Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI POTONG DI PROVINSI


GORONTALO

LENDA PRISILYA KADIR


718522009

PROGRA STUDI MAGISTER PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

i
DAFTAR ISI

PENGESAHAN SKRIPSI...............................................................................................I
DAFTAR ISI...................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................................1
1.3 TUJUAN...................................................................................................................1
1.4 MANFAAT................................................................................................................1
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................2
2.1 PROSPEK AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI POTONG DI GORONTALO.........................2
2.2 KONDISI AGRIBISNIS PETERNAKAN DI GORONTALO................................................3
2.3 TANTANGAN GRIBISNIS PETERNAKAN DI GORONTALO...........................................4
2.4 STRATEGI AGRIBISNIS PETERNAKAN DI GORONTALO............................................4

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................7


3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................7
3.2 SARAN.....................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agribisnis berbasis peternakan merupakan suatu cara untuk memandang
peternakan sebagai suatu sistem bisnis yang meliputi beberapa subsistem yang
terkait satu sama lain. Menurut Saragih (2001), sistem agribisnis peternakan
meliputi empat subsistem berikut ini. Subsistem agribisnis hulu (Upstream
agribusiness), Subsistem agribisnis budidaya (on-farm agribusiness), Subsistem
agribisnis hilir (down-stream agribusiness), Subsistem jasa penunjang (supporting
institution). Peternakan merupakan bidang industri yang diharapkan mampu
meningkatkan perekonomian. Salah satu jenis ternak yang paling banyak
diusahakan adalah ternak ruminansia sapi potong yang merupakan salah satu
sumber protein hewani yang penting. Sapi potong merupakan salah satu komoditi
yang dikembangkan di Provinsi Gorontalo. Salah satu programnya adalah tekad
Gorontalo sebagai salah satu daerah lumbung ternak di Indonesia sehingga
kedepan Gorontalo dapat berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan daging
nasional. Walaupun jumlah tersebut sangat kecil kontribusinya terhadap
kebutuhan nasional namun masih berpotensi untuk ditingkatkan berdasarkan
potensi dimiliki. Dalam makalah ini akan membahasa bagaimana kondisi
agribisnis peternakan di provinsi Gorontalo khususnya sapi Potong.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana kondisi agribisnis peternakan di provinsi gorontalo khususnya
pada ternak sapi potong?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi agribisnis
peternakan di provinsi gorontalo khususnya pada ternak sapi potong.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu sebagai salah satu sumber informasi
ilmiah bagi stakeholder di bidang peternakan sapi potong mengenai kondisi
agribisnis peternakan sapi potong di Gorontalo.

1
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Prospek Agribisnis Peternakan Sapi Potong Di Gorontalo


Berbagai jenis ternak yang berkembang di Gorontalo antara lain; sapi bali,
brahman, peranakan ongole, kambing, ayam ras, itik, ayam kampung, dan lain
sebagainya. Kita memiliki peternak yang sudah dikenal ulet dan suka bekerja
keras serta telah berpengalaman yang cukup lama dalam beternak, namun
memang belum terorganisir dengan baik. Ke depan, peternak harus diorganisir
sehingga dapat meningkatkan bargain-positionnya, baik di pasar input maupun di
pasar output.
Provinsi Gorontalo merupakan daerah penghasil sapi terbesar ke empat di
pulau sulawesi dengan populasi sapi pada tahun 2021 adalah sebanyak 257.949
ekor jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2020 yaitu sebesar 254 983
ekor, namun kenaikan ini tidak begitu signifikan (Badan Pusat Statistik, 2022).
Table 1. Kondisi peternakan sapi potong menurut beberapa indikator di
Gorontalo.
No Indikator 2020 2021 2022
1 Jumlah penduduk (000 jiwa) - - 1 205,30
2 Jumlah sapi potong (ekor) 254 983 257.949 -
3 Produksi daging - - 2,61
4 Kebutuhan (000 ton) - - 1,58
5 Konsumsi (kg/kapita/tahun) - - 1,31
Pengeluaran perkapita masyarakat
6 0,95% 1,19%. -
untuk konsumsi daging 9%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2022

Menurut Badan Pusat statistik Provinsi gorontalo (2022) pengeluaran


perkapita masyarakat untuk konsumsi daging mengalami peningkatan yaitu pada
tahun 2020 sebesar 0,95% dan tahun 2021 sebesar 1,19%. Salah satu penyebab
rendahnya konsumsi produk peternakan tersebut di Indonesia adalah karena masih
relatif rendahnya pendapatan per kapita penduduk. Fakta dilapangan menunjukkan
bahwa perekonomian masih dalam tahap pemulihan setelah terkena dampak covid

2
19. Perkembangan perekonomian tersebut tentu berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan masyarakat. Dan karena permintaan produk-produk
peternakan bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan (income elastic
demand), maka peningkatan pendapatan penduduk akan meningkatkan konsumsi
produk-produk agribisnis peternakan.
2.2 Kondisi Agribisnis Peternakan Di Gorontalo
Struktur agribisnis peternakan di Gorontalo saat ini secara umum masih
tersekat-sekat. Hal ini dicirikan oleh beberapa hal antara lain:
1) Penguasaan subsistem agribisnis hulu, budidaya, dan hilir oleh pelaku yang
berbeda-beda, bertindak sendiri-sendiri, dan tidak ada kaitan organisasi fungsional
di antara subsistem. Subsistem agribisnis hulu (produksi dan perdagangan
sapronak) dan subsistem agribisnis hilir (pengolahan hasil dan perdagangannya)
dikuasai oleh pengusaha menengah–besar yang bukan peternak. Sedangkan
subsistem agribisnis budidaya (usahatani) merupakan kegiatan yang ditekuni oleh
peternak.
2) Antar subsistem agribisnis baik subsistem hulu, budidaya, dan hilir tidak ada
hubungan organisasi fungsional dan hanya diikat oleh hubungan pasar produk
antara.
3) Adanya asosiasi pengusaha yang bersifat horisontal dan cenderung berfungsi
sebagai kartel.
Masalah transmisi dapat terjadi dalam berbagai bentuk dalam sistem
agribisnis yang tersekat-sekat, antara lain: Pertama, transmisi harga yang bersifat
asimetris. Penurunan harga output akhir ditransmisikan dengan cepat dan
sempurna ke subsistem agribisnis budidaya (peternak), sedangkan kenaikan harga
akan ditransmisikan dengan lambat dan tidak sempurna kepada peternak. Kedua,
informasi pasar seperti perubahan preferensi konsumen tidak ditransmisikan
secara sempurna kepada peternak, bahkan cenderung ditahan untuk memperkuat
posisi monopsonistis (misalnya menekan harga dipeternak dengan alasan
kualitas). Ketiga, konsistensi mutu produk mulai dari hulu sampai hilir tidak dapat
terjamin. Dampaknya adalah populasi ternak akan sulit ditingkatkan padahal
konsumsi cenderung terus meningkat.

3
2.3 Tantangan Agribisnis Peternakan Kedepan
Pengembangan agribisnis peternakan di masa yang akan datang akan
menghadapi tantangan yang makin besar, yang bersumber dari tuntutan
pembangunan ekonomi domestik, perubahan lingkungan ekonomi internasional,
baik karena pengaruh liberalisasi ekonomi, maupun karena perubahan-perubahan
fundamental dalam pasar produk agribisnis peternakan. Kemampuan memasok
barang/jasa yang sesuai dengan preferensi konsumen merupakan syarat keharusan
(necessary condition) untuk menjadi unggul dalam bersaing. Harga barang/jasa
yang murah belum menjamin keunggulan bersaing.
Menurut Saragih, (2001) konsumen produk agribisnis telah menuntut atribut
yang lebih rinci seperti:
Tabel 2. Atribut yang harus dipenuhi
No Atribut yang harus Indikator
dipenuhi
1 Food Safety Attributes 1. foodborne phatogens
2. heavy metals
3. pesticide residues
4. naturally occuring toxins
5. veterinary residues
6. nutritional Attributes (fat content, calories,
fiber, sodium, vitamin, minerals)
7. Value Attributes (purity, compositional
integrity, size, appearance, tastes,
convenience of preparation)
8. Package Attributes (package materials,
labeling, other information provided),
2 Aspek lingkungan hidup Apakah kegiatan produksi dan konsumsi suatu
produk menurunkan mutu dan kelestarian
lingkungan hidup),
3 Aspek kemanusiaan Apakah proses produksi suatu produk
melanggar hak asasi manusia.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa produk agribisnis yang tidak memenuhi
atribut di atas akan sulit menembus pasar internasional dan bahkan akan
mengalami penolakan dari konsumen.

2.4 Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan


Dalam pengembangan agribisnis peternakan ke depan maka diperlukan
strategi yang tepat sehingga terwujud agribisnis peternakan yang unggul dan

4
mempunyai daya saing yang kuat. Menurut Priyanto (2002)., Pembenahan-
pembenahan yang dilakukan dapat bertumpu pada enam strategi pembangunan
agribisnis peternakan, yaitu Pengembangan Agroindustri Peternakan Sebagai
Motor Penggerak Agribisnis Peternakan, Pengembangan Strategi Pemasaran,
Pengembangan Sumberdaya Agribisnis Peternakan, Pemantapan dan
Pengembangan Struktur Agribisnis Peternakan, Pengembangan Pusat-Pusat
Pertumbuhan Agribisnis Peternakan, dan Pengembangan Infrastruktur Agribisnis
Peternakan.
Dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang, diperlukan
pengembangan teknologi dengan aspek-aspek yang menyangkut; bioteknologi,
teknologi ecofarming, teknologi proses, teknologi produk, dan teknologi
informasi. Pengembangan teknologi pada subsistem hulu ditujukan terutama
untuk mengembangkan bibit, pakan, vaksin, vitamin, dan peralatan kandang.
Dengan demikian, komoditas primer yang dihasilkan dari agribisnis
peternakan memenuhi tuntutan pelabelan bersahabat dengan lingkungan (eco-
labeling), dan tuntutan akan keamanan pangan (food safety). Selanjutnya,
pengembangan teknologi pengolahan dan teknologi produk pada subsistem
agribisnis hilir (agroindustri hilir) diarahkan untuk meningkatkan efisiensi,
teknologi diversifikasi produk, meminimumkan hasil buangan (waste) dan bahan
polusi (pollutan), pengembangan teknologi produk yang mengakomodir atribut
nilai (value attributes) dan atribut tentang pengemasan (package attributes)
Menurut Priyanto (2002)., Penataan dan pengembangan struktur agribisnis
peternakan diarahkan pada sasaran pokok, yaitu:
1. Mengembangkan struktur agribisnis peternakan yang terintegrasi secara vertikal
mengikuti suatu aliran produk (product line), sehingga subsistem hulu, budidaya,
dan hilir berada dalam satu keputusan manajemen.
2. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani agar dapat merebut nilai
tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Secara individu, peternak tidak mungkin merebut nilai tambah di subsistem
agribisnis hulu dan hilir. Oleh karena itu maka diperlukan organisasi ekonomi
peternak seperti Koperasi Agribisnis.

5
Melalui koperasi agribisnis peternakan, maka nilai tambah yang ada pada
subsistem agribisnis hulu dan hilir dapat dinikmati oleh peternak. Koperasi
agribisnis peternakan akan mengembangkan unit-unit usaha pada subsistem
agribisnis hulu (seperti penyediaan pakan ternak, dll) dan hilir (seperti
pemotongan, pengolahan, dan perdagangan hasil ternak, dll). Koperasi agribisnis
yang dimaksud dalam hal ini adalah koperasi agribisnis peternakan yang (core
business). Artinya, seluruh kegiatan agribisnis dari hulu ke hilir dikuasai oleh
koperasi.

6
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan sapi potong tidak terfokus pada lokasi yang mempunyai


potensi dan tidak terintegrasi. Lokasi pengembangan masih terpencar diseluruh
wilayah (termasuk distribusi bibit dan saprodi bantuan pemerintah) dengan dalih
pemerataan sehingga porsi atau skala usahanya kecil-kecil dan sulit untuk
mendapatkan dukungan berbagai komponen baik itu infrastruktur, sumberdaya
manusia, kelembagaan maupun komponen teknis lainnya yang menunjang
kegiatan baik dihulu maupun hilirnya sehingga margin keuntungan yang diperoleh
peternak masih kecil.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis dari makalah ini adalah perlu adanya
strategi yang tepat sehingga terwujud agribisnis peternakan yang unggul dan
mempunyai daya saing yang kuat. Pembenahan-pembenahan yang dilakukan
dapat bertumpu pada enam strategi pembangunan agribisnis peternakan, yaitu
Pengembangan Agroindustri Peternakan Sebagai Motor Penggerak Agribisnis
Peternakan, Pengembangan Strategi Pemasaran, Pengembangan Sumberdaya
Agribisnis Peternakan, Pemantapan dan Pengembangan Struktur Agribisnis
Peternakan, Pengembangan Pusat-Pusat Pertumbuhan Agribisnis Peternakan, dan
Pengembangan Infrastruktur Agribisnis Peternakan.

7
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik 2022. Peternakan Dalam Angka Tahun 2022. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik Gorontalo 2022. Gorontalo Dalam Angka Tahun 2022. Jakarta:
BPS.
Priyanto R. 2002. Penyusunan Standart Kawasan Agribisnis Peternakan Dalam Rangka
Pengembangan Sistem Informasi. Fakultas Peternakan IPB dan Ditjend Bina
Produksi Peternakan Deptan RI: Jakarta.
Saragih, B. 2001. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian.
Loji Grafika Griya Sarana. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai