Anda di halaman 1dari 59

Retail & consumer banking academy

RETAIL business profile

sapi potong

Disusun oleh:
primakelola
PROFIL BISNIS DAN TITIK KRITIS
USAHA PETERNAKAN
SAPI POTONG
(PEMBIBITAN & PENGGEMUKAN)

Kerjasama
PT. BANK RAKYAT INDONESIA Tbk
dengan
PT. PRIMAKELOLA AGRIBISNIS AGROINDUSTRI
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong
(Pembibitan & Penggemukan)

Penyusun :
Tim Primakelola Agribisnis Agroindustri
Institut Pertanian Bogor

Alamat Kantor :
Jl. Malabar No. 10 Bogor, 16151
Jawa Barat - Indonesia
Telp. (0251) 8320221, 8336858, 8336859
Fax (0251) 8312435
E-mail: contact@primakelola.co.id; primakelola@yahoo.co.id
Website: http://www.primakelola.co.id

Hak cipta © 2012, PT. Primakelola, Strategic Business Unit IPB


Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

DAFTAR ISI

BAB I. OVERVIEW BISNIS TERNAK SAPI POTONG1


1.1. Gambaran Umum Bisnis ...................................................... 1
1.2. Peta Budidaya ..................................................................... 7
1.3. Peluang Pembiayaan ........................................................... 7
1.4. Pohon Industri.................................................................... 10
BAB II. KEBIJAKAN PEMERINTAH ............................................................ 12
2.1. Kebijakan Nasional ............................................................ 12
2.2. Kebijakan Pemerintah dan Legalitas Usaha ...................... 13
2.2.1. Perijinan ................................................................... 13
2.2.2. Investasi ................................................................... 16
2.2.3. Produksi dan Pengawasan Mutu ............................. 17
2.2.4. Budidaya dan Lingkungan ....................................... 18
BAB III. KARAKTERISTIK STANDAR TEKNIS .............................. 20
3.1. Teknis Budidaya Praktis ................................................... 25
3.1.1. Kesesuaian Lahan ................................................... 25
3.1.2. Teknis Budidaya Sapi Potong .................................. 26
3.2. Standar Mutu Hasil ............................................................ 40
BAB IV. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ............................................. 42
4.1. Harga dan Proyeksi Harga................................................. 42
4.2. Sistem Distribusi dan Pemasaran ...................................... 43
BAB V. TITIK KRITIS USAHA ..................................................................... 45
5.1. Faktor Penentu Keberhasilan ............................................ 45
5.2. Faktor Penentu Kegagalan ............................................... 45
BAB VI. ASPEK KEUANGAN ..................................................................... 48
6.1. Standar Biaya Usaha ......................................................... 48
6.2. Marjin Usaha.................................................................... 49
BAB VII. KISI – KISI UNTUK AO ................................................................ 50

i
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Permintaan daging sapi tahun 2005-2009 ................................. 2


Tabel 2. Jumlah populasi sapi potong per provinsi di Indonesia periode
2003-2009 (dalam ekor) ............................................................. 3
Tabel 3. Produksi daging sapi per provinsi periode 2005-2009*) (dalam
ton) ............................................................................................ 5
Tabel 4. Perkembangan impor sapi hidup (ekor), daging (ton) dan
jeroan (ton) ................................................................................ 7
Tabel 5. Lokasi pemeliharaan yang sesuai untuk beberapa jenis sapi. 26
Tabel 6. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Bali ................................. 27
Tabel 7. Persyaratan khusus bibit jenis sapi Peranakan Ongole (PO) . 28
Tabel 8. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Sumba Ongole (SO) ...... 29
Tabel 9. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Madura........................... 29
Tabel 10. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Aceh............................. 30
Tabel 11. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Brahman ...................... 30
Tabel 12. Perkembangan harga daging sapi (kg) tahun 2008 (Rp/Kg) 43
Tabel 13. Perkembangan harga daging sapi murni (Mei 2007 – Jan
2008) di tingkat konsumen (Rp/kg) ...................................... 43
Tabel 14. Biaya usaha sapi potong rata-rata tahun 2008 untuk 10 ekor
penggemukan jangka panjang 8 bulan ................................. 48
Tabel 15. Kisi-kisi aspek yang harus dikaji di lapangan ........................ 50

ii
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pohon industri sapi potong ........................................................ 11


Gambar 2. Alur proses kegiatan pelayanan perizinan usaha peternakan ... 16
Gambar 3. Sapi Bali .................................................................................... 21
Gambar 4. Sapi Peranakan Ongole (PO).................................................... 21
Gambar 5. Sapi Brahman ........................................................................... 22
Gambar 6. Sapi Simmental ......................................................................... 23
Gambar 7. Sapi Limousin ............................................................................ 24
Gambar 8. Rantai pemasaran ternak sapi potong ...................................... 44

iii
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB I. OVERVIEW BISNIS TERNAK SAPI POTONG

1.1. Gambaran Umum Bisnis


Sub sektor peternakan memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan
perekonomian dan pembangunan sumberdaya manusia Indonesia.
Peranan ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia
protein hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh
manusia. Oleh karenanya tidak mengherankan bila produk-produk
peternakan disebut sebagai bahan “pembangun” dalam kehidupan ini. Hal
ini juga sejalan dengan kebijakan revitalisasi pertanian, perikanan dan
kehutanan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Besarnya potensi
sumberdaya alam yang dimiliki memungkinkan pengembangan sub sektor
peternakan menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia.
Salah satu komponen dari sub sektor peternakan yang memiliki banyak
manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan adalah agribisnis ternak sapi
potong yang menjanjikan. Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi
agribisnis ternak sapi potong. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin
meningkat. Tentunya ternak sapi yang awalnya dari gembalaan dengan
pakan terbatas, kini semakin dikembangkan apalagi ketersediaan lahan
pengembalaan semakin terbatas. Kondisi ini menambah keinginan manusia
untuk membuka usaha peternakan sapi secara intensif dan profesional.
Usaha ternak sapi potong merupakan usaha yang cukup menjanjikan. Hal
ini karena pemasarannya mudah, pemeliharaannya tidak begitu sulit, tidak
mudah mengalami kematian, dan tidak harus membutuhkan tempat yang
luas. Namun, modal yang dibutuhkan relatif agak besar. Walau tentunya
tergantung dari jumlah sapi yang diusahakan dan sistem pengusahaannya.
Usaha pembibitan sapi secara khusus dimaksudkan untuk mendapatkan
sapi bakalan yang baik untuk dibudidayakan. Sedangkan usaha
penggemukan secara khusus telah menjurus kepada usaha pemanfaatan

1
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

dagingnya saja. Dengan demikian, dapat menghasilkan produk daging sapi


dengan berat optimal dan berkualitas baik.
Konsumsi rata-rata masyarakat terhadap daging sapi memiliki tren yang
meningkat. Hal ini mengindikasikan konsumsi masyarakat akan hasil
komoditas sapi semakin baik dan merupakan peluang bagi usaha dan
industri ternak sapi potong untuk mengembangkan usahanya. Berdasarkan
statistik peternakan, total konsumsi daging nasional tahun 2008 sebesar
2.169,7 ribu ton yang sebagian besar konsumsi daging unggas sebesar
60% atau 1.301,8 ribu ton, berbanding dengan daging sapi yang baru
menyumbang sekitar 20% atau 433,9 ribu ton. Adapun daging lainnya
(kambing, domba, dan babi) menyumbang sekitar + 20% atau 433,9 ribu
ton. Khusus permintaan daging sapi setiap tahun meningkat, sejalan dengan
peningkatan populasi penduduk dan perbaikan pendapatan yang akan juga
mempengaruhi elastisitas permintaan daging sapi (Tabel 1).
Tabel 1. Permintaan daging sapi tahun 2005-2009

Tahun (000 ton)


No. Uraian
2005 2006 2007 2008 2009
Produksi daging
1 217.38 259.54 210.77 233.63 250.81
lokal
2 Impor 111.29 119.17 124.80 150.42 142.80
-Bakalan 55.09 57.14 60.80 80.38 72.80
-Daging&Jeroan 56.2 62.04 64.00 70.04 70.00
Total 328.67 378.71 335.57 384.05 390.61

Sebagaimana tabel di atas proporsi penyediaan daging sapi lokal dengan


komponen impor (sapi potong, daging dan jeroan) mulai tahun 2005 sebesar
33,86%, 31,47% tahun 2006, 37,19% tahun 2007, 39,17% tahun 2008 dan
36,56% tahun 2009. Adapun peningkatan komponen angka impor (bakalan
sapi potong; daging dan jeroan) kurun waktu 2005-2009 sebesar 7,08%
tahun 2006, 4,72% tahun 2007, 20,5% tahun 2008 dan terjadi penurunan

2
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

sebesar (5,06)% tahun 2009. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas


bahwa, daging sapi merupakan komoditi yang memiliki elastisitas tinggi
terhadap permintaan, seiring dengan tingkat pendapatan dan taraf
kesejahteraan hidup masyarakat.
Populasi ternak merupakan aset bagi penyediaan bibit untuk pemenuhan
permintaan daging dan susu. Populasi sapi potong di Indonesia saat ini
mencapai 14,8 juta ekor. Sebagian besar dari jumlah tersebut berada di
Pulau Jawa. Perkembangan populasi sapi potong per provinsi di Indonesia
pada tahun 2008 sampai dengan 2011 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah populasi sapi potong per provinsi di Indonesia periode 2008-
2011* (dalam ekor)
Tahun
No Provinsi
2008 2009 2010 2011*
1 Aceh 641.093 669.996 722.501 462.840
2 Sumatera Utara 388.240 394.063 412.670 541.688
3 Sumatera Barat 469.859 492.272 513.255 327.013
4 Riau 161.202 172.394 170.105 159.855
5 Kepulauan Riau 7.893 8.323 8.693 17.338
6 Jambi 149.042 164.256 177.710 119.877
Sumatera
7
Selatan 336.295 342.412 347.873 246.295
8 Bangka Belitung 9.373 9.624 9.852 7.733
9 Bengkulu 93.219 97.528 103.262 98.953
10 Lampung 425.526 463.032 496.066 742.776
11 DKI Jakarta - - - 1.691
12 Jawa Barat 295.554 309.609 327.750 422.980
13 Banten 60.680 73.515 69.727 46.900
14 Jawa Tengah 1.442.033 1.525.250 1.554.458 1.937.550
15 DI Yogyakarta 269.927 283.043 290.949 375.843
16 Jawa Timur 3.384.902 3.458.948 3.745.453 4.727.353
17 Bali 668.065 675.419 683.800 637.473

3
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Tahun
No Provinsi
2008 2009 2010 2011*
Nusa Tenggara
18
Barat 546.114 592.875 695.951 685.810
Nusa Tenggara
19
Timur 573.461 577.552 600.923 778.238
Kalimantan
20
Barat 168.053 175.019 176.734 153.320
Kalimantan
21
Tengah 69.152 68.022 75.098 54.648
Kalimantan
22
Selatan 210.633 218.065 228.545 138.691
Kalimantan
23
Timur 90.028 101.176 108.321 90.748
24 Sulawesi Utara 108.332 106.598 98.522 105.225
25 Gorontalo 227.690 240.659 253.411 183.868
Sulawesi
26
Tengah 203.893 210.535 211.769 230.682
Sulawesi
27
Selatan 703.303 729.066 848.916 983.985
28 Sulawesi Barat 98.182 124.632 135.770 72.822
Sulawesi
29
Tenggara 237.360 253.171 268.138 213.736
30 Maluku 74.654 79.162 83.943 73.976
31 Maluku Utara 51.485 45.488 45.488 60.840
32 Papua 56.064 62.053 78.825 81.796
33 Papua Barat
35.297 36.081 37.093 41.464
Total
12.256.604 12.759.838 13.581.571 14.824.007
Keterangan/Note : Angka sementara / Preliminary figures
*)

Sumber: Ditjennak (2012)

Daging sapi selain dikonsumsi dalam bentuk segar, misalnya sate, juga
digunakan dalam industri olahan misalnya sosis, dendeng dan abon.
Produksi daging sapi di Indonesia menyebar tidak merata di seluruh
provinsi, umumnya berfluktuasi sesuai selera dan daya beli masyarakat.

4
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Di beberapa provinsi di Indonesia terlihat produksi daging sapi semakin


meningkat, ada pula yang menurun. Produksi daging sapi berkisar 420.000
ton/tahun. Sentra produksi daging sapi di Indonesia terdapat di provinsi
Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Penyebaran
produksi daging sapi dipengaruhi oleh tempat konsumen berada, biasanya
di kota-kota besar yang mempunyai fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH)
lebih baik. Data produksi daging sapi per provinsi di Indonesia terhitung
tahun 2008 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.
Namun, jumlah tersebut masih belum dapat memenuhi kebutuhan daging
sapi dalam negeri, oleh karenanya setiap tahun Indonesia masih
membutuhkan impor daging sapi dari negara lain, yaitu antara lain Australia
dan New Zealand. Jumlah impor sapi Indonesia cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, dengan jumlah nilai impor tahun 2008
sebanyak 941.475 ekor sapi. Data perkembangan impor sapi Indonesia dan
per provinsi disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 3. Produksi daging sapi per provinsi periode 2008-2011*) (dalam ton)
Tahun
No Provinsi
2008 2009 2010 2011*
1 Aceh 7.322,00 7.613,60 7.914,22 8.323,62
2 Sumatera Utara 16.261,00 13.260,95 14.256,10 14.936,12
3 Sumatera Barat 16.026,00 18.322,31 20.442,28 22.640,89
4 Riau 6.222,00 7.294,00 10.949,81 11.106,87
5 Kepulauan Riau 794,00 579,18 449,89 459,11
6 Jambi 3.558,00 3.867,90 6.348,59 10.418,04
Sumatera
7 9.630,00 12.482,30 12.703,00 12.940,00
Selatan
8 Bangka Belitung 1.658,00 2.003,81 3.023,81 4.563,01
9 Bengkulu 1.905,00 2.411,00 2.691,28 2.993,59
10 Lampung 10.670,00 10.694,12 9.527,41 10.355,60
11 DKI Jakarta 8.562,00 5.657,47 6.057,81 6.076,52

5
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Tahun
No Provinsi
2008 2009 2010 2011*
12 Jawa Barat 70.010,00 70.661,75 76.065,93 82.072,82
13 Banten 25.882,00 18.728,24 20.326,42 21.814,32
14 Jawa Tengah 45.736,00 48.340,15 51.001,37 53.423,94
15 DI Yogyakarta 4.628,00 5.383,63 5.690,25 5.747,15
16 Jawa Timur 85.173,00 107.767,58 109.016,45 109.486,52
17 Bali 8.356,00 6.283,36 6.238,19 6.325,27
Nusa Tenggara
18 6.767,00 6.567,18 9.287,13 10.418,38
Barat
Nusa Tenggara
19 8.314,00 6.486,00 4.507,01 4.594,67
Timur
Kalimantan
20 6.767,00 6.567,00 7.074,45 7.215,93
Barat
Kalimantan
21 4.898,00 2.563,77 5.224,00 10.644,55
Tengah
Kalimantan
22 5.796,00 5.945,85 7.057,82 7.335,81
Selatan
Kalimantan
23 7.147,00 6.729,00 7.529,79 7.906,27
Timur
24 Sulawesi Utara 4.326,00 4.571,00 4.385,92 4.054,33
25 Gorontalo 2.892,00 3.063,10 3.926,10 3.926,10
Sulawesi
26 2.640,00 3.359,22 3.671,54 3.704,24
Tengah
Sulawesi
27 9.504,00 11.323,27 9.055,96 9.146,52
Selatan
28 Sulawesi Barat 1.594,00 1.361,42 1.794,77 1.990,73
Sulawesi
29 3.555,00 3.736,80 3.902,40 4.143,40
Tenggara
30 Maluku 1.261,00 1.338,00 1.420,00 1.503,00
31 Maluku Utara 1.110,00 223,26 243,35 265,25
32 Papua 1.594,00 2.427,33 2.770,17 3.105,54
33 Papua Barat 2.133,00 1.696,08 1.899,43 2.184,39
Total 392.691,00 409.309,63 436.452,65 465.822,50
Keterangan: *)Angka sementara
Sumber: Ditjennak (2012)

6
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Tabel 4. Perkembangan impor sapi hidup (ekor), daging (ton) dan jeroan
(ton)

Tahun Impor Sapi Hidup Daging Jeroan dll


2004 290.092 11.772,00 36.277,20
2005 780.322 21.484,50 34.436,40
2006 949.427 25.949,20 36.107,70
2007 938.201 41.043,00 40.203,40
2008 941.475 - -
Sumber : Deptan, 2009

1.2. Peta Budidaya


Peternakan sapi potong di Indonesia didominasi oleh peternakan rakyat
dengan tingkat pemilikan rata-rata 2-4 ekor. Berdasarkan data statistik
Peternakan terdapat sekitar 4 juta rumah tangga peternak sapi potong yang
memelihara sekitar 10,5 juta ekor sapi. Ditinjau dari sebaran populasi,
sekitar 45 persen dari populasi terkonsentrasi di P.Jawa khususnya Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan D.I. Yogyakarta.
Pemeliharaan sapi potong tidak menyebar merata di seluruh provinsi di
Indonesia. Daerah-daerah yang merupakan sentra populasi sapi potong
meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, NTT, Bali,
NTB, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat (75% dari total populasi).
Beberapa faktor penyebab antara lain faktor pertanian, dan kepadatan
penduduk, iklim dan daya aklimatisasi, serta adat istiadat. Peta budidaya
diilustrasikan dalam jumlah populasi sapi potong per provinsi dalam Tabel 2.

1.3. Peluang Pembiayaan


Beberapa pertimbangan mengenai prospek budidaya sapi potong adalah
sebagai berikut :
1) Indonesia merupakan negara khatulistiwa yang memiliki banyak
pulau dengan daratan yang cukup luas. Kondisi ini merupakan
7
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

kekayaan alam yang melimpah dan dapat dimanfaatkan untuk


mengembangkan usaha ternak sapi potong.
2) Usaha ternak sapi potong relatif tidak tergantung pada
ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Selain
itu, usaha ternak sapi potong memiliki keteraturan bisnis serta
teknologi yang luas dan luwes.
3) Produk sapi potong memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan
pendapatan yang tinggi. Saat beternak sapi, semua komponen sapi
dapat dimanfaatkan. Selain daging, sapi memiliki diversifikasi
produk sampingan dari seluruh bagian tubuhnya (kulit, lemak,
tulang, tanduk dan darah) yang dapat dimanfaatkan, bahkan
kotoran sapi pun juga dapat dimanfaatkan secara komersial untuk
pupuk dan biogas.
4) Dengan membuka usaha ternak sapi potong maka dapat membuka
lapangan pekerjaan, dan memberikan andil cukup besar dalam
meningkatkan pendapatan keluarga petani.
5) Ternak sapi potong bagi petani, selain sebagai tabungan, juga
merupakan ternak yang banyak andilnya sebagai penghasil daging.
Daging sapi sangat disukai oleh sebagian besar masyarakat
karena bergizi tinggi. Daging sapi memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat Indonesia. Selain memiliki rasa yang enak, warna
dagingnya merah hingga coklat segar, dan seratnya relatif halus.
6) Hingga kini permintaan pasar terhadap daging sapi masih terus
mengalami peningkatan. Tidak hanya di pasar domestik, tetapi
juga menjadi negara pengekspor daging sapi ke Malaysia. Dengan
demikian usaha ternak sapi potong memiliki prospek usaha yang
menjanjikan.
7) Sapi merupakan hewan ternak yang dapat menopang kebutuhan
konsumsi daging. Sementara ini masih banyak kebutuhan dalam
negeri yang dipasok dari sapi yang tidak secara khusus disiapkan

8
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

untuk dipotong. Artinya, sapi tersebut dipelihara secara asal-asalan


atau sebelumnya sapi tersebut digunakan untuk bekerja di
pertanian atau sebagai penarik transportasi. Dengan demikian,
sapi yang dipotong merupakan sapi yang sebelumnya digunakan
untuk bekerja berat dan berumur tua. Daging yang dihasilkan tentu
tidak sebaik sapi yang diternak untuk dipersiapkan sebagai sapi
potong. Dengan melakukan penggemukan sapi potong diharapkan
dapat menghasilkan daging yang baik. Dengan sapi bermutu baik
diperoleh bila dipotong dari sapi dengan kondisi yang baik pula.
Dengan demikian, akan dihasilkan daging berkualitas baik dan
memiliki harga cukup tinggi di pasaran.
8) Penanganan dan perawatan ternak besar seperti sapi lebih mudah
daripada hewan ternak kecil atau unggas. Namun, biaya
pemeliharaan hewan ternak besar tentu lebih mahal. Bila
dibandingkan dengan ternak sapi perah, pemeliharaan ternak sapi
potong lebih mudah. Diantaranya : perawatan terhadap kebersihan
tubuh sapi potong tidak harus setiap hari, penggemukan sapi
potong dapat menggunakan sapi jantan saja, dan pakan sapi
potong dikhususkan untuk menggemukkan daging.
9) Usaha peternakan sapi potong Iayak dilakukan secara teknis,
ekonomis dan finansial, bila dilaksanakan dengan manajemen
berorientasi komersial dan disertai sistem pemeliharaan yang
intensif. Penerapan teknologi sederhana berupa pembuatan
kandang yang bersifat permanen dan higienis serta mulai
mengintroduksi pakan konsentrat yang seimbang, sehingga
kematian bakalan anak sapi dapat ditekan dan keragaan
reproduksi menjadi lebih baik membuat usaha ini dapat berjalan
lebih efisien dan dapat menguntungkan bagi peternak.
10) Ekspansi usaha bagi peternak tentunya terbatas, khususnya dalam
hal pengadaan modal kerja. Dalam hal ini ada peluang bagi
investor untuk membantu masyarakat dengan membuat kemitraan
usaha, dimana investor dapat berperan sebagai inti dan
9
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

masyarakat peternak sebagai plasma yang saling menguntungkan.


Bagi peternak, penerimaan cash income yang lebih terjamin oleh
inti merupakan sesuatu yang sangat menarik.

1.4. Pohon Industri


Tujuan utama dari pemeliharaan sapi potong adalah sapi hidup siap potong
atau anak sapi untuk dijadikan bakalan. Hasil ternak sapi potong dapat
dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu produk utama, sampingan dan
limbah. Produk utama berupa daging dan jeroan, produk sampingan berupa
kulit, tulang, lemak, tanduk, dan darah. Sedangkan, produk limbah berupa
manure dan isi rumen. Pada umumnya kotoran sapi digunakan untuk pupuk
atau digunakan sebagai bahan baku biogas. Secara skematik pohon industri
sapi potong disajikan pada Gambar 1.
Produk-produk tersebut dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam
produk turunan, baik produk olahan berbentuk pangan maupun sebagai
hiasan. Diversifikasi produk tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
 Daging, diolah menjadi makanan dalam kemasan kaleng (daging
dan daging lumat), ekstrak/essence daging, dendeng dan abon.
 Kulit, dijadikan sebagai bahan pembuatan tas, sepatu, jaket dan
ikat pinggang.
 Tanduk, dibuat sebagai hiasan yang telah diukir.
 Tulang, dapat dijadikan sebagai hiasan (ukiran), gelatin dan tepung
tulang untuk dijadikan pakan ternak.
 Darah, dapat dijadikan sebagai tepung darah untuk pakan ternak.
 Lemak, dapat dijadikan sebagai tallow.
 Manure dan isi rumen, dapat dijadikan sebagai pupuk organik.

10
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Daging
Utama
Jeroan

Kulit

Tulang

Sapi Potong Sampingan Lemak

Tanduk

Darah

Manure
Limbah
Isi rumen

Gambar 1. Pohon industri sapi potong

11
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB II. KEBIJAKAN PEMERINTAH

2.1. Kebijakan Nasional


 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996,
dikenal dua istilah penting tentang pangan, yaitu sistem pangan dan
ketahanan pangan. Sistem pangan diartikan sebagai segala sesuatu
yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau
pengawasan terhadap kegiatan atau produksi pangan dan peredaran
pangan sampai dengan siap dikonsumsi oleh manusia. Sementara itu
ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
 Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 maka
terbentuklah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68
Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan
merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
nasional untuk membentuk masnusia Indonesia yang berkualitas,
mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang
cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di
seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
 Pada tingkat nasional, pembangunan pangan, kesehatan, dan
pendidikan ditempatkan sebagai prioritas utama dalam RPJPN
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2005-2025 dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-
2009, yang dijabarkan dalam rencana strategis Departemen Pertanian,
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional.
 Pemerintah mengeluarkan “Program Percepatan Swasembada Daging
Sapi (P2SDS) 2010”. Program tersebut merupakan kegiatan
percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS) secara
efektif dimulai pada tahun 2008 yang pelaksanaannya diatur melalui
Peraturan Menteri Pertanian Nomor:59/Permentan/HK.060/8/ 2007
Tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi

12
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 60/Permentan/HK.060/


8/2007 Tentang Unit Percepatan Pencapaian Swasembada Daging
Sapi 2010.
 Langkah yang dilakukan pemerintah untuk mensukseskan P2SDS-
2010 tersebut dikenal dengan 7 langkah operasional yang
diimplementasikan di 18 provinsi yang dikembangkan berdasarkan
kondisi populasi ternak sapi dan faktor pendukung seperti : daya
dukung lahan untuk pakan, pola budidaya, faktor geografis,
sumberdaya manusia, potensi wilayah dan sistem budidaya setempat.

2.2. Kebijakan Pemerintah dan Legalitas Usaha


2.2.1. Perijinan
 Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1977, tentang usaha
peternakan. Salah satu ketentuan yang diatur adalah wilayah
peternakan dan jenis usaha dimana seluruh wilayah Republik
Indonesia terbuka untuk semua jenis usaha dibidang peternakan,
kecuali apabila menteri menetapkan lain. Pada pasal 4 dijelaskan
bahwa setiap perusahaan peternakan wajib memiliki Izin Usaha
Peternakan. Izin Usaha Peternakan dapat diberikan kepada :
a. Badan Hukum Indonesia,
b. Perorangan Warganegara Indonesia.
Pada pasal 6 Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 1977 diterangkan
pula bahwa perusahaan peternakan wajib mempunyai tenaga ahli,
modal, dan peralatan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
 Beberapa peraturan daerah tentang izin usaha budidaya hewan ternak
sesuai dengan UU Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
 SK Mentan No. 326/Kpts/TN.120/5/1990 ketentuan dan pendaftaran
usaha peternakan.

13
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

 Secara umum, hal-hal yang berbungan dengan izin usaha peternakan


adalah sebagai berikut:
o Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan peternakan
untuk melakukan persiapan kegiatan fisik dan administrasi
(perijinan lokasi, IMB, izin tempat usaha/HO, izin tenaga kerja
asing, UKL/UPL, izin pemasukan ternak, perjanjian kerjasama
budidaya dengan plasma).
o Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 1 tahun dan
dapat diperpanjang lagi selama 1 tahun.
o Izin Usaha Peternakan diberikan setelah perusahaan siap
melakukan kegiatan produksi, selambat-lambatnya 5 hari kerja
setelah diterimanya permohanan. Kepala Dinas Peternakan
kabupaten atau pejabat yang ditunjuk mengadakan pemeriksaan
kesiapan perusahaan.
o Hasil pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan
kabupaten sebagai dasar dibuatnya atau ditolaknya Izin Usaha
Peternakan. Selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah pemeriksaan
kesiapan, Kepala Dinas Peternakan kabupaten menerbitkan,
menunda atau menolak Izin Usaha Peternakan.
o Pemohon membuat banding ditujukan kepada Bupati.
Penundaan Izin Usaha Peternakan dilakukan apabila belum
memiliki/memenuhi:
o Persetujuan prinsip atau
o Pedoman teknis peternakan atau UKL/UPL
Selambat-lambatnya 1 tahun perusahan peternakan diberi kesempatan
untuk melengkapi atau memenuhi persyaratan tersebut. Apabila
kesempatan untuk melengkapi persyaratan tidak dipenuhi maka
permohonan izin ditolak. Penolakan Izin Usaha dilakukan jika:
o Lokasi kegiatan usaha tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum
dalam persetujuan prinsip.

14
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

o Kegiatan peternakan, jenis ternak dan atau jumlah ternak melebihi


ketetapan dalam persetujuan prinsip.
o Selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak penolakan, perusahaan
peternakan dapat mengajukan banding kepada Bupati dengan
tembusan kepada Dinas Peternakan. Selambat-lambatnya 30 hari
kerja sejak menerima permohonan banding, Dinas Peternakan
memberi atau menolak secara tertulis dengan mencantumkan
alasannya. Apabila selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima
permohonan banding dianggap diterima dan Kepala Dinas
Peternakan Kabupaten selambat-lambatnya 12 hari kerja telah
mencairkan Izin Usaha Peternakan.
Prosedur pelayanan untuk mendapatkan Izin Usaha Peternakan:
Pemohon dapat mengajukan permohonan dengan terlebih dahulu
mengajukan persetujuan prinsip kepada Dinas untuk dapat melakukan
kegiatan persiapan fisik dan administrasi. Pemohon mengajukan
permohonan ijin kepada Bupati atau Dinas dan mengisi formulir yang
disediakan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
o Fotocopy identitas diri pemohon,
o Akte pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbadan hokum
o Gambar situasi lokasi tanah
o Gambar layout penggunaan tanah
o Fotocopy status tanah
o Ijin mendirikan bangunan (IMB)
o Ijin tempat usaha
o Ijin tenaga kerja asing bagi perusahaan yang menggunakan tenaga
kerja asing
o Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan
lingkungan (UPL)
o Membayar uang legalisir

15
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Permohonan
Izin Prinsip

Disetujui Ditolak
Dilengkapi:
HO, IMB, izin lokasi,
UPL/UKL, dll

Permohonan izin
usaha

Pemeriksaan lokasi
dan kesiapan

Disetujui Ditolak/ditunda

Banding

Disetujui Ditolak

Gambar 2. Alur proses kegiatan pelayanan perizinan usaha peternakan

2.2.2. Investasi
 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan.
Peternakan sapi potong merupakan salah satu bidang/jenis usaha
yang terbuka juga untuk usaha menengah atau besar dengan
syarat kemitraan.
 UU nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Dalam UU ini disebutkan bahwa peternak dapat
melakukan kemitraan usaha di bidang budidaya ternak
berdasarkan perjanjian yang saling memerlukan, memperkuat, dan
memperkuat serta berkeadilan, yang dapat dilakukan

16
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

antarpeternak, antara peternak dan perusahaan peternakan, antara


peternak dan perusahaan di bidang lain, dan antara perusahaan
peternakan dan Pemerintah atau pemerintah Daerah.
 Inpres No. 22 tahun 1988 : Penghapusan kewajiban memiliki
rekomendasi instansi teknis dan permohonan persetujuan
penanaman modal.
 Kepres No. 99 Tahun 1998 : Bidang/jenis usaha yang dicadangkan
untuk usaha kecil dan bidang usaha yang terbuka untuk usaha
menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan.
 Peraturan Menteri Pertanian Nomor:40/Permentan/PD.400/9/2009
tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa usaha pembibitan sapi
yang dilaksanakan secara tradisional berjalan lambat sehingga
diperlukan tatanan iklim usaha pembibitan sapi yang menarik bagi
pelaku usaha pembibitan sapi.
2.2.3. Produksi dan Pengawasan Mutu
 PP nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa pemenuhan
sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman budidaya yang baik, yaitu:
o Mencegah penggunaan lahan dimana lingkungannya
mempunyai potensi mengancam keamanan pangan;
o Mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan
dan tanaman yang mengancam keamanan pangan; dan
o Menekan seminimal mungkin, residu kimia yang terdapat dalam
bahan pangan sebagai akibat dari penggunaan pupuk, obat
pengendali hama dan penyakit, bahan pemacu pertumbuhan
dan obat hewan yang tidak tepat guna.

17
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/1/2008


tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Benih,
Bibit Ternak dan Ternak Potong.
 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
16/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Pedoman Identifikasi Dan
Pengawasan Ternak Ruminansia Besar. Kebijakan ini mengatur
dan memberikan pedoman untuk mengefektifkan penelusuran
(traceability) dalam hal keamanan pangan (food safety) baik aspek
zoonosis, residu maupun situasi penyakit hewan daerah asal
(hewan ternak ruminansia besar : ternak sapi potong, kerbau, sapi
perah).
 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140/2/2010
tentang Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi
2014. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa dalam rangka
memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri perlu upaya
pencapaian swasembada daging sapi.
2.2.4. Budidaya dan Lingkungan
 UU nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan. Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan
sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme
pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area
lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
 UU nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
 SK Dirjennak No. 777/Kpts/DJP/Deptan/1982 : Syarat-syarat teknis
peternakan sapi potong
 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/OT.140/10/2006
tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good
Breeding Practice).
18
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1977


tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan Dan Pengobatan
Penyakit Hewan. Peraturan ini menjelaskan bahwa usaha
pemeliharaan dan peningkatan perkembangan hewan ternak perlu
dilindungi dari kerugian yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
macam penyakit hewan serta adanya penyakit yang dapat
berpindah dari hewan kepada manusia.

19
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB III. KARAKTERISTIK STANDAR TEKNIS


Sapi potong merupakan ternak ruminansia. Karakterisitik dari kelompok
ternak ini yaitu memiliki rumen (babat), retikulum omasum dan abomasum.
Dengan struktur perut seperti ini, maka sapi mampu mencerna serat kasar
yang berasal dari hijauan (rumput, jerami dan lain-lain) untuk diubah
menjadi bahan pangan berupa daging.
Kemampuan sapi merubah pakan menjadi daging sangat tergantung pada
bibit yang berupa sapi bakalan dan aspek pemeliharaan. Beberapa aspek
pemeliharaan yang penting yaitu perkandangan, pemberian pakan,
pencegahan penyakit dan perawatan lain.
Di Indonesia ada beberapa bangsa sapi yang populer di kalangan
masyarakat. Dari bangsa-bangsa sapi tersebut beberapa diantaranya
merupakan ternak lokal Indonesia, yaitu sapi Bali (Gambar 3) dan sapi PO
(Peranakan Ongole, Gambar 4). Dari kedua bangsa sapi tersebut dihasilkan
persilangannya dengan sapi-sapi impor antara lain dengan sapi Brahman
(Gambar 5), Simmental (Gambar 6) dan Limousine (Gambar 7).
Sapi hasil persilangan pada umumnya tumbuh lebih besar daripada bangsa
sapi lokal. Sapi-sapi persilangan mempunyai pertambahan bobot badan
per hari yang dapat mencapai 1,2 kg dengan selang antara 0,8 – 1,2 kg,
sedangkan sapi lokal hanya mencapai 0,5 kg per hari, dengan selang antara
0,3 – 0,5 kg. Variasi pertumbuhan tersebut sangat tergantung pada
pemilihan bibit sapi.

20
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Gambar 3. Sapi Bali


Ket : Populasi sapi Bali yang merupakan bangsa sapi asli Indonesia, berasal
dari hasil domestikasi terus menerus banteng liar Bos sondaicus (Bos
banteng). Populasinya saat ini ditaksir sekitar 526.031 ekor.

Gambar 4. Sapi Peranakan Ongole (PO)

21
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Ket : Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan asli sapi tropis yang cocok
untuk dipelihara didaerah dengan kondisi pakan yang jelek. Sapi ini menjadi
pilihan utama untuk hewan Qurban.

Gambar 5. Sapi Brahman

Ket : Sapi Brahman merupakan asli sapi tropis yang cocok untuk dipelihara
didaerah dengan kondisi pakan yang jelek. Ciri khas sapi Brahman yaitu
Bagian leher sampai kelasa berwarna lebih gelap dari bagian tubuh lainnya
dengan telinga yang besar dan menggantung. Bobot dewasa sapi jantan
dapat mencapai 800 kg. Sapi ini juga menjadi pilihan utama untuk hewan
Qurban.

22
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Gambar 6. Sapi Simmental

Ket : Sapi Simmental merupakan ternak iklim sedang. Pejantan sapi ini
banyak dipakai untuk kegiatan up-grading sapi lokal, termasuk PO, melalui
inseminasi buatan. Hasil persilangan dengan sapi lokal Indonesia dikenal
dengan nama sapi metal. Hasil persilangannya dengan sapi lokal cocok
untuk dipelihara didaerah dengan kondisi pakan yang kurang baik, dengan
pertumbuhan yang baik (0.7 – 1.0 kg/hari). Sapi ini kurang menjadi pilihan
untuk hewan Qurban, tetapi sangat cocok sebagai ternak potong biasa.

23
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Gambar 7. Sapi Limousin

Ket : Sapi Limousin merupakan ternak iklim sedang. Pejantan sapi ini,
seperti Simmental, juga dipakai untuk kegiatan up-grading sapi lokal melalui
inseminasi buatan (IB). Dalam kegiatan up-grading sapi lokal, peternak
kurang menyukai sapi ini. Hasil persilangannya dengan sapi lokal cocok
untuk dipelihara didaerah dengan kondisi pakan yang kurang baik, dengan
pertumbuhan yang baik (0.7 – 1.0 kg/hari). Sapi ini kurang menjadi pilihan
untuk hewan Qurban, tetapi sangat cocok sebagai ternak potong biasa.

Sistem pengusahaan sapi dibedakan menjadi :


1. Peternakan rakyat
 Milik Sendiri (tabungan, tenaga kerja)
 Gaduhan (makro)
 Sumba kontrak dengan pemerintah
2. Perusahaan peternakan (feedlot)
 Non mitra
 Kemitraan (inti-plasma)

24
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Pola produksi budidaya sapi dibedakan menjadi :


1. Pola produksi rakyat: diusahakan sebagai tabungan (pedet/dara/jantan
muda).
2. Feedlot : penggemukan selama 90-120 hari (steer).

3.1. Teknis Budidaya Praktis


3.1.1. Kesesuaian Lahan
Lokasi yang sesuai bagi pemeliharaan sapi potong dapat ditentukan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a) Kesesuaian peruntukan wilayah, yaitu wilayah yang ditetapkan
sebagai wilayah pertanian peternakan.
b) Ketersediaan lahan yang memadai untuk dapat mendukung
kebutuhan pakan hijauan.
c) Ketersediaan air bersih yang cukup untuk minum, membersihkan
kandang dan ternak.
d) Lokasi yang cukup menguntungkan dari segi jangkauannya ke
pusat konsumen daging sapi termasuk daging sapi yang
berkualitas.
Pemilihan lokasi kandang yang sesuai diantaranya dengan
mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah dan kesesuaian iklim
untuk masing-masing jenis sapi. Masing-masing jenis sapi hanya cocok
digemukkan pada kondisi lingkungan tertentu. Salah satu faktor iklim
adalah suhu. Suhu mempunyai interaksi dengan ketinggian. Lokasi
pemeliharaan yang sesuai untuk beberapa jenis bakalan sapi umur 2 – 3
tahun dan dengan bobot badan awal lebih besar dari 290 kg tertera pada
Tabel 5.

25
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Tabel 5. Lokasi pemeliharaan yang sesuai untuk beberapa jenis sapi


Suhu (0ºC) dan Ketinggian Tempat (m dpl)
No Jenis Bakalan 24 – 29,
27 – 34, <25 <24, >100
25 – 100
1 Peranakan Ongole Sangat Baik Baik Jelek
(PO)/ Brahman
2 Drought Sangat Baik Baik Jelek
master/Madura/ Bali
3 Simmental/Limousin/ Baik Sangat Baik
Brangus/Angus Baik
Sumber : (Saparinto, C dan Purnawan, 2010)

3.1.2. Teknis Budidaya Sapi Potong


Segmentasi usaha ternak sapi potong dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Usaha pembibitan sapi.
Usaha pembibitan sapi merupakan kegiatan usaha dari pengadaan
induk sapi, mengawinkan sapi, hingga sapi tersebut melahirkan
anaknya. Sapi yang akan digunakan sebagai bibit penggemukan sapi
potong dapat juga diambil dari jenis sapi perah jantan.
3. Usaha penggemukan sapi potong.
Segmentasi penggemukan sapi potong diantaranya sebagai berikut :
penggemukan sapi potong 3 bulan, penggemukan sapi potong potong 9
bulan dan penggemukan sapi potong 8-12 bulan.

3.1.2.1. Pembibitan
Memilih bibit
1. Klasifikasi
Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi
rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai

26
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

rata-rata;
b. bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan
bibit dasar;
c. bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses
pengembangan bibit induk.
2. Standar mutu
Untuk menjamin mutu produk yang sesuai dengan permintaan
konsumen, diperlukan bibit ternak yang bermutu, sesuai dengan
persyaratan teknis minimal setiap bibit sapi potong sebagai berikut:
a. Persyaratan umum:
i. sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti
cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki
dan kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang
punggung atau cacat tubuh lainnya;
ii. semua sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi,
abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan;
iii. sapi bibit jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak
menderita cacat pada alat kelaminnya.
b. Persyaratan khusus:
Persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun
sapi yaitu sebagai berikut:
Tabel 6. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Bali
Kualitatif Kuantitatif
Betina: Betina umur 18-24 bulan
- Warna bulu merah; Tinggi gumba:
- Lutut ke bawah berwarna Kelas I minimal 105 cm;
putih; Kelas II minimal 97 cm;
- Pantat warna putih Kelas III minimal 94 cm.
berbentuksetengah bulan; Panjang Badan:
- Ujung ekor berwarna hitam; Kelas I minimal 104 cm;
- Garis belut warna hitam di Kelas II minimal 93 cm;
punggung; Kelas III minimal 89 cm.

27
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Kualitatif Kuantitatif
- Tanduk pendek dan kecil;
- Bentuk kepala panjang dan
sempit;
- Leher ramping.
Jantan: Jantan umur 24-36 bulan
- Warna bulu hitam; Tinggi gumba:
- Lutut ke bawah berwarna Kelas I minimal 119 cm;
putih; Kelas II minimal 111 cm;
- Pantat putih berbentuk Kelas III minimal 108 cm.
setengah bulan; Panjang badan:
- Ujung ekor hitam; Kelas I minimal 121 cm;
- Tanduk tumbuh baik warna Kelas II minimal 110 cm;
hitam; Kelas III minimal 106 cm.
- Bentuk kepala lebar;
- Leher kompak dan kuat.

Tabel 7. Persyaratan khusus bibit jenis sapi Peranakan Ongole (PO)


Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu putih keabu-abuan; Betina umur 18-24 bulan
- Kipas ekor (bulu cambuk ekor) Tinggi gumba:
dan bulu sekitar mata berwarna Kelas I minimal 116 cm;
hitam; Kelas II minimal 113 cm;
- Badan besar, gelambir longgar Kelas III minimal 111 cm.
bergantung; Panjang badan:
- Punuk besar; Kelas I minimal 124 cm;
- Leher pendek; Kelas II minimal 117 cm;
- Tanduk pendek. Kelas III minimal 115 cm.
Jantan umur 24-36 bulan
Tinggi gumba:
Kelas I minimal 127 cm;
Kelas II minimal 125 cm;

28
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Kualitatif Kuantitatif
Kelas III minimal 124 cm.
Panjang badan:
Kelas I minimal 139 cm;
Kelas II minimal 133 cm;
Kelas III minimal 130 cm.

Tabel 8. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Sumba Ongole (SO)


Kualitatif Kuantitatif
- Warna keputih-putihan; Betina umur 18-24 bulan
- Kepala, leher, gumba, lutut, warna Tinggi gumba:
gelap terutama pada yang jantan; Kelas III minimal 112 cm
- Kulit sekeliling mata, bulu mata, Jantan umur 24-36 bulan
moncong, kuku kaki dan bulu Tinggi gumba:
cambuk ekor warna hitam; Kelas III minimal 118 cm
- Tanduk pendek, kuat, mula-mula
mengarah keluar, lalu ke belakang;
- Badan besar, gelambir longgar dan
tergantung;
- Punuk besar persis di atas skapula;
- Leher pendek.
Tabel 9. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Madura
Kualitatif Kuantitatif
- Warna merah bata atau merah Betina umur 18-24 bulan
coklat campur putih dengan Tinggi gumba:
batas tidak jelas pada bagian Kelas I minimal 108 cm;
pantat; Kelas II minimal 105 cm;
- Tanduk kecil pendek mengarah Kelas III minimal 102 cm.
ke sebelah luar; Jantan umur 24-36 bulan
- Tubuh kecil, kaki pendek; Tinggi gumba:
- Gumba pada betina tidak jelas, Kelas I minimal 121 cm;

29
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Kualitatif Kuantitatif
pada jantan berkembang baik. Kelas II minimal 110 cm;
Kelas III minimal 105 cm.

Tabel 10. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Aceh


Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu coklat muda, coklat Betina umur 18-24 bulan
merah (merah bata), coklat Tinggi gumba:
hitam,hitam dan putih, abu-abu, Kelas III minimal 100 cm
kulit hitam memutih ke arah Jantan umur 24-36 bulan
sentral tubuh; Tinggi gumba:
- Betina berpunuk kecil; Kelas III minimal 105 cm
- Jantan punuk terlihat jelas.

Tabel 11. Persyaratan khusus bibit jenis Sapi Brahman


Kualitatif Kuantitatif
- Warna pada yang jantan putih Betina umur 18-24 bulan
abuabu, pada betina putih/abu- Tinggi gumba:
abu atau merah; Kelas III minimal 112 cm
- Badan besar, kepala relatif Jantan umur 24-36 bulan
besar. Tinggi gumba:
Kelas III minimal 125 cm
A. Pemeliharaan
Dalam pembibitan sapi potong, pemeliharaan ternak dapat dilakukan
dengan sistim pastura (penggembalaan), sistim semi intensif, dan sistim
intensif.
1. Sistim pastura yaitu pembibitan sapi potong yang sumber pakan
utamanya berasal dari pastura. Pastura dapat merupakan milik
perorangan, badan usaha atau kelompok peternak.

30
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

2. Sistim semi intensif yaitu pembibitan sapi potong yang


menggabungkan antara sistem pastura dan sistem intensif. Pada
sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong dengan cara
pemeliharaan di padang penggembalaan dan dikandangkan.
3. Sistem intensif yaitu pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan
di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh.
B. Produksi
Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan
ke dalam pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni dan pembibitan
sapi potong persilangan.
1. Pembibitan sapi potong bangsa/rumpun murni, yaitu
perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara
mengawinkan sapi yang sama bangsa/rumpunnya
2. Pembibitan sapi potong persilangan, yaitu perkembangbiakan
ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antar ternak dari satu
spesies tetapi berlainan rumpun.
C. Seleksi Bibit
Seleksi bibit sapi potong dilakukan berdasarkan performan anak dan
individu calon bibit sapi potong tersebut, dengan mempergunakan
kriteria seleksi sebagai berikut :
1. Sapi Induk
a. sapi induk harus dapat menghasilkan anak secara teratur;
b. anak jantan maupun betina tidak cacat dan mempunyai rasio
bobot sapih umur 205 hari (weaning weight ratio) di atas rata-
rata.
2. Calon Pejantan
a. bobot sapih terkoreksi terhadap umur 205 hari umur induk dan
b. musim kelahiran, di atas rata-rata;
c. bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
d. pertambahan bobot badan antara umur 1-1,5 tahun di atas rata-
rata;

31
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

e. bobot badan umur 2 tahun di atas rata-rata;


f. libido dan kualitas spermanya baik;
g. penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.
3. Calon induk
a. bobot sapih terkoreksi terhadap umur 205 hari umur induk dan
b. musim kelahiran, di atas rata-rata;
c. bobot badan umur 365 hari di atas rata-rata;
d. penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya.

D. Perkawinan

Dalam upaya memperoleh bibit yang berkualitas melalui teknik


perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam dan Inseminasi
Buatan (IB).
1. Pada kawin alam rasio jantan banding betina diusahakan 1:8-10.
2. Perkawinan dengan Inseminasi Buatan memakai semen beku SNI
01.4869.1-2005 atau semen cair dari pejantan yang sudah teruji
kualitasnya dan dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular
yang dapat ditularkan melalui semen.
3. Teknik Transfer Embrio (TE) dengan embrio beku atau segar yang
sudah teruji.
4. Dalam pelaksanaan kawin alam atau Inseminasi Buatan atau
Transfer Embrio harus dilakukan pengaturan penggunaan pejantan
atau semen atau embrio untuk menghindari terjadinya perkawinan
sedarah (inbreeding).
E. Ternak Pengganti (Replacement Stock)
Pengadaan ternak pengganti (replacement stock), dilakukan sebagai
berikut :
1. Calon bibit betina dipilih 25% terbaik untuk replacement, 10% untuk
pengembangan populasi kawasan, 60% dijual ke luar kawasan
sebagai bibit dan 5% dijual sebagai ternak afkir (culling);

32
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

2. Calon bibit jantan dipilih 10% terbaik pada umur sapih dan
bersama calon bibit betina 25% terbaik untuk dimasukkan pada uji
performance.
F. Afkir (Culling)
Pengeluaran ternak yang sudah dinyatakan tidak memenuhi persyaratan
bibit (afkir/culling), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk bibit rumpun murni, 50% sapi bibit jantan peringkat terendah
saat seleksi pertama (umur sapih terkoreksi) dikeluarkan dengan di
kastrasi dan 40%nya dijual ke luar kawasan.
2. Sapi betina yang tidak memenuhi persyaratan sebagai bibit (10%)
dikeluarkan sebagai ternak afkir (culling).
3. Sapi induk yang tidak produktif segera dikeluarkan.

3.1.2.2. Usaha Penggemukan Sapi Potong


Memilih bibit
Bibit sapi potong, lebih dikenal dengan nama “bakalan”, merupakan sapi-
sapi jantan muda (berumur 2 – 3 tahun) dari bangsa sapi tertentu, baik lokal
maupun impor, dengan bobot badan antara 250 – 400 kg. Jenis kelamin
sangat mempengaruhi waktu dalam proses penggemukan. Menurut
penelitian, laju pertumbuhan dan penimbunan daging sapi-sapi jantan lebih
cepat daripada sapi kebiri dan sapi kebiri lebih cepat daripada sapi betina.
Oleh karena itu para pengusaha sapi-sapi penggemukan pada umumnya
selalu memilih jenis kelamin jantan atau yang dikebiri.
Jenis sapi bakalan yang umum digunakan untuk usaha penggemukan sapi
potong di Indonesia adalah sapi Brahman Cross, FH jantan dan Ongole.
Namun demikian, jenis sapi kontinental misalnya Limousin, Hereford,
Simmental juga dapat digunakan sebagai bakalan untuk digemukkan di
Indonesia.
Beberapa ciri bibit (bakalan) sapi potong yang baik yaitu :
1) Matanya cerah & bersih,
2) Tidak ada tanda-tanda sering batuk,
33
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

3) Kuku tidak panas dan tidak bengkak,


4) Tidak ada eksternal parasit pada kulit
5) Tidak ada tanda-tanda diare,
6) Tidak ada kerusakan kulit dan kerontokan bulu,
7) Pusarnya bersih dan kering.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sapi bakalan adalah
penampilan umum yang dilihat dari pandangan samping, pandangan
belakang dan pandangan depan. Walaupun bibit sapinya baik dengan ciri-
ciri seperti tersebut diatas dan berpenampilan umum sangat baik belum
tentu dihasilkan pertumbuhan yang baik pula tanpa diikuti dengan teknik
pemeliharaan yang baik. Aspek pemeliharaan yang pertama kali harus
diadakan adalah perkandangan.

Perkandangan
 Kandang merupakan salah satu unsur penting dalam suatu usaha
peternakan, terutama dalam penggemukan ternak potong.
Bangunan kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan
hidup yang sehat dan nyaman.
 Bangunan kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi
sapi terhadap gangguan dari luar yang merugikan, baik dari
sengatan matahari, kedinginan, kehujanan dan tiupan angin
kencang.
 Selain itu, kandang juga harus bisa menunjang peternak dalam
melakukan kegiatannya, baik dari segi ekonomi maupun segi
kemudahan dalam pelayanan. Kandang berfungsi sebagai lokasi
tempat pemberian pakan dan minum.
 Ukuran kandang individu untuk setiap ternak sapi potong berbeda-
beda, tergantung dari jenis ternak yang akan menempati kandang
tersebut. Sapi betina dewasa dan anak sapi, masing-masing
memerlukan kandang dengan ukuran 1,5 x 2 m per ekor

34
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

sedangkan sapi jantan dewasa per ekornya memerlukan kandang


yang berukuran 1,8 x 2 m.
 Tinggi kandang sebaiknya tidak lebih dari 2,5 m untuk ternak yang
berada di daerah kering dan sedang, sedangkan untuk kandang di
daerah dingin tinggi kandang tidak lebih dari 2 m. Sudut kemiringan
atap yang ideal adalah sekitar 300. Luas ventilasi untuk setiap
kandang yang ideal adalah tidak kurang dari 40% untuk daerah
kering, 20% untuk daerah sedang dan 10% untuk daerah dingin.
 Kandang dibedakan untuk kandang rakyat dan kandang feedlot.
Kandang rakyat (3-4 m/ekor), sedangkan kandang feedlot (minimal
5-6 m/ekor).
Model kandang sapi ada dua macam, yaitu kandang individu dan kandang
kelompok yaitu :
1. Kandang individu
Satu kandang individu hanya dapat menampung seekor sapi. Kandang
individu biasanya digunakan untuk peternakan rakyat yang mempunyai
jumlah ternak sedikit. Keuntungan kandang individu adalah ternak lebih
terlindung dari gangguan luar dan pertikaian antar ternak dapat dihindari.
Kelemahan pada kandang ini dibandingkan dengan kandang kelompok yaitu
memerlukan lahan yang lebih luas dan perlu waktu dan tenaga yang lebih
banyak untuk membersihkan kandang.

2. Kandang kelompok
Kandang kelompok umumnya digunakan pada perusahaan penggemukan
sapi sistem feedlot. Satu kandang dapat menampung sapi sampai beberapa
puluh ekor. Kandang kelompok lebih irit dalam penggunaan bahan
bangunan. Kandang kelompok dengan ukuran 1,6 x 10 m dapat
menampung sekitar 40 ekor sapi atau daya tampung kandang 4 m2/ekor.
Kandang kelompok lebih mudah dibersihkan. Kelemahan dari kandang

35
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

bentuk ini adalah ternak kurang terlindung dan pertikaian antar ternak yang
bisa menyebabkan ternak luka-luka dapat terjadi.

Peralatan dan Bangunan Penunjang


Peralatan-peralatan yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Tempat pakan. Sebaiknya tempat pakan menempel pada kandang,
agar makanan dan sisa makanan tidak diinjak-injak sapi. Tempat
pakan dengan panjang 50 meter dapat menampung sekitar 75 ekor
sapi.
 Tempat minum, yang dapat menampung sekitar 50 - 60 liter air per
ekor.
 Alat-alat pembersih, seperti sapu lidi, sikat, selang, sekop, ember
serta alat pengangkut kotoran.
Bangunan-bangunan yang dapat menunjang usaha peternakan sapi potong
ini diantaranya adalah sebagai berikut :
- Gudang penyimpanan pakan dan gudang peralatan
- Tempat pemotongan hewan
- Bak dan saluran pembuangan limbah
- Handling yard (corral), yaitu fasilitas yang diperlukan untuk menangani
berbagai fungsi yang diperlukan seperti penimbangan, pemeriksaan dan
pengobatan sapi, pemuatan atau pembongkaran ternak ke atau dari
kendaraan dan lain-lain.

Pemeliharaan Penggemukan Sapi Potong


 Persiapan
Persiapan yang harus dilakukan sebelum memulai memelihara ternak sapi
potong adalah membersihkan kandang dengan desinfeksi. Demikian juga
dalam penggunaan alat harus memenuhi baik faktor higienis, keamanan
ternak maupun efisiensi.
 Pemeliharaan Induk Bunting dan Perawatan Anak yang Baru Lahir

36
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Induk yang sedang bunting sama dengan sapi yang sedang berproduksi,
membutuhkan makanan yang cukup mengandung protein, mineral dan
vitamin. Induk bunting harus dipisahkan dengan kelompok sapi yang tidak
bunting dan pejantan. Semua induk bunting hendaknya dikumpulkan
menjadi satu. Apabila sudah dekat masa melahirkan harus dipisahkan di
kandang tersendiri yang bersih, kering, dan terang. Lantai kandang harus
diberi alas, misalnya dengan jerami atau rumput.
Jika “pedet” (anak sapi umur 0 – 8 bulan) telah lahir, semua lendir yang
menyelubungi tubuh. Sewaktu membersihkan lendir pada tubuh, peternak
harus menekan-nekan dada pedet untuk merangsang pernapasan.
Selanjutnya tali pusar dipotong, disisakan sepanjang 10 cm dan diberi
desinfektan dengan yodium tincture 10 persen. Tiga puluh menit sesudah
lahir, biasanya pedet sudah mulai bisa berjalan dan menyusu pada puting
induk. Tempat dimana pedet itu berbaring harus diberi alas jerami atau
rumput kering yang bersih dan hangat.
 Pemeliharaan dan Perawatan Pedet
Pedet adalah anak sapi umur 0 – 8 bulan. Pada fase ini, pedet memerlukan
pemeliharaan dan perawatan khusus, yang biasa dilakukan secara alami
ataupun buatan. Pada pemeliharaan secara alami, pedet dibiarkan selalu
bersama induknya sampai pedet disapih (umur 6 – 8 bulan), baik saat
digembalakan ataupun di dalam kandang. Pemeliharaan secara alami pada
umumnya lebih menguntungkan, karena lebih menjamin pertumbuhan dan
kesehatannya, serta lebih ekonomis terutama dalam penggunaan tenaga
kerja. Pada pemeliharaan buatan, pedet diatur sepenuhnya oleh peternak.
 Pemeliharaan Sapi Muda dan Sapi dewasa
Laju pertumbuhan sapi potong yang masih muda tergantung pada cara
pemeliharaan dan pemberian pakan. Pemeliharaan dan pemberian pakan
yang kurang baik setelah anak sapi tidak menerima susu dari induknya,
dapat menghambat pertumbuhan sapi. Sapi potong tipe Eropa akan tumbuh
terus sampai berumur 3 tahun, sedangkan sapi potong dari daerah tropis
seperti Ongole akan tumbuh terus sampai berumur 4 – 5 tahun, tetapi

37
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

pertumbuhannya lambat. Pemeliharaan sapi potong ini dapat dilakukan


sebagai berikut.
- Ekstensif, yaitu sapi dilepaskan di padang penggembalaan dan
digembalakan setiap hari. Selanjutnya sapi-sapi tersebut digiring ke
kandang terbuka (kandang tanpa atap) dan sapi tidak diberi pakan
tambahan lagi.
- Semi-intensif, yaitu sapi diikat dan ditambatkan di ladang, kebun atau
pekarangan pada siang hari, kemudian sore harinya sapi-sapi tadi
dimasukkan ke dalam kandang sederhana, yang dibuat dari bahan
bambu, kayu, atap genteng atau rumbia dan lantainya dari tanah yang
dipadatkan. Pada malam hari sapi-sapi tersebut diberi pakan
tambahan berupa hijauan rumput atau daun-daunan, atau pakan
penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit garam.
- Intensif, yaitu sapi hampir sepanjang hari berada di dalam kandang.
Sapi tersebut diberi pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga
cepat menjadi gemuk dan kotorannya cepat terkumpul dalam jumlah
yang lebih banyak untuk digunakan sebagai pupuk.

 Pakan hijauan
 Pakan hijauan usaha pembudidayaan rakyat : 30 – 45 kg/ekor/hari,.
 Pakan hijauan feedlot : maksimum 10 kg/ekor/hari
 Pakan konsentrat
 Usaha rakyat : pada umumnya tidak menggunakan pakan
konsentrat,
 Feedlot : minimal 8 kg/ekor/hari
 Produktivitas
 Rakyat : 0.3 – 0.5 kg/ekor/hari
 Feedlot : minimal 0.9 – 1.2 kg/ekor/hari
 Jangka waktu pemeliharaan
 Usaha rakyat : 10 – 12 bulan (BB : 300 – 350 kg),
 Feedlot : maksimum 4 bulan (rata-rata 3 bulan, BB : 350 – 450 kg)

38
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Pencegahan Penyakit
o Penyebab Penyakit
Pada aspek kesehatan hewan, untuk dapat menjamin pertumbuhan
sapi yang memuaskan, harus dilakukan pencegahan penyakit.
Penyebab timbulnya penyakit antara lain karena sebab-sebab berikut.
1. Terganggunya tubuh sapi (sebab dari tubuh sapi)
2. Faktor dari luar tubuh sapi, antara lain seperti dibawah ini.
- Kekurangan zat makanan
- Luka karena tergores
- Penyakit karena pait (gangguan virus dan bakteri)
- Penyakit karena bahan kimia (misalnya hijauan yang dimakan
tersemprot pestisida)
o Tanda-tanda sapi sakit
Tanda-tanda umum jika ternak sapi terserang penyakit adalah sebagai
berikut:
1. Adanya kelainan bentuk, keadaan dan ukuran anggota badan,
misalnya mata merah atau pucat, bulu kusut serta kusam, dan lain-
lain.
2. Sapi tiba-tiba pincang, lumpuh, kejang, dan lain-lain.
3. Gangguan pencernaan, misalnya mencret, tidak mau makan, perut
kembung.
4. Tanda-tanda yang lain misalnya lesu, nafsu makan kurang, suhu
badan tinggi, pernafasan cepat, sering mengerang seperti
kesakitan.
o Tindakan menjaga kesehatan
Tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh peternak untuk menjaga
kesehatan ternak adalah sebagai berikut.
1. Menjaga kebersihan ternak sapi, kandang dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan ternak sapi tersebut.

39
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

2. Menghindari kontak langsung antara ternak sehat dengan ternak


sakit. Bila akan memasukkan ternak baru harus dites dulu
kesehatannya.
3. Kandang harus selalu dalam keadaan kering.
4. Makanan harus disimpan di tempat yang kering dan bersih.
5. Memeriksakan kesehatan secara teratur dan melakukan vaksinasi
sesuai dengan petunjuk Dinas Peternakan.
6. Pada tahap awal penggemukan sapi diberi 75 mg
terramycin/ekor/hari atau 3375 mg TM-10/ekor/hari untuk
meningkatkan pertambahan bobot badan, efisiensi pakan,
mengurangi pengaruh bloat (kembung perut) dan abses hati.
7. Pada tahap akhir penggemukan sapi diberi 1 gram
terramycin/ekor/hari (selama 3-7 hari) atau 45 gram TM-
10/ekor/hari (selama 3-7 hari) untuk mencegah diare yang
disebabkan oleh bakteri.
o Beberapa penyakit sapi yang sering terjangkit di Indonesia :
Berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang
menular maupun tak menular. Penyakit menular yang berjangkit pada
umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak, bisa jutaan
rupiah setiap tahunnya. Dari tahun ke tahun, ribuan ternak sapi
menjadi korban penyakit radang limpa (anthrax), ribuan ternak sapi
lainnya kena serangan penyakit mulut dan kuku, yang lainnya lagi
korban penyakit surra, dan sebagainya.

3.2. Standar Mutu Hasil


Standar mutu sapi potong ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. SNI 01-3523-1994. Standar mutu sapi hidup tidak ditetapkan oleh
Dewan Standarisasi Nasional. Akan tetapi di dalam perdagangan sapi
hidup berdasarkan kondisi tubuh ditetapkan secara kualitatif yaitu gemuk,
sedang dan kurus. Selain itu terdapat pula pengelompokkan berdasarkan
umur.

40
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Pengelompokkan berdasarkan umur tersebut untuk sapi betina dibagi


menjadi pedet, dara, induk dan induk afkir. Untuk sapi jantan dikelompokkan
menjadi pedet, jantan muda dan pejantan. Mutu gabah digolongkan menjadi
3 jenis, yaitu kualitas I, II, dan III. Penentuan harga jual didasarkan pada
kondisi sapi dan umur.

41
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB IV. ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

Tingkat permintaan daging sapi berfluktuatif sepanjang tahun, namun


permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha.
Pada hari raya tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan
harga akan meningkat pula. Pada Hari raya Idul Adha, dijual sapi hidup
yang sehat untuk digunakan pada kegiatan keagamaan.

4.1. Harga dan Proyeksi Harga


 Harga sapi hidup ditetapkan berdasarkan kondisi sapi. Pada
umumnya sapi dijual tanpa memperhatikan bobot badan aktual.
Hal ini disebabkan belum tersedianya fasiltas penimbangan bobot
badan sapi di setiap pasar hewan. Sehingga bobot badan
merupakan taksiran dari pembeli atau pedagang setempat (blantik).
 Pada kondisi tertentu harga ditentukan berdasarkan bobot badan
sapi aktual yang diukur dengan timbangan sapi. Kondisi ini
biasanya dijumpai pada sapi-sapi hasil feedlot. Sehingga
penentuan harganya juga akan mudah. Harga yang berlaku Rp.
19.000 – Rp. 23.000 / kg hidup. Sedangkan pada hari raya kurban
akan naik sekitar 40-60% dari hari biasa.
 Perkembangan harga daging sapi mengalami fluktuasi dan
cenderung naik pada akhir tahun 2008, yaitu pada bulan
September, harga sapi potong di tingkat konsumen mencapai rata-
rata Rp53.000 per kg, dengan harga di tingkat produsen sekitar Rp
22.000,-. Perkembangan harga daging sapi per kilogram pada
tahun 2008 dari sentra produksi Indonesia disajikan pada Tabel 12.
 Harga daging sapi murni pada bulan Oktober 2007, di tingkat
konsumen mencapai Rp 48.250,- per kg. Lebih lanjut,
perkembangan harga daging sapi murni disajikan pada Tabel 13.

42
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Tabel 12. Perkembangan harga daging sapi (kg) tahun 2008 (Rp/Kg)

No Harga Jan Peb Mar Apr Mei Jun


1 Produsen* 21,773 22,042 21,100 20,921 23,583 20,607
2 Grosir 42,227 42,654 46,400 45,267 44,500 44,733
3 Konsumen 48,500 48,962 52,733 51,767 50,346 51,933
No Harga Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 Produsen* 20,767 20,821 22,786 21,452 21,192 19,623
2 Grosir 45,500 46,833 49,200 39,790 45,071 37,259
3 Konsumen 51,400 53,067 53,333 45,412 55,679 42,288
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2009 (diolah)
Keterangan: *)= adalah harga berat sapi hidup per kg

Tabel 13. Perkembangan harga daging sapi murni (Mei 2007 – Jan 2008) di
tingkat konsumen (Rp/kg)
Harga Mei Jun Jul Aug Sep Okt
Konsumen 46,513 46,375 46,213 46,140 46,988 48,250
Jan 08 Jan 08 Jan 08 Jan
Harga Nov Des
(I) (II) (III) 08(IV)
Konsumen 46,863 47,938 47,650 46,850 46,850 46,850
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2008

4.2. Sistem Distribusi dan Pemasaran


Secara umum, sistem distribusi produk sapi potong mengikuti pola sistem
distribusi seperti yang digambarkan oleh Gambar 8. Diperlihatkan dalam
gambar tersebut, bahwa daging sapi sebelum sampai ke tangan konsumen,
perlu melalui beberapa tahap mulai dari masih berupa sapi pada peternak,
baik peternak rakyat, maupun peternak industri, RPH (Rumah Potong
Hewan), pasar dan kemudian konsumen akhir. Peternak rakyat menjual
43
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

ternak mereka melalui kelompok ke pasar ternak tradisional maupun


pangkalan rakyat, sebelum masuk ke rumah potong hewan.
Pemasaran sapi potong merupakan komoditas yang bila dalam keadaan
sehat dapat bertahan lama. Dengan demikian, jual beli sapi bagi para
peternak dan pedagang pun dapat saling tarik ulur, tergantung kesepakatan
tawar-menawarnya.

Pedagang
Pengumpul

Pedagang RPH
Pengumpul

PRODUSEN KONSUMEN

Pedagang RPH Industri


Pengumpul Pengalengan

Pedagang Pedagang
Blantik Jagal
Besar Kecil

Gambar 8. Rantai pemasaran ternak sapi potong

44
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB V. TITIK KRITIS USAHA

Pengembangan usaha budidaya ternak sapi potong harus memperhatikan


hal-hal pemicu risiko bisnis yang mungkin terjadi. Risiko-risiko tersebut
antara lain :
5.1. Faktor Penentu Keberhasilan
Faktor penentu keberhasilan usaha sapi potong dapat dikelompokkan
menjadi dua faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-
faktor internal yang berpengaruh terhadap keberhasilan usaha sapi potong
yaitu sapi bakalan dan teknik pemeliharaan. Faktor-faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap keberhasilan industri usaha sapi potong adalah
ketersediaan lahan hijauan makanan ternak dan bahan baku konsentrat.
Strategi umum untuk menunjang keberhasilan industri penggemukan sapi
potong adalah :
1. Penyediaan sapi bakalan,
2. Peningkatan teknologi produksi yang efisien,
3. Pemanfataan lahan kritis untuk hijauan makanan ternak,
4. Penanganan dan pemanfaatan limbah industri dan pertanian sebagai
bahan baku konsentrat,
5. Pendekatan secara agribisnis dan sosial kemasyarakatan.

5.2. Faktor Penentu Kegagalan


Faktor-faktor yang menjadi tantangan bagi pengembangan usaha sapi
potong adalah penyediaan bakalan, lahan untuk hijauan makanan ternak
yang semakin sempit dan bahan baku konsentrat yang masih bersaing
dengan ternak lain seperti sapi perah dan unggas.
Kondisi sapi bakalan lokal saat ini umumnya masih beragam kualitasnya,
jumlahnya terbatas, sulit diperoleh dalam jumlah besar dalam waktu yang
bersamaan. Kondisi tersebut diakibatkan oleh kurangnya penyerapan
45
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

teknologi produksi misalnya inseminasi buatan dan embryo transfer.


Kendala lain dalam usaha pembibitan sapi potong untuk penyediaan
bakalan yang berkualitas baik adalah faktor modal dengan tingkat bunga
yang tinggi.
Ketersedian lahan untuk penanaman hijauan makanan ternak saat ini
semakin terbatas akibat alih fungsi lahan untuk kepentingan lain.
Persaingan ini tidak hanya terjadi dengan sektor, tetapi juga dengan sektor
pemukiman, industri dan jasa.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi usaha sapi potong rakyat adalah
pasar bebas dan globalisasi. Ada beberapa ketentuan internasional yang
dapat mempengaruhi terhadap kenerja dan daya saing usaha sapi potong.
Ketentuan tersebut antara lain: (1). Penghapusan berbagai subsidi; (2)
Terciptanya pasar dengan pelaku yang tidak terbatas baik dalam negeri
maupun luar negeri; (3) Tidak adanya perlakuan bagi perusahan lokal dalam
berhadapan dengan perusahaan asing; (4) Tuntutan pengembangan
standarisasi produk yang diarahkan pada pola self regulatory contoh
(kemandirian mutu); (5) Sanksi bagi setiap negara yang melanggar
ketentuan internasional.
Tidak adanya peningkatan efisiensi usaha sapi potong dapat menyebabkan
daya saing dalam hal harga semakin lemah. Kemampuan daya saing
pengusaha sapi potong dalam negeri baik peternakan besar apalagi
peternakan masih sangat lemah. Membanjirnya sapi potong impor
khususnya dari Australia dengan harga yang lebih murah sering terjadi dan
sangat menggangu usaha sapi potong lokal. Perilaku seleksi konsumen
dalam negeri masih sangat rendah dimanfaatkan perusahaan asing dalam
memasarkan produk yang tidak laku di pasar mereka.
Terbukanya pasar bebas dengan pelaku yang semakin banyak dapat
menimbulkan beberapa persoalan dalam pasar lokal seperti mudah
terjadinya over supply yang dalam waktu singkat secara langsung akan
menekan harga. Sifat pasar sapi potong yang mendekati pasar persaingan
memungkinkan hal tersebut terjadi. Terbukanya pasar juga cenderung

46
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

mengakibatkan fluktuasi harga semakin tinggi dengan bagitu mudahnya


setiap pelaku keluar masuk pasar.
Kemampuan daya saing pengusaha lokal yang masih lemah dalam
memasuki pasar bebas tidak memperoleh proteksi lagi oleh pemerintah
sehingga hal ini mendorong terbentuk pola usaha yang cenderung besar-
besaran. Industri skala kecil dan menengah dengan tingkat efisiensi yang
rendah lambat laun akan hilang. Oleh karena itu dalam menghadapi pasar
global dengan ketentuan yang mengikat diperlukan strategi baik dalam
menekan biaya maupun peningkatan kualitas sesuai dengan selera
masyarakat yang terus berubah.

47
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB VI. ASPEK KEUANGAN

6.1. Standar Biaya Usaha


Berikut disajikan analisis usaha sapi potong untuk 10 ekor dengan
penggemukkan jangka panjang (8 bulan). Biaya usaha sapi potong dapat
dilihat pada Tabel 14. Analisis usaha diperhitungkan dengan asumsi
sebagai berikut :
 Bibit yang digunakan sebanyak 10 ekor sapi dengan berat berkisar
160 – 180 kg,
 Harga bibit sapi/satuan adalah Rp. 4.000.000,
 Pemberian pakan dengan hijauan dan konsentrat,
 Lama pemeliharaan penggemukan 8 bulan,
 Tenaga kerja 1 orang

Tabel 14. Biaya usaha sapi potong rata-rata tahun 2008 untuk 10 ekor
penggemukan jangka panjang 8 bulan

Nilai
No Uraian Vol Sat Harga/sat (Rp)
(Rp)
A Biaya : 56.480.000
I Sapronak
1 Bibit , 160 – 180 kg 10 Ekor 4.000.000 40.000.000
2 Hijauan 40 kg/ekor/hari 75 7.200.000
3 Konsentrat 2 kg/ekor/hari 1.100 5.280.000
II Tenaga Kerja
1 Memelihara 1 orang/bln 500.000 4.000.000

B Penerimaan, BB: 328 kg 10 Ekor 7.700.000 77.000.000

C Pendapatan (B-A) 20.520.000

D Rasio R/C 1.36

48
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

6.2. Marjin Usaha


Marjin usaha merupakan hasil penjualan sapi dikurangi biaya produksi.
Berdasarkan analisis usahatani sapi potong yang telah diuraikan tersebut,
diperoleh gambaran bahwa:
Marjin usaha (keuntungan):
= Penerimaan Hasil penjualan – Biaya Produksi
= Rp. 77.000.000 – Rp. 56.480.000
= Rp. 20.520.000-,
Keuntungan yang diperoleh selama 8 bulan usaha pembudidayaan sapi
potong adalah sebesar Rp. 20.520.000 (marjin usaha belum
memperhitungkan bunga bank).

49
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

BAB VII. KISI – KISI UNTUK AO

Sebagai bahan untuk menggali informasi yang nantinya menjadi bahan


pertimbangan keterlibatan Bank BRI dalam usaha budidaya ternak sapi
potong berikut disajikan kisi-kisi yang dapat digunakan di lapangan. Kisi-kisi
ini tentu saja masih perlu dikembangkan sesuai dengan kondisi lapangan
dan daerah.
Tabel 15. Kisi-kisi aspek yang harus dikaji di lapangan

Hal yang perlu


Variabel Keterangan
diketahui
Kandang Luas Luas kandang
menentukan kenyamanan
sapi dan pengelolaan
Letak (lokasi) Letak kandang
berpengaruh terhadap
pengawasan kondisi
ternak
Kepemilikan Sewa atau milik sendiri
akan berpengaruh
terhadap biaya usahatani
Kontruksi umum Jenis bahan kandang
akan berpengaruh
terhadap kekuatan
kandang
Sapi Bakalan Bangsa sapi Penggunaan sapi
Umur persilangan dan umur
Jenis kelamin yang masih muda dapat
Asal sapi diperoleh pertambahan
Harga bobot badan per hari
yang lebih berat
Asal yang jauh
memerlukan waktu
adaptasi yang lebih lama.

50
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

Hal yang perlu


Variabel Keterangan
diketahui
Hijauan Jenis yang digunakan Ketersediaan pakan
Jumlah pemberian hijauan merupakan titik
Asal budidaya atau liar kritis dalam pemeliharaan
Apakah mudah/sulit sapi potong jangka
diperoleh panjang
Biaya perolehan Ketersediaan harus
dijamin agar tidak ada
krisis pakan
Konsentrat Asal buatan pabrik atau Ketersediaan konsentrat
meramu sendiri merupakan titik kritis
Variasi jenis dalam pemeliharaan sapi
Harga potong jangka pendek
(feedlot).
Ketersediaan harus
dijamin agar tidak ada
krisis pakan
Waktu Kapan dimulai Menentukan harga jual,
Sistem pemeliharaan karena adanya bulan-
(panjang, menengah bulan tertentu dengan
atau pendek) harga sapi yang mahal
yaitu Hara Idul Firi dan
Hari Raya Qurban

51
Profil Bisnis dan Titik Kritis Usaha Peternakan Sapi Potong (Pembibitan &
Penggemukan)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan
Pusat Statistik Tahun 2009. www.bps.go.id
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Roadmap Pembibitan
Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan. www.ditjennak.go.id
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Statistik Peternakan
Tahun 2009. Direktorat Jenderal Peternakan. www.ditjennak.go.id
Saparinto, C dan P.Vulianto. 2010. Penggemukan Sapi Potong Secara
Intensif. Penebar Swadaya. Depok

52

Anda mungkin juga menyukai