Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judulMANAJEMEN PEMELIHARAAN
SAPI BUNTING yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua, khususnya
bagi yang sedang menekuni bidang peternakan.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengajar Mata kuliah
Manajemen Produksi Ternak Ruminansia, Ibu ..... yang membimbing serta mengarahkan dalam
penyusunan makalah ini. Orangtua yang senantiasa selalu berdoa untuk kelancaran kuliah anaknya,
teman-teman seperjuangan yang juga senantiasa memberi dukungan semangat dan kritikan-kritikan
membangun. Serta semua pihak yang membantu kami dalam hal penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik serta saran yang
membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Sebagai manusia biasa kami
merasa memiliki banyak kesalahan, kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat salah kata
dan materi Makalah yang kurang berkenan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini, kami
mengucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan bijak dan sebaik-baiknya.

Malang, 2016

Penulis
BAB I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kebuntingan adalah keadaan dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor
hewan betina. Suatu interval waktu, yang disebut periode kebuntingan (gestasi) terentang dari
saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi atau
persatuan antara ovum dan sperma.
Terjadinya fertilisasi adalah hal yang sangat penting. Sperma haruslah berada didalam
saluaran reproduksi betina, uterus untuk suatu jangka waktu tertentu agar dapat membuahi
ovum secara efektif. Hal ini disebut kapasitasi spermatozoa. Kapasitasi mencakup pemecahan
parsial akrosom bagian luar dan membran plasma, sehoingga enzim akrosom dapat dilepaskan.
Enzim-enzim tersebut selanjutnya dapat menimbulkan zona pelusida. Kapasitasi juga
mengaktfkan metabolisme sel-sel sperma dengan menaikan laju glikolisis dalam sel dan penaikan
metabolisme oksidatif. Kapasitasi dimuali didalam uterus dan berakhir didalam oviduk.
Baik kerja silaia maupun kontraksi muskuler terlibat didalam pergerakan ovum yang telah
dibuahi melalui tuba kedalam uterus. Implantasi dari satu blastosit menyebabkan timbulnya
wilayah refraktori disekitar didalam endometrium yang menghambat terjadinya implantasi lain
didaerah yang sangat berdekatan. Terdapat bukti-bukti bahwa embrio didekat tuba uterin
perkembangannya sedikit lebih maju dibanding yang berada didekat serviks blas tersebar secara
teratur didalam uterus sampai tujuh hari setelah perkawinan. Kontraksi uterin barangkali terlibat
dalam pergerakan blastoris, karena tidak adanya bukti bahwa pergerakan itu bersipat aktif.
Ketahanan kebuntingan pada hewan dan diakhirnya dengan kelahiran sebagian besar
dipengaruhi oleh keseimbangan laju kerja hormon. Kejadian ini dibuktikan oleh kenyataan
perubahan perbandingan kadar hormon sering mengakibatkan keguguran.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui Manajemen Pemeliharaan
kebuntingan pada sapi betina dan hormon-hormon yang berperan saat kebuntingan.

1.3. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini dapat menjadi salah satu sumber bacaan
mengenai perkembangan kebuntingan pada sapi dan hormon-hormon apa saja yang berperan.
BAB II. Pembahasan
2.1 Manajemen Perkandangan
a. Pengertian Perkandangan
Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan sebagai sentra
kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bangunan
penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998).
Kandang sapi perah terdiri atas kandang untuk sapi induk, kandang pejantan, kandang pedet serta
kandang isolasi (Williamson dan Payne, 1993). Sistem perkandangan ada dua tipe yaitu stanchion
barn dan loose house. Stanchion barn yaitu sistem perkandangan dimana hewan diikat sehingga
gerakannya terbatas sedangkan loose house yaitu sistem perkandangan dimana hewan dibiarkan
bergerak dengan batas batas tertentu (Davis, 1962).
b. Pola Perkandangan Sapi Bunting
Perkembangbiakan sapi umumnya dilakukan dengan menggunakan kandang kelompok kawin,
dengan menempatkan seekor pejantan unggul bersama calon induk/induk supaya terjadi
perkawinan dan menjadi bunting dengan rasio 1 pejantan melayani 8-12 betina. Sapi induk
yang telah bunting 7-8 bulan dipindahkan ke kandang individu (beranak) sampai dengan
menyusui pedetnya selama 2 bulan. Selanjutnya dari kandang individu sapi induk beserta
pedetnya kembali dipindahkan ke kandang kelompok kedua yang sapi pejantannya berbeda
dengan sebelumnya, agar segera kembali terjadi kebuntingan (Rasyid, 2009)

c. Perawatan Sapi Bunting


Hal utama yang penting diperhatikan pada sapi perah bunting adalah ransum dan
kesehatan, sapi perah bunting yang mendapat ransum yang baik, dalam kuantitas dan kualitas,
serta kesehatan yang trepelihara baik akan melahirkan pedet yang sehat dan kuat (Siregar, 1995).
Sapi yang bunting banyak sekali memerlukan gerak badan untuk itu dilepaskan
dipadang terbuka atau dibawa jalan-jalan dengan maksud supaya peredaran darah menjadi lebih
lancar sehingga kesehatan anak yang dikandang lebih terjamin, kesulitan dalam melahirkan dapat
dihindarkan dan terjadinya Retentiosecundinarum (ketinggian ari) dapat dicegah. Dua bulan
menjelang kelahiran yaitu, pada kebuntingan 7 bulan yang kebetulan sedang laktsi harus
dikeringkan walaupun produksinya masih tinggi sebab waktu 2 bulan itu diperlukan sapi tresebut
untuk mempersiapkan laktasi yang akan datang.
Induk sapi bunting perlu di berikan kesempatan berolahraga dengan cara dilepas di
lapangan penggembalaan secara teratur selama 1 - 2 jam setiap hari. Dengan demikian, induk
tersebut dapat bergerak secara leluasa, mendapatkan sinar matahari dan udara segar serta urat
menjadi terlatih sehingga peredaran darah berjalan lancar yang kesemuanya ini akan menunjang
kelancaran proses kelahiran pedet Pemberian pakan tidak baik selama induk bunting akan
mempengaruhi kesehatan dan produksi susu. oleh karena itu,induk sapi yang sedang bunting
harus di upayakan agar selalu dalam keadaan kenyang, lebih lebih bagi induk yang di pelihara
dalam kandang secara terus menerus. Dua sampai tiga hari sebelum induk melahirkan perlu di
berikan pakan khusus yang memenuhi standart kualitas dan kuantitasnya supaya memudahkan
kelahiran pedetnya Ppakan yang kandungan proteinnya terlalu rendah sebaiknya jangan di berikan
karena akan menggangu kelahiran pedet. Disarankan peternak memberi pakan yang kadungan
energinya tinggi dan ditambahkan molase untuk membantu kelancaran pada saat melahirkan
pedetnya.
ciri ciri sapi yang akan beranak :
Badannya memanjang
Perutnya menurun
Vulvanya bengkak
Induk - induk sapi menjelang melahirkan memiliki kelainan tingkah laku dan mengalami
perubahan fisk ini di tandai dengan: ambing membesar,keras dan kencang. sapi nampak gelisah
karena kesakitan,maka induk sebentar berdiri,kemudian berbaring lagi. kaki belakang sulit di
gerakkan dan posisi kedua kaki tersebut agak terbuka keluar. bibir kemaluan membesar. tubuh
tampak memanjang sedangkan perut turun ke bawah. jika putting di pijat,pertama tama keluar
cairan berwarna seperti air kental kemudian berubah menjadi susu biasa. Kelahiran abnormal
sering terjadi pada sapi sapi yang berukuran besar,pemeliharaannya di kandangkan secara terus
menerus,sapi yang terlalu mudah,masa kebuntingan yang terlalu lama,kelahiran kembar,infeksi
uterus,kematian fetus dll.

Faktor faktor yang menyebabkan distokia adalah:


secara genetis,induk tersebut memiliki kecenderungan mengalami distokia.
adanya gen gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan fetus tidak
sempurna.
sapi dara yang mengalami kekurangan gizi pakan sehingga ukuran tubuhnya kecil.
induk sap di kawinkan terlalu awal/muda.
alat reproduksi mengalami infeks misal pada dinding terus.
posisi foetus yang tidak benar dalam uterus,misal kaki terlipat atau leher dan kepala
trlipat ke samping.

Pada saat saat induk menjelang melahirkan,peternak harus menciptakan kondisi


lingkungan yang bersih,hyginis,tenang,dan nyaman. oleh karena itu,beberapa kegiatan harus
dilakukan oleh peternak yaitu : mengupayakan kandng harus selalu bersih,kering dan hangat.
membuat ukuran kandang yang lebih longgar.maka pada saat induk melahirkan induk dapat di
lepas. menjauhkan dari segala hal yang mengejutkan,baik yang bersifat fisik berupa benturan,di
pukul,jatuh tergelincir,dan kemungkinan tadukan sesama sapi.suara - suara gaduh.
memandikan induk bunting dengan larutan pencuci hama yang sifatnya ringan untuk menghindari
organisme penyebab scours yang dapat mengancam keselamatan pedet.

Untuk mempersiapkan yang baik, peternak harus mengetahui lamanya kebuntingan. Pada
umumnya kebuntingan rata - rata 285 hari, akan tetapi dapat bervariasi pad setiap induk sapi.hal
ini di sebabkan oleh faktor al:
iklim
perawatan
pakan dan
bangsa sapi.

Hal utama yang penting diperhatikan pada sapi perah bunting adalah ransum dan
kesehatan. Sapi perah bunting yang mendapat ransum yang baik, dalam arti kuantitas dan
kualitas, serta kesehatan yang terpelihara baik akan melahirkan pedet yang sehat dan kuat.
Perhatian terhadap ransum penting dilakukan terutama setelah umur kebuntingan lebih dari 2
bulan. Sebab sapi perah bunting harus mempersiapkan perkembangan foetus yang dikandungnya
dan memperbaiki kondisi tubuhnya sendiri untuk laktasi yang berikutnya. Sapi perah bunting
harus mendapat energi yang cukup, tapi jangan berlebihan. Sapi perah bunting yang mendapat
energi berlebihan akan kegemukan dan biasanya mengalami kesukaran melahirkan (distokia).
Penyediaan protein dalam tubuh lebih terbatas dibandingkan penyediaan energi. Oleh
karena itu protein harus cukup tersedia dalam ransum yang diberikan. Kekurangan protein dapat
menyebabkan menurunnya ketahanan tubuh terhadap penyakit dan kematian pada pedet yang
dilahirkan.
Berbagai jenis penyakit yang dapat mengganggu kesehatan sapi perah bunting dan foetus
yang dikandungnya harus dapat dicegah. Penularan beberapa jenis penyakit melalui viral dapat
menimbulkan infeksi pada plasenta dan foetus. Akibat pedet yang dilahirkan mati atau dalam
keadaan lemah dan akhirnya mati. Infeksi dapat pula terjadi pada uterus sapi perah yang sedang
bunting dan kemudian menimbulkan infeksi pula pada plasenta dan foetus.
Pencegahan penyakit pada sapi perah bunting maupun sapi perah lainnya, dapat
dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, dan orang yang memelihara/merawatnya.
Kandang harus dijaga supaya tetap bersih. Ada baiknya pada waktu-waktu tertentu lantai
kandang dibersihkan dengan menggunakan karbol atau densol, tetapi dijaga agar jangan sampai
membahayakan sapi.
Pembuangan air dalam kandang harus tersalur dengan baik dan diusahakan agar tidak
terjadi genangan air di dalam dan di sekitar kandang. Kandang yang selalu terjaga kebersihannya,
akan membuat sapi-sapi yang ada di dalam kandang selalu bersih. Sapi perah sebaiknya
dimandikan setiap pagi. Hal ini perlu karena pada malam hari kandang tidak dibersihkan, sehingga
kotoran sapi yang ada pada malam hari akan menempel pada badan sapi, pada saat sapi sedang
tidur atau berbaring.
Peralatan kandang yang digunakan sehari-hari, setiap selesai digunakan harus dibersihkan
dan ditaruh pada tempat yang bersih dan aman. Pada waktu ada wabah penyakit berjangkit,
peralatan-peralatan kandang perlu dibersihkan dengan menggunakan desinfektan. Hindarkan
meminjam ataupun meminjamkan peralatan kandang pada peternak lain.
Kesehatan pekerja yang merawat sapi harus selalu terjaga baik dan dijaga jangan sampai
sapi-sapi perah tertular penyakit tertentu dari orang yang merawatnya. Lama kebuntingan pada
sapi perah dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain bangsa atau breed, umur, frekwensi
beranak, dan kelamin anak yang dikandung. Beberapa di antara bangsa sapi perah menunjukan
lama kebuntingan sebagai berikut :

LAMA KEBUNTINGAN RATA-RATA DARI BEBERAPA BANGSA SAPI PERAH


Bangsa Lama Bunting (hari)
Ayrshire 278
Brown Swiss 288
Guernsey 283
Frisian Holstein 279
Jersey 278
Sumber : Reaves & Henderson 1963

Anak jantan dikandung lebih lama sekitar 1 3 hari dibanding dengan anak betina. Sapi
perah yang baru pertama kali beranak, lama kebuntingannya lebih singkat sekitar 2 hari
dibandingkan sapi perah induk yang sudah sering beranak. Beberapa hari sebelum melahirkan,
sapi perah bunting hendaknya ditempatkan pada kandang yang lantainya telah diberi jejabah
seperti jerami kering, rumput kerinng, dsb. Kandang beranak harus terbebas dari segala
gangguan, baik pada sapi perah yang akan melahirkan maupun pada anak yang dilahirkan. Agar
saat-saat melahirkan dapat diketahui, Tanggal perkawinan perlu dicatat. Pada saat menjelang
kelahiran, puting susu akan membengkak. Pengawasan terhadap sapi yang akan melahirkan
harus lebih diperketat.
Sejak awal kebuntingan, sapi perah bunting memerlukan perhatian penuh dari
peternak, karena nantinya harus dapat melahirkan pedet yang sehat dan kuat. Pedet yang unggul
berasal dari Foetus yang dapat berkembang dengan baik di dalam kandungan sapi induknya.
Selain itu, perlakuan yang baik dan benar padasapi bunting diperlukan agara nantinya ternak
sapi bunting tersebut dapat dengan cepat memperbaiki kondisi tubuhnya untuk laktasi
berikutnya.
Hal utama yang harus diperhatikan adalah :
Ransum ; Kualitas dan kuantitas pakan/ransum yang diberikan pada sapi bunting,
nutrisinya harus mencukupi, namun tidak boleh berlebihan. Energi dari pakan yang
berlebih akan menyebabkan sapi bunting menjadi gemuk, yang nantinya akan
menyulitkan pada saat melahirkan. Kontrol terhadap protein pakan juga harus
diperhatikan, kekurangan protein akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan pedet yang dilahirkan memiliki resiko kematian yang lebih tinggi.
Kesehatan ; Sapi yang sedang bunting rawan terhadap serangan penyakit melalui viral,
yang mengakibatkan infeksi pada uterus dan kemudian pada plasenta dan foetus. Pedet
yang dilahirkan akan lemah dan akhirnya mati. Faktor utama yang mempengaruhi
kesehatan sapi perah bunting adalah kebersihan. Yang harus mendapat perhatian adalah
kebersihan pada :
Badan sapi ; sapi bunting sebaiknya dimandikan minimal satu kali sehari pada setiap
pagi. Kandang Sapi ; lantai kandang harus selalu dibersihkan dengan air atau desinfektan
yang tidak membahayakan sapi. Selain itu, saluran pembuangan air (drainase) kandang
harus lancar, agar kandang selalu dalam kondisi kering.
Peralatan kandang ; harus langsung dibersihkan setelah selesai digunakan (akan lebih
baik jika menggunakan desinfektan),kemudian diletakkan pada tempat yang bersih dan
aman. Hindari meminjam atau meminjamkan peralatan pada peternak lain agar penyakit
tidak menyebar.
Pekerja kandang ; Banyak kasus sapi yang sedang bunting tertular penyakit melalui
pekerja yang merawatnya. Oleh sebab itu kesehatan pekerja harus selalu terjaga. Jika ada
pekerja yang sakit, segera istirahatkan dan tidak boleh masuk ke kandang.
2.1. Kebuntingan
Satu periode kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai
terjadinya kelahiran normal (Soebandi, 1981) sedangkan menurut Frandson (1992) menyatakan
kebuntingan berarti keadaan anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan. Dalam
penghidupan peternak,periode kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari perkawinan
yang terakhir sampai terjadinya kelahiran anak secara normal.
Periode kebuntingan dimulai dengan pembuahan dan berakhir dengan kelahiran anak
yang hidup. Peleburan spermatozoa dengan ovum mengawali reaksi kimia dan fisika yang
majemuk, bermula dari sebuah sel tunggal yang mengalami peristwa pembelahan diri yang
berantai dan terus menerus selama hidup individu tersebut. Tetapi berbeda dalam keadaan dan
derajatnya sewaktu hewan itu menjadi dewasa dan menjadi tua. Setelah pembuahan , yang
mengembalikan jumlah kromosom yang sempurna, pembelahan sel selanjutnya bersifat mitotik
sehingga anak-anak sel hasil pembelahannya mempunyai kromosom yang sama dengan induk
selnya. Peristiwa ini berlangsung sampai hewan menghasilkan sel kelamin (Salisbury, 1985)
Pertumbuhan makhluk baru terbentuk sebagai hasil pembuahan ovum oleh
spermatozoa dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu: periode ovum,periode embrio dan periode
fetus. Periode ovum dimulai dari terjadinya fertilisasi sampai terjadinya implantasi,sedang
periode embrio dimulai dari implantasi sampai saat dimulainya pembentukan alat alat tubuh
bagian dalam. Periode ini disambung oleh periode fetus. Lamanya periode kebuntingan untuk
tiap spesies berbeda-beda perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik
Menurut Frandsion (1992) menyatakan bahwa Periode kebuntingan pada pada kuda
336 hari atau sekitar sebelas bulan; sapi 282 hari atau sembilan bulan lebih sedikit; domba 150
hari atau 5 bulan; babi 114 hari atau 3 bulan 3 minggu dan 3 hari dan anjing 63 hari atau sekitar
2 bulan.
Menurut Salisbury (1985) periode kebuntingan pada semua bangsa sapi perah
berlangsung 278-284 hari kecuali brown swiss rata-rata 190 hari. Perubahan alat kelamin betina
selama kebuntingan berlangsung. Menurut Partodiharjo (1982) hewan yang mengalami masa
kebuntingan akan menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut:
1. Vulva dan vagina
Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bualan pada sapi dara akan terlihat adanya edema
pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin jelas edema vulva ini. Pada sapi yang telah
beranak, edema vulva baru akan terlihat setelah kebuntingan mencapai 8,5 sampai 9 bulan.
2. Serviks
Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta
menghasilkan lendir yang kental semalin tua umur kebuntingan maka semakin kental lendir
tersebut.
3. Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya vaskularisasi pada endomertium, terbentuk
lebih banyak kelenjar endometrium, sedangkan kelenjar yang telah ada tumbuh lebih panjang
dan berkelok-kelok seperti spiral
4. Cairan Amnion dan Allantois
Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami perubahan.
Perubahan yang pertama adalah volumenya, dari sedikit menjadi banyak; kedua dari
perbandingannya. Hampir semua spesies, cairan amnion menjadi lebih banyak dari pada
volume cairan allantois, tetapi pada akhir kebuntinan cairan allantois menjadi lebih banyak.
5. Perubahan pada ovarium
Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi oleh darah yang
dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum. Pada hari ke 5 sampai ke-6
korpus luteum telah terbentuk.

3.2. Pemeriksaan kebuntingan pada ternak


Setelah kita mengawinkan ternak harapan kita adalah terjadinya kebuntingan. Pada
umumnya peternak kurang mengindahkan harapan ini. Mereka mengetahui ternaknya tidak
bunting setelah ternak mereka minta kawin lagi dalam istilah inseminasi buatan disebut non-
return. Karena hasrat manusia untuk mengetahui kebuntingan hewannya secepat mungkin
setelah perkawinan Partodihardjo (1982) telah mengadakan uji kebuntingan pada berbagai ternak
antara lain:...................

2.3. Hormone yang berperan saat kebuntingan.


Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)
Kadar hormone ini menurut para peneliti lebih tinggi pada saat sapi bunting daripada
saat tidak bunting. Lebih tepatnya saat awal kebuntingan kadar hormone ini meningkat.
Hormone ini mengalami penurunan dari kelenjar hipofisa disebabkan naiknya kadar esterogen
yang menghambat pembentukan hormone tersebut.
GnRH merupakan suatu dekadeptida (10 asam amino) dengan berat molekul 1183
dalton. Hormon ini menstimulasi sekresi follicle stimulating hormon (FSH) dan Lutinizing
Hormone (LH) dari hipofisis anterior (Salisbury dan vandemark, 1985). Pemberian GnRH
meningkatkan FSH dan LH dalam sirkulasi darah selama 2 sampai 4 jam (Chenault dkk., 1990).
Secara alamiah, terjadinya level tertinggi (surge) LH yang menyebabkan ovulasi merupakan
hasil kontrol umpan balik positif dari sekresi estrogen dari folikel yang sedang berkembang.
Berikut ini adalah mekanisme kerja GnRH. Hipotalamus akan mensekresi GnRH, kemudian
GnRH akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresi FSH dan LH. FSH bekerja pada
tahap awal perkembangan folikel dan dibutuhkan untuk pembentukan folikel antrum.
FSH dan LH merangsang folikel ovarium untuk mensekresikan estrogen. Menjelang
waktu ovulasi konsentrasi hormon estrohen mencapai suatu tingkatan yang cukup tinggi untuk
menekan produksi FSH dan dengan pelepasan LH menyebabkan terjadinya ovulasi dengan
menggertak pemecahan dinding folikel dan pelepasan ovum. Setelah ovulasi maka akan
terbentuk korpus luteum dan ketika tidak bunting maka PGF2 dari uterus akan melisiskan
korpus luteum. Tetapi jika terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan terus dipertahankan
supaya konsentrasi progesteron tetap tinggi untuk menjaga kebuntingan (Adnan dan Ramdja,
1986).
Esterogen.
Pada awal kebuntingan hormone ini sedikit kemudian kadarnya mulai naik pada saat
umur kebuntintingan mulai tua. Pada usia kebuntingan 4 bulan akhir sapi akan
mengekskresikan 10 X lipat hormone esterogon didalam air seninya dibanding sesudah
melahirkan.
Progesterone.
Hormone ini mempunyai peranan palaing penting dan dominant dalam berperan
mempertahankan kebuntingan. Kadar hormone yang meningkat menyebabkan berhentinya
kerja hormone lain serta menyebabkan berhentinya siklus estrus dengan mencegahnya
hormone gonadotrophin-gonadotrophin. Progesteron dihasilkan di corpus luteum dan
plasenta. Apabila sekresi hormon ini berhenti pada setia kebuntingan akan berakhir selama
beberapa hari.
Progesteron penting selama kebuntingan terutama pada tahap-tahap awal. Apabila
dalam uterus tidak terdapat embrio pada hari ke 11 sampai 13 pada babi serta pada hari ke
1517 pada domba, maka PGF2 akan dikeluarkan dari endometrium dan disalurkan melalui
pola sirkulasi ke ovarium yang dapat menyebabkan regresinya corpus luteum (Bearden and
Fuquay, 2000). Apabila PGF2 diinjeksikan pada awal kebuntingan , maka kebuntingan
tersebut akan berakhir.
Progesteron dapat digunakan sebagai test kebuntingan karena CL hadir selama awal
kebuntingan pada semua spesies ternak. Level progesteron dapat diukur dalam cairan biologis
seperti darah dan susu , kadarnya menurun pada hewan yang tidak bunting. Progesteron
rendah pada saat tidak bunting dan tinggi pada hewan yang bunting.
Test pada susu lebih dianjurkan dari pada test pada darah, karena kadar progesteron
lebih tinggi dalam susu daripada dalam plasma darah. Lagi pula sample susu mudah didapat
saat memerah tanpa menimbulkan stress pada ternaknya. Sample susu ditest menggunakan
radio immuno assay (RIA). Sample ini dikoleksi pada hari ke 22 24 setelah inseminasi. Teknik
koleksi sample bervariasi namun lebih banyak diambil dari pemerahan sore hari. Bahan
preservasi seperti potasium dichromate atau mercuris chloride ditambahkan untuk
menghindari susu menjadi basi selama transportasi ke laboratorium.
Metoda ini cukup akurat, tetapi relatif mahal, membutuhkan fasilitas laboratorium
dan hasilnya harus menunggu beberapa hari. Kit progesteron susu sudah banyak digunakan
secara komersial di peternakan-peternakan dan dapat mengatasi problem yang disebabkan
oleh penggunaan RIA yaitu antara lain karena keamanan penanganan dan disposal
radioaktivnya.. Test dapat dilakukan baik dengan enzyme-linked immuno assay (ELISA)
maupun latex aggluination assay.

III. KESIMPULAN DAN SARAN


3.1. Kesimpulan
Ternak yang mengalami kebuntingan akan memperlihatkan tanda tanda yang dapat kita lihat secara
kasat mata atau pun perubahan organ-organ reproduksi seperti adanya perubahan serviks, uterus,
cairan amnion dan allantois serta ovarium.
Metode Pemeriksaan kebuntingan pada ternak ada bermacam-macam dan spesifik bagi ternaknya
namun ada satu uji yang dapat digunakan oleh ternak secara umum.
3.2. Saran
Pemberian pakan harus benar karna karna akan meningkatkan produksi hormon, karna hormon
mengandung zat-zat makanan (karbohidrat, protein, lemak, vitamin).
DAFTAR PUSTAKA
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.
Hunter, R.H.F, 1981, Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik, Penerbit ITB Bandung
dan Universitas Udayana, Hal: 20, 332.
Imron, A. 2008. Biologi Reproduksi. Universitas Brawijaya. Malang.
Luqman, M., 1999. Fisiologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Purwo, H. 2009. Peran Fetus dan Induk dalam Inisiasi Kelahiran. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga. Surabaya.
Toelihere, M.R, 1981, Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi, Edisi Pertama, Institut Pertanian Bogor, Hal:
52-57, 76-85

Anda mungkin juga menyukai