjak dari uraian di atas, penulis menganalisis bahwa yang menjadi


masalahdalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas cenderung monoton

2. Penerapan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam cenderung kurang


tepat dengan kompetensi dasar

3. Suasana belajar dan proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher center)

4. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam cenderung menjenuhkan peserta didik

5. Nampaknya hasil belajar peserta didik pada Pendidikan Agama Islam belum
maksimal

B. Batasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah penulis akan membahas masalah


BuktiBeriman Memelihara Lisan.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah
1. Bagaimana penerapan metode bermain peran pada aspek Akidah(bukti beriman;
Memelihara Lisan) di kelas XI MM SMK Negeri 20 Samarinda?

2. Bagaimana peningkatan hasil belajar peserta didik pada aspek Akidah (bukti
beriman; Memelihara Lisan) dengan menggunakan metode bermain peran di kelas
XI MM SMK Negeri 20 Samarinda?
.

13
D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka


tujuan ini adalah:

1. Mengetahui penerapan metode bermain peran pada aspek Akidah (bukti beriman;
Memelihara Lisan) di kelas XI MM SMK Negeri 20 Samarinda

2. Mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar peserta didik pada aspek
Akidah (Bukti beriman; Memelihara Lisan) dengan metode bermain peran di kelas
XI MM SMK Negeri 20 Samarinda

E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tindakan kelas ini diharapkan antara lain:
1. Bagi peserta didik:
a. Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar
b. Terselenggaranya proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan
c. Meningkatkan kerja sama dan semangat komonikasi ilmiah dalam belajar
d. Meningkatkan hasil belajar dan pemahaman bagi peserta didik.
2. Bagi guru:
a. Untuk memperbaiki pembelajaran dan menciptakan kondisi belajar yang
menarik danmenyenangkan bagi peserta didik

b. Meningkatkan motivasi guru PAI untuk selalu berupaya menemukan dan


menggalipendekatan yang efektif, efisien, menyenangkan dan Bermakna

c. Meningkatkan kretivitas guru PAI untuk memcapai pembelajaran yang


berkualitas.

3. Bagi kepala sekolah


Sebagai hasil evaluasi kemampuan guru dalam memperbaiki proses
pembelajaran kepadapeningkatan mutu hasil belajar

14
BAB II

KAJIAN TEORI

Materi Pembelajaran Akidah

1. Tinjauan Tentang Akidah


Akidah atau Aqidah (bahasa Arab: ‫العقيدة‬, translit. al-‘aqīdah) adalah intisari atau
pokok dalam agama Islam, yang mana intinya adalah menegaskan bahwa Allah satu-
satunya tuhan dan satu-satunya yang berhak disembah atau diibadahi, menegaskan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang harus diteladani oleh seorang
muslim, serta mengetahui, meyakini, dan mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman.
Istilah “Aqidah” atau sering dieja “akidah” berasal dari kata bahasa Arab: al-
ْ yang berarti “ikatan”, at-tautsiiqu (ُ‫ )الت َّ ْوثِيْق‬yang berarti “kepercayaan atau
‘aqdu (ُ‫)ال َع ْقد‬
keyakinan yang kuat”, al-ihkaamu (ُ‫ )اْ ِإلحْ كَام‬yang artinya “mengokohkan” atau
“menetapkan”, dan ar-rabthu biquw-wah (ُ‫)الربْطُ بِق َّوة‬
َّ yang berarti “mengikat dengan
kuat”.

Sebagian besar umat Islam tentu sudah tidak asing lagi dengan kata “Aqidah”. Karena
Istilah ini selalu muncul dalam pelajaran agama Islam. Namun, tidak semua orang
memahami dengan benar apa itu Aqidah dan fungsinya dalam kehidupan. Secara
umum, pengertian aqidah adalah ikatan atau keyakinan yang kuat pada seseorang
terhadap apa yang diyakininya.

Dalam Islam, Aqidah mencakup iman kepada Allah SWT dan sifat-sifat-Nya.
Secara bahasa, Aqidah dapat diartikan sebagai ikatan atau kepercayaan. Sedangkan
dari segi aqidah adalah keyakinan yang kuat terhadap suatu zat tanpa ada keraguan
sedikit pun. Secara garis besar Aqidah Islam mencakup semua rukun iman, yaitu iman
kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat dan iman kepada Qada dan Qadar.
Pada hakekatnya, pengertian Aqidah adalah suatu keyakinan tertentu tanpa ada
keraguan sedikit pun. Oleh karena itu, berpegang pada Aqidah yang benar merupakan
kewajiban bagi umat Islam.

15
M.Quraish Shihab dalam karyanya “Mutiara Hati” Memaparkan bahwa iman
itu bertingkat-tingkat yang secara berturut-turut dimulai pengethauan yang disertai
rasa takut,harapan, kekaguman, keyakinan, lalu cinta yang ditandai dengan hubungan
harmonis dan puncaknya adalah leburnya hati dan pikiran. Iman adalah ketundukan
hati kepada kebenaran, ketulusan lisan dalam pembenaran, dan patuhnya anggota
tubuh dalam kebenaran”.

Al-Qur’an menggariskan, misalnya yang tersurat dalam Q.S. Al-A’raf/7:96,


Q.S.Ibrahim/14:23, dan Q.S Yunus/10:9, bahwa orang yang beriman yang dibarengi
dengan amal shaleh (sebagai realisasi syariah dan Akhlak), dijanjikan kehidupan
dunianya penuh dengan kebahagiaan, keberkahan, kemuliaan, dan di akhirat nanti
dimasukkan ke dalam surga.

2. Tinjauan Tentang Memelihara Lisan


Hukum Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia disuatu tempat dan
zaman sampai kehidupan alam ini berkhir kelak pada hari kiamat. Hukum Islam
memiliki karekteristik yang khas, karena itu ia bersifat universal dan abadi. Hal ini
karena selain beribadah yang baik kepada Allah Swt. juga harus baik kepada sesama
manusia baik tindakan ataupun perkataan (lisan), Lisan merupakan salah satu nikmat
Allah yang diberikan kepada kita. Lisan merupakan anggota badan manusia yang
cukup kecil jika dibandingkan anggota badan yang lain. Akan tetapi, ia dapat
menyebabkan pemiliknya ditetapkan sebagai penduduk surga atau bahkan dapat
menyebabkan pemiliknya dilemparkan ke dalam api neraka.
Membiasakan berkata baik atau berdiam dari perkataan buruk menjadi sifat
Mukmin sejati. Sebaliknya, perkataan buruk memiliki efek dan tempat yang buruk
dalam Islam. Perkataan yang mencela, mencaci dan sejenisnya tidak hanya dibenci
oleh manusia secara fitrah, tetapi juga disalahkan oleh Malaikat. Suatu waktu
Rasulullah sedang berkumpul bersama para Sahabat, tiba-tiba datang seseorang
mencaci Abu Bakar. Abu Bakar diam dan tidak merespon. Kemudian ia kembali
mencaci, Abu Bakar tetap diam dan tidak merespon. Ketiga kali ia kembali mencaci,
dan Abu Bakar meresponnya. Maka Rasulullah beranjak meninggalkan majelis. Abu
Bakar mengikuti

16
Rasulullah dan bertanya: “Apakah engkau marah kepadaku wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab: “Malaikat telah turun dari langit, menyalahkan
perkataanorang tadi, namun saat engkau mengomentarinya datanglah setan, dan aku
tidak mendatangi tempat jika di sana setan hadir”. (HR. Abu Dawud).
Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi
bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata
baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :
“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan
yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara
mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”… (QS.
17: 53)
Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berugkap kecuali dengan baik,
menjauhi perkataan buruk dan kotor, menggossip (ghibah), fitnah dan adu
domba.Menjaga lisan merupakan perkara yang tidak boleh dianggap remeh, karena
setiap manusia akan diminta pertanggungjawaban atas setiap perkataannya. Firman
Allah berbunyi:
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaaf: 18).
Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu menjaga lisannya bahkan sampai dalam
keadaan sakit. Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam
keadaan
sakit. Kemudian beliau merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang berkata
kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan
sakit
juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung
diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan dicatat
oleh malaikat.
3. Adab Berbicara dalam Hukum Islam
Adapun adab-adab menjaga lisan juga disebut sebagai Hifdzul lisan. Lisan itu
sendiri merupakan anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan
supaya tetap berada dijalan yang benar sesuai syari’ah Islam diantaranya:
1. Tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang bisa mendatangkan kebaikan dan

17
manfaat atau mencegah keburukan bagi dirinya atau orang lain Rasulullah Saw.
bersabda: Rasulullah SAW bersabda:ْ

‫مواﻟ ُْﻮَﺎﻟﻠ ِﺑﱠﮫِﻦ ِﯾﻣْﺆﺎنﻛَﻣﻦ‬ ِ ُْ‫َﻞﺮا‬


َ ‫ﻵﺧ ْﯿ‬ ِ ‫ِﺖاﺧ ُ ْﺮﯿَﻠﯿَﻘﻓ‬
ْ ‫ﺼﯿ‬
َ ‫ﻟأ ْ و َُ ْﻤ‬

“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata
yang baik atau diam”(HR. Imam Bukhari).
Imam Asy-Syafi’i menjelaskan makna hadits di atas adalah, “Jika engkau hendak
berkata maka berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan
maka ucapkanlah perkataan tersebut, namun jika yang nampak adalah keburukan
atau bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari mengucapkan
perkataan tersebut)3.”
2. Mencari waktu yang tepat, sebagaimana kata hikmah: “Setiap tempat dan waktu
ada pembicaraannya tersendiri”;
3. Tidak berlebihan dalam memuji dan mencela. Berlebihan dalam memuji adalah
bentuk dari riya’ dan mencari muka, dan berlebihan dalam mencela adalah bentuk
dari permusuhan dan balas dendam;
4. Tidak berbicara keji dan kotor, dan tidak menyimak orang yang berbicara keji
dan kotor;
5. Tidak mengobral janji-janji yang sangat sulit ditepati. Allah SWT berfirman:
“"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As Shaff: 2-3);
6. Tidak menyenangkan manusia dengan cara mengucapkan apa-apa yang membuat
Allah SWT. murka. Sabda Rasulullah saw berbunyi: “Siapa yang membuat
manusia senang dengan melakukan perkara yang mendatangkan amarah Allah
SWT, maka ia dan urusannya akan diserahkan kepada manusia, dan siapa yang
membuat manusia marah karena ia melakukan perkara yang membuat Allah
ridha, maka Allah akan menjamin baginya perlindungan dari perlakuan
manusia”.(HR. At-Tirmidzi);
7. Menyibukkan lisan untuk berzikir (ingat) kepada Allah Swt.

18
4. Bahaya Bagi Yang Tidak Menjaga Lisan
Salah satu bahaya tidak menjaga lisan adalah menyebabkan pelakunya
dimasukkan ke dalam api neraka meskipun itu hanyalah perkataan yang dianggap
sepele oleh pelakunya. Sebagaimana hal ini banyak dijelaskan dalam hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam salah satunya adalah hadits yang telah disebutkan di atas
atau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal
Radhiyallahu ‘Anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan
menjauhkannya
dari neraka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang
rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya:
“Maukah
kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian beliau
memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai
Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar
perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas
wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan mereka.” (HR.
At-Tirmidzi)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di
atas, “Secara dzahir hadits Mu’adz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling
banyak menyebabkan seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang
keluar dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan
yang
mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar di
sisi
Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang Allah tanpa
dasar
ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di dalamnya pula
persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain
yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta,
ghibah dan namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah

19
1. Metode Bermain Peran

Metode bermain peran pada dasarnya melibatkan peserta didik u


ntuk memerankan atau mendemonstrasikan tingkah laku manusia dalam
hubungannya denganmasalah sosial. Metode bermain peran adalah metode yang
melibatkan interaksi antaradua peserta didik atau lebih tentang suatu topik atau
situasi. Peserta didik melakukanperan masing-masing sesuai dengan tokoh atau
karekter yang ia lakoni, peran-peran dengan berbagai karakter itulah yang
dimainkan oleh beberapa orang peserta, sementarayang lainnya mengamati. Mereka
berinteraksi sesama mereka melakukan peran terbuka. Metode ini dapat
dipergunakan di dalam mempraktik isi pelajaran yang baru, mereka diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk memerankan sehingga
menemukankemungkinan masalah yang akan dihadapi dalam pelaksanaan
sesungguhnya. Metode inimenuntut guru untuk mencermati kekurangan dari peran
yang diperagakan peserta didik.Pada umumnya kebanyakan peserta didik sekitar
usia 9 atau yang lebih tua, menyenangi penggunaan strategi ini karena berkenaan
dengan isu-isu sosial dankesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas.
Di dalam bermain, peran gurumenerima peran noninterpersonal di dalam kelas.
Peserta didik menerima karakter,perasaan, dan ide-ide orang lain dalam suatu
situasi yang khusus. Ada beberapakeuntungan pendekatan instruksional
ini di dalam kelas, yaitu pada waktu dilaksanakannya
bermain peran, peserta didik dapat bertindak dan mengekspresikanperasaan dan
pendapat tanpa kekhawatiran mendapat sanksi. Mereka dapat pulamengurangi
dan mendiskusikan isu-isu yang bersifat manusiawi dan pribadi tanpa ada
kecemasan. Bermain peran memunginkan para peserta didik mengidentifikasi
situasi-situasi dunia nyata dan dengan ide-ide orang lain. Identifikasi tersebut
mungkin cara untuk mengubah perilaku dan sikap sebagaimana peserta didik
menerima karakter orang lain. Dengan cara ini anak-anak dilengkapi dengan cara
yang aman dan kontrol untukmeneliti dan mempertunjukkan masalah-masalah di
antara kelompok individu-individu.

20
a. Dasar pertimbangan pemilihan metode bermain peran
1) Menerangkan peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak 2)
Merangsang anak menyelesaikan masalah bersifat sosial kemasyarakatan 3)
Membelajarkanmembagi tanggung jawab 4) Membelajarkan mengambil keputusan
dalam situasi kelompok secara spontan Merangsang kelas untuk berpikir dan
memecahkan masalah.

b. Langkah-langkah bermain peran di dalam kelas

Dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas, guru
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Persiapan dan Instruksi

a) Guru memiliki situasi/dilema bermain peran Situasi-situasi masalah yang dipilih


harus menjadi “sosioderama” yang menitik beratkan pada jenis peran, masalah dan
situasi familier, serta pentingnya bagi peserta didik. Keseluruhan situasi harus
dijelaskan, yang meliputi deskkripsi tentang keadaan peristiwa, individu- individu
yang melibatkan, dan posisi-posisi dasar yang diambil oleh pelaku khusus. Para
pemeran khusus tidak didasarkan kepada individu nyata di dalam kelas, hindari tipe
yang sama pada waktu merancang pemeran supaya tidak terjadi gangguan hak
pribadi secara psikologis dan meresa aman.

b) Sebelum pelaksanaan bermain peran, peserta didik harus mengikuti latihan


pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua peserta didik, baik sebagai
partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan ini dirancang
untuk menyiapkan peserta didik, membantu mereka mengembangkan imajinasinya,
dan untuk membentuk kekompakan kelompok dan interaksi.

c ) Guru memberikan instruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah


memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. Penjelasan tersebut
meliputi latar belakang dan karakterkarakter dasar melalui tulisan atau penjelasan
lisan. Para peserta (pemeran) dipilih secara sukarela. Peserta didik diberi kebebasan
untuk menggariskan suatu peran.

21
Apabila peserta didik pernah mengamati suatu situasi dalam kehidupan nyata
maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi bermain peran. Peserta
bersangkutan diberi kesempatan untuk menunjukkan tindakan/perbuatan ulang
pengalaman.

d) Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta memberikan


instruksi-instruksi yang bertalian dengan masingmasing peran kepada para audience.
Para audience diupayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peranitu.

2) Tindakan dramatik dan diskusi

a) Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran, sedangkan
para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada pemeran

b) Bermain peran harus berhenti pada titik-titik penting atau apabila terdapat tingkah
laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan tersebut

c) Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada


situasi bermain peran. Masing-masing kelompok audience diberi kesempatan untuk
menyampaikan hasil observasi dan reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan
dalamdiskusi tersebut. Diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang
pemahaman tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi hidup
pesera didik, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru yang berguna
untuk mengamati dan merespons situasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

22
3) Evaluasi bermain peran

a) Peserta didik memberikan keterangan, baik secara tertulismaupun dalam kegiatan


diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai dalam bermain peran.
Peserta didik diperkenankan memberikan komentar evaluasi tentang bermain peran
yang telah dilaksanakan, misalnya tentang makna bermain peran bagi mereka,
cara-cara yang telah dilakukan selama bermain peran, dan
caracara meningkatkan efektivitas bermain peran selanjutnya.

b) Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam melakukan


evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluasi dari peserta didik, catatan-
catatan yang dibuat oleh guru selama berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan
evaluasi tersebut, selanjutnya guru dapatmenentukan tingkat perkembangan pribadi,
sosial, dan akademik para peserta didiknya.

c) Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah dinilai tersebut
dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan guru. Hal ini penting
untuk pelaksanaan bermain peran atau untuk perbaikan bermain peran
selanjutnya.

Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada


kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping
itu
tergantung pada persepsi peserta didik tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang
nyata. Prosesur bermain peran terdiri atas sembilan langkah yaitu: Pertama, Pemanasan.
Guru berupaya memperkenalkan peserta didik pada permasalahan yang mereka sadari
sebagai suatu hal yang bagi semua orang mepelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya
dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh.
Hal ini bisa muncul dari imajinasi peserta didik atau sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai
contoh guru menyediakan suatu cerita untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita
berhenti jika dilema dalam cerita menjadi jelas.

23
Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat
peserta didik berpikirtentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita. Kedua,
memilih pemain. Peserta didik dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan
menentuka siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan pemain ini, guru dapat
memilih peserta didik yang sesuai untuk memainkannya atau peserta didik sendiri
yang mengusulkan akan memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-
perannya.Ketiga, menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan
peserta didik di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan
yang diperlukan. Penata panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling
sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang
menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul,
kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang
lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Keempat, guru
menunjuk beberapa peserta didik sebagai pengamat. Pengamat di sini harus juga
terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan
sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar
dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut. Kelima, permaian peran dimulai.
Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya akan banyak peserta
didik yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan
peran yang seharusnya ia lakukan. Keenam, guru bersama peserta didik
mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang
dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Ketujuh, permainan peran ulang.
Seharusnya pada permainan peran kedua ini akan berjalan lebih baik. Kedelapan,
pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian?
Karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas
kenyataan. Misalnya seorang peserta didik memainkan peran sebagai pembeli. Ia
membeli barang dengan harga yang tidak realitis. Kesembilan, peserta didik diajak
untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan
dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya peserta didik akan berbagi
pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian
guru membahas bagaimana sebaiknya pserta didik menghadapi situasi tersebut.
Seandainya jadi ayah dari peserta didik tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya
dilakukan. Dengan cara ini, peserta didik akan belajar tentang kehidupan.Melalui

24
permainan peran, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal
perasaanya sendiri dan perasaan orang lain. Maka memperoleh cara berprilaku baru
untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat
meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.

c. Keunggulan metode bermain peran:

1. Melatih peserta didik memahami, dan mengingat isi bahan yang akan
diperankan

2. Menumbuhkan kerjasama khususnyaantara mereka yang mendapatkan peran


bermain

3. Melatih bakat dan kretif peserta didik di bidang seni peran

4. Melatih peserta didik untuk menghayati suatu pristiwa dan menarik kesimpulan

5. Melatih cara berpikir peserta didik dan kemampuan bahasa lisan.

d. Kelemahan metode bermain peran adalah:

1. Memerlukan waktu yang lama

2. Tidak semua peserta didik mendapat kesempatan berkreativitas karena peran


hanya dimainkan oleh beberapa orang saja

3. Kadang peserta didik yang telah ditunjuk malu untuk memainkan peran yang
telah ditentukan

4. Kadang memerlukan waktu dan tempatyang khusus

5. Respon dan komentar peserta didik dapat mengganggu kelas lain yang sedang
melakukan kegiatan belajar

6. Apabila dramatisasi mengalami kegagalan tidak bisa diambil kesimpulan.

7. Jika tidak tersedia informasi yang cukup baik tentang materiatau karakter para
pelaku atau pihak-pihak yang akan diperankan, maka bermain peran ini tidak akan
berjalan efektif.

2. Tinjauan Tentang Hasil belajar

25
Hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh setelah proses pembelajaran
berlangsung. Namun ada yang bersifat langsung dan ada yang tidaklangsung. Yang
bersifat langsung berarti suatu hasil yang akan terwujud setelah proses
pembelajaran. Sedangkan yang bersifat tidak langsung terjadi beberapa saat
setelah terjadi proses pembelajaran. Jadi ada selang waktu antara proses
pembelajaran dengan hasil belajar. Misalnya materi tentang munakahat. Hasil
belajar yang mengarah pada domain psikomotorik akan terlihat pada saat memasuki
jenjang pernikahan. Begitu juga materi tarikh, ada kalanya hasil belajar akan
muncul pada masa mendatang. Pada hakikatnya hasil belajar merupakan
perwujudan dari tujuan pembelajaran. Karena itu perumusan hasil belajar mengacu
pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) rumusan tujuan pembelajaran berpijak pada pengembangan
kompetensi dasar atau standar kompetensi. Setiap tujuan pembelajaran harus
mengandung domain/ ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif
meliputi kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan mengingat,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Domanin
afektif meliputi kemampuan watak perilaku, seperti perasaan, minat, sikap, emosi,
dan nilai. Domain psikomotorik meliputi imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan
Naturalisasi. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan upaya
membina peserta didik agar menjadi Muslim yang kaffah. Tentu semua domain baik
domain kognitif, afektif maupun psikomotorik harus ada dalam setiap rumusan
tujuan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Belajar sebagai suatu proses
adaptasi atau penyesuan tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar
merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung kepada proses belajar yang
dialami peserta didik baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan
keluarga atau di lingkungan masyarakatnya sendiri.

26
BAB III
METODE
PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
1. Tempat Penelitian

Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sarana atau permasalahan


penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data. Informasi mengenai
kondisi dari lokasi peristiwa atau aktifitas dilakukan bisa digali lewat sumber
lokasinya. Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya, peneliti bisa secara
cermat mencoba mengkaji dan secara kritis menarik kemungkinan
kesimpulan. Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di SMKN 20 Samarinda.

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian di mulai pada bulan Juli sampai bulan September
kurang lebih 3 bulan. Hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel : 1
Jadwal Penelitian

Bulan
Keterangan Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan penelitian
Pembuatan Instrumen
Survey Pengolahan Data
Penyusunan Proposal PTK

27
B. Variabel Penelitian
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna
tertentu. Dengan cara menampilkan data dan membuat hubungan antara
variabel peneliti dengan apa yang terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti
untuk mencapai tujuan penelitian

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah peserta didik pada SMKN 20 Samarinda
kelas XI MM yang berjumlah 30 orang, yang menjadi objek penelitian adalah
tindakan guru sebagai peneliti.

D. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah penting di dalam penelitian tindakan kelas
(PTK) yaitu : merencanakan, melaksanakan, mengamati dan merefleksi yang
merupakan suatu siklus yang akan di lakukan oleh peneliti kemudian siklus
selesai, jika peneliti menemukan hal baru yang belum tuntas di pecahkan
maka di lanjutkan ke silus yang ke dua dengan langkah yang sama pada
siklus pertama. Berdasarkan hasil tindakan atau pengalaman pada siklus
pertama peneliti akan mengikuti perencanaan, pelaksaan, pengamatan, dan
refleksi pada siklus kedua dan seterusnya. Dalam pengertian ini menganalisis
model dari Suharsimi Arikunto yakni sebagai berikut.

28
Gambar 1
Penelitian Tindakan Kelas Oleh Suharsimi Arikunto

29
Adapun penjelasan dari setiap tahapan model PTK diatas adalah sebagai
berikut :
a. Siklus 1
1) Perencanaan siklus 1
a) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan
metode yang digunakan untuk penelitian.
b) Mempersiapkan instrument penelitian atau lembar observasi untuk
mengamati siswa dan kegiatan guru di dalam kelas.
2) Pelaksanaan siklus 1
a) Pada tahap pelaksaan ini kegiatan yang di lakukan adalah
melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada bermain peran:
1. kegiatan awal
a. guru membuka pelajaran dengan salam dan doa
b. guru memberikan apersepsi
c. guru menyampaikan tujuan pelajaran
d. guru memberikan motivasi
2. kegiatan inti
a. Peserta didik menyimak penjelasan materi dari guru dan guru
menyajiakan contoh soal PAI dan BP yang di kaitakan
dengan permasalahan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Peserta didik di bagi menjadi 4 kelompok belajar dan
bekerjasama menyelesaikan soal dalam lembar kerja
yang telah di berikan guru.
c. Peserta didik bekerjasama dengan bertukar ide dalam
menyelesaikan soal.
d. Peserta didik bekerjasama berusaha untuk
menemukan masalah dan mengidentifikasi masalah yang
tertuang dalam soal uraian selanjutnya peserta didik
dapat mengguanakan

30
pengalaman/pengetahuan awal yang telah di miliki dalam
memecahkan masalah, setiap perwakilan kelompok tampil
ke depan kelas menjelaskan hasil pemecahan soal yang
telah di kerjakan.
3. Kegiatan akhir
a. Peserta didik bersama guru menyimpulakan materi yang
telah di pelajari.
b. Guru memberikan tugas atau PR.
c. Guru menginformasikan materi untuk pertemuan
berikutnya.
d. Guru menutup pelajaran dengan salam.
4. Pengamatan
Kegiatan observasi di lakukan pada saat pelaksanaan
tindakan. kegiatan observasi di lakukan untuk merekam proses
yang terjadi selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Dimana pada tahap ini peneliti mengobservasi guru dan siswa
di dalam kelas. Apakah kegiatan belajar mengajar sudah sesuai
dengan rencana yang di buat dan apakah sudah memenuhi
criteria ketuntasan minimal.
5. Refleksi siklus 1
Refleksi merupakan bagian yang amat penting dalam
memahami dan memberikan makna terhadap proses perubahan
hasil belajar yang terjadi sebagai akibat dari adanya tindakan
yang di lakukan. Refleksi ini di gunakan dalam uapaya
menetapkan langakah selanjutnya apakah perlu di adakan siklus
berikutnya atau tidak.
b. Siklus 2
Siklus II merupakan perbaiakan dari siklus I dimana
tahap pelaksanaanya sama dengan siklus 1 yaitu

31
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
Pelaksaan siklus II ini mengacu pada hasil refleksi dari siklus I.

E. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
a. Data Kuantitatif
Data yang berwujud angka-angka hasil perhitungan dapat
diproses dengan cara dijumlahkan yang akan dibandingkan dengan
jumlah yang diharapkan lalu diperoleh persentase, dengan rumus sebagai
berikut :
𝐹
𝑃= 𝑋 100%
𝑁
Keterangan :
P = persentase
F = frekuensi
N = responden

b. Data Kualitatif
1) Melakukan klasifikasi dan katagorisasi data
2) Mencari bagaimana perana Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Belajar Kelompok

2. Sumber Data
Dalam penelitian Tindakan kelas ini yang menjadi sumber data
adalah :
a. Peserta didik kelas XI MMSMKN 20 Samarinda
b. Guru Agama Islam SMKN 20 Samarinda
c. Data dokumen penunjang belajara kelompok di kelas

32
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam PTK seperti pada umumnya suatu
penelitian adalah dengan menggunakan instrumen. Instrumen memegang
peranan yang sangat strategis dan penting dalam menentukan kualitas suatu
penelitian, karena validitas data yang diperoleh akan sangat menentukan
mutu instrumen yang digunakan. Pengambillan data dilakukan dengan
wawancara, observasi, dokumentasi, tes, dan catatan lapangan.
1) Tes Hasil Belajar, adalah serentetan pertanyaan atau Latihan serta alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
intelgensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individua tau
kelompok.
2) Observasi, Yaitu pengumpulan data dengan cara mengamati langsung
sumber data yang akan dianalisis kemudian diuraikan dalam data tertulis.
3) Wawancara, Yaitu pengumpulan data melalui tanya jawab kepada bagian-
bagian yang terlibat dalam masalah-masalah diteliti. Adapun teknik yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menanyakan langsung secara
lisan kepada guru agama Islam dan peserta didik di SMKN 20 Samarinda.
4) Dokumentasi, Metode dokumentasi yaitu mencari data-data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasati, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.

F. Teknik Analisis Dan Pengujian Hipotensis


a. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang salah
satu modelnya adalah teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles
Huberman (1984) dalam Kunandar (2011:102). Analisis interaktif terdiri dari 3
komponen yaitu reduksi data, beberan (display) data, dan penarikan kesimpulan.

1. Reduksi Data
Reduksi data adalah langkah pertama dalam proses analisis yang
merupakan proses seleksi, menentukan fokus, menyederhanakan, meringkas, dan
mengubah bentuk data mentah yang ada dalam catatan lapangan. Pada tahap ini

33
peneliti menyeleksi dan merangkum data yang diperoleh berdasarkan fokus
kategori maupun pokok permasalahan tertentu yang telah ditetapkan dan
dirumuskan. Selain itu data juga disusun sesuai dengan kebutuhan sehingga
setelah dilakukan reduksi data, semua data yang relevan sudah tersusun dan
terorganisir sesuai dengan kebutuhan untuk tahap selanjutnya.

2. Penyajian Data
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga dapat disajikan menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan
memiliki makna tertentu. Dengan cara menampilkan data dan membuat
hubungan antara variabel peneliti dengan apa yang terjadi dan apa yang perlu
ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan
penelitian

3. Penarikan Kesimpulan
Dari hasil reduksi dan penyajian data, peneliti dapat memahami
secara mendalam hasil data yang diperoleh dan berdasarkan dari data itulah
peneliti akan mengambil kesimpulan penelitian dengan menjawab permasalahan
– permasalahan yang diajukan dengan data dan bukti – bukti empiris yang telah
terkumpul.
Setelah dibuat kesimpulan, data perlu untuk diverifikasikan agar hasil
penelitian menjadi mantap dan benar - benar dapat dipertanggung jawabkan.
Verifikasi sendiri merupakan aktivitas pengulangan dalam rangka
pemantapan dan penelusuran data kembali secara tepat.

b. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan persentase pengujian hipotesis dengan hasil rata- rata dapat
diambil kesimpulan bahwa menunjukkan peran Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Belajar Kelompok di SMKN 20 Samarinda dapat dikategorikan baik. Hal
ini dapat dilihat dari persentase yaitu 71,45%, sesuai dengan standar angket
66% - 75% dikategorikan baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan peran guru Pendidikan Agama Islam dalam belajar kelompok yaitu

34
:
1. Guru memiliki sifat tegas dalam mengawasi peserta didik
mengerjakan tugas kelompok.
2. Guru memiliki cara yang mudah dipahami saat menyampaikan materi
untuk di kerjakan peserta didik.
3. Guru memiliki metode mengajar yang mudah dipahami.
4. Peserta didik dapat menerima pelajaran yang disampaikan
dengann baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

A.Gani Bustami Prof. H. dkk.Al-Qur’an dan Terjemahan (Al-Qur’an Al-Karim)


Lembaga percetakan Al-Qur’an Raja Fahd, 1987
Abd. Rahman , Hery Nugroho. Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti, Pusat
Perbukuan
Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Komplek Kemendikbud Jalan RS. Fatmawati, Cipete,
Jakarta Selatan, 2021
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta,
2000
Kamus Bahasa Indonesia.DEPDIKNAS. Balai Pustaka, 2005
Kartono. Psikologi Anak, Bandung : Alumni, 1990
M. Toha Anggoro dkk, Metode Penelitian, Universitas Terbuka, Jakarta,
2006
Mendikbud, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : 2003
Slameto, Drs. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta :
Rineka Cipta, 1991
Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Gramedia Pustaka, 2009
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta :
Rineka cipta 1993
Suryosubroto, B, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1997
Wahyu. MS, Marzuki, Petunjuk Praktis Membuat Skripsi, Surabaya : PT.
Usaha Nasional, 1980
Widoko. Metode Pembelajaran Konsep. Surabaya : PT. Rineka, 2002
Wijaya dan Rusyan, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1994
Winkel WS, Psikologi Pengajaran, Jakarta : Gramedia, 198

36
37

Anda mungkin juga menyukai