net/publication/326988986
CITATIONS READS
0 7,434
1 author:
Arifin Rente
Universitas Muslim Maros
12 PUBLICATIONS 2 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
DEVELOPMENT OF HOUSEHOLD MODEL IMPROVEMENT MASSAGE FARMER HOUSING SYSTEM OF LAND TENDER ON AGRICULTURE OF IRRIGATION, RAIN AND RAIN DRY
View project
All content following this page was uploaded by Arifin Rente on 13 August 2018.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan judul
“Pengantar Ekonomi Pertanian”. Tujuan penulisan buku ini untuk berbagi
pengetahuan dengan para pembaca dan menambah wawasan serta membantu
mahasiswa, khususnya Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi, dan fakultas lain
untuk mengetahui dan memahami ilmu ekonomi pertanian.
Buku ini disusun dengan sangat sederhana, mudah dimengerti dan
dipahami yang didasarkan pada kebutuhan dalam proses belajar mengajar baik di
tingkat perguruan tinggi maupun pembaca umum. Penulis merasakan kekurangan
dalam buku ini sebagai referensi dan bahan kuliah yang diberikan. Dengan
menggali dan menambah referensi lain yang sudah ada, diharapkan buku ini akan
banyak memberikan manfaat dan berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari sepenuhnya dan merasa masih banyak sekali
kekurangan dan kesalahan walaupun sudah dengan hati-hati dan cermat, bahwa
buku ini bukanlah merupakan sebuah kesempurnaan. Oleh karena itu, masukan,
saran, dan kritik konstruktif dari para pembaca sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan buku ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, semoga upaya
penulis dalam menulis buku ini memberikan kebaikan, pahala, dan amal kebajikan
yang dapat bermanfaat di dunia dan akhirat serta mendapat rahmat dari Allah
SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
BAB 6. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM PROSES
PRODUKSI ........................................................................... 122
A. Hasil dan Biaya Produksi ................................................... 124
B. Fungsi Produksi .................................................................. 128
C. Produk Marginal ................................................................. 132
D. Hubungan Produk Rata-rata, Produk Total dan
Produk Marginal ................................................................. 135
E. Permintaan dan Penawaran Hasil Pertanian ....................... 138
F. Pemasaran Hasil Pertanian ................................................. 144
v
DAFTAR TABEL
No. Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
vii
BAB 1
PENGERTIAN EKONOMI PERTANIAN
2. Ilmu Pertanian
Pertanian dalam arti luas (Agriculture), dari sudut pandang bahasa
(etimologi) terdiri atas dua kata, yaitu agri atau ager yang berarti tanah dan
7
culture atau colere yang berarti pengelolaan. Jadi pertanian dalam arti luas
(Agriculture) diartikan sebagai kegiatan pengelolaan tanah. Pengelolaan ini
dimaksudkan untuk kepentingan kehidupan tanaman dan hewan, sedangkan tanah
digunakan sebagai wadah atau tempat kegiatan pengelolaan tersebut, yang
kesemuanya itu untuk kelangsungan hidup manusia.
Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia
yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga
kehutanan. Pertanian dalam arti sempit adalah suatu budidaya tanaman kedalam
suatu lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Sedangkan Pertanian dalam arti
luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian (tanaman pangan dan
hortikultura), perkebunan, kehutanan, dan peternakan, perikanan. Arti ilmu
pertanian sesungguhnya adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang pertanian, baik mengenai sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, sub
sektor perkebunan, sub sektor peternakan, maupun sub sektor perikanan (Daniel,
2002).
Ilmu pertanian dimulai dari pengalaman bercocok tanam berbagai macam
tanaman. Pengalaman ini menghasilkan ilmu-ilmu pertanian yang berupa ilmu
terapan. Ilmu pertanian dapat diterangkan menggunakan ilmu-ilmu dasar seperti
biologi, kimia, fisika, matematika, ekonomi, sosial dll. Ilmu-ilmu dasar tersebut
dapat menjelaskan semua proses yang terjadi dalam bidang pertanian, sehingga
ilmu pertanian mencakup ilmu tanah, tata air, cuaca dan iklim, fisiologi, biokimia
pertanian, ekologi pertanian dll. Jadi ilmu pertanian merupakan pengetahuan
tentang budidaya tanaman dan hewan yang ditujukan untuk memperoleh hasil
yang tinggi dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
kesejahteraan hidup manusia.
Pertanian dalam arti luas menurut beberapa ahli ialah :
a. Menurut Spedding (1979), pertanian dalam pandangan modern merupakan
kegiatan manusia untuk manusia dan dilaksanakan guna memperoleh hasil
yang menguntungkan meliputi kegiatan ekonomi dan pengelolaan di samping
biologi.
8
b. Menurut A T Mosher (1966), pertanian adalah sejenis proses produksi yang
didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan.
c. Menurut Van Aarsten (1953), agriculture adalah digunakannya kegiatan
manusia untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau
hewan yang pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan
segala kemungkinan yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan
tumbuhan dan atau hewan tersebut.
d. Menurut Kaslan Tohir (1952), pertanian adalah cabang produksi dimana
terdapat perubahan bahan-bahan anorganik menjadi bahan organik dengan
bantuan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Proses ini bersifat reproduktif yang
artinya usaha untuk memperbaharui.
e. Menurut Minderhoko (1948), pertanian adalah penggunaan tenaga manusia
atas alam dengan tujuan mengarahkan perkembangan tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang berguna bagi manusia sedemikian rupa sehingga akan lebih baik
dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Dengan demikian pertanian termasuk suatu jenis usaha yang langsung
menghasilkan sampai dapat digunakan untuk keperluan hidup. Secara garis besar
pengertian pertanian meliputi :
1. Proses produksi,
2. Petani atau pengusaha,
3. Tanah tempat usaha,
4. Usaha pertanian (Farm Business).
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai
budidaya tanaman atau bercocok tanam (crop cultivation) serta pembesaran
hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan
mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti
pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan
ikan atau eksploitasi hutan.
9
Ilmu pertanian sekarang sudah berkembang menjadi ilmu pertanian yang
sangat luas, tidak hanya mempelajari pengelolaan ternak dan ilmu perikanan tidak
hanya mempelajari pengelolaan ikan dan hewan air lainnya, oleh karena itu,
ketiga ilmu tersebut termasuk ilmu pertanian dalam arti luas, sedangkan ilmu yang
hanya mempelajari pengelolaan tanaman biasa disebut ilmu pertanian dalam arti
terbatas. Secara sederhana, Mosher (1966) mengartikan pertanian sebagai turutnya
campur tanagan manusia dalam perkembangan tanaman atau hewan, agar dapat
lebih baik memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kehidupan keluarga dan
masyarakat. Campur tangan manusia tersebut dilakukan melalui mobilisasi
sumberdaya (sendiri dan dari luar) dan pemanfaatanya kearah :
1. Peningkatan produksi, melalui intensifikasi (sapta usaha tani) dan
ekstensifikasi (perluasan area/skala usaha),
2. Diversifikasi, yaitu keragaman usaha,
3. Efisiensi usaha, yaitu peningkatan pendapatan,
4. Perbaikan mutu, melalui standardisasi dan pengelompokan (sortasi),
pengolahan, pembungkusan (packing) dan pemberian merek (branding),
5. Pengolahan limbah, yaitu pemanfaatan limbah menjadi produk yang
bermanfaat (biogas, kompos, dll),
6. Perbaikan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Rehabilitasi
dan konservasi.
Kegiatan pertanian ini sangat besar pengaruhnya dalam mengurangi angka
pengangguran di Indonesia sehingga kegiatan pertanian ini tidak dapat di abaikan
dan berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya setiap negara. Mengingat negara
Indonesia merupakan negara yang subur akan tanah, kaya akan sumber daya alam,
sehingga berpotensi tinggi dalam mengembangkan usaha pertanian. Sudah
seharusnya mengolah setiap limpahan sumber daya yang ada dengan semaksimal
mungkin dengan memanfaatkan sektor pertanian di negara kita yang turut
meningkatkan sektor pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung
membangkitkan sektor-sektor lain dalam memajukan bangsa.
Pertanian adalah sektor terbesar hampir setiap ekonomi negara
berkembang. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagian besar penduduknya,
10
memberikan lapangan kerja bagi hampir seluruh angkatan kerja yang ada,
menghasilkan bahan mentah, bahan baku atau penolong bagi industri dan menjadi
sumber terbesar penerimaan devisa. Perlu dipelajari bahwa sektor pertanian
merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari
manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus
dipenuhi dan menjadi bagian pokok dalam kehidupan. Sektor pertanian mampu
menjangkau kebutuhan utama manusia yaitu dalam pemenuhan kebutuhan
pangan.
Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia, meskipun dapat
dikatakan merupakan suatu sumbangsih nisbi (relative contribution) sektor
pertanian dalam perekonomian dimana diukur berdasarkan proporsi nilai
tambahnya dalam membentuk produk domestik bruto atau pendapatan nasional
tahun demi tahun kian mengecil. Hal itu bukanlah berarti nilai dan peranannya
semakin tidak bermakna. Nilai tambah sektor pertanian dari waktu ke waktu tetap
selalu meningkat dan peranan sektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap
terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia, yang sebagian besar tinggal di daerah
pedesaan, hingga saat ini masih menyandarkan mata pencahariannya pada sektor
pertanian (Budiman, 2013).
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-
bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB
dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.
Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup
besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka
pembangunan ekonomi jangka panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi
bangsa. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan
kebutuhan pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian
besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang
tinggi, memberikan devisa bagi negara dan mempunyai efek pengganda ekonomi
11
yang tinggi dengan rendahnya ketergantungan terhadap impor (multiplier effect),
yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Dampak
pengganda tersebut relatif besar, sehingga sektor pertanian layak dijadikan
sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor pertanian
juga dapat menjadi basis dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan
melalui pengembangan usaha berbasis pertanian yaitu agribisnis dan agroindustri.
Sektor pertanian merupakan sektor unggulan utama yang harus
dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Hal itu didasarkan pada sejumlah
pertimbangan. Pertama, Indonesia mempunyai potensi alam yang dapat
dikembangkan sebagai lahan pertanian, Kedua, sebagaian besar penduduk tinggal
di pedesaan yang matapencahariannya di sektor pertanian. Ketiga, perlunya
induksi teknologi tinggi dan ilmu pengetahuan yang dirancang untuk
mengembangkan pertanian tanpa mengakibatkan kerusakan. Keempat, tersedianya
tenaga kerja sektor pertanian yang cukup melimpah. Kelima, ancaman kekurangan
bahan pangan yang dapat dipenuhi sendiri dari produk dalam negeri, sehingga
tidak harus tergantung pada produk-produk pertanian luar negeri yang suatu
ketika harganya menjadi mahal (Prabowo, 2010).
Sektor pertanian juga merupakan bagian pokok dalam kehidupan sehari-
hari dimana hasil-hasil pertanian menjadi bahan kebutuhan setiap keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan pangan. Keterbatasan sektor pertanian mampu menjadi
pekerjaan besar bagi pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan setiap masyarakat.
Akibatnya pemerintah harus mengeluarkan dana besar dalam mengimpor bahan-
bahan pangan dan menaikan harga bahan pangan, sehingga meningkatkan
anggaran pembelanjaan negara yang berdampak pada sektor dan bidang lainnya
seperti kenaikan harga, kelangkaan barang dan sektor-sektor lainnya. Pentingnya
pemerintah dalam mengawasi setiap kemjuan sektor pertanian serta memberi
subsidi bantuan modal bagi para petani dalam pengelolaan lahanya sehingga
mampu meningkatkan hasil produksinya agar tidak terjadi kelangkaan pangan
akibat kelalaian mekanis di lapangan.
12
3. Ekonomi Pertanian
Ekonomi Pertanian merupakan suatu ilmu yang mempelajari dan
membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi atau ilmu ekonomi yang
diterapkan dalam pertanian. Ilmu Ekonomi Pertanian merupakan bagian dari ilmu
ekonomi yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan pertanian baik secara mikro maupun makro. Ilmu Ekonomi
Pertanian mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu-ilmu yang lainnya seperti
ilmu sosiologi, geografi, politik, hukum, dan lain-lainnya. Ekonomi Pertanian
merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang didalamnya
tercakup analisis ekonomi dari proses (teknis) produksi dan hubungan-hubungan
sosial dalam produksi pertanian, hubungan antar faktor produksi, dan hubungan
antar faktor produksi dan produksi itu sendiri. Analisis juga diterapkan sesudah
proses produksi, antara lain mengkaji hubungan antara produksi dengan
kebutuhan yang sangat erat kaitannya dengan harga dan pendapatan. Ilmu
ekonomi pertanian mempunyai berperanan dalam proses pembangunan dan
sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam analisisnya, ekonomi
pertanian membutuhkan alat-alat analisis yang dapat diperoleh dalam ilmu
statistika, matematika, ekonometrika, dan ilmu logika.
Ilmu ekonomi pertanian menjadi satu ilmu tersendiri yang mempunyai
manfaat yang besar dan berarti dalam proses pembangunan dan memacu
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekonomi pertanian mencakup analisis
ekonomi dari proses (teknis) produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam
produksi pertanian, hubungan antar faktor produksi, serta hubungan antara faktor
produksi dan produksi itu sendiri. Dalam kebijakan pembangunan nasional,
pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi
pertumbuhan industri. Salah satu sub sektor pertanian yang berkembang adalah
sub sektor perkebunan.
Ilmu ekonomi pertanian mempelajari faktor sumber daya atau faktor
produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi dan kebijakan serta kemitraan,
kelembagaan dan faktor pendukung lainnya. Sebelum proses produksi atau
usahatani dijalankan (baik dalam sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, sub
13
sektor perkebunan, sub sektor peternakan, maupun sub sektor perikanan) perlu
dilakukan perencanaan yang matang. Dalam pelaksanaan di lapangan, pertanian
juga membutuhkan ilmu ekonomi pertanian. Kalau pupuk diberikan sekian
banyak, berapa hasil yang akan diterima, bila pupuk dikurangi atau ditambah
berapa keuntungan yang akan diperoleh. Begitu juga dengan pengaturan tenaga
kerja dan obat-obatan. Dalam ekonomi pertanian, semua itu akan diperhitungkan
dan dipelajari secara mendalam. (Daniel, 2002).
Dalam Ilmu Ekonomi Pertanian dipelajari mengenai faktor sumberdaya
atau faktor produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi, dan kebijakan serta
kemitraan, kelembagaan dan pendukung lainnya. Dalam Ilmu Ekonomi Pertanian
ini, yang lebih berperan adalah Ekonomi Produksi dengan berbagai alat
analisisnya. Untuk mengatasi masalah pascapanen dibutuhkan pengetahuan
mengenai pemasaran dan harga. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Ilmu
Ekonomi Pertanian adalah mempelajari perilaku dan upaya manusia yang
langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan produksi, pemasaran, dan
konsumsi hasil-hasil pertanian. Adapun pokok bahasan yang dipelajari dalam
Ilmu Ekonomi Pertanian antara lain menyangkut penerapan prinsip-prinsip
ekonomi dalam bidang pertanian, penggunaan sumberdaya pertanian, fungsi
produksi, pembiayaan pertanian, permintaan dan penawaran produk-produk
pertanian, pemasaran produk pertanian, serta kebijakan pemerintah dan politik
pertanian.
Ekonomi pertanian mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya dari
ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri. Ekonomi pertanian bisa berada
di awal atau sebelum ilmu pertanian, bisa seiring dan bisa juga sesudah. Semua
fungsinya menentukan akan kemajuan pertanian. Ekonomi pertanian bukan
sekedar gabungan antara ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian, tetapi mempunyai
arti yang sangat penting bagi pertanian dan juga bagi ekonomi.
Bidang ekonomi pertanian mempunyai peran penting dalam pembangunan,
kemajuan dan kemakmuran bangsa. Pada era reformasi paradigma pembangunan
pertanian bukan meletakkan petani semata-mata sebagai peserta dalam mencapai
tujuan nasional tetapi sebagai subyek untuk mencapai tujuan nasional.
14
Pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan
ekonomi petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian/pedesaan.
Upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi
mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran pemerintah adalah
sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat
petani dapat berjalan dengan sebaik-baiknya (Purwanro, 2009).
18
BAB 2
KARAKTERISTIK PERTANIAN DI INDONESIA
19
Sebagian besar daerah di Indonesia berada di dekat katulistiwa yang
berarti merupakan daerah tropika. Dengan demikian jenis tanaman, hewan,
perikanan, dan hutan sangat dipengaruhi oleh iklim tropis (pertanian tropika). Di
samping itu ada pengaruh lain yang menentukan corak pertanian kita yaitu bentuk
negara kepulauan dan topografinya yang bergunung-gunung. Letaknya di antara
Benua Asia dan Australia serta antara Lautan Hindia dan Pasifik, memberikan
pengaruh pada suhu udara, arah angin yang berakibat adanya perbedaan iklim di
Indonesia, sehingga menimbulkan ciri pertanian Indonesia merupakan
kelengkapan ciri-ciri pertanian yang lain.
Sektor pertanian di Indonesia mempunyai keunggulan komparatif hal itu
disebabkan oleh karena :
1. Indonesia terletak di daerah katulistiwa sehingga perbedaan musim menjadi
jelas dan periodenya agak lama,
2. Karena lokasinya di khatulistiwa maka tanaman cukup memperoleh sinar
matahari untuk keperluan fotosintesis,
3. Curah hujan umumnya cukup memadai,
4. Adanya politik pemerintah yang sedemikian rupa sehingga mendorong
tumbuah dan berkembangnya sektor pertanian.
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber
energi, serta untuk mengelola lingkungan hidup. Pemanfaatan sumber daya alam
pada sektor pertanian yaitu bercocok tanam yang sampai sekarang masih
dibudidayakan. Sasaran pertanian ada dua, yaitu sasaran sebelum panen atau
sasaran prapanen dan sasaran sesudah panen atau sasaran pascapanen. Sasaran
prapanen adalah hasil pertanian yang setinggi-tingginya. Sasaran itu merupakan
sasaran tahap pertama atau sasaran fisis. Sasaran tahap kedua yaitu sasaran
ekonomi yang merupakan pendapatan atau keuntungan yang sebanyak-banyaknya
tiap satuan luas yang diusahakan.
Saat ini 70% masyarakat miskin Indonesia adalah petani. Hal ini
bertentangan dengan anggapan bahwa Indonesia merupakan negara agraris tapi
justru faktor fundamental agraria sebagian besar miskin. Petani yang miskin
20
cenderung petani desa. Ada beberapa faktor utama penyebab semakin terpuruknya
kondisi ekonomi masyarakat desa itu (petani, nelayan, perajin, peternak dan
buruh), sebagai berikut :
1. Kuatnya posisi pedagang perantara yang didukung oleh birokrat perdesaan
yang juga turut menikmati sebagian keuntungana dari mekanisme pasar yang
tidak berpihak pada petani
2. Seluruh pasar baik lokal, regional maupun ekspor umumnya telah dikuasai
pedagang dengan distribusi pendapatan yang semakin tidak adil bagi produsen
di perdesaan.
3. Bantuan-bantuan pemerintah seperti Jaring Pengamanan Sosial (JPS) sangat
kecil yang benar-benar sampai kepada masyarakat yang menjadi target.
4. Tingkat pendidikan masyarakat desa yang relatif rendah sehingga tidak mampu
menerima modernisasi dalam upaya meningkatkan teknologi untuk
mengefisiensikan kegiatan ekonomi mereka.
Pertanian sebagai suatu sistem yang merupakan perpaduan antara sub
sistem fisik dan sub sistem manusia. Yang termasuk kedalam sub sistem fisik
yaitu tanah, iklim, hidrologi, topografi dengan proses alamiahnya. Sedangkan
yang termasuk pada sub sistem manusia antara lain tenaga kerja, kemampuan
ekonomi, serta kondisi politik daerah setempat. Pertanian di Indonesia memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hak milik lahan pertanian para petani umumnya sempit kurang dari 0,5 ha.
2. Pengolahan tanah di daerah yang padat penduduknya dilakukan secara intensif
sedangkan di daerah yang jarang penduduknya dilakukan secara ekstensif.
3. Merupakan pertanian sub sisten dengan modal yang kecil serta alat dan sistem
pertanian yang masih sederhana.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting : selalu
melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang
relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk
hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan
itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian
21
modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini
tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Sandy (1985) menyatakan bahwa luas rata-rata tanah pertanian yang
diusahakan oleh sebagian besar petani di Indonesia kurang dari 0,5 ha sehingga
disebut dengan istilah petani gurem. Petanian di Indonesia juga sangat beragam
jenisnya tergantung kehidupan ekonomi masyarakat yang menempati daerah
masing-masing. Bentuk pertanian dengan sistem sawah banyak dikembangkan di
pulau Jawa, sedangkan di daerah lain di luar Pulau Jawa sebagian besar petani
melakukan kegiatan bertaninya dalam bentuk ladang dan kebun, seperti di
Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya.
23
1. Dimensi Ekologi
Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas
ekosistem alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam.
Termasuk dalam hal ini ialah pemeliharaan keragaman hayati dan daya lentur
bilogis, sumber daya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan
lingkungan. Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur dan dinamika
ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan pada konservasi suatu
kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan.
Salah satu tema/masalah pokok dalam dimensi ini adalah perubahan iklim.
Selama 50 tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa pemanasan global yang
sekarang ini kita rasakan terjadi terutama karena ulah manusia sendiri. Emisi dari
gas-gas rumah kaca seperti CO2 dan N2O dari aktivitas manusia adalah
penyebabnya. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer naik 30% selama 150 tahun
terakhir. Kenaikan jumlah emisi CO2 ini terutama disebabkan karena pembakaran
sumber energi dari bahan fosil (antara lain minyak bumi). Selain itu, perubahan
dalam penggunaan sumber daya alam lainnya juga memberikan kontribusi pada
kenaikan jumlah CO2 di atmosfer : 15% oleh penggundulan dan pembakaran
hutan dan lahan untuk diubah fungsinya (misalnya dari hutan lindung menjadi
hutan produksi).
Masalah ekologi lainnya adalah degradasi tanah atau hilangnya kesuburan
tanah. Ini dapat diakibatkan oleh erosi akibat air dan angin, penggaraman dan
pengasaman tanah, dan lain-lain. Penyebab hilangnya kesuburan tanah lainnya
adalah hilangnya lapisan humus dan mikro organisme, zat makanan pada tanah,
dan kemampuan tanah menguraikan sampah/limbah. Tanah yang tandus (kering)
adalah akibat dari degradasi sumber daya tanah seperti yang sudah lama terjadi
pada beberapa daerah tandus di Indonesia, seperti di Jawa pada daerah Gunung
Kidul, Yogyakarta. Di seluruh dunia, 15% tanah mengalami degradasi. Selain
diakibatkan erosi oleh air dan angin, degradasi tanah ini juga disebabkan oleh
penggunaan zat-zat kimia (pestisida) (Cahyandito, 2015).
Terancamnya kelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati oleh
tangan manusia juga menjadi masalah ekologi lainnya. Setiap tahunnya 6.000
24
jenis hewan punah terdiri dari 13% unggas, 25% mamalia, dan 34% ikan (Le
Monde diplomatique 2003, WRI 2000 dalam Cahyandito, 2015). Hilang atau
punahnya keanekaragaman biologis tidak hanya berarti sumber daya alam yang
tidak ternilai yang dapat digunakan untuk obat-obatan dan tempat berekreasi
hilang, tapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem secara keseluruhan,
mengancam kemampuan alam sebagai penyedia sumber daya untuk produksi
(fungsi ekonomis) dan dalam melakukan fungsi regulasinya.
Konsumsi air dari tahun ke tahun juga terus bertambah sejalan dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan usaha-usaha di sektor pertanian. Dari
total konsumsi air di seluruh dunia, sekitar 70% digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sektor pertanian. Pencemaran air dan tanah semakin memperburuk
ketersediaan air bersih bagi kelangsungan hidup manusia. Pencemaran air dan
tanah ini terutama disebabkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida untuk
pertanian dan perkebunan
Keanekaragaman alam hayati menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk,
struktur tubuh, warna, jumlah, dan sifat lain dari makhluk hidup di suatu daerah.
Sumber alam hayati merupakan bagian dari mata rantai tatanan lingkungan hidup,
yang menjadikan lingkungan ini hidup dan mampu menghidupkan manusia dari
generasi ke generasi. Makin beranekaragam sumber ini, makin banyak hikmah
dan pilihan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu banyak
jumlah manusia, hewan, dan tumbuhan, tetapi tidak ditemukan dua individu yang
sama persis sekalipun anak kembar identik.
Banyak jenis tumbuhan sebagai sumber produksi pangan, sandang, dan
papan perumahan maupun kebutuhan lainnya. Demikian pula banyak hewan
sebagai produksi pangan, sandang, bahan industri dan tenaga pengangkut dan
bahan hiasan. Kita patut bersyukur kepada Allah SWT, karena alam semesta ini
diserahkan kepada manusia untuk diambil hikmahnya, diolah, dimanfaatkan
secara lestari keberadaannya. Semakin banyak keanekaragaman pada makhluk
hidup semakin banyak hikmah bagi manusia.
Indonesia sebagai daerah tropis, erosi oleh air merupakan bentuk degradasi
tanah yang sangat dominan. Praktek deforesterisasi dan alih fungsi lahan
25
merupakan penyebab utama baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat.
Disamping itu praktek usahatani yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang
akan berakibat semakin luasnya lahan kritis. Terbukti pada tahun 1990-an luas
lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005 diperkirakan
mencapai lebih dari 23,24 juta hektar, sebagian besar berada di luar kawasan
hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan yang sekedarnya
atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan membawa dampak
lahan semakin kritis dan kekeringan panjang terjadi di musim kemarau. Hal ini
menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek
usahatani konservasi (Priyono, 2010).
Sistem pertanian berkelanjutan berkaitan erat dengan pembangunan
pedesaan (sustainable agriculture and rural development) karena selama ini
aktivitas produksi dan konsumsi pertanian terbesar berada di daerah pedesaan.
Sebagai negara agraris, dapat dikatakan 65% lebih penduduk Indonesia mencari
penghidupan dari sektor pertanian yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan.
Oleh karena itu, segala program pembangunan di pedesaan seharusnya tidak
terlepas dari upaya-upaya mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan yang
mampu memenuhi kebutuhan bahan pangan dan menyediakan mata pencaharian
bagi masyarakat untuk meraih taraf kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.
Perhatian utama pembangunan berkelanjutan adalah menjaga kesejahteraan umat
manusia, baik dalam kehidupan sekarang sampai akhir hayat. Dengan kata lain,
keberlanjutan sumber mata pencaharian mereka tetap terjamin untuk masa
sekarang dan masa mendatang. Cadangan sumber daya saat ini adalah warisan
bagi generasi mendatang yang tidak boleh berkurang dan hutang harus dibayar.
Eksplorasi dan substitusi penggunaan sumber daya memungkinkan untuk
dilakukan, sejauh mampu memberikan kualitas sumber daya yang lebih baik bagi
generasi mendatang.
Secara konsepsional, pendekatan kebijakan pembangunan berkelanjutan
dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Pendekatan ekonomi berkelanjutan berbasis
pada konsep maksimalisasi aliran pendapatan antar generasi, dengan cara merawat
26
dan menjaga cadangan sumber daya atau modal yang mampu menghasilkan suatu
keuntungan. Upaya optimalisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya yang
langka menjadi keharusan dalam menghadapi berbagai isu ketidakpastian,
bencana alam, dan sebagainya. Konsep sosial berkelanjutan berorientasi pada
manusia dan hubungan pelestarian stabilitas sosial dan sistem budaya, termasuk
upaya mereduksi berbagai konflik sosial yang bersifat merusak. Dalam perspektif
sosial, perhatian utama ditujukan pada pemerataan (equity) atau keadilan,
pelestarian keanekaragaman budaya dan kekayaan budaya lintas wilayah, serta
pemanfaatan praktek-praktek pengetahuan lokal yang berorientasi jangka panjang
dan berkelanjutan. Tinjauan aspek lingkungan berkelanjutan terfokus pada upaya
menjaga stabilitas sistem biologis dan lingkungan fisik, dengan bagian utama
menjaga kelangsungan hidup masing-masin sub sistem menuju stabilitas yang
dinamis dan menyeluruh pada ekosistem.
2. Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan
yang dapat diperoleh setidaknya mempertahankan aset produktif yang menjadi
basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indikator utama dimensi ekonomi
ini ialah tingkat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah
dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan
kebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang maupun mendatang.
Secara tradisional, peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya
dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata. Padahal proses
pembangunan ekonomi merupakan salah satu redefinisi terus menerus atas peran-
peran sektor pertanian, manufaktur, dan jasa. Jika suatu wilayah menghendaki
pembangunan yang lancar dan berkesinambungan, maka wilayah harus
memulainya dari pedesaan pada umumnya, dan sektor pertanian pada khususnya.
Kondisi ekonomi dengan sektor pertanian yang cukup besar, maka strategi
pembangunan ekonomi yang tepat yaitu dengan mendahulukan sektor pertanian
(Agustono, 2013).
Peran pertanian menurut World Bank (2008) berkontribusi pada
pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi, mata pencaharian dan sebagai
27
cara untuk melestarikan lingkungan, sehingga sektor ini sebuah instrumen yang
unik bagi pembangunan. Sebagai aktivitas ekonomi, pertanian dapat sebagai
sumber pertumbuhan bagi perekonomian wilayah, penyedia investasi bagi sektor
swasta dan sebagai penggerak utama industri-industri yang terkait bidang
pertanian. Terkait dengan pertumbuhan wilayah, masalah pertumbuhan ekonomi
dapat dibedakan dalam tiga aspek, yaitu (1) masalah pertumbuhan yang
bersumber pada perbedaan antara pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dan
tingkat pertumbuhan yang sebenarnya tercapai; (2) masalah pertumbuhan
ekonomi berkaitan dengan meningkatkan potensi pertumbuhan itu sendiri, dan (3)
masalah pertumbuhan berkaitan dengan keteguhan atau stabilitas pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun.
Dimensi ekonomi merupakan dimensi yang sangat krusial yang dihadapi
pergerakan petani sekarang ini. Krusial artinya tidak bisa diabaikan begitu saja
namun juga memerlukan penanganan yang cukup memadai. Sementara hal ini
juga sangat terkait dengan berbagai kebijakan ekonomi dan politik pemerintah
yang tidak memihak. Tetapi akan lebih baik jika dimensi ini tetap digerakkan.
Dimensi ekonomi dalam perjuangan para petani ini adalah menyangkut tentang
permodalan yang dialokasikan untuk anggaran masa tanam, anggaran masa
pemeliharaan, anggaran masa panen, anggaran pasca panen. Dimensi ekonomi
tidak hanya membicarakan soal penetapan varietas tanaman yang akan ditanam,
pupuk apa yang dipakai, tetapi sangat penting adalah soal pemasaran.
Masalah utama pada dimensi ekonomi adalah perubahan global dan
globalisasi. Maksudnya adalah perubahan keadaan lingkungan hidup (ekologi)
global, globalisasi ekonomi, perubahan budaya dan konflik utara-selatan.
Globalisasi yang muncul sejak tahun 1990-an, tidak dapat dibendung
kehadirannya dan mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara. Kemajuan
teknologi, komunikasi dan telekomunikasi serta transportasi semakin mendukung
arus globalisasi sehingga hubungan ekonomi antar negara dan region menjadi
sangat mudah. Dukungan pemerintah melalui kemudahan bea cukai semakin
mendorong perdagangan bebas. Dalam era globalisasi, semua negara harus
28
mempersiapkan diri setangguh mungkin agar tidak terlindas oleh negara yang
lebih kaya dan maju.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan
akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
(termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal
sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu,
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan,
partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan indikator-
indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan.
Masalah utama dalam dimensi ini adalah pertumbuhan jumlah penduduk
dunia. Dalam kurun waktu seratus tahun terakhir, pertumbuhan penduduk
melonjak cepat terutama pada negara berkembang (UNDP, 2002). Diperkirakan
jumlah penduduk dunia akan naik sampai 7,8 milyar orang pada tahun 2025,
dimana 6,7 milyar orang hidup di negara berkembang. Kenaikan jumlah penduduk
ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya rendahnya tingkat
pendidikan, tidak memadainya jaminan sosial pada negara yang bersangkutan,
budaya dan agama/kepercayaan, urbanisasi, dan diskriminasi terhadap wanita.
Faktor-faktor diatas menimbulkan tingkat pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali, kemiskinan, dan kekurangan air yang tentunya berujung pada
masalah kekurangan gizi pada manusia. Antara tahun 1998-2000, menurut
perkiraan Food and Agriculture Organization (FAO), terdapat 840 juta manusia
yang mengalami kekurangan gizi kronis, 800 juta diantaranya hidup di negara
berkembang (FAO, 2002). Enam juta anak di bawah 5 tahun meninggal akibat
kekurangan gizi setiap tahunnya. Kesehatan manusia yang hidup di negara
berkembang juga diperburuk dengan adanya peperangan (Gambar 3) dan
pencemaran air. Saat ini lebih dari setengah milyar manusia hidup tanpa akses ke
air bersih dan 2,5 milyar manusia hidup tanpa prasarana sanitasi (kebersihan)
yang layak (UNDP, 2002 dalam Cahyandito, 2015). Akibatnya adalah penyakit
dan kematian sekitar 5 juta manusia setiap tahunnya.
29
Kesenjangan antara negara miskin dan kaya juga semakin besar pada
tahun-tahun belakangan ini (UNDP, 2002 dalam Cahyandito, 2015). Data pada
tahun 1999, di negara miskin, 2,8 milyar manusia hanya memperoleh 2 US Dollar
untuk hidup tiap harinya, 1,2 milyar lainnya bahkan harus hidup hanya dengan 1
US Dollar. Kesenjangan ini tidak hanya terjadi antara negara kaya dan
miskin/berkembang, bahkan kesenjangan pendapatan ini juga terjadi di dalam satu
negara sendiri.
Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehingga ketiganya harus
dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat serta
sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi,
sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya
stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan
tindakan yang merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan
lingkungan, sementara ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.
37
yang mampu merangsang perubahan sikap dan pola kerja, melalui pemilihan
kegiatan yang mampu memicu pembangunan pertanian secara optimal.
Berlandaskan pada arahan GBHN 1993 pembangunan pertanian dalam
Repelita VI berupaya memantapkan pelestarian swasembada pangan secara
efisien, mengembangkan sistem agrobisnis untuk menghasilkan produk-
produk unggulan berdaya-saing tinggi, memperluas diversifikasi usahatani dan
meningkatkan derajat pengolahan, serta mendukung upaya penanggulangan
kemiskinan dan pemerataan pembangunan, yang ditopang oleh percepatan
proses inovasi teknobisnis, pengembangan prasarana pertanian, sistem
penyediaan dan distribusi benih unggul dan sarana produksi, serta penguatan
kelembagaan ekonomi pertanian terutama kelompok tani yang makin
terintegrasi dalam wadah koperasi pertanian/KUD. Kesemuanya didasarkan
kepada pola pembangunan pertanian berorientasi agrobisnis. Berbagai upaya
dalam pembangunan pertanian tersebut dilaksanakan secara terpadu dan saling
mendukung dengan pola program-program di bidang pengairan dan kehutanan
dalam pelestarian dan pemanfaatan sumber daya tanah dan air untuk menjamin
pembangunan yang berkelanjutan, dan program-program diberbagai sektor
lainnya. Adapun program-program yang mendukung pertanian antara lain sebagai
berikut.
1. Program peningkatan produksi pangan
Program peningkatan produksi pangan bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan dan taraf kesejahteraan petani dan masyarakat, memelihara
kemantapan swasembada pangan dan penyediaan bahan baku industri pangan.
Program ini dilaksanakan melalui pendekatan pertanian rakyat terpadu dengan
titik berat kegiatan pada upaya-upaya meningkatkan produktivitas usahatani
melalui peningkatan mutu dan perluasan areal intensifikasi, menjamin
ketersediaan dan distribusi benih unggul dan sarana produksi, memperbaiki
pengelolaan pasca panen dengan pengembangan dan penggunaan alat dan
mesin pertanian, serta meningkatkan penerapan teknologi konservasi.
Dalam rangka meningkatkan produksi pangan, usaha intensifikasi
berupa Intensifikasi Umum (Inmum), Intensifikasi Khusus (Insus), dan Supra
38
Insus ditingkatkan. Selanjutnya mutu intensifikasi ditingkatkan melalui
revitalisasi penyuluhan, penggunaan benih unggul bersertifikat, pemupukan
secara efisien dan berimbang termasuk menggunakan urea tablet, perluasan
pelaksanaan PHT, penggunaan teknologi usahatani hemat air, serta
pemanfaatan teknologi pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil.
Upaya peningkatan produksi harus diimbangi dengan peningkatan
pendapatan petani, kemudahan aksebilitas konsumen, dan aktualisasi keamanan
pangan. Sebaliknya komoditas non pangan yang umumnya bersifat komersial
dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar mampu meraih pangsa pasar
global secara optimal. Oleh karena itu produktivitas tinggi, efisiensi sistem
produksi, serta peningkatan mutu dan nilai tambah produk menjadi tumpuan
utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Untuk mencapai berbagai target dalam mewujudkan ketahanan pangan
nasional dan untuk mempertahankan ketahanan pangan dan pengembangan
bioenergi nasional, diperlukan strategi dan kebijakan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya lahan, baik lahan pertanian (sawah yang sudah
dimanfaatkan saat ini maupun lahan cadangan). Strategi tersebut adalah : (1)
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan agar lebih produktif dan lestari
baik secara kuantitas dan kualitas, yaitu dengan intensifikasi dan peningkatan
intensitas tanam, pengembangan inovasi teknologi, dan pengendalian konversi
lahan, (2) perluasan areal pertanian, seperti ekstensifikasi dengan memanfaatkan
lahan potensial, dan (3) percepatan penyiapan dan pelaksanaan beberapa
kebijakan dan regulasi kelembagaan untuk melindungi lahan pertanian tanaman
pangan/sawah (Gultom, 2015).
2. Program peningkatan kesempatan kerja dan produktivitas tenaga kerja
pertanian
Perencanaan kesempatan kerja merupakan hal yang penting, mengingat
tingginya tingkat pengangguran yang menunjukkan kecenderungan meningkat
dan keharusan menciptakan kesempatan kerja bagi angkatan kerja baru setiap
tahunnya. Dalam rangka mengatasi masalah ketenagakerjaan, ditempuh
kebijaksanaan dan langkah-langkah yang bersifat menyeluruh. Sasaran yang
39
ingin dicapai adalah perluasan kesempatan kerja produktif, pemerataan
kegiatan dan pemerataan hasil pembangunan. Dalam hubungan ini telah
dirumuskan empat bentuk kebijaksanaan. Pertama, kebijaksanaan umum di
bidang ekonomi dan sosial. Di bidang ekonomi, kebijaksanaan mencakup
kebijaksanaan fiskal ketenagakerjaan, moneter dan investasi; di bidang sosial
diadakan kebijaksanaan kependudukan yang bertujuan mewujudkan masyarakat
berkeluarga kecil yang sejahtera. Kedua, kebijaksanaan sektoral di berbagai
sektor mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja berikut
peningkatan produksi. Ketiga, kebijaksanaan daerah berupa pengerahan tenaga
kerja dari daerah yang kelebihan ke daerah yang membutuhkan, misalnya
melalui antar kerja antar daerah. Keempat, kebijaksanaan khusus yang secara
langsung dan tidak langsung menyediakan lapangan kerja untuk waktu
yang relatif pendek bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah, misalnya
waktu sepi kerja di sektor pertanian.
Peningkatan kesempatan kerja dan produktivitas tenaga kerja pertanian
bertujuan untuk mendukung transformasi struktur ketenagakerjaan dalam
perekonomian nasional. Kegiatan pokok dilakukan dengan mendorong
investasi di bidang agrobisnis khususnya di pedesaan; meningkatkan
kemampuan dan keterampilan tenaga kerja; mendorong penerapan teknologi
tepat guna; mendorong realokasi sumber daya agar lebih mengarah kepada
kegiatan yang produktivitasnya lebih tinggi.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor
pertanian telah dilaksanakan kegiatan intensifikasi usahatani tanaman pangan,
peternakan, perikanan, dan perkebunan melalui penerapan teknologi tepat
guna, pelatihan dan penyuluhan serta sekolah lapangan bagi petani dan
kelompok tani. Penggunaan alat dan mesin pertanian seperti traktor, pompa
air, aplikator urea tablet, alat perontok padi, serta penggilingan padi telah
makin meningkat. Penerapan mekanisasi pertanian tersebut dilaksanakan
secara dinamis dan sesuai dengan kondisi spesifik lokasi.
40
3. Program pengembangan ekspor hasil pertanian
Program pengembangan ekspor hasil pertanian bertujuan untuk
meningkatkan penerimaan devisa dengan meningkatkan daya saing hasil
pertanian. Kegiatan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi sistem produksi dan
tataniaga hasil pertanian, memperbaiki mutu dan efisiensi pengolahan hasil, serta
meningkatkan promosi dan perluasan akses pasar.
Daya saing dan ekspor adalah target yang menjadi tanggung jawab Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) untuk pencapaiannya.
Peningkatan nilai tambah harus diupayakan dan difokuskan pada dua hal yakni
peningkatan kualitas dan kuantitas olahan produk pertanian untuk mendukung
peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan kualitas produk pertanian (bahan
mentah dan olahan) diukur dari peningkatan kuantitas produk pertanian yang
mendapat sertifikasi jaminan mutu. Pada akhir tahun 2014 semua produk
pertanian organik, kakao fermentasi, bahan olah karet (bokar) sudah harus
tersertifikasi dengan pemberlakuan sertifikasi wajib.
Peningkatan jumlah olahan diukur dari rasio produk mentah dan olahan.
Saat ini 80% produk pertanian diperdagangkan dalam bentuk bahan mentah dan
20% dalam bentuk olahan. Pada akhir tahun 2014 ditargetkan bahwa 50% produk
pertanian diperdagangkan dalam bentuk olahan. Peningkatan daya saing, upaya ini
akan difokuskan pada pengembangan produk berbasis sumberdaya lokal yang bisa
meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri dan bisa
mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor). Ukurannya adalah besarnya
pangsa pasar (market share) di pasar dalam negeri dan penurunan net impor.
Upaya peningkatan daya saing akan difokuskan pada peningkatan produksi
susu yang selama ini impornya mencapai 73% untuk memenuhi kebutuhan
domestik. Untuk mengurangi besarnya impor gandum/terigu yang mencapai 6,7
juta ton per tahun akan dikembangkan tepung-tepungan berbasis sumberdaya
lokal, yang ditargetkan pada akhir 2014 sudah bisa mensubstitusi 10% impor
gandum/terigu. Peningkatan ekspor, upaya ini akan difokuskan pada
pengembangan produk yang punya daya saing di pasar internasional, baik segar
maupun olahan yang dibutuhkan pasar.
41
4. Program pembinaan dan pengembangan kelembagaan pertanian
Program pembinaan dan pengembangan kelembagaan pertanian bertujuan
untuk menata dan membina kelembagaan pertanian guna memantapkan serta
memperlancar proses pembaharuan dalam penyelenggaraan kegiatan pertanian.
Program ini dititk beratkan pada kegiatan untuk mengembangkan kelompok tani
dan koperasi pertanian, mengembangkan kemitraan usaha antara petani/koperasi
dengan usaha besar BUMN/swasta, meningkatkan mutu dan kemampuan aparatur
pemerintah dalam memberikan pelayanan, serta menata dan menyempurnakan
peraturan perundang-undangan di bidang pertanian.
Pembangunan pertanian tidak terlepas dari peran aktif para pelaku
ekonomi sebagai petani, kelompok tani, koperasi, swasta, dan pemerintah.
Pengembangan sistem kelembagaan yang memadukan kebijaksanaan pemerintah
dengan kepentingan petani dan swasta merupakan aspek yang sangat penting
dalam pembangunan pertanian.
Salah satu permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pertanian adalah
masalah kelembagaan pertanian yang tidak mendukung, salah satunya
kelembagaan petani. Untuk itu perlu adanya pembangunan kelembagaan petani
yang dilandasi pemikiran bahwa : (a) Proses pertanian memerlukan sumberdaya
manusia tangguh yang didukung infrastruktur, peralatan, kredit, dan sebagainya;
(b) Pembangunan kelembagaan petani lebih rumit daripada manajemen
sumberdaya alam karena memerlukan faktor pendukung dan unit-unit produksi;
(c) Kegiatan pertanian mencakup tiga rangkaian : penyiapan input, mengubah
input menjadi produk dengan usaha tenaga kerja dan manajemen, dan
menempatkan output menjadi berharga; (d) Kegiatan pertanian memerlukan
dukungan dalam bentuk kebijakan dan kelembagaan dari pusat hingga lokal; dan
(e) Kompleksitas pertanian, yang meliputi unit-unit usaha dan kelembagaan, sulit
mencapai kondisi optimal.
Pentingnya kelembagaan petani diakui dalam pembangunan pertanian,
baik di negara industri maupun negara sedang berkembang seperti Indonesia.
Namun kenyataan memperlihatkan kecenderungan masih lemahnya kelembagaan
petani di negara berkembang, serta besarnya hambatan dalam menumbuhkan
42
kelembagaan pada masyarakat petani. Kelembagaan petani diharapkan mampu
membantu petani keluar dari persoalan kesenjangan ekonomi petani, namun
sampai saat ini masih belum berfungsi secara optimal. Di sisi lain, globalisasi dan
liberalisasi ekonomi sebagai implikasi diratifikasi GATT dan WTO merupakan
kenyataan berat yang harus dihadapi oleh negara-negara berkembang, seperti
Indonesia. Diperlukan penguasaan teknologi pertanian yang memadai dan
kemampuan bersaing dari para petani agar mampu bertahan di tengah-tengah
persaingan ekonomi dunia. Upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi
usahatani, dan daya saing petani dilakukan melalui pengembangan kelembagaan
pertanian, termasuk di dalamnya penguatan kapasitas kelembagaan petani
(Anantanyu, 2011).
5. Program peningkatan produksi dan diversifikasi pertanian
Program peningkatan produksi dan diversifikasi pertanian bertujuan
untuk meningkatkan produksi dan keanekaragaman hasil pertanian dan produk
olahannya dalam rangka memanfaatkan peluang pasar baik domestik maupun
internasional. Program ini juga adalah untuk mendukung upaya
pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat serta menghapus
kemiskinan. Kegiatan pokoknya antara lain adalah mempercepat peningkatan
produksi komoditas unggulan terutama peternakan, perikanan, dan hortikultura;
mendorong perluasan areal pertanian pada lahan kering, gambut, dan pasang
surut; mengembangkan sistem usahatani terpadu; serta meningkatkan
pemanfaatan sumber daya perairan.
Kebutuhan pangan di Indonesia untuk saat ini masih dalam kondisi yang
cukup aman. Namun lambat laun, pangan akan menjadi masalah yang besar
akibat penurunan produksi pertanian dan kurangnya lahan pertanian yang
produktif dikarenakan perluasan lahan pemukiman penduduk serta lahan industri.
Diversifikasi pertanian adalah salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini.
Sekarang, hampir semua daerah di Indonesia mulai menggalakkan program
diversifikasi pertanian ini, guna meningkatkan produksi pertanian. Diversifikasi
pertanian sendiri adalah suatu usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman
pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu pertanian.
43
Terbatasnya pemanfaatan lahan produktif untuk pertanian merupakan
salah satu penyebab diberlakukannya diversifikasi pertanian. Selain itu, tanah-
tanah pertanian yang terlalu lama ditanami, lambat laun juga akan mengalami
penurunan kualitas baik dari kandungan nutrisi tanah, bahkan sampai mengurangi
kemampuan tanah dalam penyediaan air dan unsur hara. Hal ini akan dapat
menyebabkan penurunan pada produksi pertanian. Diversifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan cara penganekaragaman usaha pertanian. Mulai dari
penanaman tanaman yang berbeda, karena tidak hanya satu jenis tanaman tertentu
saja yang bisa tumbuh pada lahan yang sama, tetapi tanaman lain juga bisa.
Selain untuk memenuhi produksi tanaman, diversifikasi juga dapat membantu
dalam kelangsungan lahan pertanian agar tetap produktif.
Indonesia memiliki kebutuhan akan pangan yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang pesat, serta penyempitan lahan pertanian
produktif akibat pembangunan perumahan dan sebagainya akan menjadi masalah.
Diperlukan beberapa cara agar kebutuhan pangan tetap terpenuhi. Banyak faktor
yang mendukung terlaksananya diversifikasi ini. Faktor tersebut ialah manusia
sebagai pelaksana dan alam sebagai sarana. Diversifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan cara pergantian jenis tanaman, sistem tumpang sari, dan
menggunakan lahan pertanian yang berbasis hutan (agroforestry).
44
BAB 3
CIRI-CIRI, PERANAN SUMBERDAYA DAN KLASIFIKASI USAHA DI
BIDANG PERTANIAN
61
intensif, jarang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang diusahakan
terutama tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan.
Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam
pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang
tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem
pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan
potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa
daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah.
Pertanian adalah salah satu kegiatan penting dalam bertani. Dengan bidang
pertanian petani akan menghasilkan kebutuhan pokok yang bisa digunakan untuk
kelangsungan hidup. Memilih usaha dibidang pertanian sangat menguntungkan
yang mampu dan bisa memilih bidang pertanian yang cocok untuk dikembangkan.
Peluang usaha pertanian sangat banyak dan menguntungkan. Karena kebutuhan
primer dari sebuah usaha pertanian akan menjadi usaha yang menjanjikan dan
pengusaha mampu mengelola dengan baik. Sebagai negara agraris, potensi sektor
pertanian di negara kita ini sangat tinggi dan masih banyak potensi yang belum
tergali. Sebagaian potensi dari sektor pertanian yang telah di ketahui dan banyak
di jalankan orang memiliki keuntungan yang besar.
Usaha bidang pertanian merupakan jenis usaha yang sangat cocok di
jalankan di negara kita Indonesia. Karena negara kita di anugrahi tanah yang
subur terlebih di daerah pedesaan dan di bawah kaki gunung. Hal tersebut
tentunya sangat mendukung segala sesuatu yang berhubungan dengan pertanian.
Memulai usaha bidang pertanian bisa di jalankan dengan modal kecil, sedang
hingga besar. Semua tergantung dari jenis usaha pertanian yang dijalankan. Saat
ini orang yang tidak memiliki tanah, lahan atau sawah yang luas juga bisa sukses
selama mau berusaha.
Untuk menggeluti bidang pertanian tentunya membutuhkan banyak hal
diantaranya ketersediaan modal, lahan yang akan dikelola, pengetahuan di bidang
pertanian hingga minat yang kuat. Hal-hal tersebut bukanlah hal yang mustahil
untuk dilakukan. Terpenting adalah merubah pola pikir yang menganggap bisnis
di bidang pertanian itu sulit. Beberapa diantaranya bahkan merupakan usaha yang
62
belum begitu populer di kalangan masyarakat. Dan tentu ini akan menjadi peluang
untuk masuk ke dalam dunia usaha tersebut. Bukan tidak mungkin setelah
merasakan bagaimana geliat dunia usaha di bidang pertanian sehingga bisa
mengembangkannya untuk semakin lebih baik dan lebih besar lagi.
63
BAB 4
MASALAH EKONOMI PERTANIAN
64
(konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin tidak
terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, kelangkaan
pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang tidak
meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran hak asasi petani,
menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya penyelesaian
masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan pertanian
Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia
(Setiawan, 2013).
Pembangunan pertanian di masa akan datang tidak hanya dihadapkan
untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada
tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan
pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk
mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia.
Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk
menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga
mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat.
Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras apabila menginginkan
pertanian dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.
Meski transfromasi struktur ekonomi yang semakin mengantarkan
Indonesia dewasa ini menujukkan gejala menuju negara industri, tapi tidaklah
salah bila masih menggap bahwa Indonesia masih sebagai bagian dari negara
agraris. Setidaknya, ada dua alasan mengapa negeri ini masih dianggap sebagai
negara agraris atau negara pertanian. Pertama, sektor pertanian masih menjadi
salah satu leading sector dalam ekonomi Indonesia, ditunjukkan oleh pangsanya
yang masih cukup tinggi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB).
Alasan kedua, sebagian besar yaitu sekitar 33% (42,47 juta), penduduk usia 15
tahun ke atas yang bekerja menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Walau
Indonesia merupakan negara pertanian, tetapi sejauh ini masih banyak berbagai
65
hal masalah pertanian di Indonesia yang membuat sektor pertanian tersebut belum
berkembang seperti halnya pertanian di negara-negara lain (Setiawan, 2013).
Berikut ini dipaparkan cara mengatasi masalah pertanian di Indonesia
antara lain :
1. Optimalisasi program pertanian organik secara menyeluruh di Indonesia serta
menuntut pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian yang produktif dan ramah
lingkungan.
2. Regulasi konversi lahan dengan ditetapkannya kawasan lahan abadi yang
eksistensinya dilindungi oleh undang-undang.
3. Penguatan sistem kelembagaan tani dan pendidikan kepada petani, berupa
program insentif usahatani, program perbankan pertanian, pengembangan
pasar dan jaringan pemasaran yang berpihak kepada petani, serta
pengembangan industrialisasi yang berbasis pertanian/pedesaan, dan
mempermudah akses-akses terhadap sumber-sumber informasi IPTEK.
4. Indonesia harus mampu keluar dari WTO dan segala bentuk perdagangan
bebas dunia.
5. Perbaikan infrastruktur pertanian dan peningkatan teknologi tepat guna yang
berwawasan pada konteks kearifan lokal serta pemanfaatan secara maksimal
hasil-hasil penelitian ilmuwan lokal.
6. Mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
7. Peningkatan mutu dan kesejahteraan penyuluh pertanian
8. Membuat dan memberlakukan Undang-Undang perlindungan atas Hak Asasi
Petani.
9. Memposisikan pejabat dan petugas di setiap instansi maupun institusi
pertanian dan perkebunan sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
10. Mewujudkan segera reforma agraria.
11. Perimbangan muatan informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian serta
penyusunan konsep jam tayang khusus untuk publikasi dunia pertanian di
seluruh media massa yang ada.
12. Bimbingan lanjutan bagi lulusan bidang pertanian yang terintegrasi melalui
penumbuhan wirausahawan dalam bidang pertanian (inkubator bisnis) berupa
66
pelatihan dan pemagangan (retoling) yang berorientasi life skill,
entrepreneurial skill dan kemandirian berusaha, program pendidikan dan
pelatihan bagi generasi muda melalui kegiatan magang ke negara-negara
dimana sektor pertaniannya telah berkembang maju, peningkatan mutu
penyelenggaraan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi pertanian,
pengembangan program studi bidang pertanian yang mampu menarik
generasi muda, serta program-program lain yang bertujuan untuk menggali
potensi, minat, dan bakat generasi muda di bidang pertanian serta melahirkan
generasi muda yang mempunyai sikap ilmiah, profesional, kreatif, dan
kepedulian sosial yang tinggi demi kemajuan pertanian Indonesia, seperti
olimpiade pertanian, gerakan cinta pertanian pada anak, agriyouth camp, dan
lain-lain.
13. Membrantas mafia-mafia pertanian.
14. Melibatkan mahasiswa dalam program pembangunan pertanian melalui
pelaksanaan bimbingan massal pertanian, peningkatan daya saing mahasiswa
dalam kewirausahaan serta dana pendampingan untuk program–program
kemahasiswaan.
A. Waktu Usahatani
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan suatu
program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program
revolusi hijau yang di masyarakat petani dikenal dengan program bimbingan
massal (Bimas). Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan
produktivitas sektor pertanian. Revolusi hijau memakan waktu lebih dari 20 tahun
telah berhasil mengubah sikap para petani khususnya para petani sub sektor
pangan, dari anti teknologi ke sikap yang mau memanfaatkan teknologi pertanian
modern. Perubahan sikap petani sangat berpengaruh terhadap kenaikan
produktivitas sub sektor pangan sehingga Indonesia mampu mencapai
swasembada pangan. Namun kerugian yang ditimbulkan revolusi hijau pun tidak
sedikit, diantaranya adalah membuat petani ketergantungan terhadap program
tersebut. Banyak pengetahuan lokal yang menyangkut pertanian telah banyak
67
dilupakan. Para petani tergantung pada paket-paket teknoloogi pertanian produk
industri (Riana, 2012).
Pada tahun 1998 usahatani di Indonesia mengalami keterpurukan karena
adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu terjadi perubahan yang mendadak
bahkan kacau dalam pertanian kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit
membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Karena
desakan IMF waktu itu, subsidi pertanian (pupuk, benih, dll) juga dicabut dan tarif
impor komoditi khususnya pangan dipatok maksimum 5%. Infrastruktur pertanian
pedesaan khususnya irigasi banyak yang rusak karena biaya pemeliharaan tidak
ada. Penyuluh pertanian juga kacau karena terlalu mendadak di daerahkan. Tidak
hanya itu, akibat kerusuhan, jaringan distribusi bahan pangan dan sarana produksi
pertanian lumpuh, antrian beras dan minyak goreng terjadi dimana-mana. Itulah
kondisi pertanian dan pangan yang kita hadapi saat itu. Akibat perubahan
mendadak tersebut pelaku agribisnis khususnya para petani mengalami
kegamangan dan kekacauan. Kredit untuk petani tidak ada, harga pupuk
melambung baik karena depresiasi rupiah maupun karena pencabutan subsidi.
Itulah sebabnya mengapa pada saat krisis pada tahun 1998-1999 booming
agribisnis tidak berlangsung lama meskipun depresiasi rupiah cukup memberi
insentif untuk ekspor. Perubahan mendadak waktu itu, tidak memberi waktu bagi
para petani untuk menyesuaikan diri. Sehingga PDB pertanian mengalami
pertumbuhan rendah sebesar 0,88% dan terendah sepanjang sejarah (Riana, 2012).
Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional
yang mempunyai peran penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional
bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin
mengatasi masalah dan kendala yang sampai sejauh ini belum mampu
diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu
hal yang sangat kritis adalah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis)
atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan
kesejahteraan petani dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil
belum mampu meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu
(integrated farming system). Oleh karena itu persoalan membangun kelembagaan
68
(institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin
penting, agar petani mampu melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut
on farm bussiness, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm
agribussines.
Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu
tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan
sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam
proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang
bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usahataninya haruslah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan
usahatani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan
produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.
B. Biaya Usahatani
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan
uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu. Sumber ekonomi mengandung pengertian suatu sumber merupakan
sumber ekonomis jika memiliki sifat adanya kelangkaan. Pengorbanan sumber
ekonomis dibedakan menjadi dua macam : pengorbanan yang telah terjadi dan
pengorbanan yang belum terjadi. Nilai sumber ekonomis yang telah dikorbankan
untuk mencapai tujuan tertentu merupakan biaya historis, yaitu biaya yang telah
terjadi di masa yang lalu. Definisi biaya tersebut tidak hanya menyangkut biaya
yang telah terjadi di masa lalu, tetapi biaya-biaya kemungkinan akan terjadi di
masa yang akan datang. Nilai sumber ekonomis dikorbankan untuk mencapai
tujuan tertentu merupakan biaya masa yang akan datang.
Biaya terdiri dari dua yaitu, biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai
adalah biaya yang langsung dikeluarkan, misalnya upah tenaga kerja. Biaya tidak
tunai adalah biaya yang tidak dibayarkan secara tidak langsung, misalnya biaya
tenaga kerja keluarga yang ikut serta. Konsep biaya dalam ilmu ekonomi antara
lain adalah :
69
1. Biaya tetap, sejumlah biaya yang perubahan biayanya bukan ditentukan atau
dipengaruhi oleh besarnya aktivitas operasional perusahaan. Contoh : beban
sewa, beban penyusutan, beban bunga dst.
2. Biaya variabel, sejumlah biaya yang perubahan biayanya ditentukan atau
dipengaruhi oleh besarnya aktivitas operasional perusahaan. Contoh : bahan
baku, bahan bakar, beban upah, dst.
3. Biaya Total, biaya yang merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya variabel.
4. Biaya Variabel rata-rata adalah biaya yang berubah total untuk memproduksi
sejumlah barang tertentu dibagi dengan jumlah produksi.
5. Biaya Total Rerata adalah biaya total untuk memproduksi sejumlah barang
tertentu dibagi jumlah produksi.
6. Biaya Marginal adalah kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan untuk
menambah produksi sebanyak satu unit.
Biaya usahatani dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1. Biaya alat-alat luar yaitu semua pengorbanan yang diberikan dalam usahatani
untuk memperoleh pendapatan kotor, kecuali bunga seluruh aktiva yang
dipergunakan dan biaya untuk kegiatan pengusaha (keuntungan pengusaha)
dan upah tenaga keluarga sendiri.
2. Biaya mengusahakan yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga
keluarga sendiri, yang diperhitungkan berdasarkan upah yang dibayarkan
kepada tenaga luar.
3. Biaya menghasilkan yaitu biaya mengusahakan ditambah dengan bunga dari
aktiva yang dipergunakan dalam usahatani.
Biaya dalam usahatani di kelompok menjadi :
1. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya relatif konstan dari waktu ke waktu
(misalnya dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun). Besarnya biaya
tetap tidak dipengaruhi oleh komoditi apa yang akan diusahakan dan berapa
banyak produksi akan dihasilkan. Beberapa unsur biaya tetap, antara lain: sewa
lahan, penyusutan alat mesin, bunga modal (terutama atas sarana tahan lama),
pajak, upah tenaga kerja tetap, dll.
70
2. Biaya tidak tetap ialah jenis biaya yang besarnya naik atau turun bersama-sama
dengan naik atau turunnya produksi. Jika skala produksi ditingkatkan, maka
biaya tidak tetap meningkat pula, dan sebaliknya.
Modal usaha petani untuk tanaman pangan diketahui relatif sangat
terbatas. Keterbatasan modal tersebut menyebabkan petani meminjam modal
kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang) dan pengijon. Petani tidak
mempunyai akses kepada lembaga keuangan baik lembaga formal maupun non
formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan seperti koperasi tani, koperasi
simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan formal yang
memberikan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada. Keadaan
tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir dan
pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang tinggi.
Akibatnya biaya modal usaha relatif tinggi. Salah satu solusi masalah tersebut
adalah membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah ada
dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani untuk andil
dalam pengembangan modal usaha.
Keterbatasan modal, maka penyediaan fasilitas kerja berupa alat-alat
usahatani semakin sulit dipenuhi. Akibatnya intensitas penggunaan kerja menjadi
semakin menurun. Ketergantungan keluarga akan modal menyebabkan petani
terjerat sistem yang dapat merugikan diri sendiri dan keluarganya, seperti adanya
sistem ijon dsb. Sebagai akibat langkanya modal usahatani, kredit menjadi
penting. Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit kepada
petani dengan syarat mudah dicapai. Demikian pula dengan prosedur mudah dan
suku bunga yang relatif rendah, maka terbuka pemilik modal swasta mengulurkan
tangan, sehingga mematikan secara perlahan kepada petani melalui sistem ijon.
Alasan petani untuk tidak menggunakan fasilitas kredit yang disediakan
pemerintah adalah belum tahu caranya, tidak ada jaminan, serta bunganya
dianggap terlalu besar.
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial.
Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya
71
aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangan
dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (Low cost
production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca
panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung dari masyarakat kepada
petani sebagai pembiaayan usahatani memang sudah sepantasnya terlaksana.
Masalah kurang rangsangan karena sikap puas diri para petani yang
umumnya petani kecil. Ada semacam kejenuhan dan putus asa karena sulitnya
meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan kebutuhan keluarga. Akibatnya akan
berpengaruh terhadap kemampuan untuk meningkatkan pendidikan dan
tersedianya dana yang cukup untuk biaya operasional usahataninya. Rendahnya
tingkat pendidikan akan berpulang kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi
kurangnya dana akan sulit untuk membeli teknologi.
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan akses pelayanan usahatani
kepada penggerak usahatani (access to services) sebagai akibat kurang
diperhatikannya rangsangan bagi penggerak usahatani tersebut dalam tumbuhnya
lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan menyebabkan
tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani pelaku usahatani akibat
kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output seperti yang
diharapkan penggerak usahatani seperti petani berhak mendapat pengetahuan atau
rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan
salah satu jalan usahatani dapat berkembang dan berjalan dengan baik.
Biaya pemasaran hasil komoditi pertanian relatif mahal. Tingginya biaya
pemasaran ini disebabkan ketersediaan jalan usahatani sangat terbatas. Kondisi
jalan desa sebagian besar rusak, sarana transportasi relatif terbatas. Prasarana dan
saranan transportasi yang terbatas menyebabkan biaya angkut saprodi dan hasil
usahatani relatif mahal. Sementara sarana pasar desa yang dapat meningkatkan
dinamika pemasaran hasil pertanian belum tersedia. Langkah untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan membangun jalan usahatani, sehingga biaya
angkut hasil pertanian dapat ditekan dan harga jual hasil pertanian dapat
ditingkatkan.
72
Kemampuan petani untuk mengakses lembaga keuangan formal sangat
terbatas. Hal ini disebabkan prosedur yang sulit dan keterbatasan sumberdaya
yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan yang dapat digunakan sebagai
agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu kepercayaan bank kepada petani
relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya sebagian petani yang menganggap
apabila diberi pinjaman pemerintah maka pinjaman tersebut dianggap sebagai
pemberian yang tidak harus dikembalikan. Untuk mengatasi anggapan petani
tersebut adalah dengan menumbuh-kembangkan inovasi modal sosial. Sedangkan
untuk mengatasi kesulitan mengakses lembaga keuangan formal maka alternatif
pemecahannya adalah dengan membangun kelembagaan non formal di pedesaan.
Kegagalan pembangunan pertanian yang selama ini dilaksanakan oleh
pemerintah Indonesia membawa dampak yang sangat besar bagi rendahnya
tingkat kesejahteraan petani Indonesia. Salah satu upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia, pemerintah melaksanakan
berbagai kebijakan yang kurang berpihak pada kesejahteraan petani misalnya
kebijakan impor bahan pangan dari luar negeri (Susetiawan, 2011).
Guna meningkatkan ketahanan pangan rakyat Indonesia, pemerintah
melakukan kebijakan impor bahan pangan. Nilai impor bahan pangan Indonesia
dari tahun ke tahun semakin meningkat persentasenya, sehingga tingkat
ketergantungan bangsa Indonesia pada negara lain/luar negeri semakin besar.
Kebijakan ini menjadi alternatif utama yang dipilih pemerintah Indonesia karena
kebijakan ini merupakan kebijakan yang sangat mudah untuk dilaksanakan.
Bahkan kebijakan ini juga dapat memberi peluang pada oknum pengambil
kebijakan untuk menarik keuntungan pribadi. Dalam jangka pendek kebijakan ini
memang dapat mengatasi permasalahan ketahanan pangan bangsa Indonesia yang
dari tahun ke tahun semakin kompleks akibat tingginya laju pertumbuhan
penduduk Indonesia. Namun dalam jangka panjang kebijakan ini dapat
menghancurkan sektor pertanian dalam negeri. Hal ini wajar karena produk
pertanian dalam negeri kalah bersaing dalam hal harga dengan produk pertanian
dari luar negeri.
73
Para petani dari negara maju dapat menjual harga produk mereka karena
dalam proses produksi mereka mendapat subsidi dari negara. Sementara itu petani
dalam negeri tidak mampu menjual produk pertanian mereka dengan harga yang
sama atau lebih rendah dari harga produk luar negeri karena dari tahun ke tahun
subsidi yang diberikan oleh pemerintah pada mereka semakin kecil sedangkan
harga sarana produksi pertanian (pupuk, bibit, pestisida, dll) dari tahun ke tahun
terus meningkat. Kekalahan produk pertanian dalam negeri dari produk pertanian
luar negeri menyebabkan pendapatan petani dari usahatani menjadi semakin
rendah, sehingga margin keuntungan yang didapat juga semakin kecil.
Hal itu mungkin tidak akan menjadi masalah bagi para petani bila biaya
produksi pertanian rendah, namun karena biaya produksi relatif tinggi dan
semakin meningkat dari tahun ke tahun maka keuntungan tersebut habis untuk
menutup biaya produksi. Hal ini menyebabkan petani tidak mampu lagi
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan harus berhutang agar kebutuhan
hidup mereka terpenuhi. Kondisi tersebut menyebabkan keluarga petani tidak
mengalami peningkatan kesejahteraan.
C. Tekanan Penduduk
Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian tentunya menggantungkan hidupnya
pada lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai tempat beraktifitas bagi petani
semakin mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh semakin besarnya
tekanan penduduk terhadap lahan pertanian. Jumlah penduduk yang terus
meningkat dan aktifitas pembangunan yang dilakukan telah banyak menyita
fungsi lahan pertanian untuk menghasilkan bahan makanan yang diganti dengan
pemanfaatan lain, seperti pemukiman, perkantoran dan sebagainya. Akibatnya
keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi
kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang (Moniaga, 2011).
Indonesia yang memiliki luas lahan pertanian yang tetap dengan
pertumbuhan penduduknya yang besar akan menyebabkan ketersediaan lahan
pertanian menjadi semakin kecil. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan terjadi
74
ketidakseimbangan penduduk yang bekerja sebagai petani pada suatu wilayah
dengan luas lahan pertanian yang ada. Akibatnya, tekanan penduduk pada lahan
pertanian akan semakin besar atau dengan kata lain wilayah tersebut tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.
Keadaan ini sangatlah kontradiktif, karena pertambahan penduduk
membawa konsekuensi peningkatan kebutuhan bahan makanan dan ketersediaan
bahan pangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Oleh sebab itu, hal
tersebut harus mampu dipenuhi oleh daerah dengan cara memanfaatkan dan
meningkatkan potensi sumberdaya yang ada terutama lahan pertanian. Apabila
keadaan ini dibiarkan berlangsung terus-menerus maka bukan tidak mungkin
produksi sudah tidak sebanding dengan kebutuhan penduduk yang ada. Hal itu
berarti bahwa daya dukung lahan pertanian akan semakin kecil.
Kemampuan lahan menyiratkan daya dukung lahan. Kemampuan lahan
adalah mutu lahan yang dinilai secara menyeluruh dengan pengertian merupakan
suatu pengenal majemuk lahan dan nilai kemampuan lahan berbeda untuk
penggunaan yang berbeda. Dalam kaitannya dalam pemenuhan kebutuhan
manusia, maka kemampuan lahan terjabarkan menjadi pengertian daya dukung
lahan.
Imbangan tingkat pemanfaatan lahan dengan daya dukung lahan menjadi
ukuran kelayakan penggunaan lahan. Sebaliknya jika pemakaian lahan telah
melampaui kemampuan daya dukung lahan, maka pemanfaatan lahan tidak
dipakai secara efektif. Dari uraian tadi, maka secara jelas dapat dikatakan bahwa
daya dukung lahan adalah kemampuan bahan pada suatu satuan lahan untuk
mendukung kebutuhan-kebutuhan manusia dalam bentuk penggunaan lahan, yang
pada akhirnya tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia terutama
bahan makanan.
Masalah kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua
permasalahan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun
negara-negara lainnya di dunia umumnya. Brown (1992), menyatakan bahwa
masalah lingkungan hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran
lingkungan fisik, desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-
75
sumber alam, serta berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin
menujukkan peningkatan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda
penanganan masalah lingkungan yang bijak. Namun juga merupakan peringatan
(warning) bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang berada pada
tahap memprihatinkan. Seandainya tidak dilakukan upaya penanggulangan secara
serius, maka dalam jangka waktu tertentu kehidupan ini akan musnah.
Hal ini terjadi karena lingkungan (alam) tidak mampu lagi memberikan
apa-apa kepada kita. Seperti kita ketahui bahwa manusia merupakan bagian
integral dari lingkungan hidup dan tidak dapat dipisahkan. Padatnya penduduk
suatu daerah akan menyebabkan ruang gerak suatu daerah semakin berkurang. Hal
ini disebabkan manusia merupakan bagian integral dari ekosistem, dimana
manusia hidup dengan mengekploitasi lingkungan. Pertumbuhan penduduk yang
cepat meningkatkan permintaan terhadap sumber daya alam. Pada saat yang sama
meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh membengkaknya jumlah penduduk
dan pada akhirnya akan berpengaruh pada semakin berkurangnya produktifitas
sumber daya alam.
Menurut Wijono (1998) dalam Zulkipli dkk (2012), kondisi yang
digambarkan tersebut dapat diibaratkan seperti lilin, pertumbuhan penduduk yang
cepat akan membakar lilin dari kedua ujungnya. Sehingga batang lilin itu akan
cepat meleleh dan habis. Konsekuensinya adalah berubahnya salah satu atau
beberapa komponen dalam ekosistem, mengakibatkan perubahan pada interaksi
komponen-komponen itu, sehingga struktur organisasi dan sifat-sifat fungsional
ekosistem akan berubah pula. Dalam perspektif historis tentang kependudukan
dan dampak lingkungan Derek Lewlyn dan Jones (dalam Zulkipli dkk, 2012)
melakukan penelitian di kota Sidney di Australia, berdasarkan hasil penelitiannya
mereka menyimpulkan bahwa sebenarnya keseimbangan ekologi itu tidak kekal.
Kota Sidney yang dulunya sangat asri dengan tatanan lingkungan kota yang
nyaman, tetapi mulai periode 80-an, semuanya telah berubah menjadi tidak
nyaman lagi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menandakan bahwa
perkembangan penduduk sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan hidup
baik fisik maupun non fisik.
76
Pentingnya perhatian terhadap daya dukung lingkungan terjadi ketika
manusia menyadari bahwa daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia
dan makhluk-makhluk lain ada batas-batasnya, kendatipun tidak mudah
ditentukan. Menjadi persoalan bagi manusia bagaimana agar lingkungan mampu
secara berkelanjutan mendukung kehidupannya dengan tingkat kesejahteraan yang
dipandang memadai. Peringatan terhadap perkembangan penduduk yang dapat
melampaui kemampuan sumberdaya yang mendukungnya sudah dimulai oleh
Malthus pada akhir abad ke-18 (1798), meskipun Malthus hanya mempersoalkan
hubungan antara perkembangan penduduk dan subsisten (pangan). Dalam
perkembangannya, tampak ada kecenderungan yang dipentingkan adalah adanya
keseimbangan antara sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki dan jumlah
penduduk yang menggunakan sunberdaya-sumberdaya itu (Rusli dkk, 2009).
Daya dukung lahan merupakan kemampuan suatu lingkungan untuk
mendukung kehidupan. Untuk daya dukung lahan agraris (pertanian) pada
dasarnya bergantung pada persentase lahan yang dapat dipakai untuk pertanian
dan besarnya hasil pertanian persatuan luas dan waktu. Makin besar persentase
lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian makin besar pula daya
dukung lahan daerah tersebut. Untuk menunjang kehidupannya manusia tidak
hanya membutuhkan lahan yang digunakan sebagai lahan pertanian tetapi juga
membutuhkan lahan untuk dijadikan permukiman dan aktivitas sosial ekonomi
yang lain. Semakin tinggi jumlah penduduk akan menyebabkan kebutuhan lahan
untuk permukiman juga semakin tinggi, hal ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan daya dukung lahan (Ariani dan Harini, 2012).
Dalam populasi manusia, daya dukung pada hakekatnya adalah daya
dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomasa tumbuhan dan hewan
yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu.
Dalam masyarakat agraris daya dukung akan lebih mudah dianalis dengan
menggunakan daya dukung alamiah. Daya dukung tergantung pada persentase
lahan yang dapat dipakai untuk pertanian per satuan luas dan waktu. Makin besar
persentase lahan yang dipakai untuk pertanian makin besar daya dukungnya.
77
Semakin banyaknya jumlah penduduk dan jumlah petani dan terbatasnya
lahan pertanian mengakibatkan tingginya tekanan penduduk dan rendahnya
pendapatan petani. Petani dengan pendapatan rendah akan lebih mengutamakan
terpenuhinya kebutuhan primer untuk hidup daripada kebutuhan untuk
melaksanakan konservasi tanah. Dengan jumlah lahan yang terbatas,
perkembangan penduduk merupakan tekanan penduduk, demikian pula desakan
kebutuhan pangan telah mendorong penduduk untuk mengeksploitasi tanah
sehingga melampaui batas kemampuan lahan tersebut, dan dalam banyak hal
tanpa disertai oleh tindakan konservasi. Eksploitasi yang berlebihan akan merusak
produktivitas lahan, berkurangnya penerimaan bersih petani dapat dijelaskan
karena berkurangnya produktivitas lahan (Ningsih dkk, 2012).
Tekanan Penduduk adalah angka yang menunjukkan berapa kali lipat
penduduk harus mengeksploitasi lahan agar mendapatkan hasil untuk mencapai
hidup layak. Nilai numerik yang didapatkan dari perhitungan tekanan penduduk
menunjukkan besarnya faktor yang mendorong penduduk untuk memperluas
lahan atau mengeksploitir lahan. Karena tekanan penduduk yang terus meningkat
sedangkan kemampuan daerah untuk mendukung kehidupan terbatas maka petani
membuka lahan baru, akan tetapi karena pendapatan petani rendah sehingga
mereka tidak dapat mengambil tindakan pencegahan erosi tanpa bantuan.
Sifat petani di Jawa pada umumnya adalah petani kecil dengan luas lahan
yang sempit. Rata-rata luas lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar per keluarga
petani (Otto Soemarwoto, 1997 dalam Fitriani, 2005), karena pertumbuhan
penduduk petani, luas lahan yang dikuasai, menunjukan kecenderungan yang
semakin sempit. Makin banyak pula petani yang tidak mempunyai lahan. Keadaan
ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan pertanian,
dengan kata lain kebutuhan akan lahan garapan terus bertambah. Tetapi karena
luas lahan terbatas, sehingga kemampuan suatu wilayah untuk mendukung
kehidupan, yaitu disebut daya dukung lingkungan terbatas pula, karena tekanan
penduduk terhadap lahan pertanian terus meningkat, cepat atau lambat ambang
batas daya dukung lingkungan akan terlambat.
78
Apabila lahan yang tersedia tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan
penduduk, maka akan muncul berbagai macam reaksi, antara lain : penduduk
membuka hutan untuk ditanami tanaman musiman guna memenuhi kebutuhan
hidupnya, menanam di daerah rawan erosi yaitu areal lahan dengan kelerengan
tinggi (lebih besar 40%), menggunakan areal-areal yang kurang subur dan
semakin tinggi tingkat urbanisasi ke daerah perkotaan.
Dalam menganalisis tekanan penduduk di atas lahan pertanian yang perlu
mendapat perhatian adalah kualitas lahan pertanian. Kualitas lahan pertanian
antara suatu wilayah dengan yang lainnya sangat bervariasi. Kualitas lahan
pertanian merupakan fungsi dari berbagai unsur, meliputi : kandungan hara,
intensitas tanaman, teknologi penggunaan lahan, nilai ekonomis dan standar hidup
layak.
Memperhatikan masalah tersebut sangat komplek, kemudian untuk
mengatasi hal tersebut Otto Soemarwoto membuat penyederhanaan. Pada
dasarnya tekanan penduduk itu ditentukan oleh persentase atau tersedianya lahan
yang dapat dipergunakan luas (yield). Makin besar persentase lahan yang dapat
dipergunakan untuk pertanian, maka makin kecil tekanan pada wilayah tersebut,
dengan kata lain daya dukung lingkungan masih besar. Di samping masalah
penduduk atas lahan yang makin tinggi perlu diperhaitikan juga masalah daya
dukung lahan pertanian lingkungan. Hal ini berkaitan dengan masalah penyediaan,
atau swasembada pangan khususnya beras.
Konsep daya dukung lingkungan lebih mudah dan lebih tepat diterapkan
dalam masyarakat agraris. Dalam sistem itu populasi manusia hidupnya tertumpu
pada pertanian dalam arti luas dan belum berkembang teknologi modern serta
sistem ekonomi pasar yang maju. Banyak pakar lingkungan telah mempelajari hal
ini dan telah dikembangkan beberapa rumus matematika untuk memperkirakan
daya dukung lingkungan tersebut. Pada dasarnya daya dukung lingkungan itu
ditentukan oleh persentase atau tersedianya lahan yang dapat dipergunakan untuk
pertanian dan besarnya hasil pertanian per satuan luas dan dipergunakan untuk
pertanian dan besarnya hasil pertanian per satuan luas dan waktu (yield). Makin
besar persentase lahan yang dapat dipergunakan untuk pertanian maka semakin
79
besar daya dukung lingkungan tersebut. Sedangkan persentase lahan tersebut
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : kesesuaian tanah untuk pertanian,
kebutuhan lahan untuk keperluan lain di luar sektor pertanian, adanya penyakit
hewan atau penyakit manusia yang berbahaya.
Kerusakan lingkungan dari aspek pertanian dan kehutanan merupakan dua
sektor yang menonjol. Pertambahan penduduk, penggunaan teknologi modern dan
tidak adanya kesadaran terhadap lingkungan adalah faktor penyebab kerusakan
lingkungan. Di bidang pertanian, dengan semakin besar jumlah penduduk maka
kebutuhan akan bahan makanan semakin meningkat. Untuk itu perlu usaha
meningkatkan produksi bahan-bahan makanan semakin meningkat. Untuk itu
perlu usaha meningkatkan produksi bahan makanan secara memadai. Diantaranya
dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Penggunaan
teknologi modern seperti benih unggul, sistem irigasi, pupuk dan berbagai bahan
kimia lainnya untuk memberantas hama, secara nyata telah memberikan
kontribusi yang besar dalam meningkatkan produksi pertanian.
Pertambahan penduduk yang cepat, makin lama makin meningkat hingga
akhirnya memadati muka bumi. Hal ini membawa akibat serius terhadap rentetan
masalah besar yang membentur keseimbangan sumber daya alam. Karena
bagaimanapun juga setiap menusia tidak lepas dari bermacam-macam kebutuhan
mulai dari yang pokok hingga sampai pada kebutuhan pelengkap. Sedangkan
semua kebutuhan yang diperlukan oleh manusia sangat banyak dan tidak terbatas,
sementara itu kebutuhan yang diperlukan baru akan terpenuhi manakala siklus dan
cadangan-cadangan sumber daya alam masih mampu dan mencukupi. Tetapi akan
lain jadinya jika angka pertumbuhan penduduk kian melewati batas siklus ataupun
jumlah cadangan sumber-sumber kebutuhan. Andaikata kondisi perkembangan
demikian tidak diupayakan penanganan secara serius maka pada saatnya akan
terjadi suatu masa krisis. Lebih parah lagi sebagaimana dikemukakan diatas
adalah terjadinya bencana yang dapat memusnahkan kehidupan manusia (Zulkipli
dkk, 2012).
Ida Bagus Mantra (1986) dalam (Moniaga, 2011), mengatakan bahwa
penurunan daya dukung lahan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang terus
80
meningkat, luas lahan yang semakin berkurang, persentase jumlah petani dan luas
lahan yang diperlukan untuk hidup layak. Sedangkan untuk mengatasi penurunan
daya dukung lahan menurut Hardjasoemantri (1989) dalam (Moniaga, 2011)
dapat dilakukan antara lain dengan cara: 1). Konversi lahan, yaitu merubah jenis
penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan tetapi disesuaikan
wilayahnya; 2). Intensifikasi lahan, yaitu dalam menggunakan teknologi baru
dalam usahatani; 3). Konservasi lahan, yaitu usaha untuk mencegah.
D. Sistem Usahatani
Sistem usahatani (farming system) dapat diartikan sebagai unit
pengambilan keputusan yang melibatkan rumah tangga petani, sub sistem
pertanian (dalam arti luas tanaman, hewan atau ikan) dan sub sistem sumber daya
alam dan lingkungan yang hasilnya dapat dikonsumsi langsung oleh keluarga
maupun dijual. Dapat dikatakan bahwa perencanaan usahatani merupakan
perencanaan petani dari awal hingga akhir dengan mengkombinasikan
pemanfaatan segala potensi sumber daya yang ada dan mampu mengatasi
kendala-kendala yang dihadapi guna menghasilkan suatu produk yang yang
optimum.
Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana berbagai input (unsur
hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan sebagian dari output
meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual. Menurut Rahim dan Diah
(2007) usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola
input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,
benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan
produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.Usahatani
adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian.
Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana
produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang
pertanian (Daniel, 2002).
Sistem usahatani, termasuk sistem usahatani campuran tanaman-ternak,
pada dasarnya terdiri dari berbagai hubungan yang bersifat nonlinear. Sebagai
81
contoh, proses umpan balik merupakan suatu perubahan yang berpola nonlinear.
Proses umpan balik dapat menjelaskan percepatan dari suatu kemajuan (dijelaskan
oleh peningkatan returns) atau tendensi menuju stabilitas (didefinisikan sebagai
negative feedback). Pada kajian perspektif sistem, kapasitas untuk mengapresiasi
sifat hubungan sebab-akibat dari suatu sistem akan sangat bergantung dari
kemampuan untuk mengkonseptualisasikan hubungan nonlinear yang terjadi pada
sistem tersebut. Oleh karena suatu sistem nonlinear tidak mungkin menghasilkan
solusi analitis yang bersifat eksak, maka simulasi merupakan metode yang paling
tepat untuk menggambarkan dinamika perilaku sistem. Dinamika nonlinear ini
merupakan fenomena yang dapat diobservasi pada kebanyakan sistem usahatani
(Thorne dan Tanner, 2002 dalam Adiyoga dkk, 2008).
Salah satu sistem usahatani yang dapat mendukung pembangunan
pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama
dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang
saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat
dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing-
masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi
merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat
tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran dkk,
2006).
Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan
produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan
ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik
sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Sejalan dengan program
pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi yaitu melalui
program-program bantuan pengadaan bibit sapi maka hal ini sangat baik untuk
penerapan integrasi ternak sapi dalam usaha tani tanaman. Menurut Bamualim
dkk (2004), keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan adalah
meningkatnya pendapatan petani-peternak dari hasil penjualan sapi dan jagung.
Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian
pupuk kandang.
82
Sistem usahatani terpadu (integrated farming system), ialah suatu sistem
usahatani yang didasarkan pada konsep daur-ulang biologis (biological recycling)
antara usaha pertanaman, perikanan dan peternakan. Usahatani berbasis tanaman
memberikan hasil samping berupa pakan bagi usahatani perikanan dan
peternakan. Demikian pula sebaliknya, usaha perikanan dan peternakan
memberikan hasil samping berupa pupuk bagi usahatani tanaman. Usaha
perikanan menghasilkan pakan bagi peternakan, sedangkan usaha peternakan
menghasilkan pupuk dan pakan untuk perikanan (Prajitno, 2009). Dalam cakupan
lebih luas, sistem usahatani terpadu ini dapat dipandang sebagai bagian dari
sistem agro-ekoteknologi, dimana didalamnya terdapat berbagai komponen
lingkungan petani yang saling berkaitan satu sama lain, seperti komponen usaha
non-pertanian (off farm), komponen bio-fisik alam, serta komponen sosekpolbud.
Sistem usahatani terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh
potensi pertanian sehingga dapat dimanfaatkan secara seimbang. Proses
pemanfaatan tersebut agar dapat terjadi secara efisien, maka sistem pertanian
terpadu sebaiknya berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan ini terdiri dari
sektor tanaman pangan, peternakan, perkebunan maupun perikanan. Keberadaan
sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang
lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena akan
dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil
produksi dan penekanan biaya produksi, efektivitas dan efisiensi produksi juga
akan tercapai (Reijntjes, dkk., 1999) dalam (Masinnai dkk, 2013). Selanjutnya
ditambahkan bahwa pertanian terpadu merupakan pertanian yang mampu menjaga
keseimbangan ekosistem didalamnya sehingga aliran nutrien dan energi terjadi
secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.
Sistem pertanian terpadu dalam hal ini pertanian melibatkan makhluk
hidup dalam satu atau beberapa tahap dan memerlukan ruang untuk kegiatan serta
jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada
pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah
dibanding pertanian konvensional yang memakai pupuk nitrogen dan sebagainya.
83
Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi efektif dan efisien, maka
sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan (Fadly, 2013).
Prinsip keterpaduan dalam sistem pertanian terpadu yang harus
diperhatikan, yaitu: (1) agroekosistem yang berkeanekaragaman tinggi yang
memberi jaminan yang lebih tinggi bagi petani secara berkelanjutan, (2)
diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat dicapai dengan
mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling
melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergi dan positif, dan bukan hanya
kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian
dengan input yang lebih rendah, (3) dalam menerapkan pertanian berkelanjutan
diperlukan dukungan sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi,
permodalan, hubungan produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan misi
pertanian dalam pembangunan, (4) pemanfaatan keanekaragaman fungsional
sampai pada tingkat yang maksimal yang menghasilkan sistem pertanian yang
kompleks dan terpadu menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara
optimal, (5) menentukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah
pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya
yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.
84
BAB 5
FAKTOR PRODUKSI DAN PENDUKUNG
85
melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi
teknis akan tercapai bila petani mampu mengalokasikan faktor produksi
sedemikian rupa sehingga produksi tinggi tercapai (Maulidah, 2012).
Faktor produksi dalam usahatani atau merupakan unsur-unsur pokok
dalam usahatani adalah merupakan faktor-faktor utama yang diperlukan dalam
usahatani. Faktor-faktor produksi merupakan input dalam proses produksi
pertanian. Proses produksi pertanian adalah proses yang mengkombinasikan
faktor-faktor produksi pertanian untuk menghasilkan produksi pertanian (output).
86
curah hujan yang cukup banyak sehingga menguntungkan bagi pertanian dan
perkebunan.
Definisi tanah yang sederhana yaitu sebagai suatu benda tempat
tumbuhnya tanaman. Sedangkan pengertian tanah yang lebih luas adalah suatu
benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-
bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organik (pelapukan
tumbuhan dan hewan), yang merupakan medium pertumbuhan tanaman dengan
sifat-sifat tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor iklim, bahan
induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan.
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil
pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke
luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti
dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor
produksi lainnya. Potensi ekonomi lahan pertanian organik dipengaruhi oleh
sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan ekonomi
lahan. Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi produksi dan
pemasaran), karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda yang
disesuaikan dengan kondisi lahan tersebut. Maka faktor-faktornya bervariasi dari
satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara ke negara yang lain. Secara
umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan dalam lahan
pertanian, semakin tinggi pula resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-
perubahan tersebut. Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari
keuntungan yang didapat oleh petani dalam bentuk pendapatannya. Keuntungan
ini bergantung pada kondisi-kondisi produksi dan pemasaran. Keuntungan
merupakan selisih antara biaya (costs) dan hasil (returns) (Mustaqim, 2012).
Faktor produksi sumberdaya alam merupakan faktor produksi asli karena
telah tersedia langsung di alam. Faktor yang tidak kalah pentingnya dalam
pertanian adalah tanah. Tanah sebagai modal dasar pembangunan memerlukan
optimasi dalam pemanfaatannya dengan melihat kesesuaian lahan antara aspek
fisik dasar yang ada dengan kegiatan yang dapat dikembangkan yaitu pertanian.
Hal ini dikarenakan lahan merupakan salah satu syarat untuk dapat
87
berlangsungnya proses produksi di bidang pertanian. Definisi tanah yang
sederhana yaitu sebagai suatu benda tempat tumbuhnya tanaman. Sedangkan
pengertian tanah yang lebih luas adalah suatu benda alami yang terdapat di
permukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil
pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan tumbuhan dan
hewan, yang merupakan medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu
yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup,
bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan.
Sumber daya tanah harus menjadi prioritas utama ketika menyusun
sediaan sumber daya, dimana tanah pada umumnya merupakan sumber daya amat
berharga, merupakan salah satu bentuk sumber daya tetap dan akan amat
mempengaruhi tipe dan luas perusahaan yang dipertimbangkan. Pentingnya faktor
produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga
dari segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan,
dan topografi tanah (tanah dataran pantai, rendah, dan dataran tinggi).
Tanah juga merupakan sumber daya yang komplit dengan aneka macam
sifat yang diidentifikasi. Unsur berikut ini menunjukkan beberapa unsur penting
yang tercakup dalam persediaan tanah adalah :
1. Jumlah area yang tersedia termasuk untuk keperluan budidaya, padang rumput,
kayu dan lahan kosong,
2. Tipe tanah, termasuk faktor kemiringan, ketinggian dan pemukaannya,
3. Tingkat kesuburan tanah sekarang dan yang diperlukan. Program pengujian
tanah mungkin diperlukan sebagai bagian dari persediaan,
4. Faktor iklim termasuk curah hujan tahunan, perkembangan musim dan lain-
lain.
Proses-proses fisik, kimiawi dan biologis di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh iklim kehidupan tanaman dan hewan serta aktifitas manusia.
Petani harus menyadari bagaimana proses-proses ini dipengaruhi dan bisa
dimanipulasi guna membudidayakan tanaman sehat dan produktif. Petani harus
menciptakan dan mempertahankan kondisi-kondisi tanah sebagai berikut :
ketersediaan air, udara dan unsur hara tepat waktu dalam jumlah seimbang dan
88
mencukupi, struktur tanah yang meningkatkan pertumbuhan akar, pertukaran
unsur-unsur gas, ketersediaan air dan kapasitas penyimpanan, suhu tanah yang
meningkatkan kehidupan tanah dan pertumbuhan tanaman serta tidak adanya
unsur-unsur toksis (Maulidah, 2012).
Lahan pertanian menjadi perbincangan dunia, karena terjadinya proses
dehumanisasi dalam sistem produksi pertanian feodalistik, karena terjadi ketika
para petani tidak berlahan menjadi penggarap tanah para tuan tanah ataupun
pemilik tanah. Para petani yang menumpang itu lama-kelamaan berubah menjadi
petani gurem yang selain bertani pada ladang terbatas, juga bekerja pada tuan
tanah. Ketika sistem kapitalisme diperkenalkan di dunia pertanian, hubungan
feodal berubah menjadi hubungan buruh-majikan dan lahirlah buruh tani yang
jumlahnya sangat banyak seperti di Indonesia. Tuntutan reformasi agraria terhenti
dengan adanya program revolusi hijau, tidak ada lagi sistem rembug desa atau
gotong royong untuk menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Sehingga
semakin punahnya benih padi lokal, yang sejak lama menjadi fundamen bagi
petani untuk mengontrol kehidupan pertaniannya. Hak-hak petani laki-laki
maupun perempuan menghilang seiring hilangnya kegiatan pemeliharaan,
perbaikan, dan penyediaan sumber daya genetik tanaman.
Tanah sebagai faktor produksi mempunyai kedudukan yang penting, hal
ini bisa dibuktikan dengan besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah
dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya. Balas jasa dari tanah dapat berupa
inatura (bagi hasil) maupun sewa tanah berupa uang tunai (rent). Tinggi
rendahnya sewa tanah tergantung dari kesuburan tanah, letaknya atau posisi tanah
(defferential rent), adanya kelangkaan (scarcity rent), kegunaan tanah untuk usaha
tertentu. Naik turunnya sewa tergantung naik turunnya harga komoditi (Ali,
2012).
Hubungan antara pemilik dan penggarap tanah tidak lain adalah
merupakan hubungan antara penawaran dan permintaan. Karena tanah jumlahnya
relatif tetap sedangkan penduduk yang memerlukan tanah selalu meningkat maka
tanah dapat dikatakan semakin langka, berarti sewa tanah semakin tinggi atau
kedudukan penggarap semakin lemah. Karena kedudukan pemilik tanah kuat
89
maka pemilik tanah akan memilih menyakapkan tanahnya pada petani yang
sanggup menawarkan bagi hasil yang lebih menarik, memilih petani penyakap
yang lebih rajin dan menunjukkan kesungguhan dalam mengerjakan tanah. Untuk
mengatasi lemahnya kedudukan penggarap maka dibuatlah UUPBH (Undang-
Undang Pokok Bagi Hasil) dengan maksud : (a) adanya jaminan dalam hal waktu
penyakapan, (b) dapat ditentukan secara lebih jelas kewajiban masing-masing
pihak sehingga penyakap dapat terdorong untuk mengadakan investasi, dan (c)
agar pembagian hasil dapat bersifat adil, tidak ada fihak yang merasa dirugikan.
Perpecahan (division) tanah adalah pembagian milik seseorang kedalam
bidang atau petak-petak kecil, untuk diberikan kepada ahli-ahli waris pemilik
tanah. Perpencaran (fragmentasi) tanah adalah kenyataan adanya sebuah usahatani
(dibawah satu managmen) yang terdiri atas beberapa bidang yang berserak-serak.
Perpecahan dan perpencaran tanah mempunyai kerugian : (a) kurang efisiennya
penggunaan waktu, (b) pengairan menjadi sulit, dan (c) pengawasan harus lebih
banyak. Sebab timbulnya perpecahan dan perpencaran tanah adalah jual beli,
pewarisan dan hibah perkawinan, sistem penyakapan (tenancy). Cara mengatasi
perpencaran dan perpecahan antara lain land reform yaitu usaha untuk membatasi
luas minimum sawah garapan diatur agar hanya anak-anak petani yang benar-
benar ingin bertani meneruskan usahatani orang tuanya, sedangkan yang lain
mendapatkan uang tunai saja, konsolidasi tanah yaitu penggabungan petak-petak
atau bidang-bidang sawah yang berserak-serak menjadi satu atau lebih petak-
petak sawah yang lebih besar, dan transmigrasi ke daerah-daerah lain.
Masalah lingkungan dan ancaman degradasi lahan di negara-negara
berkembang sebagian besar disebabkan karena eksploitasi lahan yang berlebihan
dan penggundulan hutan sehingga akan terjadi erosi tanah, hilangnya lahan tadah
hujan, hilangnya kesuburan tanah dan sebagainya. Penyebaran varietas-varietas
modern, irigasi, pupuk buatan dan mesin-mesin pertanian mengakibatkan
pertumbuhan dinamis dalam pertanian, namun juga menimbulkan banyak masalah
pada lahan pertanian.
90
B. Faktor Produksi Modal
Faktor produksi modal merupakan faktor produksi utama dalam proses
produksi, karena input ini dapat mempengaruhi pengadaan input produksi yang
lain. Dengan kata lain, modal merupakan unsur produksi yang paling penting
karena tanpa modal kegiatan produksi tidak akan berjalan. Modal yang tersedia
berhubungan langsung dengan peran petani sebagai manajer dan juru tani dalam
mengelola usahataninya. Jenis komoditas yang akan diusahakan tergantung modal
karena ada komoditas yang padat modal sehingga memerlukan biaya yang cukup
tinggi untuk mengusahakannya. Demikian pula seberapa besar tingkat
penggunaan faktor produksi tergantung pada modal yang tersedia (Suratiyah,
2008).
Modal secara harfiah berarti segala sesuatu hasil karya pemikiran manusia
baik secara fisik dan nonfisik yang digunakan untuk kegiatan ekonomi atau
produksi agar tujuan tercapai lebih baik (efektif dan efisien). Sedangkan dalam
arti ekonomi adalah hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produksi
selanjutnya. Von Bohm-Bawerk menjelaskan sebagai berikut : segala jenis barang
yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat disebut kekayaan masyarakat. Kekayaan
itu sebagian untuk konsumsi dan sebagian untuk memproduksi barang-barang
baru, inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial. Perkataan modal
atau kapital dalam arti sehari-hari digunakan dalam bermacam arti, yaitu modal
sama artinya dengan harta kekayaan seseorang dan modal dapat mendatangkan
penghasilan bagi si pemilik modal, dan ini terlepas dari kerjanya (Maulidah,
2012).
Sebenarnya dalam pengertian aslinya modal diciptakan tanpa uang,
misalnya hasil panen yang kemudian dijadikan bibit untuk panen berikutnya.
Tetapi karena uang merupakan alat tukar dan pengukur nilai di mana-mana,
termasuk di pelosok-pelosok desa maka uang dianggap merupakan alat utama
untuk menciptakan modal. Yang termasuk uang di sini tentu saja bukanlah hanya
uang kartal atau uang kertas saja tetapi termasuk di dalamnya uang giral yaitu
uang yang terdapat dalam rekening di Bank.
91
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi
tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, yaitu hasil pertanian.
Modal petani berupa barang di luar tanah adalah ternak dan kandang, cangkul,
bajak dan alat pertanian lainnya, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual,
tanaman yang masih di sawah dan lainnya. Tanah juga dapat dimasukkan ke
dalam modal. Bedanya bahwa tanah tidak dibuat oleh manusia, tetapi diberikan
oleh alam. Perbedaan lain adalah karena tanah tidak dibuat oleh manusia maka
persediaannya tidak mudah atau tidak mungkin ditambah, sedangkan modal dapat
ditambah (Umam, 2011).
Modal merupakan alat untuk menghasilkan barang-barang sehingga ada
dorongan untuk menciptakan modal. Penciptaan modal oleh petani umumnya
berarti menyisihkan kekayaannya atau sebagian hasil produksi untuk maksud yang
produktif dan bukan tujuan konsumtif. Pembangunan pertanian akan ada bila ada
investasi (penciptaan modal) dan konsumsi berkurang. Tanpa penciptaan modal,
maka pertanian akan mundur.
Menurut sifatnya modal dibagi menjadi :
1. Modal tetap adalah barang-barang modal yang digunakan dalam proses
produksi yang dapat digunakan beberapa kali. Meskipun akhirnya modal itu
akan habis juga, tetapi sama sekali tidak terhisap dalam hasil. Contoh modal
tetap : mesin, bangunan, alat-alat pertanian.
2. Modal bergerak adalah barang-barang modal yang dipakai dalam proses
produksi dan habis terpakai dalam proses produksi. Contoh modal bergerak:
pupuk, bahan bakar, bahan mentah.
Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua : modal sendiri
dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan
sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing
adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa
pinjaman bank.
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal
abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses
produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang
92
dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata,
tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak
merek.
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan
modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan
dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah
rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang
dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah
dan digunakan untuk kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya
adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.
Modal sebagai salah satu faktor produksi bisa dibedakan kedalam : modal
tetap dan modal lancar (variabel). Modal tetap terkait dengan modal yang tidak
bisa diubah dalam jangka pendek, diantaranya tanah, alat-alat pertanian, bangunan
dan sebagainya. Sedangkan modal lancar (variabel) adalah modal yang bisa
diubah dalam jangka pendek seperti bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan
sebagainya. Pelaksanaan usahatani memerlukan modal sehingga tidak terlepas
dari masalah pendanaan dan pengelolaaan (manajemen) keuangan.
Modal fisik atau modal material dalam pertanian seperti alat-alat pertanian,
bibit, pupuk, ternak, bangunan dan lain-lain. Modal manusiawi (human capital)
seperti biaya untuk pendidikan petani, latihan dan peningkatan kesehatan
dan lain-lain. Modal manusiawi tidak secara langsung berpengaruh terhadap
produksi, akan tetapi akan dapat menaikkan produktivitas kerja pada waktu
mendatang.
Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman
(kredit dari bank, koperasi, tetangga atau famili), warisan, dari usaha lain dan
kontrak sewa. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu,
sampai peminjam dapat mengembalikan, sehingga angsuran (biasanya tanah,
rumah, dll) menjadi dan dikuasai pemilik modal.
Pentingnya peranan kredit disebabkan kenyataan bahwa secara relatif,
modal merupakan faktor produksi non alami (buatan manusia) yg persediaannya
masih sangat terbatas terutama di negara yang sedang berkembang. Kurangnya
93
tanah pertanian, diperkirakan bahwa cara yang paling tepat untuk memajukan
pertanian dan peningkatan produksi adalah dengan memperbesar penggunaan
modal. Penggunaan modal yang lebih banyak bukan berarti penggunaan kredit
lebih banyak. Kredit bukan merupakan syarat mutlak pembangunan pertanian, tapi
pelancar dalam kegiatan usahatani. Yang penting adalah mendorong motivasi
petani untuk menggunakan barang modal dan penemuan teknologi baru untuk
meningkatkan produksi (Umam, 2011).
Syarat utama kredit pertanian antara lain :
1. Pemberian kredit usahatani dengan bunga yang ringan perlu untuk
memungkinkan petani melakukan inovasi dalam usahataninya.
2. Kredit harus bersifat dinamis yaitu mendorong petani untuk menggunakannya
secara produktif.
3. Kredit yang diberikan merupakan bantuan modal dan perangsang untuk
menerima petunjuk dan bersedia berpartisipasi dalam program peningkatan
produksi.
4. Kredit pertanian yang diberikan petani tidak hanya terbatas pada kredit
usahatani yang langsung diberikan bagi produksi pertanian tetapi juga
mencakup kredit kebutuhan rumah tangga (konsumtif).
E. Kebijakan Harga
Harga adalah segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh
konsumen untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari
barang beserta pelayanan dari suatu produk. Penetapan harga jual berpotensi
menjadi suatu masalah karena keputusan penetapan harga jual cukup komplek dan
harus memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Ketidakstabilan
kurs Dollar terhadap Rupiah telah merugikan banyak pelaku usaha di sektor riil.
Strategi penetapan harga saat kondisi nilai kurs fluktuatif sehingga masih dapat
mempertahankan keuntungan atau meminimalisasi kerugian (Megareta, 2014).
Kebijakan harga merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di
banyak negara dan biasanya digabung dengan pendapatan sehingga disebut
103
kebijakan harga dan pendapatan (price and income policy). Harga dilihat dari sisi
kebijakan bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari
musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung
pemberian suatu penyangga (support) untuk hasil-hasil pertanian supaya tdak
merugikan petani atau langsung sejumlah subsidi tertentu bagi petani (Thohir,
2009).
Di banyak negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan lain-lain,
banyak sekali hasil-hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, gula dan lain-lain
yang mendapat perlindungan pemerintah berupa penyangga dan subsidi. Indonesia
baru mempraktekan kebijakan harga untuk beberapa hasil sejak tahun 1969
(Nabrowi, 2014). Secara teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga
tujuan yaitu :
1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani,
2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan nilai tukar (term of trade),
3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
Kebijakan harga di Indonesia ditekankan pada tujuan yang petama.
Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang
stabil berarti pula kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali
dilaksanakan bagi hasil-hasil pertanian di negara-negara maju dengan alasan
pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlalu rendah dibandingkan
penghasilan di luar sektor pertanian. Dengan diperkenalkan berbagai mesin
pertanian maka produktivitas dan produksi pertanian di negara-negara tersebut
mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga harga-harga menurun. Dalam
keadaan demikian kebijakan harga dipergunakan untuk menghambat penurunan
harga-harga tersebut baik dengan jalan mengurangi penawaran maupun
menambah permintaan di pasar.
Tujuan yang kedua ini sukar dilaksanakan di negara-negara yang jumlah
petaninya berjuta-juta dan terlalu kecil-kecil seperti di Indonesia karena persoalan
administrasinya sangat kompleks. Karena pada prinsipnya kebijakan harga yang
demikian ini merupakan usaha memindahkan pendapatan dari golongan bukan
104
pertanian ke golongan pertanian, maka hal ini bisa dilaksanakan dengan mudah di
negara-negara yang sudah maju dan kaya, dimana golongan penduduk di luar
pertanian jumlahnya jauh lebih besar dengan pendapatan yang jauh lebih tinggi
daripada golongan penduduk pertanian. Di negara-negara ini penduduk sektor
pertanian rata-rata hanya di bawah 10% dari seluruh penduduk, sedangkan di
negara kita masih antara 60% - 70%.
Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek dilaksanakan di negara-
negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk
pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan
ramalan harga, pemerintah membuat perencaan produksi dan petani mendapat
pembayaran kompensasi untuk setiap hektar tanah yang diistirahatkan. Di negara
kita dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi kebutuhan,
maka kebijakan yang demikian tidak relevan.
Di samping kebijakan harga yang menyangkut hasil-hasil pertanian maka
peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada
harga sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini mempunyai
pengaruh untuk menurunkan biaya produksi.
Dalam ekonomi pertanian masalah harga dan analisis harga merupakan
pokok bahasan yang sangat penting. Harga adalah hasil akhir bekerjanya sistem
pasar, yaitu bertemunya gaya-gaya permintaan dan penawaran, antara pembeli
(konsumen) dan penjual (produsen). Karena permintaan penawaran merupakan
indikator perkembangan dan preferensi konsumen dan produsen, maka harga yang
merupakan hasil akhir bekerjanya sistem pasar juga dianggap sebagai indikator
penting bagi konsumen dan produsen. Dengan demikian berarti harga pasar
menjadi pedoman bagi konsumen untuk melaksanakan putusan pembelian atau
konsumsinya, dan juga bagi produsen untuk melaksanakan produksi dan
penjualan di pasar.
Yang dimaksud dengan kebijaksanaan harga dalam hal ini adalah
kebijaksanaan pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang harga-
harga di dalam pertanian. Baik yang menyangkut produk (produk pertanian)
maupun sarana produksi (input). Jadi kebijaksanaan harga di sini menyangkut
105
masalah sebagaimana pemerintah mengatur dan menetapkan kebijaksanaan harga
dasar (minimum) dan harga tertinggi (maksimum) padi atau palawija, bagaimana
menetapkan kebijaksanaan harga produk, harga atau pungutan atas air irigasi, dan
lain-lain.
Pada tahun 1967 lahir sebuah konsep kebijaksanaan harga beras yang
diajukan oleh Saleh Afiff dan Leon Mears yang memuat lima prinsip sebagai
berikut : (1) perlu ada harga dasar (floor price) yang cukup merangsang produksi,
(2) perlu ada harga maksimum (ceiling price) yang melindungi konsumen, (3)
perlu ada selisih yang memadai antara harga dasar dan harga maksimum untuk
merangsang perdagangan oleh swasta, (4) perlu ada relasi harga antar-daerah,
perlu isolasi harga terhadap pasaran dunia dengan fluktuasi yang lebar, (dalam
jangka panjang) perlu korelasi tertentu dengan harga luar untuk memperkecil
subsidi impor beras, dan (5) disarankan adanya stok penyangga (buffer stock)
yang dikuasai pemerintah (Thohir, 2009).
Kebijaksanaan harga biasanya ditujukan untuk dua pihak yaitu produsen
dan konsumen. Salah satu tugas pemerintah dimanapun dan dalam sistem
ekonomi apapun ialah mengusahakan agar rakyat (konsumen) dapat memenuhi
kebutuhannya, terutama kebutuhan pokoknya. Dalam kebijaksanaan harga
pemerintah berkewajiban agar harga-harga kebutuhan pokok rakyat terjangkau
oleh daya beli mereka. Dalam hal kebutuhan seperti beras misalnya dianggap
wajar, sehingga pemerintah mengusahakan agar harga tersebut tidak dilampaui.
Usaha untuk menetapkan semacam harga maksimum (ceiling price) ini
dilakukan pemerintah dengan berbagai cara, misalnya dengan kebijaksanaan
pengadaan, dengan pemberian subsidi harga atau dengan kebijaksanaan-
kebijaksanaan lainnya yang pada prinsipnya bertujuan sama. Perlindungan harga
konsumen yang berupa subsidi ini tidak hanya terjadi pada beras, tetapi dapat juga
ditemukan pada komoditas-komoditas lain seperti tepung, gandum, atau pupuk.
Posisi harga produk pertanian sebagai produk utama sangat menentukan
besarnya jumlah permintaan produk tersebut. Apabila karakter produk pertanian
memiliki nilai elastisitas permintaan yang rendah, akan menyebabkan gerakan
harga akan senantiasa dalam arah yang menaik. Sebagai produk pertanian
106
memiliki tingkat elastisitas permintaan yang tidak elastis karena jika harga produk
naik, para pembeli enggan untuk mencari barang pengganti (karena merupakan
produk utama) dan oleh karenanya harus tetap membeli produk tersebut sehingga
permintaannya tidak akan banyak berubah. Karakter elastisitas permintaan produk
pertanian tersebut cendrung mendorong para pedagang untuk menaikkan tingkat
harga produk pertanian sehingga terjadilah gerak harga produk yang semakin
menaik. Hal ini menyebabkan terjadinya inflasi bahan makanan yang dapat
mempengaruhi stabilitas ekonomi makro (Megareta, 2014).
Penurunan sektor pertanian dalam perekonomian disebabkan oleh
permintaan terhadap hasil pertanian yang lambat perkembangannya dan kemajuan
teknologi di sektor pertanian. Tingkat permintaan barang industri jauh lebih cepat
dibanding permintaan terhadap pertanian sehingga kenaikan harga barang industri
jauh lebih cepat dibanding dengan kenaikan harga barang pertanian. Di negara
maju kemajuan teknologi berimplikasi terhadap sektor pertanian yaitu mendorong
perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan teknologi
telah menimbulkan masalah kelebihan produksi pertanian. Keadaan demikian
menyebabkan harga barang pertanian cenderung untuk tetap berada pada tingkat
yang sangat rendah.
Pada kondisi jangka pendek harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif,
ketidakstabilan harga tersebut bisa disebabkan oleh permintaan dan penawaran
terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak elastis. Beberapa faktor yang
menyebabkan penawaran terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis adalah:
(1) produk pertanian pada umumnya bersifat musiman, (2) kapasitas
memproduksi sektor pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan
tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan, (3) beberapa jenis tanaman
memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.
Pada dasarnya pemerintah terlibat dalam menentukan harga produk hasil
pertanian dengan ingin meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya maupun
keadilan dalam distribusi pendapatan dalam menentukan berapa banyak barang
yang dibeli oleh individu dan mereka hanya akan mempertimbangkan manfaat
yang diperolah secara pribadi, sehingga kesempatan barang tersebut yang tersedia
107
dipasar akan sangat kecil. Pemerintah akan terlibat dalam penyediaan barang
untuk memproteksi masyarakat dari penipuan, kepastian tersedianya produk,
maupun keseragaman kualitas dari produk. Semua keterlibatan pemerintah
tersebut ditunjukan untuk mencapai penentuan harga yang efisien.
Komoditas pertanian strategis yang selalu menjadi isu utama
pembangunan pertanian. Komoditi pertanian sangat berkaitan erat dengan
kelangsungan hidup orang banyak, sehingga berbagai permasalahan yang terkait
dengan komoditi ini rawan sekali untuk dipolitisir. Persoalan klasik pada komoditi
pertanian, yaitu mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen namun pada
saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Persoalan bertambah
rumit karena komoditi pertanian umumnya ditanam secara serentak pada musim
tertentu, sehingga berlebihnya pasokan pada saat panen dan langkanya pasokan
disaat paceklik menjadi suatu fenomena rutin setiap tahunnya. Instrumen
kebijakan yang pada intinya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gejolak
harga. Kebijakan tersebut antara lain dengan menetapkan semacam harga dasar
yaitu Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditas hasil pertanian dan
mengenakan tarif, kuota, pengaturan waktu impor serta operasi pasar (OP) untuk
komoditas pertanian tertentu.
Kondisi spesifik wilayah sangat mewarnai efektivitas dari harga pembelian
pemerintah, sehingga penentuan kebijakan yang seragam secara nasional sangat
tidak dianjurkan. Saatnya pemerintah memikirkan kemungkinan mendelegasikan
semua persoalan berkaitan dengan kecukupan pangan, utamanya beras pada
pemerintah daerah, dalam hal ini kabupaten. Pemerintah pusat hanya perlu
membuat rambu-rambu dan pedoman dalam menetapkan harga pembelian
pemerintah. Sementara itu wilayah seperti kabupaten berdasarkan kondisi spesifik
yang ada bisa membuat kebijakan yang sesuai didaerahnya. Agar menjamin
stabilisasi harga di tingkat petani, berbagai inisiatif lokal yang ada seperti
kelompok kerja atau kemitraan akan lebih efektif daripada lembaga bentukan dari
pusat. Dalam jangka panjang, sejalan dengan semangat otonomi daerah, maka
kemampuan pemerintah daerah dalam menjamin stabilisasi harga produk
pertanian di wilayahnya, serta kecukupan pangan bagi masyaraktanya merupakan
108
salah satu kriteria utama yang dijadikan acuan dalam menilai kinerja pemerintah
daerah.
Menjaga kestabilan harga dan pendapatan petani, perlu campur tangan
pemerintah dalam penetuan produksi dan harga, adapun cara yang dapat dilakukan
adalah : (1) membatasi atau menetukan kuota tingkat produksi yang dapat
dilakukan oleh produsen (pengaturan pola tanam), (2) melakukan pembelian-
pembelian produk yang akan distabilkan harganya di pasar bebas, (3) memberikan
pengarahan atau bantuan kepada petani apabila harga pasar lebih rendah dari pada
harga yang dianggap sesuai oleh pemerintah.
Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan
pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja
tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar
petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian.
Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan
kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal
ini akan berdampak ganda tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan
produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan
lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non
pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan
(menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah maupun antar wilayah
serta optimalisasi sumberdaya nasional.
Adanya kebijakan harga yang menetapkan harga pasar dari produk hasil
pertanian akan membantu petani dalam kegiatan pemasaran yang tidak lagi
bergantung pada harga dari tengkulak yang biasanya cenderung rendah. Kebijakan
harga juga menjadi salah satu solusi yang lebih efektif dibandingkan dengan
adanya subsidi dalam pembangunan pertanian di era globalisasi. Kegiatan subsidi
menjadikan petani ketergantungan dan tidak bisa mengembangkan usahataninya
karena terus berpacu pada subsidi. Sedangkan dengan adanya ketetapan harga
petani akan berfokus pada peningkatan produktivitas usahataninya agar dapat
menghasilkan keuntungan yang optimal.
109
Kebijakan harga komoditas pertanian merupakan kebijakan yang bersifat
spesifik komoditas. Setiap kebijakan diterapkan untuk satu komoditas (misalnya,
beras). Kebijakan harga juga bisa mempengaruhi input pertanian. Setiap
instrumen kebijakan harga pertanian akan menimbulkan transfer baik dari
produsen kepada konsumen dari komoditas bersangkutan, maupun anggaran
pemerintah, atau sebaliknya. Beberapa kebijakan harga hanya mempengaruhi dua
dari ketiga kelompok tersebut, sementara instrumen yang lain mempengaruhi
seluruh dari ketiga kelompok tersebut. Secara umum, paling tidak satu kelompok
menderita kerugian atau menjadi korban, dan paling tidak satu kelompok lainnya
menerima manfaat dari kebijakan (Aziza, 2009). Ada tiga jenis instrumen
kebijakan yang umum diterapkan yaitu, pajak dan subsidi, hambatan perdagangan
internasional, dan pengendalian langsung (direct controls).
1. Pajak dan subsidi atas komoditas pertanian menyebabkan terjadinya transfer
antara anggaran negara (publik) dengan produsen dan konsumen. Dalam hal
pajak, transfer sumberdaya mengalir kepada pemerintah sementara dalam hal
subsidi transfer sumberdaya berasal dari pemerintah. Sebagai contoh, subsidi
pupuk merupakan transfer dari anggaran pemerintah pada pupuk. Pemerintah
akan menyiapkan subsidi pupuk untuk para petani sebesar Rp. 16 triliun -
Rp.17 triliun untuk tahun 2009.
2. Hambatan perdagangan internasional adalah pajak atau kuota yang sifatnya
membatasi impor atau ekspor. Dengan melakukan hambatan perdagangan,
instrumen kebijakan harga ini merubah tingkat harga dalam negeri. Hambatan
impor dapat menaikkan harga komoditas pertanian dalam negeri. Sebagai
contoh, pemerintah menetapkan kebijakan tarif (ad valorem) impor gula
sebesar 25% untuk melindungi produk gula lokal dalam negeri, selain itu dapat
juga diberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai hambatan impor.
Sementara hambatan ekspor menurunkan harga dalam negeri menjadi lebih
rendah dibandingkan dengan harga dunia. Contohnya, penurunan pajak ekspor
CPO menjadi nol persen bertujuan untuk mengurangi hambatan ekspor, yang
sebelumnya pajak ekspor CPO sebesar 7,5%.
110
F. Kebijakan Non Harga
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan
akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun
tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian,
mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi
produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani
meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di
daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu.
Kebijakan non harga dapat disepandankan dengan kebijakan untuk
membangkitkan sektor riil pertanian berupa peningkatan kapasitas produksi
melalui ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi. Penerapan kebijakan non
harga secara lebih progresif dapat dilakukan dengan perbaikan dan rehabilitasi
irigasi, dan meningkatkan pemakaian varietas unggul melalui penyediaan yang
memadai di pasar dengan harga terjangkau.
1. Infrastruktur
Infrastruktur adalah bagian dari kapital stock dari suatu negara, yaitu biaya
tetap sosial yang langsung mendukung produksi. Infrastruktur merupakan input
penting bagi kegiatan produksi dan dapat memengaruhi kegiatan ekonomi dalam
berbagai cara baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak
hanya merupakan kegiatan produksi yang akan menciptakan output dan
kesempatan kerja, namun keberadaan infrastruktur juga memengaruhi efisiensi
dan kelancaran kegiatan ekonomi di sektor-sektor lainnya. Infrastruktur ekonomi
yang memadai merupakan prakondisi bagi tumbuh kembangnya kegiatan
agribisnis dan perekonomian secara umum di pedesaan. Infrastruktur esensial bagi
agribisnis dan perekonomian pedesaan secara umum mencakup sistem pengairan,
pasar, komoditas pertanian, jalan raya, kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi.
Pembangunan infrastruktur adalah suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara terencana untuk
membangun prasarana atau segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses pembangunan. Peran penting infrastruktur dalam
pengembangan suatu wilayah terutama terletak pada fungsinya sebagai input
111
dalam proses produksi. Sebagian besar mata pencaharian penduduk masyarakat
pedesaan di Indonesia adalah bertani. Hal ini disebabkan karena letak geografis
Indonesia berada di daerah khatulistiwa yang memiliki kandungan kesuburan
tanah yang tinggi. Karena itu bentuk keberhasilan pembangunan masyarakat
pedesaan berada pada sektor pertanian.
Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda
penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Keberadaan infrastruktur
yang memadai sangat diperlukan. Sarana dan prasarana fisik, atau sering disebut
dengan infrastuktur, merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem
pelayanan masyarakat. Berbagai fasilitas fisik merupakan hal yang vital guna
mendukung berbagai kegiatan pemerintahan, perekonomian, industri dan kegiatan
sosial di masyarakat dan pemerintahan. Pembangunan infrastruktur yang
berkualitas akan menciptakan kemakmuran masyarakat. Hal yang harus dipikirkan
adalah harus mampu membangun sebuah infrastruktur yang saling terintegrasi
satu sama lainnya. Karena ini merupakan sebuah kemampuan sebuah bangsa
dalam melaksanakan pembangunan.
Ruang lingkup pembangunan infrastruktur dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Pembangunan infrastruktur transportasi perdesaan guna mendukung
peningkatan aksesibilitas masyarakat desa, yaitu: jalan, jembatan, tambatan
perahu,
2. Pembangunan infrastruktur yang mendukung produksi pertanian, yaitu: irigasi
perdesaan,
3. Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat, meliputi: penyediaan air minum, sanitasi perdesaan.
Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai
kepentingan umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan
swasta di bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference),
dimana tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang
tepat di suatu daerah atau populasi. Pemerintah sebagai pemain utama dalam
penyediaan infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi
112
pembangunan infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana
pembangunan nasional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara
kuantitas maupun kualitas. Selain itu perlu pendekatan yang lebih terpadu dalam
pembangunan infrastruktur guna menjamin sinergi antar sektor dan wilayah.
Infrastruktur produksi pertanian merupakan infrastruktur yang berfungsi
untuk meningkatkan hasil pertanian (irigasi) yang berperan dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan irigasi akan memudahkan masyarakat
dalam mengelola tanaman pertaniannya. Pembangunan prasarana irigasi turut
meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya volume
hasil pertanian. Pembangunan jaringan irigasi skala besar membutuhkan dan
investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, pembangunan sistem pengairan
haruslah diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat lokal secara bersama-
sama. Mengingat adanya keterbatasan anggaran pembangunan pemerintah maka
alternatif lain yang dapat ditempuh ialah mendorong petani dan pengusaha
membangun sumber pengairan sendiri, seperti pompa air tanah atau jaringan
irigasi sederhana swakelola.
Infrastruktur pemasaran pertanian merupakan infrastruktur yang berfungsi
untuk pemasaran hasil pertanian (pasar desa) yang berperan dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan pasar desa akan memudahkan
masyarakat dalam membeli dan menjual hasil pertanian. Pembangunan prasarana
pasar desa turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan
meningkatnya volume jual beli.
Pasar lokal komoditas pertanian juga sangat esensial bagi tumbuh
kembangnya agribisnis pedesaan. Pembangunan pasar lokal sangat diperlukan
untuk menjamin bahan pokok yang dihasilkan petani dapat terjual dengan harga
wajar. Pembangunan pasar lokal berfungsi menciptakan pasar komoditas
pertanian yang efisien. Pasar lokal juga merupakan barang publik yang harus
dibangun dan dikelola pemerintah. Jalan raya diperlukan untuk membuka
perekonomian desa sehingga tercipta perdagangan dengan perekonomian di luar
desa. Sistem jalan yang efisien sangat diperlukan untuk meminimumkan biaya
pemasaran. Sistem jalan raya yang efisien mutlak diperlukan bagi pertumbuhan
113
dan perkembangan agribisnis. Jalan raya merupakan barang publik yang harus
dibangun dan dikelola juga oleh pemerintah.
2. Intensifikasi Pertanian
Pengolahan lahan pertanian adalah hal yang pertama kali perlu dilakukan
sebelum melakukan budidaya. Sebelum melakukan budidaya ada baiknya
mengerti kemana arah pengolahan lahan pertanian tersebut. Intensifikasi pertanian
adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk
meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Dengan kata
lain intensifikasi pertanian adalah salah satu usaha untuk meningkatkan hasil
pertanian dengan cara mengoptimalkan lahan perhatian yang sudah ada. Dalam
melakukan intensifikasi pertanian, terdapat cara-cara yang perlu diketahui dalam
melakukannya. Cara ini disebut dengan Panca Usaha Tani. Hal-hal yang termasuk
dalam Panca Usaha Tani adalah sebagai berikut :
a. Pengolahan tanah yang baik, mengolah tanah bisa dengan dua macam cara,
yaitu menggunakan alat tradisional (cangkul) atau alat modern (traktor).
Pengolahan ini bertujuan agar tanah tidak padat dan bisa menyerap air lebih
baik. Tanah yang sudah diolah, tentu akan lebih mudah untuk ditanami.
Tanaman pun akan lebih mudah tumbuh dan mengambil zat-zat hara dalam
tanah apabila sudah tidak padat.
b. Pengairan/irigasi yang teratur, hal lain yang juga penting dalam intensifikasi
pertanian adalah pengaturan pasokan air ke lahan pertanian. Bagaimanapun
tanaman adalah makhluk hidup yang sangat tergantung akan air. Pasokan air
yang cukup tentu akan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dan tentu
saja produk yang akan dihasilkan nanti.
c. Pemilihan bibit unggul, sebelum mulai memanfaatkan lahan pertanian, harus
tahu memilih bibit unggul, karena bibit yang unggul tentu akan menghasilkan
produk pertanian yang berkualitas. Jenis bibit unggul yang baik adalah bibit
yang hampir tidak memiliki kekurangan. Mulai dari ukuran dan kuantitas
produk yang akan dihasilkan nanti, sampai pada ketahanan bibit tersebut
terhadap serangan hama. Contoh bibit unggul adalah IR 64, PB 5, atau Rajalele
(untuk bibit padi).
114
d. Pemupukan, jika manusia butuh vitamin untuk menunjang kesehatan tubuh,
maka tanaman akan membutuhkan pupuk sebagai penunjang pertumbuhan.
Pupuk sangat diperlukan walau sebenarnya dalam tanah sendiri sudah
terkandung banyak zat yang dibutuhkan oleh tanaman. Memilih pupuk dengan
tepat, apakah harus memakai pupuk alami (misal: kompos) atau pupuk buatan
(misal: NPK). Tak hanya jenis pupuk, tapi cara, dosis dan waktu pemberian
pupuk pun harus diperhatikan agar intensifikasi pertanian bisa sukses
menghasilkan produk yang berkualitas.
e. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pemeliharaan selanjutnya adalah
memberantas hama pengganggu tanaman yang bisa menurunkan kualitas
maupun kuantitas produk pertanian. Tak hanya hama yang identik dengan
binatang pengganggu dan mikroorganisme penyebab tanaman sakit, harus juga
menghilangkan tanaman pengganggu yang disebut gulma. Cara pemberantasan
hama juga bermacam-macam. Misalkan dengan melepas predator hama
(contoh : ular sebagai predator akan memangsa hama tikus). Jika diperlukan
bisa menggunakan bahan kimia seperti pestisida.
Intensifikasi pertanian adalah usaha untuk meningkatkan produksi
pertanian dengan tidak menambah luas lahan dan melalui langkah dasa usaha tani
antara lain :
a. Pengolahan tanah dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor sehingga tanah
menjadi gembur. Melalui pengolahan tanah seperti ini, diharapkan terjadi
sirkulasi udara tanah dan unsur hara siap diserap akar tanaman.
b. Penggunaan bibit unggul yang tahan terhadap penyakit dan hasilnya berlipat
ganda.
c. Pengairan secara teratur yang airnya berasal dari waduk atau bendungan.
d. Penggunaan pupuk yang berupa pupuk kandang, pupuk hijau, dan pupuk
organik.
e. Pemberantasan hama dan penyakit dengan pestisida.
f. Panen tepat waktu, artinya tidak terlalu awal dan terlambat sehingga akan
memberikan hasil yang maksimal.
115
g. Penanganan pasca panen dengan pengeringan yang memadai, terutama di saat
panen raya yang bersamaan dengan datangnya musim hujan.
h. Pola tanam perlu dipatuhi, terutama jarak antar tanaman dan pergantian jenis
tanaman yang dapat mengurangi kegagalan panen.
i. Penyimpanan hasil panen dengan baik. Hendaknya setelah kering disimpan di
tempat yang kering dan aman.
j. Pemasaran hasil panen. Hendaknya petani mengetahui daerah pemasaran yang
menguntungkan, yaitu hasil panen dijual ke daerah yang belum panen sehingga
harga tetap terkendali.
2. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah perluasan areal pertanian ke wilayah yang
sebelumnya belum dimanfaatkan manusia. Sasarannya adalah ke lahan hutan,
padang rumput steppe, lahan gambut, atau bentuk-bentuk lain lahan marginal
(terpinggirkan). Istilah ini dalam bahasa Indonesia tidak ada hubungan langsung
dengan pertanian ekstensif, dan dalam peristilahan internasional program
demikian lebih dikenal sebagai agricultural (land) expansion (perluasan lahan
pertanian). Perluasan areal pertanian diperlukan apabila lahan pertanian yang
tersedia dianggap tidak mampu lagi mendukung penyediaan produksi yang
diharapkan (misalnya untuk menyediakan bahan pangan bagi penduduk suatu
wilayah/negara).
Populasi penduduk yang kian meningkat tidak sebanding dengan luasnya
lahan yang digunakan untuk pemukiman. Sedangkan kebutuhan akan pangan terus
meningkat tajam. Akibatnya, lahan-lahan produktif yang seharusnya dapat
digunakan sebagai lahan pertanian yang menghasilkan kini mulai berkurang.
Ekstensifikasi pertanian harus dilakukan untuk mencegah penurunan produksi
hasil pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Untuk mengatasi masalah kurangnya lahan produktif pertanian, maka akan
dilakukan ekstensifikasi pertanian. Perluasan lahan dengan cara mencari lahan-
lahan baru yang bisa ditanami tanaman dan menghasilkan produksi tanaman yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Ekstensifikasi pertanian bisa
dilakukan oleh perseorangan (petani) maupun mengikuti program yang telah
116
dilakukan oleh pemerintah. Ekstensifikasi pertanian atau perluasan lahan
pertanian dapat dilakukan secara mandiri, berkesinambungan dan mendapat
pengawasan penuh dari pemerintah. Salah satunya adalah dengan menggerakkan
program transmigrasi (Safitri, 2012).
Macam-macam ekstensifikasi pertanian antara lain :
1. Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan hutan baru
Ekstensifikasi pertanian dengan melakukan perluasan dan pembukaan hutan
yang masih tertutup atau belum pernah dijadikan lahan pertanian. Sebenarnya,
sistem nomaden atau berpindah-pindah ladang yang dilakukan masyaratakat di
Indonesia sejak dulu merupakan hasil dari perluasan lahan yang mandiri.
Pembukaan hutan ini dapat dilakukan secara serentak maupun perseorangan.
Membuka hutan baru yang lahannya masih subur diharapkan dapat
meningkatkan produksi pertanian.
2. Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan kering
Ekstensifikasi pertanian dengan pembukaan lahan kering memerlukan
penanganan lebih khusus. Lahan kering merupakan sebuah lahan yang
memiliki tanah kering, kurang subur dan mudah terbawa air/erosi. Dalam
pemanfaatannya, lahan kering harus diberi perlakuan tambahan agar dapat
meningkatkan produksi pertanian. Salah satu caranya adalah dengan menanam
tanaman yang dapat meningkatkan kesuburan tanah seperti jenis kacang-
kacangan, pohon lamtoro yang bisa menambah kandungan nutrisi dalam tanah.
3. Perluasan lahan pertanian dengan pembukaan Lahan gambut
Lahan gambut merupakan lahan yang sangat potensial untuk ditanami. Lahan
ini sangat subur dan berair. Lahan ini dapat digunakan untuk meningkatkan
hasil produksi tanaman. Di Indonesia, lahan gambut ini banyak terdapat di
Sumatera dan Kalimantan.
Terlepas dari tingginya permintaan akan kebutuhan pangan, ada dampak
negatif yang akan ditimbulkan dari dilakukannya ekstensifikasi pertanian antara
lain :
1. Rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu
117
Dengan dibukanya lahan-lahan pertanian seperti pada hutan, lahan gambut,
tentu saja dapat merusak ekosistem yang ada di sekitarnya. Dengan adanya
kegiatan bercocok tanam dan pemukiman penduduk yang baru tentu
mengganggu populasi hewan dan tumbuhan. Selain itu, hutan sebagai sumber
produksi oksigen terbesar yang sangat penting bagi manusia juga ikut hilang.
2. Berkurangnya habitat alami hewan di alam
Ekstensifikasi petanian ini dapat menyebabkan hewan yang tinggal dan hidup
di alam menjadi terganggu habitatnya dan mulai tersingkir tempat hidupnya
lebih jauh lagi. Tidak heran jika ada rombongan gajah atau harimau yang
datang menyerang pertanian dan merusaknya karena mereka kelaparan dan
tidak memiliki tempat tinggal lagi.
3. Diversifikasi Pertanian
Kebutuhan pangan di Indonesia untuk saat ini masih dalam kondisi yang
cukup aman. Namun lambat laun, pangan akan menjadi masalah yang besar akibat
penurunan produksi pertanian dan kurangnya lahan pertanian yang produktif
dikarenakan perluasan lahan pemukiman penduduk serta lahan industri.
Diversifikasi pertanian adalah salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini.
Hampir semua daerah di Indonesia mulai menggalakkan program diversifikasi
pertanian guna meningkatkan produksi pertanian.
Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau
tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil
pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain
bertani juga beternak ayam dan beternak ikan. Memperbanyak jenis tanaman pada
suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi
ladang.
Pengertian lain dari diversifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan
hasil pertanian dengan cara memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan
pertanian. Diversifikasi tanaman dilakukan agar pertanian tidak hanya
menghasilkan satu jenis tanaman. Contoh diversifikasi pertanian adalah sistem
tumpang sari yaitu menanam beberapa jenis tanaman secara bersamaan pada lahan
118
yang sama. Misalnya, menanam secara bersama-sama ubi kayu, kedelai, dan
jagung. Diversifikasi dapat dilakukan diantara dua musim tanam atau pada satu
musim secara bersamaan.
Terbatasnya pemanfaatan lahan produktif untuk pertanian merupakan
salah satu penyebab diberlakukannya diversifikasi pertanian. Selain itu, tanah-
tanah pertanian yang terlalu lama ditanami, lambat laun akan mengalami
penurunan kualitas baik dari kandungan nutrisi tanah, sampai mengurangi
kemampuan tanah dalam penyediaan air dan unsur hara. Hal ini akan
menyebabkan penurunan produksi pertanian. Diversifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan cara penganekaragaman usaha pertanian. Mulai dari
penanaman tanaman yang berbeda, karena tidak hanya satu jenis tanaman tertentu
saja yang bisa tumbuh pada lahan yang sama, tetapi tanaman lain juga bisa.
Selain memenuhi produksi tanaman, diversifikasi juga dapat membantu dalam
kelangsungan lahan pertanian agar tetap produktif.
Indonesia memiliki kebutuhan akan pangan yang terus meningkat setiap
tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang pesat, serta penyempitan lahan pertanian
produktif akibat pembangunan perumahan dan sebagainya akan menjadi masalah.
Diperlukan beberapa cara agar kebutuhan pangan tetap terpenuhi. Banyak faktor
yang mendukung terlaksananya diversifikasi ini. Faktor tersebut ialah manusia
sebagai pelaksana dan alam sebagai sarana. Diversifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan cara berikut :
1. Diversifikasi pertanian dengan pergantian jenis tanaman
Diversifikasi pertanian dengan pergantian jenis tanaman yang dilakukan untuk
mengimbangi pemenuhan kebutuhan makanan pokok. Masyarakat Indonesia
harus mulai merubah kebiasaannya dalam mengkonsumsi nasi/beras, dan
beralih ke makanan pokok lainnya seperti jagung, ubi kayu (singkong), ubi
jalar, sagu, talas, gandum, kentang, dan masih banyak lagi. Diversifikasi
pertanian dapat lebih dipacu terutama pada daerah yang memiliki makanan
pokok selain beras. Jadi lahan-lahan produktif tetap bisa menghasilkan
produksi tanaman dan kebutuhan pangan akan tetap terpenuhi.
2. Diversifikasi pertanian dengan sistem tumpang sari
119
Diversifikasi pertanian dengan sistem tumpang sari yaitu melakukan sistem
penanaman campuran dalam satu lahan produktif. Penggunaan tanaman lain
diantara tanaman pokok sangat dianjurkan. Karena selain untuk menambah
produksi tanaman, sistem tanam ini juga mampu membantu tanaman dalam
menahan serangan hama dan juga ikut menambah unsur hara pada lahan.
3. Diversifikasi pertanian dengan menggunakan lahan pertanian yang berbasis
hutan (Agroforestry)
Lahan luas dan masih produktif. Penanaman tanaman yang berbeda-beda
sangatlah dianjurkan dengan tetap menjaga keseimbangan alami hutan. Pohon-
pohon pelindung sebaiknya tetap dipertahankan untuk menjaga kandungan air
dalam tanah.
Diversifikasi pertanian memang dilakukan dengan tujuan agar dapat
memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya,
diversifikasi pertanian ini diharapkan terus dan mampu menjaga keseimbangan
alam dan mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif.
4. Rehabilitasi Pertanian
Rehabilitasi pertanian adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang
semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau
mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih
produktif. Upaya-upaya ini misalnya memperbaiki sawah tadah hujan menjadi
sawah irigasi, mengganti tanaman sudah tua dengan tanaman baru, dan mengganti
tanaman yang tidak menguntungkan dengan tanaman yang lebih menguntungkan.
Rehabilitasi Pertanian adalah upaya peningkatan produksi pertanian
dengan cara pemulihan kemampuan produktivitas daya pertanian yang sudah
kritis. Timbulnya lahan kritis disebabkan karena penanaman yang terus-menerus,
penggunaan pupuk kimia (pestisida, herbisida), erosi karena penebangan liar, dan
irigasi yang tidak teratur. Adapun untuk memperbaiki lahan pertanian dapat
dilakukan dengan cara reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan, melakukan
tebang pilih, pembibitan kembali, penanaman sejuta pohon, penanaman tanah
lembah/pegunungan dengan terasering/sengkedan, dan seleksi tanaman (tanaman
pelindung).
120
Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut, pemerintah
menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
a. Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di
seluruh wilayah Indonesia.
b. Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan
berbagai paket program yang diawali dengan program Bimbingan Masal
(Bimas) pada tahun 1970. Kemudian disusul dengan program intensifikasi
Masal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus) dan Supra Insus yang bertujuan
meningkatkan produksi pangan secara berkesinambungan.
c. Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang
dilaksanakan untuk menunjang proses produksi pertanian.
Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain
dengan cara :
a. Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga
dasar gabah.
b. Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar
petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya.
c. Menyempurnakan sistem kelembagaan usahatani melalui pembentukan
kelompok tani, dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang
bertujuan untuk memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-
hambatan yang dihadapi para petani.
121
BAB 6
PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM PROSES PRODUKSI
122
1. Hanya memproduksi barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat. Untuk itu,
sebelumnya produsen harus melakukan pengamatan pasar terlebih dahulu agar
tidak salah menentukan barang yang akan diproduksi.
2. Menetapkan harga barang/jasa yang dapat menghasilkan keuntungan terbesar,
tetapi terjangkau oleh pembeli.
Dalam kegiatan produksi adalah dasar dalam menghasilkan barang dan
jasa sebanyak-banyaknya dengan biaya produksi dan pengorbanan
tertentu. Contoh penerapan prinsip ekonomi pada kegiatan produksi adalah
sebagai berikut : mendirikan tempat usaha dekat dengan bahan baku, tenaga kerja
atau daerah pemasaran, menggunakan tenaga kerja yang terampil, memakai bahan
baku yang berkualitas terbaik dengan harga paling murah, memakai sumber daya
misalnya modal, tenaga kerja, dan waktu seefisien mungkin, memakai mesin
modern dengan produktivitas yang tinggi namun dengan biaya yang rendah,
menentukan harga jual yang menguntungkan, dan menentukan barang dan jasa
yang akan dihasilkan.
Dalam melakukan proses produksi diperlukan beberapa faktor produksi di
antaranya faktor alam, tenaga kerja, modal, dan wirausaha. Para produsen ketika
memproduksi barang harus memerhatikan aspek efektivitas dan efisiensi karena
faktor-faktor produksi tersebut sangat terbatas. Produsen dituntut dapat
memproduksi barang yang berkualitas dan murah harganya dengan menerapkan
prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi tersebut dapat terlihat dalam tindakan
memproduksi barang yang bermutu, memproduksi barang yang digemari
masyarakat (strategy market driven), mencari bahan baku dan bahan pembantu
yang murah, memproduksi barang yang harganya dapat dijangkau masyarakat,
memproduksi barang menggunakan teknologi tepat guna, dan memberikan
pelayanan jasa yang baik.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa prinsip ekonomi produsen adalah
mengeluarkan biaya produksi dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal. Prinsip ini menjadi dasar berpikir dan bertindak
seorang produsen. Untuk itu, dalam bertindak, seorang produsen harus
memikirkan atau mengamati dengan baik hal-hal berikut ini.
123
1. Produsen harus tahu barang atau jasa apa yang akan dihasilkan. Barang dan
jasa yang akan dihasilkan tentu yang digemari oleh konsumen. Jika tidak, maka
keuntungan tidak akan diperoleh dan ini berarti produsen sudah menjalani
prinsip ekonominya.
2. Produsen harus tahu dimana sebaiknya barang dan jasa dihasilkan. Misalnya
menginginkan membangun sebuah pabrik. Pabrik sebaiknya dibangun di
tempat yang strategis sehingga tidak terjadi pemborosan biaya pengangkutan,
baik pengangkutan bahan mentah ke pabrik maupun pengangkutan produk ke
pasar atau konsumen.
3. Produsen harus tahu bagaimana cara terbaik dalam menghasilkan barang atau
jasa tersebut. Ini berarti bahwa produsen harus bisa menekan biaya serendah
mungkin dengan mengalokasikan sumber daya, baik uang maupun karyawan
dengan sebaik-baiknya.
Semua tindakan ekonomi, apakah itu menghasilkan barang (kegiatan
produksi), menyalurkan barang kepada pihak yang membutuhkan (kegiatan
distribusi), atau menggunakan barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan
(kegiatan konsumsi), harus selalu didasarkan pada prinsip ekonomi.
126
langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produk. Contohnya adalah upah
tukang dalam pembuatan meja, upah tukang jahit pada perusahaan garmen, dll.
Biaya produksi tidak langsung atau Biaya Overhead Pabrik (BOP) adalah
biaya-biaya yang diperlukan dalam pembuatan produk selain biaya bahan
langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Termasuk BOP antara lain :
1. Bahan penolong, yaitu bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan produk
yang penggunaannya relatif kecil atau terlalu sulit untuk diperlakukan sebagai
bahan langsung. Contoh perekat dan tinta koreksi pada perusahaan percetakan.
2. Tenaga kerja tidak langsung, yaitu gaji dan upah tenaga kerja yang secara fisik
tidak langsung berhubungan dengan pembuatan produk. Misalnya gaji
pengawas bagian produksi, gaji manager produksi, gaji panjaga pabrik, dll.
3. Biaya produksi tidak langsung lainnya misalnya biaya perlengkapan pabrik,
biaya penerangan pabrik, biaya penyusutan mesin dan gedung pabrik, dll.
Berdasarkan hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya
digolongkan menjadi 3 golongan :
1. Biaya Tetap/Konstan yaitu biaya yang sampai tingkat kegiatan tertentu
jumlahnya tetap, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Misalnya
biaya penyusutan aktiva tetap, pajak bumi dan bangunan, biaya sewa dan
asuransi, dll.
2. Biaya Variabel yaitu biaya yang jumlahnya berubah sebanding (proporsional)
dengan perubahan volume kegiatan. Misalnya biaya bahan langsung, biaya
tenaga kerja langsung, biaya bahan bakar, dll.
3. Biaya semi variabel yaitu biaya-biaya yang mempunyai unsur-unsur tetap dan
variabel, maka biaya ini sering disebut Biaya Campuran (Mixed Cost).
Misalnya biaya pengawasan, biaya pemeriksaan, jasa bagian kalkulasi, biaya
pemeliharaan dan perbaikan mesin, dll.
Untuk kepentingan perhitungan laba rugi dan penentuan harga pokok
produk secara teliti, biaya digolongkan berdasarkan hubungannya dengan periode
pembebanannya adalah :
1. Pengeluaran modal (Capital Expenditure) adalah pangeluaran yang manfaatnya
dinikmati lebih dari satu periode akuntansi. Pengeluaran modal pada saat
127
terjadinya dicatat sebagai aktiva dan dibebankan kepada periode-periode
akuntansi selama usia manfaatnya dengan cara mengalokasikan sebagian dari
harga perolehannya. Contoh: pembelian gedung, tanah, peralatan, dll.
2. Pengeluaran pendapatan (Revenue Expenditure) adalah pengeluaran yang
manfaatnya hanya dinikmati dalam periode akuntansi saat terjadinya
pengeluaran. Pengeluaran pendapatan pada periode terjadinya merupakan
beban yang dipertemukan dengan penghasilan yang diperoleh pada periode
yang bersangkutan. Contoh : pembayaran gaji administrasi kantor, gaji
akuntan, rekening listrik dan telepon, komisi penjualan, dll.
B. Fungsi Produksi
Produksi merupakan suatu proses yang mengubah faktor-faktor (input)
menjadi suatu produk (output). Tinggi rendahnya produksi tergantung pada
keputusan petani, berapa jumlah sumberdaya (input) yang akan digunakan, berapa
luas tanah yang dipakai, berapa banyaknya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja
dan lain-lain. Hubungan kuantitatif antara input dan output disebut dengan fungsi
produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi
produksi (Soekartawi, 1994). Bishop dan Toussaint (1986), menyatakan bahwa
fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan bahwa
jumlah hasil produksi tertentu tergantung pada jumlah input tertentu yang
digunakan. Jadi suatu fungsi produksi memberikan keterangan mengenai jumlah
output yang mungkin diharapkan apabila input tertentu dikombinasikan dalam
suatu cara yang khusus.
Fungsi produksi adalah hubungan fungsional atau sebab akibat antara
input dan output. Dalam hal ini input sebagai sebab, dan output sebagai akibat.
Atau input sebagai variabel bebas dan output sebagai variabel tak bebas. Input
produksi dikenal juga dengan faktor-faktor produksi, dan ouput produksi dikenal
juga dengan jumlah produksi. Fungsi produksi merupakan suatu fungsi atau
persamaan yang menyatakan hubungan antara tingkat output dengan tingkat
penggunaan input-input. Hubungan antara jumlah output Q dengan jumlah input
128
yang dipergunakan dalam produksi X1, X2, X3, … Xn, secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut :
Q = f (X1, X2, X3, … Xn)
Keterangan :
Q = output
X1, ..., Xn = input
Ketika input-input produksi terdiri dari modal (capital), tenaga kerja
(labour), kekayaan alam (resources) dan teknologi (technology) maka persamaan
produksi menjadi sebagai berikut:
Q = f (C, L, R, T)
Keterangan :
Q = jumlah barang yang dihasilkan (Quantity)
f = fungsi atau simbol persamaan fungsional
C = modal (Capital)
L = tenaga kerja (Labour)
R = kekayaan alam (Resources)
T = teknologi (Technology)
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa output dari suatu produksi
merupakan fungsi atau dipengaruhi atau akibat dari input. Artinya setiap barang
yang dihasilkan dari produksi akan tergantung pada jenis/macam dari input yang
digunakan. Perubahan yang terjadi pada input akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada output.
Hubungan antara input dan output dalam fungsi produksi dapat dibedakan
menjadi 3 macam yaitu:
1. Increasing Return yaitu hubungan dengan kenaikan hasil yang meningkat,
dimana mempunyai ciri yaitu bila terjadi peningkatan produksi senantiasa
bertambah dengan ditambahnya satu-satuan faktor produksi.
2. Constant Return yaitu hubungan dengan kenaikan hasil yang tetap, dengan
peningkatan produksi senantiasa konstan pada peningkatan satu-satuan faktor
produksi.
129
3. Decreasing Return yaitu hubungan dengan kenaikan hasil yang menurun, akan
terjadi peningkatan hasil yang semakin berkurang dengan ditambahnya satu-
satuan faktor produksi.
Untuk menjelaskan hubungan satu input variabel dan output adalah
dengan menggunakan model fungsi produksi neoklasik. Menurut debertin (1986)
bahwa model fungsi produksi tersebut mengikuti hukum kenaikan hasil yang
semakin berkurang (the law of the diminishing return). Secara grafis dapat
digambarkan sebagai berikut:
B
QB
I II III
X
XA XB XC
APP
MPP
A’
B’
C’
APP
X
MPP
130
Keterangan:
Q = Tingkat produksi
X = Input
QB = Tingkat produksi pada penggunaan faktor produksi
A = Titik belok (inflection point)
B-B’ = Maksimum rata-rata produksi (APP maks.)
C = total produksi maksimum
A’ = Maksimum marginal produksi (MPP maks.)
C’ = Marginal produksi sama dengan nol (MPP = 0)
I & III = Daerah irrational
II = daerah rational
Dari Gambar 1, maka dapat diturunkan konsep produksi rata-rata atau
Average Physical Product (APP) dan konsep produksi marjinal atau Marginal
Physical Pruduct (MPP). Fungsi produksi Q = f (Xi) sering disebut sebagai Total
Physical Product (TPP) secara matematis:
TPP
APP
X
Q TPP
MPP
dx dx
APP 2 ( APP )
APP maksimum bila 0 dan <0
dx X 2
MPP akan memotong APP pada APP maksimum:
( APP ) f ( x) xf 1 ( x)
Maka: 0
dx x2
= f(x) - xf1(x) = 0
f ( x)
f 1 ( x) 0
x
= APP - MPP = 0
APP = MPP
MPP akan maksimum bila:
MPP 2 MPP
0 <0
dx 2x
131
( MPP) df 1 ( x)
f 1 ( x)
dx dx
Elastisitas Produksi (EP) dapat dinyatakan hubungan MPP dan APP,
secara matematis dirumuskan:
Q Q dQ x dQ x
EP
dx x Q dx dx Q
MPP
EP
APP
Berdasarkan fungsi produksi tersebut, maka dapat dipilah menjadi 3 stage.
Pemilahan ini juga terkait dengan konsep elastisitas produksi.
Pada Daerah I (stage I) disebut daerah produksi yang tidak rasional
(irrational), karena dalam daerah ini penambahan variabel input sebesar 1% akan
menyebabkan penambahan output yang selalu lebih besar dari 1%. Pada daerah
ini elastisitas produksi > 1, sehingga dalam daerah ini belum tercapai pendapatan
yang maskimum.
Pada daerah II, disebut sebagai daerah produksi yang rasional karena
penambahan input sebesar 1% akan menyebabkan penambahan output paling
tinggi sama dengan 1% dan paling rendah nol persen. Pada daerah II elastisitas
produksi antara 1 dan 0, sehingga daerah ini mencapai pendapatan yang
maskimum.
Pada daerah III disebut sebagai daerah tidak rasional, karena penambahan
input akan menyebabkan penurunan output. Pada daerah III, elastisitas produksi
< 0, sehingga pada daerah ini pendapatan menurun.
C. Produk Marginal
Produk marginal adalah tambahan keluaran produksi karena tambahan satu
unit masukan. Misalnya produk marginal tenaga kerja adalah tambahan keluaran
produksi dengan menambah tambahan satu unit tenaga kerja ke dalam proses
produksi dengan modal tetap. Produk marginal modal adalah tambahan modal ke
dalam proses produksi dengan biaya tenaga kerja tetap (marginal product).
132
Berikut ini akan dijelaskan hubungan satu input (katakanlah X1 atau sebut
saja X) dengan satu output, Y, atau Y = f(X). Hubungan Y dan X dalam banyak
kenyataan dapat terjadi dalam tiga situasi yaitu :
a. Bila produk marginal konstan,
b. Bila produk marginal menurun, dan
c. Bila produk marginal menaik.
Tambahan satu-satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau
pengurangan satu-satuan output, Y, disebut produk marginal (PM). Dengan
Y
demikian PM dapat dituliskan dengan . Kalau terjadi PM konstan maka dapat
X
diartikan bahwa setiap tambahan setiap unit input (X), dapat menyebabkan
tambahan satu-satuan unit output (Y), secara proporsional. Hal ini dapat dilihat
dan diterangkan melalui Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Produk Marginal yang Konstan
Input Output PM
Y
( )
X ∆X Y ∆Y X
0 - 100 - -
20
10 10 120 20 ( )=2
10
20
20 10 140 20 ( )=2
10
20
30 10 160 20 ( )=2
10
40 10 180 20 20
( )=2
10
50 10 200 20 20
( )=2
10
Keterangan : ∆X = tambahan satu-satuan unit input (X).
∆Y = tambahan satu-satuan unit output (Y).
Dapat dilihat pada Tabel 6.1 bahwa baik tambahan satu-satuan unit input
di X maupun Y adalah sama, yaitu, masing-masing sebesar 10 dan 20 unit.
Y
Dengan demikian PM untuk input X terhadap output Y atau adalah
X
bertambah secara konstan seperti yang ditunjukkan di kolom terakhir Tabel 6.1.
133
Bila terjadi suatu peristiwa tambahan satu-satuan unit input, X,
menyebabkan satu-satuan unit output, Y, yang menurun atau decreasing
productivity, maka PM akan menurun. Peristiwa seperti ini sering dijumpai pada
setiap aktivitas usaha pertanian. Misalnya, pupuk urea yang terus-menerus dipakai
dalam usahatani padi akan menyebabkan semakin berkurangnya produksi padi
yang diperoleh. Peristiwa demikian disebut dengan istilah diminishing returns
atau diminishing productivity, atau disebut dengan “kenaikan hasil yang semakin
berkurang”. Hal ini dapat dijelaskan melalui data yang disajikan di Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Produk Marginal yang Menurun
Input Output PM
Y
( )
X ∆X Y ∆Y X
0 - 40 - -
60
10 10 100 60 ( )=6
10
50
20 10 150 50 ( )=5
10
40
30 10 190 40 ( )=4
10
40 10 220 30 30
( )=3
10
50 10 240 20 20
( )=2
10
Keterangan : ∆X = tambahan satu-satuan unit input (X).
∆Y = tambahan satu-satuan unit output (Y).
Dapat dilihat pada Tabel 6.2 bahwa dengan tambahan input, (∆X) yang
konstan menyebabkan tambahan (∆Y) yang semakin menurun. Sehingga PM
untuk input X juga semakin menurun.
Selanjutnya bila penambahan satu-satuan unit input, X, yang
menyebabkan satu-satuan output Y yang semakin menaik secara tidak
proporsional, maka peristiwa ini disebut dengan produktivitas yang menaik atau
increasing productivity. Dalam keadaan demikian, maka PM juga semakin
menaik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.3.
134
Tabel 6.3. Produk Marginal yang Menaik
Input Output PM
Y
( )
X ∆X Y ∆Y X
0 - 60 - -
40
10 10 100 40 ( )=4
10
50
20 10 150 50 ( )=5
10
60
30 10 210 60 ( )=6
10
40 10 280 70 70
( )=7
10
50 10 360 80 80
( )=8
10
Keterangan : ∆X = tambahan satu-satuan unit input, X.
∆Y = tambahan satu-satuan unit output, Y.
1. Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi (ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai
akibat dari persentase perubahan dari input. ep dapat dituliskan melalui rumus
sebagai berikut :
Y X Y X
ep = / , atau ep = /
Y X X Y
136
Y
Karena adalah PM, maka besarnya ep tergantung dari besar kecilnya PM dari
X
suatu input, misalnya X.
2. Hubungan antara PM dan PT
Y (Output unit)
Output (PT)
Daerah I Daerah II
Daerah III
PR
X (Input unit)
PM
137
- Bila PM lebih besar dari PR, maka posisi PR masih dalam keadaan menaik.
- Sebaliknya bila PM lebih kecil dari PR, maka posisi PR dalam keadaan
menurun.
- Bila terjadi PM sama dengan PR, maka PR dalam keadaan maksimum.
Kalau hubungan antara PM dan PT serta PM dan PR dengan besar kecilnya e p,
maka dapat pula dilihat di Gambar 6.2 bahwa :
- ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM-nya.
- Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka ep = 0.
- ep > 1 bila PT menaik pada tahapan “increasing rate” dan PR juga menaik di
daerah I. Di sini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang
cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan.
- Nilai ep lebih dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < ep < 0.
- Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi
secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini
terjadi di daerah II, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap
menaik pada tahapan “decreasing rate”.
- Selanjutnya nilai ep < 0 yang berada di daerah III; pada situasi yang demikian
PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan
menurun.
Dalam situasi ep < 0 maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input
tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan.
Harga (Rp)
Demand=Permintaan (D)
Kuantitas/Waktu
139
3. Harga dan ketersediaan produk-produk lain dan jasa
Efek pendapatan dari suatu harga biasanya negatif. Suatu kenaikan
harga menurunkan pendapatan riil, dan bahkan dengan suatu hubungan positif
yang biasa antara kuantitas dan pendapatan yang berlaku, kuantitas dan harga
akan bergerak dalam arah yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya jika
terjadi penurunan harga
4. Selera dan preferensi konsumen
5. Ketersediaan barang substitusi atas suatu barang dan juga semakin tinggi
Efek substitusi timbul karena konsumen mengalihkan pembeliannya ke
produk yang relatif lebih murah karena perubahan harga. Misalnya kalau harga
daging sapi kemungkinan konsumen mengganti daging sapi dengan ikan atau
telur yang harganya lebih murah. Efek substitusi dari suatu perubahan harga
untuk suatu produk tertentu selalu negatif. Dengan suatu kenaikan harga, efek
substitusi menurunkan kuantitas yang dibeli, demikian sebaliknya.
6. Tradisi
Barang yang sudah menjadi kebiasaan (tradisi) untuk dipergunakan,
barang tersebut harganya akan naik. Orang akan tetap membelinya sehingga
untuk barang ini permintaannya cenderung elastis.
Faktor tersebut diatas sering disebut faktor-faktor penentu permintaan.
Faktor-faktor ini dianggap tetap untuk suatu tingkat tertentu dari fungsi
permintaan, tetapi dengan perjalanan waktu, perubahan permintaan merupakan
aspek penting dari perubahan harga.
Terjadinya pergeseran permintaan yang sederhana ditunjukkan pada
Gambar berikut ini. Kenaikan permintaan berarti bahwa kurva permintaan
bergerak ke kanan. Konsumen akan membeli lebih banyak lagi produk tertentu
pada tingkat harga yang sama, atau mereka akan membeli kuantitas yang sama
pada tingkat harga yang lebih tinggi. Sementara itu penurunan permintaan
(bergeser ke kiri) mempunyai pengaruh yang berlawanan.
140
Harga (Rp)
D1
D
D2
Kuantitas/Waktu
S1
S2
Q
0
Keterangan :
S - S1 = penurunan dalam penawaran
S - S2 = peningkatan dalam penawaran
Faktor waktu dalam kurva penawaran sangat penting karena hasil-hasil
pertanian bersifat musiman, yaitu bulanan atau tahunan sehingga suatu kenaikan
harga di pasar tidak dapat segera diikuti dengan naiknya penawaran jika panen
belum tiba. Ini berarti tingkat elastisitas penawaran adalah inelastis dalam jangka
pendek. Di samping itu pengaruh harga tidak dapat dibalikkan karena kalau
kenaikan harga setelah beberapa waktu tertentu mendorong kenaikan jumlah yang
ditawarkan maka penurunan harga tidak dapat mengembalikan jumlah penawaran
pada tingkat sebelumnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran adalah :
a. Teknologi
Dengan adanya perbaikan teknologi, misalnya penggunaan teknologi baru
sebagai pengganti teknologi lama, maka produksi akan semakin meningkat.
b. Harga input
143
Besar kecilnya harga input akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah input
yang dipakai. Apabila harga faktor produksi turun, petani cenderung akan
membelinya pada jumlah yang relatif lebih besar. Dengan demikian dari
penggunaan faktor produksi yang biasanya dalam jumlah yang terbatas, maka
dengan adanya tambahan penggunaan faktor produksi maka produksi akan
meningkat.
c. Harga produksi komoditas lain
Pengaruh perubahan harga produksi alternatif ini akan menyebabkan terjadinya
jumlah produksi yang semakin meningkat atau sebaliknya semakin menurun.
d. Jumlah produsen
Seringkali karena adanya rangsangan harga untuk komoditas pertanian, maka
petani cenderung untuk mengusahakan tanaman tersebut.
e. Harapan produsen terhadap harga produksi di masa mendatang
Seringkali juga ditemukan suatu peristiwa petani meramal besaran harga di
masa mendatang, apakah harga suatu komoditas akan menaik atau menurun.
Hal ini disebabkan karena pengalaman mereka selama beberapa tahun
mengusahakan komoditas tersebut.
144
yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang
potensial.
3. P.H. Nyistrom : Pemasaran meliputi segala kegiatan mengenai penyaluran
barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
4. American Marketing Association : Pemasaran pelaksanaan kegiatan usaha
niaga yang diarahkan pada arus aliran barang dan jasa dari produsen ke
konsumen.
Pemasaran hasil pertanian atau tata niaga pertanian merupakan
serangkaian kegiatan ekonomi berturut-turut yang terjadi selama perjalanan
komoditas hasil-hasil pertanian mulai dari produsen primer sampai ke tangan
konsumen. Pemasaran hasil pertanian berarti kegiatan bisnis dimana menjual
produk berupa komoditas pertanian sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
konsumen, dengan harapan konsumen akan puas dengan mengkonsumsi
komoditas tersebut. Pemasaran hasil pertanian dapat mencakup perpindahan
barang atau produk pertanian dari produsen kepada konsumen akhir, baik input
ataupun produk pertanian itu sendiri.
Konsep pemasaran berorientasi memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen dengan efektif. Empat hal berikut merupakan prinsip utama yang
menjadi tonggak konsep pemasaran:
1. Pasar sasaran – memiilih pasar sasaran yang tepat dan membentuk aktiviti
pemasaran dengan sempurna.
2. Keperluan pengguna - memahami kehendak pengguna dan memenuhinya
dengan lebih efektif.
3. Pemasaran berintegrasi - ke semua fungsi/sub-unit industri bekerjasama
memenuhi tanggungjawab pemasaran.
4. Keuntungan - mencapai keuntungan melalui kepuasan pelanggan.
Ada lima konsep pemasaran yang mendasari cara produsen melakukan
kegiatan pemasaran yaitu :
1. Konsep produksi
Artinya konsep bagaimana supaya konsumen akan menyukai produk yang
tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini berorientasi pada
145
produksi dengan mengerahkan segenap upaya untuk mencapai efesiensi produk
tinggi dan distribusi yang luas. Disini tugas manajemen adalah memproduksi
barang sebanyak mungkin, karena konsumen dianggap akan menerima produk
yang tersedia secara luas dengan daya beli mereka.
2. Konsep produk
Konsep dimana konsumen akan menyukai produk yang menawarkan mutu,
performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas manajemen disini adalah
membuat produk berkualitas, karena konsumen dianggap menyukai produk
berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri-ciri terbaik.
3. Konsep penjualan
Konsep yang menjadikan konsumen, dengan dibiarkan begitu saja, organisasi
harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif. diusahakan
agar konsumen tertarik dengan produk yang di tawarkan.
4. Konsep pemasaran
Konsep ini dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang
diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
5. Konsep pemasaran sosial
Merupakan bentuk dari tugas suatu organisasi yang menentukan kebutuhan,
keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang
diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien dari pada para pesaing
dengan tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan
masyarakat.
Tujuan pemasaran adalah mencari keuntungan dengan memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga dapat memuaskan konsumen itu
sendiri. Kepuasan konsumen akan tercapai apabila produk berkualitas dan
memenuhi kebutuhan konsumen, harga dapat terjangkau oleh konsumen, target
pelayanan kepada konsumen memuaskan dan citra produk baik dari sudut
pandang konsumen
Kegiatan yang paling utama pemasaran dalam hal memenuhi kepuasan
konsumen adalah dengan memperhatikan produk, harga, distribusi dan promosi.
146
Keempat instrumen pemasaran tersebut dikenal dengan istilah bauran pemasaran
seperti berikut:.
1. Produk (product) : keragaman produk, kualitas, design, ciri, nama merek,
kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, imbalan.
2. Harga (price) : daftar harga, rabat/diskon, potongan harga khusus, periode
pembayaran, syarat kredit.
3. Tempat (place) : saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokkan, lokasi,
persediaan, transportasi.
4. Promosi (promotion) : promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan,
kehumasan/ public relation, pemasaran langsung.
Sebagai suatu sistem, pemasaran produk pertanian mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1. Sistem pemasaran pertanian mempunyai tujuan spesifik yang ingin dicapai, ada
kriteria normatif dari masyarakat.
2. Untuk mencapai tujuan mempunyai komponen yang melaksanakan bebagai
fungsi : transportasi, prosesing, grading, standarisasi dan informasi pasar.
3. Sistem pemasaran mempunyai dimensi ruang dan waktu.
4. Sistem pemasaran membutuhkan pengaturan atas keberadaan fungsi
pemasaran.
Apabila kepuasan konsumen tersebut terpenuhi, maka hasil penjualan
produk akan meningkat, dan akhirnya tujuan pemasaran dapat tercapai, yaitu
perolehan laba. Sebaliknya, apabila kebutuhan konsumen diabaikan dan hanya
berfikir dari sudut pandang produsen saja, kemungkinan hasil penjualan produk
akan menurun, sehingga laba yang diperoleh minim, bahkan dapat terjadi
kerugian.
147
BAB 7
PENGENALAN EKONOMI SUMBERDAYA ALAM, LINGKUNGAN
PERTANIAN DAN PERANANNYA
148
manusia, masalah kualitas lingkungan dan masalah penyebaran sumber daya.
Hukum kelangkaan merupakan landasan fundamental bagi keberadaan ekonomi
sumber daya manusia dan ekonomi sumber daya alam (Septia, 2014)
Ekonomi sumber daya manusia sebagai cabang khusus dari ilmu ekonomi
pada dasarnya menjelaskan bagaimana memanfaatkan sumber daya manusia yang
terbatas dalam rangka menghasilkan berbagai barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan manusia seoptimal mungkin. Sejalan dengan itu, ekonomi sumber daya
alam juga merupakan cabang khusus dari ilmu ekonomi yang kajiannya
memfokuskan pada masalah pemanfaatan sumber daya alam yang ada, baik pada
waktu sekarang maupun masa yang akan datang. Dalam membahas fokus
kajiannya, ekonomi sumber daya manusia tidak hanya mengg unakan
teori ekonomi mikro tetapi juga teori ekonomi makro. Di lain pihak, ekonomi
sumber daya alam lebih banyak menggunakan pendekatan teori ekonomi mikro.
Ekonomi sumber daya manusia dan ekonomi sumber daya alam keduanya dapat
dikategorikan sebagai ilmu ekonomi terapan atau ilmu ekonomi normatif.
Salah satu aspek krusial dalam pemahaman terhadap sumber daya alam
adalah memahami sumber daya tersebut bukan hanya konsep ketersediaannya
yang harus dipahami, melainkan juga konsep pengukuran kelangkaan sumber
daya alam. aspek kelangkaan ini menjadi sangat penting karena dari sinilah
kemudian muncul persoalan bagaimana mengelola sumber daya alam yang
optimal.
Dengan kekayaan bumi yang dimiliki oleh suatu negara, dan semakin
banyaknya penduduk suatu negara tersebut yang akan terus memakai atau
menggunakan sumber daya yang ada maka dibutuhkan pengukuran
yang tepat agar tidak terjadi kelangkaan sumber daya alam di negara tersebut.
Ataupun dengan memikirkan bagaimana mengganti sumberdaya yang
sudah langka atau akan habis dengan mencari penemuan-penemuan baru agar
tidak terjadi kesulitan atau ketidaksejahteraan dalam masyarakat suatu negara di
karenakan adanya kelangkaan sumber daya alam.
Sumber daya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan
fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan lingkungan
149
merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.
Untuk itu, pengelolaan sumber daya alam seharusnya mengacu kepada aspek
konservasi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam yang hanya
berorientasi ekonomi hanya membawa efek positif secara ekonomi tetapi
menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Oleh
karena itu pembangunan tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi tetapi juga
memperhatikan aspek etika dan sosial yang berkaitan dengan kelestarian serta
kemampuan dan daya dukung sumber daya alam. Pembangunan sumber daya
alam dan lingkungan hidup menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor
pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin.
Pemanfaatan sumber daya alam seharusnya memberi kesempatan dan ruang bagi
peran serta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan.
Peranan pemerintah sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan
pengelolaan sumber daya alam terutama dalam rangka perlindungan dari bencana
ekologis. Sejalan dengan otonomi daerah, kontrol masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang
penting. Dengan demikian hak dan kewajiban masyarakat untuk memanfaatkan
dan memelihara keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan harus dapat
dioptimalkan. Kesalahan dalam pengelolaan dapat berpotensi mempercepat
terjadinya kerusakan sumber daya alam, termasuk kerusakan hutan lindung,
pencemaran udara, hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan konservasi alam,
dan sebagainya.
Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu
dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak tempat
yang antara lain berupa pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak
memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak
aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan, dan eksploitasi
hutan lindung yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
150
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang sumber daya alam dan
lingkungan hidup ditujukan pada upaya : (1) mengelola sumber daya alam, baik
yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan
teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampungnya, (2) memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, (3) memelihara kawasan konservasi yang sudah ada
dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu, dan (4)
mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan
lingkungan.
154
f. Berdasarkan Potensi
Menurut potensi penggunaannya sumber daya alam dibagi beberapa macam
antara lain sebagai berikut:
1. Sumber daya alam materi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan
dalam bentuk fisiknya. Misalnya, batu, besi, emas, kayu, serat kapas, rosela,
dan sebagainya.
2. Sumber daya alam energi, merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan
energinya. Misalnya batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar
matahari, energi pasang surut laut, kincir angin, dan lain-lain.
3. Sumber daya alam ruang, merupakan sumber daya alam yang berupa ruang
atau tempat hidup, misalnya area tanah (daratan) dan angkasa.
g. Berdasarkan Jenis
Menurut jenisnya sumber daya alam dibagi dua sebagai berikut :
1. Sumber daya alam non hayati (abiotik), disebut juga sumber daya alam
fisik, yaitu sumber daya alam yang berupa benda-benda mati. Misalnya :
bahan tambang, tanah, air, dan kincir angin.
2. Sumber daya alam hayati (biotik), merupakan sumber daya alam yang
berupa makhluk hidup. Misalnya: hewan, tumbuhan, mikroba, dan manusia.
h. Berdasarkan Pembentukan
Menurut pembentukannya sumber daya alam dibagi menjadi antara lain :
1. Sumber daya alam biotik terbentuk dari adanya proses tumbuh dan
berkembangnya makhluk hidup. Contoh: Tumbuhan, Hewan.
2. Sumber daya alam fisis terbentuk dari proses fisis dan kekuatan alam.
Contoh: air, tanah, udara, barang tambang.
3. Sumber daya alam lingkungan terbentuk dari penggabungan antara faktor
fisis dan biotik. Contoh : Lingkungan pegunungan, lingkungan lembah.
i. Sumber daya alam berdasarkan nilai ekonomis atau nilai kegunaannya
1. Sumber daya alam ekonomis tinggi merupakan sumber daya alam yang
dalam mendapatkannya memerlukan biaya yang tinggi. Contoh : mineral
dan logam mulia seperti emas, perak, intan.
155
2. Sumber daya alam ekonomis rendah merupakan sumber daya alam yang
dalam mendapatkannya memerlukan biaya yang relatif murah. Contoh :
Pasir, Batu.
3. Sumber daya alam non ekonomis merupakan sumber daya alam yang dalam
mendapatkannya tidak memerlukan biaya. Contoh : udara, sinar dan panas
matahari.
j. Sumber daya alam berdasarkan bentuknya
Sumber daya alam berdasarkan bentuknya dapat dikelompokkan ke dalam lima
kelompok yaitu :
1. Sumber daya lahan atau tanah
2. Sumber daya hutan
3. Sumber daya air
4. Sumber daya laut
5. Sumber daya mineral.
k. Sumber daya menurut Undang-undang Republik Indonesia
Sumber daya menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang Lingkungan
Hidup No. 4 Tahun 1982 dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama
yaitu :
1. Sumber daya manusia
2. Sumber daya alam hayati
3. Sumber daya alam nonhayati
4. Sumber daya buatan.
l. Sumber daya alam menurut Barlow
Sumber daya alam menurut Barlow dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu
sebagai berikut :
1. Sumber daya alam yang dapat diperbarui
2. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
3. Sumber daya alam yang memiliki sifat gabungan.
156
B. Prinsip-prinsip Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia, dikelola oleh beberapa
pihak, baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Kedua pihak saling mendukung
satu sama lain dalam membuat regulasi (peraturan) SDA, menjadi operator
pengelolaan SDA, dan saling mengontrol dalam pengelolaan SDA. Pemanfaatan
SDA, harus mengutamakan dua prinsip, yaitu optimal dan lestari. Hal ini
disebabkan karena sumber daya alam yang tersedia saat ini tidak hanya
diperuntukkan untuk generasi ini saja, tetapi juga akan digunakan untuk generasi
yang akan datang. Sekarang mari kita pelajari lebih lanjut tentang prinsip-prinsip
dalam pengelolaan sumber daya alam dan sistem kelembagaan yang ada dalam
pemanfaatan SDA (Sajid, 2014).
159
d. Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap organisme
bernapas memerlukan udara. Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga udara,
agar tetap bersih dan sehat, antara lain :
1. Menggalakkan penanaman pohon ataupun tanaman hias di sekitar kita.
Tanaman dapat menyerap gas-gas yang berbahaya bagi manusia, dan mampu
memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Disamping itu, tumbuhan
juga mengeluarkan uap air sehingga kelembaban udara akan tetap terjaga.
2. Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran,
baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin. Asap yang keluar dari
knalpot kendaraan bermotor dan cerobong asap, merupakan penyumbang
terbesar kotornya udara di perkotaan dan kawasan industri. Salah satu upaya
pengurangan emisi gas berbahaya ke udara adalah dengan menggunakan bahan
industri yang aman bagi lingkungan, serta pemasangan filter pada cerobong
asap pabrik.
3. Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat
merusak lapisan ozon di atsmosfer. Gas freon yang digunakan untuk pendingin
pada AC atau kulkas serta dipergunakan diberbagai produk kosmetik, adalah
gas yang dapat bersenyawa dengan gas ozon sehingga mengakibatkan lapisan
ozon meyusut.
e. Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga
kini, tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan
menjadi rusak. Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan :
1. Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul,
2. Melarang pembabatan hutan,
3. Menerapkan sistem tebang-pilih dalam menebang pohon,
4. Menerapkan sistem tebang-tanam dalam kegiatan penebangan hutan, dan
5. Menerapkan sanksi yang berat, bagi mereka yang melanggar ketentuan
mengenai pengolahan hutan.
160
f. Pelestarian flora dan fauna
Kehidupan di bumi, merupakan sistem ketergantungan antara: manusia,
hewan, tumbuhan, dan alam sekitar. Terputusnya salah satu mata rantai dari
sistem tersebut, akan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan. Oleh sebab itu,
kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang mutlak harus diperhatikan demi
kelangsungan hidup manusia. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
menjaga kelestarian flora dan fauna diantaranya adalah: mendirikan cagar alam
dan suaka margasatwa, serta melarang kegiatan perburuan liar.
g. Pelestarian laut dan pantai
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang sangat luas dan banyak
menyimpan kekayaan alam yang melimpah. Kerusakan biota laut dan pantai, lebih
banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, pengrusakan
hutan bakau, dan pengrusakan hutan bakau karang di laut merupakan kegiatan-
kegiatan manusia yang mengancam kelestarian laut dan pantai. Adapun upaya
untuk melestarikan laut dan pantai, dapat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan reklamasi pantai dengan cara menanam kembali tanaman bakau di
areal sekitar pantai.
2. Melarang pengambilan batu karang yang berada disekitar pantai maupun di
dasar laut.
3. Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya, dalam mencari
ikan.
163
DAFTAR PUSTAKA
Amini, A., 2013. Struktur Pertanian dan Macam Sistem Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Ariani, RD., dan Harini, R., 2012. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian
di Kawasan Pertanian (Kasus Kecamatan Minggir dan Moyudan).
Jurnal Bumi Indonesia. Vol. 1 No. 3 Tahun 2012.
Bamualim, A., Wirdahayati, RB., dan Boer, M., 2004. Status dan peranan sapi
lokal pesisir di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Sistem
Kelembagaan Usaha Tani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Bishop, C.E., dan W.D. Toussaint, 1986. Pangantar Analisis Ekonomi Pertanian.
Terjemahan Wisnuaji. Cetakan Kedua. Mutiara Sumber Widya.
Jakarta.
164
Burhan, 2011. Peranan Sumber Daya Manusia dalam Sektor Pertanian.
http://burhan-arsyad.blogspot.co.id/2011/03/peran-sumber-daya-
manusia-dalam-sektor.html. (Diakses 14 Oktober 2015).
Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Cetakan Pertama, April 2002.
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Fitriani, AA., 2005. Analisis Daya Dukung Lahan Pertanian dan Tekanan
Penduduk Studi Kasus pada Kabupaten di Propinsi Jawa Timur.
Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
165
Ivhan H., 2011. Ekonomi Pertanian. http://ivhan-heloarn.blogspot.co.id/
2011/12/ekonomi-pertanian.html. (Diakses 1 Oktober 2015).
Masinnai, R., Sudira, P., Mawardi, M., dan Darwanto, DH., 2013. Analisis Sistem
Usahatani Terpadu di Lahan Pasang Surut untuk Mendukung
Pengembangan Agroindustri Wilayah. AGRITECH. Vol. 33 No. 3, p
346-354.
Megareta, N., 2014. Kebijakan Harga Produk Pertanian Sebagai Salah Satu Cara
Pembangunan Pertanian di Era Globalisasi.
http://megaretanindia.blogspot.co.id/2014/11/kebijakan-harga-produk-
pertanian.html. (Diakses Tanggal 23 Oktober 2015).
Moniaga, VRB., 2011. Analisis Daya Dukung Lahan Pertanian. ASE. Vol. 7 No.
2, p 61-68.
Ningsih, YD., Sugiyanto, dan Prihartini, I., 2012. Pengaruh Tekanan Penduduk
dan Pendapatan Petani Terhadap Konservasi Lahan Daerah Aliran
Sungai Walikan Hulu Kabupaten Karanganyar Tahun 2012. Program
Pendidikan Geografi. PIPS. FKIP. UNS. Surakarta.
166
Pamuji, P., 2014. Peran Sektor Pertanian dalam Membangun Perekonomian
Bangsa dan Peran Sumber Daya dalam Sektor Pertanian.
https://shpashter.wordpress.com/2014/12/07/peran-sektor-pertanian-
dalam-membangun-perekonomian-bangsa-dan-peran-sumber-daya-
dalam-sektor-pertanian/. (Diakses 14 Oktober 2015).
Pasandaran, E., Djajanegara, A., Kariyasa, K., dan Kasryno F., 2006. Integrasi
Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Prasetyawan, E., 2013. Sumber daya Alam dan lingkungan. Makalah. Fakultas
Ekonomi. Universitas Pakuan. Bogor.
Rahim, A., dan Hastuti, DRD., 2007. Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori dan
Kasus). Cetakan I, 2007. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rivai, RS., dan Anugrah, IS., 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan di Indonesia (Concept and Implementation
167
of Sustainable Agricultural Development in Indonesia). Forum
Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 29 No. 1, Juli 2011. p 13-25.
Rusli, S., Widiono, S., dan Indriana, H., 2009. Tekanan Penduduk, Overshoot
Ekologi Pulau Jawa, dan Masa Pemulihannya. Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Vol. 3 No. 1, p 77-112.
Sajid, S., 2014. Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Makalah.
http://ipsgampang.blogspot.co.id/2014/12/prinsip-prinsip-pengelolaan
-sumber-daya.html. (Diakses Tanggal 5 November 2015).
Septia, E., 2014. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Makalah.
http://www.academia.edu/10366638/makalah_ekonomi_sumber_daya
_alam_dan_lingkungan. (Diakses Tanggal 4 November 2015).
Soekartawi, 1994. Prinsip dasar Ekonomi, Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Sukirno, S., 2005. Teori Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Ketiga. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
168
Thohir, B., 2009. Beberapa Contoh Kebijakan Pertanian untuk Pengentasan
Kemiskinan. http://tisman.blogspot.co.id/2009/01/beberapa-contoh-
kebijakan-pertanian.html. (Diakses Tanggal 23 Oktober 2015).
Zulkipli, Irawan, H., Sufiyandi, H., dan Fitriani, H., 2012. Pengaruh
Pertumbuhan Penduduk Terhadap Keseimbangan Lingkungan.
Makalah. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Mataram.
169
DAFTAR SINGKATAN
171
Dr. Arifin, STP, MP, dilahirkan di Pincara,
Pinrang, 13 Juni 1971. Setelah tamat dari Sekolah
Menengah Atas (SMA Negeri Pekkabata) di
Pinrang tahun 1991, penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta dan
meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP)
tahun 1998. Selanjutnya pada tahun 1999, penulis
melanjutkan studi S2 di Pascasarjana UGM dan
meraih gelar Magister Pertanian (MP) di bidang
Ekonomi Pertanian tahun 2001. Kemudian tahun
2008, penulis melanjutkan studi S3 di
Pascasarjana Fakultas Pertanian UGM dan meraih
gelar Doktor (Dr) di bidang Ekonomi Pertanian tahun 2012. Sejak tahun 2001
penulis sudah mengajar di perguruan tinggi di Makassar dan Maros (Universitas
Indonesia Timur, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Islam
Negeri Makassar, dan STIM YAPIM Maros) sebagai dosen luar biasa. Tahun
2002 diangkat sebagai dosen tetap yayasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
(STIPER) YAPIM Maros. Beberapa mata kuliah yang diajarkan antara lain
Pengantar Ekonomi Pertanian, Matematika Ekonomi, Pengantar Agroindustri,
Ekonometrika, Ekonomi Mikro, Ekonomi Makro, Ilmu Usahatani, Ekonomi
Produksi Pertanian, Kewirausahaan, dan Riset Operasi. Sebagai dosen, selain
membimbing dan menguji mahasiswa S1, penulis juga aktif melakukan berbagai
penelitian. Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain Analisis Produksi
dan Pendapatan Petani Padi Pada Intensitas Pertanaman (IP 300), tahun 2007;
Peningkatan Produksi dan Pendapatan Pola Pertanaman IP 200 Di Sawah Tadah
Hujan, tahun 2008; Faktor Sosial Ekonomi Sistem Tanam Benih Pindah
Usahatani Padi, tahun 2008; Analisis Produksi dan Pendapatan Petani Padi dan
Kacang Tanah Pada Intensitas Pertanaman (IP 300), tahun 2009; Faktor Sosial
Ekonomi dan Pendapatan Sistem Tanam Benih Pindah Usahatani Padi di
Kabupaten Maros, tahun 2010; Inovasi Teknologi Pengelolaan Air In Situ Lahan
Kering dengan Pendekatan Partisipatif untuk Meningkatkan Hasil Palawija dalam
Mendukung Ketahanan Pangan, tahun 2010; Peningkatan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga di Daerah Sentra Produksi Padi Sulawesi Selatan, tahun 2010; dan
Risiko Produksi, Pendapatan dan Ketahanan Pangan Sistem Penguasaan Lahan di
Daerah Sentra Padi Kabupaten Pinrang, tahun 2012. Demikian juga penulis aktif
melakukan penulisan ilmiah dan telah diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah. Buku
Pengantar Ekonomi Pertanian ini adalah buku pertama yang diterbitkan.
172
173