Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MENINGITIS DENGAN

PERUBAHAN PERFUSI SEREBRAL


Yang disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pengampu:

Lestari S.Kep,Ns,M.Kep

Oleh

Kelompok 2 Kelas 2A

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MEDAN


SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2022/2023

NAMA PENYUSUN
MIRNAWATI MELISA MARPAUNG P07520221027
MITA MENEMIA SITANGGANG P07520221028
MITHA FARADINA SIGALINGGING P07520221029
MUHAMMAD RIDWAN TOGUAN LUBIS P07520221030
NELFI ADILLAH SK P07520221031
NISA APRIANA BR SEMBIRING P07520221032
NURHAYATI GULTOM P07520221033
NURUL HIDAYAH HARAHAP P07520221034
PENNY NOVITA SIREGAR P07520221035
PUTRI NADIYAH EL SYA'WANAH SIREGAR P07520221036
RENITA THERESYA BR PURBA P07520221037
RIZKON FADILAH P07520221039
RUTH SUHENI SEPTIANA ROULI SINAGA P07520221040
RUTH VERNANDA SIMATUPANG P07520221041
SEPTIANI ASTRIA NINGSIH LINGGA P07520221042
SISKA APSARI NAPITUPULU P07520221043
STHEPANY IRMAYANTY SITUMEANG P07520221044
SUSY AFRYANTY BUTARBUTAR P07520221045
SYAUQI BILIENDRI P07520221046
THERESIA BENEDICTA LAUDIA GULTOM P07520221047
WINA BR GINTING P07520221048
YUNITA INDAH SARI SIRINGO –RINGO P07520221049

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat dan rahmat dan hidayahnyalah
akhirnya makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK”dapat penulis
selesaikan.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan dan kelemahan,
oleh sebab itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki
makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
untuk menyelesaikan makalah ini. mudah-mudahan penulisan makalah ini ada manfaatnya
khususnya bag penulis dan umumnya bagi pembaca.

BAB II
ISI

A. Konsep penyakit meningitis


1. Pengertan penyakit meningitis
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut
meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan plamater
(leptomenngens) disebut meningitis. Peradangan pada bagian duramater disebut
pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena
toksin. Namun demikia sebagian besar meningitis disebabkan bakteri. Meningitis adalah
peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis
( Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen
otak daan medulla spinalis, gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi
sekunder) seperti pneumonia, endokaditis, atau osteomielitis.
2. Etilogi
Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai
macam organism : Heamophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus),
Diplococus pneumonia, Streptococus group A, Pseudomonas, Staphylococus
aures,Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi
predisposisi seperti : fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana
akan meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah : Heamophilus
influenza, Streptococus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococus
aureus. Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon
peradangan. Neuptropil, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai respon
peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang
subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan
menjadi kental sehingga dapat mengganggu aliran serebrospinal disekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan mengganggu absorbs akibat granulasi arakhnoid dan
dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid
dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan intracranial.
Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf cranial dan spinal. Sel-sel meningeal
akan menjadi edema, membrane sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan
yang menuju atau keluar dari sel.
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptic meningitis. Meningitis ini terjadi
sebagai akibat dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles, mumps,
herpes simplex dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meningens. Kerentanan jaringan otak terdapat
berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang dipengaruhi. Virus herpes
simplex merubah metabolism sel, yang mana secara tepat menyebabkan perubahan
produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dar sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu :
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipococus pneumonia dan
Neiseria meningitides, stafilokoku, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitides dan diplococus pneumonia.

3. Patofisiolgis
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapasan meningen yaitu pada bagian
paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater. Cairan
serebrospinalis meupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang
dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk kedalam sistem saraf pusat melalui beberapa cara
misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dan
arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan.
Netropil bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan aksudat
dalam ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subaraknoid yang pada akhirnya data menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang
terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf cranial dan perifer. Makin
bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spnalis dilindung oleh lapis meningitis : duramater, araknoid,
dan paimater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui
ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF
diabsobsi melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningitis.
Cara masuknya organisme penyebab meningitis dapat terjadi akibat trauma
penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat
terjadi bila adanya hubungan antara cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya
mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalu ruang subaraknoid dapat
menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel.
Eksudat yang dihasilakan dapat menyebar melalui saraf cranial dan spinal sehingga
menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan
serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013).
4. Manifestasi klinik
Tarwoto (2013) mengatakan manifestasi klnik pada meningitis bakteri
diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Pada keadaaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran sampai dengan
koma.
Sedangkan menurut (idago, dk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis meliputi :
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Petechia rash (bintik-bintik merah)
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia

5. Komplikasi
Komplikasi pada meningitis, yaitu ;
a. Peningkatan tekanan intrakanial
b. Hydrosephalu : penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
c. Infark serebral : kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen, karena
terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
d. Ensepatilis : peradangan pada jaringan otak dan eningen akibat virus, bakteri, dan
jamur.
e. Syndrome of inappropriate ecrection of antidiuretic hormone
f. Abses otak : infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam otak
serta pembengkakan.
g. Kejang : gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang tidak
terkendali dan hilangnya kesadaran.
h. Endokarditis : infeksi pada endoardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
i. Pneumonia : infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah satu
atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
j. Syok sepsis : infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah
yang sangat rendah.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan penyakit meningitis (Hudak dan Gallo, 2012):
a. Fungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3 (normal :
< 6/ µL).
2) Pewarnaan CSS.
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bacterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasana normal. (normal kadar
gluksa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
4) Protein, tinggi (bacterial, tubercular, infeksi congenital) dan pada meningitis virus
protein sedikit meningkat).
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial, pemeriksaan leukosit diperlukan untuk
menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leucopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada penyakit
akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan memanjangnya
waktu protombin dan tromboplastin parsial yang disertai trombosit openia
menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal : 5000 –
10000/mm3, trombosit normal : 150.000 – 400.000/mm3, b normal pada
perempuan : 12-14 gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal<200gr/dl)

c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit


1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+)
naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal: 136- 145mmol/L.,K+ normal:
3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis meningitis namun
pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan
untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lain nya (Betz &
Sowden, 2009).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang
dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum
berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga
kali) dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas
1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan
fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2
dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di
bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/Kg BB/hari
intravena dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke-10 pengobatan di
lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan
hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi.
Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan
obat yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang
sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman.

2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat


antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan
sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan
yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi
streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat
tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di
berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu
di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit
sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison
dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3
dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan I mg/kg BB/hari setiap 1-
2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3 bulan dan
dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound
phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman
serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingga terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2
perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga
mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine.
Kebersihan kulit perlu diperhatikan terutama sekitar genitalia dan bagian
tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine
harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum
ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.

2) Resiko terjadi komplikasi


Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi
untuk kebutuhan elektrolit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan
yang di berikan biasanya glukosa 10% dan NACI 0,9% dalam
perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan
setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah
diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama
pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya
setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada sendi-sendi dengan
menekuk/meluruskan kaki-tangan, tetapi usahakan agar kepala tidak ikut
terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu).
Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien
tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya
selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan
baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan
tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut
walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012)
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
 Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik.
 Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan.
 Berikan O2 boleh sampai 4 L/mnt.

b) Breathing
Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
 Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
 Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).

No Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1 Bersihkan jalan Tujuan : 1. Monitor frekuensi irama,
nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan
besekresi yang keperawatan diharapkan kedalaman dan upaya nafas.
tertahan dibuktikan pertukaran gas meningkat 2. Monitor pola nafas.
dengan batuk tidak dengan 3. Monitor kemampuan batuk
efektif, ronchi kriteria hasil : efektif.
1. Batuk efektif meningkat. 2. 4. Monitor nilai AGD.
Produksi sputum cukup 5. Monitor saturasi oksigen.
menurun. 6. Auskulturasi bunyi nafas.
3. Ronchi sedang. 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
4. Dispinea cukup menurun. pemantauan.
5. Gelisah cukup meningkat. 8. Kolaborasi penggunaan
6. Frekuensi nafas cukup oksigen saat aktivitas dan / atau
membai. tidur
7. Pola nafas cukup membaik.
2 Perfusi serebral tidak Tujuan: 1. Identifikasi penyebab
efektif b.d infeksi Setelah dilakukan intervensi peningkatan TIK.
otak keperawatan diharapkan 2. Monitor peningkatan
ekspetasi membaik dengan tekanan darah.
kriteria hasil: 3. Monitor ireguleritas irama
1. Tingkat kesadaran nafas.
meningkat. 4. Monitor penurunan tingkat
2. Sakit kepala menurun kesadaran.
3. Gelisah menurun. 5. Monitor perlambatan atau
4. Demam menurun. kesimetrisan respon pupil.
5. Tekanan darah membaik. 6. Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK.
7. Indentifikasi pengetahuan
tentang pengobatan.
8. Identifikasi penggunaan
pengobatan tradisional dan efek
samping obat.
9. Pertahankan sterilitas sistem.
3 Pola nafas tidak Tujuan : 1. Monitor pola nafas.
efektif b.d hambatan Setelah dilakukannya tindakan 2. Monitor frekuensi, irama,
upaya nafas ( mis: keperawatan diharapkan pola kedalaman, dan upaya nafas.
nyeri saat bernafas) nafas membaik dengan 3. Monitor sputum ( jumlah,
kriteria hasil: warna, aroma).
1. Frekuensi nafas dalam 4. Posisikan semi fowler atau
rentang normal. fowler.
2. Tidak ada penggunaan otot 5. Ajarkan teknik batuk efektif.
bantu pernafasan. 6. Kolaborasi pemberian (mis:
3. Pasien tidak menunjukkan bronkodilator, jika perlu)
tanda dispenea
4 Resiko cedera b.d Tujuan: 1. Identifikasi kebutuhan
perubahan fungsi Setelah dilakukan intervensi keselamatan.
kognitif keperawatan diharapkan 2. Sediakan alat bantu
keparahan cedera dapat keamanan lingkungan.
menurun dengan 3. Gunakan perangkat
kriteria hasil: pelindung.
1. Toleransi aktivitas 4. Anjurkan individu, keluarga
meningkat. dan kelompok risiko tinggi
2. Kejadian cedera menurun. bahaya lingkungan
3. Ketegangan otot menurun.
4. Ekspresi wajah kesakitan
menurun.
5 Nyeri akut b.d iritasi Tujuan: 1. Mempengaruhi pilihan /
selaput dan jaringan Setelah dilakukan tindakan pengawasan keefektifan
otak asuhan keperawatan intervensi
diharapkan tingkat nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
pasien menurun, dengan keparahan nyeri.
kriteria hasil: 3. Untuk mengetahui persepsi /
1. Keluhan nyeri cukup reaksi terhadap nyeri.
menurun. 4. Memberikan ketenangan
2. Meringis cukup menurun. kepada pasien sehingga nyeri
3. Gelisah cukup menurun. tidak bertambah.
4. Tekanan darah cukup 5. Memfokuskan kembali
membaik. perhatian, meningkatkan
5. Pola tidur cukup membaik. kontrol dan meningkatkan
harga diri dan kemampuan
koping.
6. Hipertermi b.d Tujuan : 1.Identifikasi penyebab
proses penyakit Setelah dilakukan intervensi hipertermi
dibuktikan dengan keperawatan, diharapkan suhu 2. Monitor suhu tubuh
suhu tubuh diatas tubuh menurun dengan 3. Monitor saluran urine
normal Kriteria hasil ; 4. Monitor akibat hipertermi
1. Kulit merah sedang 5. Melakukan kompres pada
2. Kejang cukup menurun lipatan
3. Pucat sedang 6. Berikan cairan peroralan
4. Suhu tubuh membaik 7. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

7. Gangguan mobilitas Tujuan ; 1. Identifikasi kesediaan dan


fisik b.d penurunan Setelah dilakukan tindakan penerimaan dilakukan
kekuatan otot asuhan keperawatan pemijatan
dibuktikan dengan diharapkan kemampuan dalam 2. Tetapkan jangka waktu untuk
kekuatan otot Gerakan fisik dari satu atau pemijatan
menurun lebih ekstermitas secara 3. Pilih area tubuh yang akan
mandiri dapat meningkat, dipijat
dengan 4. Cuci tangan dengan
Kriteria hasil ; menggunakan air hangat
1.Peregerakan ekstermitas 5. Siapkan lingkungan yang
meningkat hangat, nyaman dan privasi
2. Kekuatan oto meningkat 6. Gunakan lotion atau minyak
3. Rentang gerak ROM untuk mengurangi gesekan
meningkat 7. Lakukan pemijatan secara
4. Kaku sendi menurun perlahan
8. Jelaskan tujuan dilakukannya
prosedur terapi
9. Memonitor status
oksigenisasi
10. Atur posisi yang
mengurangi sesak (semi fowler)
11. Posisikan kesejajaran tubuh
yang tepat
12. Tinggikan tempat tidur
bagian kepala
13. Ubah posisi setiap 2 jam
14. Ajarkan cara postur dan
mekanika tubuh yang baik
selama melakukan perubahan
posisi

4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengopservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data (Rohmah & Walid, 2012)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012)

Anda mungkin juga menyukai