Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENGELOLAAN PEJANTAN

MANAJEMEN TERNAK PERAH

KELOMPOK : 6

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1. PUTRI BUNGSU TOMASOEY


2. NADYA UTAMI P. DUBU
3. YUMI ARINCI NDUN
4. CHATRINE R. J. NAMANG
5. TESYA SAMELYN MOOY

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengelolaan Pejantan” ini. Penulis sangat bersyukur
karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Manajemen Ternak Perah. Disamping
itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Kupang, 6 Februari 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan pejantan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu usaha
peternakan ternak perah (sapi, kerbau, kambing dan domba perah) secara keseluruhan. Selain
betina, keberadaan jantan dan atau pejantan dalam suatu peternakan sangat penting baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk menunjang kesinambungan proses produksi dan
reproduksi. Reproduksi merupakan suatu kemewahan fungsi tubuh yang tidak vital bagi individu
tersebut tetapi sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa ternak. Defenisi ini
memberikan suatu pemahaman bahwa reproduksi perlu dikelola secara baik apabila dalam suatu
peternakan perah diinginkan hasil/produksi yang optimal dan efisien.
Pengelolaan pejantan harus sudah dilakukan semenjak masa pedet, dengan demikian
dapat diikuti perkembangan performansnya dari awal. Perawatan dan latihan yang teratur dapat
menghasilkan jantan dan pejantan yang mudah ditangani dan dikendalikan. Pemberian pakan
yang baik (proporsional) sesuai masa pertumbuhan pedet jantan dapat menunjang pertumbuhan
dan perkembangan pedet jantan menjadi jantan muda yang memiliki kondisi tubuh prima.
Penerapan seleksi dengan metode yang baik dan benar dapat membantu menyediakan pejantan
unggul dalam peternakan. Seleksi dimaksud dapat dilakukan melalui uji keturunan (progeny test).
Kemajuan IPTEKS telah membuka peluang yang besar untuk mengelola reproduksi tanpa
kehadiran pejantan (yaitu, dengan Inseminasi Buatan dan atau Transfer Embrio). Akan tetapi
kehadiran pejantan unggul dalam suatu peternakan juga memiliki arti tersendiri, karena peternak
dapat dengan mudah melaksanakan proses perkembangbiakan ternak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penanganan pedet jantan ?
2. Bagaimana pemberian pakan untuk sapi jantan ?
3. Bagaimana mengetahui bobot badan ternak sapi setelah memberi pakan untuk sapi?
4. Pada usia berapa ternak sapi dapat dikawinkan ?
5. Bagaimana memilih pejantan yang unggul ?

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui cara pengelolaan pejantan mulai dari penanganan pedet
jantan hingga pemilihan pejantan yang unggul.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penanganan Pedet Jantan


Selama 10 hari pertama setelah lahir, pedet ditangani dalam kandang khusus yakni
kandang observasi. Setelah masa observasi tersebut biasanya dipindahkan dalam kandang
kelompok (group pens). Setiap group pens layaknya ditempati sebanyak 5 – 6 pedet dengan
umur dan jenis kelamin yang sama.
Ketika sudah berumur 6 – 8 bulan, pedet jantan sepatutnya tidak dilepas bersama-sama
dengan pedet betina di padang penggembalaan atau areal gembalaan. Pada umur seperti itu
aktivitas kelamin dari pedet jantan mulai tampak, dan bisa saja terjadi perkawinan (coba-coba).
Bukan tidak mungkin bahwa perkawinan coba-coba bisa saja menyebabkan kebuntingan. Karena
itu perlu dihindari kemungkinan terjadinya perkawinan dini.
Perkembangan lebih lanjut, biasanya akan muncul tanda/sifat kelamin sekunder seperti
nervous, galak, tanduk semakin bertumbuh dan suka berkelahi, dimana hal ini bisa menyebabkan
pedet jantan sukar ditangani, bahkan bisa membahayakan ternak lain dan peternak. Oleh karena
itu maka ketika berumur 6 bulan pedet jantan mulai diberi cincin hidung yang terbuat dari logam
yang tidak mudah karat. Pedet yang telah diberi cincin hidung, sekalipun galak tetapi apabila
cincin hidung dipegang dan ditarik maka pedet tersebut akan menurut saja sehingga mudah
dikendalikan. Seiring dengan perkembangan umur dan ukuran tubuh ternak setelah memasuki
10 – 12 bulan maka cincin hidung sedapat mungkin dapat diganti dengan yang lebih besar.
Maksud pemberian cincin hidung adalah untuk mempermudah perawatan
dan latihan serta mengurangi bahaya. Latihan bagi jantan diperlukan agar lebih jinak
dan mudah dikuasai serta apabila kelak dipergunakan sebagai pejantan maka sudah terbiasa
dengan tugas dan kewajibannya.

2.2 Pakan Sapi Jantan


Program pemberian pakan sapi jantan sama dengan sapi dara selama bulan pertama masa
pemeliharaan. Jantan muda umumnya bertumbuh lebih cepat daripada dara pada umur yang
sama. Oleh karena itu membutuhkan energi dan nutrisi lainnya lebih banyak dibanding dara
untuk mencukupi tuntutan pertumbuhan yang cepat tersebut dan mendukung perkembangan
seksualnya. Dalam beberapa referensi dinyatakan bahwa makanan (pakan) memainkan peranan
yang sangat vital dalam pencapaian pubertas. Dengan demikian, pemberian pakan yang kurang
dapat menunda permulaan pubertas dan menyebabkan rendahnya kualitas semen serta
memperlambat laju pertumbuhan. Disamping pemberian konsentrat bebas, jantan muda harus
diberi pilihan bebas terhadap hay berkualitas baik, pada umur 10 bulan porsi terbesar ransum
jantan muda berupa rumput bebas, silase atau hay.
Konsentrat harus terus menerus diberikan dalam jumlah tertentu tergantung kualitas
pakan berserat (roughage) yang dikonsumsi. Konsentrat yang cukup harus diberikan untuk
mendukung pertumbuhan yang cepat tanpa menyebabkan kegemukan yang berlebihan (excessive
fattening). Campuran konsentrat dengan kadar protein kasar 12% adalah memadai untuk jantan
setahun dan dewasa bila diberikan pakan berserat berkualitas baik apakah legum ataupun
rumput. Suatu aturan yang baik untuk jantan dewasa adalah memberikan hay 1 lb (= 0,4536 kg)
dan konsentrat 0,5 lb per 100 lb berat badan setiap hari. Jadi bila berat badan jantan tersebut
2000 lb (= 917,2 kg) setiap harinya harus memperoleh hay 9,172 kg dan campuran konsentrat
4,586 kg. Kegemukan pada jantan harus dihindari karena dapat mengurangi libidonya dan
menyebabkan stres parah serta kelemahan kaki dan paha.
Kelebihan kalsium dalam ransum jantan terutama pada jantan yang lebih tua dapat
menyebabkan masalah. Apabila diberikan legum maka konsentrat yang diberikan tidak boleh
mengandung suplemen kalsium. Biasanya campuran konsentrat mengandung tambahan kalsium
untuk memenuhi kebutuhan induk laktasi yang kehilangan kalsium tubuh untuk produksi susu.

2.3 Menaksir Bobot Badan


Dalam pengelolaan pemberian pakan kepada ternak apakah dalam bentuk segar maupun
atas dasar bahan kering selalu didasari pada bobot badan. Untuk mengetahui datan bobot badan
sapi perah atau ternak lainnya baik anak, remaja maupun dewasa dapat dilakukan dengan
menimbang ternak tersebut menggunakan alat timbang konvensional atau alat timbang khusus.
Namun demikian ada satu hal yang patut diperhatikan bahwa selain harga timbangan yang
kemungkinan mahal dan tidak terjangkau oleh petani juga kemungkinan timbangan khusus yang
dimaksud (misalnya untuk ternak besar seperti sapi dan kerbau) tidak mudah dibawa kemana-
mana apalagi sampai ke pelosok daerah perdesaan.
Menghadapi persoalan seperti ini maka dipergunakan metode pendekatan dengan
menaksir atau menduga bobot badan berdasarkan data berbagai ukuran linear tubuh. Umumnya
ukuran linear tubuh dimaksud mencakup panjang badan, lingkar dada dan tinggi pundak/gumba.
Ukuran-ukuran tersebut, didefenisikan oleh Hardjosubroto dan Astuti (1993) sebagai berikut:
1. Tinggi pundak/gumba (cm): jarak lurus antara titik tertinggi tulang gumba sampai
permukaan tanah, diukur pada ruas tulang rusuk ke 3 dan 4.
2. Panjang badan absolute (cm): jarak antara ujung sendi bahu sampai ke bungkul tulang
duduk.
3. Lingkar dada (cm): ukuran keliling yang dikur mengelilingi dada tepat di belakang tulang
siku.
Peralatan yang dipakai berupa tongkat ukur (untuk mengukur panjang badan dan tinggi
pundak/gumba) dan pita ukur untuk mengukur lingkar dada. Suatu penelitian pendugaan berat
sapi perah menggunakan ukuran lingkar dada telah didapatkan satu persamaan regresi yang bisa
dipakai dalam menduga berat badan sapi perah, yaitu:
1. untuk sapi perah jantan:
B = 101,1 – 2,493 L + 0,02317 L2
2. untuk sapi perah betina dewasa:
B = 601,8 – 9,033 L + 0,04546 L2
Keterangan: B = bobot badan (kg)
L = lingkar dada (cm)
Selain menggunakan satu ukuran linear tubuh, pendugaan bobot badan juga dapat dilakukan
dengan menggunakan data dari dua ukuran linear tubuh. Camoens (1976) menggunakan data
tinggi pundak dan lingkar dada dalam menduga berat badan kerbau dengan formula:
B = 40 T – 11 L -450
Keterangan: T = tinggi pundak (inchi)
L = lingkar dada (inchi)
B = berat badan (pound)
1 inchi = 2,54 cm; 1 pound = 0,4536 kg

2.4 Mengawinkan Jantan


Pengelolaan perkawinan yang baik dan benar adalah salah satu cara untuk mencegah
kegagalan atau pengurangan pendapatan peternak dari hasil penjualan susu. Saat pedet jantan
berumur 10 – 12 bulan sudah mengalami pubertas. Ini berarti bahwa aktivitas reproduksinya
(mengawini betina, menghasilkan sperma/semen) sudah mulai. Namun demikian belum
direkomendasikan pemakaiannya sebagai pejantan. Pemakaian untuk mengawini betina baru
dimulai pada saat berumur 1 ½ tahun dengan frekwensi kawin 1 kali seminggu. Seiring dengan
pertambahan umur maka frekwensi kawin dapat ditingkatkan yakni pada umur 2 tahun dengan
frekwensi 2 – 3 kali seminggu.
Pada umur 3 – 4 tahun sudah dapat dipakai untuk memacek 4 kali seminggu maksimal
selama 2 minggu kemudian diistirahatkan selama 10 – 14 hari baru boleh dipakai lagi.
Kemampuan dan kapasitas hasil perkawinan dari pejantan tersebut yang terbaik diketahui
setelah umur 5 – 7 tahun, hal ini ada hubungannya dengan puncak pertumbuhan tubuh jantan
tersebut tercapai pada umur 5 tahun. Apabila jantan sering dipakai untuk mengawini betina
sebelum puncak pertumbuhannya tercapai dapat berakibat penurunan kondisi tubuh, libido
(nafsu untuk kawin) dan fertilitasnya.

2.5 Memilih Pejantan


Dalam program ini, sejumlah pedet jantan dalam peternakan diikuti perkembangannya
dan dievaluasi penampilan eksteriornya. Jantan-jantan yang secara eksterior tidak bagus
sebaiknya disingkirkan dari program pembibitan Jantan-jantan tersebut selanjutnya digemukkan
dan layak sebagai ternak potong. Jantan-jantan yang memiliki penampilan eksterior baik
dipertahankan dalam peternakan dan selanjutnya dilakukan uji keturunan (progeny test), untuk
melihat performans turunannya. Apabila dari hasil uji ini masih didapatkan ada yang kurang baik
(tidak sesuai kriteria) maka harus dikeluarkan. Jantan yang dikeluarkan ini masih bisa dipakai di
tempat lain dengan kriteria seleksi yang lebih rendah dari kriteria yang dipakai dalam
peternakan. Sementara jantan yang baik dipertahankan sebagai unggulan dalam peternakan.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pengelolaan pejantan dilakaukan semenjak masa pedet, sehingga mengetahui


performansnya dariawal. Ketika pedet jantan berumur 6 – 8 bulan, sebaiknya dipisahkan
dari pedet betina untuk menghindari kemungkinan terjadinya “perkawinan dini”.
Pemberianpakan yang abaik dapat menunjang pubertas dan kualitas semen serta laju
pertumbuhan. Selain konsentrat bebas, jantan muda harus diberi pilihan bebas terhadap
hay berkualitas baik. Pada umur 10 bulan porsi terbesar ransum jantan muda berupa
rumput bebas, silase atau hay. Konsentrat dengan kadar protein kasar 12 % sudah
memadai untuk jantan muda dan dewasa yang mengkonsumsi pakan serat berkualitas
baik legum ataupun rumput. Ketika pubertas (umur 10 – 12 bulan) belum dibolehkan
diapakai sebagai pejantan. Penggunaan untuk mengawini betina secara bertahap mulai
berumur 1 ½ tahun dengan frekwensi kawin 1 kali seminggu; 2 – 3 kali seminggu pada
umur 2 tahun; 4 kali seminggu pada umur 3 – 4 tahun. Jantan yang secara eksterior tidak
bagus dikeluarkan dan yang baik dilakukan uji keturunan (progeny test). Jantan yang
baik dari hasil uji ini dipertahankan sebagai unggulan dalam peternakan.
DAFTAR PUSTAKA

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker and R. D. Apleman, 1978, Dairy Cattle: Principle
Practices Problem Profits, 2nd ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Eustice, R. F. 1988. Pedoman Pengelolahan Sapi Perah. Namdi Amerta Agung, Salatiga.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan, Gramedia


Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hardosubroto, W. dan J.M. Astuti, 1993. Buku Pintar Peternakan, PT. Gramedia Widisarana
Indonesia, Jakarta.

Murti, T.W. dan G. Ciptadi, 1987, Kerbau Perah dan Kerbau Kerja, Mediyatama Sarana Perkasa,
Jakarta.

Murtidjo, B.A., 1993, Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah, Kanisius, Yogyakarta.

Quinn, T. 1980. Dairy Farm Management. Publishing by Van Nostrand Reinhold Company a
Division of Litton Educational Publishing Inc., New York

Siregar S. 1990. Sapi Perah; Jenis , Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha, Penebar Swadaya,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai