Anda di halaman 1dari 125

PROPOSAL

PENGEMBANGAN KEBUN SINGKONG


INTENSIFIKASI TERPADU

(POLA INTENSIFIKASI AGROINDUSTRI TERPADU)

MERAIH KESEJAHTERAAN MELALUI INTENSIFIKASI


AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI TERPADU YANG
BERKELANJUTAN
DAFTAR ISI ...................................................................................... i
RANGKUMAN .................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 2
1.2. Potensi Dan Peluang Pengembangan AgroIndustri Dengan
Bahan Baku Singkong ............................................................... 3
1.3. Maksud dan Tujuan ................................................................... 4

BAB II. KEBUN SINGKONG TERPADU ...................................................... 6


2.1. Taksonomi dan Morfologi .......................................................... 7
2.2. Budidaya Singkong .................................................................... 9
2.3. Pasar Singkong .......................................................................... 23
2.3. Analisis Ekonomi Kebun Singkong ........................................... 25

BAB III. TUMPANGSARI KACANG KORO PEDANG


(Canavalia ensiformis) .................................................................... 31
3.1. Aspek Botani .............................................................................. 32
3.2. Aspek Ekologi ........................................................................... 33
3.3. Potensi Koro Pedang ................................................................. 34
3.4. Analisis Ekonomi Tumpangsari Koro ........................................ 36

BAB IV. PRODUKSI TEPUNG TAPIOKA ...................................................... 42


4.1. Teknologi Produksi Tapioka ...................................................... 43
4.2. Kendala Dalam Bisnis Tepung Tapioka ..................................... 49
4.3. Analisis Ekonomi Produksi Tepung Tapioka ............................. 50

BAB V. PRODUKSI PAKAN TERNAK SELASE .......................................... 56


5.1. Masalah Ketersediaan Pakan Ternak ....................................... 57
5.2. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak ....................................... 58
5.3. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi ....................................... 61

BAB VI. PENGGEMUKAN SAPI ................................................................... 66


6.1. Peluang Pasar Usaha Penggemukan Sapi ................................ 67
6.2. Permasalahan Dalam Usaha Penggemukan Sapi..................... 67
6.3. Pedoman Teknis Pemeliharaan Sapi......................................... 68
6.4. Bibit Ternak ................................................................................ 70
6.5. Pemeliharaan Ternak ................................................................. 71
6.6. Penyakit Ternak ......................................................................... 72
6.7. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi ....................................... 74

BAB VII. PRODUKSI BIOETANOL ................................................................. 79


7.1. Sekilas Tentang Etanol (Alkohol) .............................................. 80
7.2. Potensi Pasar Bioetanol............................................................. 81
7.3. Proses Pembuatan Bioetanol .................................................... 82
7.4. Analisis Ekonomi Produksi Bioetanol......................................... 90

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 95


LAMPIRAN ....................................................................................... 98

Daftar Isi
Cluster Agroindustri Terpadu i
RESUME

ii
PENGEMBANGAN KEBUN SINGKONG
SECARA TERPADU SEBAGAI PENDUKUNG AGROINDUSTRI
YANG BERKELANJUTAN
(POLA INTENSIF AGROINDUSTRI TERPADU)

RESUME

Proyek pengembangan kebun singkong secara terpadu ini merupakan


antisipasi semakin meningkatnya kebutuhan singkong baik di dalam negeri
dan di luar negeri, sejalan dengan perkembangan penduduk dan
berkembangnya teknologi pengolahan yang dapat memodifikasi tepung
singkong sebagai bahan baku berbagai industri (industri pangan, industri
pakan ternak, industri bioetanol, industri farmasi, industri tekstil, industri
kertas dan lain-lain). Pada proyek ini kebun singkong dikelola secara
terpadu dengan pola tanam tumpangsari dan singkong yang dihasilkan
dimanfaatkan untuk mendukung industri bioetanol, produksi pakan ternak
untuk mendukung penggemukan sapi dan sebagai bahan baku industri
lainnya (cluster agroindustri terpadu). Secara ringkas cluster agroindustri
terpadu tersebut dapat dijelaskan melalui gambar di bawah ini.

Gambar 1. Skema intensifikasi agroindustri berbasis bahan baku singkong

Pola Intensifikasi Agroindustri Terpadu Singkong


iii
Pengelolaan cluster agroindustri secara terpadu akan membentuk
sinergi yang saling menguntungkan diantara unit-unit bisnis pendukungnya
dan sistem produksinya menjadi lebih efisien (zero waste) dan berkelanjutan.
Limbah atau hasil ikutan yang semula tidak bernilai ekonomi dikelola secara
khusus menjadi input bagi unit bisnis lainnya dan menghasilkan produk yang
bernilai ekonomi dan ramah terhadap lingkungan (environmently). Setiap
unit bisnis dikelola secara mandiri, walaupun terjadi subsidi silang diantara
unit bisnis tersebut namun akuntabilitasnya jelas dan layak berdasarkan
analsis ekonominya. Selain itu dengan adanya diversifikasi produk

iv
5
Analisis kelayakan ekonomi pengembangan cluster Agroindustri
Terpadu dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Total Kebutuhan Modal yang diperlukan adalah sebesar
Rp132.852.935.812
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp40.479.677.988 (30,5%) dan Modal Kredit sebesar
Rp92.373.257.825 (69,5%), secara detail diuraikan pada Tabel 4.
Modal tersebut digunakan untuk mengembangkan Kebun Singkong
Terpadu sebagai sumber bahan baku industri, Budidaya Koro sebagai
tanaman tumpangsari, Industri Tapioka, Industri Pakan Ternak Silase,
Penggemukan Sapi dan Industri Bioetanol, dengan kapsitas produksi
masing-masing diuraikan pada Tabel 1.
Luas lahan yang diperlukan seluas 2.190,0 hektar yang terdiri dari
1.095 ha (50%) lahan Inti dan 1.095 ha (50%) lahan plasma.
Konsep pengembangan Kebun Singkong Inti – Plasma ini
dimaksudkan agar keberadaan proyek tersebut juga dirasakan
manfaatnya untuk masyarakat, Pabrik/industri pengolahan singkong
yang akan didirikan sebagai penjamin pasar produksi singkong dari
masyarakat sekitar.

6
 Kredit Modal Investasi pada proyek ini diasumsikan selama 5 tahun
dan Modal Kerja 3 tahun, dengan bunga pinjaman 6% per tahun
menurun, grace periode 1 tahun. Secara mendetail Pengembalian
Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit Modal Investasi dan Modal Kerja)
diuraikan pada Tabel 7.
 Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) masing-
masing unit bisnis sebagaimana diuraikan pada Tabel 2, dengan
parameter Net Present Value (NPV) nilainya positif, Interest Rate on
Return (IRR) nilainya lebih besar dari bunga pinjaman yang digunakan
atau dibandingkan dengan bunga deposito atau bunga kredit
komercial, Pay Back Peride (PBP) paling lama 3,5 tahun dan Revenue
Cost Ratio (R/C Ratio) lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa
semua unit bisnis tersebut menguntungkan atau layak untuk
dijalankan.
Cluster Agroindustri Terpadu ini dapat diterapkan hampir diseluruh
wilayah Indonesia dan sejalan dengan program pemerintah dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan dan energi. Keberadaan proyek tersebut
mampu menyediakan lapangan pekerjaan, mendukung pembangunan dan
pendapatan asli daerah (PAD).

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1
1.1. Latar Belakang

Peranan singkong cukup besar, sebanyak 2,5 milyar penduduk Asia,


Afrika, dan Amerika Latin menggunakan singkong sebagai bahan pangan,
pakan, industri dan sumber pendapatan (CGIAR 2000). Penggunaan
singkong untuk pangan di Indonesia meningkat 2,22% per tahun (BPS 1995
– 2006). Produksi singkong nasional selama dua dasawarsa terakhir
meningkat dengan laju 1,52% per tahun, sedangkan permintaan meningkat
dengan laju 2,75% per tahun. Neraca produksi dan permintaan yang tidak
berimbang ini menyebabkan kinerja industri pangan menurun dengan laju
0,85% per tahun, defisit pasokan domestik untuk tepung kasava, tapioka,
dan aneka gula serta penurunan secara drastis ekspor gaplek, tepung
kasava, dan tapioka (FAO 2005).
Pada masa yang akan datang komoditi singkong semakin strategis
dengan semakin meningkatnya permintaan sejalan dengan perkembangan
penduduk dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan
singkong sebagai bahan bakunya. Proyeksi sasaran pemenuhan kebutuhan
singkong untuk pangan dan bahan baku industri di Indonesia adalah sebagai
berikut:

PERMINTAAN PERTUMBUHAN
INDUSTRI / PANGAN / PAKAN
2000 2015 2025 (%/TH)

Industri Hulu
Gaplek 399 1.886 6.124 15,0
Tepung Kasava 21 553 1.433 10,0
Tapioka 193 3.015 7.969 10,3
Industri Pangan
Aneka Gula 1.164 1.871 4.462 9,2
Lainnya 1.348 1.403 1.551 1,2
Industri Non Pangan
Bioetanol 0 10.395 22.769 7,1
Lainnya 1.798 2.929 4.771 4,9
Pangan 12.490 15.883 19.084 1,8
Pakan 341 348 355 0,2

Selama ini singkong paling banyak dimanfaatkan untuk pembuatan tepung


tapioka yang selanjutnya digunakan sebagai bahan baku berbagai industri
lainnya (Industri pangan, industri kayu lapis, industri kertas, dll). Beberapa
waktu terakhir singkong juga dipetimbangkan sebagai bahan baku bioetanol
yaitu salah satu biofuel (bahan bakar nabati) yang dikembangkan untuk
mengantisipasi mulai menipisnya cadangan minyak bumi nasional/dunia.

2
Landasan hukum dan kebijakan pemerintah tentang pengembangan
Bahan Bakar Nabati sudah cukup jelas yaitu Intruksi Presiden Republik
Indonesia No. 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaat Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Secara khusus Presiden
mengintruksikan Kepada Menko Perekonomian dan 12 Menteri yang terkait
serta Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan percepatan dan
pemanfaat bahan bakar nabati (biofuel). Hal ini berkaitan dengan sasaran
kebijakan energi nasional yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia No. 5 tahun 2006, bahwa pada tahun 2025 komposisi
pemakaian energi sebesar 5% akan dipenuhi dari Biofuel (Biodiesel,
Bioetanol dan BioOil). Selanjutnya ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 2006 tentang Tim
Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan
Pengurangan Kemiskinan dan Pengurangan Penganguran. Landasan
hukum lainnya adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi
(pasal 21 ayat 2 dan 3), bahwa pemanfaatan energi baru dan energi
terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pemanfaatan energi dari sumber energi baru dan sumber energi terbarukan
yang dilakukan oleh badan usaha, bentuk usaha tetap, dan perseorangan
dapat memperoleh kemudahan dan/atau insentif dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu
tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya.
Bahkan Pemerintah telah mewajibkan penggunaan biofuel melalui
Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan,
Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan
Bakar Lain. Dalam rangka ketahanan energi nasional, Badan Usaha
Pemegang lzin Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan Pengguna Langsung
Bahan Bakar minyak wajib menggunakan bahan bakar nabati (biofuel)
sebagai bahan bakar lain secara bertahap (Pasal 3) dan Badan Usaha yang
melaksanakan kegiatan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain dapat diberikan insentif baik fiskal dan atau non-fiskal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.2. Potensi Dan Peluang Pengembangan AgroIndustri Dengan Bahan


Baku Singkong

Hampir seluruh wilayah Indonesia berpotensi untuk pengembangan


perkebunan singkong yang mampu menyediakan lapangan kerja di daerah
(Pro-Job), mengurangi kemiskinan (Pro-Poor), memperkuat ekonomi
nasional (Pro-Growth), memperbaiki lingkungan (Pro-Planet) dan
mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (Sustainable).

3
Ketersediaan bahan baku sangat penting peranannya dalam menentukan
kelangsungan produksi bioetanol. Oleh karena itu perlu direncanakan
dengan baik antara Kapasitas produksi masing-masing industri yang akan
dibangun berkaitan dengan jumlah bahan baku yang harus disediakan, dan
luas lahan kebun singkong yang dibutuhkan. Di berbagai wilayah
dikembangkan kluster kebun singkong secara terpadu dengan industri yang
mengolah bahan baku singkong menjadi berbagai jenis produk. Hal akan
menciptakan sinergi positif dan efisiensi produksi.
Pemerintah telah merumuskan kebijakan teknis pengembangan
agribisnis singkong dengan pendekatan SWOT yang meliputi beberapa
tahapan, antara lain inventarisasi, pengelompokan, klasifikasi/skoring, dan
penapisan faktor-faktor internal dan eksternal untuk sistem produksi,
pengolahan hasil, dan pemasaran produk.

4
1.3. Maksud dan Tujuan
1.3.1. Maksud
Pengembangan kebun singkong secara terpadu dan
berkelanjutan dimaksudkan tidak hanya untuk mendukung program
pemerintah dalam upaya mengembangkan sumber energi alternatif
(industri bioetanol) sebagai pengganti BBM (ketahanan energi), tetapi
juga untuk mendukung industri berbahan baku singkong (ketahanan
pangan) dan industri peternakan sapi (mengurangi ketergantungan
impor daging sapi).
1.3.2. Tujuan
Tujuan dari pengembangan kebun singkong secara terpadu ini
adalah sebagai berikut:
 Memanfaatkan lahan-lahan yang tidak produktif atau
terbengkelai untuk budidaya tanaman singkong secara intensif
dan terpadu sebagai sumber bahan baku industri bioetanol atau
industri pangan dan industri yang membutuhkan bahan baku
singkong serta penggemukan sapi;
 Menyediakan bahan bakar alternatif (bioetanol) yang dapat
diproduksi sendiri di daerah-daerah sebagai bagian dari
program Desa Energi Mandiri;
 Menyediakan lapangan pekerjaan di desa;
 Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mendukung
pengembangan perekonomian lainnya;
 Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bagi petani
plasma;
 Menyediakan alternatif investasi yang menguntungkan bagi
investor.

5
BAB II
KEBUN SINGKONG
TERPADU

6
2.1. Taksonomi dan Morfologi
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong,
adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.
Singkong merupakan tanaman tahunan, semak berkayu yang tumbuh antara
satu sampai empat meter tingginya. Akar dapat tumbuh hingga diameter 15
cm dengan panjang mencapai 120 cm, beratnya antara satu sampai delapan
kilogram. Akar tanaman singkong 1 - 1,5 tahun memiliki kadar pati antara
20% dan 32%, yang baik dibandingkan dengan tanaman pangan pati
lainnya. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi
singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin.
Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat
terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi
singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat
miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun
singkong karena mengandung asam amino metionin.
Secara taksonomi tanaman singkong diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)


Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping
dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima


Gambar 2. Taksonomi dan morfologi tanaman singkong

Secara garis besar tahap pertumbuhan singkong dapat dijelaskan sebagai


bikut :
Pertumbuhan awal daun dan sistem perakaran
✓ 30 hari setelah tanam, daun sejati mulai berkembang. Proses
fotosintesis mulai menjadi positif.
✓ Daun berwarna hijau gelap di atas dan bawah hijau pucat. Daun dapat
memiliki 3 – 9 lobus.
✓ Perkaran serabut mulai tumbuh.

7
Tahap berbunga
✓ Peralihan ke tahap reproduksi terjadi pada saat percabangan pertama.
Batang utama dapat cabang 2, 3, atau 4 kali, masing-masing
memproduksi cabang mereka sendiri.
✓ tak tentu berbunga (ada yang hanya dapat berbunga di dataran tinggi
dan ada yang dapat berbunga pada dataran rendah dan tinggi)
Berbunga
✓ Monoecious yaitu bunga jantan dan betina terletak pada tangkai
bunga yang berbeda dalam satu batang untuk tanaman.
✓ Bunga betina (staminate) terbuka 1 – 2 minggu sebelum bunga jantan
Perkembangan Daun
✓ Tingkat pertumbuhan maksimum dari daun dan batang terjadi 90 –
180 hari setelah tanam, setelah itu struktur tanaman di atas tanah
akan tetap.
✓ Pada saat yang sama 4 – 8 dari akar serabut menebal menjadi akar
penyimpanan.
Translokasi untuk Akar
✓ 180-300 hari setelah tanam partisi Photoassimilate dari daun ke akar
dipercepat. Hal ini menyebabkan peningkatan dalam Dry Material dari
batang dan akar dan penurunan di DM atau senescing daun.
✓ Produksi sekitar 10-15 ton / ha menghasilkan umbi kering dan 30-40
ton / ha menghasilkan akar segar setelah 8 bulan.
✓ Produksi akan terus meningkat sejalan bertambahnya waktu, tetapi
pada tingkat yang lebih lambat. Meskipun merupakan tanaman
tahunan, singkong dipanen pada umur 6 – 12 bulan setelah tanam.
✓ Tinggi tanaman akhir adalah sekitar 200 – 350 cm.
% produksi berat kering 360 hari
setelah tanam

Hari Setelah Tanam

Gambar 3. Pola pertumbuhan organ tanaman singkong

8
Singkong merupakan tanaman yang tahan di lahan kering dan dapt
tumbuh di berbagai lingkungan agroklimat tropis, walaupun tentunya tingkat
produksinya akan bervariasi menurut tingkat kesuburan dan ketersediaan air
tanah. Produksi yang optimal akan dapat dicapai apabila tanaman mendapat
sinar matahari yang cukup, berada pada ketinggian sampai dengan 800 m
dpi, tanah gembur, dan curah hujan di antara 750 - 2.500 mm/tahun dengan
bulan kering sekitar 6 bulan.

Gambar 4. Penyebaran perkebunan singkong (1 titik = 1000 ha)

2.2. Budidaya Singkong


Pada prinsipnya budidaya singkong dilakukan dengan memadukan
teknologi tepat guna yang telah terbukti mampu meningkatkan produktifitas
secara nyata. Teknologi yang dimaksud meliputi :
 Penyiapan Bibit Unggul Bermutu, berdasarkan hasil pengamatan
dibeberapa lokasi, diketahui bahwa singkong varietas cimanggu
produktifitasnya lebih stabil dan responsif terhadap perlakuan teknis
budidaya yang diterapkan.
 Perbaikan pengolahan tanah, hal ini dapat dilakukan secara mekanik
(dengan traktor) atau secara manual (dengan cangkul). Pengolahan
tanah yang baik akan menciptakan kondisi zona perakaran yang
sesuai (gembur) untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
ubi singkong. Dalam pengolahan tanah ini diwajibkan menambahkan
bahan organik (kompos atau pupuk kandang), terutama untuk
memperbaiki struktur tanah dan menjaga kesuburan tanah dalam
jangka panjang. Selain itu juga harus memperhatikan aspek
kelestarian dengan cara memperkecil terjadinya erosi yaitu dengan
cara pembuatan terasiring atau guludan pada lahan yang miring.

9
 Pemupukan yang cukup dan berimbang, hal ini dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan selama
pertumbuhan tanaman singkong sampai panen. Umur panen
tanaman singkong cukup lama 8 - 12 bulan, berdasarkan hasil
penelitian untuk panen sebesar 20 ton/ha unsur hara yang diserap
dan terbawa panen antara lain : Nitrogen (N) 100 kg, Phosphat (P2O5)
30 kg, Kalium (K2O) 120 kg, Magnesium (MgO) 40 kg. Oleh karena
itu peranan pemupukan sangat penting untuk menjamin produktifitas
tanaman yang tinggi. Pupuk yang diberikan dalam bentuk organik dan
anorganik (padat dan cair) untuk menjaga keseimbangan dan
ketersediaan unsur hara.
 Meningkatkan pemanfaatan lahan secara optimal melalui penerapan
sistem multiple cropping, yaitu memadukan beberapa jenis tanaman
yang menguntungkan secara ekologis dan ekonomis dalam satu pola
tanam dengan singkong sebagai tanaman utama.
2.2.1. Penyiapan Bibit Singkong / Pemilihan Klon
Produktifitas hasil panen
ditentukan oleh faktor genetik
(klon/varietas bibit yang
ditanam), faktor lingkungan
(tanah, iklim, bioetik setempat)
dan teknologi budidaya yang
diterapkan. Dengan demikian
penyiapan bibit singkong unggul
dan bermutu merupakan tahap
budidaya yang sangat penting,
sehingga perlu dipersiapkan
dengan baik. Karakteristik klon/ Gambar 5. Klon/varietas Cimanggu
produktifitasnya cukup tinggi
varietas singkong yang akan
ditanam disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan produk olahan
yang akan dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa
lokasi, ternyata klon/varietas cimanggu produktifitasnya cukup stabil,
kadar HCN-nya rendah (tidak pahit), rasanya enak dan disukai
beberapa industri makanan. Oleh karena itu dalam rencana
pengembangan kebun singkong dalam proyek ini menggunakan bibit
singkong cimanggu.

10
2.2.2. Pengolahan Tanah
Pertumbuhan tanaman dan perkembangan ubi singkong
membutuhkan kondisi tanah yang gembur sehingga peranan
pengolahan tanah sangat penting. Untuk mencapai hasil pengolahan
tanah yang optimal disarankan menggunakan traktor, tanah dibajak
2 (dua) kali dari arah horisontal dan vertikal dengan kedalaman olah
tanah 30 - 40 cm dan dibuat guludan (ridging). Pembuatan guludan
ini juga akan mempermudah mencabutan ubi singkong pada saat
panen, mengingat produktifitas singkong kassesart yang disambung
dengan singkong karet produktifitasnya sangat tinggi 60 – 100 ton/ha
(15 – 30 kg/tanaman). Pengolahan tanah dengan menggunakan
traktor (8 jam kerja) kemampuan kerjanya dapat mencapai 4 – 6
ha/traktor/hari. Pada lahan yang tidak memungkinkan dilakukan
pengolahan tanah secara mekanik dengan menggunakan traktor,
makan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan
cangkul.

Gambar 6. Lahan siap tanam setelah dibajak 2 kali dan di gulud (riger)

Dalam pengolahan tanah ini juga dilakukan pemupukan dasar


yaitu pemberian pupuk organik (kompos atau pupuk kandang)
sebanyak 5 – 10 ton/ha dan pengapuran dengan dolomit 0,5 ton/ha.
Hal ini dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
serta mempertahankan kesuburan tanah dalam jangka panjang
(sustainable). Sebaiknya pengolahan tanah dilakukan minimal 2
minggu sebelum tanam agar pupuk kandang yang diberikan tersebut
sudah terdekomposisi dengan baik.

11
Pada lahan yang miring harus dilakukan upaya untuk mengurangi
terjadinya erosi dengan pembuatan terasiring. Pengolahan lahan
dilakukan menjelang masuknya musim hujan (disesuaikan dengan
agroklimat masing-masing daerah).
2.2.3. Penanaman
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap
penanaman ini, yaitu:
 Populasi tanaman
Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dengan
mempertimbangkan tingkat kesuburan tanah dan pola tanam yang
akan dilakukan. Berdasarkan pengalaman di lapangan penanaman
singkong dengan bibit sambung ini dilakukan dengan jarak tanam:
▪ 100 cm x 100 cm, populasi ± 10.000 tanaman/hektar
sesuai untuk lahan marginal/kurang subur.
▪ 120 cm x 120 cm, populasi ± 6.944 tanaman/hektar
sesuai untuk tanah dengan tingkat kesuburan yang
sedang.
▪ 150 cm x 100 cm, populasi ± 6.667 tanaman/hektar
sesuai untuk tanah yang subur.
Jarak tanam tersebut masih dapat divariasi lagi (misalnya: 125 cm x
85 cm, populasi 9.412 tanaman/hektar) disesuaikan dengan kondisi
lahan untuk mendapatkan produktifitas yang paling tinggi di lokasi
tersebut.

Gambar 7. Penentuan jarak tanam dan penanaman

12
 Waktu Tanam
▪ Pada lahan kering di daerah tropis penanaman dilakukan
pada bulan-bulan basah (curah hujan≥ 100 mm/bulan).
Biasanya pada awal musim hujan sampai dengan akhir
musim hujan. Penanaman dilakukan setelah curah
hujan turun dalam waktu 2 minggu sehingga kelembaban
tanah cukup untuk mendukung pertumbuhan perakaran
dan tunas stek batang singkong yang baru ditanam.
▪ Pada daerah yang curah hujannya cukup tinggi dan
merata sepanjang tahun, penanaman singkong dapat
dilakukan sepanjang tahun.
▪ Pada lahan sawah tadah hujan, penanaman dilakukan
setelah panen.
 Pola Tanam
Penanaman singkong ini dapat dilakukan secara monokultur
(hanya tanaman singkong saja) maupun tumpangsari (disela-sela
tanaman singkong ditanami dengan tanaman semusim yang
menguntungkan). Berdasarkan pertimbangan optimalisasi
pemanfaatan lahan, ekologi dan ekonomi disarankan untuk
menggunakan pola tanam tumpangsari dengan tanaman semusim
khususnya famili leguminose (kacang-kacangan). Ada beberapa
keuntungan dengan memanfaatkan tanaman kacang-kacangan untuk
tumpangsari, yaitu:
▪ sebagai cover crop untuk mencegah erosi dan menekan
pertumbuhan gulma,
▪ sebagai mulsa organik, menambah unsur nitrogen
karena tanaman kacang-kacangan bersimbiose dengan
bakteri rhizobium yang dapat mengikat Nitrogen dari
udara,
▪ menambah bahan organik, dan
▪ menambah penghasilan jangka pendek.

13
Gambar 10. Lay out kebun singkong pola tumpangsari (multiple cropping)
yang teratur dapat memaksimalkan penggunaan lahan,
mengurangi terjadinya kompetisi antara tanaman pokok dengan
tanaman sela sehingga produktifitas masing-masing tanaman
akan tetap optimal

14
Gambar 11. Pola tanam tumpangsari singkong – kacang tanah

Gambar 12. Pola tanam tumpangsari singkong – padi gogo

15
2.2.4. Pemeliharaan Tanaman
Peranan pemeliharaan sangat penting dalam menentukan
produktifitas tanaman singkong, meskipun tidak seintensif seperti
pemeliharaan yang diterapkan untuk tanaman semusim lainnya.
Dalam budidaya tanaman singkong, pemeliharaan tanaman yang
dimaksud meliputi:
2.2.4.1. Pemupukan
Sebenarnya tanaman singkong termasuk tanaman yang tidak
rakus unsur hara apabila dibandingkan dengan tanaman semusim
lainnya. Sebagaimana dapat dilihat dari tabel 6 di bawah ini yang
membandingkan antara kebutuhan unsur hara tanaman singkong
dengan tanaman semusim lainnya.
Tabel 6. Kebutuhan unsur hara N, P, dan K tanaman singkong
dibandingkan dengan tanaman semusim lainnya

Rata-rata Nitrogen Phosphat Kalium


Jenis Tanaman
Panen (N) (P2O5) (K2O)
Ubi kayu 15.5 ton/ha 62.0 kg/ha 20.7 kg/ha 96.1 kg/ha
Padi sawah 4.7 ton/ha 104.6 kg/ha 14.9 kg/ha 123.7 kg/ha
Jagung 3.3 ton/ha 90.3 kg/ha 16.0 kg/ha 60.8 kg/ha
Kedelai 1.3 ton/ha 63.7 kg/ha 9.1 kg/ha 27.3 kg/ha
Sumber: Subandi dkk., 2006

Namun demikian untuk mencapai produktifitas yang tingggi


tanaman singkong yang dibudidayakan secara intensif juga akan
menyerap unsur hara yang banyak. Oleh karena itu diperlukan
tambahan unsur hara (pupuk) untuk mendukung produktifitas yang
tinggi tersebut secara berkelanjutan.
Pemupukan tanaman singkong harus dilakukan secara
berimbang, dengan memadukan jenis pupuk organik dan anorganik
(kimia). Rekomendasi dosis pupuk untuk tanaman singkong adalah
sebagai berikut:
 Pupuk Anorganik

JENIS PUPUK 1 BLN 3 BLN 6 BLN TOTAL


Urea 50 kg 100 kg 50 kg 200 kg
SP36 100 kg 100 kg
KCl 50 kg 100 kg 150 kg 300 kg
200 kg 200 kg 200 kg 600 kg

16
Pemupukan akan lebih efektif dan efisien apabila tersedia
pupuk majemuk yang kelarutannya terkendali (slow/control release).
Pemupukan ini dilakukan 3 kali, yaitu: pada umur 5 – 6 minggu, 12
minggu, dan 25 – 26 minggu, yang dibarengi dengan tindakan
pembumbunan.

Gambar 13. Pemupukan tanaman singkong


 Pupuk organik
Pemberian pupuk organik ini lebih ditekankan pada fungsinya
yang dapat memperbaiki struktur tanah, agar tanah menjadi lebih
gembur untuk mendukung pertumbuhan ubi dalam tanah. Selain itu
juga dimaksudkan untuk mengembalikan kesuburan tanah, karena
selama ini kandungan bahan organik tanah yang kaya unsur hara
esensial mikro telah banyak yang hilang karena erosi (run off). Pupuk
organik diberikan pada saat pengolahan tanah sebanyak 3 – 5 ton/ha.

20 ton/ha

10 ton/ha

0 ton/ha
0 ton/ha 3 ton/ha 6 ton/ha
UJ-5 Malang-6

Gambar 14. Peranan pupuk organik sangat penting dalam budidaya


singkong

17
 Pupuk organik cair
Pemberian pupuk organik cair ini dimaksudkan untuk memacu
pertumbuhan awal tanaman singkong atau tanaman tumpangsari
karena pupuk organik cair tersebut selain mengandung unsur hara
makro dan mikro juga mengandung hormon pertumbuhan dan
beberapa mikro organisme yang bermanfaat. Pupuk organik cair
diberikan pada umur 8 minggu 1 liter dan pada umur 13 minggu 2 liter
dan dilakukan setelah pemangkasan.
 Dolomit
Pemberian dolomit disarankan pada lahan yang pH tanahnya
asam, diberikan pada saat pengolahan tanah dengan dosis 250
kg/ha,. Dolomit selain dapat meningkatkan pH tanah juga berfungsi
sebagai pupuk untuk menambah unsur kalsium (Ca) dan Magnesium
(Mg).
2.2.4.2. Pemangkasan dan Koret
Tujuan pemangkasan ini adalah untuk mengurangi tunas agar
beban bagian atas tidak terlalu berat yang dapat menyebabkan
patahnya bekas sambungan batang dan akar belum cukup kuat untuk
menopang tajuk yang tumbuhnya lebat. Pemangkasan untuk
mengendalikan pertumbuhan tunas (hanya 2 tunas saja yang
dipertahankan) pada umur 4 - 12 minggu. Selain itu daun yang sudah
tua juga dipangkas hingga 25% pada umur 6 - 7 bulan. Daun ini
merupakan sumber pakan hijauan untuk peternakan, dalam satu
hektar dapat mencukupi kebutuhan pakan 5 ekor sapi.

Tabel 7. Pengaruh jumlah tunas dan pemangkasan daun

PERLAKUAN HASIL UBI SEGAR


Jumlah tunas/tanaman
1 tunas 15.08 ton/ha
2 tunas 20.39 ton/ha
3 tunas 17.95 ton/ha
Daun tua yang dipangkas
0% 48.44 ton/ha
25% 51.07 ton/ha
50% 49.33 ton/ha
75% 47.30 ton/ha
Sumber: Wagiono, 2001 dalam Wagiono dkk., 2006

18
2.2.4.3. Pengendalian Gulma
Tujuan pengendalian gulma adalah untuk mencegah terjadinya
persaingan dalam pengambilan unsur hara dan air oleh gulma yang
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman singkong (menurunkan
produktifitas 7.5%). Tindakan pengendalian gulma dilakukan
berdasarkan kondisi pertumbuhan gulma di lahan tanaman singkong,
dilakukan pada umur 4 - 5 minggu dan 11 - 12 minggu. Pada
umumnya lahan yang baru pertama kali digunakan atau pada lahan
bekas alang-alang masih meninggalkan rhizom yang akan tumbuh lagi
setelah pengolahan tanah.
Pengendalian gulma ini dapat diminimalkan dengan penerapan
pola tumpang sari misalnya dengan tanaman sela kacang tanah.
Tanaman tumpangsari tersebut mampu menekan pertumbuhan
gulma.

Gambar 15. Pengendalian gulma di lahan singkong

2.2.4.4. Pembumbunan (Perbaikan Guludan)


Tujuan dari pembumbunan ini adalah untuk menimbun kembali
guludan yang turun akibat pemadatan atau curah hujan, dan juga
untuk menimbun ubi yang muncul di permukaan tanah.
Pembumbunan juga bisa menggantikan tindakan pengendalian gulma
atau koret karena pada saat membumbun kembali juga dilakukan
pembersihan gulma atau rumput yang tumbuh di sekitar guludan.

19
Perbaikan guludan ini dilakukan bersamaan atau setelah
pemupukan agar pupuk yang diberikan dapat dimasukkan ke dalam
guludan untuk mencegah penguapan atau tercuci dan larut bersama
aliran air pada saat musim hujan. Pembumbunan ini dilakukan 3 kali,
yaitu: pada umur 5 – 6 minggu, 12 minggu, dan 25 – 26 minggu
bersamaan dengan pemupukan.

Gambar 16. Pembumbunan untuk memperbaiki guludan, menimbun ubi


yang keluar dari permukaan tanah dan sekaligus
mengendalikan gulma.

2.2.4.5. Pengendalian Hama dan Penyakit


Penyakti yang utama pada tanaman singkong adalah penyakit
layu yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas capestris pv.
Manihotis dan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri
Cassava Bacterial Blight (CBB). Sedangkan hama yang utama
tanaman singkong adalah tungau merah (Tetranychus urticae). Hama
ini menyerang hanya pada musim kemarau. Cara yang efektif dan
efisien untuk mengatasi penyakit dan hama tanaman singkong
tersebut adalah dengan menggunakan varietas yang tahan seperti
Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5. Selain itu juga diimbangi dengan
menjaga kebersihan (sanitasi) kebun singkong.

20
2.2.5. Panen
Umur panen tanaman singkong bervariasi mulai dari 7 – 11
bulan tergantung varietas yang ditanam. Berdasarkan umur panennya
tanaman singkong dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: genjah
(panen pada umur 7 – 9 bulan), sedang (panen pada umur 8 – 11
bulan), dan dalam (panen pada umur 10 – 12 bulan).
Tanaman singkong yang siap panen ditandai dengan
pertumbuhan yang mulai berkurang, warna daun mulai menguning
hampir menyeluruh, dan banyak daun yang rontok. Tanaman yang
telah siap dipanen dipangkas tajuknya dan untuk memudahkan
pencabutan ubi menggunakan pengungkit seperti pada gambar 15 di
bawah ini. Pastikan ubi yang dicabut tidak ada yang tertinggal di
dalam tanah. Potonglah ubi dari bonggolnya dengan rapi dan bersih
agar tanah dan bonggol tidak ikut terangkut. Seleksi potongan batang
(stek) yang kondisinya bagus untuk dijadikan bibit penanaman
selanjutnya.

Gambar 17. Persiapan panen dan teknik pencabutan singkong dengan


menggunakan pengungkit.

21
Gambar 18. Penggunaan bibit sambungan (memadukan antara singkong
var. Karet dengan var. Kassesart) dan penerapan teknik
budidaya yang intensif akan menjamin produksi tanaman
singkong yang tinggi.

Gambar 19. Tenaga kerja dan sarana transportasi harus dipersiapkan agar
panen dapat berjalan lancar.

22
2.3. Pasar Singkong
Petani singkong di centra-centra produksi maupun pada daerah-
daerah yang baru mengembangkan budidaya singkong tidak mengalami
kesulitan dalam pemasaaran hasil produksinya. Pada saat ini permintaan
singkong sebagai bahan baku industri semakin meningkat sejalan dengan
mulai dikembangkannya berbagai produk turunan singkong seperti bioetanol
(sebagai subtitusi bahan bakar khususnya bensin, kosmetik, dan sebagai
pelarut pada industri kimia lainnya), sorbitol dan glukose (gula cair untuk
industri makanan). Sedangkan permintaan singkong untuk bahan baku
industri tapioka dan makanan juga mengalami peningkatan sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan diversivikasi pangan (sebagai alternatif
sumber karbohidrat dan penggandi tepung gandum).

Gambar 20. Pohon Industri Singkong, produk turunannya menjadi bahan baku
berbagai industri

Sebagaimana umumnya dalam mekanisme pasar, dengan semakin


meningkatnya permintaan singkong sebagai bahan baku industri dan
terbatasnya suplai akan meningkatkan harga jual produk singkong tersebut.
Hal ini sangat menguntungkan bagi petani singkong dan sangat
menguntungkan bagai investor yang berminat menanamkan investasinya
dalam budidaya singkong.

23
`

Gambar 21. Pabrik pengolahan tepung tapioka baik yang skala besar dengan
kapasitas produksi 800 - 1.200 ton/hari maupun industri tepung tapioka
rakyat (ITTARA) dengan kapasitas 100 ton/hari siap menampung
produksi singkong dari masyarakat.

Gambar 22. Pabrik bioetanol dengan bahan baku singkong sekarang sudah mulai
di bangun di berbagai daerah, baik yang berskala besar maupun home
industri juga merupakan alternatif pasar yang besar.

24
2.4. Analisis Ekonomi Kebun Singkong dengan Bibit Sambung
2.4.1. Investasi Kebun Singkong

25
2.4.2. Modal Kerja Kebun Singkong

26
2.4.3. Analisa Usaha Budidaya Singkong

27
2.4.4. Proyeksi Laba (Rugi) Unit Budidaya Singkong

28
2.4.5. Proyeksi Arus Kas Unit Budidaya Singkong

2.4.6. Proyeksi Arus Kas Unit Budidaya Singkong

29
Pengembangan kebun singkong ini merupakan unit bisnis utama
(penyediaan bahan baku) untuk mendukung unit bisnis yang lainnya. Modal
yang diperlukan untuk pengembangan kebun singkong ini paling besar
dibandingkan dengan unit bisnis lainnya, sebagian besar modal tersebut
digunakan untuk pengadaan lahan seluas 1.095 ha (50%) dari total
kebutuhan lahan 2.190 ha. Total kebutuhan bahan baku singkong yang
diperlukan adalah 153.300 ton (Industri Tapioka 133.200 ton, Industri
Bioetanol 19.500 ton dan Industri Pakan Ternak 600 ton). Sebagian
kebutuhan kebutuhan bahan baku (50%) tersebut dihasilkan dari kebun
singkong inti yaitu sebanyak 76.650 ton dan sisanya (50%) dipenuhi dari
kebun singkong plasma milik masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi pengembangan kebun
singkong terpadu diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal adalah sebesar Rp48.138.876.576, terdiri dari
Modal Investasi Rp24.881.925.000, Modal Kerja Rp21.120.009.000,
Interest During Contruction (IDC) Rp1.492.915.500, dan Provisi
Rp322.013.538.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp14.570.468.388 (30,3%) dan Modal Kredit sebesar
Rp33.246.394.650 (69,1%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2.
 Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) sebagaimana
diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di atas,
diketahui bahwa Harga pokok produksi singkong adalah Rp238/kg dan
harga jual Rp500/kg, Net Present Value (NPV) nilainya positif
Rp51.734.643.451, Interest Rate on Return (IRR) nilainya 52% lebih
besar dari bunga pinjaman yang digunakan atau dibandingkan dengan
bunga deposito atau bunga kredit komercial, Pay Back Peride (PBP)
terjadi pada 1,4 tahun dan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar
2,1. Hal ini menunjukkan bahwa semua pengembangan kebun
singkong terpadu tersebut menguntungkan atau layak untuk
dijalankan.

30
BAB III
TUMPANGSARI KACANG
KORO PEDANG
(Canavalia ensiformis)

31
Tanaman koro pedang secara botani terbagi kedalam tipe tegak berbiji
putih dengan nama umum Jackbean (Canavalia ensiformis L.), dan tipe
menjalar berbiji merah dikenal deagan swardbean (Canvalia gladiata ( Jack ).
Keuntungan tanaman ini adalah: memiliki adaptasi yang luas pada lahan
suboptimal, terutama pada lahan kering masam, mudah dibudidayakan
secara tunggal atau tumpangsari, cepat menghasilkan biomasa untuk pupuk
hijau atau pakan, mengandung protein tinggi sering digunakan dalam industri
pangan, dan ekstrak biji koro pedang dapat meningkatkan ketahanan tubuh
dan mencegah penyakit kanker karena Con-canavalin A yang merupakan
suatu protein bertindak sebagai antibodi yang dapat mengaktifkan sel anti
kanker atau sel T, dan juga mampu menggumpalkan VIRUS dan
Spermatozoa serta dapat mengisolasi subtansi immonoglobulin dan
glikoprotein darah.
3.1. Aspek Botani
3.1.3. Koro pedang tegak Canavalia ensiformis (Jackbean)
Bentuk tanaman yang menyerupai perdu batangnya bercabang
pendek dan lebat dengan jarak percabangan pendek dan perakaran
termasuk akar tanggung. Bentuk daun trifoliat dengan panjang tangkai daun
7 – 10 cm, lebar daun sekitar 10 cm, tinggi tanaman dapat mencapai 1
meter. Bunga berwarna kuning, tumbuh pada ketiak/buku cabang. Bunga
termasuk bunga majemukdan berbunga mulai umur 2 bulan hingga umur 3
bulan. Polong dalam satu tangkai berkisar 1 – 3 polong, tetapi umumnya 1
polong/tangkai. Panjang polong 30 cm dan lebar 3,5 cm, polong muda
berwarna hijau dan polongh tua berwarna kuning jerami. Biji berwarna putih
dan tanaman koro dapat dipanen pada 9 – 12 bulan, namun terdapat
varietas berumur genjah umur 4 – 6 bulan.
3.1.4. Koro pedang merambat Canavalia gladiata (Swordbean)
Bentuk tanamannya merambat dan selalu melilit kearah kanan
(berlawanan dengan jarum jam). Akar termasuk akar tunggang dan batang
tumbuh sangat kokoh dan diameter dapat mencapai 5 mm. Panjang kubu
(intermode) sekitar 20 cm dengan selalu tumbuhnya selalu keatas dan
panjang/tinggi mencapai 10 m. Tangkai daun dan pangkal batang berwarna
merah muda. Panjang polong sekitar 40 cm lebar 5 cm dan warna polong
tua coklat muda, umur tanaman sampai panen terakhir yaitu 9 – 15 bulan. Biji
berwarna merah atau coklat muda.

32
Perakarannya dalam sehingga
tahan terhadap kekeringan. Bunga
berwarna merah muda keungulan dan
mempunyai polong yang panjangnya
mencapai 36 cm yang isinya mencapai
12 biji berwarna putih yang cukup besar
(800 biji = 1 kg). Tanaman ini
digunakan sebagai pakan ternak dan
makanan yang bergizi bagi manusia
khususnya di Brasil. Kacang koro
sedikit beracun namun pemasakan/
perebusan dapat menghilangkan racun
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian
tanaman koro pedang sangat potensial
sebagai sumber enzim urease. Secara
keseluruhan tanaman ini dimanfaatkan
untuk pakan ternak namun tidak boleh Gambar 23. Morfologi koro pedang
dicampur dengan urea karena adanya enzim urease yang mampu
melepaskan amonia beracun dari urea. Sebagaimana tanaman kacang-
kacangan (legum) yang lainnya, tanaman koro pedang perakarannya juga
bersimbiose dengan bakteri Rhizobium yang mempu memfiksasi/mengikat
Nitrogen dari udara yang dapat menyuburkan tanah.
3.2. Aspek Ekologi
Tanaman koro pedang dapat tumbuh sampai ketinggian 2000 m dari
o o
permukaan laut, tumbuh baik pada suhu rata-rata 12 C – 32 C di lahan
tadah hujan di daerah tropik dataran rendah. Tanaman koro pedang,
terutama tipe tegak dapat tumbuh baik pada curah hujan tertinggi 4.200
mm/tahun dan curah hujan terendah sampai 700 mm/tahun. Pertumbuhan
kedua jenis tanaman koro pedang akan optimal bila mendapatkan sinar
matahari penuh, namun pada kondisi ternaungi masih mampu menghasilkan
biji dengan baik.
Sistim perakaran kedua tanaman tersebut sangat dalam sehingga
dapat menjangkau persediaan kadar air tanah yang cukup pada kondisi
permukaan tanah kering atau pada lahan kering di musim kemarau tanaman
ini mampu tumbuh dan berbiji dengan baik. Kedua jenis tanaman koro
tumbuh pada tekstur tanah dan kesuburan tanah dengan kisaran yang luas,
terutama koro tipe tegak. Koro tipe rambat dapat tumbuh baik pada tanah
dengan daya pencucian tinggi dan miskin hara. Selain itu, tanaman koro
pedang dapat tumbuh baik pada tanah asam pH asam sampai dengan netral
(4,4 – 6,8) dan juga pada daerah tergenang dan salin.

33
3.3. Potensi Koro Pedang
Pada beberapa waktu terakhir harga kacang kedelai impor melangit
hingga Rp 7.000 per kilogram. Hal ini membuat sejumlah pihak (khususnya
pengrajin tahu tempe) mulai melirik alternatif lain untuk mengganti kedelai.
Alternatif pengganti kedelai tersebut ternyata jatuh pada kacang koro
pedang. Kacang koro pedang memiliki khasiat antioksidan lebih tinggi
ketimbang kedelai dan harganya juga lebih murah. Sebagaimana diketahui
bahwa kedelai merupakan tanaman yang berasal dari daerah subtropik,
walaupun sudah banyak hasil persilangan yang menghasilkan varietas
unggul tetapi produktifitasnya masih rendah dibandingkan dengan kedelai
yang ditanam di daerah subtropis. Berbeda halnya dengan koro pedang
yang beradal dari daerah tropis mampu beradaptasi dengan intensitas
cahaya matahari yang tinggi dan kekeringan. Potensi produksi tanaman koro
pedang berkisar antara 6 - 10 ton/hektar. jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan potensi produksi tanaman kedelai. Sehingga tidak salah apabila koro
pedang ini dicanangkan sebagai pengganti kedelai. Selain itu ternyata koro
pedang juga sebagai bahan baku untuk industri makanan ringan (snack) dan
industri pakan ternak.
Sejak awal kebun singkong direncanakan dikelola secara terpadu dan
berkelanjutan. Pengertian terpadu dan berkelanjutan dalam hal ini adalah
mengkombinasikan beberapa subsistem pertanian yang saling mendukung
sehingga tercapai efisiensi dalam penggunaan input (sarana produksi) dan
memaksimalkan output (pendapatan) dengan tetap mempertimbangkan
faktor kelestarian lingkungan. Pada tahap awal pertumbuhan tanaman
singkong tajuknya belum terbentuk penuh sehingga intensitas sinar matahari
cukup untuk pertumbuhan tanaman semusim yang lainnya. Berkaitan
dengan hal tersebut maka dalam budidaya singkong sambung dalam
proposal ini juga akan memanfaatkan tanaman koro pedang untuk
tumpangsarinya. Tanaman koro pedang mampu tumbuh dengan baik di
sela-sela tanaman singkong sampai menghasilkan pada umur 4 - 5 bulan.

Gambar 24. Budidaya singkong pola tumpangsari sistem double row

34
Pupuk hijau tanaman koro tipe tegak sekitar 40 – 50 ton/bahan
organik segar. Di AS, tumpangsari tanaman koro pedang dengan tanaman
temkakau dan nenas yang diberi pupuk hijau daun koro dapat meningkatkan
hasil tanaman tersebut yang signifikan.

Gambar 25. Tumpangsari tanaman singkong - koro pedang. Polong koro pedang
(inset). Potensial untuk sumber hijauan pakan ternak.

35
3.4. Analisis Ekonomi Tumpangsari Koro
3.4.1. Investasi Tumpangsari Koro

36
3.4.2. Modal Kerja Biaya Tumpangsari Koro

37
3.4.3. Rencana Anggaran Biaya Tumpangsari Koro

38
3.4.4. Proyeksi Laba (Rugi) Tumpangsari Koro

39
3.4.5. Proyeksi Arus Kas Tumpangsari Koro

40
Tumpangsari Koro pedang ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan efektifitas penggunaan lahan, sebagai cover crop untuk
mengurangi erosi dan mejaga kesuburan tanah, menyediakan hijauan pakan
ternak (bahan baku silase) dan menghasilkan sumber protein pengganti
kedelai. Luas lahan mengikuti luas lahan tanaman pokok (kebun singkong
inti) yaitu lahan seluas 1.095 ha. Hasil produksi tumpangsari ini yang berupa
kacang koro sebanyak 4.380 ton/th sebagian dijual pada pabrik pakan
ternak atau pabrik makanan juga untuk memenuhi kebutuhan pembuatan
silase 308.000 kg per tahun.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi pengembangan kebun
singkong terpadu diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal adalah sebesar Rp4.441.556.868 terdiri dari Modal
Investasi Rp1.009.175.000 Modal Kerja Rp3.341.377.500 Interest
During Contruction (IDC) Rp60.550.500 dan Provisi Rp30.453.868.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp1.353.784.768 (30,5%) dan Modal Kredit sebesar
Rp3.087.772.100 (69,5%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2.
 Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) sebagaimana
diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di atas,
diketahui bahwa Harga pokok produksi singkong adalah Rp710 / kg
dan harga jualnya Rp2.000/kg, Net Present Value (NPV) nilainya
positif Rp13.532.013.651, Interest Rate on Return (IRR) nilainya
314% lebih besar dari bunga pinjaman yang digunakan atau
dibandingkan dengan bunga deposito atau bunga kredit komercial,
Pay Back Peride (PBP) terjadi pada 0,31 tahun (kurang dari 1 tahun)
dan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 2,8. Hal ini
menunjukkan bahwa tumpangsari koro tersebut menguntungkan
atau layak untuk dijalankan.

41
BAB IV
PRODUKSI TEPUNG
TAPIOKA

42
Setelah dipanen singkong segar harus segera diolah, karena dalam
waktu 3 hari ubi akan mulai membusuk. Singkong dapat diolah menjadi
berbagai jenis produk sebagaimana digambarkan pada pohon industri
singkong. Kandungan karbohidrat singkong cukup tinggi yaitu sebanyak
32.4 dan kalori 567.0 dalam 100 gram, dapat dipakai sebagai pengganti
beras. Aneka olahan dari bahan baku singkong cukup beragam mulai dari
makanan tradisional sampai membuat bahan yang memerlukan proses
teknologi lebih lanjut.

Pada dasarnya olahan singkong dalam industri dapat digolongkan


menjadi tiga yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem, bioetanol, mocaf,
dll), singkong yang dikeringkan (gaplek ) dan tepung singkong atau tepung
tapioka. Tepung tapioka sangat cepat dikenal dan telah digunakan secara
permanen dalam beberapa industri makanan, pakan ternak, dekstrin,
glukosa (gula). Dekstrin digunakan dalam industri tekstil, industri makanan
dan industri kimia seperti etanol dan senyawa organik lainnya.

Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena sifat tepung
tapioka yang unik. Tepung tapioka tersusun atas granula-granula pati
berukuran 5 – 35 mikron,memiliki sifat bieerefringent yang kuat serta
tersusun atas 20% amilosa dan 80% amilopektin sehingga mempunyai sifat
mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Tapioka ini dengan cepat
akan tergelatinisasi oleh pemanasan dengan air dan larutannya setelah
pendinginan secara komparatif tetap cair. Selanjutnya, larutan tersebut
secara relatif lebih stabil dalam hal bahwa larutan tersebut tidak cepat
memisah kembali ke bentuk yang tidak larut (insoluble form) seperti yang
terjadi pada pati jagung dan pati kentang (retrogradasi).

Tepung tapioka yang diinginkan konsumen adalah tepung yang


warnanya putih, bubuknya halus (free flowing powder), kering (kadar airnya
rendah), bersih, aromanya khas tepung/tidak apek, dan tidak mengandung
zat-zat yang berbahaya. Kemasannya harus kuat dan tidak mudah bocor.

4.1. Teknologi Produksi Tapioka

Singkong yang dipilih untuk proses pembuatan tepung tapioka adalah


singkong yang mempunyai umur panen 9 – 12 bulan dengan kadar pati 24%.
Sebaiknya dipilih umbi singkong dari jenis yang baik (rasanya tidak pahit),
dan segar (tidak lebih dari 3 hari setelah panen), serta belum mengalami
perubahan warna menjadi kehitaman.

43
Gambar 26. Bagan alir (Flow Chart) proses produksi tapioka

44
4.1.1. Unit Penerimaan dan Pencucian
Ubi singkong segar yang dipanen dari kebun diangkut dengan
truk. Truk-truk ditimbang dan ubi diambil sampelnya untuk penentuan
kadar pati sebelum ubi dibongkar di tempat penampungan dengan
lantai beton yang bersih. Ubi dimasukkan ke dalam hopper penerimaan
dengan front-loader. Hopper, dilengkapi dengan perangkat magnetic
vibrating dosing, ubi dikeluarkan secara teratur, diterima oleh conveyor
dan dibawa ke ke dalam drum berputar (rotor) untuk menghilangkan
tanah dan kulit kasar (dry cleaning). Pada saat di atas conveyor
dilakukan pemeriksaan ubi untuk menghilangkan bonggol ubi yang
berkayu dan kotoran lainnya yang terangkut. Selanjutnya ubi dicuci
dalam mesin cuci berdayung/pedaluntuk menghilangkan sisa pasir dan
kulit. Ubi yang telah dicuci selanjutnya keluar secara bertahap dan
diterima oleh conveyor untuk diangkut ke unit pemarutan.

Gambar 27. Unit penerimaan dan pencucian

4.1.2. Unit Pemarutan


Ubi yang telah bersih dimasukkan ke dalam mesin chopper
untuk dipotong-potong menjadi serpihan kecil dan dibagikan ke
beberapa mesin parut.
Potongan ubi yang masuk dalam mesin parut akan menjadi
butiran pati suspensi bebas, serat, pati dan air yang mengandung
protein seperti, gula dan mineral. Selama proses pemarutan air
ditambahkan untuk pengenceran.
Mesin parut ini dirancang untuk mencapai efisiensi yang tinggi.
Mesin parut yang efisiensi (yang diukur dengan presentase perolehan

45
pati) sangat menentukan hasil yang diperoleh dari proses. Selama
periode tertentu mata pisau diubah/diganti, maka mesin parut harus
dihentikan dan proses dilanjutkan oleh mesin parut lain yang berjalan
pada kapasitas penuh.

Gambar 28. Unit Parut

Bubur ubi (root-slurry) atau susu pati hasil parutan akan


ditampung oleh tangki besar penampung susu pati mentah. Susu pati
dialirkan ke dalam saluran pengumpul yang dilengkapi dengan kontrol
level kemudian diteruskan ke unit de-sanding (penghilangan pasir atau
partikel kotoran) menggunakan pompa sentrifugal.
4.1.3. Unit De-sanding
Gambar 29. Unit Desanding

Pasir dan partikel (serpihan mata gergaji)


yang masuk dalam bubur ubi (root-slurry)
dikeluarkan/dihilangkan dalam De-sanding Unit.
Alat ini dilengkapi dengan ceramic – cyclone,
tangki pengumpul pasir, pengeluaran pasir, dan
saluran air untuk mencegah kehilangan pati.
Selanjutnya bubur pati yang telah bebas dari
pasir/partikel disalurkan ke dalam Unit Ekstraksi.
4.1.4. Unit Ekstraktsi dan Pulpdewatering
Unit ekstraksi / pulp-dewatering terdiri dari satu unit ekstraksi
tiga tahap dan satu unit penyaring penghilangan air bubur ubi. De-
diampelas akar-bubur diumpankan ke garis ekstraksi di mana pati
diekstrak dari serat.

46
Prinsip ekstraksi adalah kombinasi antara proses pencucian
dan gaya sentrifugal dan dijalankan secara bersamaan. Setiap saringan
sentrifugal dilengkapi dengan pompa serat yang dirancang secara
khusus dan pompa penghilang busa untuk mengalirkan susu pati ke
dalam ke tangki susu pati mentah.

Gambar 30. Sentrifugal sieve


4.1.5. Unit Konsentrasi
Pati mentah yang berasal dari saringan sentrifugal dimasukkan
ke unit siklon higienis untuk konsentrasi dari kepadatan rendah
kepadatan tinggi, dan kemudian dimasukkan ke dalam siklon cuci. Unit
konsentrasi terdiri dari tahap-1 (concentration cyclone) dan tahap-2
(recovery cyclone). Sedikit pati yang tersisa dalam limpahan pada
tahap-1 (concentration cyclone) akan diserap kembali pada tahap-2
(recovery cyclone). Akhirnya overflow tidak mengandung pati (tidak ada
kerugian pati).
4.1.6. Unit Pencucian Pati dan Serat Halus
Unit pencucian berupa unit beberapa tahap siklon. Dalam unit
ini susu pati dicuci secara menyeluruh untuk menghilangkan sisa serat,
protein dan kotoran lainnya. Karena kepadatan underflow tinggi di
setiap tahap, efisiensi pencucian yang sangat tinggi dicapai. Unit multi-
tahap siklon dilengkapi dengan pengaturan kepadatan dan air
pencucian untuk menjamin kualitas susu pati yang dicuci secara
konstan.

Gambar 30. Sentrifugal sieve

47
4.1.7. Unit Dewatering Starch
Proses pemerasan dilakukan dengan peeler centrifuge, selama
pengisian kelebihan larutan pati langsung dikembalikan ke tangki
penyangga dewatering, filtrat air disalurkan ke tangki air filtrat untuk
dikembalikan ke unit pencucian dan digunakan sebagai air pencuci.
Sedangkan hasil pemerasan yang berupa kue pati (start cake)
diteruskan ke unit pengering menggunakan konveyor.

Gambar 31. Peeler Centrifuge

4.1.8. Unit Pengeringan dan Pengemasan


Setelah sebagian besar air dikelauarkan dari susu pati (starch
cake), selanjutnya diangkut oleh konveyor untuk dimasukkan dalam
hopper dan akan masuk ke bagian dalam aliran udara panas dari
saluran pengeringan. Udara panas tersebut adalah diciptakan oleh
penukar panas (Head Excahanger).
Kue Pati (starch cake) dipanaskan oleh udara panas dan airnya
akan menguap. Setelah kering, tepung pati dipisahkan dari udara oleh
satu set cyclone, di bagian bawah ditutup dengan pengunci udara yang
dapat berputar (rotating airlock). Udara lembab adalah meninggalkan
cyclone melalui overflow dan akan ditiup oleh ventilator ke atmosfer.
Pati kering dikumpulkan oleh satu set konveyor sekrup untuk diangkut
ke unit saringan bergetar, dimana bahan-bahan kasar akhirnya akan
dipisahkan dari pati halus. Setelah penyaringan, pati tepung diangkut
ke silo, dimana akan pati dingin pada waktu menunggu pengemasan.

48
Dari silo pati diekstraksi dan dikemas/dikarungi secara semi-otomatis,
dengan berat masing-masing kantong sebesat 25 kg.

Gambar 32. Flash Dryer Unit

Gambar 33. Bagging Unit

4.2. Kendala Dalam Bisnis Tepung Tapioka


Kendala utama dalam pembuatan tepung tapioka ini adalah masalah
penjemuran waktu musim penghujan. Dengan penerapan teknologi proses
produksi yang modern sebagaimana telah diuraikan di atas maka kendala
tersebut dapat diatasi. Selain itu pada umumnya juga terjadi masalah
pasokan bahan baku, tapi dengan konsep pengembangan Agroindustri
secara terpadu masalah pasokan bahan baku secara kontinyu dan
berkelanjutan sudah direncanakan sejak penentuan kapasitas produksi.

49
4.3. Analisis Ekonomi Produksi Tepung Tapioka

4.3.1. Investasi Produksi Tepung Tapioka

50
4.3.2. Modal Kerja Produksi Tepung Tapioka

4.3.3.

51
4.3.4. Proyeksi Laba (Rudi) Produksi Tepung Tapioka

4.3.5.

52
4.3.6. Proyeksi Arus Kas Produksi Tepung Tapioka

53
Industri tepung tapioka merupakan industri utama yang mengolah
bahan baku singkong, dengan kapaistas produksi tapioka sebanyak 120.000
kg/hari. Kebutuhan bahan baku sebesar 133.333.344 kg per tahun
diasumsikan berasal dari produksi kebun singkong inti sebesar 66.666.672
kg dan kebun singkong plasma sebesar 66.666.672 kg per tahun.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi industri tepung tapioka
diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal adalah sebesar Rp53.089.490.100 terdiri dari Modal
Investasi Rp26.933.575.450 Modal Kerja Rp24.182.090.462 Interest
During Contruction (IDC) Rp1.616.014.527 dan Provisi
Rp357.809.661.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp16.177.313.793 (30,5%) dan Modal Kredit sebesar
Rp36.912.176.307 (69,5%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 5 dan
Lampiran 6.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) sebagaimana
diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di atas, diketahui
bahwa Harga pokok produksi tapioka adalah Rp2.822 / kg dan dijual pada
harga Rp4.500, Net Present Value (NPV) nilainya positif Rp362.272.988.745,
Interest Rate on Return (IRR) nilainya 241% lebih besar dari bunga pinjaman
yang digunakan atau dibandingkan dengan bunga deposito atau bunga kredit
komersial, Pay Back Peride (PBP) terjadi pada 0,25 tahun (kurang dari 1
tahun) dan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 1,6. Hal ini
menunjukkan bahwa industri tepung tapioka tersebut menguntungkan atau
layak untuk dijalankan.

54
BAB V
PRODUKSI PAKAN TERNAK
SILASE

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 55
5.1 Masalah Ketersediaan Pakan Ternak
Hijauan Makanan Ternak (Forages) merupakan bahan makanan atau
pakan utama bagi kehidupan ternak serta merupakan dasar dalam usaha
pengembangan peternakan terutama untuk ternak ruminansia termasuk
didalamnya sapi perah, sapi potong (pedaging). Untuk meningkatkan
produktivitas ternak, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan
adalah penyediaan pakan hijauan sepanjang tahun baik kualitas dan
kuantitas yang cukup agar pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan ternak
untuk mempertahankan kelestarian hidup dan keutuhan alat tubuh ternak
(kebutuhan hidup pokok) dan tujuan produksi (kebutuhan produksi) dapat
berkesinambungan. Hal ini dimungkinkan bila kita mampu mengelola strategi
penyediaan pakan hijauan baik rumput maupun legum.
Bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang
rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar
serat ini pada umumnya didominasi komponen karbohidrat komplek
(lignoselulosa) yang sulit untuk dicerna. Selain itu ketersedian pakan tidak
kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan terutama pada saat musim
kemarau. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan
berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Pakan memegang peranan 60%
- 70% dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu mengatasi
masalah tersebut telah dilakukan berbagai terobosan.

Gambar 34. Pakan sangat menentukan keberhasilan usaha penggemukan sapi

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 56
5.2. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak
Ada beberapa teknologi untuk mengawetkan dan meningkatkan nilai
gizi pakan ternak yaitu:
 Pembuatan hijauan kering (hay);
 Penambahan urea (amoniasi); dan
 Awetan hijauan (silase).
Kelemahan pengolahan bahan pakan dengan pengeringan (hay)
adalah sangat tergantung dengan musim/panas matahari, sedangkan
pengolahan dengan penambahan urea (amonisasi) seringkali menyebabkan
keracunan (toksikasi) karena tingginya amonia. Berbeda dengan silase,
hijauan diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang
tinggi (40 – 80%). Keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet
(tahan lama), tidak memerlukan proses pengeringan, meminimalkan
kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-
asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi
mikroorganisme pada rumen (perut) sapi.
Dalam proses pembuatan selase juga memanfaatkan mikro
organisme probiotik. Probiotik adalah mikro organisme hidup dalam media
pembawa yang menguntungkan ternak. Mikro organisme itu mampu
menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga
menciptakan kondisi optimum untuk pencernaan pakan dan meningkatkan
efisiensi konversi pakan. Zat nutrisi pakan akan mudah diserap. Manfaat
lainnya adalah meningkatkan kesehatan ternak, mempercepat pertumbuhan,
memperpendek jarak beranak, menurunkan kematian pedet, dan
memproteksi dari penyakit penyebab penyakit tertentu. Pada akhirnya
probiotik dapat meningkatkan produksi daging maupun susu.
Prinsip utama pembuatan silase yaitu: menghentikan pernafasan dan
penguapan sel-sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat
melalui proses fermentasi kedap udara, menahan aktivitas enzim dan bakteri
pembusuk. Pada saat ini juga sudah dikembangkan selase komplit.
Berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa
keunggulan.
 Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak perlu memerlukan
tempat pemeraman yang an-aerob, cukup dengan semi aerob.
 Kandungan gizi yang dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi
70 – 90% kebutuhan gizi ternak sapi.
 Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai
ternak (palatable).

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 57
Prinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti
proses fermentasi pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari
3 kelompok bahan yaitu:
 Kelompok bahan pakan hijauan
Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan dari hijauan
makanan ternak (HMT) seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum),
rumput kolonjono (Panicum muticum), tanaman jagung (Zea mays) dan
rumput-rumput lainnya. Selain dari HMT, limbah-limbah dari sisa panen
seperti jermai padi, jerami, kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini
sebagai sember serat utama.
 Kelompok bahan pakan konsentrat
Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul,
onggok (ampas tapioka), ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain. Bahan
pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan
yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi
(ensilase).
 kelompok bahan pakan aditif.
Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat
terdiri dari campuran urea, mineral, tetes dan lain-lain.

Gambar 35. Tahapan pembuatan pakan silase

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 58
Rasio dari ketiga kelompok bahan tadi dapat mengacu pada formula 7 : 2 : 1
atau 6 : 3 : 1 (Hijauan : Konsentrat : Aditif) yang didasarkan pada persentase
berat. Pencampuran dilakukan dengan urutan komponen bahan aditif
dicampur dulu dengan konsentrat selanjutnya dicampurkan ke hijauan. Jika
kondisi hijauan atau limbah petanian agak kering maka diperlukan tambahan
air sehingga kadar air campuran mencapai ± 40%.
Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk
mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki
kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim
penghujan, bahan pakan hijauan baik berupa HMT maupun sisa tanaman
pangan diperam dengan penambahan bahan konsentrat akan dapat tahan
sampai 4 – 8 bulan. Persediaan pakan ini bisa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan ternak musim kemarau. Paling tidak dengan menerapkan
teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan pakan di musim kemarau
sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.
Kebutuhan hijauan silase untuk sapi PO umur bakalan 1 tahun, yang
ditetapkan adalah 5% berat badan. Jadi kebutuhan hijauan untuk
penggemukan selama 4 bulan per ekor, dengan pertambahan berat badan 1
kg per ekor per hari adalah : (5% x 300 kg x 120 hari ) + (5% x 1 kg x 120
hari) = 1800 kg + 6 kg = 1806 kg atau sekitar 1,8 ton. Jadi kebutuhan pakan
hijauan dalam 4 bulan masa pemeliharaan adalah : 10 ekor x 1,8 ton = 18
ton/peternak.

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 59
5.3. Analisis Ekonomi Produksi Pakan Ternak Silase
5.3.1. Investasi Produksi Pakan Ternak Silase

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 60
5.3.2. Modal Kerja Produksi Pakan Ternak Silase

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 61
5.3.3. Proyeksi Laba (Rugi) Produksi Pakan Ternak Silase

Produksi Pakan Ternak Silase


Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 62
5.3.4. Proyeksi Arus Kas Produksi Pakan Ternak Silase

63
Industri pakan ternak silase dengan kapasitas produksi 467 ton/bulan
dibangun karena adanya ketersediaan bahan hijauan pakan ternak dan
memanfaatkan “waste” industri lainnya. Berdasarkan hasil analisis kelayakan
ekonomi industri pakan ternak silase diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal adalah sebesar Rp1.851.985.527 terdiri dari Modal
Investasi Rp1.213.235.000, Modal Kerja Rp541.391.654, Interest
During Contruction (IDC) Rp72.794.100 dan Provisi Rp12.282.387.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp560.508.613 (30,3%) dan Modal Kredit sebesar
Rp1.279.194.528 (69,1%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 9 dan
Lampiran 10.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) sebagaimana
diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di atas, diketahui
bahwa Harga pokok produksi tapioka adalah Rp349 / kg dan dijual pada
harga Rp400/kg, Net Present Value (NPV) nilainya positif Rp923.853.519,
Interest Rate on Return (IRR) nilainya 22%, lebih besar dari bunga pinjaman
yang digunakan atau dibandingkan dengan bunga deposito atau bunga kredit
komersial, Pay Back Peride (PBP) terjadi pada 3,52 tahun (kurang dari 1
tahun) dan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 1,1. Hal ini
menunjukkan bahwa industri tepung tapioka tersebut menguntungkan atau
layak untuk dijalankan.

64
BAB VI
PENGGEMUKAN SAPI

65
6.1. Peluang Pasar Usaha Penggemukan Sapi

Pengembangan peternakan rakyat prospeknya sangat baik sekali,


karena kebutuhan daging sapi untuk Indonesia terus meningkat sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi baik. Menurut Ilham et al.,
(2001) permintaan daging sapi selama tahun 2000 sampai dengan 2010
diproyeksikan akan mengalami laju peningkatan sebesar 5% per tahun, yaitu
dari sebesar 225.156 ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 366.739 ton
pada tahun 2010, sedangkan penawaran daging sapi domestik diperkirakan
mengalami penurunan dengan laju sebesar -0,13% per tahun, yaitu dari
sebesar 203.164 ton pada tahun 2000 menurun menjadi 200.576 ton pada
tahun 2010.
Kondisi tersebut apabila tidak diantisipasi dengan upaya terobosan
dalam peningkatan produksi di dalam negeri akan menyebabkan Indonesia
selalu bergantung pada pasokan impor dan menjadi target potensial
pemasaran ternak sapi hidup dan produk-produk turunannya bagi
negaranegara produsen utama. Volume impor daging sapi Indonesia selama
periode 1990-1998 secara rata-rata mengalami tingkat pertumbuhan sebesar
38,55% per tahun (FAO dalam Ilham et al., 2001).

6.2. Permasalahan Dalam Usaha Penggemukan Sapi

Dalam bisnis sapi potong, persoalan utama yang dihadapi peternak


rakyat maupun pengusaha penggemukan (feedloter), adalah rendahnya
tingkat pertambahan bobot badan sapi yang diusahakan (Average Daily
Gain) yang berkaitan antara faktor genetik dan ketersediaan pakan yang baik
(kuantitas dan kualitas). Padahal, aktivitas penting dalam usaha sapi potong
itu adalah penggemukan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi daging dalam
usaha penggemukan sapi, yaitu:
 Faktor Genetik
Kualitas genetik ternak yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat
sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.
 Faktor Pakan
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan
berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Pakan memegang
peranan 60%—70% dalam meningkatkan produktivitas.

66
 Jenis Kelamin
Ternak jantan tumbuh lebih cepat dari pada ternak betina, sehingga
pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging
yang lebih besar.
 Manajemen
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh
dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa
penggemukan menjadi lebih singkat.
Problematika umum usaha peternakan di negara-negara tropis seperti
Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini
berdampak langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada
tubuh ternak. Lingkungan yang relatif panas menyebabkan sebagian ternak
akan ‘enggan makan’ sehingga secara kuantitas asupan zat makanan
(nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang. Padahal, asupan nutrient ini
berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok (maintenance),
perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari
kondisi asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan
pertambahan berat hidup (Average Daily Gain/ADG) yang masih sangat jauh
dari hasil yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri.

6.3. Pedoman Teknis Pemeliharaan Sapi

6.3.1. Penyiapan Sarana Dan Peralatan


Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan
(kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak
yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan
penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang
harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung
jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus
diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai
penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan
mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi
dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai
harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan,
seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa
persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan
perlengkapan kandang.

67
 Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang
berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai
kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan
agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar
air yang tampak, termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar lantai
kandang tetap kering (tidak boleh lembab).
Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/ papan
yang berasal dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup
rapat, tetapi agak terbuka agar sirkulasi udara didalamnya lancar.
Konstruksi kandang termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan
sapi adalah air minum yang bersih. Air minum diberikan secara ad
libitum, artinya harus tersedia dan tidak boleh kehabisan setiap saat.
Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak
minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus
pelataran kandang. Pembuatan kandang sapi dapat dilakukan secara
berkelompok di tengah sawah/ ladang.
6.3.2. Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan
lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang
untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan
untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk
seekor anak sapi cukup 1,5 x 1 m. Tinggi kandang 2 – 2,5 m
o
dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25 - 40 C (rata-rata
o
33 C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat
dilakukan pada dataran rendah (100 – 500 m) hingga dataran
tinggi (> 500 m).
6.3.3. Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah
tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar
kandang, tetapi masih dibawah atap. Tempat pakan dibuat
agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/
tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat
permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada
permukaan lantai. Dengan demikian kotoran dan air kencing
tidak tercampur didalamnya. Perlengkapan lain yang perlu
disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk
memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk

68
membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan
penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.

6.4. Bibit Ternak

Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:


 Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar
dan lengkap silsilahnya.
 Matanya tampak cerah dan bersih.
 Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu
pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
 Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
 Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
 Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor
dan dubur.
 Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
 Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu
menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua
hari.

Gambar 36. Sapi bakalan yang memenuhi persyaratan

69
6.5. Pemeliharaan Ternak

Pemeliharaan sapi potong yang utama mencakup penyediaan pakan


(ransum) dan pengelolaan kandang, yaitu:

6.5.1. Pemberian Pakan

Faktor Kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama


penentu keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya
produksi berasal dari pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap
asupan zat makanan ke ternak akan sangat menentukan keberhasilan
budidaya peternakan. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira
sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% -
2% dari berat badan. Secara khusus pakan ternak dibahas pada bab
produksi pakan ternak sapi ”selase”.

Gambar 37. Pemberian pakan hijauan (10%) dan konsentrat (1%) dari berat
badan sapi

6.5.2. Pemeliharaan Kandang

Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses


fermentasi (1 - 2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang
sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak
terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.

70
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat
pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di
bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang
diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran.
Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak
semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan
pula peralatan untuk memandikan sapi.

6.6. Penyakit Ternak

6.6.1. Penyakit antraks

Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak


langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2)
gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada,
leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang
darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung,
telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan
sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna
kehitaman.

Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi


sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

6.6.2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae


epizootica (AE)

Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air


kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman
AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak
melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
(2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu
makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air
liur keluar berlebihan.

Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan


diobati secara terpisah.

71
6.6.3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema
epizootica (SE)

Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui


makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak,
berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva
membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan
perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit
bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan
sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12 - 36 jam.

Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau


sulfa.

6.6.4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)

Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang


yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan
mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3)
tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang
dan akhirnya bisa lumpuh.
Pengendalian: Pengendalian penyakit sapi yang paling baik
menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
 Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya,
termasuk memandikan sapi.
 Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan
segera dilakukan pengobatan.
 Mengusakan lantai kandang selalu kering.
 Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan
vaksinasi sesuai petunjuk.

72
6.7. Analisis Ekonomi Penggemukan Sapi

6.7.1. Investasi Penggemukan Sapi

73
6.7.2. Modal Kerja Penggemukan Sapi

74
6.7.3. Proyeksi Laba (Rugi) Penggemukan Sapi

75
6.7.4. Proyeksi Arus Kas Penggemukan Sapi

76
Penggemukkan sapi dengan jumlah 400 ekor/4bln atau 1.200 ekor/th
ditentukan berdasarkan kapasitas produksi pakan silase selama 4 bulan.
Setiap ekor sapi membutuhkan pakan silase komplit sebanyak 37,2 kg/ekor
sehingga dalam 4 bulan pemeliharaan akan membutuhkan pakan sebanyak
4.464 kg/ekor. Sedangkan kapasitas produksi pakan silase sebanyak
1.866.520 kg/4bln (bisa untuk 418 ekor). Berdasarkan hasil analisis
kelayakan ekonomi industri pakan ternak silase diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal adalah sebesar Rp6.152.309.485 terdiri dari Modal
Investasi Rp2.049.500.000 , Modal Kerja Rp3.896.594.167, Interest
During Contruction (IDC) Rp122.970.000 dan Provisi Rp41.622.659.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp1.862.341.909 (30,3%) dan Modal Kredit sebesar
Rp4.248.344.917 (69,1%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 11 dan
Lampiran 12.
 Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility) sebagaimana
diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di atas,
diketahui bahwa Harga pokok daging sapi adalah Rp22.949 / kg dan
dijual pada harga Rp25.000/kg, hasil perhitungan Net Present Value
(NPV) nilainya positif Rp4.070.983.205, Interest Rate on Return (IRR)
nilainya 57%, lebih besar dari bunga pinjaman yang digunakan atau
dibandingkan dengan bunga deposito atau bunga kredit komersial,
Pay Back Peride (PBP) terjadi pada 1,6 tahun (kurang dari 2 tahun)
dan Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 1,1. Hal ini
menunjukkan bahwa industri tepung tapioka tersebut
menguntungkan atau layak untuk dijalankan.

77
BAB VII
PRODUKSI BIOETANOL

Produksi Bioetanol
Cluster Agroindustri Terpadu, Supriyanto 081317811798 78
7.1. Sekilas Tentang Etanol (Alkohol)
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroxyl (-OH)
dengan 2 atom karbon (C). Species alkohol yang banyak digunakan adalah
CH3CH2OH yang disebut metil alkohol (metanol), C2CH5OH yang disebut etil
alkohol (etanol), dan C3CH7OH yang disebut iso propil alkohol (IPA) atau
propanol-2. Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol
atau etil alkohol. Senyawa ini jernih berbentuk cairan yang tidak berwarna
dengan ciri khas aroma enak, terlarut dalam air, mempunyai rasa agak
manis, tetapi dalam konsentrasi yang tinggi terasa membakar dengan berat
jenis 0,789 g/ml pada temperatur 20ºC dan akan mendidih pada temperature
78,5ºC.
Berdasarkan proses produksinya, etanol dikelompokkan menjadi 2
jenis, yaitu:
 Etanol sintesis, yang sering disebut metanol atau metil alkohol atau
alkohol kayu. Terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau
batu bara. Bahan ini diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut
hidrasi;
 Bioetanol, adalah etanol yang dibuat dari biomassa (tanaman)
melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Bioetanol dapat
dibuat dari berbagai bahan tumbuhan antara lain:
▪ Bahan Berpati, berupa biji sorgum, jagung, cantel, sagu, ubi
jalar, singkong/gaplek , ganyong , garut, dan lain-lain;
▪ Bahan Bergula, berupa nira tebu, nira aren, nira siwalan, nira
sorgum manis, nira nipah, tetes tebu (molasses), sari buah
mete, dan lain-lain;
▪ Bahan Berselulosa (Lignoselulosa), berupa limbah logging,
limbah pertanian seperti jerami padi, ampas tebu, tonggkol
jagung (janggel), limbah tapioka (onggok), batang pisang ,
bagas dan lain-lain.
Bioethanol dapat diproduksi secara langsung dari bahan gula
sederhana (glukosa, sukrosa, maltosa) dan secara tidak langsung dapat
diproduksi dari bahan-bahan polimer biokimia yang tersusun atas gugus-
gugus glukosa, yakni pati (starch) maupun serat tanaman (lignoselulosa).
Kedua bahan ini, baik secara kimiawi (asam) maupun biokimiawi (enzimatis)
dapat dihidrolisis menjadi glukosa, untuk kemudian dapat difermentasi
menjadi bioethanol. Biomasa jumlahnya berlimpah di muka bumi ini sehingga
secara teoritis dapat diproduksi secara berkelanjutan.

79
7.2. Potensi Pasar Bioetanol
Penggunaan bioethanol yang luas ditandai dengan berbagai
spesifikasi produk yang pada umumnya didasarkan pada kadar air maupun
kadar impurities di dalamnya. Etanol dengan kadar 95 - 96%v/v dikenal
sebagai technical/raw spirit grade, Industrial grade, kotable grade. Etanol
dengan kadar > 99% v/v dikenal sebagai alkohol absolut (anhydrous ethanol)
dan Fuel Grade Ethanol (FGE).
Konsumsi bioetanol di pasar dunia saat ini, berdasarkan survai Licht
pada tahu 2001 dapat diklasifikasikan menjadi 3 pasar utama di bawah ini :
 Bioetanol Bahan Bakar (mencakup 66 % dari total bioetanol yang
diproduksi secara global)
Pada era modern peranan bioethanol semakin meluas, salah
satu yang spektakuler adalah penggunaan bioethanol dalam uji coba
mesin Otto dan mobil-mobil produksi Ford keluaran pertama lebih dari
seabad yang lalu, ketika bensin belum ditemukan dan digunakan.
Jadi, penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar otomotif bukan
merupakan hal baru, melainkan merupakan perulangan sejarah.
Bioethanol dapat digunakan sebagai bahan bakar automotive
secara murni atau dicampurkan dengan gasoline (bensine) yang
disebut dengan istilah “Gasohol”. Molekul ethanol mengandung
oksigen sehingga pembakaran bahan bakar dalam mesin lebih
sempurna dan menghasilkan sedikit emisi gas buang. Ethanol juga
mudah terurai dalam air sehingga tidak menimbulkan pencemaran air,
berbeda dengan bensin yang tingkat emisi gas berbahaya cukup tinggi
seperti: CO, NOx, Sox, dan senyawa aromatic lainya, bensin juga
tidak dapat diuraikan oleh air sehingga menimbulkan pencemaran air.
Dari berbagai uji coba bahwa campuran 10% ethanol dan bensin 90%
menunjukkan bahwa kinerja mesin lebih baik dibandingkan dengan
Premium dan menyamai kualitas Pertamax.
Pada umumnya bioetanol 99,5% yang digunakan baik dicampur
dengan bensin hingga 85% (pada mobil jenis FFV di AS) atau hingga
100% (pada mobil jenis FFV di Brazil), maupun maksimum 24%
(pada mobil biasa di berbagai negara, termasuk Indonesia). Di Brazil
masih terdapat mobil yang khusus menggunakan bioetanol 95% tanpa
dicampur bensin. Namun mobil jenis ini semakin kurang diminati.

80
 Bioetanol Industri
Penggunaan yang paling utama bioetanol adalah sebagai
pelarut karena bioetanol mampu melarutkan, mengekstrak dan
mensuspensi berbagai jenis bahan kimia tanpa menyebabkan
perubahan sifat bahan tersebut. Bioetanol dapat pula berfungsi
menginisiasi proses kimiawi. Penggunaan bioetanol dalam bidang
industri (35 %), kosmetika (26%), deterjen (10%), tinta dan adesif (9%)
dan pelarut proses (6%).
 Bioetanol sebagai bahan baku proses
▪ Turunan bioetanol melalui dehidrasi akan menghasil etilen,
yang merupakan bahan baku utama polietilen (PE) dan
polivinilkhlorida (PVC);
▪ Turunan dari dehidrogenasi menghasilkan asetaldehida, bahan
untuk pembuatan asam asetat dan polietil asetat (PVA) dan
butanol untuk PVC platicizer dan c). Turunan melalui
modifikasi kimiawi, yang terpenting adalah chloroform.
 Minuman
Penggunaan bioetanol sebagai minuman di negara-negara
maju semakin menurun dan merupakan jumlah penggunaan terkecil
sebagai akibat dari munculnya kesadaran menjaga kesehatan badan.
Namun demikian, di negara-negara berkembang masih meningkat
sebagai bagian dari penerimaan terhadap budaya Barat.
7.3. Proses Pembuatan Bioetanol
Etanol dapat disintesis secara kimiawi maupun hayati. Secara kimiawi
etanol disintesis dari fraksi minyak bumi (etilen atau asetilen). Proses ini lebih
mahal, tetapi saat ini diproduksi dalam jumlah cukup besar oleh Saudi
Arabia. Sedangkan yang populer adalah etanol hasil fermentasi gula glukosa
oleh ragi (yeast) Saccharomyces cerevisiae melalui reaksi biokimiawi
berikut:
C6H1206 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Etanol Karbondioksida
Proses fermentasi gula ini dapat berlangsung secara spontan, karena
alam menyediakan ragi dan temperatur ruang yang sesuai untuk
berlangsungnya proses fermentasi. Sejak ribuan tahun yang lalu, hasil
fermentasi ini dikenal sebagai minuman yang memabukkan dan menjadi
minuman tradisional berbagai suku bangsa.

81
Proses produksi bioetanol dari bahan tanaman yang berpati dapat
dijelaskan secara lengkap pada skema di bawah ini.

Gambar 38. Bagan proses produksi bioetanol

Gambar 39. Pabrik bioetanol kapasitas 1000 liter per hari

82
7.3.1. Prosedur Pembuatan Bioetanol
Bahan baku yang digunakan adalah starch/pati yang
terkandung dalam singkong atau gaplek dengan tanpa memisahkan
serat – serat dalam dalam bahan baku tersebut. Agar starch dapat
dilakukan proses fermentasi perlu dirubah menjadi glucosa secara
Hydrolysa.
7.3.1.1. Penghancuran Bahan Baku
 Singkong Segar
Bahan Baku Singkong dimasukan kedalam peeler dan
washer untuk dibuang kulit arinya dan dicuci. Setelah itu
dimasukan kedalam crusher untuk dihancurkan dan dimasukan
kedalam receiver kemudian ditambahkan air dan diaduk
sehingga menjadi bubur.
 Gaplek
Bahan Baku Gaplek dijadikan tepung melalui dish mill
kemudian di saring dengan screen Setelah itu tepung yang
lewat dimasukan kedalam receiver kemudian ditambahkan air
dan diaduk sehingga menjadi bubur.

7.3.1.2. Proses Hydrolysa/Liquifikasi di Cooking Tank


Bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama
2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebutdapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
o
▪ Bubur pati dipanaskan sampai 130 C selama 30 menit,
o
kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95 C
yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam.
o
Temperatur 95 C tersebut dipertahankan selama sekitar 1¼
jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.
▪ Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan
o
langsung sampai mencapai temperatur 130 C selama 2
jam.
Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan
o
bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95 C
aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga
mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan
o
suhu tinggi (130 C) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk
memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak

83
dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga
dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan
tersebut tidak mudah terkontaminasi.
Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan
langsung (gelatinasi dengan enzyme termamyl) pada
o
temperature 130 C menghasilkan hasil yang kurang baik,
karena mengurangi aktifitas yeast. Hal tersebut disebabkan
o
gelatinasi dengan enzyme pada suhu 130 C akan terbentuk tri-
phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap yeast.
Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh
terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas
o
termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95 C.
Selain itu, tingginya temperature tersebut juga akan
mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai
o
contoh pada temperature 93 C, half life dari termamyl adalah
o
1500 menit, sedangkan pada temperature 107 C, half life
termamyl tersebut adalah 40 menit (Wasito, 1981).
7.3.1.3. Proses Saccharifikasi
Medium setelah di dalam Saccharifator dicampur
dengan Gluco-Amylase sebanyak 0,06% dan dipertahankan
pada temperatur 55ºC. Kemudian didinginkan pada tempertur
34ºC melalui Heat Exchanger selanjutnya dimasukan ke dalam
Fermentor.
7.3.1.4. Proses Fermentasi
Didalam Fermentor larutan tambahkan ragi 0,1%, urea
0,5% dan NPK 0,05% dari kadar pati sehinnga terjadi proses
fermentasi. Waktu yang dibutuhkan proses fermentasi selama
72 - 100 jam. Agar proses fermentasi berjalan secara optimal,
maka temperatur dijaga pada 28 - 35ºC.

84
Gambar 40. Proses Fermentasi
Mikrobia yang biasa diharapkan aktif dalam
perubahan glukosa menjadi ethanol, adalah khamir dari spesies
Saccharomyces cerevisiae. Pada fermentasi sistem batch,
metabolisme khamir diharapkan berlangsung pada kondisi
anaerob, karena adanya cukup oksigen (aerob) akan
menjadikan S. cerevisiae berkembang bagus tetapi ethanol
sebagai salah satu produk metabolismenya hanya terbentuk
sedikit (Crueger, 1984). Secara umum, kondisi anaerob glukosa
akan terurai menjadi ethanol dan karbon dioksida melalui
proses glikolisis.
Dalam keseluruhan reaksi tersebut, dihasilkan energi untuk
kebutuhan biosintesa, serta terbentuknya 2 mole ethanol dan
karbon dioksida dari tiap mole glukosa yang dikonsumsi
(persamaan 1)
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + Energi (1)
Berdasarkan perhitungan berat, dari 1,0 gr glukosa
secara teoritis akan dihasilkan ethanol 0,51 gr. Namun dalam
kenyataan, ethanol yang diperoleh hanya berkisar 90%
terhadap hasil teoritis. Sebagian glukosa tersebut digunakan
sebagai sumber karbon untuk pembentukan sel baru, dengan
perhitungan seperti pada persamaan 2 berikut ini (Maiorella
dkk, 1981)
1 g (C6H12O6) → 0,46 g (C2H5OH) + 0,44 g (CO2) + 0,10 g (sel-sel baru) (2)

85
Kontaminasi mikroba yang tak diinginkan dapat
diusahakan sekecil mungkin, dengan menambahkan inokulum
khamir dalam jumlah besar. Hal ini untuk meyakinkan, bahwa
pertumbuhan khamir jauh lebih besar dari pada kontaminan
dan nutrient yang ada segera habis terkonsumsi. Jumlah cairan
inokulum berkisar 3 – 8% terhadap jumlah bubur media
fermentasi, dengan kerapatan sel 3 x 106 per ml (Alico, 1982;
Crueger, 1984).
Penentuan konsentrasi gula dalam media, dipengaruhi
oleh dua hal yang mendasar, yaitu (1) konsentrasi gula yang
terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir di
awal proses fermentasi, dan (2) konsentrasi ethanol tinggi akan
mematikan khamir (Alico, 1982). Glukosa yang melebihi 15%
wv akan menghambat berbagai enzim yang dihasilkan sel
khamir. Toleransi berbagai khamir terhadap ethanol tergantung
pada strain yang dipilih, tetapi secara umum pertumbuhan sel
terhenti sepenuhnya dalam alkohol yang konsentrasinya lebih
besar 13,6% vv (Maiorella, 1981).
Setelah itu tahap selanjutnya yang dilakukan adalah
destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan
padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama
proses distilasi. Keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction,
sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi
bebas kontaminan.
7.3.1.5. Proses Destilasi
Proses akhir pembuatan ethanol adalah distilasi,
dimana alkohol hasil proses fermentasi yang berkonsentrasi 8%
- 12% v/v, dipisahkan dan dipekatkan untuk dapat dipakai
sebagai bahan bakar ataupun kebutuhan lain. Distilasi adalah
proses pemisahan dua atau lebih cairan dalam larutan dengan
berdasarkan relative volatility-nya dan perbedaan titik didihnya.
Distilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan
uap dari setiap tingkat yang berbeda dalam kolom distilasi.
Produk yang lebih berat diperoleh di bagian bawah, sedangkan
yang lebih ringan akan keluar dari bagian atas kolom.

86
Gambar 41. Evaporator dan menara destilasi untuk memurnikan
bioetanol sampai 95%
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer
(sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni
o o
adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (kondisi standar).
o o
Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C
akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan
melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan
konsentrasi 95% volume, pada kondisi tersebut campuran
membentuk azeotrope, dimana campuran alkohol dan air sukar
untuk dipisahkan. Agar diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi
dari kadar tersebut haruslah ditempuh dengan cara lain (Alico,
1982).
7.3.1.6. Proses Dehidrasi
Dalam proses produksi anhydrous alcohol (99,8%)
atau Fuel Grade Ethanol (FGE), kondisi azeotrop harus
dipecahkan dengan bahan pelarut lain, biasanya benzene, atau
n-hexane kemudian alkohol dipisahkan lebih lanjut dari
campurannya. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants
process, dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk
mendapatkan anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang
sifatnya stabil yang bereaksi hanya dengan air, dan tidak
bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium oksida.
Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga
perlu rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai
macam pati juga dapat dipakai sebagai dessicant.
Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat,
merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi
maupun dehidrasi pada struktur kristalnya. Molekul penyaring
ini secara selektif menyerap air, karena lubang kristalnya
mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran molekul
alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang
berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan
penyaring, air akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan

87
diperoleh alkohol murni. Biasanya proses ini menggunakan dua
kolom, kolom kedua untuk aliran uap alkohol sedangkan pada
kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas
untuk menguapkan air (Winston dkk, 1981).
Residu atau sisa distilasi (stillage) yang tertinggal
dalam kolom bagian bawah masih bercampur dengan air dan
mengandung bahan organik yang tidak terfermentasikan. Jika
stillage tidak dimanfaatkan sebagai hasil samping, bahan
tersebut menjadi limbah yang harus ditangani lebih lanjut.
Stillage dari proses distilasi jumlahnya cukup besar, yaitu 10 –
13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang
terkandung di dalamnya, stillage dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk, makanan ternak dan biogas. Sedangkan gas karbon
dioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi biasanya
diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair.
Minyak fusel yang pada prinsipnya merupakan campuran n-
amyl, n-butyl, iso-butyl, n-propyl dan iso-propyl alkohol juga
asam-asam, ester maupul aldehid, dapat digunakan sebagai
bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar.

88
7.4. Analisis Ekonomi Produksi Bioetanol
7.4.1. Investasi Produksi Bioetanol

89
7.4.2. Modal Kerja Produksi Bioetanol

90
7.4.3. Proyeksi Laba (Rugi) Industri Bioetanol

91
7.4.4. Proyeksi Arus Kas Industri Bioetanol

92
Industri bioetanol dengan kapasitas produksi 10.000 liter per hari
membutuhkan bahan baku singkong segar sebesar 65 ton per hari atau
19.500 ton per tahun. Bahan baku singkong tersebut berasal dari kebun
singkong inti dan plasma. Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi
industri bioetanol diketahui bahwa:
 Kebutuhan Modal untuk membangun pabrik bioetanol dengan
kapasitas 10.000 liter per hari adalah Rp27.671.758.613 terdiri dari
Modal Investasi Rp21.516.538.000 Modal Kerja Rp4.680.846.640,
Interest During Contruction (IDC) Rp1.290.992.280 dan Provisi
Rp183.381.692.
Kebutuhan Modal tersebut diasumsikan berasal dari Modal Sendiri
sebesar Rp8.429.894.769 (30,5%) dan Modal Kredit sebesar
Rp19.241.863.844 (69,5%).
 Lama Kredit Modal Investasi 5 tahun dan Modal Kerja 3 tahun, dengan
bunga pinjaman 6% per tahun menurun, grace periode 1 tahun.
Secara mendetail Pengembalian Pokok dan Bunga Pinjaman (Kredit
Modal Investasi dan Modal Kerja) diuraikan pada Lampiran 7 dan
Lampiran 8.
Selain itu berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha (feasibility)
sebagaimana diuraikan pada Proyeksi Laba (Rugi) dan Arus Kas tersebut di
atas, diketahui bahwa:
 Rata-rata harga pokok produksi bioetanol adalah Rp6.500/ltr dan
dijual pada harga Rp8.000;
 Rata-rata Net Profit terhadap Penjualan 9,8%;
 Net Present Value (NPV) nilainya positif Rp16.398.143.240;
 Interest Rate on Return (IRR) nilainya 30% lebih besar dari bunga
pinjaman yang digunakan atau dibandingkan dengan bunga deposito
atau bunga kredit komersial;
 Pay Back Peride (PBP) terjadi pada 3,21 tahun;
 Rata-rata Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) sebesar 1,2.
Hal ini menunjukkan bahwa industri bioetanol tersebut menguntungkan atau
layak untuk dijalankan.

93
94
DAFTAR PUSTAKA

95
DAFTAR PUSTAKA

Alico, D.H., ”Alcohol Fuels: Policies, Production and Potential”, West view
Press (Boulder), Colorado, 1982, 1-19; 37-80.

Aziz, A.M. 1993. Strategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi


Potong. ProsidingAgroindustri Sapi Potong. CIDES, Jakarta. Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2001. Buku Statistik Peternakan
2001.

Borglum G.B., ”Starch Hydrolysis for Ethanol Production”, D.L. Klass dan
G.H. Emert, Edit. ”Fuel from Biomass and Waste”. Ch. 15, Ann Arbor
Science, Michigan, 1981, p 297-310.

Crueger, W. dan A. Crueger, ”Biotechnology a Textbook of Industrial


Microbioloy”, Ch.7; 11, Science Tech, Inc., Madison 1984, 104-110;
161-186.

Hadi, P.U., N. Ilham, A. Thahar, B. Winarso, D. Vincent, and D. Quirke. 2002.


Improving Indonesia’s Beef Industry. Australian Center for International
Agricultural Research (ACIAR) Monograph No. 35, vi + 128 p.

Ilham, N., B. Wiryono, I.K. Kariyasa, M.N.A. Kirom, dan Sri Hastuti. 2001.
Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan.
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian.

Mayrowani, H., Supriyati, B. Rahmanto, dan Erwidodo. 2003. Kajian


Perdagangan Komoditas Pertanian Antar Wilayah Dalam Era Otonomi
Daerah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian.

Maiorella, B., Ch. R. Wilke, dan H.W. Blanch, ”Alcohol Production and
Recovery”, Biotech. Bioeng., , 1981, p 44-88.

Sofyan A. dan Febrisiantosa A. 2007. Pakan Ternak dengan Silase Komplit.


UPT. BPPTK – LIPI, Yogyakarta. Sumber: Majalah INOVASI Edisi 5
Desember 2007.

Supriyanto. 2006. Prospek Pengembangan Industri Bioetanol dari Singkong.


Dalam: Didik H, Subandi, dan Nasir S (Eds). Prospek, Strategi, dan
Teknologi Pengembangan Singkong untuk Agroindustri dan Ketahanan
Pangan. Puslitbangtan. Bogor.

Subandi. Yudi Widodo. Nasir Saleh, dan Lawu Joko Santoso. 2006. Dalam
D. Harnowo, Subandi, dan Nasir S (Eds). Prospek, Strategi, dan
Teknologi Pengembangan Singkong untuk Agroindustri dan Ketahanan
Pangan. Puslitbangtan. Bogor.

96
Trijaya, N. O. 2007. Kebijakan Dan Program Pengembanganagroindustri Ubi
Kayu. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Wargiono, J., dan Suyamto. 2009. Kebijakan Pengembangan Agribisnis


Ubikayu. Hal. 1 – 42. Dalam : Wargiono, J., Hermanto, Sunihardi
(eds.). Ubikayu. Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

97
LAMPIRAN

98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
Lampiran 15. Directory Of Food Industry In Indonesia

Arnott’s Indonesia, PT
Head office: Jl. H. Wahab Km. 28 No. 8 Kel. Medan Satria, Bekasi
Phone : (021)-8854136
Fax No.: (021)-8840815; 8845722
Web-site/Home page: http://www.telkom-indonesia.com
Line of business: Snack Food Industry
Brand (s): Tim-Tam, Nyam-Nyam, Stikko, Mille Plus, Gold’d Cheese, Astor
Management: Mr. Gunawan Widjaja (President Director)

Indofood Sukses Makmur, PT


Head office: Ariobimo Central Building, 12th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said X-2 Kav 5 Jakarta 12950
Phone : (021) 5228822
Fax No.: (021) 5226014
Web-site/Home page: http://www.indofood.co.id
E-mail: ism@indofood.co.id
Line of Business: Instant noodle industry
Brand (s): Indo mie, Pop mie, Mie Telor Super, Super Cup, Super Mie, Sarimi
Management: Mr. Manuel V. Pangilinan (President Commissioners)
Mr. Anthoni Salim (President Director)
Mr. Cesar M. Dela Cruz (Vice President Director)

Garuda Food Putra Putry Jaya, PT


Head office: Wisma Garudafood 1 & 2,
Jl. Bintaro Raya No. 10A, Jakarta 12240, Indonesia
Phone No.: (021) 7290110; Hotline: 0800-1-7289-7777
Fax No.: (021) 7290112
Web-site/Home page: http://www.garudafood.com
Email: customer@garudafood.com
Line of business: Food Industry
Products/Brand (s): Peanut: Roasted, Coated, Ting Ting; Snack: Keripik & Pilus;
Biscuit:
Cookies, Dipstick & Cup, Chocolate, Rice cracker, Snack & cereal etc.
Management: Mr. Sudhamek AWS (Chief of Executive Officer)
Mr. Rahajoe Dewiningroem (Director)

Khong Guan Biscuit Factory Indonesia, PT


Head office: Jl. Kebon Sirih No. 88 Jakarta 10110
Phone : (021) 380-6966
Fax No.: (021) 384-5024, 384-4217
Web-site/Home page: http://www.khongguan.co.id
E-mail : marketing@khongguan.co.id
Line of Business: Snack food Industry
Products/Brand (s): Khong Guan, Nissin, Monde, Serena
Management: Mr. Budi Hendarto (Director)

Danone Biscuits Indonesia, PT


Head office: Menara Duta, 6th floor, Jl. HR. Rasuna Said Kav. B-9 Jakarta
Phone: (021) 5207811
Fax No.: (021) 5207967
Factory: Karawang, West Java
Phone: (0267) 431443
Fax No.: (0267) 431440
Line of Business: Snack food Industry
Products/Brand (s) Danone, Price Biscuit

113
ISM Bogasari Flour Mills, PT
Head office: Wisma Indocement Lt 18 Jl.Jendsudirman Kav.70-71, Jakarta
Web-site/Home page: www.bogasariflour.com
Factory in Jakarta: Jalan Raya Cilincing, Tanjung Priok Jakarta 14110
Phone: (021) 4301048
TELEX: 64067 BOGA IA
Fax No.: (021) 491677
Factory in Surabaya: Jalan Nilam Timur 16, Tanjung Perak Surabaya 60165
Phone: (031) 3293081/85
CABLE: SARIMILLSURABAYA
TELEX: 31396 BOGASB IA
Fax No.: (031) 3291843
Line of Business Flour Mills
Products/Brand (s): Cakra Kembar Emas, Kereta Kencana Emas, Segitiga
Biru/Gunung
Bromo, Segitiga Merah, kastil, Angsa Kembar, Piramida/Kendi, Kunci
Biru/Roda Biru, Lencana Merah/Semar, Koki
Management: Mr. Franciscus Welirang (Director)

Eastern Pearl Flour Mills, PT


Head office: Gd. Lippo Plaza Lt. 6, Jl. Jend. Sudirman, Jakarta
Phone No.: (021) 5267725; 5267718
Fax No.: (021) 5267715
Factory Jl. Moh. Hatta No. 302 Makasar, North Sulawesi
Phone No.: (0411) 322220; 329071
Fax No.: (0411) 319454
Line of Business Flour Mills
Brand Gunung, Kompas (EP), Gembok, Gatotkaca
Management: Mr. Hayono Mardi (Director)

Sriboga Raturaya, PT
Head office: Plaza Daniprisma 3rd Floor,
Jl. Sultan Hasanuddin No. 47-48, Jakarta 12160 – Indonesia
Phone No.: (021) 725 0240, 7250769
Fax No.: (021) 7206008
Web-site/Home page: http://www.sriboga-flormill.com
E-mail: info@sriboga-flourmill.com
Factory: Jl. Deli No. 10, Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang 50174 - Indonesia
Phone No.: (62-24) 3558373, 3554978
Fax No.: (62-24) 3553800
Line of Business: Flour Mills
Products/Brand (s): Tali Mas, Beruang Biru, Naga Biru, Pita Merah, Naga Merah
Contacts: Mr. Eddy Mulyadi, Mr. Alwin Arifin

Panganmas Inti Persada, PT


Head office: Jl. Laut Jawa Pelabuhan Tanjung Intan – Cilacap
Phone No.: (0282) 533720
Fax No.: (0282) 536584
Line of Business: Flour Mills
Products/Brand (s): Kantil, Melati, Soka and Raflesia
Contact person: Mr. Bob Rusli Tjetjep (General Manager)

Mayora Indah, PT
Head office: Jl. Tomang Raya No. 21- 23, Jakarta Barat
Phone: (021) 5655320-22
Fax No.: (021) 5655323
Web-site/Home page: www.bogasariflour.com
Factory: Jl. Merdeka Km. 7.8, Desa Gembar, Curug

114
Tangerang, West Java
Line of Business Snack food industry
Products/Brand (s): Danisa, Astor, Kopiko, Chester, Fresh’N, Free, Swissel, Beng-
Beng, Pee
Wee, Choki-choki etc.

Nabisco Foods, PT
Head office: Wisma BRI II, 28th Floor, Jl. Jend. Sudirman Kav. 44-46, Jakarta
Phone No.: (021) 5732818
Fax No.: (021) 5723858
Factory Cikarang Industrial Estate, West Java
Line of Business Food industry
Products/Brand (s): Oreo and Trakinas
Group: Rodamas Group
Orang Tua Group, PT
Head office: Jl. Palmerah Barat No.9, Gelora, Jakarta Pusat, 10270, Indonesia
Phone No.: (021) 5322121, 6191988
Fax No.: (021) 5482425, 6199184
Web-site/Home page: www.ot.co.id
E-mail: is@orangtua.co.id
Line of Business: Food and beverage industry
Products/Brand (s): Formula, Tango, Oops, Vitacham, Kiranti, atau Kare

Prima Aneka Perjaya, PT


Head office: Ario Bimo Central Building 7th floor
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-2 Kav. 5, Jakarta Selatan
Phone No.: (021) 5228822
Fax No.: (021) 5226024
Factory: Kawasan Bukit Indah Industrial Estate
Blok A – II Ka. 16-18 Cinangka, Purwakarta, West Java
Phone: (0264) 351727, 351729
Fax No.: (0264) 351730
Line of Business: Snack food industry
Products/Brand (s): Canasta, Trenz etc.

Nissin Biscuit Indonesia, PT


Head office: Jl. Raya Semarang Salatiga Km. 23
Desa Gedang Anak, Kecamatan Klepu Ungaran, Semarang
Phone No.: (024) 921125, 921126
Fax No.: (024) 922193
Factory: Jl. Raya Semarang Salatiga Km. 23
Desa Gedang Anak, Kecamatan Klepu Ungaran, Semarang
Line of Business: Biscuit industry
Products/Brand (s): Nissin biscuit
Shareholder (s); Nissin Food Products Co. Ltd. Of Japan
PT. Rodamas
Appendices
78 Indonesian Commercial Newsletter – July 2007
Table cont’d

Nissinmas, PT
Head office: Jl. Jababeka Raya Blok N/1
Cikarang Industrial Estate, Bekasi, West Java
Phone: (021) 8934130-34
Fax No.: (021) 8934129
Factory : Jl. Jababeka Raya N/1, Cikarang Industrial Estate
Line of Business Instant noodle industry
Products/Brand (s): Nissin mas

115
Megah Putera Sejahtera, PT
Head office: Jl. Gunung Latimojong No. 131 Ujung Pandang, South Sulawesi
Phone No.: (0411) 317327
Fax No.: (0411) 318438
Factory Jl. Karaeng Patingallong No. 1, Biring Kanaya, Ujung Pandang
South Sulawesi
Line of Business: Instant noodle industry
Products/Brand Mega mie

Sentra Boga Inti Selera, PT


Head office: Wisma Bumi Putera 7th Floor, Jl. Jend. Sudirman Kav. 75 Jakarta
Phone No.: (021) 5224575
Fax No.: (021) 5224574
Factory: Desa Randupitu, Gempol, Pasuruan, East Java
Phone No.: (0343) 656986, 656987, 656988
Fax No.: (0343) 656989
Line of Business: Instant noodle Industry
Products/Brand (s): Salam Mie

Heinz ABC Indonesia, PT


Head office: Jl. Daan Mogot Km. 12, Kedaung Kali Angke, Cengkareng
Jakarta Barat
Phone No.: (021) 6191612
Fax No.: (021) 6195126
Factory: Desa Walahar, Kec. Klari, Karawang, West Java
Phone No.: (0267) 431431-39
Line of Business: Food and beverage Industry
Products/Brand (s): Heinz and ABC

Jadi Abadi Corak Biscuit Factory Indonesia, PT


Head office: Jl. Kali Rungkut 7-9 Surabaya, East Java
Phone No.: (031) 8700582, 8700578
Fax No.: (031) 8700868
Line of Business: Food industry
Products/Brand (s): Monde, Jacop, etc.

Makindo Perdana, PT
Head office: Kawasan Industri Pulogadung, Jl. Pulo Gadung No. 27 Jakarta
Phone No.: (021) 4605906
Fax No.: (021) 46827295
Factory: Kawasan Industri Pulogadung
Phone No.: 4605906; Fax No.: 4600244
Line of Business: Food industry
Products/Brand (s): Verkade Marie

116
117

Anda mungkin juga menyukai