Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL

RESIKO TINGGI KELAINAN LETAK

Disusun Oleh

Kelompok 3

1. Evatul Hasanah (14.401.16.024)


2. Evi Agustin (14.401.16.025)
3. Faiz Adibi (14.401.16.026)
4. Febby Dwi Rimayanti (14.401.16.027)
5. Febrian Putra Catur P. (14.401.16.028)
6. Fida Nur Wulandari (14.401.16.029)
7. Fiona Febrianti (14.401.16.030)
8. Firdaus (14.401.16.031)
9. Gidion Oktavio P. (14.401.16.032)
10. Gilda Fathia Azizi (14.401.16.033)
11. Gita Lara Puspita (14.401.16.034)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2018-2019
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Malpresentasi diklasifikasikan sebagai setiap presentasi bayi, selain dari vertex,
seperti presentasi non sefalik(bokong), presentasi sefalik non verteks( wajah atau dahi),
presentasi non longitudinal (letak lintang atau miring). Malposisi adalah istilah yang
digunakan untuk menerangkan presentasi ketika vertex berada dalam posisi yang
abnormal. Ibu yang presentasi bayinya dalam malposisi kemungkinan besar akan
mengalami persalinan yang lebih lama dan meningkatkan morbiditas maternal dan
neonatal. Beberapa malpresentasi seperti presentasi dahi berhubungan dengan angka
seksio sesarea yang tinggi. (Maryunani, 2016)
Masalah meliputi kegagalan kemajuan, macet transversal dalam, kelahiran
operatif dan kemungkinan bayi memerlukan resusitasi. Ada potensi ibu mengalami
kelelahan dan uterus menjadi tidak mampu berkontraksi dengan efisien setelah kelahiran,
meningkatkan potensial perdarahan postpartum. Banyak sekali macam kelainan letak
janin dalam rahim. Pada makalah ini akan dibahas yaitu letak sungsang dan letak lintang.
(Fadlun & Feryanto, 2011)

2. Batasan Masalah
Batasan masalah pada asuhan keperawatan ibu hamil resiko tinggi kelainan letak adalah
mulai pengertian hingga konsep asuhan keperawatan pada ibu hamil resiko tinggi
kelainan letak
3. Rumusan Masalah
a. Apa diagnosa dari Kelainan Letak?
b. Apa saja etiologi dari Kelainan Letak?
c. Apa saja manifestasi klinis dari Kelainan Letak?
d. Apa saja klasifikasi dari Kelainan Letak
e. Bagaimana Patofisiologi dari Kelainan Letak?
f. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil Resiko Tinggi Kelainan
Letak?

4. Tujuan
a. Untuk memahami definisi dari Kelainan Letak
b. Untuk memahami etiologi dari Kelainan Letak
c. Untuk memahami manifestasi klinis dari Kelainan Letak
d. Untuk memahami klasifikasi dari Kelainan Letak
e. Untuk memahami patofisiologi dari Kelainan Letak
f. Untuk memahami konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil Resiko Tinggi
Kelainan Letak
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
A. Letak Sungsang
1) Suatu keadaan yang terjadi dimana bokong atau tungkai janin sebagai
bagian yang terendah di dalam panggul ibu. Insiden dari letak sungsang
adalah 3% dari semua persalinan
2) Janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau
kombinasi keduanya dengan insiden 3-4% dari seluruh kehamilan tunggal
pada umur kehamilan cukup bulan
3) Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian
besar yang terendah (presentasi bokong) (Maryunani, 2016)
B. Letak Lintang
Posisi disebut letak lintang bila sumbu memanjang, janin menyilang, sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90º (Fadlun & Feryanto, 2011)

2. Etiologi
A. Letak Sungsang
Penyebab terjadinya sungsang tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor
resiko selain prematuritas yaitu:
1) Abnormalitas struktural uterus
2) Polihidramnion : penumpukan air ketuban yang berlebihan selama masa
kehamilan
3) Plasenta previa : kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi
mulut rahim
4) Mioma uteri: suatu tumor jinak yang tumbuhnya berasal dari jaringan otot
di rahim (uterus)
5) Anomali janin (anesefalus, hidrosefalus)
6) Kehamilan Multiple: suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
(Maryunani, 2016)
B. Letak Lintang
1) Relaksasi berlebihan dinding abdomen
2) Janin prematur
3) Plesenta previa: kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi
mulut rahim
4) Hidromnion dan kehamilan kembar
5) Panggul sempit dan tumor di daerah panggul
6) Kelainan bentuk rahim (Maryunani, 2016)

3. Manifestasi Klinis
A. Letak Sungsang
1) Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan
ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2) Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri
3) Punggung anak dapat teraba pada salah satu sisi perut dan bagian-bagian
kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang
kurang bundar dan lunak.
4) Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat
(Lisnawati, 2011)
B. Letak Lintang
1) Periksa pandang: tampak perut melebar ke arah samping, tinggi dasar
rahim tidak sesuai dengan umur kehamilan(lebih rendah)
2) Periksa raba: Terdapat tinggi dasar rahim rendah, didalam dasar
rahim/uterus tidak teraba bagian besar, batas bawah uterus/rahim
“kosong”, batas uterus melebar kesamping dan teraba bagian janin yang
keras bulat dan melenting di salah satu sisi
3) Periksa dengar: terdapat denyut jantung janin terdengar paling jelas di
sekitar pusat
4) Periksa dalam: ditemukan rahim/uterus bagian bawah kosong (Fadlun &
Feryanto, 2011)

4. Klasifikasi
A. Letak Sungsang
1) Presentasi Bokong Murni(frank breech): kedua paha janin berfleksi dan
kedua tungkai berekstensi pada lutut
2) Presentasi Bokong Kaki/lengkap (complete breech): kedua paha janin
berfleksi dan satu atau kedua lutut difleksikan
3) Presentasi Kaki/Lutut (incomplete breech): satu atau kedua paha janin
berekstensi dan satu atau kedua lutut atau kaki terletak dibawah
panggul/keluar dari jalan lahir (Maryunani, 2016)
B. Letak Lintang
Letak Lintang Kasep: Dimana telah terjadi keregangan dari segmen bawah
uterus sedemikian rupa sehingga timbul bahaya terjadinya ruptur uteri/robekan
rahim. (Lisnawati, 2011)

5. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan
dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif
banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin
dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsangatau letak janin.
Pada kehamilan triwulan terakhir, janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas dari
fundus uteri, sedangkan kepala berada diruangan yang lebih kecil di segmen bawah
uterus
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,
frekuensi letak sungsang lebih tinggi sedangkan pada kehamilan cukup bulan janin
sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. (Ahmad & Hikma, 2014)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Ini hal pertama yang perlu ditanyakan bidan kepada pasien untuk
mengetahui latar belakang pasien. Ini juga bertujuan agar tidak ada
kekeliruan data antar pasien.
1. Nama : untuk mengenal dan mengetahui pasien agar tidak ada
kekeliruan dalam memberikan pelayanan.
2. Umur : untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun,
alat reproduksi belum matang, mental psikis belum siap, dll.
3. Agama: untuk memberikan motivasi dorongan moral sesuai dengan
agama yang dianutnya.
4. Suku bangsa : untuk mengetahui adanya faktor bawaan atau ras serta
pengaruh adat-istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien.
5. Pendidikan : pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Hal
ini perlu dikaji agar bidan dapat memberikan konseling sesuai tingkat
pengetahuan pasien.
6. Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat ekonomi keluarga. Hal ini
berpengaruh pada pemenuhan gizi pasien.
7. Alamat : untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal serta
mempermudah pemantauan apabila diperlukan (Fadlun & Feryanto,
2011)

b. Riwayat menstruasi
Ini perlu ditanyakan agar bidan memperoleh gambaran dasar dari organ
reproduksinya. Yang perlu dikaji adalah :
1. HPHT : bila hari pertama haid terakhir diketahui maka dapat
memperhitungkan usia kehamilan dan perkiraan persalinan. Ditanyakan
untuk mengetahui umur kehamilan dan menentukan hari taksiran
persalinan (HTP) dengan rumus Neagle (hari +7, bulan –3, tahun +1).
2. Siklus haid : panjang siklus haid yang biasa pada wanita ialah 28-32
hari. Hal ini diperlukan apabila ibu tidak benar-benar mengingat HPHT.
3. Lama haid : lama haid biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Hal ini
perlu dikaji untuk membedakan antara menstruasi ataukah gejala tanda
hartman yang dialami ibu.
4. Teratur/tidak
5. Banyak atau tidak : ini juga bisa menjadi pembeda antara menstruasi dan
tanda hartman.
6. Fluor albus : sedikit/sedang/banyak, tidak gatal, tidak bau, warna (putih,
keruh, bening), kekentalan (kental, encer). (Fadlun & Feryanto, 2011)

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


1. Kehamilan
Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada kehamilan
yang lalu.
2. Persalinan
Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada persalinan
yang lalu.
3. Nifas
Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada nifas yang
lalu. Untuk mengetahui hasil akhir persalinan (apakah abortus, lahir
hidup, apakah dalam kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi
atau intervensi pada nifas dan apakah ibu tersebut mengetahui
penyebabnya (Maryunani, 2016)

d. Riwayat kehamilan sekarang


Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu beresiko tinggi atau tidak,
meliputi:
1. Klien mengatakan bahwa kehamilan ini adalah kehamilan yang ke ...
dan UK ... minggu.
2. HPL : untuk mengetahui perkiraan persalinan. Dihitung dari HPHT.
3. Keluhan-keluhan : untuk mengetahui apakah ibu memiliki keluhan yang
dapat berlanjut menjadi penyulit selama kehamilannya.
4. Terapi apa saja yang sudah didapat untuk mengatasi keluhan ibu.
5. ANC : untuk mengetahui riwayat ANC, teratur atau tidak, tempat ANC
dan saat kehamilan berapa (Sujiyatini, 2009). Serta bagaimana hasil
yang didapat.
6. Gerakan janin: pertama kali gerakan janin dirasakan dan bagaimana
keadaannya sekarang aktif/gerakan, berkurang/tidak bergerak.
7. Imunisasi TT : kapan disuntik TT dan sudah berapa kali.
Imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi TT, imunisasi ini
diberikan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir dan pada ibu
bersalin (Fadlun & Feryanto, 2011)

e. Pola fungsional kesehatan


1. Nutrisi : untuk mengetahui bagaimana status gizi ibu. Apakah nutrisinya
cukup bagi ibu dan bayi atau tidak. Karena pada umumnya dalam masa
kehamilan, ibu membutuhkan tambahan kalori sebesar 300 kalori per
hari. Begitu juga kebutuhan zat besi, protein, dll. Semua kebutuhan
nutrisi ibu bertambah.
2. Eliminasi : hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pola BAB dan BAK
ibu sehari-hari yang meliputi frekuensi dan konsistensi. Karena biasanya
dalam masa kehamilan, cenderung berubah dari semasa sebelum hamil.
Pada masa kehamilan biasanya ibu akan mengalami lebih sering kencing
dan konstipasi.
3. Aktivitas :ini penting ditanyakan karena data ini memberikan gambaran
tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan ibu di rumah. Jika
kegiatan pasien terlalu berat sampai dikhawatirkan dapat menimbulkan
penyulit masa hamil.
4. Istirahat : bidan perlu menggali kebiasaan istirahat pasien supaya
diketahui hambatan yang mungkin muncul jika didapatkan data yang
senjang tentang pemenuhan kebutuhan istirahat. Hal ini meliputi lama
dan bagaimana kualitas istirahatnya, apakah nyenyak atau tidak.
Normalnya tidur siang 1-2 jam, dan tidur malam 6-8 jam.
5. Personal hygiene :ini penting ditanyakan karena bagaimanapun juga hal
ini akan memengaruhi kesehatan pasien dan bayinya.
6. Pola seksualitas :walaupun ini adalah hal yang cukup privasi bagi
pasien, namun penting bidan untuk menanyakan kebiasaan ini, karena
terjadi beberapa kasus keluhan dalam aktivitas seksual yang cukup
mengganggu pasien namun ia tidak tahu kemana harus berkonsultasi.
Dapat dijelaskan pada ibu bahwa selama tidak ada keluhan yang dapat
membahayakan kehamilannya maka boleh dilakukan.
7. Faktor psikososial dan budaya: Untuk mengetahui bagaimana
penerimaan pasien beserta keluarganya terhadap kehamilan ini. Karena
hal ini akan sangat berpengaruh pada psikologis ibu. Serta apakah ada
adat budaya dalam keluarga atau kebiasaan ibu yang dapat
mempengaruhi kehamilan (Fadlun & Feryanto, 2011)

f. Pemeriksaan Fisik
1. Muka : apakah ada oedema, pucat.
2. Mata : identifikasi warna konjungtiva dan sklera.
3. Mulut : identifikasi adanya sianosis atau kepucatan dan pecah-pecah
pada bibir dan lidah.
4. Leher : identifikasi adakah pembengkakan kelenjar thyroid, dan lymfe
dan adakah pembengkakan vena jugularis.
5. Payudara :adakah hyperpigmentasi areola mammae, puting susu datar,
tenggelam/menonjol, kolostrum sudah keluar/ belum.
6. Abdomen : identifikasi apakah ada bekas SC atau bekas operasi lain,
apakah ada striae gravidarum, mengukur TFU.

- Leopold I : selain mengetahui TFU, Leopold I juga untuk


mengetahui bagian apa yang ada di fundus. Pada letak membujur
pada fundus, teraba lunak tidak bulat dan tidak melintang.
- Leopold II : Leopold II bertujuan untuk mengetahui bagian apa
yang ada disamping kiri dan kanan uterus ibu.Pada letak membujur
dapat ditetapkan punggung anak yang teraba bagian keras,
memanjang seperti papan dan sisi yang berlawanan teraba bagian
kecil janin. Dan banyak lagi kemungkinan perabaan pada letak yang
lain.
- Leopold III : Menentukan apa bagian terendah janin.
- Leopold IV : Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin
masuk pintu atas panggul (Posisi tangan petugas konvergen,
divergen atau sejajar).

7. Genetalia: identifikasi apakah vulva bersih atau adakah pengeluaran


pervaginam (lendir, darah), adakah varises, adakah benjolan abnormal
yang menentukan kelancaran jalan lahir, juga adanya luka perineum
menandakan sudah pernah melahirkan.
8. Ekstrimitas : identifikasi ekstremitas atas dan bawah apakah ada oedem
dan varises, bagaimana refleks patellanya.Varises merupakan
pembesaran dan pelebaran pembuluh darah yang sering dijumpai pada
ibu hamil di sekitar vulva, vagina, paha dan tungkai bawah. Oedema
tungkai terjadi akibat sirkulasi vena terganggu akibat terkena uterus
yang membesar pada vena-vena panggul. (Maryunani, 2016)

g. Penatalaksanaan
A. Letak Sungsang
1. Persalinan Sungsang Spontan Brach (Melahirkan janin menggunakan
kekuatan /tenaga ibu sendiri)
a) Atur posisi ibu di atas bedgynekologi dan siapkan ibu litotomi
b) Pimpin ibu untuk mengedan sampai bokong lahir
c) Setelah bokong lahir cengkeram bokong secara Bracht (posisinya
kedua jari penolong sejajar sumbu panjang paha bayi, sedangkan
jari lainnya memegang panggul)
d) Mengendorkan tali pusat ( pada waktu bayi lahir dan tali pusat
tampak teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu agar tidak
terjadi kompresi tali pusat/tekanan pada tali pusat)
e) Melakukan hiperlordosis ( Lakukan hiperlordosis pada badan
janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung
janin didekatkan ke perut ibu. Bersamaan dengan dimulainya
gerakan hiperlordosis asisten melakukan ekspresi Kristeller pada
fundus uteri sesuai sumbu panggul). (Ahmad & Hikma, 2014)
2. Persalinan Sungsang Teknik Klasik
a) Posisikan ibu dalam posisi litotomi
b) Pimpin ibu untuk mengedan hingga bokong lahir
c) Setelah lahir longgarkan tali pusat dan tunggu kaki janin lahir
seluruhnya
d) Memegang pergelangan kaki janin dengan tangan kanan penolong
dan mengelevasi keatas sejauh mungkin sehingga perut janin
mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu, tangan kiri penolong
masuk ke jalan lahir dan dengan jari tengah serta telunjuk
menelusuri bahu janin sampai fossa kubiti. Kemudian melahirkan
lengan bawah dengan gerakan seolah –olah lengan bawah
mengusap muka janin
e) Untuk melahirkan lengan depan pegang pergelangan kaki janin di
ganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam kebawah
sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
f) Bersamaan dengan itu tangan kanan penolong masuk kejalan lahir
dan dengan jari tengah serta telunjuk menelusuri bahu janin
sampai fossa kubiti. Kemudian melahirkan lengan depan dengan
gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin (Ahmad
& Hikma, 2014)
3. Persalinan Sungsang Teknik Mueller
a) Posisikan ibu litotomi
b) Pimpin ibu mengedan sampai bokong lahir
c) Melonggarkan tali pusat
d) Memegang bokong janin secara femuro pelviks (duimbekken
greep). Letakkan kedua ibu jari penolong sejajar spina sakralis
media dan jari telunjuk pada krista illiaka, dan jari-jari lain
mencengkeram paha bagian depan
e) Melahirkan bahu dan lengan depan dengan ekstrasi. Tarik badan
bayi ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak
dibawah simfisis. Bila lengan belum lahir, lahirkan lengan depan
dengan menelusuri punggung, scapula, fossa cubiti dan lipat siku.
f) Melahirkan bahu dan lengan belakang secara ekstraksi. Tarik
badan bayi ke atas sampai bahu belakang lahir. Bila bahu
belakang tidak lahir dengan sendirinya, lahirkan lengan bawah
dengan kedua jari penolong (Ahmad & Hikma, 2014)
4. Sectio Caesarea
Suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Ahmad & Hikma, 2014)

B. Letak Lintang

Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya


diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam pnggul, atau plasenta previa, sebab dapat
membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan
menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatalulangan untuk
menilai letak janin.
Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesarea. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara
bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak
seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks
lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstrasi. Selama menunggu
ketuban harus diusahakan supayua utuh dan melarang untuk meneran dan
bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolaps
funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan apabila ketuban pecah, tetapi
tidak terjadi prolaps funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat
ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau
dengan seksio sesarea. Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi
ekstrasi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup,
hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin
mati dilahirkan secara pervaginam dengan dekapitasi (Lisnawati, 2011)

h. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan ultrasonografi : menggambarkan keadaan janin dan hasil
konsepsi lain dalam kandungan, mengetahui usia kehamilan dan
perkiraan persalinan klien.
2. Pemeriksaan laboratorium : Cek Hemoglobin, Urine (reduksi dan
protein urine)
3. Tes nonstres (NST): tes untuk mengetahui kesejahteraan janin yang
paling sering digunakan pada trimester ketiga. Tes ini dilakukan dengan
monitor janin elektronik eksternal. (Fadlun & Feryanto, 2011)

2. Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tahanan pada jalan lahir


2. Resiko tinggi cidera terhadap maternal berhubungan dengan obstruksi pada
penurunan janin
3. Resiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan obstruksi pada penurunan
janin (PPNI, 2016)
3. Intervensi

1. Nyeri (akut ) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir ditandai
dengan : Peningkatan tonus otot, pengungkapan, Prilaku distraksi (gelisah, meringis,
menangis),wajah menunjukan nyeri.

Kriteria Evaluasi :
a. Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan
meningkatkan kanyamanan
b. Tampak rileks diantara kontraksi
c. Melaporkan nyeri berulang / dapat diatasi

INTERVENSI

1. Buat upaya yang memungkinkan klien untuk merasa nyaman mengajukan


pertanyaan
R/ Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan rasa takut dan peningkatan
pemahaman
2. Berikan instruksi dalam tehnik pernafasan sederhana
R/ Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol
tingkat ketidaknyamanan
3. Anjurkan klien menggunakan tehnik relaksasi. Berikan instruksi bila perlu
R/ Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang
memperberat nyeri dan menghambat kemajuan persalinan
4. Berikan tindakan kenyamanan (mis. Masage,gosokan punggung, sandaran bantal,
pemberian kompres sejuk, pemberian es batu)
R/ Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan
koping dan kontrol klien
5. Anjurkan dan bantu klien dalamperubahan posisi dan penyelarasan EFM
R/ Mencegah dan membatasi keletihan otot, meningkatkan sirkulasi

6. Kolaborasi : Berikan obat analgetik saat dilatasi dan kontaksi terjadi


R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan relaksasi dan koping dengan
kontraksi,memungkinkan klien tetap focus (Wilkinson & Ahern, 2013)

2. Risiko tinggi cedera terhadap meternal berhubungan dengan obstruksi mekanis pada
penurunan janin

Kriteria Evaluasi :
Tidak terdapat cedera pada ibu

INTERVENSI

1. Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi


R/ Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
kebutuhan pemeriksaan diagnostik, dan intervensi yang tepat

2. Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat sebelum


awitan persalinan
R/ Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder atau
mungkin akibat dari persalinan lama
3. Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik
R/ Disfungsi kontraksi memperlama persalinan,meningkatkan risiko
komplikasi maternal / janin

4. Kolaborasi : Bantu untuk persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk


malposisi
R/ Melahirkan sesaria diindikasikan malposisi yang tidak mungkin dilahirkan
secara vagina (Wilkinson & Ahern, 2013)

3. Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin

Kriteria Evaluasi :
Menunjukan DJJ dalam batas normal dengan variabilitas baik tidak ada deselerasi
lambat

INTERVENSI
1. Kaji DDJ secara manual atau elektronik,perhatikan variabilitas,perubahan
periodik dan frekuensi dasar.
R/ Mendeteksi respon abnormal ,seperti variabilitas yang berlebih – lebihan,
bradikardi & takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis,
atau sepsis
2. Perhatikan tekanan uterus selamaistirahat dan fase kontraksi melalui kateter
tekanan intrauterus bila tersedia
R/ Tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg menurunkan atau mengganggu
oksigenasi dalam ruang intravilos
3. Kolaborasi : Perhatikan frekuenasi kontraksi uterus.beritahu dokter bila
frekuensi 2 menit atau kurang
R/ Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidakmemungkinkan
oksigenasi adekuat dalam ruang intravilos (Wilkinson & Ahern, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., & Hikma. (2014). Patologi. Malang: Selaksa.

Fadlun, & Feryanto, A. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Lisnawati, L. (2011). Buku Pintar Bidan Aplikasi Penatalaksanaan Gawat Darurat Kebidanan.
Jakarta: Trans Info Media.

Maryunani, A. (2016). Manajemen Kebidanan Terlengkap. Jakarta: TIM.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2013). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai