Anda di halaman 1dari 637

Laporan Tentang :

PROSPEK BISNIS
PETERNAKAN SAPI
&
DAFTAR PERATURAN NYA
PERATURANNYA
DI INDONESIA,2017

Disiapkan oleh :
PT BIRO DATA INDONESIA
Survey & Research Services
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KATA PENGANTAR

Kementerian Pertanian membutuhkan tambahan alokasi anggaran Rp10,65

triliun dalam lima tahun ke depan untuk menjalankan program swasembada

daging sapi 2014. Dalam cetak biru Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014

terungkap bahwa dengan tambahan anggaran Rp10,65 triliun yang bersumber dari

dana APBN dan APBD, bisa meningkatkan populasi sapi pada 2014 sebanyak 14,23

juta ekor dari populasi pada 2009 sebanyak 12,61 juta ekor. Dengan meningkatnya

populasi sapi tersebut, maka diharapkan pada periode itu produksi daging bisa

naik dari 250.800 ton pada 2009 menjadi 420.400 ton pada 2014. Sebagai gambaran

kecilnya anggaran untuk meningkatkan populasi sapi pada periode 2010-2014,

Kementerian Pertanian hanya menyediakan dana sebesar Rp 575,29 milyar.

Masih cukup besarnya ketergantungan sapi impor, sementara ini

pemerintah menetapkan rencana alokasi impor daging dan jeroan sapi sebanyak

50.000 ton, lebih rendah 70.000 ton dari realisasi pada 2010 sebesar 120.000 ton

sedangkan impor sapi bakalan ditekan menjadi 500.000 ekor. Bila impor sapi

bakalan 500.000 ton dan daging beku 50.000 ton, akan menekan defisit pasokan

menjadi 50.553 ton. Defisit ini setara dengan 361.093 ekor sapi lokal (setara 140 kg

per ekor) atau 280.850 sapi eks impor (setara 180 kg per ekor).

Untuk mendukung upaya swasembada daging tersebut, Pemerintah di

sektor Pakan ternak Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

241 Tahun 2010 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan No

110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan

Tarif Bea Masuk atas Barang Impor, kemudian dirubah lagi dengan PMK No

13/PMK.011/2011. Dalam Kebijakan tersebut ada sekitar 90 kode HS yang berkaitan

i
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dengan industri peternakan. Ke-90 barang impor itu dikenai bea masuk dari 0%

menjadi rata-rata 5%, diantaranya bungkil kedelai, tepung bungkil jagung, tepung

ikan, rape seed meal, premiks, dan tepung gandum atau pollard.

Kebijakan pengenaan bea masuk untuk bahan baku pakan ternak impor

akan berdampak pada penurunan daya beli produk ternak dan terpangkasnya

pendapatan peternak, serta menghambat pertumbuhan industri peternakan

nasional. Untuk itu, keberadaan informasi Peraturan Ternak dan Pakan Ternak

akan banyak dibutuhkan oleh berbagai industri.

PT Biro Data Indonesia

Business Development

ii
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii


DAFTAR TABEL........................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2. Sumber Data ................................................................................................... 2

II. PERKEMBANGAN TERNAK DI INDONESIA.............................................. 3


2.1. Road Map Skenario Pesimistic, Most Likely, dan Optimistic.................. 3
2.1.1. Strategi Pencapaian Sasaran Pada Berbagai Skenario................... 5
2.1.2. Kontribusi Kegiatan Terhadap Peningkatan Populasi dan
Produksi Daging................................................................................. 8
2.2. Target Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014........................... 11
2.2.1. Sasaran Swasembada Daging........................................................... 13
2.2.2. Swasembada Daging 2014 Butuh Rp4,9 Triliun............................. 13
2.2.3. Impor Daging di Pangkas.................................................................. 15
2.2.4. Kuota impor daging diubah.............................................................. 17
2.2.5. 70 % Kebutuhan Daging Sapi Terpenuhi........................................ 18
2.3. Sumber Bibit Sapi Potong Lokal .................................................................. 19
2.3.1. Sapi Bali................................................................................................ 20
2.3.2. Sapi Peranakan Ongole (PO)............................................................ 21
2.3.3. Sapi Perah ........................................................................................... 22
2.4. Standar Mutu Bibit Sapi Potong .................................................................. 24
2.4.1. Standar Nasional Indonesia Bibit sapi Bali (SNI 7355:2008)......... 26
2.4.2. Standar Nasional Indonesia Bibit sapi peranakan Ongole (PO)
(SNI 7356:2008).................................................................................... 29
2.5. Pakan Ternak................................................................................................... 32
2.5.1. Bahan Pakan Ternak Dikenai Bea Masuk....................................... 32

iii
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.5.2. Harga Bahan Baku Pakan Ternak .................................................... 34


2.5.3. Harga pakan ternak ............................................................................ 35
2.5.4. Proyeksi Kebutuhan Bahan Baku Pakan Ternak............................ 36
2.5.5. Proyeksi Kebutuhan Bahan Pakan Unggas Lokal Tahun 2012..... 37
2.6. SNI Pakan ternak ........................................................................................... 39
2.6.1. Pakan anak babi prasapih (pig prestarter) SNI 01-3911-2006....... 39
2.6.2. Pakan anak babi sapihan (pig starter) SNI 01-3912-2006.............. 44
2.6.3. Pakan anak puyuh (quail starter) SNI 01-3905-2006..................... 49
2.6.4. Pakan ayam ras petelur dara (layer grower) SNI 01-3928-
2006....................................................................................................... 54
2.6.5. Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) SNI
01-3931-2006........................................................................................ 58
2.6.6. Pakan Ayam Ras Petelur (Layer) SNI 01-3929-2006....................... 63
2.6.7. Pakan babi bunting – Bagian 1: Babi bunting (pregnant sow
ration) SNI 01-3915.1-2006................................................................. 68
2.6.8. Pakan babi menyusui – Bagian 2: Babi menyusui (lactating
sow ration) SNI 01-3915.2-2006........................................................ 73
2.6.9. Pakan babi pejantan (boar ration) SNI 01-3916-2006..................... 78
2.6.10. Pakan babi pembesaran (pig grower) SNI 01-3913-2006.............. 83
2.6.11. Pakan babi penggemukan (pig finisher) SNI 01-3914-2006......... 87
2.6.12. Pakan itik bertelur (duck layer) SNI 01-3910-2006........................ 92

III. DAFTAR PERATURAN....................................................................................... 98


3.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009
Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan............................................ 98
3.2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990
Tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam........................................ 135
3.3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000
Tentang Standardisasi Nasional................................................................. 137
3.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001
Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai....................................................................................... 147
3.5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12

iv
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tahun 2001 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena


Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai........................................................ 151
3.6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977
Tentang Usaha Peternakan......................................................................... 165
3.7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007
Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai........................................................ 170
3.8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 242/Kpts/OT.210/4/2003
Tentang Pendaftaran Dan Labelisasi Pakan Menteri Pertanian............ 176
3.9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2005 Tentang
Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk 2005-2010 Tahap Kedua......... 188
3.10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
36/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang Sistem Perbibitan Ternak
Nasional......................................................................................................... 197
3.11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
35/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang Pedoman Pelestarian Dan
Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak ............................................. 211
3.12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
50/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Pemeliharaan
Unggas Di Pemukiman............................................................................... 225
3.13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
44/Permentan/OT.140/5/2007 Tentang Pedoman Berlaboratorium
Veteriner Yang Baik (Good Veterinary Laboratory Practice)................ 233
3.14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/9/2007
Tentang Pedoman Pengawasan Mutu Pakan.......................................... 260
3.15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/OT.140/5/2008
Pedoman Penataan Kompartemen Dan Penataan Zona Usaha
Perunggasan.................................................................................................. 275
3.16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2008 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau
Kegiatan Pengolahan Daging..................................................................... 306

v
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 Tentang


Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Di Daerah............. 314
3.18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
19/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang Penetapan Dan Pelepasan
Rumpun Atau Galur Ternak....................................................................... 325
3.19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
07/Permentan/OT.140/1/2008 Tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemasukan Dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak Dan Ternak
Potong............................................................................................................ 339
3.20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.05/2009 Tentang
Kredit Usaha Pembibitan Sapi................................................................... 391
3.21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/4/2009
Tentang Syarat Dan Tatacara Pendaftaran Pakan................................... 399
3.22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
20/PERMENTAN/OT.140/4/2009 Tahun 2009 Tentang Pemasukan
Dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, Dan/Atau Jeroan
Dari Luar Negeri.......................................................................................... 320
3.23. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
40/PERMENTAN/PD.400/9/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Pembibitan Sapi................................................................... 446
3.24. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
13/PERMENTAN/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah
Potong Hewan Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat
Cutting Plant)................................................................................................. 458
3.25. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
16/PERMENTAN/OT.140/1/2010 Tentang Pedoman Identifikasi
Dan Pengawasan Ternak Ruminansia Besar............................................ 483
3.26. Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
19/Permentan/OT.140/2/2010 Tentang Pedoman Umum Program
Swasembada Daging Sapi 2014.................................................................. 496
3.27. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
21/PERMENTAN/OT.140/2/2010 Tentang Pemasukan Hewan
Babi Dan Produknya Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia...................................................................................... 545

vi
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.011/2011 Tentang


Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
110/PMK.010/2006 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang
Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor......................... 549
3.29. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor
57/KEP/BSN/5/2008 Tentang Penetapan 8 (Delapan) Standar
Nasional Indonesia....................................................................................... 566

***

DAFTAR TABEL

Tabel – 2.1a. Capaian persentase produksi domestik dan persentase


impor berdasarkan skenario Pesimistic, Most Likely, dan
Optimistic....................................................................................... 3
Tabel – 2.1b. Proyeksi perkembangan populasi, produksi, dan
konsumsi dari tahun 2009- 2014 dengan tiga skenario
berbeda (pesimistic, most likely, dan optimistic)..................... 5
Tabel - 2.1.1. Performans sapi potong pada Berbagai Skenario..................... 6
Tabel - 2.1.2a. Kontribusi Provinsi Terhadap Peningkatan Populasi............. 9
Tabel - 2.1.2.b. Kontribusi Provinsi Terhadap Peningkatan Produksi
Daging............................................................................................. 10
Tabel – 2.2a. Target Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014......... 12
Tabel – 2.2b. Target Swasembada daging sapi 2010-2014.............................. 13
Tabel - 2.2.3. Ketersediaan daging dan sumbernya ........................................ 16
Tabel - 2.2.4. Kuota daging impor dalam program swasembada................. 18
Tabel - 2.3.1. Sumber bibit sapi bali di indonesia............................................ 21
Tabel - 2.3.2a. Sumber Bibit Sapi PO di Indonesia............................................. 21
Tabel - 2.3.2b. Sumber Bibit Sapi Potong Lokal Lainnya Di Indonesia.......... 22

vii
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel - 2.3.3a. Populasi Sapi Perah di 10 Provinsi di Indonesia...................... 23


Tabel - 2.3.3b. Populasi Sapi Perah tiap provinsi di Indonesia........................ 24
Tabel - 2.4.1a. Persyaratan kuantitatif bibit sapi Bali betina............................ 28
Tabel– 2.4.1b. Persyaratan kuantitatif bibit sapi Bali jantan............................ 28
Tabel– 2.4.1c. Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen................... 29
Tabel– 2.4.2a. Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO betina............................. 31
Tabel– 2.4.2b. Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO jantan............................. 31
Tabel - 2.4.2b. Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen................... 32
Tabel – 2.5.1. Bahan baku pakan ternak yang dikenai BM 5%....................... 33
Tabel - 2.5.2. Harga Bahan Baku Pakan............................................................. 35
Tabel - 2.5.3. Harga Pakan................................................................................... 36
Tabek - 2.5.4. Proyeksi Kebutuhan Bahan Baku Pakan ternak ...................... 37
Tabel - 2.5.5. Proyeksi Kebutuhan Bahan Pakan Unggas Lokal Tahun
2017.................................................................................................. 38
Tabel - 2.6.1. Persyaratan mutu.......................................................................... 40
Tabel - 2.6.2. Persyaratan mutu.......................................................................... 45
Tabel - 2.6.3. Persyaratan mutu.......................................................................... 50
Tabel - 2.6.4. Persyaratan mutu.......................................................................... 55
Tabel - 2.6.5. Persyaratan mutu.......................................................................... 60
Tabel - 2.6.6. Persyaratan mutu.......................................................................... 65
Tabel - 2.6.7. Persyaratan mutu.......................................................................... 70
Tabel - 2.6.8. Persyaratan mutu.......................................................................... 75
Tabel - 2.6.9. Persyaratan mutu.......................................................................... 79
Tabel - 2.6.10. Persyaratan mutu.......................................................................... 84
Tabel - 2.6.11. Persyaratan mutu.......................................................................... 69
Tabel - 2.6.12. Persyaratan mutu.......................................................................... 94

***

viii
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB- I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia peternakan merupakan bagian dari salah satu komponen

pembangunan di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan

peternakan sebagai komponen revitalisasi pertanian di Indonesia. Tujuan

pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang

unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan peternak, pelesatarian lingkungan hidup serta

peningkatan devisa negara.

Kondisi peternakan di Indonesia mengalami pasang surut. Sejak terjadinya

krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, telah membawa dampak terpuruknya

perekonomian nasional, yang diikuti penurunan beberapa usaha peternakan.

Dampak krisis secara bertahap telah pulih kembali, mulai 1998-1999 pembangunan

peternakan menunjukkan peningkatan. Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari

hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan

2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada 2008 dan 296,4 Ttriliun pada 2009 atau

mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian

terhadap PDB Indonesia 2009 tumbuh dari 14,5% menjadi 15,3% sehingga sektor

pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB

setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Eksistensi peternakan

Indonesia dapat kita cermati dari 4 aspek, yaitu sumber daya manusia, sumber

daya alam, sumber daya modal dan kebijakan pemerintah.

1
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini tidak selamanya

berpihak pada peternak rakyat. Kebijakan impor yang mengalir deras membuat

peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang lebih

murah. Misalnya, hampir semua daging sapi yang ada dipasaran dalah daging

impor. Daging impor bisa lebih murah karena di negeri asalnya diberi subsidi yang

dapat menurunkan harga. Sedangkan pemerintah Indonesia tidak dapat

melakukan hal itu. Alih-alih subsidi, devisa negara saja terus menipis.

Produk peternakan seperti daging sapi masih dipenuhi dari impor (30%).

Sedangkan impor susu bahkan mencapai 70%. Adapun untuk produk

perunggasan yakni telur dan daging sudah bisa swasembada. Industri

perunggasan merupakan industri yang memiliki struktur industri kuat, dengan

didukung oleh industri pakan, bibit, sarana kesehatan ternak dan industri

budidaya yang telah mapan.

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan

tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian

yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak

berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Swasembada

daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan

terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan

mengembangkan potensi dalam negeri.

1.2. Sumber Data

Untuk melengkapi laporan ini, Biro Data mengumpulkan data dan

informasi dari berbagai sumber, diantaranya : Kementerian Pertanian, Direktorat

2
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan, Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia

dan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, dan sumber terkait lainnya.

***

3
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB – II

PERKEMBANGAN TERNAK DI INDONESIA

2.1. Road Map Skenario Pesimistic, Most Likely, dan Optimistic

Tidak ada yang bisa menjamin apakah swasembada daging sapi dapat

dicapai pada tahun 2014 karena adanya berbagai faktor yang menyelimuti usaha

peternakan sapi potong di Indonesia selama ini, seperti data populasi sapi dan

produksi daging yang kurang akurat. Oleh karena itu, tiga skenario yang disusun

di sini digunakan untuk mengilustrasikan tingkat keberhasilan program PSDS 2014.

Ketiga skenario tersebut adalah (a) pesimistic, dimana Indonesia hanya akan

mampu memenuhi 47.6% dari total kebutuhan sapi dan 52.4% dari total kebutuhan

daging; (b) most likely, dimana Indonesia telah mampu mengurangi impor sapi

dan daging sampai 10% saja; (c) optimistic, dimana Indonesia akan dapat

mengekspor sapi dan daging karena ada kelebihan 10% dari total kebutuhan di

dalam negeri. Perjalanan untuk mencapai tingkat keberhasilan berdasarkan tiga

skenario tersebut dari tahun ke tahun diilustrasikan pada Tabel 2.1a.

Tabel – 2.1a

Capaian persentase produksi domestik dan persentase impor berdasarkan

skenario Pesimistic, Most Likely, dan Optimistic

Produksi Domestik (%) Impor (%)


Tahun Most Most
Pesimistic Optimistic Pesimistic Optimistic
likely likely
2009 63.5 63.5 63.5 46.5 46.5 46.5
2010 52.1 70.2 78.9 47.9 29.8 21.1
2011 50.8 75.5 85.9 49.2 24.5 14.1
2012 49.6 80.5 92.9 50.4 19.5 7.1

3
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2013 48.6 85.3 100.9 51.4 14.7 - 0.9


2014 47.6 90.0 110.0 52.4 10.0 - 10.0

Tabel 2.1a tersebut mengilustrasikan bahwa untuk skenario pesimistic

tanpa upayaupaya terobosan (yaitu hanya melakukan kegiatan reguler saja),

produksi domestik akan mengalami penurunan sampai dengan 47,6% sehingga

akan membuat ketergantungan impor semakin meningkat. Untuk skenario most

likely (dapat memenuhi 90% kebutuhan dalam negeri) berbagai upaya

sebagaimana direncanakan dalam kegiatan pokok dan kegiatan operasional harus

dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Untuk skenario optimistic (dapat

melampaui kebutuhan daging di dalam negeri), berbagai upaya tambahan

kegiatan dan anggaran untuk melaksanakan program PSDS 2014 harus terjamin

keberlanjutannya. Ini tidak mudah tapi merupakan tantangan yang perlu

dipertimbangkan oleh bangsa Indonesia. Penjabaran lebih rinci mengenai capaian

pemenuhan produksi domestik dan pengurangan impor dari tahun ke tahun

digambarkan melalui perkembangan jumlah populasi sapi, produksi daging, dan

konsumsi daging secara nasional, seperti disajikan pada Tabel 2.1b.

Berdasarkan asumsi bahwa populasi sapi potong di Indonesia tahun 2009

adalah 12.610.100 ekor dan impor sapi bakalan sebanyak 580 ekor serta impor

daging sebanyak 72.800 ton, melalui berbagai kegiatan pokok dalam program

PSDS, maka pada tahun 2014 populasi sapi potong di Indonesia meningkat

menjadi 14.197.700 ekor (skenario pesimistic), 14.231.700 ekor (most likely), atau

14.423.000 ekor (optimistic) sedangkan impor sapi bakalan menjadi 687.460 ekor

(pesimistic), 85.400 ekor (most likely, atau 0 ekor (optimistic). Demikian juga untuk

impor dagingnya menjadi 121.850 kg (pesimistic), 15.380 kg (most likely), atau 0 kg

(optimistic).

4
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel 2.1a di atas menjelaskan bahwa untuk mencapai populasi skenario

most likely masih harus ada tambahan dari impor sapi bakalan yang setara dengan

15.4 ribu ton daging dan impor daging sebanyak 31,2 ribu ton. Untuk skenario

optimistic, Indonesia mampu mengekspor daging sebanyak 46,76 ribu ton (10%

dari produksi domestik).

Tabel - Tabel – 2.1b

Proyeksi perkembangan populasi, produksi, dan konsumsi dari tahun

2009- 2014 dengan tiga skenario berbeda (pesimistic, most likely, dan optimistic)
Produksi domestik Impor
Perkembangan Most Most
Pesimistic Optimistic Pesimistic Optimistic
Likely Likely
Tahun 2009
Populasi (000 ekor) 12.610,10 12.610,10 12,610.10 580,00 580,00 580,00
(…..ribu ton) 72,80 72,80 72,80
Produksi (000 ton) 250,80 250,80 2 50.80 70,00 70,00 70,00
Konsumsi (000 ton) 250,80 250,80 2 50.80 142,80 142,80 142,80
Tahun 2010
Populasi (000 ekor) 12.813,50 12.794,90 12,794.90 565,58 260,00 40,80
(…..ribu ton) 100,25 46,44 7,36
Produksi (000 ton) 209,96 282,90 317,90 92,90 73,76 77,84
Konsumsi (000 ton) 209,96 282,90 317,90 193,15 120,20 85,20
Tahun 2011
Populasi (000 ekor) 13,123,00 13,169.50 593,86 196,90 12,20
(…..ribu ton) 105,19 35,29 2,19
Produksi (000 ton) 215,61 316.10 358,50 100,70 67,21 57,44
Konsumsi (000 ton) 215,61 316.10 358,50 205,89 102,50 59,63
Tahun 2012
Populasi (000 ekor) 13.456,20 13.521,60 13.384,30 623,53 149,00 3,60
(…..ribu ton) 110,45 27,27 0,68
Produksi (000 ton) 215,61 349,70 403,40 108,30 57,43 30,32
Konsumsi (000 ton) 215,61 349,70 403,40 218,75 84,70 31,00
Tahun 2013
Populasi (000 ekor) 13.814,10 13.870,50 13.384,30 654,73 112 1,10
(…..ribu ton) 116,01 20,34 (0,28)
Produksi (000 ton) 218,81 384,20 454,20 115,70 45,96 (3,42)
Konsumsi (000 ton) 218,81 384,20 454,20 231,71 66,30 (3,70)
Tahun 2014
Populasi (000 ekor) 14.197.70 14.231.70 14.423,00 687,46 85,40 -
(…..ribu ton) 121,85 15,38 -
Produksi (000 ton) 222.28 420,40 513,80 122,90 31,22 (46,80)
Konsumsi (000 ton) 222.28 420,40 513,80 244,75 46,60 (46,80)
Keterangan : (....) populasi setara produksi daging

5
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.1.1. Strategi Pencapaian Sasaran Pada Berbagai Skenario.

Angka-angka perkembangan populasi sapi dan produksi dagingnya dari

tahun 2009-2014 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.1a didasarkan pada

parameter teknis seperti tingkat kelahiran ternak, tingkat kematian ternak, calving

interval, impor bibit, kelahiran hasil IB, kelahiran hasil InKA, berat karkas sapi

hasil IB dan hasil InKA, penanggulangan gangguan reproduksi, penyelamatan

betina produktif, dan penanganan penyakit hewan. Angka atau nilai untuk setiap

parameter tersebut berbeda, yang tergantung pada skenario yang digunakan.

Secara lengkap, kinerja/performans sapi berdasarkan parameter tersebut di atas

disajikan pada Tabel 2.1.1.

Tabel - 2.1.1.

Performans sapi potong pada Berbagai Skenario

Kinerja sapi berdasar skenario


Parameter teknis
Pesimistic Most Likely Optimistic
Kelahiran (%) 20.0 23.6 28.5
Kematian (%) 1.4 1.4 1.4
Calving Interval (bln) 21.0 17.5 15.0
Impor bibit (e) 5,000.0 5,000.0 50,000.0
Kelahiran IB ( 000e) 886.4 1,599.5 1,599.5
Kelahiran INKA (000 e) 1,003.8 1,179.7 1,562.2
Berat karkas INKA (e/kg) 114.6 139.1 164.5
Berat karkas IB (e/kg) 222.2 226.0 240.9
Gangguan reproduksi (000e) 100.0 200.0 400.0
Penyelamatan Betina Produktif 150.0 250.0
(000e)
Penanggulangan penyakit (000e) 1,100.0 1,200.0 1,400.0
Regulasi Pengaturan Pengaturan Pengaturan bibit
bibit, Pengaturan bibit, Pengaturan ternak
tata niaga dan tata niaga dan Pengaturan tata
importasi ternak importasi ternak niaga dan
importasi ternak

6
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Strategi untuk skenario Pesimistic.

Pada skenario pesimistic ini, sebenarnya tidak ada upaya khusus yang

bersifat terobosan tetapi hanya melaksanakan kegiatan reguler yang biayanya

sepenuhnya dari APBN reguler. Oleh karena itu, peningkatan populasi dan

produktivitas sapi tidak optimal.

2. Strategi untuk skenario Most Likely.

Pada skenario ini, diperlukan upaya khusus yang bersifat terobosan dalam

rangka meningkatkan produksi dan produktivitas ternak, menerbitkan regulasi

yang kondusif dan menerapkan sistem perkarantinaan yang kuat. Langkah yang

dilakukan untuk mencapai swasembada daging adalah semua kegiatan pokok dan

kegiatan operasional sebagaimana dijelaskan dalam Kerangka Pikir (Bab III) yang

terdiri atas lima kegiatan pokok dan 13 kegiatan operasional. Melalui 13 (tiga belas)

kegiatan operasional itu diharapkan terjadi peningkatan berat badan hidup sapi

siap potong sampai mencapai 800 kg, peningkatan berat lahir anak sapi baik

melalui IB maupun kawin alam sehingga berat karkasnya mencapai 226 kg, dan

seterusnya. Untuk ini diperlukan intervensi pemerintah dalam berbagai bentuk

pemberian insentif khusus kepada para pelaku usaha peternakan sapi.

3. Strategi untuk skenario optimistic.

Pada skenario optimistic ini, pada dasarnya strategi yang digunakan adalah

menjalankan semua kegiatan pokok dan kegiatan operasional seperti pada

skenario most likely namun dengan tambahan program yang mempercepat

perkembangan usaha peternakan mulai dari hulu, on farm (budidaya), maupun

hilir. Tambahan program diantaranya mencakup penyediaan kredit berbunga

7
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

murah atau subsidi bunga atau berbagai insentif yang membuat usaha peternakan

sapi menjadi semakin kondusif. Secara skematis gambaran dari ketiga skenario

tersebut disajikan pada Gambar 7.

Gambar - 2.1.1.

Grafik Capaian swasembada daging sapi dari berbagai skenario.

Keterangan :
E0 = Titik skenario most likely, karena seluruh produksi dalam negeri dipakai untuk
konsumsi dan terjadi impor 10%.
E1 = Titik skenario pesimistic, karena suplay domestik hanya 50% dan impor 50%.
E2 = Titik skenario optimistic, karena suplay domestik melebihi konsumsi dan dapat diekspor
kurang lebih 10%.

8
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.1.2.. Kontribusi Kegiatan Terhadap Peningkatan Populasi dan Produksi

Daging

Untuk mengilustrasikan besar kecilnya kontribusi setiap provinsi terhadap

peningkatan populasi dalam rangka pencapaian program PSDS 2014 atas

kinerjanya melaksanakan semua kegiatan pokok dan kegiatan operasional,

skenario yang digunakan dalam memprediksinya adalah most likely. Berdasarkan

parameter teknis seperti disajikan pada Tabel 2.1.1, maka prediksi peningkatan

populasi dari tahun 2010 sampai dengan 2014 disajikan pada Tabel 2.1.2a

sedangkan prediksi peningkatan produksi daging dari tahun 2010 sampai dengan

2014 disajikan pada Tabel 2.1.2b.

Berbagai kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan populasi ternak

dan peningkatan produksi daging adalah peningkatan jumlah akseptor IB dan

akseptor kawin alam; peningkatan kualitas kegiatan Sarjana Masuk Desa (SMD),

penerapan pola integrasi tanaman secara masif, pengadaan dan pengefektifan

padang penggembalaan, pembibitan pola Insitu dan exsitu dan penambahan

jumlah bibit sapi. Selain itu, berbagai kegiatan lain seperti tunda potong,

pengembangan usaha agribisnis, revitalisasi RPH, peningkatan pelayanan

kesehatan hewan, dan lain lain juga diprediksi memberikan kontribusi yang tidak

kecil. Dari semua kegiatan tersebut, diprediksi bahwa penambahan akseptor IB

dan INKA akan memiliki kontribusi terbesar dibanding kegiatan lainnya.

Tabel - 2.1.2a

Kontribusi Provinsi Terhadap Peningkatan Populasi

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

1 NAD 34,123 41,048 47,982 55,149 62,762


2 Sumut 20,664 24,859 29,058 33,398 38,008
3 Sumbar 25,009 30,084 35,166 40,419 45,999

9
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4 Riau 8,580 10,322 12,065 13,867 15,781


5 Jambi 7,933 9,543 11,155 12,821 14,591
6 Sumsel 17,900 21,533 25,170 28,929 32,923
7 Bengkulu 4 ,962 5,969 6,977 8 ,019 9,126
8 Lampung 22,649 27,246 31,848 36,605 41,659
9 DKI Jakarta - - - - -
10 Jabar 8,956 10,774 12,594 14,475 16,473
11 Jateng 43,697 52,566 61,445 70,623 80,373
12 DI Yogyakarta 8,179 9,840 11,502 13,220 15,045
13 Jatim 102,571 123,389 144,232 165,775 188,660
14 Bali 20,244 24,353 28,466 32,718 37,235
15 NTB 29,067 34,967 40,873 46,978 53,464
16 NTT 43,668 52,532 61,405 70,577 80,320
17 Kalbar 8,945 10,760 12,578 14,456 16,452
18 Kalteng 3,681 4,428 5,176 5,949 6,770
19 Kalsel 11,211 13,487 15,765 18,119 20,621
20 Kaltim 6,856 8,247 9,640 11,080 12,609
21 Sulut 8,249 9,924 11,600 13,333 15,173
22 Sulteng 15,526 18,678 21,833 25,093 28,558
23 Sulsel 37,434 45,032 52,638 60,500 68,853
24 Sultra 18,075 21,743 25,416 29,212 33,245
25 Maluku 5,685 6,839 7,994 9,188 10,456
26 Papua 4,269 5,136 6,003 6,900 7,852
27 Babel 714 859 1,004 1,154 1,313
28 Banten 3,230 3,885 4,542 5,220 5,941

Lanjutan Tabel – 2.1.2a

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

29 Gorontalo 12,119 14,579 17,041 19,587 22,291


30 Malut 3,921 4,716 5,513 6,336 7,211
31 Kepri 601 723 845 971 1,106
32 Papua Barat 2,688 3,233 3,780 4,344 4,944
33 Sulbar 7,476 8,994 10,513 12,083 13,752
Jumlah 548,880 660,285 771,817 887,098 1,009,565

Tabel - 2.1.2.b

Kontribusi Provinsi Terhadap Peningkatan Produksi Daging

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

10
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1 NAD 4,539 6,432 8,334 10,284 12,315


2 Sumut 2,749 3,895 5,047 6,228 7,458
3 Sumbar 3,327 4,714 6,108 7,537 9,026
4 Riau 1,141 1,617 2,096 2,586 3,097
5 Jambi 1,055 1,495 1,938 2,391 2,863
6 Sumsel 2,381 3,374 4,372 5,395 6,460
7 Bengkulu 660 935 1,212 1,495 1,791
8 Lampung 3,013 4,269 5,532 6,826 8,174
9 DKI Jakarta - - - - -
10 Jabar 1,191 1,688 2,188 2,699 3,232
11 Jateng 5,813 8,237 10,673 13,170 15,771
12 DI Yogyakarta 1,088 1,542 1,998 2,465 2,952
13 Jatim 13,645 19,334 25,053 30,914 37,019
14 Bali 2,693 3,816 4,945 6,101 7,306
15 NTB 3,867 5,479 7,100 8,761 10,491
16 NTT 5,809 8,231 10,666 13,161 15,760
17 Kalbar 1,190 1,686 2,185 2,696 3,228
18 Kalteng 490 694 899 1,109 1,328
19 Kalsel 1,491 2,113 2,738 3,379 4,046
20 Kaltim 912 1,292 1,674 2,066 2,474
21 Sulut 1,097 1,555 2,015 2,486 2,977
22 Sulteng 2,066 2,927 3,792 4,679 5,604
23 Sulsel 4,980 7,056 9,143 11,282 13,510
24 Sultra 2,405 3,407 4,415 5,447 6,523
25 Maluku 756 1,072 1,389 1,713 2,052
26 Papua 568 805 1,043 1,287 1,541
27 Babel 95 135 174 215 258
28 Banten 430 609 789 973 1,166
29 Gorontalo 1,612 2,284 2,960 3,652 4,374

Lanjutan Tabel - 2.1.2.b

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

30 Malut 522 739 958 1,182 1,415


31 Kepri 80 113 147 181 217
32 Papua Barat 358 507 657 810 970
33 Sulbar 995 1,409 1,826 2,253 2,698
Jumlah 73,019 103,463 134,064 165,425 198,096
Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan

2.2. Target Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014

11
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kementerian Pertanian membutuhkan tambahan alokasi anggaran Rp10,65

triliun dalam lima tahun ke depan untuk menjalankan program swasembada

daging sapi 2014. Dalam cetak biru Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014

terungkap bahwa dengan tambahan anggaran Rp10,65 triliun yang bersumber dari

dana APBN dan APBD, Kementerian Pertanian akan mampu meningkatkan

populasi sapi pada tahun 2014 sebanyak 14,23 juta ekor dari populasi pada tahun

2009 sebanyak 12,61 juta ekor. Dengan meningkatnya populasi sapi, diharapkan

produksi daging bisa naik dari 250.800 ton pada 2009 menjadi 420.400 ton di tahun

2014.

Dalam cetak biru PSDS disebutkan, program pokok yang akan dijalankan

pemerintah meliputi penyediaan bakalan dan daging sapi lokal, peningkatan

produktivitas dan reproduksi ternak sapi lokal, pencegahan pemotongan sapi

betina produktif, penyediaan bibit sapi lokal, serta pengaturan stok daging sapi

dalam negeri.

Ketersediaan anggaran merupakan penentu utama keberhasilan program

swasembaada daging sapi pada tahun 2014. Dalam periode 2010-2014 dibutuhkan

dana sebesar Rp17,4 triliun atau rata-rata Rp3,5 triliun per tahun. Sedangkan

Kementerian Pertanian hanya menyediakan dana sebesar Rp 575,29 milyar. Dana

Rp17,4 triliun tersebut untuk meningkatkan populasi sapi, dari saat ini 12,6 juta

ekor menjadi 14,23 juta ekor pada tahun 2014. Sedangkan produksi daging sapi

diharapkan mencapai 420.000 ton pada tahun 2014.

Tabel – 2.2a

Target Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014

Impor (90%)
Penyediaan daging sapi
Tahun Sapi bakalan
produksi lokal (10%) Daging
setara daging

12
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2010 282,9 rb ton 46,3 rb ton 73,7 rb ton


2011 316,3 rb ton 35,2 rb ton 67,2 rb ton
2012 349,6 rb ton 26,7 rb ton 57,9 rb ton
2013 384,2 rb ton 20,3 rb ton 45,9 rb ton
2014 420,3 rb ton 15,4 rb ton 31,2 rb ton
Sumber : Rodmap Program Swasembada Daging Sapi 2014

Blueprint yang dijadikan pegangan untuk pelaksanaan PSDS tahun 2014

masih belum diyakini sebagai suatu acuan yang mantap. Dalam blueprint PSDS,

2010 ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan daging, impor sapi bakalan hidup

direncanakan 290.000 ekor, dan dalam bentuk daging dan jeroan sebanyak 73.000

ton. Namun baru sampai pertengahan tahun 2010 pemerintah sudah

merubah/merevisi ketetapan impor sapi bakalan hidup menjadi 450.000 ekor.

Pengusaha penggemukkan sapi juga merasa kekurangan stok sapi, sehingga minta

pemerintah supaya jatah impor sapi hidup pada 2011 bisa diimpor pada 2010.

Pasar daging sapi dalam negeri masih terbuka luas. Pengusaha penggemukkan

sapi berkeinginan pemerintah menggunakan data tahun 2008 sebagai acuan

kebijakan impor sapi. Pada tahun 2008 jumlah impor sapi bakalan hidup sebanyak

650.000 ekor. Kemudian pada tahun 2009 impor sapi bakalan hidup naik mencapai

768.000 ekor.

Tekad pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging sapi

merupakan langkah yang sudah on the right track dan harus didukung sepenuhnya

karena terkait dengan ketahanan dan kedaulatan pangan. Sebelumnya di tahun

2005 Menteri Pertanian mencanangkan program swasembada daging sapi tahun

2010. Dalam perjalanannya, setahun sebelum waktu pencapaian target

swasembada daging sapi di tahun 2010, Kementerian Pertanian menggeser

program swasembada daging sapi ke tahun 2014.

Tabel – 2.2b

13
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Target Swasembada daging sapi 2010-2014

Tahun Volume (ton)

2010 410.000
2011 440.000
2012 470.000
2013 500.000
2014 550.000
Sumber : Kementerian Pertanian

2.2.1. Sasaran Swasembada Daging

1. Meningkatnya populasi sapi potong menjadi 14,2 juta ekor tahun 2014

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 12,48%.

2. Meningkatnya produksi daging dalam negeri sebesar 420,3 ribu ton pada

tahun 2014 atau meningkat 10,4% setiap tahunnya.

3. Tercapaianya penurunan impor sapi dan daging sehingga hanya mencapai

10% dari kebutuhan konsumsi masyarakat.

4. Bertambahnya penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari pertambahan

populasi dan produksi ternak sebesar 76 ribu orang/tahun.

5. Meningkatnya pendapatan peternak sapi potong minimal setara dengan

UMR masing-masing propinsi

2.2.2. Swasembada Daging 2014 Butuh Rp4,9 Triliun

Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Pemerintah

membutuhkan biaya sebesar Rp4,9 triliun untuk mencapai target swasembada

daging pada 2014, jika pemerintah ingin mencapai target mengadakan 750.000 ekor

sapi. Dalam perhitungan untuk mencapai berat 330 kg saja membutuhkan dana

14
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

tambahan sebesar Rp6,5 juta per ekor. Butuh waktu selama 28 bulan agar sapi

mencapai berat 330 kg. dengan biaya pakan per hari sekitar Rp20.000.

Pemerintah merencanakan mendatangkan 500.000 ekor sapi dan

mengimpor 50.000 ton daging sapi yang setara dengan 250.000 ekor sapi, sehingga

total target swasembada sapi pemerintah pada 2014 adalah 750.000 ekor sapi.

Populasi ternak sapi saat ini sekitar 12,7 juta ekor per tahun, sedangkan kebutuhan

nasional sekitar 13,2 juta ekor, sehingga untuk menutupi kekurangan itu harus

impor.

Sedangkan menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan

Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano, pembatasan terhadap daging impor perlu

diperketat. Pasalnya, bila daging impor menyerbu pasar dalam negeri, otomatis

harga daging stabil dan program swasembada daging terancam gagal.

Pada 2010 lalu, jumlah impor daging mencapai 120.000 ton melampaui

target yang dipatok pemerintah sebanyak 76.000 ton. Hal ini menurut Joni bisa

membahayakan peternak sapi lokal yang terpaksa menurunkan harga. Joni

menguraikan dari tahun ke tahun jumlah impor daging sapi semakin merosot.

Berdasarkan data Afpindo, pada 2008 Afpindo mengimpor sapi sebesar

642.000 ekor atau bila didagingkan setara 115.600 ton, sementara jumlah daging

impor mencapai 925.000 ton. Pada tahun 2009 impor sapi mencapai 765.000 ekor

atau setara 137.000 ton daging, sementara impor daging mencapai 119.000 ton. Di

tahun 2010 impor sapi mengalami penurunan menjadi 521.000 ton sementara

daging impor mencapai 110.000 ton.

15
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sekarang daging impor tidak memiliki nilai yang signifikan akibat

mengelembungnya impor daging. Padahal sapi impor itu memiliki nilai lebih

seperti membutuhkan pengemukan selama 60 hari. Saat ini kapasitas kandang

yang dimiliki seluruh anggota Afpindo sebesar 1,3 juta ekor sapi per tahun.

Sementara kebutuhan daging indonesia 2011 mencapai 56.000 ton. Dirjen

peternakan mengalokasikan pasokan daging dalam negeri sebesar 316.000 ton dan

impor sebesar 150.000 ton. Afpindo berencana mengimpor sapi tahun ini sebesar

645.000 ton atau setara 116.000 ton daging dan impor daging ditargetkan sebesar

74.000 ton.

2.2.3. Impor Daging di Pangkas

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menetapkan rencana alokasi

impor daging dan jeroan sapi 2011 hanya sebanyak 50.000 ton. Volume daging dan

jeroan impor ini sekitar 70.000 ton lebih rendah dari realisasi pada 2010 sebesar

120.000 ton. Tidak hanya alokasi impor daging dan jeroan yang dipangkas, impor

sapi bakalan juga ditekan menjadi 500.000 ekor.

Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia

(Apfindo) Joni Liano, pihaknya menghitung konsumsi per kapita daging sapi 2011

diproyeksikan 2,10 kilogram per tahun. Ada kenaikan 0,01 kilogram dari konsumsi

tahun 2010. Mengacu hal itu, kebutuhan daging dan jeroan sapi 2011 adalah

506.653 ton atau naik dari 496.780 ton tahun 2010.

Produksi daging dalam negeri pada 2011 mengacu data Program

Swasembada Daging Sapi 2014 hanya 316.100 ton. Dengan impor yang lebih kecil,

tahun ini diperkirakan akan defisit kebutuhan daging dan jeroan 190.553 ton.

16
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bila 2011 pemerintah hanya mengalokasikan impor sapi bakalan 500.000

ton dan daging beku 50.000 ton, akan menekan defisit pasokan menjadi 50.553 ton.

Defisit ini setara dengan 361.093 ekor sapi lokal (setara 140 kg per ekor) atau

280.850 sapi eks impor (setara 180 kg per ekor). Kebutuhan daging menutupi

defisit 2011 idealnya 645.833 ekor setara sapi bakalan dan 74.303 ton impor daging.

Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Prabowo Respatiyo

Caturroso pada 30 Desember 2010 menerbitkan Surat Edaran No 30018/2010

tentang Pemasukan Sapi Impor 2011. Surat ini untuk 24 perusahaan importir di

tujuh provinsi.

Selain menetapkan rencana alokasi impor sapi bakalan dan daging, surat itu

juga mewajibkan importir membeli sapi lokal sebanyak 10 persen dari total barang

yang diimpor. Perusahaan impor sapi juga wajib melakukan masa karantina 14

hari, menggemukkan sapi minimal 60 hari, dan setiap siklus penggemukan

dialokasikan sepertiga dari kapasitas kandang.

Menurut Direktur Budidaya Ternak pada Direktorat Jenderal Peternakan

Riwantoro, kebijakan mewajibkan menyerap sapi lokal untuk penggemukan

memiliki semangat agar memiliki nilai tambah bagi peternak sapi lokal untuk

memelihara sapi.

Tabel - 2.2.3.

Ketersediaan daging dan sumbernya

(ton)

2007 2008 2009 2010

Sapi Lokal 210,8 233,60 250,80 282,90

17
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sapi eks Penggemukan 89,34 115,60 137,78 93,78


Impor Daging 78,06 92,49 111,97 119,04
Total Volume 378,2 441,69 500,50 495,75
Sumber:Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia, Permentan No.
19/Permentan/OT.140/2/2010

2.2.4. Kuota impor daging diubah

Dalam Cetak Biru Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 yang

kajiannya melibatkan berbagai pihak, Kementerian Pertanian menetapkan impor

daging selama 2011 mencapai 67.000 ton. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan

Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum

Program Swasembada Daging Sapi 2014. Sementara Ditjen Peternakan dan

Kesehatan Hewan menetapkan rencana alokasi ternak diimpor sapi 2011 mencapai

500.000 ekor per tahun, sedangkan alokasi daging beku yang diperbolehkan untuk

diimpor hanya 50.000 ton per tahun.

Jika volume impor daging 2011 sekitar 50.000 ton, tidak mencukupi,

membuat industri pengolahan kekurangan bahan baku. Industri pengolahan

mengusulkan kuota impor daging 2011 mencapai 100.000 ton, tetapi pemerintah

baru menghitung angka 90.000 ton. Angka tersebut berdasarkan fakta di lapangan,

selama 3 tahun, sejak 2008 sampai 2010, angka realisasi impor daging selalu

meningkat. Pada 2008, realisasi impor daging sebesar 90.000 ton, 2009 sebesar

110.000 ton, dan 2010 menjadi 119.000 ton.

Peningkatan angka impor ini karena kebutuhan daging dalam negeri

melonjak. Konsumsi terbesar terjadi ditiga provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat,

18
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dan Banten. Selama ini, pasokan daging untuk tiga wilayah tersebut dipasok dari

Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta.

Pada periode 1990-2009, impor sapi bakalan hanya 39,8% dari jumlah

kebutuhan konsumsi, sedangkan pada 2009-2010 mencapai 30,7%. Pemerintah

akan terus menurunkan sesuai targer-target yang telah ditetapkan dalam blue

print yaitu 90% produksi lokal atau 420.300 ekor dan impor sapi bakalan setara

daging 15.400 ton serta daging atau jeroan 31.200 ton atau 10% pada 2014.

Tabel – 2.2.4.

Kuota daging impor dalam program swasembada

Tahun Volume (ton)

2010 73.700
2011 67.200
2012 57.900
2013 45.900
2014 31.200
Sumber : Cetak biru Program Swasembada Daging Sapi 2014

2.2.5. 70 % Kebutuhan Daging Sapi Terpenuhi

Menurut Menteri Pertanian Suswono, produksi sapi dan daging sapi

nasional mampu memenuhi 70 persen kebutuhan dalam negeri. Data 2010

mencatat, jumlah sapi bakalan dalam negeri mencapai sekitar 450.000 ekor,

sedangkan produksi daging sapi sekitar 70.000 ton. Kemungkinan pemerintah

masih mempertahankan target impor sebanyak 30 persen untuk memenuhi

kebutuhan daging sapi nasional. Pemerintah pasti akan berusaha menurunkan

jumlah impor sapi. Hal itu sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai

swasembada ternak pada 2014.

19
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Untuk mengetahui secara pasti kemampuan produksi dalam negeri,

Pemerintah berencana mengadakan sensus ternak, sehingga pemerintah bisa

menentukan angka impor. Sensus ternak akan dilakukan bersama Badan Pusat

Statistik. Sensus nasional itu kemungkinan akan berlangsung setelah

penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Pertanian dan Badan

Pusat Statistik pada Maret 2011. Juga berniat untuk meningkatkan produksi sapi

dalam negeri dan hewan ternak yang lain guna mencapai swasembada ternak pada

2014. Berdasar ketentuan, swasembada ternak bisa tercapai jika produksi ternak

dalam negeri mencapai 90 persen dari total kebutuhan nasional.

2.3. Sumber Bibit Sapi Potong Lokal

Di Indonesia terdapat beberapa jenis sapi lokal yang telah beradaptasi

baik dengan lingkungan setempat dan telah secara turun-temurun dipelihara

dan diusahakan oleh para peternak. Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di

Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Masing-

masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran

tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).

Jenis atau rumpun sapi lokal tersebut terdiri dari sapi Bali, Peranakan

Ongole (PO), Sumba Ongole (SO), Madura dan Aceh. Keberadaan sapi potong

lokal tersebar di hampir semua wilayah Indonesia. Wilayah yang memiliki potensi

pakan memadai dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang mendukung,

merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi sebagai sumber bibit sapi potong

lokal.

Gambar – 2.3

20
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sumber Bibit Sapi Potong Lokal di Indonesia

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010

2.3.1. Sapi Bali

Sapi Bali adalah sapi hasil domestikasi dari banteng asli Indonesia yang

mempunyai keunggulan dalam daya reproduksi, daya adaptasi dan persentase

karkas yang tinggi. Sapi Bali memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh sapi dari

bangsa lainnya dan merupakan sumber daya genetik asli Indonesia. Sapi Bali berat

badannya mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%.

Ciri yang paling khas dari sapi Bali adalah warna bulunya yang berwarna

merah bata. Pada sapi jantan, warna merah bata akan berubah menjadi kehitaman

seiring dengan bertambahnya umur dan mulai terjadi pada umur 12-18 bulan.

Tetapi perubahan warna ini tidak akan terjadi pada sapi jantan yang dikastrasi.

Ciri lainnya adalah warna putih pada empat kaki bagian bawah, mulai dari

daerah tarsus atau carpus ke bawah. Warna putih juga terdapat pada daerah

21
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pantat, bibir atas dan bibir bawah. Pada betina, di daerah punggung terdapat garis

belut berwarna hitam. Warna hitam terdapat pula pada bagian ekor dan tanduk,

Tanduk berbentuk runcing dan melengkung ke arah tengah. Sapi Bali dengan

segala keunggulannya merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

program swasembada daging sapi di Indonesia.

Sapi Bali tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia, namun

demikian terdapat 11 provinsi yang memiliki potensi sebagai sumber bibit dengan

rata-rata populasi di atas 90.000 ekor dan pertumbuhan populasi sebesar 2,8– 5,9%.

Tabel – 2.3.1

Sumber bibit sapi bali di indonesia

No Provinsi Populasi (ekor) Pertumbuhan


1 Sulawesi Selatan 708.895 4,9
2 Bali 668.065 5,5
3 NTT 504.952 5,5
4. NTB 491.939 5,9
5. Sumatera Selatan 270.660 2,8
6. Sulawesi Utara 236.875 4,9
7. Gorontalo 138.891 4,8
8. Kalimantan Selatan 138.488 3,3
9. Sulawesi Tengah 102.293 4,8
10. Sulawesi Barat 92.068 3,7
11. Lampung 91.640 3,6
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010

22
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.3.2. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Jenis sapi lokal Peranakan Ongole (PO) terdapat di delapan propinsi,

sebagai sumber bibit dengan populasi 75-778 ribu ekor dengan pertumbuhan

populasi 2,8-6,5% antara lain berurutan dari yang tertinggi yaitu Propinsi Jawa

Timur. Populasi Sapi Peranakan Ongole selengkapnya pada tebel berikut,

Tabel – 2.3.2a

Sumber Bibit Sapi PO di Indonesia

Pertumbuhan
No Provinsi Populasi (ekor)
(%)
1 Jawa Timur 778.425 5,5
2 Jawa Tengah 602.418 5,5
3 Lampung 278.683 4,4
4. Sumatera Sealatan 166.861 2,8
5. Sumatera Utara 115.565 2,8
6. Sulawesi Tengah 101.279 5,1
7. Sulawesi Utara 86.516 6,5
8. Jawa Barat 75.410 3,9
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2010
Selain sapi Bali dan PO adalah sapi Aceh, Pesisir, Madura dan Sumba

Ongole (SO) dengan populasi berurutan ; 586.000 ;146.000 ; 437.000 dan 51.000 ekor

dengan pertumbuhan populasi berurutan ; 4,4 % ;3,7 % ;5,9 % dan 5,2 %.

Populasi Sapi Aceh, hanya terdapat di Propinsi Aceh, begitu pula populasi

Sapi Madura hanya terdapat pula di Madura. Sapi Pesisir populasinya banyak

terdapat di Provinsi Sumatera barat, sedangkan populasi Sapi SO banyak

dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur.

Tabel - 2.3.2b

23
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sumber Bibit Sapi Potong Lokal Lainnya Di Indonesia

Populasi Pertumbuhan
No Rumpun
(ekor) (%)
1 Sapi Aceh 586.196 4,4
2 Sapi Pesisir 146.018 3,7
3 Sapi Madura 436.757 5,9
4 Sapi SO 50.567 5,2
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

2.3.3. Sapi Perah

Guna mendorong angka konsumsi susu segar masyarakat Indonesia,

Pemerintah menargetkan peningkatan populasi sapi perah sebanyak 200.000 ekor

per tahun. Menurut Menteri Pertanian Suswono, rendahnya populasi sapi perah

menjadi penyebab Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan susu nasional.

Jumlah sapi perah yang ada sampai saat ini sekitar 408 ribu ekor.

Pemerintah saat ini masih mengimpor 74% susu untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri. Produksi susu nasional hanya 536.900ton per tahun atau

26% dari total kebutuhan susu dalam negeri. Rata-rata kepemilikan sapi perah per

keluarga peternak saat ini hanya 2-4 ekor sapi.

Tingkat konsumsi susu masyarakat mencapai 10,47 liter per kapita per

tahun. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan Malaysia 27 liter per kapita

per tahun, Jepang 37,8 liter per kapita per tahun dan Belanda 122,9 liter per kapita

per tahun.

Upaya peningkatan populasi sapi perah hanya tumbuh 2,5% per tahun.

Dari total populasi sapi perah yang ada, sebanyak 98 persen terkonsentrasi di

24
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pulau Jawa; seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan DKI

Jakarta.

Dari sepuluh propinsi, tiga provinsi memiliki populasi sapi perah terbanyak,

di pososi pertama Jawa Timur dengan populasi sapi perah mencapai 141.199 ekor,
di posisi kedua Jawa Tengah 134.060 ekor dan Jawa Barat 117.060 ekor. Sedangkan

populasi sapi perah paling sedikit berada di Provinsi Lampung hanya 246 ekor sapi

perah.

Tabel - 2.3.3a.

Populasi Sapi Perah di 10 Provinsi di Indonesia

No Provinsi Populasi (ekor)

1 Sumatera Utara 2.093


2 Sumatera Barat 713
3 Bengkulu 246
4. Lampung 266
5. DKI Jakarta 3.710
6. Jawa Barat 117.060
7. Jawa Tengah 134.060
8. DI Yigayakarta 6.102
9. Jawa Timur 141.199
10. Sulawesi Selatan 1.784
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Tabel - 2.3.3b.

Populasi Sapi Perah tiap provinsi di Indonesia

No Provinsi Populasi (ekor)

1 Nanggroe Aceh Darusalam 23


2 Sumatera Utara 2.093

25
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3 Sumatera Barat 713


4 Sumatera Selatan 109
5 Bengkulu 246
6 Lampung 266
7 DKI Jakarta 3.710
8 Jawa Barat 117.060
9 Jawa Tengah 134.060
10 DI. Yogyakarta 6.102
11 Jawa Timur 141.199
12. Bali 105
13 Kalimantan Barat 31
14. Kalimantan Selatan 135
15. Sulawesi Selatan 1.784
16. Papua 30
17. Bangka Belitung 82
18. Banten 7
19. Gorontalo 12.
Jumlah 407.767
Sumber : Ditjen Peternakan

2.4. Standar Mutu Bibit Sapi Potong

Standar Mutu Bibit Sapi Potong merupakan bagian dari penyediaan bibit

atau induk yang termasuk dalam Program Percepatan Pencapaian Swasembada

Daging Sapi, dimaksudkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan penyediaan bibit

yang bermutu baik sekaligus peningkatan penyediaan daging yang berkualitas

dalam rangka percepatan pencapaian swasembada daging sapi.

Permintaan daging sapi semakin hari semakin meningkat sejalan

peningkatan jumlah penduduk sekitar 1,15% per tahun dan perbaikan ekonomi

dengan peningkatan pendapatan per kapita 4,85% per tahun. Sedangkan

ketersediaan daging saat ini baru 73,22% dari permintaan atau 281.929 ton (2008),

untuk kekurangannya sebesar 26,78% dipenuhi dari impor.

Upaya untuk meningkatkan keseimbangan penyediaan dan kebutuhan

daging, sangat tergantung pada ketersediaan bibit ternak yang berkualitas. Oleh

26
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

karena itu tuntutan masyarakat dalam mempercepat pembangunan perbibitan di

Indonesia dalam upaya mendukung program percepatan pencapaian swasembada

daging sapi 2010 perlu dilakukan tindakan nyata yaitu memperhatikan Standar

Mutu Bibit Sapi Potong sebagai persyaratan mutu perbibitan ternak.

Untuk Standar mutu bibit sapi potong mengacu pada Standar Nasional

Indonesia (SNI) yang diberlakukan pada bibit sapi potong yang telah

direkomendasikan oleh Badan Standarisasi Nasional yaitu SNI bibit Sapi Bali (SNI

7355 : 2008) dan SNI bibit Sapi Peranakan Ongole /PO (SNI 7358 : 2008). Standar

mutu bibit ini dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu

(quality assurance) atas bibit ternak tersebut. Standar mutu bibit ini menetapkan

persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi.

Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : Bibit Dasar

(Foundation Stock = FS), Bibit Induk (Breeding Stock = BS) dan Bibit Sebar

(Commercial Stock = CS). Standar ini hanya berlaku terbatas untuk bibit sebar.

Bibit sebar yaitu bibit yang diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

(proses pengembangan bibit dasar dan bibit yang mempunyai silsilah untuk

menghasilkan bibit sebar).

Sapi Bali dan sapi Peranakan Ongole/PO merupakan salah satu bangsa sapi

potong yang memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan daging.

Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar atau Banteng (Bos Sondaicus} yang

mempunyai keunggulan antara lain memiliki angka kelahiran yang tinggi.

Demikian dengan Sapi PO yang merupakan hasil persilangan sapi lokal dengan

sapi Onggole dari India juga mempunyai daya produksi yang tinggi.

27
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bibit Sapi Bali dan Sapi PO merupakan sapi potong bibit yang memenuhi

persyaratan klasifikasi, spesifikasi dan persyaratan mutu tertentu, yang

dibudidayakan untuk bibit dan memiliki daya produksi dan reproduksi yang baik.

Salah satu faktor keberhasilan pengembangan Sapi Bali dan Sapi PO

dipengaruhi oleh kualitas ternak bibitnya. Oleh sebab itu standar bibit Sapi Bali

dan Sapi PO ditetapkan sebagai acuan bagi para peternak untuk mengembangkan

sapi potong khususnya Sapi Bali dan Sapi PO dalam persyaratan kualitas maupun

kuantitasnya sebagai penghasil daging.

2.4.1. Standar Nasional Indonesia Bibit sapi Bali (SNI 7355:2008)

Standar ini dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu

(quality assurance).

1. Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi Bali.

Standar ini hanya berlaku terbatas untuk bibit sebar.

2. Istilah dan definisi

a bibit sapi Bali

sapi potong bibit yang memenuhi persyaratan klasifikasi, spesifikasi dan

persyaratan mutu tertentu yang dibudidayakan untuk bibit dan memiliki

daya produksi dan reproduksi yang baik

b. petugas berwenang

dokter hewan pemerintah yang diberi kewenangan oleh

gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan tindakan kesehatan hewan

dan menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan

c. bibit dasar (foundation stock = FS)

28
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bibit hasil dari suatu proses pemuliaan dengan spesifikasi bibit yang

mempunyai silsilah dan telah melalui uji performans dan uji zuriat

d. bibit induk (breeding stock = BS)

bibit yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar

6. bibit sebar (comersial stock = CS)

bibit untuk digunakan dalam proses produksi

3. Persyaratan mutu

a. Persyaratan umum

1. Berasal dari pembibitan yang sesuai dengan pedoman pembibitan sapi

potong yang baik.

2. Sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh

petugas berwenang.

3. Bebas dari segala cacat fisik.

4. Bebas cacat alat reproduksi, tidak memiliki ambing abnormal dan

tidak menunjukkan gejala kemajiran.

5. Bebas dari cacat alat kelamin, memiliki libido yang baik, memiliki

kualitas dan kuantitas semen yang baik, serta tidak mempunyai

silsilah keturunan yang cacat secara genetik.

b. Persyaratan khusus

1. Persyaratan kualitatif

1.1. Persyaratan kualitatif bibit sapi Bali betina

a) warna bulu merah, lutut ke bawah putih, pantat putih

berbentuk setengah bulan, ujung ekor hitam dan ada garis

belut warna hitam pada punggung,

b) tanduk pendek dan kecil,

c) bentuk kepala panjang dan sempit serta leher ramping.

1.2 Persyaratan kualitatif bibit sapi Bali jantan

29
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) warna bulu hitam, lutut ke bawah putih, pantat putih

berbentuk setengah bulan, ujung ekor hitam,

b) tanduk tumbuh baik dan berwarna hitam,

c) bentuk kepala lebar dengan leher kompak dan kuat.

2. Persyaratan kuantitatif

Persyaratan kuantitatif bibit sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 1 dan

Tabel 2.

Tabel– 2.4.1a

Persyaratan kuantitatif bibit sapi Bali betina

Satuan dalam cm
Umur
No Parameter Kelas I Kelas II Kelas III
(bulan)
1 18 - <24 Lingkar dada minimum 138 130 125
Tinggi pundak minimum 105 99 93
Panjang badan minimum 107 101 95
2 ≥ 24 Lingkar dada minimum 147 135 130
Tinggi pundak minimum 109 103 97
Panjang badan minimum 113 107 101

Tabel– 2.4.1b

Persyaratan kuantitatif bibit sapi Bali jantan

Satuan dalam cm
Umur
No Parameter Kelas I Kelas II Kelas III
(bulan)
1 24 - <36 Lingkar dada minimum 176 162 155
Tinggi pundak minimum 119 113 107
Panjang badan minimum 124 117 110
2 ≥ 36 Lingkar dada minimum 189 173 167
Tinggi pundak minimum 127 121 115
Panjang badan minimum 132 125 118

4 Cara pengukuran

a. Umur

30
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Dilakukan melalui dua cara yaitu berdasarkan catatan kelahiran atau

berdasarkan pergantian gigi seri permanen. Cara penentuan umur

berdasarkan gigi seri permanen seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel– 2.4.1c

Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen

Taksiran umur
No Istilah Gigi seri permanen
(tahun)
1 Po-el 1 1 pasang 1½-2
2 Po-el 2 2 pasang Di atas 2 - 3
3 Po-el 3 3 pasang Di atas 3 - 3 ½

b. Lingkar dada

Dilakukan dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada dibelakang

bahu yang dinyatakan dengan cm.

c. Tinggi pundak

Dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan

puncak gumba di belakang punuk, menggunakan alat ukur yang sudah

ditera dinyatakan dalam cm.

d. Panjang badan

Dilakukan dengan mengukur jarak dari bongkol bahu/scapula sampai

ujung panggul (procesus spinus), dinyatakan dalam cm.

31
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.4.2. Standar Nasional Indonesia Bibit sapi peranakan Ongole (PO) (SNI

7356:2008)

Standar ini dirumuskan sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu

(quality assurance)

1. Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi

peranakan Ongole.

Standar ini berlaku terbatas untuk bibit sebar.

2. Istilah dan definisi

a. sapi peranakan Ongole (PO)

hasil persilangan sapi lokal dengan sapi Ongole dari India

b. Bibit sapi peranakan Ongole

sapi potong bibit yang memenuhi persyaratan klasifikasi, spesifikasi dan

persyaratan mutu bibit yang dibudidayakan untuk bibit dan memiliki daya

produksi dan reproduksi yang memenuhi persyaratan

c. pejabat yang berwenang

dokter hewan pemerintah yang diberi kewenangan oleh

gubenur/bupati/walikota untuk melaksanakan tindakan kesehatan hewan

dan menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan

d. bibit dasar (foundation stock = FS)

bibit hasil dari suatu proses pemuliaan dengan spesifikasi bibit yang

mempunyai silsilah dan telah melalui uji performan dan uji zuriat

e. bibit induk (breeding stock = BS)

bibit yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar

f. bibit sebar (comersial stock = CS)

bibit untuk digunakan dalam proses produksi

3 Persyaratan mutu

32
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. Persyaratan umum

1. Berasal dari pembibitan yang sesuai dengan pedoman pembibitan sapi

potong yang baik.

2 Sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan oleh

pejabat berwenang.

3. Bebas dari segala cacat fisik.

4. Sapi bibit betina bebas cacat alat reproduksi, tidak memiliki ambing

abnormal dan tidak menunjukkan gejala kemajiran.

5. Sapi bibit jantan bebas dari cacat alat kelamin dan memiliki kualitas dan

kuantitas semen yang baik serta tidak mempunyai silsilah keturunan

yang cacat secara genetik.

b. Persyaratan khusus

1 Persyaratan kualitatif

a) warna bulu putih, abu-abu, kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan

bulu sekitar mata berwarna hitam,

b) badan besar, gelambir longgar bergantung, punuk besar dan leher

pendek,

c) tanduk pendek.

2. Persyaratan kuantitatif

Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO dapat dilihat pada 2.4.2a dan Tabel

2.4.2b.

Tabel– 2.4.2a

Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO betina

Satuan dalan cm

Umur
No Parameter Kelas I Kelas II Kelas III
(bulan)
1 18 - <24 Lingkar dada minimum 143 137 135
Tinggi pundak minimum 116 113 111

33
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Panjang badan minimum 123 117 115


2 ≥ 24 Lingkar dada minimum 153 139 134
Tinggi pundak minimum 126 121 119
Panjang badan minimum 136 127 125

Tabel– 2.4.2b

Persyaratan kuantitatif sapi bibit PO jantan

Satuan dalan cm

Umur
No Parameter Kelas I Kelas II Kelas III
(bulan)
1 24 - <36 Lingkar dada minimum 151 141 138
Tinggi pundak minimum 127 125 124
Panjang badan minimum 139 133 130
2 ≥ 36 Lingkar dada minimum 180 161 154
Tinggi pundak minimum 136 131 130
Panjang badan minimum 145 138 135

4. Cara pengukuran

a. Umur

Dilakukan melalui dua cara yaitu berdasarkan catatan kelahiran atau

berdasarkan pergantian gigi seri permanen. Cara penentuan umur

berdasarkan gigi seri permanen seperti terlihat pada 2.4.2b.

Tabel - 2.4.2b

Penentuan umur berdasarkan gigi seri permanen

Taksiran umur
No Istilah Gigi seri permanen
(tahun)
1 Po-el 1 1 pasang 1½-2
2 Po-el 2 2 pasang Diatas 2 - 3
3 Po-el 3 3 pasang Diatas 3 - 3 ½

34
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Lingkar dada

Dilakukan dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian dada di

belakang bahu yang dinyatakan dengan cm.

c. Tinggi pundak

Dilakukan dengan mengukur jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan

puncak gumba di belakang punuk, dinyatakan dalam cm, menggunakan

alat ukur yang sudah ditera.

d. Panjang badan

Dilakukan dengan mengukur jarak dari bongkol bahu/scapula sampai

ujung panggul (procesus spinus), dinyatakan dalam cm.

2.5. Pakan Ternak

25.1. Bahan Pakan Ternak Dikenai Bea Masuk

Kebijakan pengenaan bea masuk untuk bahan baku pakan ternak impor

akan berdampak pada penurunan daya beli produk ternak dan terpangkasnya

pendapatan peternak. Kebijakan baru ini juga dinilai menghambat pertumbuhan

industri peternakan nasional.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan pada 22 Desember 2010

menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241 Tahun 2010 tentang

Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Keuangan No 110/PMK.010/2006

tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk

atas Barang Impor dan dirubah lagi dengan PMK No 13/PMK.011/2011 tentang

Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006

Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk

Atas Barang Impor.

35
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ada 90 kode HS dalam Permenkeu yang berkaitan dengan industri

peternakan. Ke-90 barang impor itu dikenai bea masuk dari 0% menjadi rata-rata

5%, diantaranya bungkil kedelai, tepung bungkil jagung, tepung ikan, rape seed

meal, premiks, dan tepung gandum atau pollard.

Tabel – 2.5.1

Bahan baku pakan ternak yang dikenai BM 5%

No Bahan Baku Pakan


1 Bungkil Kedelai (soybean meal)
2 Corn gluten meal
3 Biji Kedelai
4 Tepung ikan
5 Tepung daging dan tulang (MBM)
6 Rape seed meal
7 Tepung Gandum
8 Premik (dari negara ASEAN dan China 0%,
lainnya 5%)
Sumber : PMK 241/PMK.011/2010

2.5.2. Harga Bahan Baku Pakan Ternak

Harga bahan baku ternak diperkirakan akan mengalami kenaikan sekitar

10-15% pada 2011. Kenaikan harga bahan baku pakan didasari dengan

menurunnya produksi beberapa komoditas bahan baku pakan dunia seperti

jagung dan kedelai. Selain itu ketersediaan bahan baku pakan dalam negeri pun

akan mengalami penurunan karena terbagi dengan kepentingan konsumsi pangan

manusia.

36
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kenaikan komoditas peternakan ini akan berdampak pada kebijakan

perdagangan peternakan dalam negeri. Dikhawatirkan akan banyak masuk impor

komoditas peternakan kualitas rendah seperti chicken leg quarter (CLQ), jeroan dan

tetelan dari luar yang harganya lebih murah. Hal ini akan mematikan sejumlah

industri peternakan dalam negeri karena masyarakat cenderung lebih memilih

barang yang harganya lebih murah walaupun kualitasnya tidak bagus dan

berpotensi membahayakan kesehatan.

Impor juga akan menurunkan gairah peternak untuk menjalankan

usahanya, sehingga peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk membatasi impor

komoditas peternakan berharga murah dengan kualitas rendah.

Salah satu bahan baku pakan ternak yang mengalami kenaikan harga

adalah jagung. Kenaikan harga jagung dunia berdampak pada harga produk yang

menggunakan jagung sebagai bahan baku. Salah satunya harga pakan ternak

dalam negeri, sebab Indonesia masih mengimpor jagung untuk kebutuhan bahan

baku pakan ternak.

Menurut Sudirman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT)

kenaikan harga jagung impor membuat para pengusaha pakan ternak ikut

menaikkan harga jualnya sebesar Rp 500 per kg. Semula harga jual pakan ternak

sebesar Rp 4800 per kg, sekarang menjadi Rp 5300 per kg. Harga normal jagung

impor maupun jagung lokal sekitar Rp 2.500 per kg. Sementara saat ini harga jual

jagung impor maupun jagung lokal mencapai Rp 3.700 per kg. Untuk 2011,

kebutuhan jagung lokal sebesar 5 juta ton. Sebanyak 1,5 juta hingga 2 juta ton

jagung berasal dari impor, sisanya dipenuhi dari pasokan jagung lokal.

37
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pada 2009 impor jagung sebesar 400.000 ton. Sedangkan pada 2010

Indonesia mengimpor jagung sebanyak 1,5 juta ton. Pada 2011 kenaikan konsumsi

jagung lokal diperkirakan sebesar 500.000 ton, maka impor tahun ini sekitar 2 juta

ton.

Tabel - 2.5.2

Harga Bahan Baku Pakan

Periode : 29 Desember 2010 - 7 Januari 2011

(Rp/kg)

Bahan Baku Jakarta Surabaya Medan


Jagung 2.950 2.950 3.000
SBM 5.139 5.139 5.139
CGM 7.432 7.432 7.432
MBM 5.197 5.197 5.197
PMM 7.536 7.536 7.536
Dedak 2.100 2.000 2.300
CPO 9.925 9.700 9.850
Fish Meal 10.150 9.900 7.400
Pollard 1.860 1.860 2.200
Sumber : Ditjen Peternakan, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak

2.5.3. Harga pakan ternak

Pemerintah pada 2011 mulai memberlakukan bea masuk impor untuk

bahan baku pakan ternak sebesar 5%, diantaranya Bungkil Kedelai (soybean meal),
Corn gluten meal, Biji Kedelai, Tepung ikan, Tepung daging dan tulang (MBM), Rape

seed meal dan Tepung Gandum.

Kementerian Keuangan mengatur BM impor bahan baku pakan ternak di

dalam Permenkeu 241 tahun 2010. Dalam aturan ini, pemerintah menetapkan bea

masuk impor untuk bahan baku pakan ternak sebesar 5%. Peraturan ini mulai

berlaku efektif sejak tanggal diundangkan yaitu pada 22 Desember 2010 lalu.

38
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Untuk mengantisipasi kenaikan harga pakan ternak sebagai dampak

pemberlakuan BM impor bahan baku pakan, Kementan akan mengupayakan

beberapa bahan pakan alternatif yang bisa dimanfaatkan.

Tabel - 2.5.3

Harga Pakan Periode : 29 Des. 2010 - 7 Jan. 2011

(Rp/kg)

Data Harga Pakan Jakarta Surabaya Medan


Pakan Komplit Broiler 4.650-5.000 4.500-4.700 5.200
Pakan Komplit Layer 3.000-3.350 2.950-3.200 3.600
Pakan Konsentrat Layer 4.800-5.000 4.700-5.200 5.500
Pakan Ikan Air Tawar
a. Mas Sinking 4.950-5.650 5.050-5.750 5.500
b. Lele Floating 6.150-6.550 6.250-6.650 7.200
Pakan Ikan Air Payau
a.Bandeng Floating 3.750-4.650 3.850-4.750 5.400
Pakan Ikan Air Laut
a. Kerapu - - 10.400
Pakan Udang 13.600 13.700 11.900
Sumber : Ditjen Peternakan, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak

2.5.4. Proyeksi Kebutuhan Bahan Baku Pakan Ternak

Proyeksi kebutuhan dedak dan jagung untuk bahan pakan unggas lokal

pada 2012, di 20 provinsi untuk Dedak mencapai 1,785,400.05 ton untuk ayam

buras, 765,341.79 ton untuk pakan itik. Sedangkan kebutuhan jagung untuk pakan

ayam Buras mencapai 1,614,495.61 ton dan 349,640.67 ton untuk pakan itik.

Tabek – 2.5.4.

39
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Proyeksi Kebutuhan Bahan Baku Pakan ternak

(Juta ton/tahun)
No Bahan Baku Pakan 2008 2012

1 Jagung 4.07 5,38


2 Bkl. Kedelai 1.62 2,13
3 Dedak 1.21 1,58
4 Pollard 0,18 1,06
5 Tepung Ikan 0,40 0,53
6 MBM dan PMM 0,40 0,64
7 Premix 0,05 0,06
Sumber : Ditjen Peternakan, Gabungan Pengusaha Makanan Ternak

2.5.5. Proyeksi Kebutuhan Bahan Pakan Unggas Lokal Tahun 2012

Proyeksi kebutuhan bahan baku pakan ternak unggas lokal komoditi

jagung dan dedak untuk unggas ras didasarkan pada populasi ternak unggas ras

nasional tahun 2012. Proporsi dedak untuk ayam ras pedaging sebanyak 5% dan

jagung 52% sedangkan untuk proporsi dedak pada ayam ras petelur adalah 20%

dan jagung 50%.

Total kebutuhan dedak untuk ayam ras pedaging dan ayam ras petelur di

20 provinsi sampel sebanyak 1.38 juta ton pada tahun 2012, untuk ayam buras dan

itik sebanyak 2,55 juta ton, sementara kebutuhan jagung untuk ayam ras pada

mencapai 5,04 juta ton, untuk ayam buras dan itik mencapai 1,96 juta ton.

Sedangkan Total ketersediaan dedak untuk ayam buras dan itik sebanyak 3,86 juta

ton dan ketersediaan jagung sebanyak 1,57 juta ton.

Wilayah paling banyak ketersediaan dedak adalah Jawa Barat sebanyak

758,66 ribu ton, Jawa Timur 685,34 ribu ton, Jawa Tengah 603,94 ribu ton, dan Jawa

Barat 450,65 ribu ton. Wilayah dengan ketersediaan jagung tinggi untuk kebutuhan

40
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pakan ayam ras tertinggi secara berturut-turut meliputi Jawa Timur 865,15 ribu ton,

Jawa Tengah 445,15 ribu ton, Lampung 285,91 ribu ton, Gorontalo 175,71 ribu ton,

dan Sumatera Utara 150,64 ribu ton.

Kebutuhan pakan unggas lokal tertinggi meliputi Jawa Timur 576,42 ribu

ton, Jawa Tengah 296,77 ribu ton, Lampung 190,61 ribu ton, Gorontalo 157,34 ribu

ton, dan Sumatera Utara 100,43 ribu ton.

Tabel - 2.5.5

Proyeksi Kebutuhan Bahan Pakan Unggas Lokal Tahun 2012

Kebutuhan Dedak (Ton) Kebutuhan Jagung (Ton)


No Provinsi Ayam Ayam
Itik Total Itik Total
Buras Buras
1 Sumut 31,308.23 43,826.55 75,134.78 31,308.23 14,128.30 45,436.53
2 Riau 36,352.49 5,909.13 42,261.62 24,744.41 3,342.17 28,086.58
3 Sumbar 56,590.57 17,247.19 73,837.76 5,656.18 1,723.84 7,380.02
4 Jambi 3,108.57 719.51 3,828.08 1,300.98 231.95 1,532.93
5 Sumsel 1,818.24 51.55 1,869.79 581.15 20.62 601.77
6 Lampung 153,307.86 18,161.13 171,468.99 153,307.86 5,854.57 159,162.43
7 Jabar 385,276.46 291,787.99 677,064.45 154,058.18 116,715.20 270,773.38
8 Jateng 177,798.29 79,463.07 257,261.36 355,596.58 90,426.78 446,023.36
9 Jatim 237,891.13 115,769.45 353,660.58 456,750.97 36,602.44 493,353.41
10 D IY 45,564.04 29,810.71 75,374.75 27,338.42 23,848.57 51,186.99
11 Banten 81,975.82 7,660.51 89,636.33 37,430.16 2,469.51 39,899.67
12 Bali 48,793.43 35,453.58 84,247.01 8,135.66 11,429.11 19,564.77
13 NTB 51,828.91 15,159.18 66,988.09 15,548.67 4,547.75 20,096.42
14 NTT 208,165.61 8,790.87 216,956.48 61,783.94 2,833.90 64,617.84
15 Kalsel 155,990.22 60,151.64 216,141.86 62,396.09 24,060.65 86,456.74
16 Kalbar 23,031.97 12,113.73 35,145.70 46,063.95 3,905.08 49,969.03
17 Kalteng 42,707.00 14,025.96 56,732.96 115,467.08 4,521.53 119,988.61
18 Kaltim 23,627.52 5,469.38 29,096.90 11,813.76 1,763.16 13,576.92
19 Sulut 16,075.79 2,606.70 18,682.49 20,094.73 840.32 20,935.05
20 Gorontalo 4,187.90 1,163.96 5,351.86 25,118.61 375.22 25,493.83
Jumlah 1,785,400.05 765,341.79 2,550,741.84 1,614,495.61 349,640.67 1,964,136.28
Hasil pemantauan suplai-demand pakan, 2007
Sumber :Excecutive Summary/www.ditjennak.go.id

41
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2.6. SNI Pakan ternak

2.6.1. Pakan anak babi prasapih (pig prestarter) SNI 01-3911-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3911-1995 Ransum tambahan anak

babi masa menyusui (pig prestarter), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis

Produk Segar Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta pencirian dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan anak babi prasapih (pig

prestarter).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

42
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. anak babi prasapih (pig prestarter)

anak babi umur 2 minggu sampai 6 minggu

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan ada tidaknya zat atau

bahan lain yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan

mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan anak babi prasapih (pig prestarter) sesuai

Tabel 2.6.1..

43
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel - 2.6.1.

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 19,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 4,0

Lanjutan Tabel – 2.6.1.

No Parameter Satuan Persyaratan


5 Abu % Maks. 7,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20
7 Fosfor total (P) % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,55
9 Energi termetabolis (ME) Kkal/kg Min. 3000
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam amino :
- Lisin % Min. 1,15
- Metionin % Min. 0,40
- Metionin+ Sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan yaitu:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Bahan pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

44
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus

serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

45
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan/pembuat;

c). nomor Izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan kode pakan;

g). persentase Kadar Air;

h). persentase protein kasar;

46
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

i). persentase lemak kasar;

j). persentase serat kasar ;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P)Tersedia;

o). bahan baku penyusun pakan;

p). kode produksi dan tanggal kadaluarsa ;

q). cara penggunaan pakan;

r). warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B1.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan antara lain 5 kg, 10 kg, 25

kg, 50 kg atau curah (bulk).

2.6.2. Pakan anak babi sapihan (pig starter) SNI 01-3912-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3912-1995 Ransum anak babi

sapihan (pig starter), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk Segar

Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi, persyaratan

mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan pengemasan.

Standar ini digunakan untuk pakan anak babi sapihan (pig starter).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman

47
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen,

Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang

mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik yang

telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan zat

gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi karakteristik

pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas produk

ternak/hewan

e. anak babi sapihan (pig starter)

anak babi umur 6 minggu sampai 17 minggu

48
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan anak babi sapihan (pig starter) sesuai

dengan Tabel 1.

Tabel - 2.6.2.

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 17,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 5,0

Lanjutan Tabel - 2.6.2.

No Parameter Satuan Persyaratan


5 Abu % Maks. 7,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20
7 Fosfor total (P) % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,40
9 Energi termetabolis (ME) Kkal/kg Min. 2900
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam amino :
- Lisin % Min. 1,05
- Metionin % Min. 0,35
- Metionin+ Sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

49
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen hasil

peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor), penambah

kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan bawah,

kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus serta

disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

50
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official Analytical

Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino contoh

tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

51
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan/ pembuat;

c). nomor Izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan kode pakan;

g). persentase kadar air;

h). persentase protein kasar;

i). persentase lemak kasar;

j). persentase serat kasar;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P) tersedia;

o). bahan Baku penyusun pakan;

p). kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q). cara penggunaan pakan;

r). warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B2.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg atau

curah (bulk).

2.6.3.. Pakan anak puyuh (quail starter) SNI 01-3905-2006

52
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3905-1995 Ransum puyuh petelur

pemula (quail starter), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk Segar

Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi, persyaratan

mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan pengemasan.

Standar ini digunakan untuk pakan anak puyuh (quail starter).


2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen,

Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah diolah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

53
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. anak puyuh (quail starter)

anak puyuh umur 1 (satu) hari sampai dengan 21 hari (3 minggu)

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan anak puyuh (quail starter) sesuai dengan

Tabel - 2.6.3.

Tabel- 2.6.3.

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 19,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 6,5
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20

Lanjutan Tabel - 2.6.3.

No Parameter Satuan Persyaratan

54
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

7 Fosfor total (P) % 0,60 - 1,00


8 Fosfor tersedia % Min. 0,40
9 Energi metabolis (ME) KKal/kg Min. 2800
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 40,0
11 Asam amino:
- Lisin % Min. 1,10
- Metionin % Min. 0,40
- Metionin + sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen hasil

peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan Jenis bahan imbuhan dan pelengkap

pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor), penambah

kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan bawah,

kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus serta

55
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah duplikat

yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi untuk dianalisa.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official Analytical

Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

56
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino contoh

tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajaren, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan pembuat;

c). nomor izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan Kode pakan;

g). persentase kadar air;

h). persentase protein kasar;

i). persentase lemak kasar;

j). persentase serat kasar;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P) tersedia

o). kode produksi dan tanggal kadaluarsa ;

p). cara penggunaan pakan;

q). bahan baku penyusun pakan;

r). warna dasar etiket hijau tua dengan kode pengenal PP1.

57
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg atau

curah (bulk).

2.6.4. Pakan ayam ras petelur dara (layer grower) SNI 01-3928-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3928-1995 Ransum dara ayam ras

petelur (layer grower), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk Segar

Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan ayam ras petelur dara (layer

grower).

2. Acuan normatif SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA &

US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen, Thailand. 3rd

Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

58
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. ayam ras petelur dara (layer grower)

ayam ras petelur dara mulai umur 6 (enam) minggu sampai dengan 20

(dua puluh) minggu SNI 01-3928-2006

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan ada zat atau bahan lain

yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan Persyaratan mutu pakan untuk ayam ras petelur dara (layer

grower) sesuai Tabel 2.6.4.

Tabel - 2.6.4

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0

59
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2 Protein kasar % Min. 15,0


3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 7,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,35
9 Energi metabolisme (ME) Kkal/Kg Min. 2600
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,65
- Metionin % Min. 0,30
- Metionin + Sistin % Min. 0,50

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan : vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

60
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus

serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

61
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diperedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan

dilengkapi etiket/label yang mencantumkan:

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan/pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor izin produksi;

e) nomor pendaftaran;

f) jenis dan kode pakan;

g) persentase kadar air;

h) persentase kadar protein kasar;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar;

k) persentase abu;

l) kalsium (Ca);

m) fosfor (P) total;

n) fosfor (P) tersedia;

o) kode Produksi dan Tanggal kadaluarsa;

p) cara penggunaan pakan;

62
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

q) bahan baku pakan;

r) warna dasar etiket kuning muda dengan kode pengenal P2.

b. Pengemasan

Untuk produksi pabrik pakan dikemas dalam kemasan 5 kg, 10 kg, 25 kg,

50 kg atau 100 kg.

2.6.5. Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) SNI 01-3931-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3931-1995 Ransum ayam ras

pedaging (broiler finisher), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk

Segar Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan ayam ras pedaging masa

akhir (broiler finisher).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C. tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C. tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen,

Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. Pakan (feed)

63
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri yang

mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik yang

telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher)

ayam ras pedaging mulai umur 3 (tiga) minggu sampai saat dipanen

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan dan digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher)

sesuai dengan Tabel 2.6.5.

Tabel -2.6.5

Persyaratan mutu

64
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 18,0
3 Lemak kasar % Maks. 8,0
4 Serat kasar % Maks. 6,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 - 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor (P) tersedia % Min. 0,40
9 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,00
10 Energi termetabolis (ME) Kkal/Kg Min. 2900
11 Asam amino:
- Lisina % Min. 0,90
- Metionin % Min. 0,30
- Metionin + Sistin % Min. 0,50

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor), penambah

kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

65
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan bawah,

kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus serta

disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi untuk dianalisa.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official Analytical

Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

66
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino contoh

tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi.

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diperedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan/pembuat;

c). nomor izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan kode pakan;

g). persentase kadar air;

h). persentase kadar protein kasar;

i). persentase lemak kasar;

j). persentase serat kasar;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P) tersedia;

67
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

o). kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

p). cara penggunaan pakan;

q). bahan baku penyusun pakan;

r). warna dasar etiket biru muda dengan kode pengenal Br 2.

b. Pengemasan

Untuk produksi pabrik pakan dikemas dalam kemasan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50

kg atau 100 kg.

2.6.6. Pakan Ayam Ras Petelur (Layer) SNI 01-3929-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3929-1995 Ransum ayam ras

petelur (layer), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk Segar

Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi, persyaratan

mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan pengemasan.

Standar ini digunakan untuk pakan ayam ras petelur (layer).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C. tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C. tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen,

Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

68
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah diolah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. ayam ras petelur (layer)

ayam ras yang sedang bertelur, mulai umur 20 (dua puluh) minggu

sampai dengan diafkir

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan ada tidaknya zat atau

bahan lain yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan

mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu pakan untuk ayam ras petelur (layer) sesuai dengan

Tabel 2.6.6.

69
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel – 2.6.6

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 16,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 7,0
5 Abu % Maks. 14,0
6 Kalsium (Ca) % 3,25 - 4,25
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0, 32
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2650
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,80
- Metionin % Min. 0,35
- Metionin + Sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

70
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan bawah,

kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus serta

disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisis

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

71
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino contoh

tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diperedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan

dilengkapi etiket/label yang mencantumkan:

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan/pembuat;

c). nomor izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi ;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan kode pakan;

g). persentase kadar air;

h). persentase kadar protein kasar;

i). persentase lemak kasar;

72
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

j). persentase serat kasar;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P) tersedia;

o). kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

p). cara penggunaan pakan;

q). bahan baku penyusun pakan;

r). warna dasar etiket kuning muda dengan kode pengenal P3.

b. Pengemasan

Untuk produksi pabrik pakan dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50

kg atau 100 kg.

2.6.7. Pakan babi bunting – Bagian 1:

Babi bunting (pregnant sow ration) SNI 01-3915.1-2006

Standar ini merupakan pengembangan dari SNI 01-3915-1995 Ransum

induk babi (sow ration) karena dipandang perlu untuk membedakan pakan babi

bunting dengan babi menyusui, dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis

Produk Segar Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan babi bunting (pregnant sow

ration).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

73
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. babi bunting (pregnant sow ration)

babi yang sedang bunting

4. Klasifikasi

74
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan induk babi bunting (pregnant sow ration)

sesuai dengan Tabel 2.6.7.

Tabel - 2.6.7

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 13,0
3 Lemak kasar % Maks. 7,0
4 Serat kasar % Maks. 8,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,35
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2650
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,60
- Metionin % Min. 0,20
- Metionin + Sistin % Min. 0,40

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

75
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan

jumlah sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan

maksimum 30 karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan

dibungkus serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan

dengan sebuah duplikat yang juga disegel dan disimpan pada

perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

76
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal

Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

77
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor izin produksi;

e) nomor pendaftaran;

f) jenis dan kode pakan;

g) persentase kadar air;

h) persentase protein kasar;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar;

k) persentase abu;

l) kalsium (Ca);

m) fosfor (P) total

n) fosfor (P) tersedia

o) bahan baku penyusun pakan;

p) kode produksi dan tanggal kadaluarsa ;

q) cara penggunaan pakan;

r) warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B5.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg

atau curah (bulk).

2.6.8. Pakan babi menyusui – Bagian 2:

Babi menyusui (lactating sow ration) SNI 01-3915.2-2006

Standar ini merupakan pengembangan dari SNI 01-3915-1995 Ransum

induk babi (sow ration) karena dipandang perlu untuk membedakan pakan babi

78
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bunting dengan babi menyusui, dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis

Produk Segar Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan babi menyusui (lactating

sow ration).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

79
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. babi menyusui (lactating sow ration)

induk babi yang sedang menyusui

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan ada zat atau bahan lain

yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan mutu meliputi kandungan nutrisi, kandungan batas toleransi

aflatoksin, dan atau kandungan bahan imbuhan.

b. Persyaratan mutu untuk pakan induk babi menyusui (lactating sow ration)

sesuai dengan Tabel 2.6.8.

Tabel – 2.6.8

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 15,0
3 Lemak kasar % Maks. 8,0
4 Serat kasar % Maks. 7,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,55

80
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2650


10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,80
- Metionin % Min. 0,30
- Metionin + Sistin % Min. 0,50

c. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

d. Bahan Imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum 30

karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan bawah,

kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus serta

81
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering, yang

tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu ditutup

dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan yang

diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a. Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b. Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c. Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

c. Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

82
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

e. Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999)

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor pendaftaran;

e) nomor izin produksi;

f) jenis dan kode pakan;

g) persentase kadar air ;

h) persentase kadar protein kasar ;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar

k) persentase abu;

l) kalsium (Ca);

m) fosfor (P) total;

n) fosfor (P) tersedia;

o) bahan baku penyusun pakan;

p) kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q) cara penggunaan pakan;

r) warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B7.

83
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg atau

curah (bulk).

2.6.9. Pakan babi pejantan (boar ration) SNI 01-3916-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3916-1995 Ransum babi pejantan

(boar ration), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk Segar

Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan babi pejantan (boar ration).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

84
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah diolah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. babi pejantan (boar ration)

babi pejantan sejak berumur 32 minggu

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan ada tidaknya zat atau

bahan lain yang tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan

mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan babi pejantan (boar ration) sesuai dengan

Tabel 2.6.9.

Tabel – 2.6.9

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 14,0
3 Lemak kasar % Maks.7,0

85
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4 Serat kasar % Maks. 7,0


5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00

Lanjutan Tabel - 2.6.9

No Parameter Satuan Persyaratan


8 Fosfor tersedia % Min. 0,35
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2900
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,60
- Metionin % Min. 0,25
- Metionin + Sistin % Min. 0,40

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku

pakan ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat

konsumen hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

86
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum

30 karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan dibungkus

serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan dengan sebuah

duplikat yang juga disegel dan disimpan pada perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal

Feed),

87
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a). nama atau merek pakan;

b). nama dan alamat perusahaan pembuat;

c). nomor izin perusahaan/pembuat;

d). nomor izin produksi;

e). nomor pendaftaran;

f). jenis dan kode pakan;

g). persentase kadar air;

h). persentase protein kasar;

i). persentase lemak kasar;

j). persentase serat kasar;

k). persentase abu;

l). kalsium (Ca);

m). fosfor (P) total;

n). fosfor (P) tersedia;

88
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

o). bahan baku penyusun pakan;

p). kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q). cara penggunaan pakan;

r). warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B6.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg

atau curah (bulk).

2.6.10. Pakan babi pembesaran (pig grower) SNI 01-3913-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3913-1995 Ransum babi

pembesaran (pig grower), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Produk Segar

Teknis Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan babi pembesaran (pig

grower).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

89
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. babi pembesaran (pig grower)

babi pembesaran umur 17 minggu sampai 22 minggu

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan babi pembesaran (pig grower) sesuai

dengan Tabel 2.6.10.

90
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel – 2.6.10.

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 15,0
3 Lemak kasar % Maks.7,0
4 Serat kasar % Maks. 7,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,32
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2900
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,90
- Metionin % Min. 0,30
- Metionin + Sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku

pakan ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat

konsumen hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

91
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan

jumlah sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan

maksimum 30 karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan

dibungkus serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan

dengan sebuah duplikat yang juga disegel dan disimpan pada

perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

92
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal

Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor izin produksi;

e) nomor pendaftaran;

f) jenis dan kode pakan;

g) persentase kadar air;

h) persentase protein kasar;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar;

k) persentase abu;

l) kalsium (Ca);

93
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

m) posfor (P) total;

n) fosfor (P) tersedia;

o) bahan baku penyusun pakan;

p) kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q) cara penggunaan pakan;

r) warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B3.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg

atau curah (bulk).

2.6.11. Pakan babi penggemukan (pig finisher) SNI 01-3914-2006

Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-3914-1995 Ransum babi

penggemukan (pig finisher), dipersiapkan dan disusun oleh Panitia Teknis Produk

Segar Peternakan.

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan babi penggemukan (pig

finisher).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed,chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

94
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong

Kaen, Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. babi penggemukan (pig finisher)

babi umur 22 minggu sampai dipotong

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

95
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Persyaratan mutu untuk babi pengemukan (pig finisher) sesuai dengan

Tabel 2.6.11.

Tabel – 2.6.11

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 13,0
3 Lemak kasar % Maks.8,0
4 Serat kasar % Maks. 7,0
5 Abu % Maks. 8,0
6 Kalsium (Ca) % 0,90 – 1,20
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,23
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 2900
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 50,0
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,70
- Metionin % Min. 0,30
- Metionin + Sistin % Min. 0,50

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku pakan

ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat konsumen

hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

96
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan

jumlah sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan

maksimum 30 karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan

dibungkus serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan

dengan sebuah duplikat yang juga disegel dan disimpan pada

perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

97
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal

Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor izin produksi;

e) nomor pendaftaran

f) jenis dan kode pakan;

g) persentase kadar air;

h) persentase protein kasar;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar ;

98
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

k) persentase abu;

l) kalsium (Ca);

m) fosfor (P) total;

n) fosfor (P) tersedia;

o) bahan baku penyusun pakan;

p) kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q) cara penggunaan pakan;

r) warna dasar etiket merah muda dengan kode pengenal B4.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg

atau curah (bulk).

2.6.12. Pakan itik bertelur (duck layer) SNI 01-3910-2006

1. Ruang lingkup

Standar ini meliputi acuan normatif, istilah dan definisi, klasifikasi,

persyaratan mutu, pengambilan contoh dan analisis, serta penandaan dan

pengemasan. Standar ini digunakan untuk pakan itik bertelur (duck layer).

2. Acuan normatif

SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman.

SNI 01-3148-1992, Ransum sapi perah.

A.O.A.C tahun 2000, Animal feed, chapter 4.

A.O.A.C tahun 1999, Natural toxin, chapter 49.

Khajarern, J. and S. Khajarern, 1999. Manual of feed microscopy and quality

control. ASA & US Grains Council. Klang Nanan Wittaya Co. Ltd. Khong Kaen,

Thailand. 3rd Edition.

3. Istilah dan definisi

99
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. pakan (feed)

campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap

maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan

mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat

dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya

b. bahan baku pakan (feed ingredients)

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hasil industri

yang mengandung zat gizi dan layak dipergunakan sebagai pakan baik

yang telah maupun yang belum diolah

c. pelengkap pakan (feed supplement)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk melengkapi kandungan

zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ternak/hewan

d. imbuhan pakan (feed additives)

bahan yang ditambahkan ke dalam pakan, biasanya dalam jumlah sedikit

dan bukan sebagai sumber zat gizi, yang dapat mempengaruhi

karakteristik pakan, meningkatkan kinerja, kesehatan dan/atau kualitas

produk ternak/hewan

e. itik bertelur (duck layer)

itik yang sedang bertelur, umur di atas 24 minggu

4. Klasifikasi

Mutu pakan didasarkan atas kandungan nutrisi dan zat atau bahan lain yang

tidak diinginkan serta digolongkan dalam 1 (satu) tingkatan mutu.

5. Persyaratan mutu

a. Persyaratan

Persyaratan mutu untuk pakan itik bertelur (duck layer) sesuai dengan

Tabel 2.6.12.

100
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel – 2.6.12.

Persyaratan mutu

No Parameter Satuan Persyaratan


1 Kadar air % Maks. 14,0
2 Protein kasar % Min. 15,0
3 Lemak kasar % Maks.7,0
4 Serat kasar % Maks. 8,0
5 Abu % Maks. 14,0
6 Kalsium (Ca) % 3,00 – 4,00
7 Fosfor (P) total % 0,60 - 1,00
8 Fosfor tersedia % Min. 0,35
9 Energi termetabolis (ME) Kkal Min. 20,00
10 Total aflatoksin µg/Kg Maks. 2650
11 Asam Amino :
- Lisin % Min. 0,35
- Metionin % Min. 0,80
- Metionin + Sistin % Min. 0,60

b. Bahan baku pakan

Bahan baku harus bebas dari residu dan zat kimia yang membahayakan

seperti pestisida dan bahan lain yang tidak diinginkan. Bahan baku

pakan ini menjamin kesehatan dan ketentraman batin masyarakat

konsumen hasil peternakan.

c. Bahan imbuhan dan pelengkap pakan

Jenis bahan imbuhan dan pelengkap pakan yang dapat digunakan adalah:

a). Bahan imbuhan: pemacu pertumbuhan (growth promotor),

penambah kesehatan.

b). Pelengkap pakan: vitamin, mineral, asam amino.

6. Pengambilan contoh dan analisis

a. Petugas pengambil contoh

101
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengawas mutu pakan yang

bersertifikat dan berpengalaman.

b. Cara pengambilan contoh

a) Contoh diambil secara acak sehingga mewakili contoh dengan jumlah

sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung dengan maksimum

30 karung.

b) Contoh dari setiap karung diambil dari bagian atas, tengah dan

bawah, kemudian diaduk, diambil sebanyak 500 gram dan

dibungkus serta disegel dihadapan pemilik/petugas perusahaan

dengan sebuah duplikat yang juga disegel dan disimpan pada

perusahaan.

c) Contoh tersebut dimasukkan ke dalam wadah bersih dan kering,

yang tidak akan menyebabkan perubahan kepada contoh, lalu

ditutup dengan rapi dan disegel.

d) Wadah contoh diberi label: tanggal dan waktu pengambilan contoh,

nama petugas dan badan yang menugaskannya, merk/cap bahan

yang diambil, simbol petunjuk identifikasi, dan lain-lain sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

e) Wadah dikemas sedemikian rupa sehingga selama pengangkutan

terlindung dari pengaruh benturan dan cuaca (cahaya, hujan, panas,

dan lain-lain).

f) Semua contoh yang diambil dikirim ke laboratorium uji yang telah

diakreditasi.

c. Analisa

a) Analisis Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar dilakukan

dengan metoda yang sudah ditetapkan menurut SNI 01–2891–1992,

b) Analisis Energi dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

menurut SNI 01-3148-1992,

102
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c) Analisis Asam amino, Kalsium dan Fosfor dilakukan dengan metoda

yang sudah ditetapkan oleh A.O.A.C. (Association of Official

Analytical Chemists) tahun 2000 pada bagian/chapter 4 (Animal Feed),

d) Analisis Aflatoksin dilakukan dengan metoda yang sudah ditetapkan

oleh A.O.A.C tahun 1999 pada bagian/chapter 49 (Natural Toxin) dan

atau metoda lainnya yang telah dilakukan validasi dan diakui oleh

lembaga yang berwenang.

e) Apabila Kadar Protein contoh meragukan dan mencurigakan, maka

perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan asam amino

contoh tersebut.

f) Analisis fisik dapat dilakukan apabila ada keraguan tentang adanya

bahan lain yang tidak diinginkan didalam ransum dengan metoda

mikroskopi (Khajarern dan Khajarern, 1999).

7. Penandaan dan pengemasan

a. Penandaan

Pakan yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi

etiket/label yang mencantumkan:

a) nama atau merek pakan;

b) nama dan alamat perusahaan pembuat;

c) nomor izin perusahaan/pembuat;

d) nomor izin produksi;

e) nomor pendaftaran;

f) jenis dan kode pakan

g) persentase kadar air;

h) persentase protein kasar;

i) persentase lemak kasar;

j) persentase serat kasar;

k) persentase abu;

103
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

l) kalsium (Ca);

m) fosfor (P) total;

n) fosfor (P) tersedia;

o) bahan baku penyusun pakan;

p) kode produksi dan tanggal kadaluarsa;

q) cara penggunaan pakan;

r) warna dasar etiket hijau muda dengan kode pengenal IP3.

b. Pengemasan

Pakan dikemas dalam ukuran yang diterakan 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg

atau curah (bulk).

***

104
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB – III

DAFTAR PERATURAN

3.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang


Peternakan Dan Kesehatan Hewan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 18 TAHUN 2009
TENTANG
PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang Maha
Esa mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan
asal hewan dan hasil hewan lainnya serta jasa bagi manusia
yang pemanfataannya perlu diarahkan untuk kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu
diselenggarakan kesehatan hewan yang melindungi kesehatan
manusia dan hewan beserta ekosistemnya sebagai prasyarat
terselenggaranya peternakan yang maju, berdaya saing, dan
berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman, sehat,
utuh, dan halal sehingga perlu didayagunakan untuk
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa dengan perkembangan keadaan tuntutan otonomi
daerah dan globalisasi, peraturan perundang-undangan di
bidang peternakan dan kesehatan hewan yang berlaku saat ini
sudah tidak sesuai lagi sebagai landasan hukum bagi
penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

98
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik,
benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya
ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
2. Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan
hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi,
medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan
pakan.
3. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun
yang di habitatnya.
4. Hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau
seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.
5. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai
penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang
terkait dengan pertanian.
6. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara
yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia.
7. Sumber daya genetik adalah material tumbuhan, binatang, atau jasad renik
yang mengandung unit-unit yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan,
baik yang bernilai aktual maupun potensial untuk menciptakan galur, rumpun,
atau spesies baru.
8. Benih hewan yang selanjutnya disebut benih adalah bahan reproduksi hewan
yang dapat berupa semen, sperma, ova, telur tertunas, dan embrio.

99
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

9. Benih jasad renik adalah mikroba yang dapat digunakan untuk kepentingan
industri pakan dan/atau industri biomedik veteriner.
10. Bibit hewan yang selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai
sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk
dikembangbiakkan.
11. Rumpun hewan yang selanjutnya disebut rumpun adalah segolongan hewan
dari suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat
diwariskan pada keturunannya.
12. Bakalan hewan yang selanjutnya disebut bakalan adalah hewan bukan bibit
yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi.
13. Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar
dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika,
pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan
kemaslahatan manusia.
14. Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang
melakukan usaha peternakan.
15. Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
mengelola usaha peternakan dengan kriteria dan skala tertentu.
16. Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan
jasa yang menunjang usaha budi daya ternak.
17. Kastrasi adalah tindakan mencegah berfungsinya testis dengan jalan
menghilangkan atau menghambat fungsinya.
18. Inseminasi buatan adalah teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat
reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan
menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting.
19. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi
genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai
tujuan tertentu.
20. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang
telah dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang
teradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat.
21. Usaha di bidang kesehatan hewan adalah kegiatan yang menghasilkan produk
dan jasa yang menunjang upaya dalam mewujudkan kesehatan hewan.
22. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan
hidup, berproduksi, dan berkembang biak.
23. Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan
lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah
maupun yang belum diolah.

100
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

24. Kawasan penggembalaan umum adalah lahan negara atau yang disediakan
Pemerintah atau yang dihibahkan oleh perseorangan atau perusahaan yang
diperuntukkan bagi penggembalaan ternak masyarakat skala kecil sehingga
ternak dapat leluasa berkembang biak.
25. Setiap orang adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang melakukan kegiatan di
bidang peternakan dan kesehatan hewan.
26. Veteriner adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit
hewan.
27. Medik veteriner adalah penyelenggaraan kegiatan praktik kedokteran hewan.
28. Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan
yang dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang
bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter
hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari
mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan
pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di
lapangan.
29. Dokter hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang kedokteran
hewan, sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan.
30. Dokter hewan berwenang adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan
kesehatan hewan.
31. Medik reproduksi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan
kesehatan hewan di bidang reproduksi hewan.
32. Medik konservasi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan
kesehatan hewan di bidang konservasi satwa liar.
33. Biomedik adalah penyelenggaraan medik veteriner di bidang biologi farmasi,
pengembangan sains kedokteran, atau industri biologi untuk kesehatan dan
kesejahteraan manusia.
34. Penyakit hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan yang antara lain,
disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme,
trauma, keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme patogen
seperti virus, bakteri, cendawan, dan ricketsia.
35. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan
hewan; hewan dan manusia; serta hewan dan media pembawa penyakit hewan
lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara
mekanis seperti air, udara, tanah, pakan, peralatan, dan manusia; atau dengan
media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur.

101
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

36. Penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan
kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang
tinggi.
37. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia
atau sebaliknya.
38. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan
dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung
memengaruhi kesehatan manusia.
39. Obat hewan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati hewan,
membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang
meliputi sediaan biologik, farmakoseutika, premiks, dan sediaan alami.
40. Alat dan mesin peternakan adalah semua peralatan yang digunakan berkaitan
dengan kegiatan peternakan dan kesehatan hewan, baik yang dioperasikan
dengan motor penggerak maupun tanpa motor penggerak.
41. Alat dan mesin kesehatan hewan adalah peralatan kedokteran hewan yang
disiapkan dan digunakan untuk hewan sebagai alat bantu dalam pelayanan
kesehatan hewan.
42. Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan
fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu
diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap
orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
43. Tenaga kesehatan hewan adalah orang yang menjalankan aktivitas di bidang
kesehatan hewan berdasarkan kompetensi dan kewenangan medik veteriner
yang hierarkis sesuai dengan pendidikan formal dan/atau pelatihan kesehatan
hewan bersertifikat.
44. Teknologi kesehatan hewan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengembangan dan penerapan ilmu, teknik, rekayasa, dan industri di bidang
kesehatan hewan.
45. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
46. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peternakan dan kesehatan hewan.
47. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
48. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

102
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.
49. Sistem kesehatan hewan nasional yang selanjutnya disebut Siskeswanas adalah
tatanan unsur kesehatan hewan yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk totalitas yang berlaku secara nasional.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
(1) Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri
dan/atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.
(2) Penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan berasaskan kemanfaatan
dan keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan,
keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan keprofesionalan.

Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan bertujuan untuk:
a. mengelola sumber daya hewan secara bermartabat, bertanggung jawab, dan
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
b. mencukupi kebutuhan pangan, barang, dan jasa asal hewan secara mandiri,
berdaya saing, dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan
masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional;
c. melindungi, mengamankan, dan/atau menjamin wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari ancaman yang dapat mengganggu kesehatan atau
kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan;
d. mengembangkan sumber daya hewan bagi kesejahteraan peternak dan
masyarakat; dan
e. memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan
dan kesehatan hewan.

BAB III
SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Lahan

Pasal 4

103
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Untuk menjamin kepastian terselenggaranya peternakan dan kesehatan hewan


diperlukan penyediaan lahan yang memenuhi persyaratan teknis peternakan dan
kesehatan hewan.

Pasal 5
(1) Penyediaan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dimasukkan ke dalam
tata ruang wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan tata ruang wilayah yang mengakibatkan
perubahan peruntukan lahan peternakan dan kesehatan hewan, lahan
pengganti harus disediakan terlebih dahulu di tempat lain yang sesuai dengan
persyaratan peternakan dan kesehatan hewan dan agroekosistem.
(3) Ketentuan mengenai perubahan tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dikecualikan bagi lahan peternakan dan kesehatan hewan untuk kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan.

Pasal 6
(1) Lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan penggembalaan umum harus
dipertahankan keberadaan dan kemanfaatannya secara berkelanjutan.
(2) Kawasan penggembalaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai:
a. penghasil tumbuhan pakan;
b. tempat perkawinan alami, seleksi, kastrasi, dan pelayanan inseminasi
buatan;
c. tempat pelayanan kesehatan hewan; dan/atau
d. tempat atau objek penelitian dan pengembangan teknologi peternakan dan
kesehatan hewan.
(3) Pemerintah daerah kabupaten/kota yang di daerahnya mempunyai persediaan
lahan yang memungkinkan dan memprioritaskan budi daya ternak skala kecil
diwajibkan menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum.
(4) Pemerintah daerah kabupaten/kota membina bentuk kerja sama antara
pengusahaan peternakan dan pengusahaan tanaman pangan, hortikultura,
perikanan, perkebunan, dan kehutanan serta bidang lainnya dalam
memanfaatkan lahan di kawasan tersebut sebagai sumber pakan ternak murah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pengelolaan kawasan
penggembalaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

Bagian Kedua
Air

Pasal 7

104
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Air yang dipergunakan untuk kepentingan peternakan dan kesehatan hewan
harus memenuhi persyaratan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya.
(2) Apabila ketersediaan air terbatas pada suatu waktu dan kawasan, kebutuhan
air untuk hewan perlu diprioritaskan setelah kebutuhan masyarakat terpenuhi.

Bagian Ketiga
Sumber Daya Genetik

Pasal 8
(1) Sumber daya genetik merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang dikuasai
oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Penguasaan negara atas sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, atau
pemerintahan daerah kabupaten/kota berdasarkan sebaran asli geografis
sumber daya genetik yang bersangkutan.
(3) Sumber daya genetik dikelola melalui kegiatan pemanfaatan dan pelestarian.
(4) Pemanfaatan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan melalui pembudidayaan dan pemuliaan.
(5) Pelestarian sumber daya genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan melalui konservasi di dalam habitatnya dan/atau di luar habitatnya
serta upaya lainnya.
(6) Pengelolaan sumber daya genetik tumbuhan pakan mengikuti peraturan
perundang-undangan di bidang sistem budi daya tanaman.

Pasal 9
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya genetik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) wajib membuat perjanjian dengan pelaksana
penguasaan negara atas sumber daya genetik yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan, antara lain,
pembagian keuntungan dari hasil pemanfaatan sumber daya genetik yang
bersangkutan dan pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pemanfaatannya.
(3) Pemanfaatan sumber daya genetik hewan asal satwa liar mengikuti peraturan
perundangundangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.

Pasal 10
(1) Pembudidayaan dan pemuliaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4)
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, masyarakat, dan/atau korporasi.

105
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Pemerintah wajib melindungi usaha pembudidayaan dan pemuliaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pembudidayaan dan pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengoptimalkan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan pelestarian
sumber daya genetik asli Indonesia.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap setiap orang yang melakukan pembudidayaan dan pemuliaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 11
(1) Setiap orang atau lembaga nasional yang melakukan pemasukan dan/atau
pengeluaran sumber daya genetik ke dan dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib memperoleh izin dari Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi lembaga
internasional yang melakukan pemasukan dan/atau pengeluaran sumber daya
genetik ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lembaga asing yang
akan melakukan pemasukan dan pengeluaran sumber daya genetik, terlebih
dahulu harus memiliki perjanjian dengan Pemerintah di bidang transfer
material genetik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 12
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya genetik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11 diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dan pelestarian sumber daya
genetik termasuk sumber daya genetik hewan dan rekayasa genetik diatur
dengan undang-undang.
BAB IV
PETERNAKAN
Bagian Kesatu
Benih, Bibit, dan Bakalan

Pasal 13
(1) Penyediaan dan pengembangan benih, bibit, dan/atau bakalan dilakukan
dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi
kerakyatan.
(2) Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan usaha
pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan peran serta masyarakat
untuk menjamin ketersediaan benih, bibit, dan/atau bakalan.

106
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Dalam hal usaha pembenihan dan/atau pembibitan oleh masyarakat belum
berkembang, Pemerintah membentuk unit pembenihan dan/atau pembibitan.
(4) Setiap benih atau bibit yang beredar wajib memiliki sertifikat layak benih atau
bibit yang memuat keterangan mengenai silsilah dan ciri-ciri keunggulan
tertentu.
(5) Sertifikat layak benih atau bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi benih atau bibit yang terakreditasi atau
yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 14
(1) Pemerintah menetapkan kebijakan perbibitan nasional untuk mendorong
ketersediaan benih dan/atau bibit yang bersertifikat dan melakukan
pengawasan dalam pengadaan dan peredarannya secara berkelanjutan.
(2) Pemerintah membina pembentukan wilayah sumber bibit pada wilayah yang
berpotensi menghasilkan suatu rumpun ternak dengan mutu dan keragaman
jenis yang tinggi untuk sifat produksi dan/atau reproduksi.
(3) Wilayah sumber bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri dengan mempertimbangkan jenis dan rumpun ternak, agroklimat,
kepadatan penduduk, sosial ekonomi, budaya, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan perbibitan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15
(1) Dalam keadaan tertentu pemasukan benih dan/atau bibit dari luar negeri
dapat dilakukan untuk:
a. meningkatkan mutu dan keragaman genetik;
b. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
c. mengatasi kekurangan benih atau bibit di dalam negeri; dan/atau
d. memenuhi keperluan penelitian dan pengembangan.
(2) Pemasukan benih dan/atau bibit wajib memenuhi persyaratan mutu dan
kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan di bidang karantina
hewan serta memerhatikan kebijakan pewilayahan bibit sebagaimana
dimaksud dalam

Pasal 14.
(3) Setiap orang yang melakukan pemasukan benih dan/atau bibit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin dari menteri yang
menyelenggarakan urusan perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari
Menteri.

107
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan mutu dan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16
(1) Pengeluaran benih, bibit, dan/atau bakalan dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam
negeri telah terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin.
(2) Setiap orang yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan
perdagangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

Pasal 17
(1) Perbaikan kualitas benih dan/atau bibit dilakukan dengan pembentukan galur
murni dan/atau pembentukan rumpun baru melalui persilangan dan/atau
aplikasi bioteknologi modern.
(2) Aplikasi bioteknologi modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah agama dan tidak
merugikan keanekaragaman hayati; kesehatan manusia, lingkungan, dan
masyarakat; serta kesejahteraan hewan.
(3) Aplikasi bioteknologi modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dilakukan khusus untuk menghasilkan ternak hasil rekayasa genetik harus
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan peraturan
perundangundangan di bidang keamanan hayati produk rekayasa genetik.

Pasal 18
(1) Dalam rangka mencukupi ketersediaan bibit, ternak ruminansia betina
produktif diseleksi untuk pemuliaan, sedangkan ternak ruminansia betina
tidak produktif disingkirkan untuk dijadikan ternak potong.
(2) Ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan
penghasil ternak yang baik, kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan,
atau pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyediakan dana untuk
menjaring ternak ruminansia betina produktif yang dikeluarkan oleh
masyarakat dan menampung ternak tersebut pada unit pelaksana teknis di
daerah untuk keperluan penangkaran dan penyediaan bibit ternak
ruminansia di daerah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyeleksian dan penyingkiran sebagaimana
pada ayat (1) dan penjaringan ternak ruminansia betina produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua

108
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pakan

Pasal 19
(1) Setiap orang yang melakukan budi daya ternak wajib mencukupi kebutuhan
pakan dan kesehatan ternaknya.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah membina pelaku usaha peternakan untuk
mencukupi dan memenuhi kebutuhan pakan yang baik untuk ternaknya.
(3) Untuk memenuhi kebutuhan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah membina pengembangan industri premiks dalam negeri.

Pasal 20
(1) Pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran bahan pakan dan tumbuhan
atau tanaman pakan yang tergolong bahan pangan dilakukan secara
terkoordinasi antarinstansi atau departemen.
(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyediaan lahan
untuk keperluan budi daya tanaman pakan, pengadaan pakan di dalam
negeri, dan pemasukan pakan dari luar negeri.
(3) Pengadaan dan/atau pembudidayaan tanaman pakan dilakukan melalui
sistem pertanaman monokultur dan/atau terpadu dengan jenis tanaman lain
dengan tetap mempertimbangkan ekosistem sesuai dengan peraturan
perundangundangan di bidang sistem budi daya tanaman.
(4) Dalam rangka pengadaan pakan dan/atau bahan pakan yang tergolong bahan
pangan, Pemerintah mengutamakan bahan baku pakan lokal.
(5) Pengadaan dan penggunaan pakan dan/atau bahan pakan yang berasal dari
organisme transgenik harus memenuhi persyaratan keamanan hayati.

Pasal 21
Menteri menetapkan batas tertinggi kandungan bahan pencemar fisik, kimia, dan
biologis pada pakan dan/atau bahan pakan.

Pasal 22
(1) Setiap orang yang memproduksi pakan dan/atau bahan pakan untuk
diedarkan secara komersial wajib memperoleh izin usaha.
(2) Pakan yang dibuat untuk diedarkan secara komersial harus memenuhi
standar atau persyaratan teknis minimal dan keamanan pakan serta
memenuhi ketentuan cara pembuatan pakan yang baik yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
(3) Pakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berlabel sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
(4) Setiap orang dilarang:
a. mengedarkan pakan yang tidak layak dikonsumsi;

109
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. menggunakan dan/atau mengedarkan pakan ruminansia yang


mengandung bahan pakan yang berupa darah, daging, dan/atau tulang;
dan/atau
c. menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik
imbuhan pakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23
Setiap pakan dan/atau bahan pakan yang dimasukkan dari luar negeri atau
dikeluarkan dari dalam negeri harus memenuhi ketentuan persyaratan teknis
kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan di bidang karantina.

Bagian Ketiga
Alat dan Mesin Peternakan

Pasal 24
(1) Pemerintah menetapkan jenis dan standar alat dan mesin peternakan yang
peredarannya perlu diawasi.
(2) Alat dan mesin peternakan yang diproduksi dan/atau dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus mengutamakan
keselamatan dan keamanan pemakainya.
(3) Alat dan mesin peternakan yang diproduksi dan/atau dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang peredarannya perlu diawasi wajib diuji sebelum diedarkan.

Pasal 25
(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan alat dan mesin
peternakan dari luar negeri untuk diedarkan wajib menyediakan suku cadang.
(2) Pemerintah membina dan memfasilitasi berkembangnya industri alat dan
mesin peternakan dalam negeri.
(3) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengadaan dan
peredaran alat dan mesin peternakan.
(4) Alat dan mesin peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan
mengandung suku cadang lokal dan melibatkan masyarakat dalam alih
teknologi.

Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai alat dan mesin peternakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

110
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bagian Keempat
Budi Daya

Pasal 27
(1) Budi daya merupakan usaha untuk menghasilkan hewan peliharaan dan
produk hewan.
(2) Pengembangan budi daya dapat dilakukan dalam suatu kawasan budi daya
sesuai dengan ketentuan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Penetapan suatu kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur berdasarkan Peraturan Menteri dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan di bidang penataan ruang.
(4) Pelaksanaan budi daya dengan memanfaatkan satwa liar dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.

Pasal 28
(1) Pemerintah menetapkan hewan hasil budi daya yang memanfaatkan satwa
liar sebagai ternak sepanjang populasinya telah mengalami kestabilan genetik
tanpa bergantung lagi pada populasi jenis tersebut di habitat alam.
(2) Satwa liar baik dari habitat alam maupun hasil penangkaran dapat
dimanfaatkan di dalam budi daya untuk menghasilkan hewan peliharaan
sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
konservasi satwa liar.
(3) Satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak termasuk
satwa liar yang seluruh dan/atau sebagian daur hidupnya berada di air.

Pasal 29
(1) Budi daya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan
peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus.
(2) Peternak yang melakukan budi daya ternak dengan jenis dan jumlah ternak di
bawah skala usaha tertentu diberikan tanda daftar usaha peternakan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3) Perusahaan peternakan yang melakukan budi daya ternak dengan jenis dan
jumlah ternak di atas skala usaha tertentu wajib memiliki izin usaha
peternakan dari pemerintah daerah kabupaten/kota.
(4) Peternak, perusahaan peternakan, dan pihak tertentu yang mengusahakan
ternak dengan skala usaha tertentu wajib mengikuti tata cara budi daya ternak
yang baik dengan tidak mengganggu ketertiban umum sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

111
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(5) Pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri


dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar.

Pasal 30
(1) Budi daya hanya dapat diselenggarakan oleh perorangan warga negara
Indonesia atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum Indonesia.
(2) Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan
pihak asing sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang
penanaman modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait.

Pasal 31
(1) Peternak dapat melakukan kemitraan usaha di bidang budi daya ternak
berdasarkan perjanjian yang saling memerlukan, memperkuat, dan
menguntungkan serta berkeadilan.
(2) Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
a. antarpeternak;
b. antara peternak dan perusahaan peternakan;
c. antara peternak dan perusahaan di bidang lain; dan
d. antara perusahaan peternakan dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memerhatikan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kemitraan usaha.

Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengupayakan agar sebanyak mungkin
warga masyarakat menyelenggarakan budi daya ternak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan membina
pengembangan budi daya yang dilakukan oleh peternak dan pihak tertentu
yang mempunyai kepentingan khusus.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan memberikan fasilitas untuk
pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan badan usaha di bidang
peternakan.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 32 diatur dengan Peraturan Presiden.

112
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bagian Kelima
Panen, Pascapanen, Pemasaran, dan
Industri Pengolahan Hasil Peternakan

Pasal 34
(1) Peternak dan perusahaan peternakan melakukan tata cara panen yang baik
untuk mendapatkan hasil produksi dengan jumlah dan mutu yang tinggi.
(2) Pelaksanaan panen hasil budi daya harus mengikuti syarat kesehatan hewan,
keamanan hayati, dan kaidah agama, etika, serta estetika.
Pasal 35
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan unit
pascapanen produk hewan skala kecil dan menengah.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi berkembangnya unit usaha
pascapanen yang memanfaatkan produk hewan sebagai bahan baku pangan,
pakan, farmasi, dan industri.

Pasal 36
(1) Pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi
kegiatan pemasaran hewan atau ternak dan produk hewan di dalam negeri
maupun ke luar negeri.
(2) Pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk membina
peningkatan produksi dan konsumsi protein hewani dalam mewujudkan
ketersediaan pangan bergizi seimbang bagi masyarakat dengan tetap
meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha peternakan.
(3) Pengeluaran hewan atau ternak dan produk hewan ke luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila produksi dan
pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.
(4) Pemasukan hewan atau ternak dan produk hewan dari luar negeri dilakukan
apabila produksi dan pasokan hewan atau ternak dan produk hewan di
dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.
(5) Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi
hewan atau ternak dan produk hewan.

Pasal 37
(1) Pemerintah membina dan memfasilitasi berkembangnya industri pengolahan
produk hewan dengan mengutamakan penggunaan bahan baku dari dalam
negeri.
(2) Pemerintah membina terselenggaranya kemitraan yang sehat antara industri
pengolahan dan peternak dan/atau koperasi yang menghasilkan produk
hewan yang digunakan sebagai bahan baku industri.

113
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang industri, kecuali untuk hal-
hal yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai panen, pascapanen, pemasaran, dan industri
pengolahan hasil peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai
dengan Pasal 37, kecuali yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang industri, diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB V
KESEHATAN HEWAN
Bagian Kesatu
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan

Pasal 39
(1) Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan merupakan
penyelenggaraan kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan dalam bentuk
pengamatan dan pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan,
pemberantasan, dan/atau pengobatan.
(2) Urusan kesehatan hewan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
(3) Dalam rangka mengefektifkan pengendalian dan penanggulangan penyakit
hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui berbagai pendekatan
dalam urusan kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah mengembangkan kebijakan kesehatan hewan nasional untuk
menjamin keterpaduan dan kesinambungan penyelenggaraan kesehatan
hewan di berbagai lingkungan ekosistem.

Pasal 40
(1) Pengamatan dan pengidentifikasian penyakit hewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (1) dilakukan melalui kegiatan surveilans dan pemetaan,
penyidikan dan peringatan dini, pemeriksaan dan pengujian, serta pelaporan.
(2) Menteri menetapkan jenis penyakit hewan, peta dan status situasi penyakit
hewan, serta penyakit eksotik yang mengancam kesehatan hewan, manusia,

114
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dan lingkungan berdasarkan hasil pengamatan dan pengidentifikasian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengamatan dan pengidentifikasian penyakit hewan dilakukan oleh
laboratorium veteriner yang terakreditasi.
(4) Dalam hal laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ada,
Menteri menetapkan laboratorium untuk melakukan pengamatan dan
pengidentifikasian penyakit hewan.
(5) Menteri menetapkan pedoman pengamatan dan pengidentifikasian penyakit
hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 41
Pencegahan penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina
hewan.

Pasal 42
(1) Pengamanan terhadap penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 dilaksanakan melalui:
a. penetapan penyakit hewan menular strategis;
b. penetapan kawasan pengamanan penyakit hewan;
c. penerapan prosedur biosafety dan biosecurity;
d. pengebalan hewan;
e. pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan, dan media pembawa
penyakit hewan lainnya di luar wilayah kerja karantina;
f. pelaksanaan kesiagaan darurat veteriner; dan/atau
g. penerapan kewaspadaan dini.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan terhadap penyakit hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Dalam rangka pengamanan terhadap penyakit hewan pada sentra-sentra
hewan produktif dan/atau satwa liar, Menteri menetapkan kawasan
pengamanan bebas penyakit hewan.
(4) Pemerintah membangun dan mengelola sistem informasi veteriner dalam
rangka terselenggaranya pengawasan dan tersedianya data dan informasi
penyakit hewan.
(5) Setiap orang yang melakukan pemasukan dan/atau pengeluaran hewan,
produk hewan, dan/atau media pembawa penyakit wajib memenuhi
persyaratan teknis kesehatan hewan.
(6) Menteri menetapkan manajemen kesiagaan darurat veteriner untuk
mengantisipasi terjadinya penyakit hewan menular terutama penyakit eksotik.

Pasal 43

115
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Menteri menetapkan jenis penyakit hewan menular strategis dalam rangka
pengamanan terhadap penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1) huruf a.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengamanan terhadap penyakit hewan menular strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pengamanan terhadap jenis penyakit hewan selain penyakit hewan menular
strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh masyarakat.
(4) Setiap orang yang memelihara dan/atau mengusahakan hewan wajib
melakukan pengamanan terhadap penyakit hewan menular strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 44
(1) Pemberantasan penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
meliputi penutupan daerah, pembatasan lalu lintas hewan, pengebalan hewan,
pengisolasian hewan sakit atau terduga sakit, penanganan hewan sakit,
pemusnahan bangkai, pengeradikasian penyakit hewan, dan
pendepopulasian hewan.
(2) Pendepopulasian hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memerhatikan status konservasi hewan dan/atau status mutu genetik
hewan.
(3) Pemerintah tidak memberikan kompensasi kepada setiap orang atas tindakan
depopulasi terhadap hewannya yang positif terjangkit penyakit hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemerintah memberikan kompensasi bagi hewan sehat yang berdasarkan
pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus didepopulasi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberantasan penyakit hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 45
(1) Setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan peternakan
yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya penyakit
hewan menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan berwenang setempat.
(2) Menteri menetapkan status daerah sebagai daerah tertular, daerah terduga,
dan daerah bebas penyakit hewan menular, serta pedoman
pemberantasannya.
(3) Pemerintah daerah provinsi mengawasi penerapan pedoman pemberantasan
penyakit hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

116
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan pedoman pemberantasan


penyakit hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 46
(1) Menteri menyatakan dan mengumumkan kepada masyarakat luas kejadian
wabah penyakit hewan menular di suatu wilayah berdasarkan laporan
gubernur dan/atau bupati/walikota setelah memperoleh hasil investigasi
laboratorium veteriner dari pejabat otoritas veteriner di wilayah setempat.
(2) Dalam hal suatu wilayah dinyatakan sebagai daerah wabah, pemerintah
daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten atau kota wajib menutup
daerah tertular, melakukan pengamanan, pemberantasan, dan pengobatan
hewan, serta pengalokasian dana yang memadai di samping dana Pemerintah.
(3) Dalam hal wabah penyakit hewan menular sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan penyakit hewan menular eksotik, tindakan pemusnahan harus
dilakukan terhadap seluruh hewan yang tertular dengan memerhatikan status
konservasi hewan yang bersangkutan.
(4) Tindakan pemusnahan hewan langka dan/atau yang dilindungi dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(5) Setiap orang dilarang mengeluarkan dan/atau memasukkan hewan, produk
hewan, dan/atau media yang dimungkinkan membawa penyakit hewan
lainnya dari daerah tertular dan/atau terduga ke daerah bebas.
(6) Ketentuan pemberantasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
pemusnaan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi
bibit ternak yang diproduksi oleh perusahaan peternakan di bidang
pembibitan yang dinyatakan bebas oleh otoritas veteriner.
(7) Pernyataan bebas penyakit menular pada perusahaan peternakan di bidang
pembibitan oleh otoritas veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 47
(1) Pengobatan hewan menjadi tanggung jawab pemilik hewan, peternak, atau
perusahaan peternakan, baik sendiri maupun dengan bantuan tenaga
kesehatan hewan.
(2) Pengobatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan
obat keras dan/atau obat yang diberikan secara parenteral harus dilakukan di
bawah pengawasan dokter hewan.
(3) Hewan atau kelompok hewan yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan berdasarkan visum dokter hewan harus dieutanasia dan/atau
dimusnahkan oleh tenaga kesehatan hewan dengan memerhatikan ketentuan
kesejahteraan hewan.

117
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Hewan atau kelompok hewan yang menderita penyakit menular dan tidak
dapat disembuhkan berdasarkan visum dokter hewan berwenang serta
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan harus dimusnahkan atas
permintaan pemilik hewan, peternak, perusahaan peternakan, Pemerintah,
dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Pemerintah tidak memberikan kompensasi bagi hewan yang berdasarkan
pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan harus dimusnahkan.
(6) Pengeutanasiaan atau pemusnahan hewan atau kelompok hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh dokter
hewan dan/atau tenaga kesehatan hewan di bawah pengawasan dokter
hewan dengan memerhatikan ketentuan kesejahteraan hewan.

Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamatan, pengamanan, pemberantasan
penyakit hewan, pengobatan, maupun persyaratan teknis kesehatan hewan,
termasuk pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai
dengan Pasal 47 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Obat Hewan

Pasal 49
(1) Berdasarkan sediaannya, obat hewan dapat digolongkan ke dalam sediaan
biologik, farmakoseutika, premiks, dan obat alami.
(2) Berdasarkan tingkat bahaya dalam pemakaian dan akibatnya, obat hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menjadi obat keras,
obat bebas terbatas, dan obat bebas.
(3) Untuk menjamin ketersediaan dan keberlanjutan sediaan biologik, biang
isolat lokal disimpan di laboratorium dan/atau lembaga penelitian dan
pengembangan veteriner.
(4) Untuk menjamin ketersediaan dan keberlanjutan sediaan premiks dalam
pengembangan peternakan skala kecil dan menengah, Pemerintah
memfasilitasi distribusi sediaan premiks dalam negeri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai distribusi sediaan premiks sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 50
(1) Obat hewan yang dibuat dan disediakan dengan maksud untuk diedarkan
harus memiliki nomor pendaftaran.

118
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Untuk memperoleh nomor pendaftaran, setiap obat hewan harus didaftarkan,
dinilai, diuji, dan diberikan sertifikat mutu setelah lulus penilaian dan
pengujian.
(3) Pembuatan, penyediaan, peredaran, dan pengujian obat hewan harus
dilakukan di bawah pengawasan otoritas veteriner.
(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan atas pembuatan, penyediaan, dan peredaran obat
hewan.

Pasal 51
(1) Obat keras yang digunakan untuk pengamanan penyakit hewan dan/atau
pengobatan hewan sakit hanya dapat diperoleh dengan resep dokter hewan.
(2) Pemakaian obat keras harus dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga
kesehatan hewan di bawah pengawasan dokter hewan.
(3) Setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang
produknya untuk konsumsi manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan menggunakan obat hewan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 52
(1) Setiap orang yang berusaha di bidang pembuatan, penyediaan, dan/atau
peredaran obat hewan wajib memiliki izin usaha sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang dilarang membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan obat
hewan yang:
a. berupa sediaan biologik yang penyakitnya tidak ada di Indonesia;
b. tidak memiliki nomor pendaftaran;
c. tidak diberi label dan tanda; dan
d. tidak memenuhi standar mutu.

Pasal 53
(1) Pembuatan sediaan biologik yang penyakitnya tidak ada di Indonesia yang
bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan membantu
pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan di negara lain wajib
memenuhi persyaratan keamanan hayati yang tinggi.
(2) Pembuatan sediaan biologik yang biang isolatnya tidak ada di Indonesia
yang bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan membantu
pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan di negara lain wajib
memenuhi persyaratan keamanan hayati yang tinggi.

119
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan sediaan biologik yang penyakit
dan/atau biang isolatnya tidak ada di Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 54
(1) Penyediaan obat hewan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam
negeri.
(2) Dalam hal obat hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat
diproduksi atau belum mencukupi kebutuhan dalam negeri, penyediaannya
dapat dipenuhi melalui produk luar negeri.
(3) Pemasukan obat hewan untuk diedarkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan peredaran obat hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan peraturan perundang-
undangan di bidang karantina.
(4) Pengeluaran obat hewan produksi dalam negeri ke luar negeri harus
mengutamakan kepentingan nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan dan pengeluaran dari dan ke
luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Alat dan Mesin Kesehatan Hewan

Pasal 55
(1) Pemerintah menetapkan jenis dan standar mutu alat dan mesin kesehatan
hewan yang pengadaan dan peredarannya perlu dilakukan pengawasan.
(2) Alat dan mesin kesehatan hewan yang dibuat atau dimasukkan untuk
diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memenuhi
standar mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap orang yang membuat, memasukkan, dan mengedarkan alat dan mesin
kesehatan hewan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan pelayanan purnajual
dan alih teknologi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai alat dan mesin kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB VI
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN

120
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KESEJAHTERAAN HEWAN

Bagian kesatu
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Pasal 56
Kesehatan masyarakat veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan
dalam bentuk:
a. pengendalian dan penanggulangan zoonosis;
b. penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan;
c. penjaminan higiene dan sanitasi;
d. pengembangan kedokteran perbandingan; dan
e. penanganan bencana.

Pasal 57
(1) Menteri bersama menteri yang menyelenggarakan urusan kesehatan
menetapkan jenis zoonosis yang memerlukan prioritas pengendalian dan
penanggulangan.
(2) Pengendalian dan penanggulangan zoonosis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara mutatis mutandis mengikuti ketentuan dalam
Pasal 40 sampai dengan Pasal 47.
(3) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengendalian
dan penanggulangan zoonosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara terkoordinasi dengan menteri terkait.

Pasal 58
(1) Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan
pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi
produk hewan.
(2) Pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan di
tempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan,
pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu
peredaran setelah pengawetan.
(3) Standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan dilakukan terhadap
produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan dan/atau dikeluarkan
dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai sertifikat
veteriner dan sertifikat halal.

121
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(5) Produk hewan yang dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal jika
dipersyaratkan oleh negara pengimpor.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
(7) Untuk pangan olahan asal hewan, selain wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pangan.

Pasal 59
(1) Setiap orang yang akan memasukkan produk hewan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin pemasukan dari
menteri yang terkait di bidang perdagangan setelah memperoleh
rekomendasi:
a. untuk produk hewan segar dari Menteri; atau
b. untuk produk hewan olahan dari pimpinan instansi yang bertanggung
jawab di bidang pengawasan obat dan makanan dan/atau Menteri.
(2) Produk hewan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
berasal dari unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona dalam
suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukan
produk hewan.
(3) Produk hewan olahan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yang masih mempunyai risiko penyebaran zoonosis yang dapat mengancam
kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan budi daya, harus mendapatkan
rekomendasi dari Menteri sebelum dikeluarkannya rekomendasi dari
pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat dan
makanan.
(4) Persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) mengacu pada ketentuan atau kaidah internasional
yang berbasis analisis risiko di bidang kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner serta mengutamakan kepentingan nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemasukan
produk hewan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 60

122
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan wajib mengajukan
permohonan untuk memperoleh nomor kontrol veteriner kepada pemerintah
daerah provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan unit usaha yang
memproduksi dan/atau mengedarkan produk hewan yang dihasilkan oleh
unit usaha skala rumah tangga yang belum memenuhi persyaratan nomor
kontrol veteriner.

Pasal 61
(1) Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:
a. dilakukan di rumah potong; dan
b. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan
masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
(2) Dalam rangka menjamin ketenteraman batin masyarakat, pemotongan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memerhatikan kaidah
agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.
(3) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara pemotongan
hewan yang baik.
(4) Ketentuan mengenai pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dikecualikan bagi pemotongan untuk kepentingan hari besar keagamaan,
upacara adat, dan pemotongan darurat.

Pasal 62
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan
yang memenuhi persyaratan teknis.
(2) Rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diusahakan oleh setiap orang setelah memiliki izin usaha dari bupati/walikota.
(3) Usaha rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang di bidang
pengawasan kesehatan masyarakat veteriner.

Pasal 63
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib
menyelenggarakan penjaminan higiene dan sanitasi.
(2) Untuk mewujudkan higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan:
a. pengawasan, inspeksi, dan audit terhadap tempat produksi, rumah
pemotongan hewan, tempat pemerahan, tempat penyimpanan, tempat
pengolahan, dan tempat penjualan atau penjajaan serta alat dan mesin
produk hewan;

123
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. surveilans terhadap residu obat hewan, cemaran mikroba, dan/atau


cemaran kimia; dan
c. pembinaan terhadap orang yang terlibat secara langsung dengan aktivitas
tersebut.
(3) Kegiatan higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh dokter hewan berwenang di bidang kesehatan masyarakat veteriner.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 64
Pemerintah dan pemerintah daerah mengantisipasi ancaman terhadap kesehatan
masyarakat yang ditimbulkan oleh hewan dan/atau perubahan lingkungan sebagai
dampak bencana alam yang memerlukan kesiagaan dan cara penanggulangan
terhadap zoonosis, masalah higiene, dan sanitasi lingkungan.

Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan, pemeriksaan, pengujian,
standardisasi, dan sertifikasi produk hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 ayat (1), tata cara pemasukan produk hewan olahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (1) huruf b, penetapan negara dan/atau zona, unit usaha
produk hewan, dan tata cara pemasukan produk hewan segar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2), serta kesiagaan dan cara penanggulangan
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kedua
Kesejahteraan Hewan

Pasal 66
(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan
dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan;
pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan;
serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi;
b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku
alaminya;

124
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan


dilakukan dengan sebaikbaiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar
dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut
dan tertekan;
d. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan
bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
e. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
f. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan,
penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
g. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan
dan penyalahgunaan.
(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan
diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari
hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 67
Penyelenggaraan kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama
masyarakat.

BAB VII
OTORITAS VETERINER

Pasal 68
(1) Penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia memerlukan otoritas veteriner.
(2) Dalam rangka pelaksanaan otoritas veteriner sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah menetapkan Siskeswanas.
(3) Dalam pelaksanaan Siskeswanas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya menetapkan
dokter hewan berwenang, meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan
penyelenggaraan kesehatan hewan, serta melaksanakan koordinasi dengan
memerhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pemerintahan daerah.
(4) Dalam ikut berperan serta mewujudkan kesehatan hewan dunia melalui
Siskeswanas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat
melimpahkan kewenangannya kepada otoritas veteriner.

125
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(5) Otoritas veteriner bersama organisasi profesi kedokteran hewan


melaksanakan Siskeswanas dengan memberdayakan potensi tenaga
kesehatan hewan dan membina pelaksanaan praktik kedokteran hewan di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(6) Di samping melaksanakan pengendalian dan penanggulangan penyakit
hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan/atau kesejahteraan hewan,
otoritas veteriner juga melakukan pelayanan kesehatan hewan, pengaturan
tenaga kesehatan hewan, pelaksanaan medik reproduksi, medik konservasi,
forensik veteriner, dan pengembangan kedokteran hewan perbandingan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 69
(1) Pelayanan kesehatan hewan meliputi pelayanan jasa laboratorium veteriner,
pelayanan jasa laboratorium pemeriksaan dan pengujian veteriner, pelayanan
jasa medik veteriner, dan/atau pelayanan jasa di pusat kesehatan hewan atau
pos kesehatan hewan.
(2) Setiap orang yang berusaha di bidang pelayanan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin usaha dari
bupati/walikota.

Pasal 70
(1) Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan hewan, Pemerintah mengatur
penyediaan dan penempatan tenaga kesehatan hewan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
(2) Tenaga kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
tenaga medik veteriner, sarjana kedokteran hewan, dan tenaga paramedik
veteriner.
(3) Tenaga medik veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
dokter hewan dan dokter hewan spesialis.
(4) Tenaga paramedik veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki
diploma kesehatan hewan dan/atau ijazah sekolah kejuruan kesehatan hewan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria tenaga kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 71
(1) Tenaga medik veteriner melaksanakan segala urusan kesehatan hewan
berdasarkan kompetensi medik veteriner yang diperolehnya dalam
pendidikan kedokteran hewan.

126
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Tenaga paramedik veteriner dan sarjana kedokteran hewan melaksanakan


urusan kesehatan hewan yang menjadi kompetensinya dan dilakukan di
bawah penyeliaan dokter hewan.
(3) Dokter hewan spesialis dan/atau dokter hewan yang memperoleh sertifikat
kompetensi dari organisasi profesi kedokteran hewan dan/atau sertifikat yang
diakui oleh Pemerintah dapat melaksanakan urusan kesehatan hewan.
(4) Dalam menjalankan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
tenaga kesehatan hewan wajib mematuhi kode etik dan memegang teguh
sumpah atau janji profesinya.

Pasal 72
(1) Tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan wajib
memiliki surat izin praktik kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh
bupati/walikota.
(2) Untuk mendapatkan surat izin praktik kesehatan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan hewan yang bersangkutan
mengajukan surat permohonan untuk memperoleh surat izin praktik kepada
bupati/walikota disertai dengan sertifikat kompetensi dari organisasi profesi
kedokteran hewan.
(3) Tenaga asing kesehatan hewan dapat melakukan praktik pelayanan kesehatan
hewan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
perjanjian bilateral atau multilateral antara pihak Indonesia dan negara atau
lembaga asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 73
(1) Pemerintah wajib membina dan memfasilitasi terselenggaranya medik
reproduksi, medik konservasi, dan forensik veteriner.
(2) Medik reproduksi, medik konservasi, dan forensik veteriner sepanjang
berkaitan dengan satwa liar dan/atau hewan yang hidup di air
diselenggarakan secara terkoordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 74
(1) Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hewan sebagai hewan
laboratorium dan hewan model penelitian dan/atau pemanfaatan organ
hewan untuk kesejahteraan manusia diterapkan ilmu kedokteran
perbandingan.
(2) Penerapan ilmu kedokteran perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus dilakukan:
a. di bawah penyeliaan dokter hewan yang kompeten;
b. berdasarkan etika hewan dan etika kedokteran hewan; dan

127
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. dengan mempertimbangkan kesejahteraan hewan.

Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tenaga kesehatan hewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 74 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PEMBERDAYAAN PETERNAK DAN USAHA
DI BIDANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Pasal 76
(1) Pemberdayaan peternak, usaha di bidang peternakan, dan usaha di bidang
kesehatan hewan dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi kemajuan
usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan serta peningkatan daya
saing.
(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta informasi;
b. pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan, dan bantuan teknik;
c. penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi;
d. pembinaan kemitraan dalam meningkatkan sinergi antarpelaku usaha;
e. penciptaan iklim usaha yang kondusif dan/atau meningkatan
kewirausahaan;
f. pengutamaan pemanfaatan sumber daya peternakan dan kesehatan
hewan dalam negeri;
g. pemfasilitasan terbentuknya kawasan pengembangan usaha peternakan;
h. pemfasilitasan pelaksanaan promosi dan pemasaran; dan/atau
i. perlindungan harga dan produk hewan dari luar negeri.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan di
bidang peternakan dan kesehatan hewan melakukan pemberdayaan peternak
guna meningkatkan kesejahteraan peternak.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan memfasilitasi
pengembangan produk hewan yang ditetapkan sebagai bahan pangan pokok
strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 77
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melindungi peternak dari perbuatan yang
mengandung unsur pemerasan oleh pihak lain untuk memperoleh
pendapatan yang layak.

128
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mencegah penyalahgunaan kebijakan di


bidang permodalan dan/atau fiskal yang ditujukan untuk pemberdayaan
peternak, perusahaan peternakan, dan usaha kesehatan hewan.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah mencegah penyelenggaraan kemitraan
usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan yang menyebabkan
terjadinya eksploitasi yang merugikan peternak dan masyarakat.

BAB IX
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Pasal 78
(1) Sumber daya manusia di bidang peternakan dan kesehatan hewan meliputi
aparat Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, dan semua pihak yang
terkait dengan bidang peternakan dan kesehatan hewan.
(2) Sumber daya manusia di bidang peternakan dan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu ditingkatkan dan dikembangkan
kualitasnya untuk lebih meningkatkan keterampilan, keprofesionalan,
kemandirian, dedikasi, dan akhlak mulia.
(3) Pengembangan kualitas sumber daya manusia di bidang peternakan dan
kesehatan hewan dilaksanakan dengan cara:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. penyuluhan; dan/atau
c. pengembangan lainnya dengan memerhatikan kebutuhan kompetensi
kerja, budaya masyarakat, serta sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah melalui institusi pendidikan dan dunia
usaha memfasilitasi dan mengembangkan pendidikan dan pelatihan serta
penyuluhan yang berkaitan dengan penyediaan sumber daya manusia yang
kompeten di bidang peternakan dan kesehatan hewan.
(5) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan penyuluhan
peternakan dan kesehatan hewan serta mendorong dan membina peran serta
masyarakat untuk melaksanakan peternakan dan kesehatan hewan yang baik.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan penyuluhan dan
pendidikan publik di bidang peternakan dan kesehatan hewan melalui upaya
peningkatan kesadaran gizi masyarakat dalam mengonsumsi produk hewan
yang aman, sehat, utuh, dan halal.
(7) Pemerintah mengembangkan dan memfasilitasi berbagai cara pengembangan
sumber daya manusia di bidang peternakan dan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

129
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pengembangan kualitas sumber daya
manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diatur dengan
Peraturan Menteri.

BAB X
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 79
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan peternakan dan kesehatan hewan.
(2) Penelitian dan pengembangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan
dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, institusi pendidikan,
perorangan, lembaga swadaya masyarakat, atau dunia usaha, baik secara
sendiri-sendiri maupun bekerja sama.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan mengembangkan adanya
kerja sama yang baik antarpenyelenggara penelitian dan pengembangan di
bidang peternakan dan kesehatan hewan, baik di tingkat nasional maupun
internasional.

Pasal 80
(1) Perorangan warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang
melakukan penelitian dan pengembangan di bidang peternakan dan
kesehatan hewan wajib mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi
pemerintah yang berwenang di bidang penelitian, pengembangan, dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Perorangan warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penelitian harus bekerja sama
dengan peneliti atau lembaga penelitian dalam negeri.

Pasal 81
Negara memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual hasil
aplikasi ilmu pengetahuan dan invensi teknologi di bidang peternakan dan
kesehatan hewan.

Pasal 82
Penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan rekayasa genetik di bidang
peternakan dan kesehatan hewan dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan

130
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dengan kaidah agama; kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan;


kesejahteraan hewan; serta tidak merugikan keanekaragaman hayati.

Pasal 83
Ketentuan mengenai pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan dan kesehatan hewan
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
PENYIDIKAN

Pasal 84
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan dari tanggung
jawabnya meliputi peternakan dan kesehatan hewan diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan
hewan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan
hewan;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan
hewan;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam
perkara tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan;
dan/atau
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan hewan.
(3) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum sesuai Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.

131
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 85
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat (3), Pasal 18 ayat (2),
Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 23, Pasal 24 ayat (2),
Pasal 25 ayat (1), Pasal 29 ayat (3), Pasal 42 ayat (5), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47
ayat (2) atau ayat (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), Pasal
54 ayat (3), Pasal 58 ayat (5), Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 ayat (1) atau ayat (2),
Pasal 62 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 69 ayat (2), dan Pasal 72 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
(2) Sanksi admistratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
a. peringatan secara tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;
c. pencabutan nomor pendaftaran dan penarikan obat hewan, pakan, alat
dan mesin, atau produk hewan dari peredaran;
d. pencabutan izin; atau
e. pengenaan denda.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenakan kepada
setiap orang yang:
a. menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif paling sedikit
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
b. menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif paling sedikit
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); dan
c. melanggar selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling
sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(5) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditambah 1/3 (sepertiga)
dari denda tersebut jika pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau korporasi.

132
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 86
Setiap orang yang menyembelih:
a. ternak ruminansia kecil betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan
dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. ternak ruminansia besar betina produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) dan paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).

Pasal 87
Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp75.000.000,00 (tujuh
puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal 88
Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan alat dan mesin tanpa
mengutamakan keselamatan dan keamanan bagi pemakai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) dan/atau belum diuji berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 11 (sebelas) bulan dan denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Pasal 89
(1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran atas tindakan mengeluarkan
dan/atau memasukkan hewan, produk hewan, atau media pembawa penyakit
hewan lainnya dari dan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5), Pasal 58 ayat (5), dan Pasal 59
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).

133
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Setiap orang yang mengeluarkan dan/atau memasukkan hewan, produk


hewan, atau media pembawa penyakit hewan lainnya ke dalam wilayah bebas
dari wilayah tertular atau terduga tertular sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 ayat (5), Pasal 59 ayat (3), dan Pasal 60 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00
(sembilan miliar rupiah).

Pasal 90
Setiap orang yang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang
produknya untuk konsumsi manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(3) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling
lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 91
Setiap orang yang membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan obat hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).

Pasal 92
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi atau pejabat yang
berwenang, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda dengan pemberatan
ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86 sampai dengan Pasal 91.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi atau
pejabat yang berwenang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan
izin usaha, status badan hukum, atau status kepegawaian dari pejabat yang
berwenang.

Pasal 93
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal
90, dan Pasal 91 merupakan pelanggaran.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 merupakan kejahatan.

134
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 94
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. nomor pendaftaran obat hewan, pakan, alat dan mesin peternakan dan
kesehatan hewan, pangan asal hewan, dan usaha pemotongan dinyatakan
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya untuk selanjutnya di sesuaikan
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya;
b. permohonan untuk memperoleh nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada huruf a yang diajukan dan sedang dalam proses diselesaikan
berdasarkan ketentuan peraturan pelaksanaan di bidang peternakan dan
kesehatan hewan;
c. izin usaha peternakan, izin usaha obat hewan, izin usaha pemotongan hewan,
izin pelayanan kesehatan hewan, dan izin praktik dokter hewan dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut dengan
Undang-Undang ini; dan/atau
d. permohonan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada huruf c
yang diajukan dan sedang dalam proses diselesaikan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan dan peraturan pelaksanaannya.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 95
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundangundangan di bidang
peternakan dan kesehatan hewan yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya
peraturan pelaksanaan yang baru yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang
ini.

Pasal 96
Ketentuan praktik kedokteran hewan dan ketentuan veteriner yang belum cukup
diatur dalam Undang-Undang ini akan diatur tersendiri dengan undangundang.

Pasal 97
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini:
a. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden harus telah ditetapkan paling
lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan;

135
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Peraturan atau Keputusan Menteri harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan; dan
c. Peraturan Pemerintah Daerah harus telah ditetapkan paling lama 1 (satu)
tahun sejak peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
ditetapkan.

Pasal 98
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1967 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2824);
2. Ketentuan yang mengatur kehewanan yang tercantum dalam:
a. peninjauan kembali ketentuan mengenai pengawasan praktik dokter
hewan dan kebijakan kehewanan (Herziening van de bepalingen omtrent
het Veeartsnijkundige staatstoezicht en de Veeartsnijkundige politie,
Staatsblad Tahun 1912 Nomor 432);
b. desentralisasi dari wewenang pusat sesuai dengan ketentuan dalam
Staatsblad Tahun 1914 Nomor 486, membuka kemungkinan pelimpahan
pelaksanaan kepada tiap-tiap kepala daerah untuk penanggulangan
penyakit hewan menular pada hewan ternak dan gedung yang menjadi
sarang tikus (Decenstralisatie gemeenteraden. Besmettelijke ziekten.
Pestgevaarlijke gebouwen. Openstejling van de mogelijkheid om aan de
gemednteraden over te dragen de uitvoering van de bij de ordonnantie in
Staatsblad Tahun 1914 nomor 486 vastgestelde regelen, Staatsblad Tahun
1916 Nomor 656); (cek dg Engelbrecht);
c. perubahan dan tambahan atas tambahan pada Staatsblad Tahun 1912
nomor 432 yang mengatur tentang polisi khusus dinas kedokteran hewan
(Nadere wijziging en aanvulling van het reglementen op het
veeartsnijkundige staatstoezicht en de veeartsnijkundige politie in
Nederlandsch-Indie (staatsblad Tahun 1912 Nomor 432), Staatsblad Tahun
1925 Nomor 163);
d. ketentuan baru mengenai pengenalan dan pemberantasan mewabahnya
rabies (Nieuwe bepalingen tervoorkeming en bestrijding van hondolsheids
(rabies) in Nederlandsch Indie (Hondolsheids Ordonnantie 1926),
Staatsblad Tahun 1926 Nomor 451);
e. pelimpahan sebagian kegiatan pemerintah pusat kepada provinsi
mengenai dinas kehewanan sipil dan polisi khusus kehewanan
(Overdracht van een deel der overheidsbemoeienis met den burgelijke
veeartsnijkundige dienst provincien, Staatsblad Tahun 1926 Nomor 569);
f. tambahan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1926 Nomor
452 mengenai pemberantasan atau pembasmian penyakit anjing gila

136
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(rabies) (Veeartsnijkundige. Dienst. Politie. Reglementen, Staatsblad Tahun


1928 Nomor 52);
g. untuk polisi khusus kehewanan, petunjuk mengenai pemotongan hewan,
pemotongan hewan besar betina bertanduk yang tercantum dalam
peraturan pemerintah tahun 1936 mengenai hewan besar betina bertanduk
(Wijziging van de bepalingen inzake het slachten op doen slachten van
vrouwelijk groothoornvee ("Slacht Ordonantie Vrouwelijke Groothoornvee
1936"), Staatsblad Tahun 1936 Nomor 614);
h. perubahan terhadap peraturan mengenai campur tangan pemerintah
dalam dinas kehewanan, polisi kehewanan, dan ordonansi tentang
penyakit anjing gila (rabies) (Wijziging van het reglement op de
veeartsnijkundige overheidsbemoeienis en de veeartsnijkundige politie en
van de hondolsheid ordonnantie, Staatsblad Tahun 1936 Nomor 715);
i. desentralisasi untuk dinas kehewanan di daerah seberang (Decentralisatie.
Veeartsnijkundige dientst. Buitengewesten, Staatsblad Tahun 1937 Nomor
512); dan
j. perubahan terhadap peraturan mengenai campur tangan pemerintah pada
dinas kehewanan dan polisi kehewanan, (Wijziging van het reglement op
de veeartsnijkundige overheidsbemoienis en de veeartsnijkundige politie,
Staatsblad Tahun 1937 Nomor 513);

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 99
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-


Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

137
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

ttd.
ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 84

138
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1990 Tentang


Pembinaan Usaha Peternakan Ayam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 22 TAHUN 1990
TENTANG
PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : 1. bahwa dalam rangka meningkatkan kesempatan berusaha,


ekspor dankesejahteraan rakyat, diperlukan iklim usaha yang
dapat mendorong pengembangan peternakan ayam ras;
2. bahwa untuk mencapai maksud di atas, perlu ditetapkan
ketentuan mengenai pembinaan usaha peternakan ayam ras

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;


2. Undang-undang nomor 6 tahun 1967;
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967;
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967;
5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968;
6. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PEMBINAAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS

Pasal 1
Peternakan ayam Ras adalah usaha budidaya ayam ras petelur dan ayam ras
pedaging, tidak termasuk pembibitan.

Pasal 2
Untuk mewujudkan peternakan ayam ras yang maju, efisien dan tangguh, Menteri
Pertanian melakukan bimbingan sehingga terjamin kesinambungan usaha sarana
Produksi, Budidaya, pengolahan dan pemasaran.

Pasal 3

135
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Usaha Budidaya ayam ras diutamakan bagi peternakan rakyat, perorangan,


kelompok maupun koperasi.
2. Usaha budidaya ayam ras dapat dilakukan oleh perusahaan peternakan swasta
Nasional dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan
memperhatikan ketentuan pasal 4.
3. Usaha budidaya ayam ras dapat dilakukan oleh perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) dengan memperhatikan pasal 4 dan wajib mengekspor sekurang-
kurangnya 65% (enampuluh lima persen) dari hasil Produksinya.

Pasal 4
Perusahaan Peternakan yang melakukan usaha budidaya ayam ras harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Bekerjasama dengan usaha peternakan rakyat sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (1) selambat-lambatnya 3 (tiga) Tahun untuk ayam ras Pedaging
dan 5 (lima) tahun untuk ayam ras petelur setelah izin usaha peternakan
diterbitkan.
b. Dalam kerjasama tersebut bagian produksi usaha peternakan ayam rakyat lebih
besar dari usaha sendiri selambat-lambatnya dalam waktu 3(tiga) tahun;
c. Menyediakan sarana Produksi serta memasarkan hasil produksi usaha
peternakan rakyat sesuai dengan kesepakatan kerjasama dimaksud dalam
huruf a;
d. Memiliki sarana Pengolahan/pemotongan ayam;
e. Membantu penyediaan modal kerja dan investasi untuk usaha kerjasama;

Diselenggarakan di lokasi yang diizinkan pemerintah.

Pasal 5
Menteri Pertanian mengatur jumlah maksimum usaha budidaya ayam ras
peternakan rakyat dan pelaksanaan kerjasama antara perusahaan peternakan
dengan peternakan rakyat.

Pasal 6
Pelaksanaan usaha budidaya ayam ras oleh peternakan rakyat dan perusahaan
peternakan harus memenuhi ketentuan tentang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 7
Dengan ditetapkanya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Nomor 50
Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Keputusan Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

136
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Mei 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO

137
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 Tentang
Standardisasi Nasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 102 TAHUN 2000
TENTANG
STANDARDISASI NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas,


daya guna produksi, mutu barang, jasa proses system dan atau
personel yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing
perlindungan konsumen pelaku usaha tenaga kerja dan
masyarakat khususnya dibidang keselamatan keamanan
kesehatan dan lingkungan hidup maka efektifitas pengaturan
di bidang standarisasi perlu lebih di tingkatkan;
b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization)yang di dalamnya mengatur pula masalah
standarisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan
peraturan perundang-undangan nasional di bidang
standarisasi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu untuk mengganti
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar
Nasional Indonesia;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah


di ubah dengan Perubahan Kedua Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Peraturan
Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961
tentang Barang menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2210);
3. Undang-undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrology Legal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

137
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
6. Undang undang Nomor 15 tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republic Indonesia tahun
1985 nomor 74, Tambahan Lembaran Nomor 3317);
7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Nomor
3482);
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan
Pembentukkan WTO (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3564);
10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996 Nomor 99,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia
tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3676);
12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
13. Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
14. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor GO, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 154 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar
Nasional untuk Satuan Ukuran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1989 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3388);

138
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan


Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
18. Peraturan Pemerintahan Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangn Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 51 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3980);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDARDISASI NASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata
cara dan metode yang disusun berdasarkan konsessus semua pihak yang
terkait dengan memperlihatkan syarat-syarat keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan dating untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
2. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan
merevisi standar,yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan
semua pihak.
3. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang di tetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
4. Rancangan Standar Nasional Indaonesia (RSNI),adalah rancangan standar
yang dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapai konsensus dari semua
pihak yang terkait.
5. Perumusan Standar Nasional Indonesia adalah rangkaian kegiatan sejak
pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar
Nasional Indonesia sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang
terkait.
6. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkan
Rancangan Standar Nasional Indonesia menjadi standar Indonesia.

139
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

7. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakan Standar


Nasional Indonesia oleh pelaku usaha.
8. Revisi Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan penyempurnaan Standar
Nasional Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
9. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan
instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional
Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa.
10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN) yang menyatakan bahwa suatu
lembaga/laboraturium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan
sertifikasi tertentu.
11. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan
atau jasa.
12. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboraturium
yag telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, system
atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
13. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan
atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional
Indonesia.
14. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidar berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat diperdagangan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
15. Jasa adalah setiap layanan berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan
bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
16. Sistem Standardisasi Nasional (SSN) adalah tatanan jaringan sarana dan
kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan
nasional,yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi,
perumusan standar, penetapan standar, akreditasi sertifikasi, metrology,
pembinaan dan pengawasan standardisasi , kerjasama, informasi dan
dokumentasi, pemasyarakatan dan pendidikan dan pelatihan standardisasi.
17. Badan Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang
standardisasi sesuai dengan pengaturan perundanundangan yang berlaku.
18. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hokum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

140
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

19. Instansi teknnis adalah kantor Menteri Negara, Departemen atau Lembaga
Pemerintah Non Departemen yang salah satu kegiatannya melakukan kegiatan
standarsasi.
20. Pimpinan instansi teknis adalah Menteri Negara atau Menteri yang memimpin
Departemen atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bertanggung jawab atas kegiatan standardisasi dalam lingkup kewenangannya.

BAB II
RUANG LINGKUP
STANDARDISASI NASIONAL

Pasal 2
Ruang lingkup standardisasi nasional mencangkup semua kegiatan yang berkaitan
dengan metrology teknik, standar, pengujian dan mutu.

BAB III
TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL

Pasal 3
Standaridisasi Nasional bertujuan untuk :
1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja,
dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan
maupan pelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Membantu kelancaran perdagangan;
3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.

BAB IV
KELEMBAGAAN

Pasal 4
1. Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi
dilakukan oleh Badan Standardisasi Naasional.
2. Pelaksanan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang
akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional.
3. Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta
saran kepada Badan Standardisasi Nasional dalam menetapkan system
akreditasi dan sertifikasi.

141
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi nasional di bidang


Standardisasi Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar
Nasional untuk Satuan Ukuran.
5. Komite Standardisasi Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada
Badan Standardisasi Nasional mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.
6. Badan Standardisasi Nasional, Komite Akreditasi Nasional dan Komite
Standar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2) dan ayat (4) dibentuk dengan Keputusan Presidden.

Pasal 5
1. Badan Standardisasi Nasional menyusun dan menetapkan system
Standardisasi Nasional dan Pedoman di bidang standardisasi nasional.
2. Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) merupakan dasar dan pedoman pel;aksanaan yang harus diacu untuk
setiap kegiatan standardisasi di Indonesia.
3. Dalam penyusunan Sistem Standardisasi Nasional dan pedoman sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), badan Standardisasi Nasional memperhatikan
masukan dari instansi teknis dan pihak yang terkait dengan standardisasi .

BAB V
PERUMUSAN DAN PENETAPAN SNI

Pasal 6
1. Standar Nsional Indonesia disusun melalui proses perumusan Rancangan
Standar Nasional Indonesia.
2. Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia
Teknis melalui Konsensus dari semua pihak yang terkait
3. Ketentuan tentang Konsensus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut oleh Kepala Badan Stadardisasi Nasionsal.

Pasal 7
1. Rancangan Standar Nasional Indonesia ditetapkan menjadi Standar Nasional
Indonesia oleh Kepala Badan Standardisasi Nasioanal.
2. Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi
nomor urut, dan kode bidang standar sesuai pedoman badan standardisasi
nasional.

Pasal 8

142
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kaji ulang dan revisi Standar nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis
melaui consensus dari semua pihak yang terkait.

Pasal 9
1. Panitia Teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) Pasal 8
ditetapkan oleh Kepala Badan standarisasi Nasional berdasarkan pedoman
yang disepakati oleh Badan Standarisasi nasional bersama instansi teknis.
2. Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia teknis dikoordinasikan oleh instansi
teknis sesuai dengan kewenangannya.
3. Dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan koordinasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Badan standarisasi Nasional dapat
mengkoordinasikan Panitia teknis dimaksud.
4. Panitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada Pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 10
Dalam rangka perumusan Rancangan Standarisasi nasional Indonesia, kaji ulang
Standar Nasional Indonesia, dan revisi Standar Nasional Indonesia, Badan
Standarisasi Nasional dan instansi teknis dapat melakukan kegiatan Penelitian dan
Pengembangan standarisasi.

Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perumusan dan Penetapan Standar Nasional
Indonesia diatur dengan Keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional.

BAB VI
PENERAPAN SNI

Pasal 12
1. Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.
2. Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh pelaku
usaha.
3. Dalam hal standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan
keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat
memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan
atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia.
4. Tata cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3), diatur lebih lanjut dengan keputusan Pimpinan instansi teknis
sesuai dengan bidang tugasnya.

143
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 13
Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan
akreditasi.

Pasal 14
1. Terhadap barang dan jasa, proses, system dan personel telah memenuhi
ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional Indonesia dapat diberikan
sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI.
2. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga
pelatihan, atau laboratorium.
3. Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran
Peraturan Pemerintah ini.
4. Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikasi dan pembubuhan tanda SNI
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Ketua Komite Akreditasi Nasional.

Pasal 15
Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan
secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI.

Pasal 16
1. Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laborotorium
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) di akreditasi oleh Komite
akreditasi Nasional.
2. Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau
laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dan dibina oleh
Komite Akrediasi Nasional.

Pasal 17
1. Biaya akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi,
lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukan permohonan
akreditasi.
2. Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
tersendiri.

Pasal 18
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau
jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.

144
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya lebih memperoleh sertifikat
produk dan atau tanda standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi
produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang
tidak memenuhi Standar nasional Indonesia.

Pasal 19
1. Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama,
baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap
barang dan atau jasa impor.
2. Barang dan jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemenuhan
standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi atau laboratorium yang telah diakrediatsi Komite Akrediatsi
Nasional atau Lembaga Sertifikasi atau laboratorium Negara pengekspor yang
diakui Komite Akreditasi Nasional.
3. Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau
laboratorium Negara pengekspor oleh Komite Akrediatsi Nasional
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjian saling
pengakuan baik secara bilateral maupun multilateral.
4. Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dlam ayat (1)
tidak dilengkapi sertifikat, pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu
lembaga sertifikasi atau laboratorium baik didalam maupun di luar negeri
yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional
umntuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud.

Pasal 20
1. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasional kepada
Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi
teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum
Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secarra wajib berlaku efektif.
2. Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang dating dari luar
negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonedia
setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang.

Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlekuan Standar nasional Indonesia diatur
dengan Keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

145
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 22
1. Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah daerah melakukan pembinaan
terhadap pelaku usaha dan masyarakat dalam menerapkan standar.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi konsultasi,
pendidikan, latihan, dan pemasyarakatan standardisasi.

Pasal 23
1. Pengawasan terhadap pelaku usaha, barag danatau jasa yang telah
memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secara
wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknos sesuai kewenangannya dan
atau Pemerintah Daerah.
2. Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku uasha yang telah memperoleh
sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi
produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud.
3. Masyarakat dan Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar dipasaran.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 24
1. Pelaku usaha yang melaukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanski administrative dan atau
sanksi pidana.
2. Sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa
pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI,
pencabutan izin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.
3. Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI
dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.
4. Sanksi pencabutan izin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran
ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.
5. Sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

146
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 25
1. Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan
pelaksanaan yang berhubungan dengan standardisasi yang telah ditetapkan
oleh Pimpinan instansi teknis dan atau Dewan Standardiasai Nasional dan
atau Kepala Badan Standardiasai Nasional, dinyatakan tetrap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan pemerintah ini.
2. Khusus untuk ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan penuandaan
SNI yang telah ditetapkan oleh Mneteri Perindustrian dan Perdagangan wajib
disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26
Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991
tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun
1991 tentang Penyusunan Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27
Peraturan pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini dengan penempatanya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 November 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 November 2000
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 199.

147
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 Tentang


Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang
Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 7 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN
2001 TENTANG IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK
TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka mendorong perkembangan dunia usaha dan


meningkatkan daya saing, khususnya di bidang pertanian, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3984);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

151
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor


8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor
Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang
Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan/Atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (Lembaran Negara Nomor 4315);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERUBAHAN KETIGA ATAS PERUATURAN PEMERINTAH
NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN/ATAU
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TETENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tetentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4083) yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan
Pemerintah:
1. Nomor 43 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4217);
2. Nomor 46 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4315), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 huruf b dan angka 2 diubah, dan angka 3
dihapus, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

152
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat strategis adalah:


a. barang modal berupa mesin dan perlatan pabrik, baik dalam
keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, panangkaran, atau perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
dan
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam
ribu enam ratus) watt.
2. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan
usaha di bidang:
a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran;
atau perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik
langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasukyang
diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia simpan
atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
3. dihapus.
2. Ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) diubah dengan menambahkan satu huruf
f dan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c diubah, sehingga Pasal 2
berbunyi sebagai berikut :

Pasal 2
(1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak,
oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf b;
c. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf d;
d. dihapus;
e. dihapus;

153
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf


c, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena
Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf b;
c. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf c;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf d;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Munum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g; dan
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu
enam ratus) watt sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka huruf h,
dibebasakan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan mempunyai
daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Januari 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd,-
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Januari 2007

154
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
ttd,-
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 23

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 7 TAHUN 2007
TANGGAL : 8 JANUARI 2007

BARANG HASIL PERTANIAN YANG BERSIFAT STRATEGIS YANG ATAS


IMPOR DAN/ATAU PENYERAHANNYA DIBEBASKAN DARI PENGENAAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

155
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

156
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

157
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

158
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

159
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

160
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

161
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

162
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

163
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

164
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd,-
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

165
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 Tentang


Usaha Peternakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16 TAHUN 1977
TENTANG
USAHA PETERNAKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional


maka peternakan yang merupakan salah satu faktor penunjang
yang penting perlu diselenggarakan dengan tertib dan teratur,
sehingga dapat diperoleh ternak yang baik dan sehat;
b. bahwa oleh karena itu dipandang perlu mengatur usaha
peternakan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) juncto
Undangundang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) juncto Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun
1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

165
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang


Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA
PETERNAKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang peternakan;
2. Izin Usaha Peternakan adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau
pejabat lain yang diberi wewenang olehnya, yang memberikan hak untuk
melaksanakan perusahaan peternakan;
3. Perusahaan Peternakan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan
terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk
tujuan komersiil yang meliputi kegiatan menghasilkan ternak (ternak
bibit/ternak potong), telur dan susu serta usaha menggemukkan suatu jenis
ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkannya, yang
untuk tiap jenis ternak melebihi dari jumlah yang ditetapkan untuk tiap jenis
ternak pada peternakan rakyat.
4. Peternakan Rakyat adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai
usaha sampingan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak
ditetapkan oleh Menteri.

BAB II
WILAYAH USAHA DAN JENIS PETERNAKAN

Pasal 2
Seluruh wilayah negara Republik Indonesia terbuka untuk semua jenis usaha di
bidang peternakan kecuali apabila Menteri menetapkan lain.

Pasal 3
(1) Jenis peternakan dapat digolongkan menjadi:
a. Peternakan Unggas, yang terdiri dari bidang:
a.1. peternakan ayam telur;
a.2. peternakan ayam daging;

166
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a.3. peternakan ayam bibit;


a.4. peternakan unggas lainnya.
b. Peternakan kambing dan domba;
c. Peternakan babi;
d. Peternakan sapi potong;
e. Peternakan kerbau potong;
f. Peternakan sapi perah;
g. Peternakan kerbau perah;
h. Peternakan kuda.
(2) Menteri dapat mengubah dan atau menambah jenis-jenis peternakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB III
SYARAT-SYARAT PERMOHONAN IZIN USAHA PETERNAKAN DAN
KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PETERNAKAN

Pasal 4
Setiap perusahaan peternakan wajib memiliki Izin Usaha Peternakan.

Pasal 5
Izin Usaha Peternakan dapat diberikan kepada:
a. Badan Hukum Indonesia;
b. Perorangan Warga Negara Indonesia.

Pasal 6
(1) Perusahaan peternakan wajib mempunyai tenaga ahli, modal dan peralatan
yang cukup sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan lebih lanjut oleh
Menteri.
(2) Syarat-syarat dan tata cara pengajuan permohonan serta pemberian Izin
Usaha Peternakan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 7
Setiap Izin Usaha Peternakan dikenakan Iuran Izin Usaha Peternakan yang
besarnya serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan penggunaannya ditetapkan
lebih lanjut oleh Menteri setelah mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan
Menteri Keuangan.

Pasal 8
(1) Pemegang Izin Usaha Peternakan wajib dengan nyata-nyata dan
sungguhsungguh mendirikan dan menjalankan perusahaan Peternakan sesuai
dengan rencana yang telah disetujui oleh Menteri.

167
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 tidak dapat
dipindahtangankan dengan cara dan atau bentuk apapun.

Pasal 9
Pemegang Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1)
wajib memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan di bidang peternakan,
pencegahan, pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan serta ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
JANGKA WAKTU DAN JENIS USAHA

Pasal 10
(1) Izin Usaha Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 diberikan
menurut jenis/bidang usaha yang dilakukan, masing-masing untuk jangka
waktu ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
(2) Setelah jangka waktu yang ditetapkan habis, maka Izin Usaha Peternakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipertimbangkan untuk
diperpanjang atas permintaan pemegang Izin yang bersangkutan.

Pasal 11
(1) Izin Usaha Peternakan diberikan dan berlaku untuk 1 (satu) jenis atau lebih
dari 1 (satu) bidang usaha peternakan.
(2) Persyaratan dan ketentuan-ketentuan lain dari tiap-tiap jenis atau bidang
usaha peternakan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

BAB V
BIMBINGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya melakukan bimbingan dan
pengawasan atas pelaksanaan perusahaan-perusahaan peternakan.
(2) Tata cara dan pelaksanaan bimbingan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI
BERAKHIRNYA IZIN USAHA PETERNAKAN

168
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 13
Izin Usaha Peternakan berakhir karena:
a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;
b. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada yang berwenang sebelum
jangka waktu diberikan berakhir;
c. Dicabut oleh yang berwenang memberikan Izin Usaha Peternakan, karena
pemegang izin yang bersangkutan melakukan suatu pelanggaran;
d. Perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit;
e. Perusahaan yang bersangkutan menghentikan usahanya.

Pasal 14
Izin Usaha Peternakan dicabut karena:
a. pemegang izin tidak melakukan usahanya secara nyata dalam waktu 3 (tiga)
bulan setelah Izin Usaha Peternakan dikeluarkan;
b. pemegang izin tidak mentaati serta melakukan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 15
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan Pasal-pasal 4, 8, dan 9 diancam dengan pidana penjara selama-
lamanya 2 (dua) tahun.
(2) Barang siapa karena kealpaannya melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ketentuan pasal-pasal 4, 8, dan 9 diancam dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan, tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
(1) Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(2) Selama ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini belum ditetapkan,
maka ketentuan yang ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
jiwa Peraturan Pemerintah ini.

169
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Izin Usaha Peternakan yang telah dikeluarkan sebelum Peraturan Pemerintah
ini ditetapkan, disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Maret 1977
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1977 NOMOR 21.

170
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 242/Kpts/OT.210/4/2003 Tentang


Pendaftaran Dan Labelisasi Pakan Menteri Pertanian

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR: 242/Kpts/OT.210/4/2003
TENTANG
PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN
MENTERI PERTANIAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin agar pakan yang beredar


dapat dijaga mutu dan keamanannya maka terhadap setiap
jenis pakan yang diproduksi dengan maksud untuk
diperdagangkan wajib didaftarkan, dan berlabel;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas maka untuk
memperjelas dalam pelaksanaan pendaftaran dan labelisasi
pakan bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha
dibidang produksi pakan, dipandang perlu menetapkan
ketentuan mengenai pendaftaran dan labelisasi pakan dengan
Keputusan Menteri Pertanian;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun l967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun l967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun l999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun l999 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun l999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
5. Peraturan Pemerintah Nomor l02 Tahun 2000 tentang
Standarsisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor l999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
6. Keputusan Presiden Nomor l02 Tahun 200l tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen;

176
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

7. Keputusan Presiden Nomor 109 tahun 200l tentang Unit


Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen;
8. Keputusan Presiden Nomor 228/M tahun 200l Tentang
Pembentukan Kabinet Gotong Royong;
9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/3/2002
Tentang Pelaksanaan Standarisasi Nasional dibidang
Pertanian;
10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 01/Kpts/OT.210/1/2001
juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor
354.1/Kpts/OT.210/6/2001 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Pertanian;
11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/OT.210/2/2001
juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor
392/Kpts/OT.210/7/200l tentang Kelengkapan Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Pertanian.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG
PENDAFTARAN DAN LABELISASI PAKAN.

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan
1. Pendaftaran Pakan adalah kegiatan untuk memperoleh nomor pendaftaran,
agar pakan yang diproduksi dapat diedarkan.
2. Sertifikat Mutu Pakan adalah surat keterangan yang diberikan oleh Kepala
Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak atau Kepala Lembaga Pengujian Mutu
Pakan yang selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Lembaga Pengujian yang
telah diakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri yang menyatakan bahwa susunan
pakan yang bersangkutan memenuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan.
3. Labelisasi Pakan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka memperoleh
etiket/label pakan.
4. Etiket atau label pakan adalah setiap keterangan mengenai pakan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
ditentukan pada pembungkus pakan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada
atau merupakan bagian dari kemasan pakan, yang selanjutnya dalam
keputusan ini disebut label.
5. Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah
lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus
untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya.

177
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6. Konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber
energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan.
7. Bahan Baku Pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan,peternakan
atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah
diolah maupun yang belum diolah.
8. Pengujian Mutu Pakan adalah kegiatan dan tatacara menguji sample pakan
untuk mengetahui mutunya.
9. Laboratorium adalah tempat untuk melakukan pengujian sample pakan sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan dan telah diakreditasi atau ditunjuk
oleh Menteri.
10. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional.
11. Persyaratan Teknis Minimal adalah standar mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
12. Pembuatan Pakan adalah kegiatan mencampur dan mengolah berbagai bahan
baku pakan untuk dijadikan pakan.
13. Peredaran Pakan adalah kegiatan yang meliputi pengangkutan, penyerahan,
dan penyimpanan yang memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan.
14. Sampel Pakan adalah sejumlah pakan yang diambil sewaktu-waktu dari lokasi
produsen/pabrik pakan, distributor/agen dan peternak/pengguna untuk tujuan
pengawasan mutu bahan baku pakan dan pakan.
15. Produsen atau Pembuat Pakan adalah perorangan atau badan hukum yang
berusaha dibidang pembuatan dan atau peredaran pakan.
16. Cemaran Pakan adalah bahan/zat asing yang terdapat dalam bahan baku pakan
dan pakan, yang dapat mengakibatkan turunnya mutu dan atau menganggu
kesehatan ternak.
17. Petugas Pengawas Mutu Pakan adalah petugas yang ditunjuk oleh pejabat
yangberwenang setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk
melakukan pengawasan terhadap pembuatan dan peredaran pakan.
18. Kepala Balai adalah Kepala Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak.
19. Menteri adalah Menteri Pertanian.

Pasal 2
Keputusan Menteri Pertanian ini dimasudkan untuk memberikan dasar hukum
bagi pelaksanaan pendaftaran, pengujian dan labelisasi pakan dengan tujuan agar
pakan yang diproduksi dan diedarkan dapat menjamin mutu yang meliputi
kriteria keselamatan, keamanan, kesehatan,dan mendukung kelestarian
lingkungan.

Pasal 3

178
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ruang lingkup pengaturan dalam Keputusan Menteri Pertanian ini meliputi


ketentuan mengenai syarat dan tata cara pendaftaran, pengujian, sertifikasi pakan,
pemberian nomor pendaftaran, labelisasi pakan, pembinaan dan pengawasan.

Pasal 4
Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha memproduksi
pakan dengan maksud untuk diedarkan dan atau diperdagangkan, wajib
didaftarkan dan berlabel.

BAB II
PERSYARATAN PENDAFTARAN

Pasal 5
Setap pakan yang dibuat dan diproduksi dengan maksud untuk diedarkan harus
memenuhi standar mutu dan atau persyaratan teknis minimal serta wajib
didaftarkan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Pasal 6
Permohonan pendaftaran pakan dapat dilakukan oleh perorangan atau Badan
Hukum yang memenuhi persyaratan :
1. Akte Pendirian bagi produsen pakan yang berbadan hukum;
2. Surat Izin Usaha Perdagangan/Tanda Daftar Usaha Perdagangan;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak;
4. Surat Keterangan Domisili.

BAB III
TATA CARA PENDAFTARAN

Bagian Kesatu
Permohonan Pendaftaran

Pasal 7
(1) Permohonan pendaftaran pakan diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Bina Produksi Peternakan dengan menggunakan formulir
sebagaimana tercantum pada lampiran 1 Keputusan ini, dan dibubuhi meterai
secukupnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilengkapi
dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

179
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 8
(1) Direktur Jenderal Bina Produiksi Peternakan setelah menerima permohonan
pendaftaran secara lengkap, paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
kerja, wajib memberi jawaban secara tertulis mengenai diterima atau
ditolaknya permohonan pendaftaran.
(2) Apabila permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima, maka kepada permohonan diwajibkan untuk melakukan
pengujian mutu pakan yang didaftarkan.
(3) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditolak, maka dalam
penolakan oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan harus disertai
alasan secara tertulis.
(4) Apabila permohonan pendaftaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan belum dapat
memberikan jawaban tertulis, maka permohonan pendaftaran dianggap dapat
diterima dan pemohon diwajibkan melakukan pengujian mutu pakan yang
didaftarkan.

Bagian Kedua
Pengujian

Pasal 9
(1) Pengujian mutu pakan dapat dilakukan oleh Balai Pengujian Mutu Pakan
Ternak atau Lembaga Pengujian yang telah diakreditasi sesuai SNI 19-17025-
2000 atau yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian seperti tercantum pada
Lampiran 2a dan 2b Keputusan ini; atau Lembaga Pengujian yang akan
ditunjuk kemudian oleh Menteri Pertanian setelah memenuhi ketentuan yang
telah ditetapkan.
(2) Lembaga Pengujian yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) akan dilakukan evaluasi kembali dalam jangka waktu 2 tahun dan
dapat berubah sesuai perkembangan dan kebutuhan di lapangan.

Pasal 10
Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus mempunyai
fasilitas kemampuan untuk melakukan analisa mutu pakan dengan persyaratan
sebagai berikut :
a. memiliki bangunan laboratorium yang memenuhi persyaratan;
b. memiliki peralatan pengujian mutu pakan;
c. memiliki tenaga ahli peternakan dan analisis di bidang pengujian mutu pakan;

180
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. mampu melakukan analisis mutu pakan berdasarkan metode analisa yang


ditetapkan.

Pasal 11
(1) Permohonan pengujian mutu pakan diajukan secara tertulis kepada Balai
Pengujian Mutu Pakan Ternak atau Kepala Lembaga Pengujian dengan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi peternakan di Kabupaten/Kota.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi
persyaratan sebagai berikut :
a. Surat permohonan sertifikat mutu pakan dengan mencantumkan :
1) nama dan alamat produsen atau pembuat pakan;
2) nama dan jenis pakan yang akan dibuatkan sertifikatnya;
3) bahan baku pakan dan imbuhan pakan yang dipergunakan;
4) nama dokter hewan penanggung jawab (bagi pakan yang
mempergunakan bahan baku pakan yang termasuk obat hewan).
b. Melampirkan copy surat izin usaha atau surat pendaftaran usaha dari
instansi yang berwenang.
(3) Disamping persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus
memenuhi pula persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Bahan baku pakan yang dipakai untuk menyusun formula pakan tersebut
tidak tercemari oleh zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan manusia
dan hewan;
b. Komposisi zat-zat makanan dalam pakan yang telah ditetapkan dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan atau Persyaratan Teknis Minimal
yang ditetapkan.
c. Khusus untuk pakan ayam dan babi, tidak diperbolehkan menggunakan
urea atau nitrogen yang bukan protein (non protein nitrogen) sebagai
campuran bahan bakunya.

Pasal 12
(1) Kepala Dinas Peternakan atau Kepala Dinas yang membidangi fungsi
peternakan di Kabupaten/Kota selambatlambatnya dalam 3 (tiga) hari kerja
sejak diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) telah menugaskan Petugas Pengawas Mutu Pakan di
Kabupaten/Kota untuk melakukan pengambilan sample pakan.
(2) Petugas Pengawas Mutu Pakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya
penugasan sudah melakukan pengambilan sample pakan ditempat
produsen/pembuat pakan sesuai ketentuan yang berlaku di bidang
pengambilan sample pakan.

181
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Sampel pakan yang telah diambil oleh Petugas Pengawas Mutu Pakan disegel
dan dibungkus sedemikian rupa selanjutnya diserahkan kepada
produsen/pembuat pakan untuk disampaikan kepada Kepala Balai atau
Kepala Lembaga Pengujian yang telah diakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri
untuk dilakukan pengujian.

Pasal 13
(1) Kepala Balai atau Kepala Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) dalam melakukan pengujian menggunakan metode pengujian
mutu pakan sebagaimana tercantum pada Lampiran 3 Keputusan ini.
(2) Penilaian terhadap hasil uji mutu didasarkan pada SNI dan atau Persyaratan
Teknis Minimal sebagaimana tercantum pada Lampiran 4 Keputusan ini.
(3) Persyaratan Teknis Minimal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
ditinjau kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan industri
pakan dan keamanan lingkungan berdasarkan perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
(4) Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak dan Lembaga Pengujian wajib membuat
laporan perkembangan pelaksanaan pengujian kepada Direktur Jenderal Bina
Produksi Peternakan dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan di Propinsi dan di Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Pemberian Nomor Pendaftaran

Pasal 15
Formula pakan yang telah mendapat sertifikat mutu pakan dari Balai Pengujian
Mutu Pakan atau Lembaga Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) sebelum diproduksi dan atau diedarkan harus mendapat nomor pendaftaran
dari Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.

Pasal 16
(1) Untuk memperoleh nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15, pemohon menyampaikan sertifikat mutu pakan, Laporan Hasil Pengujian
dan konsep label pakan kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.
(2) Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan berdasarkan sertifikat mutu
pakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sejak diterimanya sertifikat mutu pakan, wajib menerbitkan penetapan nomor
pendaftaran.

182
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 17
(1) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) berlaku
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya sepanjang masih memenuhi
persyaratan mutu dan atau Persyaratan Teknis Minimal, yang dibuktikan
dengan sertifikat mutu hasil uji dan dilakukan pemantauan setiap tahun atau
sewaktuwaktu apabila ada pengaduan dari konsumen.
(2) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila setelah
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya
berakhir, maka pemegang nomor pendaftaran harus memperbaharui.
(3) Pembaharuan Nomor Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan sesuai ketentuan mengenai syarat dan tata cara pendaftaran dan
labelisasi pakan.

Pasal 18
(1) Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak atau Lembaga Pengujian mempunyai
kewajiban menjaga kerahasiaan formula pakan yang telah diuji.
(2) Petugas yang melayani permohonan pendaftaran pakan wajib menjaga
kerahasiaan formula pakan sebelum diterbitkan nomor pendaftaran.
(3) Kepala Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak atau Kepala Lembaga Pengujian
wajib menyampaikan laporan Hasil Pengujian kepada Direktur Jenderal Bina
Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Propinsi dan
Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan di
Kabupaten/Kota.

Pasal 19
Pemegang nomor pendaftaran wajib menyampaikan laporan produksi dan
penyaluran pakan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina
Produksi Peternakan dengan menggunakan formulir seperti tercantum dalam
Lampiran -7 Keputusan ini.

BAB IV
LABELISASI

Pasal 20
(1) Produsen Pakan bertanggung jawab atas mutu produknya dan wajib
mencantumkan nomor pendaftaran pada label ditempat yang mudah dilihat
dan dibaca serta tidak mudah terhapus.

183
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Nomor pendaftaran yang dicantumkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku untuk komoditas yang didaftarkan.
(3) Pemegang Nomor Pendaftaran wajib melaporkan setiap perubahan subyek
pemegang nomor pendaftaran untuk dicatat dalam buku nomor pendaftaran,
dan dilakukan perubahan keputusan pemberian nomor pendaftaran.

Pasal 21
(1) Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) berisikan nomor
pendaftaran untuk setiap jenis pakan serta keterangan mengenai pakan yang
bersangkutan.
(2) Keterangan mengenai pakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya mengenai:
a. nama/merk pakan;
b. alamat perusahaan;
c. nomor izin usaha atau nomor pendafataran;
d. nomor izin produksi;
e. nama dan jenis pakan;
f. berat (kg);
g. kandungan zat-zat makanan;
h. bahan baku pakan yang digunakan;
i. imbuhan pakan (feed additive) yang digunakan;
j. waktu kadaluarsa;
k. cara menggunakan pakan tersebut.
(3) Keterangan pada label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan Bahasa
Indonesia, angka arab dan huruf latin.
(4) Untuk memudahkan pengenalan jenisjenis pakan, etiket atau label pakan
tersebut diberi warna dasar dan kode pengenal sebagai berikut :
a. Pakan ayam ras petelur (layer) dengan warna dasar kuning muda, kode
pengenal untuk layer starter (P1), dara atau layer grower (P2), petelur atau
layer (P3), konsentrat layer grower (KP2) dan konsentrat layer (KP3).
b. Pakan ayam ras pedaging dengan warna dasar biru muda, kode pengenal
untuk broiler starter (BR1), broiler finisher (BR2), dan konsentrat broiler
(KBR).
c. Pakan ayam bukan ras (buras) dengan warna dasar kuning tua, kode
pengenal BRS dan konsentrat ayam buras dengan kode KBRS.
d. Pakan itik petelur dengan warna dasar hijau muda, kode pengenal untuk
meri atau itik starter (IP1), itik dara atau grower (IP2) dan itik petelur atau
layer (TP3).
e. Pakan burung puyuh dengan warna dasar hijau tua, kode pengenal untuk
puyuh pemula atau starter (PP1), dara atau grower (PP2) dan petelur atau
layer (PP3).

184
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. Pakan burung berkicau dengan warna dasar orange, kode pengenal BK.
g. Pakan babi dengan warna dasar merah muda, kode pengenal untuk anak
babi masa menyusu atau pig prestater (B1), anak Babi sapihan atau pig
starter (B2), pembesaran atau pig grower (B3), penggemukan atau pig
finisher (B4), babi induk (B5), dan babi pejantan (B6), konsentrat babi
grower (KB3), konsentart babi finisher (KB4), dan konsentrat babi induk
(KB5).
h. Pakan sapi perah dengan warna dasar putih, kode pengenal untuk
pengganti air susu (KSP1), konsentrat pemula atau calf starter (KSP2),
konsentrat sapi perah dara (KSP3), konsentrat sapi perah laktasi (KSP4),
konsentrat sapi perah laktasi produksi tinggi (KSP5), konsentrat sapi
perah kering bunting (KSP6) dan konsentrat sapi perah pejantan (KSP7).
i. Pakan sapi potong dengan warna dasar coklat, kode pengenal untuk
konsentrat sapi potong penggemukan (KSPT1) dan konsentrat sapi
potong induk (KSPT2)

BAB V
BIAYA PENDAFTARAN DAN PENGUJIAN

Pasal 22
(1) Biaya Pendaftaran dan Pengujian Mutu Pakan dibebankan pada pemohon
yang merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBBP) yang harus
disetorkan ke kas negara yang besar dan tatacaranya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Biaya pengujian mutu pakan yang dilakukan oleh lembaga pengujian swasta,
ditetapkan oleh lembaga pengujian yang bersangkutan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 23
Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di
Kabupaten/Kota melakukan pembinaan terhadap produksi/pembuatan dan atau
peredaran peredaran pakan di wilayahnya.
Pasal 24
Pengawasan terhadap kesesuaian mutu pakan yang beredar dengan yang tertera
pada etiket atau label pakan dilakukan oleh petugas Pengawas mutu pakan sesuai
ketentuan yang berlaku dibidang pengawasan mutu pakan.

Pasal 25

185
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Petugas pengawas mutu pakan melaporkan hasil pengawasannya setiap 3


(tiga) bulan sekali kepada Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi peternakan di Kabupaten/kota dengan tembusan
disampaikan kepada Bupati/Walikota.
(2) Kepala Dinas Peternakan atau Dinas Teknis yang membidangi fungsi
peternakan di Kabupaten/kota mengirimkan laporan hasil pengawasan
tersebut kepada Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan dengan
tembusan disampaikan kpada Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi peternakan di Propinsi.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 26
Terhadap Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak dan Lembaga Pengujian yang
terbukti tidak bertanggung jawab atas hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (2) dilakukan teguran tertulis oleh pejabat yang berwenang dan dilaporkan
kepada petugas yang berwenang untuk dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.

Pasal 27
Terhadap Petugas pelayanan permohonan yang terbukti tidak menjamin
kerahasiaan formula pakan, sebelum ditetapkan nomor pendaftaran sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) dikenakan sanksi pegawai oleh pejabat yang
berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 28
(1) Terhadap produsen/pembuat pakan yang terbukti tidak mencantumkan
nomor pendaftaran pada label pakan dan tidak menjamin mutu produknya
atau tidak melaporkan adanya perubahan pemegang nomor pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) dikenakan sanksi pencabutan
nomor pendaftaran oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan dan
diusulkan kepada pejabat yang berwenang agar izin produksinya dicabut dan
pakan yang beredar harus ditarik dari peredaran.
(2) Penarikan kembali pakan yang beredar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh dan atas beban produsen/pembuat pakan.
(3) Terhadap produsen/pembuat pakan yang telah mendapat nomor pendaftaran,
apabila selama 2 (dua) tahun berturutturut tidak melakukan produksinya
serta tidak menyampaikan laporan pengadaan dan penyaluran pakan
dikenakan sanksi pencabutan nomor pendaftaran oleh Direktur jenderal Bina
Produksi Peternakan.

186
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 29
Produsen/pembuat pakan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8
ayat (2), Pasal 17 dan Pasal 20 disamping dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 keputusan ini, dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi
pidana menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN

Pasal 30
Produsen/pembuat pakan dapat melayani pakan pesanan dengan formula khusus
dalam bentuk fisik pakan sesuai yang didaftarkan dan dipergunakan langsung
oleh pemesan.

Pasal 31
Pakan dengan formula khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sebelum
digunakan pemesan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal bina Produksi
Peternakan untuk mendapatkan pemantauan dan pengawasan.

Pasal 32
Pakan dengan formula khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilarang
untuk diedarkan dan digunakan untuk kepentingan umum.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33
(1) Pakan yang pada saat Keputusan ini ditetapkan telah terdaftar, nomor
pendaftaran tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa nomor
pendaftaran selanjutnya harus dilakukan pendaftaran kembali sesuai dengan
ketentuan ini.
(2) Pakan yang pada saat Keputusan ini ditetapkan sedang atau sudah dilakukan
pengujian, tetap dilakukan proses pendaftaran sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan.
(3) Pakan yang pada saat Keputusan ini ditetapkan sedang dalam proses
pendaftaran tetapi belum dilakukan pengujian, diberlakukan ketentuan dalam
Keputusan ini.

187
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 April 2003
MENTERI PERTANIAN,
ttd.
PROF.DR.IR. BUNGARAN SARAGIH, M.Ec

188
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2005 Tentang Program


Harmonisasi Tarif Bea Masuk 2005-2010 Tahap Kedua

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 132/PMK.010/2005
TENTANG
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK
2005-2010 TAHAP KEDUA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kebijakan


penyederhanaan prosedur dan fasilitasi ekspor dan impor
sebagaimana tercantum dalam Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun 2003 perlu merumuskan program harmonisasi tarif Bea
Masuk komoditi impor untuk kurun waktu 2005 – 2010;
b. bahwa program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Tahap Kedua
merupakan kelanjutan dari Program Harmonisasi Tarif Bea
Masuk Tahap Pertama yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 591/PMK.010/2004;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk
2005-2010 Tahap Kedua;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan


Agreement on Establishing The World Trade Organization
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.01/2003
tentang Penetapan Sistim Klasifikasi Barang;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003
tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;

MEMUTUSKAN :

188
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PROGRAM


HARMONISASI TARIF BEA MASUK 2005-2010 TAHAP KEDUA.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 1
Menetapkan Pola Umum Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk 2005-2010 Tahap
Kedua yang meliputi kelompok produk logam, mesin dan maritim, aluminium,
alat angkut darat dan kedirgantaraan, elektronika dan teknologi informasi, tekstil
dan produk tekstil, aneka lainnya, kimia hulu, kimia hilir, agro, hasil hutan dan
selulosa, kimia hasil pertanian dan perkebunan, batu permata, barang seni dan
barang kerajinan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri
Keuangan ini.

Pasal 2
Tarif Bea Masuk beberapa produk tertentu dalam Pasal 1 dikecualikan dari Pola
Umum program harmonisasi tarif Bea Masuk dan diatur tersendiri (Pola Khusus)
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 3
Pelaksanaan program harmonisasi tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dan Pasal 2 ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dengan tetap
memperhatikan daya saing barang-barang dimaksud.

Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Pebruari 2006.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan


Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2005
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI

189
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 132/PMK.010/2005 TENTANG
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK 2005 - 2010 TAHAP KEDUA.

POLA UMUM PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK INDONESIA


TAHUN 2005 – 2010 TAHAP KEDUA

190
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

191
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

192
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2005
MENTERI KEUANGAN,
Ttd
SRI MULYANI INDRAWATI

193
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 132/PMK.010/2005 TENTANG
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK 2005 - 2010 TAHAP KEDUA

POLA KHUSUS
PROGRAM HARMONISASI TARIF BEA MASUK INDONESIA TAHUN 2005 –
2010 TAHAP KEDUA

194
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

195
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

196
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

197
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2005
MENTERI KEUANGAN,
Ttd
SRI MULYANI INDRAWATI

198
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 36/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang


Sistem Perbibitan Ternak Nasional

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 36/Permentan/OT.140/8/2006
TENTANG
SISTEM PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa bibit ternak merupakan salah satu faktor kunci


keberhasilan dalam pembangunan subsektor peternakan;
b. bahwa untuk menjamin tersedianya bibit ternak yang
memenuhi kebutuhan dalam hal jumlah, standar mutu, syarat
kesehatan, syarat keamanan hayati, serta terjaga
keberlanjutannya yang dapat menjamin terselenggaranya
usaha budidaya peternakan, diperlukan arahan perumusan
sistem perbibitan nasional;
c. bahwa dengan adanya perkembangan global dan kebijakan
otonomi daerah Keputusan Menteri Pertanian No.
208/Kpts/OT.210/4/2001 tentang Pedoman Perbibitan Ternak
Nasional sudah tidak sesuai lagi;
d. bahwa atas dasar hal tersebut di atas dipandang perlu untuk
mengatur kembali sistem perbibitan ternak nasional.

Mengingat : 1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1977 No. 201, Tambahan Lembaran
Negara No. 3101.

197
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1977 tentang Usaha


Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 19,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3434);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional;
10. Keputusan Presiden Nomor 127 tahun 2001 Tentang Usaha
Kecil, Menengah dan Besar di Bidang Pertanian;
11. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
12. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/ Um/1982
tentang Syarat-Syarat Pemasukan Bibit dari Luar Negeri;
15. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan
dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara
Pangan dan Hortikultura Nomor 998/Kpts/OT.210/9/99,
790.a/Kpts-IX/1999, 1145A/MENKES/SKB/IX/1999,
015/MENEGPHOR/0/1999 tentang Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan Produksi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik;
16. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
61/KEP/MK.WASPAN/9/1999. Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengawas Bibit Ternak;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/3/2002
tentang Pelaksanaan Standardisasi Nasional di Bidang
Pertanian;

198
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 282/Kpts/OT.210/4/2002,


tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pembibitan Ternak
Unggul Sapi Aceh;
19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 283/Kpts/OT.210/4/2002,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pembibitan Ternak
Unggul Kambing, Domba dan Itik;
20. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 286/Kpts/OT.210/4/2002,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Embrio Ternak;
21. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 287/Kpts/OT.210/4/2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan;
22. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 288/Kpts/OT.210/4/2002,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pembibitan Ternak
Unggul Babi dan Kerbau;
23. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 291/Kpts/OT.210/4/2002,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pembibitan Ternak
Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam;
24. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 292/Kpts/OT.210/4/2002,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pembibitan Ternak
Unggul Sapi Potong;
25. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 630/Kpts/OT.140/12/2003,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Pembibitan
Ternak Unggul Sapi Perah;
26. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 681/Kpts/OT.140/11/2004,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Inseminasi
Buatan;
27. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 303/Kpts/OT.210/4/1994
tentang Standardisasi, Sertifikasi, dan Akreditasi di lingkungan
Departemen Pertanian;
28. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 304/Kpts/OT.210/4/1994
tentang Komite Akreditasi Departemen Pertanian;
29. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
30. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SISTEM
PERBIBITAN TERNAK NASIONAL

BAB I

199
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Perbibitan Ternak Nasional adalah tatanan yang mengatur hubungan
dan saling ketergantungan antara pengelolaan sumberdaya genetik, pemuliaan,
perbanyakan, produksi, peredaran, pemasukan dan pengeluaran benih dan
atau bibit unggul, pengawasan penyakit, pengawasan mutu, pengembangan
usaha dan kelembagaan.
2. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak untuk
keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan.
3. Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan
tertentu untuk dikembangbiakkan.
4. Benih adalah hasil pemuliaan ternak yang berupa mani (semen), sel (oocyt),
telur tetas dan embrio.
5. Mani (semen) adalah spermatozoa dan plasma seminalis yang berasal dari
pejantan yang dapat digunakan untuk proses pembuahan.
6. Embrio adalah hasil pembuahan sperma dan sel telur yang terjadi secara alami
maupun buatan.
7. Premodial Germ Cell adalah sel yang berpotensi menjadi embrio.
8. Ternak adalah hewan piara, yang kehidupannya meliputi tempat
perkembangbiakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta
dipelihara khusus sebagai penghasil bahan dan jasa yang berguna bagi
kepentingan hidup manusia.
9. Spesies adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat-sifat genetik sama,
dalam kondisi alami dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan
keturunan yang subur.
10. Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai ciri dan karakteristik
luar serta sifat keturunan yang sama dari satu spesies.
11. Galur adalah sekelompok individu ternak dalam satu rumpun yang
dikembangkan untuk tujuan pemuliaan dan/atau karakteristik tertentu.
12. Sumberdaya genetik ternak adalah substansi yang terdapat dalam individu
suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik unik yang terbentuk dalam
proses domestikasi dari masing-masing spesies, yang merupakan sumber sifat
keturunan yang mempunyai nilai potensial maupun nyata serta dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan rumpun
atau galur unggul baru.
13. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari dan proses
domestikasinya terjadi di Indonesia;

200
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

14. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang
telah dikembang-biakan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang
teradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen setempat;
15. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi
genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur guna mencapai
tujuan tertentu.
16. Wilayah sumber bibit ternak adalah suatu agroekosistem yang tidak dibatasi
oleh administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk
pengembangan bibit ternak dari spesies atau rumpun tertentu.
17. Pemurnian adalah upaya untuk mempertahankan rumpun dari jenis (spesies)
ternak tertentu.
18. Inbred adalah ternak murni hasil perkawinan silang dalam.
19. Uji Performans adalah metode pengujian untuk memilih ternak bibit
berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran, penimbangan
dan penilaian.
20. Uji Zuriat adalah metode pengujian untuk mengetahui mutu genetik calon
pejantan berdasarkan produksi anak betinanya.
21. Penetapan galur atau rumpun ternak adalah pengakuan pemerintah terhadap
suatu galur atau rumpun ternak yang telah ada di suatu wilayah sumber bibit
yang secara turun temurun dibudidayakan peternak dan menjadi milik
masyarakat.
22. Pelepasan galur atau rumpun ternak adalah pengakuan pemerintah terhadap
suatu galur atau rumpun ternak hasil pemuliaan di dalam negeri yang dapat
disebarluaskan.
23. Persilangan adalah cara perkawinan, dimana perkembangbiakan ternaknya
dilakukan melalui perkawinan antara hewan-hewan dari satu spesies tetapi
berlainan rumpun.
24. Inseminasi Buatan adalah teknik memasukkan mani/semen ke dalam alat
reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan
menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting.
25. Transfer Embrio adalah kegiatan memasukan embrio ke dalam alat reproduksi
ternak betina sehat dengan teknik tertentu agar ternak bunting.
26. Teknologi Biologi Molekuler adalah teknologi yang memanfaatkan molekul
Deoxyribonucleic Acid (DNA) untuk menghasilkan individu yang membawa
sifat-sifat tertentu.
27. Standarisasi benih dan atau bibit adalah proses spesifikasi teknis benih dan
atau bibit yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang
terkait dengan memperhatikan syarat mutu genetik, syarat-syarat kesehatan
hewan dan masyarakat veteriner, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memberi kepastian manfaat yang akan diperoleh.

201
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

28. Sertifikasi Benih dan atau Bibit adalah proses penerbitan sertifikat benih dan
atau bibit setelah melalui pemeriksaan, pengujian dan pengawasan serta
memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan.
29. Pejabat Fungsional Pengawas Bibit Ternak adalah Pegawai Negeri Sipil yang
memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas pengawasan bibit dan atau benih
ternak sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 2
(1) Sistem Perbibitan Ternak Nasional dimaksudkan untuk memberikan jaminan
kepada peternak untuk mendapatkan bibit unggul secara berkelanjutan.
(2) Sistem Perbibitan Ternak Nasional bertujuan untuk mengoptimalkan
keterkaitan dan saling ketergantungan pelaku pembibitan dalam upaya
penyediaan benih dan atau bibit ternak dalam jumlah, jenis dan mutu yang
sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 3
Ruang lingkup Sistem Perbibitan Ternak Nasional meliputi
1. Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak;
2. Pemuliaan Ternak;
3. Produksi dan Peredaran Benih dan Bibit Ternak;
4. Wilayah Sumber Bibit;
5. Kelembagaan Perbibitan;
6. Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan atau Bibit Ternak;
7. Standarisasi dan Sertifikasi; dan
8. Pengawasan Benih dan atau Bibit Ternak.

BAB II
PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TERNAK

Pasal 4
(1) Pemanfaatan sumber daya genetik ternak untuk menghasilkan benih dan atau
bibit secara lestari dari suatu rumpun dan atau galur dapat dilakukan oleh
pemerintah, badan hukum dan atau perorangan.
(2) Sumber daya genetik ternak sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berasal dari
sumber daya genetik ternak asli, lokal dan atau introduksi berasal dari luar
wilayah RI.

Pasal 5
Pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik ternak asli, lokal dan atau
introduksi diatur dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak.

202
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB III
PEMULIAAN TERNAK

Pasal 6
(1) Untuk menghasilkan benih dan atau bibit unggul dilakukan melalui pemuliaan.
(2) Pemuliaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi penentuan produk
yang diinginkan, penentuan tetua yang diperlukan, penentuan metode
pemuliaan, penetapan rumpun yang sudah ada, pelepasan rumpun/galur baru,
serta penerbitan sertifikat bibit ternak.
(3) Benih dan atau bibit unggul yang dihasilkan melalui pemuliaan dapat berupa
ternak, embrio, telur, semen, oocyt, dan atau premodial germ cell.

Pasal 7
Penentuan produk yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
dijadikan dasar pemilihan rumpun dan atau galur yang memiliki keunggulan
genetik individu terhadap produk tertentu yang diminati pasar serta
memperhatikan kaedah agama, etika dan estetika.

Pasal 8
Penentuan tetua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), didasarkan pada
silsilah, catatan performans dan penilaian karakteristik (phenotype).
Pasal 9
(1) Metode pemuliaan dilakukan melalui seleksi, persilangan, pemurnian dan
atau kombinasi ketiganya.
(2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui seleksi
individu, seleksi keluarga dan atau seleksi massa.
(3) Persilangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui
silang luar dan atau silang antar rumpun dalam satu spesies ternak asli, lokal
dan atau introduksi.
(4) Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
perkawinan secara terus menerus dengan rumpun/galur dalam satu spesies
yang digunakan untuk pemurnian.

Pasal 10
Penetapan dan pelepasan rumpun dan atau galur ternak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Pertanian setelah mendapat
pertimbangan Komisi Bibit Ternak.

Pasal 11

203
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sertifikat bibit ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) ditetapkan
berdasarkan silsilah, prestasi performans dan eksterior.

Pasal 12
Ternak yang dipergunakan untuk kegiatan pemuliaan dan perkembang-biakan
harus bebas dari penyakit hewan menular, cacat genetik, dan atau mempunyai
kelainan reproduksi.

Pasal 13
Kegiatan pemuliaan dan perkembangbiakan bibit ternak harus mengikuti
pedoman pembibitan ternak yang baik (Good Breeding Practice) yang ditetapkan
oleh Menteri.

BAB IV
PRODUKSI DAN PEREDARAN BENIH DAN BIBIT TERNAK

Pasal 14
(1) Bibit ternak yang diproduksi meliputi bibit dasar, bibit induk, dan bibit sebar.
(2) Bibit dasar (elite/foundation stock) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai
pemuliaan di atas nilai rata-rata.
(3) Bibit induk (breeding stock) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
dari proses pengembangan bibit dasar.
(4) Bibit sebar (commercial stock) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
dari proses pengembangan bibit induk.

Pasal 15
(1) Bibit ternak unggas dan babi yang diproduksi meliputi galur murni (Pure
Line), bibit buyut (Great Grand Parent Stock), bibit nenek (Grand Parent
Stock), bibit induk (Parent Stock), dan bibit sebar (Final Stock).
(2) Galur murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari seleksi
melalui proses silang dalam (inbreed) Sistem Perbibitan Ternak Nasional 12
(3) Bibit buyut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari seleksi
melalui proses persilangan antar galur murni
(4) Bibit nenek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari seleksi
melalui proses persilangan antar bibit buyut.
(5) Bibit induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan dari seleksi
melalui proses persilangan antar bibit nenek.
(6) Bibit sebar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihasilkan melalui proses
persilangan antar bibit induk.

204
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 16
(1) Dalam rangka mempertahankan bibit dasar sebagai rumpun dan atau galur
murni, dilakukan usaha-usaha untuk menjaga kemurnian.
(2) Untuk menjaga kemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perkembangbiakan bibit dasar dilakukan dengan mengawinkan di dalam
rumpun dan atau galur dengan menghindari terjadinya kawin antar keluarga.
(3) Pemanfaatan dan pengembangan bibit dasar melalui persilangan atau
teknologi biologi molekuler hanya dapat dilakukan di kawasan atau di lokasi
yang bukan wilayah sumber bibit, sepanjang tidak bertentangan dengan
kaedah-kaedah agama, sosial budaya dan keamanan hayati.

Pasal 17
(1) Pengembangan bibit ternak dapat dilakukan oleh lembaga pemerintah, badan
hukum, kelompok peternak dan atau perorangan.
(2) Pemerintah membina berkembangnya penangkar bibit di wilayah-wilayah
sumber bibit ternak.
(3) Perorangan warga negara asing dan atau badan hukum asing yang
melakukan pengembangan bibit dasar yang berasal dari sumber daya genetik
ternak asli atau lokal untuk tujuan komersial harus memperoleh ijin dari
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 18
(1) Pengembangan dan pemanfaatan ternak yang mengandung materi genetik
hasil pemuliaan ternak asli dan atau lokal dilakukan oleh Menteri, Gubernur
atau Bupati/Walikota.
(2) Pengembangan dan pemanfaatan ternak yang mengandung materi genetik
hasil pemuliaan ternak asli dan atau lokal untuk tujuan komersial dapat
dilakukan oleh badan hukum, asosiasi, koperasi peternak, setelah mendapat
ijin dari Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota.
(3) Badan hukum, asosiasi, koperasi peternak, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib membantu dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya genetik ternak
kepada kelompok peternak yang melestarikannya.

Pasal 19
(1) Proses produksi bibit ternak harus dilakukan dengan memperhatikan aspek
kesehatan hewan, kesejahteraan hewan, kesehatan masyarakat veteriner,
bioetika dan kelestarian lingkungan.
(2) Bibit ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. ternak ruminansia besar, seperti sapi potong, sapi perah, dan kerbau;
b. ternak ruminansia kecil, seperti kambing dan domba;

205
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. ternak unggas, seperti ayam, itik, puyuh dan unggas lainnya;


d. ternak non ruminansia, seperti babi dan kuda; dan
e. aneka ternak, seperti kelinci dan rusa.
(3) Proses produksi bibit hewan kesayangan seperti perkutut, merpati, burung
berkicau, anjing dan kucing dapat menyesuaikan dengan peraturan Menteri
ini.

Pasal 20
(1) Semen yang diproduksi untuk diedarkan harus berasal dari pejantan dari
kelompok populasi bibit dasar dan atau telah dilakukan uji performans, uji
Sistem Perbibitan Ternak Nasional 14 zuriat dan atau mempunyai informasi
nilai pemuliaan tinggi yang berasal dari tetua dan atau saudara kandung, dan
atau saudara tiri.
(2) Embrio yang diproduksi untuk diedarkan harus berasal dari populasi bibit
dasar yang telah dilakukan uji performans, uji zuriat dan dikaitkan dengan
perbanyakan bibit.
(3) Rumpun atau galur pejantan introduksi yang dipergunakan untuk produksi
semen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan saran
pertimbangan dari Komisi Bibit Ternak Nasional.

BAB V
WILAYAH SUMBER BIBIT

Pasal 21
(1) Wilayah yang diidentifikasi memiliki potensi dan memenuhi kriteria sebagai
sumber bibit ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit.
(2) Penetapan wilayah sumber bibit sebagaimana pada ayat (1) dilakukan :
a. Bupati/walikota apabila sebaran wilayahnya hanya terdapat dalam satu
kabupaten/kota.
b. Gubernur apabila sebaran wilayahnya lebih dari satu kabupaten/kota.
c. Menteri apabila sebaran wilayahnya terdapat lebih dari satu propinsi.
(3) Menteri menetapkan pedoman, tatacara, identifikasi potensi dan kriteria
wilayah sumber bibit.

Pasal 22
(1) Peternak, kelompok peternak, asosiasi, dan koperasi peternak yang
melakukan pembibitan di wilayah sumber bibit diberikan perlindungan hak
kekayaan sumberdaya genetik ternak baik yang bersifat individual maupun
komunal.
(2) Peternak, kelompok peternak, asosiasi, dan koperasi peternak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib melestarikan wilayah sumber bibit.

206
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 23
Bupati/Walikota, Gubernur wajib membina dan memfasilitasi peternak, kelompok
peternak, asosiasi, dan koperasi peternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1).

Pasal 24
Menteri memfasilitasi pengembangan wilayah sumber bibit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c.

Pasal 25
(1) Di dalam wilayah sumber bibit ternak yang ditetapkan sebagai sumber bibit
ternak asli dan atau lokal dilakukan pemurnian.
(2) Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh peternak,
kelompok peternak, asosiasi, dan koperasi peternak berdasarkan tatacara
pemurnian yang diatur dalam peraturan ini.

BAB VI
KELEMBAGAAN PERBIBITAN

Pasal 26
(1) Kelembagaan perbibitan meliputi lembaga pembibitan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, asosiasi, swasta dan perorangan.
(2) Menteri menetapkan lembaga pembibitan pemerintah dalam bentuk unit
pelaksana teknis lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Pusat Penelitian
yang menjalankan tugas dan fungsi produksi benih dan atau bibit ternak
unggulan.
(3) Gubernur/Bupati/Walikota dapat membentuk lembaga pembibitan dalam
bentuk unit pelaksana teknis daerah berdasarkan sistem perbibitan nasional
yang berlaku.
(4) Asosiasi, swasta dan perorangan dapat membentuk lembaga pembibitan
menurut jenis komoditi ternak berdasarkan kewenangan yang dilimpahkan
oleh Menteri.

Pasal 27
(1) Komisi Bibit sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 merupakan lembaga yang
dibentuk oleh Menteri dengan maksud untuk memberikan saran dan
pertimbangan dalam hal kebijakan pemuliaan ternak dan penentuan rumpun,
bangsa dan atau galur, ras yang akan dikembangkan.
(2) Keanggotaan Komisi Bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sekurang-kurangnya terdiri dari unsur-unsur yang mewakili instansi

207
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pemerintah, lembaga pembibitan pemerintah/ swasta/perorangan serta pakar


yang mempunyai pengalaman dan atau keahlian bidang
pemuliaan/pembibitan.
(3) Untuk memperlancar tugas Komisi Bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal Peternakan dapat membentuk sub komisi bibit berdasarkan
jenis ternak sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 28
(1) Pemerintah memfasilitasi berkembangnya lembaga pembibitan yang
dilakukan oleh asosiasi dan atau swasta dan atau
perorangan/kelompok/koperasi dalam usaha pembibitan di wilayah sumber
bibit.
(2) Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi bimbingan teknis, penerapan sistem pemuliaan ternak yang baik,
manajemen kesehatan hewan dan biosecurity, serta upaya meningkatkan
mutu bibit dengan bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan.
(3) Menteri memberikan penghargaan kepada ilmuwan dan atau pegawai negeri
dan atau perorangan dan atau badan hukum yang berjasa dalam
mengembangkan dan atau memberikan bimbingan teknis pengembangan
kelembagaan perbibitan.

Pasal 29
(1) Menteri, Gubernur, dan atau Bupati/Walikota melaksanakan, mendorong dan
memfasilitasi kontes bibit dan pameran ternak.
(2) Kontes dan pameran ternak sebagaimana pada ayat (1) diselenggarakan di
tingkat Kabupaten/kota setiap tahun, di tingkat Propinsi sekurang-kurangnya
setiap dua tahun sekali dan di tingkat Nasional sekurang-kurangnya setiap
empat tahun sekali.

Pasal 30
(1) Menteri dapat menunjuk unit pelaksana teknis pembibitan/pembenihan atau
unit pelaksana teknis pembibitan/pembenihan daerah, asosiasi, swasta,
peternak, kelompok, dan atau koperasi peternak untuk mengeluarkan silsilah
bibit ternak (elite/dasar dan atau bibit induk).
(2) Penerbitan silsilah bibit ternak sebagaimana pada ayat (1) harus dilakukan
berdasarkan pencatatan/rekording yang sekurang-kurangnya memuat
asalusul, tanggal lahir, tanggal perkawinan tetuanya dan sifat-sifat penting
nilai pemuliaan masing-masing jenis ternak.
(3) Pencatatan/rekording sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada
Tatacara Pembibitan Yang Baik (GBP/Good Breeding Practise).

208
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Menteri memfasilitasi unit pelaksana teknis pembibitan/pembenihan atau unit


pelaksana teknis pembibitan/pembenihan daerah, asosiasi, swasta, peternak,
kelompok, dan atau koperasi peternak untuk tersusunnya buku registasi bibit
(herd book dan atau stud book) bibit unggul, rumpun dan atau galur yang
telah ada di suatu wilayah.
(5) Asosiasi, swasta, peternak, kelompok, dan atau koperasi peternak yang telah
mendapat pelimpahan kewenangan Menteri untuk menerbitkan silsilah bibit
ternak tetap diakui sepanjang tidak bertentangan ketentuan dalam peraturan
ini

BAB VII
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH DAN ATAU BIBIT TERNAK

Pasal 31
(1) Menteri menetapkan jenis ternak dan negara asal dari benih/bibit yang boleh
dimasukan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia berdasarkan standar
mutu, keamanan hayati, kesehatan hewan atau setelah dilakukan kontrol,
pemeriksaan dan pembuktian (Control Inspection and Approval - CIA) oleh
pejabat fungsional pengawas bibit ternak, tenaga medik veteriner atau pejabat
yang ditunjuk.
(2) Pemasukan benih dan atau bibit harus disertai sertifikat asal usul (pedigree),
sertifikat negara asal (certificate of origin), dan sertifikat kesehatan hewan
(certificate of animal health).
(3) Perorangan dan atau badan hukum yang akan memasukan benih dan atau
bibit wajib memperoleh persetujuan Menteri.

Pasal 32
(1) Menteri menetapkan jenis ternak dan daerah asal dari bibit yang boleh
dikeluarkan dari wilayah Indonesia ke luar negeri berdasarkan rekomendasi
Komisi Bibit Ternak.
(2) Komisi Bibit Ternak dalam memberikan rekomendasi harus memperhatikan :
a. Kebutuhan benih/bibit di wilayah sumber bibit dan atau di dalam negeri;
b. Status populasi ternak yang akan dikeluarkan;
c. Kepentingan nasional.
(3) Persyaratan pedigree, daerah asal, kesehatan hewan dari benih/bibit yang
dimaksud wajib dipenuhi sesuai dengan permintaan negara pengimpor.
(4) Perorangan dan atau badan hukum yang akan melakukan pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 33

209
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tata cara pemasukan benih/bibit dan atau pengeluaran bibit ternak sebagaimana
dimaksud masing-masing pada Pasal 31 dan Pasal 32 mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang Kesehatan Hewan dan Karantina
Hewan.

BAB VIII
STANDARISASI DAN SERTIFIKASI

Pasal 34
(1) Standardisasi benih/bibit ternak dan sertifikasi lembaga perbenihan/perbibitan
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di
bidang Standarisasi, Sertifikasi dan Akreditasi Indonesia (SSAI).
(2) Apabila benih/bibit ternak dan atau lembaga perbenihan/perbibitan ternak
belum ditetapkan standar mutu dan atau akreditasinya, Menteri menetapkan
persyaratan teknis minimal benih/bibit dan lembaga pembibitan ternak yang
diakui sebagai produsen/penghasil benih/bibit.
(3) Penetapan persyaratan teknis minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
didasarkan atas rekomendasi Komisi Bibit Ternak.

BAB IX
PENGAWASAN BENIH DAN ATAU BIBIT TERNAK

Pasal 35
(1) Untuk menjamin penyelenggaraan sistem perbibitan ternak nasional
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini perlu dilakukan pengawasan.
(2) Pengawasan yang dimaksud sebagaimana pada ayat (1) dilakukan mulai dari
pengelolaan sumberdaya genetik, pemuliaan, produksi dan peredaran,
wilayah sumber bibit, dan kelembagaan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pejabat
fungsional pengawas bibit ternak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(4) Apabila disuatu wilayah belum ada pejabat fungsional pengawas bibit ternak
maka Gubernur atau Bupati/Walikota menunjuk pejabat dilingkungan dinas
yang bertanggung jawab di bidang peternakan sebagai pelaksana
pengawasan bibit ternak.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

210
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ketentuan pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan sistem perbibitan ternak yang
diajukan sebelum ditetapkannya Peraturan ini, tetap diproses sesuai dengan
ketentuan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 208/Kpts/OT.210/4/2001.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam pedoman ini akan ditetapkan sendiri
dalam Petunjuk Teknis Direktur Jenderal Peternakan.
Pasal 38
Dengan di tetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor
208/Kpts/OT.210/4/2001 tentang Pedoman Perbibitan ternak Nasional dinyatakan
tidak berlaku lagi.

Pasal 39
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 31 Agustus 2006
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.:


1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Keuangan;
4. Menteri Perindustrian;
5. Menteri Perdagangan;
6. Menteri Kelautan dan Perikanan;
7. Menteri Kehutanan;
8. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
9. Menteri Negara Riset dan Teknologi;
10. Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan;
11. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Pertanian
12. Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

211
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

13. Kepala Dinas Propinsi yang membidangi fungsi peternakan di seluruh


Indonesia.

212
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 35/Permentan/OT.140/8/2006 Tentang


Pedoman Pelestarian Dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006
TENTANG
PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK
TERNAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa sumberdaya genetik ternak merupakan unsur penting


dalam kegiatan pemuliaan ternak dan mempunyai peranan
yang sangat menentukan bagi perolehan bibit bermutu,
sehingga sumberdaya genetik ternak sebagai kekayaan
nasional perlu dilestarikan dan dimanfaatkan guna
menunjang peningkatan produksi ternak;
b. bahwa bibit ternak yang berasal dari sumberdaya genetik
lokal merupakan salah satu sarana dalam mengembangkan
usaha peternakan yang mempunyai peranan dalam upaya
peningkatan produksi pangan asal ternak yang pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan petani peternak dan
kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa dalam rangka pengamanan sumberdaya genetik ternak
terhadap ancaman kepunahan, maka perlu menetapkan
pedoman pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik
ternak dalam suatu Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);

211
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang


Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
8. Keputusan Presiden Nomor 187 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 100 Tahun
1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing;
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
11. Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan
dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara
Pangan dan Hortikultura Nomor 998.1/Kpts/OT.210/9/99,
790.a/Kpts-IX/1999, 1145A/MENKES/KB/IX/1999, 015A/
MENEG PHOR/ 09/1999 tentang Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik;
12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 208/Kpts/OT.210/4/2001
tentang Pedoman Perbibitan Ternak Nasional;
13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 404/Kpts/OT.210/6/2002
tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/Kp.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
15. Peraturan Menteri Pertanian No. 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

212
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KESATU : Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik


Ternak sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan ini.
KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU
merupakan acuan bagi aparatur dan masyarakat serta sebagai
dasar hukum dalam melaksanakan Pelestarian dan Pemanfaatan
Sumberdaya genetik Ternak secara Nasional.

KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31 Agustus 2006
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.


1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Keuangan;
4. Menteri Perindustrian;
5. Menteri Perdagangan;
6. Menteri Kelautan dan Perikanan;
7. Menteri Kehutanan;
8. Menteri Negara Lingkungan Hidup;
9. Menteri Negara Riset dan Teknologi;
10. Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan;
11. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Pertanian
12. Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
13. Kepala Dinas Propinsi yang membidangi fungsi peternakan di seluruh
Indonesia.

213
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 35/Permentan/OT.140/8/2006
TANGGAL : 31 Agustus 2006

PEDOMAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA


GENETIK TERNAK

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1. Modal dasar bagi pembangunan subsektor peternakan di antaranya
adalah keanekaragaman sumberdaya hayati, khususnya sumberdaya
genetik ternak. Usaha peternakan di Indonesia membutuhkan
sumberdaya genetik ternak, sebagai bahan untuk merakit bibit ternak
unggul agar peternakan mampu berkembang secara maksimal. Oleh
karena itu, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak
tersebut perlu didukung oleh suatu pedoman yang dapat melindungi
potensi genetik ternak asli dan/atau ternak lokal serta kerabat liarnya,
baik ternak yang sudah dikembangkan maupun yang masih dipelihara
secara subsisten.
2. Keanekaragaman sumberdaya genetik ternak perlu dilestarikan, untuk
kemudian ditingkatkan potensinya dan dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
ketersediaan bahan pangan, terciptanya lapangan kerja, dan
peningkatan devisa negara.
3. Dalam upaya menjamin pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya
genetik ternak secara berkelanjutan, diperlukan suatu kebijakan berupa
Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya genetik Ternak.

B. Maksud dan Tujuan.

214
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Maksud.
Pedoman Pelestarian dan Pemanfaatan Sumberdaya genetik Ternak ini
dimaksudkan sebagai acuan bagi aparatur dan masyarakat untuk
melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya genetik ternak dalam
menunjang pembangunan peternakan nasional.

2. Tujuan.
Pedoman ini bertujuan memberikan arah dalam pelaksanaan
pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak asli dan lokal
dalam rangka pembentukan dan penyediaan bibit ternak bermutu
secara berkelanjutan.

C. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi:

1. Pelestarian dan Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak dengan


kriteria populasi aman;
2. Pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak dengan
kriteria populasi tidak aman, yang mencakup:
a. Eksplorasi, identifikasi, karakterisasi dan/atau evaluasi;
b. Pelestarian;
c. Pemanfaatan;
d. Penangkaran dan/atau domestikasi kerabat liar;
3. Pemasukan dan pengeluaran;
4. Pembinaan dan pengawasan.

D. Pengertian.
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :
1. Sumberdaya genetik ternak adalah substansi yang terdapat dalam
individu suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik, unik yang
terbentuk dalam proses domestikasi dari masing-masing spesies, yang
merupakan sumber sifat keturunan yang mempunyai nilai potensial
maupun nyata serta dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau
dirakit untuk menciptakan rumpun atau galur unggul baru.
2. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari dan proses
domestikasinya terjadi di Indonesia.
3. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar
yang telah dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi kelima atau
lebih yang telah teradaptasi pada lingkungan dan atau manajemen
setempat.

215
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Keanekaragaman sumberdaya genetik ternak adalah beranekaragamnya


genetik individu di dalam rumpun dan antar rumpun untuk semua
spesies ternak yang telah didomestikasi maupun kerabat liarnya.
5. Kerabat liar adalah spesies hewan atau satwa liar yang diketahui atau
diduga merupakan tetua dari suatu spesies ternak yang telah
dibudidayakan.
6. Pelestarian sumberdaya genetik ternak adalah semua kegiatan untuk
mempertahankan keanekaragaman sumberdaya genetik ternak baik
secara in-situ maupun ex-situ.
7. Pelestarian secara in-situ adalah kegiatan untuk mempertahankan
keanekaragaman sumberdaya genetik ternak di dalam lingkungan
tempat ternak tersebut beradaptasi atau dalam lingkungan terbatas
yang secara praktis memungkinkan.
8. Pelestarian secara ex-situ adalah kegiatan untuk mempertahan-kan
keanekaragaman sumberdaya genetik ternak di luar lingkungan
produksi normalnya atau habitatnya, termasuk pengumpulan dan
pengawetan beku sumberdaya genetik ternak dalam bentuk gen, DNA,
genom, mani, sel telur, embrio atau jaringan, yang dapat digunakan
untuk merakit menjadi rumpun atau galur baru.
9. Eksplorasi adalah kegiatan pencarian sumberdaya genetik ternak untuk
tujuan penelitian, pengembangan dan atau untuk keperluan komersial.
10. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak adalah kegiatan
pendayagunaan sumberdaya genetik ternak untuk pangan dan
pertanian yang dilakukan tanpa membahayakan dan mengancam
kelestariannya baik di dalam atau di luar habitatnya.
11. Spesies adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat genetik sama
dalam kondisi alami dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan
keturunan yang subur.
12. Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai ciri-ciri dan
karakteristik luar serta sifat keturunan yang sama dari satu spesies.
13. Sumberdaya genetik ternak spesifik-daerah adalah sumberdaya genetik
suatu populasi rumpun ternak yang secara genetik unik dan telah
beradaptasi serta berkembang di suatu wilayah.
14. Galur adalah sekelompok individu ternak dalam suatu rumpun yang
dikembangkan untuk tujuan pemuliaan dan atau karakteristik tertentu.
15. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah
komposisi genetik pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau
galur guna mencapai tujuan tertentu.
16. Habitat adalah lingkungan hidup tempat ternak dan atau kerabat
liarnya berkembang biak secara alami.

216
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

II. PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK


DENGAN KRITERIA POPULASI AMAN

A. Populasi sumberdaya genetik ternak dinyatakan aman apabila jumlah


betina dewasa dalam populasi tersebut lebih dari 10.000 ekor dengan
jumlah jantan dewasa yang seimbang.
B. Pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak dengan kriteria
populasi aman dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Dilakukan melalui pendekatan sistem produksi yang terarah,
bertanggung jawab, dan berkelanjutan tanpa menurunkan kualitas;
2. Pemantauan dan evaluasi tentang status populasi secara periodik;
3. Berpedoman pada ketentuan yang berlaku yang mengatur tentang
sistem perbibitan ternak nasional.
C. Kegiatan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak seperti
tersebut pada angka II.B. oleh warga negara asing dan badan hukum asing
harus memperoleh izin dari Menteri Pertanian atau pejabat yang
ditunjuknya.
D. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak untuk tujuan pemuliaan dapat
dilakukan dengan cara seleksi, persilangan, atau teknologi rekayasa
genetik.
E. Khusus pemanfaatan dan pengembangan ternak unggas yang
mengandung materi genetik yang berasal dari unggas lokal hasil
pemuliaan sebagaimana dimaksud pada angka II.D. dalam rangka tujuan
komersial hanya diperuntukkan bagi usaha skala kecil atau sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.

III. PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK


DENGAN KRITERIA POPULASI TIDAK AMAN
A. Populasi sumberdaya genetik ternak dinyatakan tidak aman apabila
jumlah betina dewasa dalam populasi kurang dari 10.000 ekor.
B. Kriteria populasi sumberdaya genetik ternak yang dinyatakan tidak aman,
terbagi dalam empat kelompok, sebagai berikut:
1. populasi jarang, apabila jumlah betina dewasa 5.000 - 10.000 ekor;
2. populasi rentan, apabila jumlah betina dewasa 1.000 - 5.000 ekor;
3. populasi terancam, apabila jumlah betina dewasa 100 - 1.000 ekor;
4. populasi kritis, apabila jumlah betina dewasa kurang dari 100 ekor.
C. Dalam rangka melaksanakan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya
genetik ternak dengan kriteria populasi tidak aman, harus dilakukan
kegiatan sebagai berikut:

217
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi sumberdaya


genetiik ternak
a. Eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak dapat dilakukan di dalam dan atau di
luar habitatnya.
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi,
identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi sumberdaya genetik
ternak adalah :
1). menjaga kelestarian sumberdaya genetik ternak dan
lingkungan hidupnya;
2). melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3). memelihara dan menyimpan sumberdaya genetik ternak
sesuai dengan kondisi fisik dan peruntukannya;
4). memperhatikan dan menghormati adat istiadat serta budaya
masyarakat setempat.
c. Eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak dapat dilakukan oleh pemerintah,
perorangan warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia,
perorangan warga negara asing, dan atau badan hukum asing.
d. Perorangan warga negara Indonesia, lembaga penelitian atau
badan hukum Indonesia yang akan melakukan kegiatan
eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak harus mendapat izin dari Gubernur
atau Bupati/walikota sesuai tanggungjawab dan kewenangannya.
e. Kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka C.1.d. harus
dilaporkan kepada pejabat pemberi izin selambat-lambatnya enam
bulan setelah kegiatan diselesaikan atau satu tahun sejak
diterbitkannya izin tersebut.
f. Kegiatan eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak yang dilakukan oleh perorangan
warga negara asing atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada angka C.1.c hanya dapat dilakukan untuk
kepentingan bersama dengan pemerintah Indonesia dan harus
melibatkan pihak Indonesia, setelah mendapat izin dari Menteri
atau pejabat yang ditunjuknya.
g. Permohonan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud
pada angka C.1.f harus dilengkapi dengan persyaratan sebagai
berikut:
1). Identitas pemohon;
2). spesies dan rumpun serta jumlah sumberdaya genetik ternak;

218
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3). tujuan eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi


sumberdaya genetik ternak;
4). fasilitas yang dimiliki;
5). lokasi habitat sumberdaya genetik ternak yang dituju;
6). cara pengumpulan; dan
7). pernyataan kesanggupan mentaati peraturan perundang
undangan yang berlaku.
h. Disamping persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka C.1.g
khusus untuk pemohon yang berstatus badan hukum Indonesia,
harus menyertakan salinan resmi akta pendirian badan hukum
yang telah dimuat dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia, Nomor Pokok Wajib Pajak dan bidang usaha yang
dimilikinya.
i Disamping persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka C.1.g
khusus untuk pemohon yang berstatus warga negara asing atau
badan hukum asing, harus menyertakan surat perjanjian
pengalihan sumberdaya genetik ternak (material transfer
agreement) dan surat penunjukan mitra kerja yang diusulkan
serta dilengkapi pula dengan salinan resmi dokumen legalitas
badan hukum yang bersangkutan yang sudah disahkan oleh
Kedutaan Besar RI atau Perwakilan RI di negara asalnya.
j. Izin eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak hanya berlaku satu kali dalam jangka
waktu satu tahun, dapat diperpanjang, dan tidak dapat
dipindahtangankan.
k. Izin eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak dapat dicabut apabila:
1). melanggar ketentuan yang terdapat dalam perizinan;
2). tidak melakukan kewajiban; atau
3). melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
l. Hasil eksplorasi, identifikasi, karakterisasi, dan atau evaluasi
sumberdaya genetik ternak yang dilakukan oleh warga negara
asing dan badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada angka
C.1.f harus dilaporkan kepada Menteri Pertanian atau pejabat
yang ditunjuk selambat-lambatnya enam bulan setelah kegiatan
diselesaikan atau satu tahun setelah izin diterbitkan.
m. Dalam hal sumberdaya genetik ternak berstatus populasi
terancam atau populasi kritis, maka pelaksanaan eksplorasi,
identifikasi, karakterisasi dan atau evaluasi di luar habitatnya
harus memperhatikan agroklimat yang sesuai. Menteri

219
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

menetapkan wilayah tertentu yang sesuai dengan keperluan


tersebut.
n. Menteri atau pejabat pemberi izin yang ditunjuk dalam
memberikan izin sebagaimana dimaksud pada angka C.1.d dan
angka C.1.f harus memperhatikan rekomendasi dari Komisi
Nasional Plasma Nutfah bagi sumberdaya genetik yang berstatus
populasi terancam atau populasi kritis, dan rekomendasi dari
Komisi Daerah Plasma Nutfah atau lembaga yang ditunjuk oleh
Gubernur untuk sumberdaya genetik yang berstatus populasi
jarang atau populasi rentan.

2. Pelestarian
a. Status populasi sumberdaya genetik ternak dengan kriteria tidak
aman ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari
Komisi Nasional Plasma Nutfah serta masukan secara tertulis dari
Komisi Daerah Plasma Nutfah dan atau dinas yang menangani
fungsi-fungsi teknis peternakan.
b. Pelestarian sumberdaya genetik ternak berstatus populasi
terancam atau populasi kritis dilakukan melalui
pengembangbiakan di lokasi yang sesuai dengan lingkungan
hidupnya atau dihabitatnya.
c. Pemerintah menyediakan anggaran untuk memfasilitasi
pelestarian sumberdaya genetik ternak berstatus populasi kritis
atau populasi terancam. Sedangkan anggaran untuk memfasilitasi
pelestarian sumberdaya genetik ternak berstatus populasi jarang
dan populasi rentan disediakan oleh Pemerintah Daerah.
d. Ketentuan mengenai pelestarian sumberdaya genetik ternak
spesifik-daerah, diatur oleh Gubernur atau Bupati/Walikota
dengan mengikuti pedoman ini.
e. Wilayah pelestarian sumberdaya genetik ternak ditetapkan oleh
Menteri setelah dilakukan pengkajian dan pengusulan oleh
Pejabat Eselon I terkait serta memperoleh rekomendasi dari
Gubernur atas dasar usulan tertulis dari Bupati/Walikota dengan
memperhatikan rekomendasi dari Komisi daerah plasma nutfah
atau dinas yang menangani fungsi-fungsi teknis peternakan.
f. Kajian dan usulan oleh pejabat eselon I sebagaimana dimaksud
pada angka C.2.e perlu memperhatikan rekomendasi dari Komisi
Nasional Plasma Nutfah.
g. Pengalihan penggunaan wilayah pelestarian sumberdaya genetik
ternak yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada angka

220
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

C.2.e hanya dapat dilakukan dalam keadaan terpaksa, serta harus


mendapat persetujuan Menteri dan Gubernur.
h. Wilayah pengganti pelestarian sumberdaya genetik ternak
sebagaimana dimaksud pada angka C.2.g harus sesuai dengan
habitat ternak yang dilestarikan.
i. Pelaksanaan dan pengawasan pemindahan ternak yang
dilestarikan ke wilayah pengganti sebagaimana dimaksud pada
angka C.2.h berada dalam wewenang Menteri apabila dilakukan
pemindahan antar propinsi, wewenang Gubernur apabila
dilakukan pemindahan antar Kabupaten/Kota, serta menjadi
wewenang Bupati/Walikota apabila dilakukan pemindahan ternak
didalam wilayah kewenangannya.
j. Pelestarian sumberdaya genetik ternak berstatus populasi jarang
dan populasi rentan di luar habitatnya dalam jumlah lebih dari
lima persen dari populasi yang ada, dapat dilakukan oleh badan
hukum dengan persetujuan Menteri.
k. Rencana perubahan peruntukan fasilitas pelestarian sumberdaya
genetik ternak sebagaimana dimaksud pada angka C.2.j. harus
diajukan kepada Menteri dan Gubernur satu tahun sebelum
dilaksanakan, dengan memperhatikan saran dan pertimbangan
Komisi nasional plasma nutfah.
l. Bilamana terjadi wabah penyakit di kawasan pelestarian
sumberdaya genetik ternak atau penyakit menyerang suatu
kawasan yang terdapat sumberdaya genetik ternak dengan status
populasi tidak aman, maka harus dilakukan langkahlangkah
pengamanan untuk mempertahankan kelestarian populasinya
dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesehatan hewan dan
lingkungan serta dengan menerapkan pendekatan kehati-hatian.

3. Pemanfaatan
a. Sumberdaya genetik ternak dengan status populasi tidak aman,
tidak boleh dimanfaatkan apabila diperkirakan dapat
membahayakan kemurnian dan kelestariannya.
b. Sumberdaya genetik ternak yang diperoleh melalui upaya
pencarian dan pengumpulan di dalam atau di luar habitatnya,
sebagian hasilnya harus diserahkan kepada pejabat yang ditunjuk
Menteri, dan selanjutnya disimpan dalam bank sumberdaya
genetik atau bentuk pelestarian lainnya.
c. Penelitian sumberdaya genetik ternak berstatus populasi kritis
atau populasi terancam dapat dilaksanakan oleh pemerintah atau

221
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

perorangan dan badan hukum Indonesia bekerjasama dengan


lembaga penelitian atau perguruan tinggi milik pemerintah.
d. Pemilik sumberdaya genetik ternak berstatus populasi kritis atau
populasi terancam berhak memperoleh informasi awal tentang
maksud dan tujuan kegiatan penelitian, serta berhak memperoleh
informasi kemajuan penelitian tersebut.
e. Apabila penelitian ini tidak atau belum menghasilkan inovasi
yang bersifat komersial, pemilik sumberdaya genetik tersebut
tidak dapat menuntut imbalan berupa finansial, namun berhak
memperoleh imbalan lain yang berbentuk informasi, teknologi,
dan peningkatan ketrampilan.
f. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak berstatus populasi kritis
atau populasi terancam oleh pemiliknya untuk tujuan komersial
harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip dan pendekatan
kehati-hatian untuk menjaga kelestariannya.
g. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak sebagaimana tersebut
pada angka C.3.f. oleh pihak lain bukan melalui jualbeli, maka
pemilik sumberdaya genetik ternak tersebut berhak memperoleh
pembagian keuntungan secara adil dan merata dari hasil
pemanfaatannya.
h. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak berstatus populasi kritis
atau populasi terancam oleh pihak lain untuk tujuan komersial,
maka pemilik sumberdaya genetik ternak tersebut berhak
memperoleh pembagian keuntungan secara adil dan merata dari
hasil pemanfaatannya.
i. Pemanfaatan sumberdaya genetik ternak secara lestari harus
berpedoman pada ketentuan yang berlaku di bidang bioetika,
keamanan pangan, pakan, dan lingkungan serta ketentuan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
4. Penangkaran dan atau Domestikasi kerabat liar Penangkaran dan atau
domestikasi kerabat liar ternak untuk dipergunakan dalam kegiatan
pelestarian maupun pemanfaatannya dilaksanakan melalui
koordinasi dengan instansi terkait.

IV. PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBERDAYA GENETIK TERNAK


A. Pemasukan Sumberdaya genetik Ternak ke dalam wilayah Republik
Indonesia
1. Pemasukan sumberdaya genetik ternak yang berasal dari luar negeri
dapat dilakukan melalui pembiakan murni, atau persilangan dengan
rumpun atau galur lokal yang disesuaikan dengan kondisi ekosistem,

222
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

sosial ekonomi, budaya masyarakat serta norma dan kemajuan


teknologi.
2. Pemasukan sebagaimana dimaksud pada angka IV.A.1. untuk tujuan
komersial dan atau perbaikan mutu genetik ternak di Indonesia dapat
dilakukan sepanjang tidak menimbulkan dampak negatif bagi
kelestarian sumberdaya genetik ternak yang ada.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemasukan sumberdaya
genetik ternak dari luar negeri yang akan dimanfaatkan untuk
persilangan dan atau perkembangbiakan yang dapat mengganggu
kelestarian ternak lokal atau asli di kawasan pelestarian diatur oleh
Menteri.

B. Pengeluaran dari wilayah Republik Indonesia


1. Pengeluaran sumberdaya genetik ternak asli atau lokal dengan status
populasi tidak aman hanya dapat dilakukan dalam rangka penelitian
dengan persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk serta dilengkapi
dengan dokumen perjanjian pengalihan sumberdaya genetik ternak
(material transfer agreement).
2. Pengeluaran sumberdaya genetik ternak asli atau lokal sebagaimana
dimaksud pada angka IV.B.1. hanya dapat dilakukan melalui tempat-
tempat pengeluaran yang telah ditetapkan oleh Menteri.
3. Pengeluaran sumberdaya genetik ternak asli atau lokal yang bernilai
ekonomi tinggi, seperti: sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi dan
unggas, hanya dapat dilakukan apabila :
a. kebutuhan di dalam negeri telah terpenuhi;
b. tidak menimbulkan pengurasan sumberdaya genetik, penurunan
kualitas atau seleksi negatif; dan
c. mendapat persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
4. Khusus pengeluaran sumberdaya genetik sapi dan kerbau untuk tujuan
komersial hanya dapat dilakukan pada ternak jantan-kastrasi atau yang
bukan merupakan ternak bibit atau calon bibit ternak murni.
5. Pengeluaran sumberdaya genetik ternak asli dalam bentuk embrio, sel
telur atau mani beku dapat dilakukan apabila :
a. kebutuhan untuk dalam negeri sudah terpenuhi;
b. berasal dari donor ternak tertentu dan bukan donor terunggul yang
akan dipergunakan untuk kepentingan dalam negeri; dan
c. mendapat persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

V. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


A. Pembinaan

223
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pembinaan terhadap pelaksanaan pelestarian dan pemanfaatan


sumberdaya genetik ternak dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan
Bupati/walikota sesuai tanggungjawab dan kewenangannya
masingmasing.
1. Pembinaan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak
mencakup:
a. Penyelenggaraan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan
serta pelatihan;
b. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung;
c. Peningkatan kesadaran tentang perlunya pelestarian dan
pemanfaatan sumberdaya genetik ternak kepada :
1) masyarakat yang secara langsung menguasai sumberdaya
genetik ternak yang harus dilestarikan;
2) masyarakat yang berada disekitar kawasan sumberdaya
genetik ternak berada;
2. Dalam melaksanakan pembinaan pelestarian dan pemanfaatan
sumberdaya genetik ternak, pemerintah dapat melibatkan peran serta
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan atau asosiasi,
lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga lain yang terkait
dalam suatu jejaring yang dikoordinasikan melalui pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri.
3. Pemerintah memberikan penghargaan kepada:
a. individu, kelompok, lembaga swadaya masyarakat atau asosiasi
yang melakukan pelestarian sumberdaya genetik ternak yang
mempunyai nilai nyata maupun nilai potensial;
b. pemulia sumberdaya genetik yang mempunyai nilai nyata;
c. penemu teknologi pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya
genetik ternak; atau
d. pakar yang mempunyai gagasan baru yang nyata dan operasional
untuk pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak.
4. Pemerintah dapat memberikan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi
penemu teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
5. Pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak spesifik
daerah dibina oleh Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan
mengikuti pedoman ini.
6. Pemerintah mendorong peran serta masyarakat dan atau asosiasi untuk
berpartisipasi dalam pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik
ternak.

B. Pengawasan

224
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Pemegang izin eksplorasi, identifikasi, karakterisasi dan atau evaluasi


sumberdaya genetik ternak berstatus populasi tidak aman wajib
menyampaikan laporan secara berkala sekurang-kurangnya enam
bulan sekali kepada Menteri dengan tembusan disampaikan kepada
Gubernur dan Bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuknya.
2. Laporan sebagaimana tersebut pada angka IV.B.1. sekurangkurangnya
memuat:
a. Kemajuan pelaksanaan kegiatan;
b. kondisi populasi atau perkembangan sumberdaya genetik ternak;
c. kemungkinan pemanfaatan dan pengembangan lebih lanjut; dan
d. masalah dan kendala dalam pelaksanaan kegiatan baik yang terkait
dengan perubahan lingkungan, sosial masyarakat maupun hal-hal
yang berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan.
3. Pengawasan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak
mengacu pada prinsip bahwa sumberdaya genetik ternak yang
terdapat di wilayah Negara Republik Indonesia merupakan kekayaan
nasional.
4. Pengawasan pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya genetik ternak
sebagaimana dimaksud pada angka IV.B.3. dilakukan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuknya bersama-sama dengan Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
5. Pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran sumberdaya
genetik ternak di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang
telah ditetapkan dilakukan oleh pejabat fungsional pengawas bibit
ternak, tenaga medis veteriner dan petugas karantina hewan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

VI. PENUTUP
Pedoman ini merupakan acuan bagi aparatur dan masyarakat yang
melakukan kegiatan di bidang pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya
genetik ternak nasional.

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam pedoman ini akan ditetapkan
tersendiri dalam petunjuk teknis Direktur Jenderal Peternakan.

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

225
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 50/Permentan/ OT.140/10/2006 Tentang


Pedoman Pemeliharaan Unggas Di Pemukiman

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 50/ Permentan/ OT.140/10/2006
TENTANG
PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338.1


/Kpts/PD.620/9/2005, telah ditetapkan pernyataan
berjangkitnya wabah penyakit hewan menular influenza pada
unggas (Avin Influenza) di beberapa provinsi di Wilayah
Indonesia;
b. bahwa dalam upaya pengendalian dan penangggulangan
terhadap penyakit hewan menular Avian Influenza (AI)
tersebut, perlu dilakukan secara menyeluruh termasuk
pencegahan dan pemberantasannya pada
pemeliharaan/budidaya unggas di pemukiman;
c. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dan dalam rangka
memberikan acuan bagi aparatur dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan serta bagi masyarakat dalam
melakukan pemeliharaan/budidaya unggas di pemukiman,
dipandang perlu menetapkan Pedoman Pemelihaan Unggas di
Pemukiman dengan Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang, Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran

225
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara


Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
7. Peraturan Pemerintan Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
8. Peraturan Pemerintan Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan (Lembaran Negara 1992 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3509);
9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departement
Pertanian;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338.1/Kpts/PD.620/9/2005
tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Hewan
Menular Influenza Pada Unggas (Avian Influenza) di Beberapa
Provinsi di Wilayah Indonesia;

MEMUTUSKAN;
Menetapkan :

KESATU : Pedoman Pemeliharaan Unggas di Pemukiman sebagaimana


tercantum pada Lampiran Peraturan ini.

KEDUA : Pedoman pemeliharaan unggas di pemukiman sebagaimana


dimaksud pada diktum KESATU merupakan acuan bagi aparatur

226
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


pemeliharaan/budidaya unggas di pemukiman dan bagi
masyarakat dalam melakukan pemeliharaan/budidaya unggas di
pemukiman.

KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 17 Oktober 2006
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Peratuan ini disampaikan kepada Yth. :


1. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
2. Menteri Dalam Negari;
3. Menteri Kesehatan;
4. Para Pemimpin Unit Kerja Eselon I dilingkungan Departemen Pertanian;
5. Para Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
6. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
7. Para Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

227
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006
TANGGAL : 17 Oktober 2006

PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahwa perkembangan pemeliharaan/ budidaya unggas yang dilakukan
oleh perorangan maupun kelompok yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, hobi, maupun untuk tujuan komersial banyak
dijumpai dipemukiman ditengah-tengah masyarakat dan disuatu lokasi
yang diperuntukkan secara khusus untuk usaha budidaya
unggas.Budidaya unggas ini semakin didorong oleh pemerintah untuk
dapat berkembang lebih baik lagi dengan harapan dapat mencukupi
kebutuhan protein hewani, peningkatan lapangan kerja, pendapatan
peternak dan peningkatan devisa negara.

Disisi lain upaya pemerintah mendorong perkembangan budidaya unggas


baik skala kecil, menengah, maupun besar akhir-akhir ini telah terkendala
oleh merebaknya penyakit hewan menular Avian Influenza. Penyakit
hewan menular ini merupakan penyakit hewan yang bersifat eksotis,
sangat berbahaya baik bagi unggas maupun manusia sehingga perlu
dilakukan upaya pengendalian dan penanggulangannya secara cepat, tepat,
cermat dan akurat yang meliputi upaya pengendalian dan
penanggulangannya di pemukiman maupun di lokasi usaha.

Disadari bahwa pemahaman masyarakat dalam pemeliharaan unggas baik


untuk kebutuhan rumah tangga maupun hobi sangat terbatas terhadap
bahaya yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh virus Avian Influenza

228
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(AI) yang terdapat pada unggas atau media lainnya disekitar lokasi
pemeliharaan. Oleh karena itu dalam upaya menghindari kemungkinan
terjadinya penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas yang dipelihara di
pemukiman, diperlukan pedoman pemeliharaan unggas di pemukiman.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Maksud ditetapkannya pedoman ini yaitu sebagai acuan bagi perorangan
dalam pemeliharaan unggas di pemukiman dan bagi dinas yang
membidangi fungsi peternakan sebagai pedoman dalam melakukan
pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam rangka pemeliharaan
unggas di pemukiman.

2. Tujuan
Tujuan ditetapkannya pedoman ini adalah agar dapat dihindari
kemungkinan terjadinya penyakit Avian Influenza pada unggas yang
dipelihara di pemukiman.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi,
1. Persyaratan Pemeliharaan unggas di pemukiman
2. Tindakan yang harus dilakukan apabila terjadi kasus Avian Influenza
3. Pembinaan dan Pengawasan.

D Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan,
1. Pemukiman adalah lokasi dimana penduduk bertempat tinggal dan
bersosialisasi baik di perkotaan maupun di pedesaan.
2. Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama
untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua
kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular dan
penyebaran penyakit.
3. Desinfektan adalah bahan penghapus hama
4. Disinfeksi adalah tindakan pensucihamaan secara tepat dan cermat
terhadap pakan, tempat pakan/air minum, semua peralatan, pakaian
pekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain yang tercemar,
bangunan kandang yang bersentuhan dengan unggas, kandang/ tempat
penampungan unggas, permukaan jalan menuju peternakan/
kandang/tempat penampungan unggas.

229
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan


terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas
kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan
peralatan lain terkontaminasi yang tidak dapat didekontaminasi/
didesinfeksi secara efektif.
6. Sanitasi adalah suatu penataan kebersihan yang bertujuan
meningkatkan/mempertahankan keadaan yang sehat bagi ternak baik di
dalam kandang dan komplek maupun sekitar komplek usaha
peternakannya.
7. Vaksinasi adalah pertahanan kedua dalam upaya mengendalikan dan
memberantas wabah penyakit.
8. Restocking adalah pengisian kembali unggas ke dalam kandang
sekurangkurangnya 2 (dua) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang
dan semua tindakan dekontaminasi (disinfeksi) dan disposal dilaksanakan
sesuai prosedur.
9. Pemantauan Kesehatan Hewan adalah pengamatan untuk melihat arus
penyakit dan status kesehatan hewan dalam populasi secara terus menerus.

II. PERSYARATAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN


Untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit hewan menular Avian
Influenza (AI) di pemukiman, sebaiknya dihindari pemeliharaan unggas di
lingkungan pemukiman. Pemeliharaan unggas di pemukiman mempunyai
resiko yang cukup tinggi terhadap penularan penyakit AI kepada manusia,
karena media yang dipergunakan baik yang secara langsung maupun tidak
langsung memiliki potensi penularan virus Avian Influenza (AI) yang sangat
berbahaya.

Bagi masyarakat yang berada di pemukiman yang memelihara atau yang


pernah memelihara perlu memperhatikan persyaratan sebagai berikut :

1. Masyarakat yang memelihara unggas.


a. mempergunakan lahan pemeliharaan yang letaknya terpisah dari
pemukiman dan kotoran serta limbah yang dihasilkan tidak
mencemari lingkungan;
b. tidak membiarkan unggasnya berkeliaran bebas (dikandangkan);
c. menempatkan kandang/sangkar secara terpisah dari rumah/tempat
tinggal, dengan sirkulasi/ventilasi udara yang cukup;
d. memisahkan unggas yang berlainan jenis (spesies) seperti ayam,
burung, itik, angsa, maupun dengan jenis unggas lainnya;

230
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. membersihkan sisa pakan dan air minum agar tidak mengundang


kedatangan burung-burung liar;
f. membersihkan kandang dan peralatan kandang setiap hari dan
semprot dengan desinfektan secara berkala;
g. menjaga kandang dan alas kandang harus selalu dalam keadaan
kering;
h. menggunakan penutup mulut dan hidung (masker) serta sarung
tangan pada saat merawat/menangani unggas peliharaan;
i. membersihkan tangan dan kaki/alas kaki dengan air menggunakan
sabun/antiseptik setelah selesai menangani unggas;
j. memisahkan unggas yang baru datang selama 7 (tujuh) hari;
k. menghindarkan anak dan lansia kontak dengan unggas peliharaan;

2. Masyarakat yang pernah memelihara unggas


a. membersihkan kandang dan peralatan kandang yang sudah tidak
terpakai serta menyemprotkan dengan desinfektan;
b. membersihkan lingkungan sekitar kandang;
c. membakar sisa kotoran dan sisa bahan serta peralatan yang tidak bisa
di sucihamakan;
d. apabila kandang yang telah dikosongkan akan dimanfaatkan kembali
(restocking) maka pengisian kandang baru dapat dilakukan kembali
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan setelah kandang dilakukan
pengosongan, dan unggas berasal dari daerah yang bebas AI atau
yang telah mendapat vaksinasi AI;
e. melaksanakan tindakan dekontaminasi/ desinfeksi dan disposal.

III. TINDAKAN YANG HARUS DILAKUKAN APABILA TERJADI KASUS


AVIAN INFLUENZA (AI)

Apabila unggas yang dipelihara menunjukkan gejala sakit atau terjadi


kematian unggas secara mendadak, pemelihara harus segera melakukan
tindakan sebagai berikut :
1. melapor kepada Dokter Hewan atau Kepala Dinas Peternakan atau Dinas
yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan atau
aparat/pamong setempat;
2. membakar dan menguburkan bangkai unggas, bulu, sisa kotoran, sisa
pakan, alas kandang dibawah pengawasan petugas yang berwenang;
3. melarang membuang bangkai unggas peliharaan di tempat sampah, kebun,
sungai atau memanfaatkannya sebagai pakan hewan atau ikan;
4. menghindari kontak dengan unggas yang mati;

231
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. melakukan desinfeksi atau mensucihamakan semua peralatan dan


kandang bekas kontak unggas yang mati;
6. melakukan penyemprotan dengan desinfektan pada semua kandang dan
lingkungan rumah tinggal;
7. membakar bahan/peralatan yang tidak dapat didesinfeksi/disucihamakan;
8. mencuci tangan, dan segera mandi dengan menggunakan sabun setelah
terjadi kontak dengan unggas sakit atau mati;
9. mencuci pakaian yang dikenakan yang telah kontak dengan unggas sakit
atau mati dengan deterjen.

IV. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

1. Pembinaan
Pembinaan pemeliharaan unggas di pemukiman ditujukan untuk
meningkatkan, mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan
program pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular
Avian Influenza (AI) terutama terhadap pemeliharaan/ budidaya unggas
yang dilakukan oleh perorangan/ kelompok di pemukiman.

Pembinaan ini merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara


pemerintah dan masyarakat yang harus dilakukan secara terpadu/
terkoordinasi dan terus menerus oleh aparatur dinas peternakan atau
dinas yang membidangi fungsi peternakan setempat. Agar pelaksanaan
program pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular AI
dapat berjalan lebih optimal, pembinaan juga harus dilakukan bersama
instansi terkait lainnya.

3. Pengawasan
Pengawasan dilakukan terhadap teknis pemeliharaan/budidaya,
persyaratan higiene dan sanitasi lingkungan, pelaksanaan tindakan
biosekuriti dan penanganan terhadap kesehatan hewan/kesehatan
masyarakat veteriner.Pada prinsipnya tanggung jawab pengawasan
berada pada aparatur dinas peternakan atau dinas yang menangani fungsi
peternakan dan kesehatan hewan setempat, dengan melibatkan peran
serta dan partisipasi aktif dari masyarakat. Pengawasan dilakukan secara
berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali, kecuali apabila ditemukan terjadinya
kasus maka petugas yang bertanggungjawab melakukan pengawasan dan
atau masyarakat yang mengetahui terjadinya kasus tersebut harus segera
melaporkan kepada Kepala Dinas peternakan, petugas Kantor Cabang
Dinas (KCD) Peternakan di Kecamatan, Pos Kesehatan Hewan

232
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(Poskeswan) yang terdekat atau dokter hewan yang berwenang serta


pejabat pamong/ perangkat desa/ kecamatan setempat.

V. PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi
perubahan sesuai dengan perkembangan IPTEK dan kebutuhan masyarakat.

MENTERI PERTANIAN
ttd
ANTON APRIYANTONO

233
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 44/Permentan/OT.140/5/2007 Tentang


Pedoman Berlaboratorium Veteriner Yang Baik (Good Veterinary Laboratory
Practice)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 44/Permentan/OT.140/5/2007
TENTANG
PEDOMAN BERLABORATORIUM VETERINER YANG BAIK
(GOOD VETERINARY LABORATORY PRACTICE)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


N,
MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka perlindungan kesehatan hewan,


keselamatan masyarakat, dan keamanan lingkungan dari
kemungkinan terjadinya penyakit hewan yang
membahayakan, perlu dilakukan pemeriksaan, penyidikan,
dan pengujian terhadap agen penyakit;
b. bahwa untuk memperoleh hewan sehat dan produk hewan
yang aman dan sehat perlu dilakukan pemeriksaan,
penyidikan dan pengujian terhadap agen penyakit, cemaran,
dan residu di laboratorium;
c. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan guna
memperoleh hasil pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian
terhadap agen penyakit, cemaran, dan residu yang tepat, cepat,
akurat, efektif, dan efisien, serta dalam rangka keselamatan
kerja petugas laboratorium, dipandang perlu menetapkan
Pedoman Berlaboratorium Veteriner Yang Baim (Good
Veterinary Laboratory Practice) dengan Peraturan Menteri
Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan


Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara
Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2824);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);

233
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan


Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3509);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
8. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
10. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia bersatu;
11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
indonesia;
13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/OT.210/2/1993
tentang Penunjukan Laboratorium Pengujian Cemaran
Mikroba dan Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/OT.210/3/2002
tentang Pelaksanaan Standardisasi Nasional di Bidang
Pertanian, juncto Keputusan Menteri Pertanian Nomor
379/Kpts/OT.140/10/2005;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian,

234
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor


11/Permentan/OT.140/2/2007;
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;

Memperhatikan : 1. General Requirements for the Competence of Testing and


Calibration Laboratories, ISO/IEC 17025;2005;
2. Laboratory Biosafety Manual, 2004, Third Edition, World
Health Organization Geneva;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
KESATU : Pedoman Berlaboratorium Veteriner Yang Baik (Good Veterinary
Laboratory Practice) seperti tercantum pada Lampiran sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
KEDUA : Pedoman Berlaboratorium Veteriner Yang Baik (Good Veteinary
Laboratory Practice) sebagaimana dimaksud pada Diktum
KESATU sebagai acuan bagi Laboratorium Veteriner dalam
melakukan pemeriksaan, penyidikan dan pengujian.
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Mei 2007
MENTERI PERTANIAN,
ttd.
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth. :


1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Kesehatan;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Perindustrian;
5. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan;
6. Gubernur provinsi seluruh Indonesia;
7. Bupati/Walikota seluruh Indonesia;

235
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

8. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di


provinsi seluruh Indonesia; dan
9. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di
kabupaten/kota seluruh Indonesia.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 44/Permentan/OT.140/5/2007
TANGGAL : 10 Mei 2007

PEDOMAN BERLABORATORIUM VETERINER YANG BAIK


(GOOD VETERINER LABORATORIUM PRACTICE)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahwa tindakan perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan hewan
serta tumbuhan dari ancaman masuk dan menyebarnya penyakit,
kerusakan lingkungan dan kontaminasi/pencemaran mikroba dan bahan
kimia pada produk hewan merupakan tanggung jawab setiap negara. Hal
tersebut telah menjadi isu sentral dalam perdagangan, baik pada negara
maju maupun negara sedang berkembang, karena hanya komoditas produk
hewan yang aman serta tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan
dan berasal dari hewan yang sehat, yang akan mampu bersaing dan
memiliki keunggulan kompetitif di pasar internasional.

Bahwa produk hewan sebagai pangan asal hewan merupakan produk yang
sifatnya mudah rusak (perishable food) dan sangat berpotensi menimbulkan
bahaya (potentially hazardous food) bagi kesehatan konsumen, maka perlu
dilakukan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian laboratorium, untuk
membuktikan bahwa hewan dalam keadaan sehat dan produknya aman,
sehat, utuh dan halal. Kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan pengujian di
laboratorium, selain diperlukan untuk menjamin keabsahan hasil uji
diperlukan juga untuk menjamin keselamatan atau keamanan kerja

236
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(biosafety) bagi personel laboratorium serta keamanan lingkungn


(biosecurity).

Oleh karena itu untuk mengurangi risiko kesalahan dalam melaksanakan


pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian, keabsahan hasil uji, dan
melindungi kemanan petugas laboratorium maka perlu ditetapkan
pedoman berlaboratorium veteiner yang baik (Good Veterinary Laboratory
Practice).

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud ditetapkannya pedoman ini sebagai acuan dalam pembinaan
dan bimbingan terhadap laboratorium veteriner yang melakukan
pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian veteriner.
2. Tujuan ditetapkannya pedoman ini untuk :
a) memperoleh hasil pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian yang
tepat, cepat, dan akurat serta efektif dan efisien;
b) meningkatkan kualitas data hasil uji dan mengembangkan sistem
manajemen yang baik meliputi aspek perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi serta
pengarsipan;
c) mengurangi risiko kesalahan dalam melaksanakan pemeriksaan,
penyidikan, dan pengujian;
d) meningkatkan keselamatan kerja bagi petugas laboratorium dan
keamanan lingkungan; dan
e) menerapkan prinsip-prinsip pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian yang baik dan benar, sehingga diperoleh hasil uji yang
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan serta mampu
tertelusur.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan pedoman ini meliputi manajemen sistem mutu,
pelporan, pembinaan dan pengawasan.

D. Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan :
1. Laboratorium adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan
pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian mutu produk hewan.
2. Berlaboratorium adalah rangkaian kegiatan yang menggunakan fasilitas
laboratorium untuk tujuan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian
yang meliputikegiatan penerimaan contoh/sampel, pengiriman
contoh/sampel, penanganan contoh/sampel, pengujian, pengamatan

237
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

teknis, perhitungan, interpretasi hasil uji, pencatatan/rekaman dan


pelaporan hasil uji.
3. Produk Hewan adalah semua bahan asal hewan dan hasil bahan asal
hewan yang diperuntukan bagi konsumsi manusia dan atau kegunaan
lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemasalahan manusia.
4. Validasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk membuktikan
bahwa suatu metode uji dapat diterapkan dengan cara melakukan
percobaan uji di laboratorium.
5. Contoh/sampel yang selanjutnya disebut contoh adalah satu atau lebih
satuan satuan (unit) hasil yang dipilih dari suatu kumpulan (populasi)
satuan, atau bagian terpilih dari hasil dengan jumlah yang lebih besar.
6. Satuan adalah bagian terkecil di dalam suatu lot hasil yang secara
individual terpisah, yang harus diambil untuk membuat suatu contoh
primer utuh atau contoh primer bagian.
7. Lot adalah sejumlah produk asal hewan yang dapat dikelompokkan
berdasarkan waktu produksi yang sama dan atau pengiriman yang
sama dan dianggap mempunyai karakteristik sejenis.
8. Petugas Pengambil Sampel yang selanjutnya disebut Petugas Pengambil
Contoh (PPC) adalah tenaga terlatih yang memiliki kompetensi dalam
pengambilan contoh/sampel.
II. MANAJEMEN SISTEM MUTU
A. Persayaratan Manajemen
1. Organisasi
a) Struktur organisasi
Struktur organisasi harus efisien dan jelas sehingga mampu
mendukung pencapaian tujuan laboratorium dalam rangka
memperoleh hasil pengujian yang absah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Struktur organisasi tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari
Kepala/Penanggungjawab Laboratorium; Bagian Administrasi;
Bagian Pelayanan Teknis; dan Pelaksana Pengujian.
b) Tugas, wewenang, dan tanggung-jawab
Pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab dalam organisasi
pada laboratorium tersebut disusun sedemikian rupa sehingga dapat
mencerminkan pembagian tugas yang jelas, sesuai dengan jenis
pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab yang melekat pada
fungsi masing-masing penanggungjawab dalam organisasi tersebut
agar mampu memberikan pelayanan yang cepat dengan hasil uji
yang tepat dan akurat.
Kepala/Penanggung-jawab lembaga laboratorium sesuai tanggung
jawab dan kewenangannya dalam melakukan kegiatan pemeriksaan,

238
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

penyidikan, dan pengujian apabila dipandang perlu berhak


melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya ketidak sesuaian dalam berlaboratorium.
Tindakan perbaikan dan pencegahan tersebut dapat dilakukan
secara tertelusur/traceback untuk mengetahui apakah pemeriksaan,
penyidikan, dan pengujian tersebut telah dilaksanakan sesuai
dengan Instruksi Kerja (Standard Operational Procedures/SPO).
Dalam rangka memperoleh kepastian dan keabsahan hasil uji yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka setiap
laboratorium yang melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian terhadap kesehatan hewan serta produknya yang aman,
sehat, utuh, dan halal harus berbadan hukum.
2. Sumberdaya Manusia, Sarana dan Prasarana serta Teknologi Dalam
melaksanakan kegiatan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian, perlu
dukungan sumberdaya manusia yang memadai, sarana dan prasarana,
serta pengembangan teknologi yang mendukung terselenggaranya
berlaboratorium yang baik.

3. Sistem Manajemen Mutu


Dalam melaksanakan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian, maka
laboratorium veteriner harus :
a) memiliki dan menerapkan sistim manajemen mutu sesuai dengan
ruang lingkup pengujian dan memperhatikan prinsip yang baik;
b) mendokumentasikan sistem manajemen mutu, kebijakan, program,
prosedur dan instruksi yang diperlukan untuk menjamin mutu
hasil pengujian;
c) mempunyai personil yang memahami dan menerapkan sistim
dokumentasi;
d) mempunyai manajemen puncak yang komit, dapat
mengkomunikasikan, dan menjamin pelaksanaan berlaboratorium
veteriner yang baik;
e) melakukan evaluasi secara berkala minimal setahun sekali terhadap
penerapan berlaboratorium veteriner yang baik.

4. Dokumen dan Rekaman


Dalam melaksanakan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian, maka
setiap kegiatan di laboratorium veteriner harus :
a) direkam, dicatat dan didokumentasikan dengan baik;
b) sesuai dengan perencanaan, prosedur dan instruksi yang telah
ditetapkan dalam bentuk dokumentasi tertulis;

239
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c) dikomunikasikan dan dipahami oleh personil terkait apabila terjadi


perubahan dan/atau pembaharuan dokumen;
d) terdokumentasi dan disahkan oleh penanggungjawab bidang terkait;
e) mempunyai dokumen yang dikelola sehingga mudah diakses dan
ditelusuri, dengan cara penomoran dan/atau penandaan;
f) mempunyai prosedur untuk melindungi dokumen (waktu, tempat,
dan cara penyimpanan);
g) mempunyai dokumen dan rekaman yang berada ditempat kegiatan
dilakukan.

5. Pengadaan Bahan dan Peralatan


Setiap pengadaan bahan dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan
pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) bahan dan peralataan yang diperlukan disesuaikan dengan ruang
lingkup pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian;
b) pemesanan, pembelian, penerimaan, penyimpanan bahan dan alat-
alat sesuai dengan prosedur yang berlaku;
c) fasilitas pelatihan dan layanan purna jual yang disediakan penyedia
bahan dan alat-alat tersebut.

B. Persyaratan Teknis
Setiap kegiatan berlaboratorium yang melakukan pemeriksaan,
penyidikan, dan pengujian terhadap kesehatan hewan dan produknya
harus memenuhi persyaratan teknis meliputi :

1. Sumberdaya Manusia Laboratorium


Sumberdaya manusia yang melakukan kegiatan pemeriksaan,
penyidikan, dan pengujian pada laboratorium veteriner harus :
a) memiliki kompetensi sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya
di laboratorium dari penyidikan, pelatihan, dan pengalaman;
b) mempunyai kualifikasi pendidikan meliputi : bidang Kesehatan
Hewan, Biologi, Kimia, Farmasi, Pangan dan Nutrisi, Kesehatan
Masyarakat dan Lingkungan, Sekolah Kejuruan Menengah Atas
bidang Kesehatan Hewan dan Analis Kimia; dan
c) diberi kesempatan personil untuk peningkatan kompetensi.

2. Sarana Fisik, Sistem Informasi, Diseminasi, dan Lingkungan Sarana fisik


yang dipergunakan dan lingkungan berlaboratorium harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

240
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Bangunan dan sarana fisik.


1) bersifat permanen, kuat dan mudah dalam pemeliharaannya;
2) memiliki fasilitas sumber air yang memadai;
3) memiliki sumber energi listrik dan cahaya yang
memadai/cukup untuk menerangi ruangan;
4) memiliki ruang yang cukup luas untuk ruang gerak petugas
dan alat-alat;
5) memiliki sistem ventilasi yang baik;
6) memiliki dinding kedap air, tidak korosif, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi;
7) memiliki sistem pengatur suhu ruang;
8) memiliki langit-langit tidak mudah mengelupas dan tidak
terjadi akumulasi kotoran
9) memiliki bentuk yang lengkung/tidak membentuk sudut pada
pertemuan antara dinding dengan lantai dan dinding dengan
dinding;
10) memiliki lantai yang rata, halus, kuat, tidak licin, tidak mudah
pecah, kedap air, terbuat dari bahan yang tahan terhadap zat-
zat kimia dan api, mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
11) memiliki pintu, jendela dan kusen terbuat dari bahan bukan
kayu, tidak korosif, kedap air, tidak toksif dan tahan hama;
12) tersedia fasilitas meja laboratorium yang tahan terhadap bahan
kimia, air,rayap dan tidak korosif;
13 tersedia ruangan yang terpisah dengan baik untuk pengujian
yang berbeda dan rapat saling mempengaruhi;
14) tersedia fasilitas pengendalian akseskeluar masuk ruangan
laboratorium tertentu misalnya pada laboratorium mikrobiologi;
dan
15) tersedia fasilitas untuk melakukan kegiatan pengujian yang
menggunakan hewan percobaan.

b) Sistem Informasi dan Diseminasi


Laboratorium hendaknya memiliki sistem informasi dan diseminasi
dalam bentuk jejaring antar laboratorium (Wide Area
Network/WAN, Local Area Network/LAN), termasuk fasilitas untuk
pengelolaan dan inventarisasi bahan, uji banding, dan sistem
manajemen.
c) Lingkungan
Lingkunmgan laboratorium harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

241
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1) kelayakan lingkungan, tata ruang/kota untuk sebuah


laboratorium veteriner di wilayah setempat;
2) memiliki sistem dan fasilitas pengelolaan limbah; dan
3) memiliki sistem pencegahan gangguan serangga dan hewan
pengganggu seperti tikus, dan binatang pengerat lainnya.

3. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan dalam pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) disesuaikan dengan ruang lingkup pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian;
b) ketelusuran (traceability), dan dikalibrasi secara berkala;
c) dipelihara dan ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan
fungsinya;
d) dilengkapi dengan petunjuk penggunaan alat dan buku catatan
pemakaian;
e) mempunyai penanggungjawab sesuai jenis dan fungsi peralatannya;
f) dioperasionalkan oleh petugas yang memiliki kompentensi sesuai
bidangnya;
g) dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya dan disesuaikan
dengan kondisi semula;
h) prosedur pemeliharaan dan pemakaian harus didokumentasikan;
i) mempunyai rekaman untuk setiap jenis peralatan mencakup
spesifikasi dan informasi dari produsen mengenai, pembuat alat,
nama peralatan, nama pabrik, identitas jenis dan nomor seri,
letaknya pada saat ini kondisi saat diterima, petunjuk penggunaan
manual data perusahaan pembuat alat; dan
j) mencantumkan tanggal hasil kalibrasi, jadual rencana pemeliharaan
yang akan dilakukan serta riwayat terjadinya kerusakan dan atau
perbaikan peralatan yang telah dilakukan.
4. Metoda Pengujian dan Validasi Metoda.
Metoda yang dipergunakan untuk pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian termasuk validasinya harus:
a) disesuaikan dengan ruang lingkup kegiatan pemeriksaan,
penyidikan, dan pengujian, serta tersedia di laboratorium;
b) metoda resmi/standar seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
Standar Internasional yang berlaku atau metoda yang sudah
dipublikasikan, dan diverifikasi terlebih dahulu sebelum
diterapkan; dan
c) melakukan validasi terlebih dahulu apabila menggunakan metoda
tidak resmi.

242
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Validasi metoda dilakukan untuk membuktikan apakah metoda


tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan pemeriksaan, penyidikan dan
pengujian pada laboratorium, sedangkan verifikasi terhadap metoda
yang akan diterapkan dilakukan untuk melihat apakah metoda tersebut
dapat diterapkan dalam melakukan kegiatan pemeriksaaan, penyidikan,
dan pengujian.

Dalam melakukan validasi metoda uji diperllakukan beberapa


kriteria/pendekatan yaitu akurasi (Ketepatan), ketelitian (precision),
sensitifitas (kepekaan), selektifitas dan spesifisitas.

5. Bahan, Reagensia dan Bahan Biologik/Hewan Uji


a) Bahan
1) bahan yang dipergunakan dalam suatu pengujian sebaiknya
tidak mempengaruhi pemeriksaan, penyidikan dan pengujian;
2) bahan, reagensia dan bahan biologik/hewan uji harus
diidentifikasi dengan baik (kode, nomor, jenis dan sertifikat);
dan
3) bahan acuan harus tertelusur (jelas diketahui asalusulnya), dan
atau bersertifikat.

b) Bahan kimia dan Pereaksi


1) bahan kimia dan pereaksi yang digunakan harus sesuai dengan
spesifikasi/grade yang dicantumkan dalam metode, diketahui
kemurnian, konsentrasi dan masa kadaluwarsa;
2) bahan kimia dan pereaksi harus diberi label, untuk
menunjukkan sumber, identitas, konsentrasi, stabilitas dan
berisi informasi tentang tanggal preparasi, tanggal kadaluwarsa
dan intruksi spesifik penyimpanan; dan
3) bahan kimia dan pereaksi harus disimpan sesuai dengan sifat
masingmasing bahan kimia tersebut.

c) Bahan Biologik/Hewan Uji


1) bahan biologik non makhluk hidup seperti antigen dan serum
harus jelas asal usulnya, kemurnian, cara penanganan dan
penyimpanannya;
2) bahan biologik makhluk hidup seperti virus, bakteri, mikroba
dan sistem sel maupun sub-seluler harus jelas asal-usulnya,
identifikasi dan karakteristik, pasase, kemurniannya, cara
penanganan dan penyimpannnya;

243
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3) setiap kali pemakaian bahan biologik harus dicatat tanggal,


tujuan pemakaian, jumlah dan sisa pemakaian;
4) organisme yang bersifat sangat patogen dan membahayakan
manusia maupun hewan, ditangani secara khusus sesuai
ketentuan yang berlaku, misalnya Biosafety, Biosecurity, dan
Biocontaiment; dan
5) hewan uji sebaiknya dipelihara dan dirawat dalam fasilitas
yang memadai sesuai peruntukannya.

C. Mekanisme Kerja
1. Pengambilan Contoh/Sampel
Pengambilan contoh/sampel merupakan proses penetapan bagian atau
unit dari lot produksi hewan, Contoh/sampel harus mewakili
kumpulan produk yang akan diuji. Oleh karena itu, pengambilan
contoh/sampel yang diperlukan untuk pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian harus mempertimbangkan :
a) Perencanaan Pengambilan Contoh/Sampel meliputi :
1) tujuan pengambilan contoh/sampel;
2) tipe/jenis produk;
3) ukuran kelompok, jumlah unit produksi, waktu produksi,
kemasan dan pengiriman;
4) sifat, kondisi dan ketahanan contoh/sampel;
5) tingkat bahaya bagi manusia (kritis, mayor, minor).
b) Petugas Pengambil Contoh (PPC)
Petugas yang melakukan pengambilan contoh harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) terampil dan perlatih dalam melakukan kegiatan pengambilan
contoh untuk kegiatan pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian; dan
2) memahami prosedur pengambilan, penanganan, dan
pengiriman contoh.
c) Instruksi Kerja Pengambilan Contoh Sebelum pengambilan contoh
dilakukan, maka petugas :
1) mempersiapkan dan memakai perlengkapan pengambilan
contoh;
2) mempersiapkan peralatan pengambilan contoh yang steril; dan
3) menghindari terjadinya pencemaran.

d) Lokasi dan Titik Pengambilan Contoh


Lokasi dan titik pengambilan contoh dipilih dengan
mempertimbangkan jalur distribusi dan peredaran produk hewan,

244
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

misalnya peternakan/farm, rumah pemotongan hewan/unggas, unit


usaha pengolahan produk hewan, cold storage, pasar,
pengumpulan, penampung, dan pengecer.
Untuk pengambilan contoh susu harus dilakukan di tempattempat
peternakan/kandang, tempat penampungan susu (TPS), koperasi
susu, dan industri pengolah susu (IPS).
e) Pengiriman Contoh
Contoh harus dibawa ke laboratorium sesegera mungkin dalam
waktu kurang dari 24 jam setelah pengambilan contoh.
Untuk pengujian residu, mikrobiologi dan pemeriksaan
organoleptik pada contoh daging tidak boleh ditambah dengan
bahan pengawet.
Selama pengiriman contoh, suhu transportasi harus terus dimonitor.
1) Pengiriman Contoh Daging
a. contoh daging segar/dingin disimpan pada shu 0-4°C;
b. contoh daging beku disimpan pada suhu - 20°C;
c. penambahan bahan pengawet hanya untuk uji patologis.
2) Pengiriman Contoh Susu
a. contoh susu sesegera mungkin dikirim ke laboratorium dan
sesegera mungkin dilakukan pengujian;
b. apabila sulit dilakukan maka beri pengawet, simpan pada
suhu < 5° C atau termos es dengan dry es dan harus diperiksa
sekurang-kurangnya dalam waktu 24 jam;
c. Untuk analisa fisik dan kimiawi, simpan pada suhu 10°C,
dan untuk mikrobiologi suhu penyimpanan maksimal 5°C.
f) Penanganan Contoh
Penanganan contoh untuk pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian
pada laboratorium harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) setiap contoh yang diambil dicatat tanggal penerimaan, jumlah
dan kondisi contoh, diberi identitas yang jelas dan tidak mudah
hilang;
2) setiap penerimaan, penyimpanan atau pengamanan contoh
ditulis dan didokumentasikan dengan baik;
3) dalam penanganan contoh laboratorium harus mempunyai
fasilitas untuk penyimpanan contoh sebelum, selama, dan
sesudah pengujian sesuai dengan sifat masing-masing contoh
yang diperlukan.
g) Pendistribusikan Contoh
Contoh didistribusikan sesuai dengan sifat contoh dan permintaan
jenis pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian disertai dengan
informasi yang diperlukan.

245
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Keabsahan Hasil Uji


Untuk memenuhi keabsahan hasil uji diperlukan persyaratan sebagai
berikut :
a) menggunakan bahan acuan yang jelas asal-usulnya, dan atau
bersertifikat;
b) data hasil uji direkam sehingga dapat ditelusuri; dan
d) pernah mengikuti program uji banding antar laboratorium dan atau
uji profisiensi.

3. Pelaporan Hasil
a) setiap hasil pemeriksaan, penyidikan dan pengujian produk hewan
yang dilaksanakan oleh laboratorium harus dilaporkan secara rinci
yang berisi informasi sebagai berikut:
1) judul (misalnya”laporan Hasil Uji”, sertifikat pengujian);
2) nama dan alamat laboratorium;
3) identifikasi khusus dari sertifikat atau laporan (seperti nomor
seri);
4) nama dan alamat pengirim contoh;
5) sifat dan kondisi contoh (identitas sampel/contoh);
6) tanggal penerimaan sampel/contoh, tanggal pelaksanaan uji;
7) acuan prosedur pengambilan contoh;
8) metoda pengujian;
9) interpretasi terhadap hasil uji apabila diperlukan;
10) tanda tangan dari penanggungjawab teknis/penguji atas
sertifikat/laporan hasil uji dan diketahui oleh
Kepala/Penanggung-jawab Laboratorium;
11) pernyataan dari penanggungjawab laboratorium yang
menerangkan bahwa sertifikat atau laporan hasil uji tidak boleh
digandakan tanpa persetujuan tertulis dari penanggungjawab
laboratorium.
b) didokumentasikan, termasuk hasil pemeriksaan, penyidikan, dan
pengujian serta hasil validasinya.

D. Biosafety dan Biosecurity


Ketentuan mengenai Biosafety dan Biosecurity untuk setiap kondisi yang
spesifik mengacu pada pedoman Biosafety dan Biosecurity yang berlaku secara
nasional maupun internasional. Persyaratan keamanan (Biosecurity) dari
laboratorium setingkat Biosafety berdasarkan ketentuan dari WHO Laboratory
Biosafety Manual (LBM) 3rd edition meliputi :

246
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Laboratorium Biosafety Level 1/BSL-1 :


BSL-1 yaitu laboratorium layak untuk menguji agen penyebab penyakit
yang kurang membahayakan kesehatan manusia dewasa dan mampu
meminimalisir segala potensi bahaya terhadap personel laboratorium serta
lingkungannya. Sebagai contoh bekerja dengan Bacillus Subtilis, Escherchia
Coli.
Persyaratan rancang bangun BSL-1 harus memiliki :
a) pintu masuk dan keluar;
b) bak cuci tangan stainless steel;
c) rak pakaian kerja/jas laboratorium;
d) ruang kerja mudah dibersihkan;
e) ruangan kedap air;
f) perabotan yang kokoh; dan
g) jendela dilengkapi dengan saringan serangga dan debu.

2. Laboratorium Biosafety Level 2/BSL-2 :


BSL-2 yaitu laboratorium layak untuk menguji dengan agen penyakit cukup
potensial membahayakan petugas laboratorium dan lingkungannya.
Sebagai contoh Salmonellae, Toxoplasma Species, Hepatitis B. Virus.

Persyaratan rancang bangun BSL-2 harus memiliki :


a) pintu dapat menutup sendiri;
b) bak cuci tangan stainless steel;
c) rak pakaianpelindung;
d) ruang kerja mudah dibersihkan;
e) ruang kerdap air;
f) perabotan yang kokoh;
g) jendela dilengkapi dengan saringan serangga dan debu;
h) dilengkapi biological safety cabinet/BSC;
i) harus cukup penerangan/cahaya dalam laboratorium;
j) lokasi laboratorium harus terpisah dari tempat/rumah penduduk;
k) sistem pengawasan ventilasi dimana aliran udara hanya masuk ke
dalam laboratorium tanpa ada sirkulasi udara untuk keluar dari
laboratorium;
l) dilengkapi alat pelindung mata dan obat cuci mata untuk petugas;
m) membatasi lalu lintas orang dan alat ketika personel dan alat
laboratorium sedang bekerja;
n) dilengkapi pakaian pelindung untuk pekerja pada waktu bekerja;
o) dilengkapi tanda biohazard.

3. Laboratorium Biosafety Level 3/BSL-3

247
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BSL-3 yaitu laboratorium layak untuk menguji dengan agen penyakit


menular yang berpotensi serius membahayakan dan atau dapat
menyebabkan kematian petugas laboratorium akibat terpapar agen
penyakit menular berbahaya melalui hirupan udara (inhalasi). Sebagai
contoh bekerja dengan Mycobacterium Tuberculosis, St. Louis Encephalitis
Virus, Coxiella Burnettii, Avian Influenza Virus.
Untuk persyaratan rancang bangun BSL-3 disamping memenuhi
persyaratan rancang bangun BSL-1 dan BSL-2 juga harus dilengkapi sebagai
berikut :
a) fasilitas pengatur aliran udara (HEPA-filtered air exhaust) antar ruang
laboratorium;
b) ruang masuk kedalam tersegel atau double door entry guna mencegah
kontaminasi dan memiliki ruang antara (ante room) yang dilengkapi
tempat mandi (air shower) sebelum masuk ke pusat laboratorium;
c) biological safety cabinet/BSC class II atau BSC class III guna menangani
bahan agen penyakit menular berbahaya;
d) fasilitas autoclave di luar dan di dalam laboratorium;
e) peralatan listrik tersentralisir dan dilengkapi circuit breaker panel; dan
f) tempat bekerja yang dirancang ergonomically untuk kenyamanan
bekerja dan efisiensi.

4. Laboratorium Biosafety Level-4/BSL-4 :


BSL-4 yaitu laboratorium layak untuk menguji dengan agen penyakit
menular berbahaya dan penyakit exotic yang mempunyai risiko setiap
individu tertular melalui hirupan udara dalam laboratorium yang telah
tercemari agen penyakit penyakit berbahaya dan dapat mengancam
keselamatan hidup. Sebagai contoh bekerja dengan Ebola Zaire Virus, Rift
Valley Fever Virus.
Untuk persyaratan rancang bangun BSL-4 disamping memenuhi
persyaratan rancang bangun BSL-1, BSL-2 dan BSL-3 juga harus dilengkapi
sebagai berikut :
a) ruang antara (ante room) yang dilengkapi tempat mandi (air shower)
sebelum masuk ke dalam pusat laboratorium dan memiliki tempat
mandi (shower) sebelum keluar;
b) fasilitas BSC Class III; dan
c) fasilitas autoclave di luar dan dalam laboratorium dengan tutup pintu
ganda.
5. Keselamatan Kerja Petugas Laboratorium
Dalam melaksanakan pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian pada
laboratorium veteriner, petugas laboratorium harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan keselamatan kerja sebagai berikut :

248
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) Keselamatan Kerja Petugas pada Laboratorium Mikrobiologi


1) mencegah kontaminasi kultur;
2) melindungi penguji dari bahaya infeksi patogen seperti :
Non Patogen vs Patogen; Spektrum Virulens vs Status Sistem Imun;
Saprofit, Parasit dan Patogen; Dosis, Rute Infeksi.

Prinsip dasar dan tata tertib bekerja di laboratorium mikrobiologi


dilakukan dalam upaya :
1) mengetahui fasilitas laboratorium, penanggung jawab, teknisi
laboratorium, teman bekerja dilaboratorium yang sama;
2) ikut menjaga/merawat fasilitas laboratorium; dan
3) mempercepat mekanisme pelaporan apabila terjadi kecelakaan atau
suatu kondisi yang tidak aman pada petugas/penanggung jawab
laboratorium;
Disamping prinsip dasar tersebut di atas petugas/penanggung-jawab
laboratorium harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) mengenakan jas laboratorium. Jas laboratorium yang sudah
dikenakan tidak diperbolehkan dibawa/dikenakan di kantor/kantin
atas untuk keperluan jalan-jalan;
2) selalu mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan setelah
bekerja (bekerja secara aseptis);
3) menggunakan sarung tangan jika diperlukan, dan tidak membuang
sembarangan sarung tangan yang telah dipergunakan;
4) menyediakan wadah untuk alat-alat kotor;
5) menyediakan wadah untuk alat-alat yang terkontaminasi;
6) selalu mengelap/membersihkan tempat kerja/bench dengan
disinfektan, sebelum dan setelah bekerja;
7) menyimpan barang pribadi, catatan, topi, payung, dan sebagainya
di loker yang telah disediakan di luar ruangan laboratorium;
8) tidak makan/minum, merokok, menyimpan atau menyiapkan
makanan atau mengaplikasikan kosmetik;
9) berpakaian rapih, mengikat rambut, mencukur jenggot, bersepatu
tertutup;
10) kultur dan media diberi label yang berisi tanggal pembuatan, nama
kultur/media, dan nama pembuat kultur/media;
11) mensterilisasi/dekontaminasi alat gelas/kultur/media yang
terkontaminasi sebelum dicuci;
12) bersihkan/buang alat/bahan setelah selesai pengujian; dan
13) mintalah bantuan kepada penanggungjawab laboratorium apabila
hal-hal yang kurang jelas mengenai cara penggunaan peralatan
laboratorium.

249
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan dan


keamanan di laboratorium mikorobiologi :
1) perlakukan semua bakteri/mikroba sebagai mikroorganisme yang
memiliki potensi membahayakan kesehatan manusia;
2) gunakan metode yang dapat mengurangi risiko pencemaran oleh
biomaterials;
3) taati aturan dan tata tertib yang telah ditentukan di laboratorium
Mikrobiologi;
4) sebelum meninggalkan laboratorium :
a. rapikan dan bersihkan meja kerja;
b. simpan alat gelas dan pereaksi yang tidak digunaka di dalam
lemari/rak masing-masing;
c. jangan tinggalkan sisa-sisa pengujian di laboratorium;
d. jika tidak sempat mencuci pada hari tersebut, buang dan bilas
alat gelas dengan air sebelum ditinggalkan; dan
e. cuci tangan setiap akan meninggalkan ruangan laboratorium.

b) Keselamatan Kerja Petugas pada Laboratorium Kimia


1) mencegah kontaminasi antar bahan kimia/pereaksi.
2) melindungi penguji dari bahan kimia berbahaya seperti bahan
beracun (bersifat toxic); berkarat (Corrosive); menyebabkan iritasi
(Harmful or irritant); mudah meledak (Explosive); oksidator
(Oxidizing agent); dan mudah terbakar (Flammable).

Prinsip dasar dan tata tertib bekerja di laboratorium kimia dilakukan


dalam upaya :
1) mengetahui fasilitas laboratorium, penanggung jawab, teknisi
laboratorium, teman bekerja di laboratorium yang sama;
2) ikut menjaga/merawat fasilitas laboratorium; dan
3) mempercepat mekanisme pelaporan apabila terjadi kecelakaan atau
suatu kondisi yang tidak aman pada petugas/penanggung jawab
laboratorium.

Disamping prinsip dasar tersebut petugas/penanggungjawab


laboratorium harus memperhatikan sebagai berikut :
1) mengenakan jas laboratorium. Jas laboratorium yang sudah
dikenakan tidak diperbolehkan dibawa/dikenakan di kantor/kantin
atau untuk keperluan jalan-jalan;
2) selalu mencuci tangan denga air dan sabun sebelum dan setelah
bekerja (bekerja secara aseptis);

250
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3) menggunakan sarung tangan jika diperlukan, dan tidak


membuang sembarang sarung yang telah dipergunakan;
4) menyediakan wadah untuk alat-alat kantor;
5) menyediakan wadah untuk alat-alat yang terkontaminasi;
6) selalu mengelap/membersihkan tempat kerja/bench dengan
disinfektan, sebelum dan setelah bekerja;
7) menyimpan barang pribadi, catatan, topi, payung, dan sebagainya
di loker yang telah disediakan di luar ruangan laboratorium, hanya
alat/benda untuk keperluan bekerja yang diperbolehkan diatas
tempat kerja/bench untuk mencegah kontaminasi;
8) tidak makan/minum, merokok, menyimpan atau menyiapkan
makanan atau mengaplikasikan kosmetik;
9) tidak menyimpan makanan/minuman di ruang pendingin
(refrigenerator);
10) berpakaian rapi, mengikat rambut, mencukur jenggot, bersepatu
tertutup;
11) penggunaan pipet harus dijaga agar tidak tumpah dan tidak
diperbolehkan memipet dengan mulut, gunakan bulb karet atau
pipeter;
12) mensterilisasi/dekontaminasi alat gelas/kultur/media yang
terkontaminasi sebelum dicuci;
13) bersihkan/buang alat/bahan setelah selesai pengujian;
14) lakukan sanitasi pada ruang laboratorium, water bath dan
refrigerator/freezer sekurang-kurangnya sekali dalam satu minggu;
15) mintalah bantuan kepada penanggungjawab laboratorium apabila
ada hal-hal yang kurang jelas mengenai cara penggunaan peralatan
laboratorium;
16) dilarang ada nyala api (flame) di dalam laboratorium kimia;
17) semua bahan dan pereaksi diberi label yang berisi tanggal
pembuatan, nama bahan dan pereaksi, dan nama pembuatnya;
18) jangan meninggalkan peralatan laboratorium bekerja tanpa
pengawasan petugas laboratorium. Jika pengujian terpaksa tidak
dapat dihentikan sampai berakhirnya jam kerja, maka mintalah
pertimbangan terlebih dahulu kepada penanggungjawab
laboratorium.
19) Simpan bahan dan pereaksi dalam jumlah sekecil mungkin diatas
meja kerja/bench, jangan letakkan ditempat yang memungkinkan
untuk terguling atau jatuh.
20) Ruang asap/asam (flame hood) bukan untuk menyimpan bahan
kimia;

251
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

21) Bahan-bahan kimia yang tidak kompatibel/tidak tercampurkan


jangan disimpan berdekatan, misalnya :
a. Asam asetat >< Asam kromat, Asam mitrat, Asam perklorat, dan
lain-lain;
b. Aseton >< Asam nitrat dan sulfat pekat;
c. Merkuri >< Asetilen, Amonia.
22) bahan-bahan kimia yang membahayakan pernapasan hanya boleh
dipergunakan didalam ruang asap/asam, misalnya : Asetil Klorida,
Amonium Hidroksida, Bromin, Klorin, Kloroform, Fluorin Asam
Bromat, Hidrogen Sulfida, Fosfo Klorida, Fosfo Oksilorida, Sulfur
Diokasida, Karbon Monoksida, dan lain-lain;
23) bahan kimia yang beracun dan menyebabkan iritasi ditimbang
dalam wadah tertutup dan dikerjakan didalam ruang asap/asam,
misalnya : Garam Se, Hg, Akrilamid, dan lain-lain; dan
24) setiap membuka bahan bertekanan atau mudah menguap agar
dilakukan di dalam ruang asap/asam dan diarahkan ke tempat
yang lebih aman serta hindari membuka bahan bertekanan atau
mudah menguap tersebut ke arah diri sendiri atau orang lain;

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan dan


keamanan di laboratorium kimia :
1) semua bahan kimia yang dipergunakan pada dasarnya berbahaya
dan harus dihindari terjadinya kontak antara bahan kimia dan
petugas laboratorium;
2) bahan kimia harus ditempatkan pada wadah yang tertutup rapat;
3) gunakan ruang asap/asam (flame hood) bila bekerja dengan bahan
kimia yang membahayakan pernapasan;
4) gunakan jas laboratorium, sarung tangan, pelindung mata pada
saat bekerja di ruangan laboratorium;
5) jangan sekali-kali membawa bahan kimia/pelarut organik dengan
hanya memegang lehernya saja, tetapi harus ditopang dari bawah;
6) pastikan bahwa penguji telah mengetahui sifat-sifat dan cara kerja
bahan kimia yang akan dipergunakan;
7) untuk menghindari kebakaran sebaiknya silinder gas diletakkan
diruang terbuka atau ruang yang ventilasinya cukup;
8) gunakan kacamata kerja (safety gogles) ketika :
a. bekerja dengan oksidator kuat, bahan kimia yang menyebabkan
iritasi dan mudah meledak;
b. mencampur bahan kimia yang dapat menimbulkan reaksi kuat
(ledakan, panas, dan lain-lain);

252
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. bekerja dengan menggunakan alat dan bahan yang bertekanan


tinggi;
d. melihat langsung ke dalam botol yang berisi bahan kimia
berbahaya, apabila harus melihat botol yang berisi bahan kimia
harus dilihat melalui botol kacanya;
e. melarutkan atau mengencerkan asam dan basa encer sekalipun
untuk menghindari kemungkinan terjadinya reaksi kimia yang
membahayakan;
f. sebelum meninggalkan laboratorium :
1. merapikan dan membersihkan meja kerja.
2. menyimpan alat gelas dan pereaksi yang tidak digunakan di
dalam lemari/rak masing-masing;
3. tidak meninggalkan sisa-sisa pengujian di laboratorium;
4. apabila tidak sempat mencuci pada hari tersebut, buang sisa
bahan dan bilas peralatan dengan air sebelum ditinggalkan;
5. tidak meninggalkan alat gelas yang kotor di dalam bak
pencuci (sink);
6. mencuci tangan setiap akan meninggalkan ruangan
laboratorium.

Bahan-Bahan kimia Berbahaya dan Cara Penanganannya :


Kebanyakan bahan kimia yang dipakai di laboratorium yaitu bahan
kimia yang berbahaya. Ditinjau dari satu sisi maupun sisi lainnya,
terdapat beberapa bahan kimia lebih berbahaya lagi.

Bahan kimiayang berbahaya pada umumnya termasuk kedalam


golongan bahan kimia : beracun/toksin (toxic substances); korosif/iritant
(corrosive substances); mudah terbakar (flammable substances); mudah
meledak/eksplosif (explosive substances); oksidator (oxydizing agents);
reaktif; radioaktif; dan gas bertekanan
tinggi (compressed gases).

1) Bahan Kimia Beracun/Toksin (toxic substances)


a) Sifat-sifat bahan kimia beracun
Pada dasarnya semua bahan kimia beracun tetapi bahayanya
terhadap kesehatan sangat bergantung pada jumlah zat tersebut
masuk ke dalam tubuh.

Bahan-bahan ini dapat masuk ke dalam tubuh dengan berbagai


cara misalnya tertelan, terhirup atau karena kontak dengan kulit.
Gangguan toksin (racun) dari bahan-bahan kimia terhadap

253
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

tubuh berbeda-beda misalnya CCL4 dan Benzena dapat


menimbulkan kerusakan pada hati, methyl isocianide dapat
menyebabkan kebutaan dan kematian, senyawa merkuri dapat
menimbulkan kelainan pada genetik atau keturunan.

Senyawa organik yang mengandung cincin benzene, senyawa


nikel, dakrom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab
penyakit kanker.

Walupun demikian gangguan-gangguan tersebut sangat


tergantung pada kondisi kesehatan pada pekerjanya. Kondisi
badan yang sehat dan makanan yang bergizi akan mudah
mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan, sedangkan
kondisi kurang gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.

b) Toksik
Efek toksik pada tubuh manusia dibagi dua, yakni akut dan
kronis, efek akut adalah pengaruh sejumlah dosis tertentu yang
akibatnya dapat dirasakan dalam waktu yang pendek
(keracunan phenol dapat menyebabkan diare dan keracunan CO
dapat menimbulkan hilang kesadaran atau kematian dalam
waktu pendek yaitu detik, menit, jam). Kronis adalah akibat
keracunan bahanbahan kimia dalam dosis kecil secara terus
menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka
panjang (minggu, bulan, tahun). Menghirup uap benzena dan
senyawa hidrokarbon terkhlorinasi (khlorofon, karbon tetra
khlorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan
menimbulkan penyakit hati (lever, setelah beberapa tahun) serta
uap timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah.

Toksisitas bahan kimia perlu diketahui oleh para pekerja


laboratorium untuk mengetahui derajat bahan tersebut. Untuk
efek kronis sebagai petunjuk berguna untuk ukuran toksitas
adalah Nilai Ambang Batas (NAB) atau thresshold Limit Value
yaitu konsentrasi maksimum dari zat, uap atau gas dalam udara
yang dapat dihirup, diperoleh selama 8 jam per hari selama 5
hari per minggu tanpa menimbulkan gangguan kesehatan
yang berarti.

c) Cara penanganan

254
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bekerja dengan bahan kimia beracun harus berhati-hati dan


memperhatikan beberapa hal berikut :
1. gunakan almari asam;
2. hindari makanan dan minuman dalam laboratorium;
3. gunakan alat pelindung diri yang sesuai ;
4. ventilasi ruangan diperhatikan agar ruangan tidak lembab
dan tercemar oleh gas-gas

d) Syarat Penyimpanan bahan kimia beracun :


1. ruangan dingin berventilasi;
2. jauh dari bahaya kebakaran;
3. pisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi;
4. sediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan
sarung tangan.

2) Bahan kimia korosif/Iritan


a) Jenis bahan kimia korosif/Iritan
Bahan tersebut bila kena kulit juga dapat menimbulkan
kerusakan berupa rangsangan atau iritasi dan peradangan kulit.
Oleh karena itu bahan kimia korosif dapat pula disebut sebagai
iritant Selain kulit bagian tubuh yang lembab atau berlendir
seperti mata dan saluran pernapasan merupakan bagian yang
rawan.
Bahan kimia korosif dapat dikelompokkan sesuai wujud zat,
yaitu cair, padat, dan gas.

1. Bahan kimia korosif cair


Dapat menimbulkan iritasi setempat sebagai akibat reaksi
langsung dengan kulit, proses pelarutan atau denaturasi
protein pada kulit akibat gangguan keseimbangan membran
dan tekanan osmosa pada kulit. Pengaruhnya akan
bergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak dengan
kulit. Asam sulfat pekat dapat menimbulkan luka yang sukar
dipulihkan.

Contoh bahan korosif cair :


a. Asam mineral : asam nitrat, asam khlorida, asam
sulfat, asam fosfat, asam flourida;
b. Asam organik : asam formiat, asam asetat, asam
monokhloroaserat;

255
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. Pelarut organik : petroleum, Hidrokarbon tekhlorinasi,


karbon disulfida, terpentin.

2. Bahan kimia korosif padat


Sifat korosif dan panas yang ditimbulkan akibat proses
pelarutan adalah penyebab iritasi yang sangat tergantung
pada kelarutan zat pada kulit yang lembab.

Contoh zat padat korosif :


a. Basa : natrium hidroksida, kalsium hidroksida;
natrium silikat, asam karbonat, kalsium
oksida/hidrokarbon, kalsium karbida,
kalsium sianida.
b. Asam : trikhlorasetat.
c. Lain-lain : fenol, natrium, kalsium, pospat, perak nitrat,

3. Bahan korosif bentuk gas


Bentuk gas paling berbahaya dibanding dengan bentuk cair
atau padat karena yang diserang adalah saluran pernapasan
yang ditentukan oleh kelarutan gas dalam permukaan
saluran yang lembab atau lendir.

Jenis gas Iritant dapat digolongkan pada kecilnya kelarutan


yang juga menentukan daerah serangan pada alat
pernapasan, sebagai berikut :
a. kelarutan tinggi, dengan daerah serangan pada bagian
atas saluran pernapasan : amonia, asam khlorida, asam
fluorida, formaldehid, asam asetat, sulfur khlorida, tionil
khlorida, sulfuril khlorida;
b. kelarutan sedang, efek pada saluran pernapasan bagian
atas dan lebih dalam (bronchial) : belerang oksida, khlor,
arsen trikhlorida, posfor pentakhlorida;
c. kelarutan kecil, tetap efeknya pada alat pernapasan
bagian dalam : ozon, nitrogen oksida, fosgen (COCL2);
d. lain-lain, efek iritasi oleh mekanisme bukan pelarutan;
akrolein, dikhloroetilsulfida, dikhlorometileter,
dimetilsulfa, khloropikrin.

b) Cara Penanganan bahan kimia korosif :

256
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. hindari kontak dengan tubuh dengan cara menggunakan


pelindung diri (sarung tangan, kaca mata, pelindung muka,
pelindung pernapasan/masker);
2. Ventilasi sangat diperlukan untuk menjaga konsentrasi gas
dalam ruangan tetap rendah; dan
3. bila terkena bahan kimia tersebut, cara pertolongan pertama
adalah dengan menyemprotkan/pencucian memakai air
sebanyak mungkin bila perlu dengan air sabun.

c) Syarat Penyimpanan bahan korosif :


1. ruang dingin dan berventilasi;
2. wadah tertutup dan ber-etiket; dan
3. dipisahkan dari zat-zat beracun.
3) Bahan Kimia Mudah Terbakar
a) Jenis bahan Kimia Mudah Terbakar.
Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar dalam Laboratorium
dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
1. padat : belerang, fosfor merah dan kuning, hibrida logam,
logam, alkali;
2. cair : eter, alkohol, metanol, n-heksena, benzena, aseton
pentana, dsb;
3. gas : hidrogen, asetilen, dsb.

Pada umumnya zat cair lebih mudah terbakar daripada zat


padat, dan zat gas lebih mudah terbakar daripada zat cair, tetapi
zat padat yang berupa serbuk lebih halus lebih mudah terbakar
daripada zat cair atau mudah terbakar seperti gas.

Yang paling banyak terdapat di Laboratorium adalah golongan


cair berupa pelarut organik.
Uap pelarut organik dapat berdifusi sejauh 3 meter menuju titik
api atau seolah-olah dapat terlihat api menyambar pelarut
organik pada jarak tersebut.
Juga pada suhu tertentu ada pelarut organik yang dapat
terbakar dengan sendirinya (autoequition) walaupun tidak ada
sumber titik api.

b) Syarat penyimpanan
1. ruang dingin dan berventilasi;
2. jauhkan/hindari dari sumber api atau panas, terutama
loncatan api listrik dan bara rokok; dan

257
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. tersedia alat pemadam kebakaran.


4) Bahan Kimia Mudah Meledak
a) Sifat bahan kimia mudah meledak
Bahan kimia oksidator yaitu bahan kimia yang dapat
menghasilkan oksigen dalam penguraian atas reaksinya dengan
senyawa lain. Bahan tersebut juga bersifat reaktif dan eksplosif
serta sering menimbulkan kebakaran yang sulit dipadamkan
karena mampu menghasilkan oksigen sendiri.

Bahan kimia oksidator dapat dibedakan, yaitu :


1. oksidator anorganik seperti permanganat, perkhlorat,
dikromat, hidrogen peroksida, periodat, pesulfat; dan
2. peroksida organik seperti peroksida, asetil peroksida, asam
perasetat.

Dalam melakukan percobaan dengan senyawa eksplosif


sebaiknya dilakukan dalam lemari asam dengan memakai alat
pelindung diri serta selalu tersedia pemadam kebakaran. Tetapi
ada zat oksidator yang tersembunyi seperti peroksida dalam
pelarut organik, senyawa peroksida tersebut dapat terjadi
karena auto oksidasi pelarutan seperti etil eter, isopropal eter,
dioksidan tetra hidrofuran dan eter alifatik lain. Pelarut-pelarut
tersebut jika telah mengandung peroksida akan meledak hebat
apabila didestilasi atau diuapkan.

b) Cara Penanganan yang perlu dilakukan sebagai berikut :


1. lakukan uji Kl terhadap pelarut sebelum destilasi dengan
menambahkan 1 ml I Larutan Kl 10% dan larutan kanji
kedalam 10 ml pelarut (eter).
Warna biru menunjukkan adanya peroksida, pengambilan
peroksida dilakukan dengan mengocok pelarutan dengan
larutan ferosulfat (60 gr FeSO4 dalam 110 ml air + 6 ml
H2SO4) dan uji kembali sampai tak ada peroksida;
2. lakukan destilasi tanpa pengaduk udara dan gunakan
pelindung muka pada saat distilasi pelarut organik;
3. jangan gunakan pelarut yang telah lama;
4. hindari penyimpanan sisa-sisa pelarut seperti eter; dan
5. hindari proses oksidasi dengan menyimpan pelarut dalam
botol yang gelap/coklat.
c) Syarat penyimpanan bahan kimia oksidator:
1. ruangan dingin dan berventilasi;

258
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. jauhkan dari sumber api dan panas termasuk loncatan api


listrik dan bara rokok; dan
3. jauhkan dari bahan-bahan kimia mudah terbakar atau
reduktor.
5) Bahan Kimia Reaktif
Berdasarkan sifatnya bahan kimia reaktif dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) golongan :
a) Bahan kimia reaktif terhadap air yaitu bahan kimia yang mudah
bereaksi terhadap air menghasilkan panas yang besar, gas yang
mudah terbakar, sebagai contoh logam Na, K, Ca, logam halida
anhidrat, oksida non logam halida dan asam sulfat pekat.
Dalam menangani bahan kimia tersebut harus dijauhkan dari
air atau disimpan dalam ruangan yang kering dan bebas dari
kebocoran. Kebakaran disebabkan oleh bahan kimia tersebut
tidak dapat dipadamkan dengan penyiraman air.
b) Bahan kimia reaktif terhadap asam yaitu bahan-bahan kimia
yang mudah beraksi dengan asam menghasilkan panas, gas
mudah terbakar atau beracun, contoh logam-logam alkali
seperti Na, K, dan Ca, selain reaktif terhadap air juga terhadap
asam.
Oksidator seperti kalium khlorat/perkholat, kalium
permanganat dan asam khromat amat reaktif terhadap asam
sulfat dan asam asetat, Bahan-bahan kimia tersebut harus
dijauhkan dari asam-asam.
c) Syarat penyimpanan :

Terhadap Air :
1. ruang dingin, kering dan berventilasi;
2. jauhkan dari sumber api atau panas;
3. bangunan kedap air; dan
4. sediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, Halon, Dry
Powder)

Terhadap Asam;
1. ruang dingin dan berventilasi;
2. jauhkan dari sumber api, panas dan asam;
3. ruangan penyimpanan perlu didesain agar tidak
memungkinkan terbentuknya kantong-kantong hidrogen.
4. sediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan,
pakaian kerja.

259
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6) Bahan Kimia Radioaktif.


Bahan kimia radioaktif yaitu bahan kimia yang dapat memancarkan
radiasi sinar alpha, beta atau gamma. Zat-zat tersebut banyak
dipakai dalam laboratorium dan analisis. Sinar-sinar radiasi tersebut
dapat mengganggu atau merusak sel-sel tubuh. Hal ini terjadi
karena masuknya zat-zat radioaktif lewat paru-paru (berupa uap
atau debu) mulut dan kulit.

Cara menghidarkan diri dari radiasi yaitu dengan :


a) melindungi diri dengan penahan timbal;
b) menjauhkan diri dari sumber radiasi; dan
c) mengurangi waktu keterpaan.

7) Gas Bertekanan Tinggi


Gas bertekanan tinggi banyak disimpan di laboratorium sebagai
reagen, bahan bakar atau gas pembawa. Gas-gas tersebut disimpan
dalam silinder dalam bentuk :
a) gas tekanan seperti udara, hidrogen dan khlor :
b) gas cair seperti nitrogen dan amonia; dan
c) gas terlarut dalam pelarut organik dibawah tekanan seperti
asetilana.
Bahaya dari gas-gas tersebut selain bahaya karena sifatnya (beracun,
korosif, mudah terbakar) juga dapat menyebabkan bahaya mekanik
seperti meluncurnya silinder gas akibat tekanan gas yang terlepas
atau ledakan, juga bahaya kebocoran.
Cara penanganan gas bertekanan tinggi Dalam penanganan gas-gas
tersebut di laboratorium yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a) letakkan silinder-silinder gas dalam keadaan tegak berdiri pada
tempat yang tidak kena panas, terikat kuat, serta diberi label
yang jelas;
b) gunakan pengatur tekanan (regulator) dan kebocoran harus
selalu diperiksa;
c) jangan gunakan pipa atau klep yang terbuat dari tembaga atau
perak pada gas asetilana;
d) gunakan troly dalam pengangkutan gas-gas tersebut; dan
e) jauhkan dari api dan panas.

6. Kecelakaan Kerja
Apabila terjadi kecelakaan kerja yang menimpa petugas laboratorium pada
saat melakukan pekerjaan di laboratorium segera lakukan tindakan sebagai
berikut :

260
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a) melaporkan kecelakaan yang terjadi kepada Penanggung Jawab


Laboratorium dan terhadap korbannya segera lakukan pertolongan
pertama;
b) jika kulit atau mata terkena bahan kimia (terutama yang berbahaya dan
mengiritasi), basuh dengan air mengalir selama beberapa menit. Jika
masih terasa sakit/terbakar, periksakan ke dokter, jika mata yang
terkena periksakan ke dokter mata;
c) jika kulit terkena fenol, basuh dengan air bersabun kemudian olesi
bagian yang terkena dengan gliserol, periksa ke dokter;
d) lepas cincin, gelang, jam tangan sebelum tangan/jari bengkak;
e) bersihkan tumpahan bahan kimia dengan hati-hati, gunakan pelindung
tubuh;
f) jika jas lab terkena tumpahan bahan kimia lepaskan dan bilas dengan air
bersih;
g) jika terjadi kebakaran, JANGAN PANIK ! segera gunakan alat
pemadam kebakaran yang tersedia;
h) jika kebakaran disebabkan oleh sejumlah kecil (50 ml) pelarut organik,
biarkan sampai api mati, jauhkan botol-botol yang berisi bahan kimia
dan siapkan alat pemadam kebakaran; dan
i) jika jas/baju laboratorium terbakar lepaskan dan padamkan api dengan
bantuan lap.

III. PELAPORAN
Pengelola laboratorium veteriner Pemerintah yang berada di kabupaten/kota
harus melakukan pelaporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali
mengenai hasil pemeriksaan, pengamatan, penyidikan, dan pengujian kepada
Bupati/Walikota setempat dengan tembusan kepada Gubernur dan Direktur
Jenderal Peternakan c.q. Direktur Kesehatan Hewan dan Direktur Kesehatan
Masyarakat Veteriner.
Pengelola laboratorium veteriner Pemerintah yang berada di provinsi harus
melakukan pelaporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali mengenai hasil
pemeriksaan, pengamatan, penyidikan, dan pengujian kepada Gubernur
setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
Pelaporan kegiatan penyidikan penyakit hewan, dan pengamatan (surveilans)
dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau sewaktuwaktu apabila
diperlukan oleh Direktur Jenderal Peternakan.

IV. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pembinaan dan pengawasan terhadap operasional laboratorium veteriner yang
berada di provinsi dilakukan oleh pemerintah daerah/Gubernur setempat.

261
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Sedangkan untuk pembinaan dan pengawasan operasional laboratorium


veteriner yang berada di Kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah
daerah/Bupati atau Walikota setempat.
Pembinaan dan Pengawasan serta bantuan Teknis Laboratorium Veteriner
yang berada di provinsi/kabupaten/kota dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Peternakan dan Unit Pelaksana Teknis Pusat (BBV, BPPV, dan BPMPP) dalam
Wilayah kerjanya.

V. PENUTUP
Pedoman ini ditetapkan sebagai acuan dalam Berlaboratorium Yang Baik di
Laboratorium Veteriner bagi petugas laboratorium dalam melakukan
pemeriksaan, penyidikan, dan pengujian di bidang kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner.
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi
perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

MENTERI PERTANIAN,
ttd.
ANTON APRIYANTONO

262
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/OT.140/9/2007 Tentang


Pedoman Pengawasan Mutu Pakan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 65/Permentan/OT.140/9/2007
TENTANG
PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor


241/Kpts/OT.210/4/2003 telah ditetapkan Pedoman
Pengawasan Mutu Pakan;
b. bahwa dalam upaya meningkatkan koordinasi, daya guna dan
hasil guna pengawasan mutu pakan dan sekaligus sebagai
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dipandang perlu meninjau kembali
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 241/Kpts/OT.210/4/2003;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4473), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

260
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,


Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
7. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/TN.530/7/2002
tentang Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung
Tulang, Tepung Darah, Tepung Daging dan Tulang (TDT) dan
Bahan Lainnya Asal Ruminansia Sebagai Pakan Ternak
Ruminansia;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian,
juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2007;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 482/Kpts/PD.620/8/2006
tentang Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya dari
Negara atau Bagian Negara (Zone) terjangkit Penyakit BSE ke
dalam Wilayah Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

KESATU : Pedoman Pengawasan Mutu Pakan seperti tercantum pada


Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
Peraturan ini.

KEDUA : Pedoman Pengawasan Mutu Pakan sebagaimana dimaksud pada


Diktum KESATU merupakan acuan bagi semua pihak yang
terlibat dalam kegiatan pengawasan mutu pakan.

261
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KETIGA : Pedoman Pengawasan Mutu Pakan sebagaimana dimaksud pada


diktum KESATU tidak mengurangi ketentuan pengawasan
barang dalam peredaran sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan peraturan pelaksanaannya.

KEEMPAT : Dengan ditetapkannya peraturan ini, Keputusan Menteri


Pertanian Nomor 241/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman
Pengawasan Mutu Pakan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KELIMA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 September 2007
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:


1. Menteri Perdagangan;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Kesehatan;
4. Pimpinan Unit Eselon I di Lingkungan Departemen Pertanian;
5. Gubernur provinsi di seluruh Indonesia;
6. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi di seluruh Indonesia;
7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
8. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

262
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 65/Permentan/OT.140/9/2007
TANGGAL : 28 September 2007

PEDOMAN PENGAWASAN MUTU PAKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam menentukan
tingkat produksi dan produktivitas ternak. Sebagai salah satu faktor penting
dan strategis tersebut pakan harus tetap dijaga dan dijamin mutunya sehingga
mampu mendukung kebijakan pemerintah di bidang peningkatan produksi
dan produktivitas ternak dimaksud.

Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pakan yang beredar, dengan


Keputusan Menteri Pertanian Nomor 241/Kpts/OT.210/4/2003 telah ditetapkan
Pedoman Pengawasan Mutu Pakan, sebagai acuan bagi Pejabat Fungsional
Pengawas Mutu Pakan dan/atau Petugas Pengawas Mutu Pakan yang ditunjuk
dalam melakukan kegiatan pengawasan, sehingga pakan yang beredar
benarbenar dapat dijamin mutunya sampai pada tingkat pengguna. Dalam
perkembangannya, dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dicabut dan diganti
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan dalam upaya
pemberdayaan Pejabat Fungsional Pengawas Mutu Pakan dan/atau Petugas
Pengawas Mutu Pakan serta dalam rangka meningkatkan koordinasi

263
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pengawasan mutu pakan di daerah, maka perlu meninjau kembali Keputusan


Menteri Pertanian Nomor 241/Kpts/OT.210/4/2003 tersebut.

B. Maksud dan Tujuan


1. Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para pejabat fungsional dan
petugas pengawas mutu pakan dalam melakukan kegiatan di bidang
pengawasan mutu pakan dan bahan baku pakan.
2. Pedoman ini bertujuan untuk menjamin agar pakan yang diproduksi dan
diedarkan/diperdagangkan sampai dengan diberikan kepada ternak tetap
terjaga mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau
Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang ditetapkan serta untuk mencegah
kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pembuatan dan peredaran
pakan.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan ini meliputi: Pengawas Mutu Pakan; Rencana
Pengawasan; Lokasi dan Obyek Pengawasan; Tatacara dan Teknik
Pengambilan Sampel; Tatacara Pengawasan dan Tindak Lanjut Hasil
Pengawasan; serta Pelaporan.

D. Pengertian
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang
sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara
khusus untuk dapat dipergunakan sebagai pakan sesuai dengan jenis
ternaknya.
2. Bahan baku pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan,
peternakan atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan,
baik yang telah diolah maupun yang belum diolah.
3. Konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber
energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan
pakan.
4. Pelengkap pakan (feed supplement) adalah suatu zat yang secara alami
sudah terkandung dalam pakan, tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan
dengan menambahkannya dalam pakan.
5. Imbuhan pakan (feed additive) adalah suatu zat yang secara alami tidak
terdapat pada pakan, yang tujuan pemakaiannya terutama sebagai
pemacu produk ternak.
6. Pengawasan mutu pakan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mengawasi pembuatan dan peredaran bahan baku pakan dan pakan

264
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dengan tujuan agar pakan yang dibuat dan diedarkan memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan.
7. Pengawas mutu pakan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan mutu bahan
baku pakan dan pakan.
8. Mutu pakan adalah kesesuaian pakan terhadap dipenuhinya persyaratan
Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Persyaratan Teknis Minimal (PTM)
yang ditetapkan.
9. Pembuatan pakan adalah kegiatan mencampur dan mengolah berbagai
bahan baku pakan untuk dijadikan pakan.
10. Penyimpanan pakan adalah kegiatan dan tatacara menyimpan bahan
baku pakan dan atau pakan yang memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan.
11. Peredaran pakan adalah kegiatan yang meliputi pengangkutan,
penyerahan dan penyimpanan bahan baku pakan dan atau pakan untuk
diperjual belikan atau dipergunakan sendiri.
12. Cemaran pakan adalah bahan/zat asing yang terdapat dalam bahan baku
pakan dan atau pakan yang dapat mengakibatkan turunnya mutu dan
atau mengganggu kesehatan ternak.
13. Etiket atau label pakan adalah setiap keterangan mengenai pakan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
disertakan pada pakan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau
merupakan bagian dari kemasan.
14. Pemalsuan pakan adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja oleh
perorangan atau badan hukum dengan menambahkan dan atau
mengurangi bahan/zat lain ke dalam pakan dan atau meniru etiket/label
pakan dan atau kemasan sehingga pakan, etiket/label pakan, dan atau
kemasan pakan seolah-olah seperti aslinya.
15. Sampel bahan baku pakan dan pakan adalah sejumlah bahan baku pakan
dan pakan yang diambil sewaktu-waktu dari lokasi produsen, distributor,
agen, pengecer atau peternak untuk dilakukan pengujian dalam rangka
pengawasan mutu bahan baku pakan dan pakan.

BAB II
PENGAWAS MUTU PAKAN

A. Persyaratan Pengawas
1. Pengawasan mutu pakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Fungsional
Pengawas Mutu Pakan. Apabila di suatu Dinas yang membidangi fungsi

265
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

peternakan dan/atau kesehatan hewan belum mempunyai Pejabat


Fungsional Pengawas Mutu Pakan, maka pengawasan mutu pakan dapat
dilakukan oleh Petugas Pengawas Mutu Pakan.
2. Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat Fungsional Pengawas Mutu
Pakan.

Pengangkatan dan pemberhentian sebagai Pejabat Fungsional Pengawas


Mutu Pakan dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor KEP/31/M.PAN/3/2004 Tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Mutu Pakan dan Angka Kreditnya, dan Keputusan
Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Kepegawaian Negara
Nomor 528/Kpts/OT/140/9/2004 dan Nomor 34A Tahun 2004 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Mutu Pakan dan
Angka Kreditnya, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor
111/Kpts/OT.140/3/2005 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Pengawas Mutu Pakan dan Angka Kreditnya.

3. Penunjukan dan Pemberhentian Petugas Pengawas Mutu Pakan.


Penunjukan dan pemberhentian Petugas Pengawas Mutu Pakan
dilakukan oleh Gubernur atas usul Kepala Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan/atau kesehatan hewan Provinsi, dan Bupati/Walikota atas
usul Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan Kabupaten/ Kota.

a) untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas Pengawas Mutu Pakan harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) berijazah serendah-rendahnya SMU/SMK bidang peternakan;
2) lulus pendidikan dan pelatihan teknis di bidang pengawasan
mutu pakan; dan
3) setiap unsur penilaian prestasi kerja atau pelaksanaan pekerjaan
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) sekurang-
kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
b) untuk dapat diberhentikan sebagai Petugas Pengawas Mutu Pakan
apabila sebagai berikut:
1) mutasi/perpindahan tugas;
2) berafiliasi dengan industri pakan;
3) melakukan pelanggaran;
4) mengundurkan diri; dan/atau
5) meninggal dunia.

B. Pelatihan Pengawas Mutu Pakan

266
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pelatihan pengawas mutu pakan meliputi pelatihan teknis pengawasan mutu


pakan dan pelatihan fungsional pengawas mutu pakan.
1. Setiap Petugas Pengawas Mutu Pakan wajib mengikuti pelatihan teknis
pengawasan mutu pakan yang dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di provinsi apabila peserta
pelatihan meliputi petugas provinsi atau kabupaten/kota di wilayah
provinsi yang bersangkutan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan
Teknis Pengawasan Mutu Pakan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Peternakan.
2. Pelatihan fungsional pengawas mutu pakan dilaksanakan bagi para
Pejabat Fungsional Pengawas Mutu Pakan baik Tingkat Dasar maupun
Tingkat Penjenjangan. Pelaksanaan pelatihan fungsional pengawas mutu
pakan dilaksanakan oleh unit kerja berdasarkan tugas pokok dan
fungsinya di bidang pendidikan dan pelatihan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil
(PNS).

C. Tugas dan Wewenang


1. Tugas
Pengawas mutu pakan mempunyai tugas melakukan pengawasan di
tingkat produsen, distributor/agen/pengecer, alat transportasi dan
peternak/pengguna bahan baku pakan dan pakan.

a) Pengawasan di tingkat produsen bahan baku pakan dan pakan,


meliputi:
1) pemeriksaan terhadap dokumen perizinan usaha;
2) pemeriksaan terhadap peredaran/distribusi pakan, etiket/label
serta masa berlakunya nomor pendaftaran pakan untuk setiap jenis
pakan;
3) pemeriksaan sarana laboratorium pengujian sampel bahan baku
pakan dan pakan;
4) pemeriksaan sarana produksi dan tempat penyimpanan bahan
baku dan pakan;
5) pemeriksaan terhadap kualitas fisik bahan baku pakan;
6) pemeriksaan terhadap pemakaian bahan baku pakan termasuk
pemakaian pelengkap pakan (feed supplement) dan imbuhan
pakan (feed additive);
7) pemeriksaan terhadap proses produksi pakan, pengemasan dan
pelabelan pakan;
8) pengambilan sampel bahan baku pakan dan pakan untuk
dilakukan pengujian mutu pada Balai Pengujian Mutu Pakan

267
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ternak atau laboratorium pengujian mutu pakan yang telah


terakreditasi.

b) Pengawasan di tingkat distributor/agen/pengecer bahan baku pakan


dan pakan meliputi:
1) pemeriksaan terhadap dokumen perizinan usaha;
2) pemeriksaan terhadap kesesuaian kemasan pakan dengan kemasan
asli dari produsen;
3) pemeriksaan terhadap jenis pakan yang dijual, etiket/label dan
nomor pendaftaran yang tercantum dalam etiket/label yang
menyertai setiap kemasan;
4) pemeriksaan terhadap sarana penyimpanan bahan baku pakan dan
pakan yang dijual;
5) pengambilan sampel bahan baku pakan dan pakan untuk
dilakukan pengujian mutu pada Balai Pengujian Mutu Pakan
Ternak atau laboratorium pengujian mutu pakan yang telah
terakreditasi.

c) Pengawasan di tingkat peternak/pengguna bahan baku pakan dan


pakan, meliputi:
1) pemeriksaan tempat penyimpanan bahan baku pakan dan pakan;
2) pemeriksaan terhadap jenis bahan baku pakan dan pakan yang
digunakan dan pemberiannya kepada ternak;
3) pengambilan sampel bahan baku pakan dan pakan untuk
dilakukan pengujian mutu pada Balai Pengujian Mutu Pakan
Ternak atau laboratorium pengujian mutu pakan yang telah
terakreditasi.
2. Wewenang
Dalam melaksanakan tugasnya pengawas mutu pakan mempunyai
wewenang:
a) Di tingkat produsen, meliputi:
1) memasuki lokasi produsen;
2) melakukan pengamatan terhadap tempat penyimpanan bahan
baku pakan dan pakan;
3) melakukan pengamatan pada laboratorium pengujian mutu
pakan;
4) melakukan pengamatan terhadap proses produksi pakan,
pengemasan dan pelabelan pakan;
5) mengusulkan penghentian sementara produksi dan peredaran
pakan yang dicurigai melakukan penyimpangan dalam produksi
pakan.

268
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b) Di tingkat distributor/agen/pengecer meliputi:


1) memasuki tempat penyimpanan bahan baku pakan dan pakan;
2) mengusulkan pencabutan sebagai distributor/agen/pengecer
apabila ditemukan terjadinya penyimpangan terhadap mutu
bahan baku pakan dan pakan.

c) Di tingkat peternak/pengguna, meliputi:


1) memasuki tempat penyimpanan bahan baku pakan dan pakan
yang digunakan;
2) meminta keterangan kepada pengguna/peternak mengenai jenis
pakan yang dipakai, cara memperolehnya dan jumlah yang
diberikan kepada ternak;
3) melarang penggunaan pakan apabila diduga pakan yang
digunakan tidak sesuai dan atau tidak memenuhi standar atau
persyaratan teknis minimal mutu pakan yang ditetapkan.

BAB III
RENCANA PENGAWASAN

Setiap pengawas mutu pakan wajib membuat rencana kerja tahunan pengawasan
yang dirinci dalam kegiatan bulanan, yang mencakup jadual, lokasi, jumlah
produsen, distributor, agen, pengecer, peternak/pengguna yang akan dikunjungi
serta rencana biaya yang diperlukan.

Rencana kerja tahunan tersebut disampaikan kepada Kepala Dinas yang


membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di provinsi,
kabupaten/kota tempat kedudukan satuan administrasi pangkalnya.

Pengawas mutu pakan yang tempat kedudukan satuan administrasi pangkalnya


berada di pusat menyampaikan rencana kerja tahunan kepada Direktur Jenderal
Peternakan melalui Pejabat Eselon II yang membidangi fungsi pengawasan mutu
pakan.

BAB IV
LOKASI DAN OBYEK PENGAWASAN

A. Lokasi Pengawasan

269
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengawasan mutu pakan dapat dilakukan di tempat-tempat produsen,


distributor/agen/pengecer, peternak/pengguna bahan baku pakan dan pakan
serta pada alat transportasi pengangkut pakan.

B. Obyek Pengawasan
Pengawasan dilakukan terhadap mutu pakan dan bahan baku pakan yang
dipergunakan untuk menyusun formula pakan, yang meliputi:
1. Sarana produksi, proses produksi, pengemasan, labelisasi serta tempat
penyimpanan pakan dan bahan baku pakan;
2. Proses produksi dan tempat penyimpanan pakan;
3. Sarana dan tempat penyimpanan pakan dan bahan baku pakan pada
distributor/agen/pengecer, peternak/pengguna, dan alat transportasi
pengangkut pakan;
4. Dokumen perizinan usaha pada produsen, distributor/agen/pengecer;
5. Sarana penyimpanan dan penggunaan pakan dan bahan baku pakan pada
peternak/pengguna.

BAB V
TATA CARA DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

A. Tata Cara Pengambilan Sampel


1. Sampel diambil secara acak dan harus merupakan campuran yang merata
dari persediaan pakan dan bahan baku pakan yang diperiksa;
2. Sampel diambil dari karung yang belum dibuka dengan menggunakan
alat pengambil sampel (trier atau probe);
3. Karung diletakkan horizontal, alat pengambil sampel dimasukkan dari
salah satu sudut karung ke arah sudut lain yang berlawanan (diagonal);
4. Tarik alat pengambil sampel tersebut, kemudian sampel yang terikut
didalam celahnya dimasukkan ke dalam kantong plastik kemasan sampel
sampai sebanyak 500 gram;
5. Ulangi pengambilan sampel dari sudut yang berlawanan apabila masih
belum mencapai 500 gram;
6. Sampel yang sudah tertampung dalam kantong plastik kemudian dibagi 2
(dua) masing-masing sebanyak 250 gram, disegel dan diberi nomor kode
di hadapan pemilik;
7. Dua buah sampel yang sudah disegel dan diberi kode tersebut, satu
dikirim ke Laboratorium yang telah terakreditasi untuk kepentingan
pengujian dan satu disimpan di tempat pengambilan sampel untuk
pemeriksaan ulang bila diperlukan.

270
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

B. Teknik Pengambilan Sampel


Untuk memperoleh sampel yang tepat dilakukan dengan teknik pengambilan
sampel sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-0428-1998 tentang Petunjuk
Pengambilan Contoh Padatan dan SNI 19-0429-1989 tentang Petunjuk
Pengambilan Contoh Semi Padat dan Cair.

BAB VI
TATA CARA PENGAWASAN DAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN

A. Tata Cara Pengawasan


Pengawasan mutu pakan dapat dilakukan secara tidak langsung dan secara
langsung.

1. Pengawasan Tidak Langsung


Pengawasan tidak langsung dilaksanakan dengan cara membuat laporan
secara periodik setiap 3 (tiga) bulan sekali.

2. Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung dapat dilakukan secara periodik sesuai dengan
rencana kerja yang telah dibuat dan disetujui oleh pejabat yang berwenang
dan/atau sewaktu-waktu apabila ada kasus.

Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas mutu pakan harus membawa surat


tugasyang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang di kedudukan satuan
administrasi pangkalnya.

B. Tindak Lanjut Hasil Pengawasan


Apabila dalam pengawasan mutu pakan ditemukan pakan atau bahan baku
pakan yang tidak sesuai dengan standar atau persyaratan teknis minimal yang
ditetapkan, maka harus ditindak lanjuti sesuai kewenangannya.

1. Terhadap produsen pakan yang tidak mempunyai Nomor Pendaftaran


Pakan atau tidak sesuai mutunya antara hasil uji dengan yang tertera pada
etiket/label, ditindak lanjuti sebagai berikut:

a) pakan yang beredar lintas provinsi.


1) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi
pangkalnya di provinsi melaporkan kepada Kepala Dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di
provinsi.

271
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Selanjutnya Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan


dan/atau kesehatan hewan di provinsi mengusulkan kepada Kepala
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan
hewan di provinsi tempat pakan tersebut diproduksi untuk
melakukan teguran secara tertulis kepada produsen pakan agar
segera melakukan pendaftaran pakan atau memperbaiki mutu
pakannya, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan,
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di kabupaten/kota lokasi temuan serta instansi
yang berwenang mengeluarkan izin usaha/produksi.
2) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi
pangkalnya di kabupaten/kota melaporkan kepada Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan di
kabupaten/kota.

Selanjutnya Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan


dan/atau kesehatan hewan di kabupaten/kota mengusulkan kepada
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan provinsi tempat pakan tersebut diproduksi untuk
melakukan teguran secara tertulis kepada produsen pakan agar
segera melakukan pendaftaran pakan atau memperbaiki mutu
pakannya, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan,
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di provinsi serta instansi yang berwenang
mengeluarkan izin usaha/produksi.

3) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi


pangkalnya di Pusat melaporkan dan mengusulkan kepada
Direktur Jenderal Peternakan untuk memberikan teguran secara
tertulis kepada produsen pakan agar segera melakukan pendaftaran
pakan atau memperbaiki mutu pakannya, dengan tembusan kepada
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di provinsi serta instansi yang berwenang
mengeluarkan izin usaha/produksi.

b) pakan yang beredar dalam provinsi

1) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi


pangkalnya di provinsi melaporkan kepada Kepala Dinas yang

272
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di


provinsi.
Selanjutnya Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dan/atau kesehatan hewan di provinsi melakukan teguran secara
tertulis kepada produsen pakan agar segera melakukan pendaftaran
pakan atau memperbaiki mutu pakannya, dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Peternakan, Kepala Dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di kabupaten/kota
lokasi temuan serta instansi yang berwenang mengeluarkan izin
usaha/produksi.

2) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi


pangkalnya di kabupaten/kota melaporkan kepada Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di
kabupaten/kota.
Selanjutnya Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dan/atau kesehatan hewan di kabupaten/kota mengusulkan kepada
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan provinsi tempat pakan tersebut diproduksi untuk
melakukan teguran secara tertulis kepada produsen pakan agar
segera melakukan pendaftaran pakan atau memperbaiki mutu
pakannya, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan,
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di provinsi serta instansi yang berwenang
mengeluarkan izin usaha/produksi.

3) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi


pangkalnya di kabupaten/kota lokasi pakan diproduksi melaporkan
dan mengusulkan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan/atau kesehatan hewan di kabupaten/kota untuk
memberikan teguran tertulis kepada produsen pakan agar segera
melakukan pendaftaran pakan atau memperbaiki mutu pakannya,
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan, Kepala
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan
hewan di provinsi serta instansi yang berwenang mengeluarkan izin
usaha/produksi.

4) pengawas mutu pakan yang kedudukan satuan administrasi


pangkalnya di Pusat melaporkan dan mengusulkan kepada
Direktur Jenderal Peternakan untuk memberikan teguran secara
tertulis kepada produsen pakan agar segera melakukan pendaftaran

273
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pakan atau memperbaiki mutu pakannya, dengan tembusan kepada


Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di provinsi, Kepala Dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di kabupaten/kota
serta instansi yang berwenang mengeluarkan izin usaha/produksi.

c) apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung


sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut produsen pakan tidak
mengajukan permohonan nomor pendaftaran pakan atau memperbaiki
mutu pakan yang diproduksi, maka Kepala Dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di provinsi tempat
kedudukan produsen pakan melarang pakan tersebut beredar.
d) Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan
hewan di provinsi tempat kedudukan produsen pakan melaporkan
pelarangan peredaran pakan tersebut kepada Direktur Jenderal
Peternakan dengan tembusan kepada Gubernur, Bupati/Walikota serta
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan di kabupaten/kota.

BAB VII
LAIN-LAIN

Apabila pengawas mutu pakan dalam pengawasannya menemukan pakan dan


atau bahan baku pakan yang diduga telah dipalsukan atau disalahgunakan, maka
pengawas mutu pakan melakukan tindakan berupa penyidikan lebih lanjut secara
berkoordinasi dengan pejabat yang berwenang serta melakukan langkah-langkah
pelaporan kepada pejabat yang berwenang sesuai ketentuan dan prosedur yang
berlaku.

Dalam hal pengawas mutu pakan dalam melaksanakan tugasnya menemukan


adanya penggunaan tepung daging, tepung tulang, tepung darah, tepung daging
dan tulang dan bahan lainnya asal ruminansia sebagai pakan ternak ruminansia
maka harus dilakukan tindakan lebih lanjut berupa pengambilan sampel dan
dilakukan pengujian di laboratorium yang mempunyai kompetensi untuk
melakukan pengujian.

BAB VIII
PELAPORAN

274
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengawas mutu pakan wajib membuat laporan hasil pengawasan secara berkala
setiap 3 (tiga) bulan sekali, sesuai obyek yang diawasi dan hasil analisa sampel
yang diambil. Pengawas mutu pakan melaporkan hasil pengawasan tersebut
kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan
hewan di provinsi, dan kabupaten/kota.

Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan di


provinsi atau kabupaten/kota mengirimkan laporan pelaksanaan pengawasan
mutu pakan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan tembusan disampaikan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

BABIX
KETENTUAN PERALIHAN

Pengawas mutu pakan yang pada saat ditetapkannya Pedoman ini masih
melaksanakan tugasnya sebagai pengawas mutu pakan, masih tetap berwenang
melaksanakan pengawasan mutu pakan sampai ditetapkan kembali oleh pejabat
yang berwenang menunjuk/mengangkat dan memberhentikan pengawas mutu
pakan.

BAB X
PENUTUP

Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali sesuai dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta kebutuhan
masyarakat.

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

275
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/OT.140/5/2008 Pedoman


Penataan Kompartemen Dan Penataan Zona Usaha Perunggasan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 28/Permentan/OT.140/5/2008
PEDOMAN PENATAAN KOMPARTEMEN DAN PENATAAN ZONA
USAHA PERUNGGASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa industri perunggasan mengalami permasalahan yang


serius dengan merebaknya penyakit Avian Influenza (AI)
hampir di seluruh wilayah Indonesia;
b. bahwa penyakit Avian Influenza (AI) merupakan salah satu
penyakit unggas yang dapat menular ke manusia dan
menyebabkan kematian;
c. bahwa untuk dapat mengendalikan dan membebaskan
penyakit Avian Influenza (AI) diperlukan adanya penataan
kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, dipandang
perlu menetapkan Pedoman Penataan Kompartemen dan
Penataan Zona Usaha Perunggasan, dengan Peraturan Menteri
Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3656);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan

275
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3509);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
11. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
12. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 420/Kpts/OT.210/7/2001
tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Buras Yang Baik
(Good Farming Practice);
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 424/Kpts/OT.210/7/2001
tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Pedaging Yang Baik
(Good Farming Practice);

276
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 425/Kpts/OT.210/7/2001


tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Petelur Yang Baik
(Good Farmin Practice);
17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 238/Kpts/PD.430/6/2005
tentang Pedoman Penetasan Ayam Ras Yang Baik;
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.240/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian,
juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.240/2/2007;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 333/Kpts/PD.420/8/2005
tentang Pedoman Pembibitan Ayam Ras Yang Baik (Good
Breeding Practice);
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.240/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.240/2/2007;
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
36/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Sistem Pembibitan
Ternak Nasional;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
49/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Ayam Lokal
Yang Baik;
23. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
50/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Pemeliharaan
Unggas di Pemukiman;

Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penanganan


dan Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Pedoman Penataan Kompartemen dan Penataan Zona Usaha
Perunggasan, seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
KEDUA : Pedoman Penataan Kompartemen dan Penataan Zona Usaha
Perunggasan sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU
merupakan dasar bagi pemberian pelayanan, pelaksanaan,
pembinaan, dan pengembangan usaha perunggasan.
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

277
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2008
MENTERI PERTANIAN,
ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth:


1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Kesehatan;
6. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi;
7. Para Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Pertanian;
8. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
9. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
10. Kepala Dinas Yang Membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi di seluruh Indonesia;
11. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

278
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 28/Permentan/OT.140/5/2008
TANGGAL : 30 Mei 2008

PEDOMAN PENATAAN KOMPARTEMEN DAN PENATAAN ZONA USAHA


PERUNGGASAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri perunggasan saat ini masih mengalami permasalahan yang serius
dengan merebaknya penyakit Avian Influenza (AI) di hampir seluruh wilayah
Indonesia. Avian Influenza (AI) merupakan penyakit unggasyang sangat
menular, mematikan dan bersifat zoonosis. Selain itu penyakit ini dapat
menyebabkan kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kematian dan
pemusnahan unggas.

Kompartementalisasi dan zonifikasi merupakan salah satu solusi penting yang


telah mendapatkan rekomendasi dari Office Internationale de Epizooticae (OIE)
untuk mengendalikan dan membebaskan suatu kawasan dari penyakit unggas
terutama Avian Influenza (AI), sekaligus dalam upaya mendukung
terpenuhinya persyaratan dalam perdagangan unggas dan produk unggas
baik antar daerah maupun antar negara.

279
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Memasuki millenium, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan


tantangan strategik yang mendasar baik eksternal maupun internal. Dalam
konteks eksternal, perubahan dan tantangan strategik yang terjadi yaitu
berlangsungnya era globalisasi, perkembangan teknologi, transportasi, dan
telekomunikasi-informasi yang mengarah pada terbentuknya dunia tanpa
batas (borderless). Globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya persaingan
bebas dan adil, menuntut terjadinya perubahan pola dan persaingan dalam
perdagangan dunia.

Dalam konteks internal, perubahan dan tantangan strategik yang terjadi


seperti tuntutan kebutuhan masyarakat dan desentralisasi perlu ditindaklanjuti.
Tuntutan Otonomi Daerah yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Daerah dab Pembagian Urusan
Pemerintahan seperti diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 menghendaki penyelenggaraan urusan oleh daerah untuk lebih
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dibidang pelayanan kesehatan
hewan dengan merebaknya penyakit AI maka sesuai dengan kewenangannya
Pemerintah wajib menetapkan norma, standar, kriteria dan prosedur yang
diperlukan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan urusan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Keunggulan komparatif dan kompetitif sangat berperan dalam peningkatan
daya saing termasuk keamanan, kualitas/mutu unggas dan produk unggas.

Untuk mencapai keamanan dan kualitas/mutu unggas harus diterapkan Cara


Budidaya Ternak yang Baik/GFP (Good Farming Practice). Selain itu untuk
meningkatkan status kesehatan hewan dalam usaha perungggasan,
dilaksanakan penataan kompartemen (kompartementalisasi atau
compartmentalizetion) dan penataan zona (zonifikasi atau zoning) untuk
menghasilkan unggas dan produk unggas yang aman dan berkualitas/bermutu.

Oleh karena itu agar proses penataan kompartemen dan penataan zona usaha
perunggasan dapat dilaksanakan, dipandang perlu menetapkan pedoman
penataan kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud ditetapkannya Pedoman ini yaitu:
a) bagi pelaku usaha, sebagai acuan dalam melaksanakan proses penataan
kompartemen usaha perunggasan;
b) bagi dinas di daerah, sebagai acuan dalam melakukan bimbingan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan kompartemen dan penataan
zona usaha perunggasan;

280
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c) bagi penilai sebagai acuan dalam melakukan penilaian terhadap


kompartemen dan zona perunggasan.
2. Tujuan ditetapkan Pedoman ini untuk:
a) mengendalikan dan memberantas penyakit AI;
b) menjamin agar unggas dan produk unggas yang dihasilkan aman
berkualitas/bermutu, dan terbebas dari virus penyakit AI;
c) mencegah masuk dan menyebarnya penyakit AI melalui lalulintas
perdagangan unggas dan produk unggas antar daerah dan antar
negara;
d) membuka peluang perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam Pedoman ini meliputi penataan
kompartemen; penataan zona; pengawasan dan pelaporan, serta
pemberdayaan masyarakat.

D. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
1. Kompartemen adalah suatu peternakan dan lingkungannya yang terdiri
dari satu kelompok unggas atau lebih yang memiliki status kesehatan
hewan.
2. Penataan Kompartemen adalah serangkaian kegiatan untuk
mengkondisikan suatu usaha peternakan unggas agar memiliki status
kesehatan hewan melalui penerapan cara pembibitan ternak yang baik dan
cara budidaya ternak yang baik.
3. Zona adalah suatu kawasan peternakan dalam satu kabupaten/kota atau
meliputi beberapa kabupaten/kota yang memiliki status kesehatan hewan.
4. Penataan zona adalah serangkaian kegiatan untuk mengkondisikan suatu
zona agar memiliki status kesehatan hewan.
5. Penilai adalah petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Peternakan
untuk melakukan kegiatan penilaian termasuk surveilans.
6. Penilaian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh penilai
terhadap dipenuhiny persyaratan penataan kompartemen dan penataan
zona usaha perunggasan.
7. Usaha Perunggasan adalah serangkaian kegiatan usaha yang dijalankan
secara teratur untuk tujuan komersial yang meliputi kegiatan
menghasilkan benih dan bibit unggas, ternak unggas, daging dan telur.
8. Cara Pembibitan Ternak Yang Baik (Good Breeding Practice) yang
selanjutnya disingkat GBP, adalah kegiatan perbibitan yang dilakukan
secara baik sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan bibit.

281
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

9. Cara Budidaya Ternak Yang Baik (Good Farming Practice) yang


selanjutnya disingkat GFP, adalah kegiatan budidaya yang dilakukan
secara baik sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan untuk
memproduksi hasil ternak sesuai dengan tujuannya.
10. Survelians adalah suatu kegiatan pengamatan yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dalam periode waktu tertentu terkait tujuan tertentu,
untuk memperoleh pengetahuan tentang status penyakit hewan dalam
suatu populasi di kompartemen atau di zona.
11. Biosekuriti adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk melindungi
ternak dari penyakit infeksi dengan menerapkan sanitasi dan usaha
pencegahan lainnya,
12. Vaksinasi adalah proses memasukkan bibit penyakit baik yang sudah
dimatikan maupun yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh hewan agar
tubuh hewan mampu membentuk kekebalan terhadap penyakit tersebut.
13. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan di provinsi atau di kabupaten/kota.
14. Kawasan adalah satu wilayah pengembangan usaha perunggasan yang
memiliki batasan geografis dan/atau administratif.

BAB II
PENATAAN KOMPARTEMEN

Penataan Kompartemen dilakukan oleh setiap usaha perunggasan agar unggas


dan produk unggas yang dihasilkan memenuhi persyaratan keamanan dan
kualitas/mutu unggas dan produk unggas. Untuk dapat memenuhi persyaratan
tersebut dilakukan melalui penerapan cara pembibitan ternak unggas yang baik
(Good Breeding Practices) dan cara budidaya unggas yang baik (Good Farming
Practices). Penerapan cara pembibitan dan cara budidaya tersebut dilakukan pada:
Usaha Pembibitan Unggas Grand Parent Stock (GPS) petelur (layer) dan pedaging
(broiller); Usaha Pembibitan Unggas Parent Stock (PS) petelur (layer) dan pedaging
(broiler); dan Usaha Peternakan Unggas Komersial petelur (layer) dan pedaging
(broiler).

Penataan kompartemen dilakukan melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan


pemberian surat keterangan.

A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penataan kompartemen harus dipenuhi oleh pelaku usaha
perunggasan. Tahap persiapan ini meliputi: permohonan penilaian, syarat-
syarat permohonan dan tata cara permohonan.

282
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Permohonan Penilaian
Pelaku usaha perunggasan mengajukan permohonan penilaian kepada
Direktur Jenderal Peternakan.

2. Syarat-syarat Permohonan
Pelaku usaha perunggasan yang mengajukan permohonan penilaian harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
a) persyaratan administrasi meliputi:
1) surat permohonan;
2) akte pendirian/legalitas hukum perusahaan;
3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4) Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas tentang Izin Usaha
Peternakan.
b) persyaratan teknis meliputi:
1) bagi usaha pembibitan unggas, telah menerapkan Pedoman Cara
Pembibitan Unggas Yang Baik (Good Breeding Practices) dengan
melampirkan kelengkapan manual panduan mutu, berupa
pedoman baku atau prosedur tetap yang mengatur tatalaksana
produksi dan kesehatan ternak, termasuk pemilihan bibit bibit,
pemberian pakan, biosekkuriti, program vaksinasi, dan lain-lain;
2) bagi usaha peternakan unggas komersial telah menerapkan
Pedoman Budidaya Unggas Yang Baik (Good Farming Practices)
dengan melampirkan kelengkapan manual panduan mutu;
3) bagi usaha pembibita dan usaha peternakan unggas komersial
tersebut, telah memiliki manual pengawasan internal berupa
prosedur tetap pengawasan pada titik kritis, untuk memantau dan
mengetahui bahwa proses manajemen usaha peternakan tersebut
telah berjalan dengan semestinya.

3. Tata Cara Permohonan


Tata Cara permohonan penilaian sebagai berikut :
a) pelaku usaha perunggasan memajukan permohonan secara tertulis yang
ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan untuk dilakukan
penilaian;
b) berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
menugaskan Tim Penilai untuk melakukan penegcekan terhadap
dipenuhinya persyaratan permohonan;
c) apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, telah dipenuhi, maka dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
dipenuhinya persyaratan permohonan, Tim Penilai sudah harus mulai
melakukan penilaian terhadap kompartemen;

283
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d) apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata tidak


memenuhi persyaratan, maka dalam jangka waktu selambat lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Direktur Jenderal
Peternakan menginformasikab kepada kepada pemohon untuk segera
melengkapi kekurangan persyaratan yang ditentukan;
e) apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak
disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian dianggap ditarik kembali.

B. Pelaksanaan
Pemohon yang telah memenuhi persyaratan, selanjutnya dilakukan penilaian
terhadap proses penataan kompartemen oleh Tim Penilai dan penilaian
tersebut dilakukan terhadap :
1. Dipenuhinya persyaratan penerapan Cara Pembibitan Unggas yang Baik
(Good Breeding Practice), dan Cara Budidya Unggas yang Baik (Good
Farming Practices), yang antara lain meliputi aspek manajemen (bibit,
pakan, obat dan teknologi), kesehatan hewan, biosekuriti dan pengendalian
limbah
2. Apabila penerapan Cara Pembibitan Unggas yang Baik (Good Breeding
Practice), dan Cara Budidaya Unggas yang Baik (Good Farming Practice)
telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan kegiatan surveilans.
3. Surveilans tersebut diawali dengan pengambilan sampel pada peternakan
unggas sesuai dengan kaidah kesehatan hewan baik yang melakukan
vaksinasi maupun yang tidak melakukan vaksinasi. Sampel yang diambil
berupa darah/serum untuk uji serologik dan preparat usap
kloaka/tenggorakan untuk isolasi virus, dengan tahapansebagai berikut :
a) jumlah sampel darah merujuk pada tabel tingkat kepercayaan yang
tidak melakukan vaksinasi dengan ketentuan :
1) jumlah sampel darah merujuk pada tabel tingkat kepercayaan (TK)
95% dengan asumsi prevalensi 20% (10-20 sampel serum per flok).
2) apabila ada sero positif, maka usap kloaka/tenggorokan harus
diambil dengan ketentuan;
- jumlah sampel dengan TK 95% dengan asumsi prevalensi 2% (100
per flok).
- sampel usap kloaka di kumpulkan (pooled) 5 sampel per botol.
b) pengumpulan data surveilans pada usaha perunggasan yang
melakukan vaksinasi dengan ketentuan :
1) dilakukan pada seluruh flok yang divaksin dengan interval waktu
pengambilan paling lambat 6 bulan.
2) pada flok yang divaksin minimum sampel darah/serum dan usap
kloaka yang harus diambil 14 ekor per flok.

284
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3) waktu pengambilan sampel darah/serum dan usap kloaka minimal 2


minggu setelah vaksinasi.
4) sampel usap kloaka dikumpulkan (pooled) 5 sampel per botol.
5) pengambilan sampel darah/serum dan usap kloaka juga dilakukan
pada seluruh unggas sentinel.
6) penempatan unggas sentinel untuyk masing-masing flok sekurang-
kurangnya 20 ekor.

4. Penilaian Hasil Surveilans


a) apabila hasil uji secara serologik dengan HI positif atau negatif terhadap
H5 dan H7, dilanjutkan dengan isolasi virus, dan RTPCR serta 1VPI
untuk membuktikan LPAI atau HPAI;
b) apabila isolasi atau RT-PCR positif, maka flok dan peternakan
dinyatakan tertular AI;
c) apabila isolasi negatif dan RT-PCR positif, maka dilakukan isolasi ulang;
d) apabila isolasi dan RT_PCR negatif, maka dalam jangka waktu 21 hari
sejak di ketahui hasilnya, maka dilakukan lagi isolasi dan RT-PCR;
e) apabila isolasi dan RT-PCR negatif, maka flok dan peternakan
dinyatakan bebas AI

5. Evaluasi Hasil Temuan


Evaluasi hasil temuan dilakukan oleh Tim Penilai untuk mengetahui
apakah pelaksanaan penataan kompartemen telah dilakukan sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan, Evaluasi tersebut meliputi penerapan GBP
dan GFP serta hasil surveilans.
Hasil evaluasi yang belum terpecahkan atau berupa informasi yang masih
meragukan disampaikan kepada manajemen perusahaan untuk
mengklarifikasi atau menanggapinya.
Setelah ditanggapi oleh manajemen perusahaan, selanjutnya diserahkan
kembali kepada Tim Penilai dan hasilnya disampaikan kepada Direktur
Jenderal Peternakan sebagai bahan pertimbangan dalam penerbitan surat
keterangan bebas kasus AI atau surat keterangan bebas AI.

C. Pemberian Surat Keterangan


Kompartemen yang telah dilakukan penilaian oleh Tim Penilai dan dinyatakan
memenuhi persyaratan diberikan Surat Keterangan oleh Menteri Pertanian.
Surat Keterangan status kompartemen terdiri dari :
1. Surat Keterangan GBP dan/atau GFP yaitu Surat Keterangan yang
diterbitkan untuk kompartemen yang telah menerapkan pedoman Cara
Pembibitan Ternak yang Baik (Good Breeding Practice/GBP) dan/atau
Pedoman Cara Budidaya Ternak yang Baik (Good Farming Practice/GFP);

285
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit Avian Influenza (AI Case Free
Certificate) yaitu Surat Keterangan yang diterbitkan untuk kompartemen
yang berdasarkan hasil surveilans bebas kasus AI dan masih melakukan
vaksinasi.
3. Surat Keterangan Bebas AI (AI Free Certificate) yaitu Surat Keterangan yang
diterbitkan untuk kompartemen yang berdasarkan hasil surveilans
dinyatakan negatif AI, yang paling kurang dalam waktu 6 (enam) bulan
terakhir tidak melakukan vaksinasi.

Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit Avian Influenza (AI Case Free
Certificate) dan Surat Keterangan Bebas AI (AI Free Certificate) dapat diperoleh
setelah terlebih dahulu kompartemen memperoleh sertifikat GBP dan/atau GFP.
Sertifikat tersebut berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan.

Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit Avian Influenza(AI Case Free


Certificate) dan Surat Keterangan bebas AI (AI Free Certificate) dinyatakan
tidak berlaku apabila :
1. Sertifikat habis masa berlakunya;
2. Terjadi wabah penyakit AI pada kompartemen yang bersangkutan; atau
3. Tidak menerapkan lagi GBP dan/atau GFP.

Pengendalian wabah penyakit AI pada kompartemen yang telah memperoleh


Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit Avian Influenza (AI Case Free
Certificate) dan Surat Keterangan Bebas AI (AI Free Certificate) dilakukan
sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) Pengendalian Penyakit Avian
Influenza di Indonesia.

Pemberian Surat Keterangan GBP dan/atau GFP, Surat Keterangan Bebas Kasus
Penyakit Avian Influenza (AI Case Free Certificate) dan Surat Keterangan
Bebas AI (AI Free Certificate) dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada
Direktur Jenderal Peternakan.

BAB III
PENATAAN ZONA

Penataan zona dilakukan di setiap kawasan usaha perunggasan agar unggas dan
produk unggas yabg dihasilkan memenuhi persyaratan keamanan dan kualitas
mutu unggas dan produk unggas. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut
dilakukan melalui penerapan Cara Budidaya Unggas yang Baik (Good Farming
Practice). Penerapan Cara Budidaya Unggas yang Baik tersebut dilakukan pada :
usaha peternakan unggas komesial dan budidaya unggas di masyarakat. Penataan

286
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Zona usaha perunggasan dilakukan melalui tahap persiapan, pelaksanaan dan


pemeberian suarat keterangan.

A. Tahap Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari :
1. Persyaratan Penetapan Zona
Syarat-syarat penetapan zona sebagai berikut:
a) zona berdasarkan unit epidemiologik yang mempunyai batas alam;
b) zona diprioritaskan pada sekitar kompartemen;
c) di dalam zona terdapat peternakan unggas mandiri, plasma ayam ras,
kelompok unggas lokal, pemeliharaan unggas backyard dan/atau
unggas kesayangan.
d) Zona yang akan ditetapkan memiliki data dan informasi yang lengkap
mengenai profil perunggasan.

Berdasarkan persyaratan tersebut di atas, Gubernur atau Bupati/Walikota


menetapkan zona. Setelah dilakukan penetapan, selanjutnya Kepala Dinas
provinsi dan/atau Kepala Dinas kabupaten/kota mengusulkan untuk
dilakukan penilaian penataan zona kepada Direktur Jenderal Peternakan.

2. Tata Cara Permohonan penataan zona sebagai berikut:


Tata cara permohonan penataan zona sebagai berikut:
a) Kepala Dinas mengajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan
kepada Direktur Jenderal Peternakan untuk dilakukan penilaian;
b) Berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
menunjuk Tim Penilai untuk melakukan pengecekan terhadp
dipenuhinya persyaratan oleh pemohon;
c) Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka dalam jangka waktu
sekambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dipenuhinya
persyaratan permohonan Tim Penilai sudah harus melakukan
penilaian terhadap zona;
d) Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata belum
memenuhi persyaratan, maka dlam jangka waktu selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan, Direktur Jenderal
Peternakan menginformasikan kepada pemohon untuk segera
melengkapai kekurangan persyaratan yang ditentukan;
e) Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja sejak
disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian zona dianggap ditarik kembali.

B. Pelaksanaan

287
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi maka tahap selanjutnya dilakukan


sosialisasi, penataan, surveilans, biosekuriti, vasinasi, dan pengawasan lalu
lintas.

1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan oleh Dinas setempat dengan melibatkan seluruh
masyarakat serta instansi terkait. Materi sosialisasi meliputi pelaksanaan
pedoman Cara Budidaya Unggas yang Baik (Good Farming Practice),
pengendalian dan pemberantasan AI, serta peraturan perundang-undangan
terkait.
2. Penataan
a) pada daerah penyangga tidak terdapat peternakan skala
kecil/menengah atau pemeliharaan unggas di pekarangan permukiman
penduduk atau tempat penampungan limbah;
b) Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan peternakan unggas
untuk melakukan pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau program
program perusahaan lainnya;
c) Zona diluar daerah penyangga dilakukan pengandangan unggas;
d) Dalam hal zona yang tidak terdapat kompartemen dapat dilakukan
sebagai berikut:
1) pemerintah daerah menyediakan kawasan khusus budidaya
unggas yang terpisah dari permukiman;
2) pengandangan unggas melalui program penataan perunggasan di
permukiman.
e) Dinas melakukan pembinaan teknis kepada peternak unggas melalui
kelompok peternak mengenai Cara Budidaya Ternak yang Baik (Good
Farming Practice/GFP).

3. Surveilans
Surveilans dilakukan mulai pada saat penataan zona dan setelah penataan
zona secara berkala. Surveilans dilakukan berdasarkan sero surveilans.
Unit epidemilogis terkecil di dalam zona harus tetap di monitor secara terus
menerus dan berkesinambungan terhadap kemungkinan adanya virus AI
untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit AI.

Survilans dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :


a) Pra-surveilans
Sebelum melaksanakan surveilans beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:

288
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1) dilakukan pendataan populasi dan distribusi unggas dan hewan


rentan lain, yang dilaksanakan oleh Dinas;
2) penentuan prevalensi AI dalam rangka penetapan status wilayah;
3) pendekatan pulau untuk wilayah administratif kepulauan atau
pulau yang merupakan bagian dari satu wilayah administratif di
daratan.
b) Pelaksanaan surveilans
Surveilans dilakukan secara aktif dan pasif pada seluruh populasi
unggas dan hewan lainnya palang lambat 6 bulan, dengan metode
klinis, serologis, sesuai kriteria yang ditetapkan oleh OIE.
Pengambilan sempel menggunakan multi stage random sampling
ditujukan untuk pemeriksaan serologis, isolasi dan identifikasi virus,
dan biologi molekuler.

Desain surveilans dilakukan dengan pengambilan sampel yang


representatif, besaran sampel dan prevalensi diasumsikan sedemikian
rupa sehingga dapat menunjukkan tingkat kepercayaan 95%,
sensitivitas dan spesifitas uji yang tinggi untuk mengantisipasiadanya
reaksi positif palsu.
Surveilans dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis, serologis dan
virologis.

1) Surveilans berdasarkan gejala klinis.


a. mendektesi gejala klinis dan dilanjutkan dengan uji cepat,
dengan tidak mengabaikan monitoring parameter produksi
seperti peningkatan mortalitas, penurunan, penurunan konsumsi
pakan dan air minum, adanya gejala gangguan respirasi;
b. uji laboratoris yang dilakukan secara silmutan;
c. konfirmasi laboratoris dari unggas yang positif klinis;
d. unggas yang positif gejala klinis harus dinilai positif sampai hasil
uji laboratoris diperoleh;
f. isolat virus AI dikirim ke laboratorium refensi untuk
pemeriksaan genetik dan antigenetik.

2) Surveilans serologis
Surveilans serologis dilakukan untuk mendekteksi adanya zat kebal
AI pada unggas yang dimungkinkan karena infeksi alami virus AI di
lapangan, vaksinasi, maternal antibodi (induknya di vaksinasi AI)
atau karena tidak adanya spesifity uji yang digunakan.

289
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Surveilans serologis dilakukan melalui pemantauan terhadap titer


antibodi pada infeksi virus AI di lapangan dan pada unggas 3 (tiga)
minggu pasca vaksinasi serta pada unggas yang mempunyai
maternal antibodi.

Surveilans serologis dilakukan oleh petugas pengambil sampel


dengan ketentuan sebagai berikut :
a) jumlah sampel serum yang harus diambil pada peternakan skala
kecil/menengah sebanyak 14 sampel dari setiap flok;

b) jumlah sampel serum yang harus diambil dari unggas di


permukiman di setiap desa secara proporsional (multi stage
random sampling);
c) sampel dikirim ke BBV/BPPV regional atau laboratorium
kesehatan hewan di provinsi yang telah diakreditasi;
d) pemeriksaan serologik dilakukan dengan uji HI menggunakan
antigen H5, titer dinyatakan dalam bilangan log2;
e) interprestasi hasil serologi pada vaksinasi dengan vaksin AI
inaktif konvensional:
- Titer H protektif > 4 log2 atau 2
- Flok dinyatakan protektif apabila > 70% dari sampel memiliki
titer protektif;
- Apabila dalam serum positif antibodi terhadap antigen N1,
berarti masih ada virus H5N1 di lingkungan.
f) hasil evaluasi surveilans serologis dilaporkan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dengan tembusan kepada Kepala Dinas
setempat.

3) Surveilans virologis.
Surveilans virologis dilakukan dengan cara pengambilan sampel
usap kloaka pada populasi unggas dan unggas sentinel. Hasil uji
diiterpretasi dengan ketentuan OIE yang tertuang dalam artikel
3.8.9.7. tahun 2006, Suveilans virologis dilakukan sebagai bahan

290
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

monitoring populasi terancam, mengkonfirmasi kasus klinis yang


dicurigai, menindaklanjuti hasil positif uji serologis, menguji angka
kematian normal dan memastikan deteksi dini.
Surveilans virologis dilakukan melalui pemantauan terhadap
ekskresi (shedding) virus pada unggas pasca vaksinasi dan karena
infeksi alami.
Surveilans virologis dilakukan oleh petugas pengambil sampel
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jumlah usap kloaka yang harus diambil di peternakan skala
kecil/menengah sebanyak 14 sampel dari setiap flok;

b. jumlah usap kloaka yang harus diambil dari unggas di


permukiman di setiap desa secara proposional (multi stage
random sampling);
c. sampel dikirim ke BBV/BPPV atau laboratorium kesehatan
hewan di provinsi yang telah di akreditasi;
d. pemeriksaan virologik dilakukan terhadap usap kloaka dengan
uji real time RT-PCR dengan primer H5;
e. interpretasi hasil pemeriksaan virologik, jika real time RTPCR
positif berarti masih ada ekskresi (shedding)virus dari ayam
yang telah di vaksinasi dan infeksi alami;
f. hasil evaluasi surveilans virologis dilaporkan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dengan tembusan kepada Kepala Dinas
setempat.

Petugas pengambil sampel yaitu petugas teknis kesehatan hewan


pada Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota dan Laboratorium
Kesehatan Hewan.

4. Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi unggas dari
penyakit infeksi dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan
lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan untuk mengurangi
terjadinya penyakit AI.

291
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pelaksanaan biosekuriti dilakukan sebagai berikut:

a) Pada Peternakan Skala Kecil/Menengah


1) Tata laksana
a. lokasi peternakan berpagar dengan satu pintu masuk dan
di pintu masuk tersebut dilakukan penyemprotan
desinfektan;
b. tata letak bangunan/kandang sesuai dengan GFP;
c. rumah tempat tinggal, kandang unggas serta kandang
hewan lain ditata pada lokasi yang terpisah.
2) Tindakan desinfeksi dan sanitasi
a. desinfeksi dilakukan pada setiap kendaraan yang keluar
masuk lokasi peternakan pada zona yang dilakukan
penataan;
b. tempat/bak untuk cairan desinfektan dan tempat cuci
tangan disediakan dan diganti setiap hari dan
ditempatkan di dekat pintu masuk lokasi
kandang/peternakan;
c. pembatasan secara ketat terhadap keluar masuk material
(hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran unggas,
alas kandang, litter, rak telur) yang dapat membawa
virus AI dari dan ke lokasi penataan zona;
d. semua material dilakukan desinfeksi dengan disinfektan
sebelum masuk maupun keluar lokasi peternakan;
e. pembatasan secara ketat keluar masuk
orang/pekerja/tamu dan kendaraan dari dan ke lokasi
penataan zona;
f. setiap orang yang akan masuk ke lokasi ataupun keluar
lokasi kandang, harus mencuci tangan dengan
sabun/disinfektan dan mencelupkan alas kaki ke dalam
tempat/bak cairan desinfektan;
g. setiap orang yang berada di lokasi kandang pada zona
yang di tata, harus menggunakan pelindung diri seperti
pakaian kandang, sarung tangan, masker (penutup
hidung/mulut), sepatu boot dan penutup kepala;
h. setiap orang harus melakukan tindakan desinfeksi diri
sebelum dan sesudah bekerja di lokasi kandang pada
zona yang ditata;
i. agar dicegah keluar masuknya tikus (rodensia), serangga,
dan unggas lain seperti itik, entok, burung liar yang

292
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dapat berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi


peternakan;
j. unggas dikandangkan secara terpisah berdasarkan
spesiesnya;
k. kandang, tempat pakan dan minum, tempat pengeraman
ayam, sisa alas kandang/litter dan kotoran kandang
dibersihkan secara berkala sesuai prosedur;
l. tidak diperbolehkan makan, minum, meludah dan
merokok selama berada di lokasi kandang pada zona
yang ditata;
m. tidak membawa unggas yang mati atau sakit keluar dari
area peterkan;
n. unggas yang mati di dalam area peternakan harus
dibakar dan dikubur sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
o. kotoran unggas diolah misalnya dengan dibuat kompos
sebelum kotoran dikeluarkan dari area peternakan;
p. air kotor hasil proses pencucian agar langsung dialirkan
keluar kandang secara terpisah melalui saluran limbah ke
dalam tempat penampungan limbah (septic tank)
sehingga tidak tergenang di sekitar kandang atau jalan
masuk lokasi kandang pada zona yang ditata.
b) Pemeliharaan unggas di permukiman
1) Tata Laksana Pemeliharaan
a. unggas dikandangkan secara terpisah berdasarkan
spesiesnya;
b. apabila tidak memungkinkan membuat kandang di
pekarangan maka hanya diperbolehkan melakukan
pemeliharaan unggas secara kolektif dalam satu wilayah
perkandangan yang terpisah dengan jarak yang aman,
jauh dari permukiman.
2) Tindakan desinfeksi dan sanitasi
a. unggas dikandangkan secara terpisah berdasarkan
spesiesnya;
b. hindarkan anak-anak dan orang tua agar tidak terjadi
kontak langsung dengan unggas;
c. cuci tangan setelah kontak dengan unggas;
d. pekarangan, kandang, tempat pakan dan minum, tempat
pengeraman, sisa alas kandang/litter dan kotoran unggas
dibersihkan secara teratur setiap hari dengan
menggunakan desinfektan;

293
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. gunakan masker atau penutup mulut dan hidung serta


sarung tangan pada saat kontak langsung dengan unggas;
f. unggas yang baru datang, dipelihara secara terpisah
selama dua minggu sebelum disatukan dengan unggas
lainnya yang telah dipelihara;
g. unggas yang mati di dalam area pekarangan, dibakar dan
dikubur sesuai prosedur;
h. tidak membawa unggas sakit atau mati keluar dari area
pekarangan;
i. unggas kesayangan harus dipelihara dalam sangkar dan
tidak membiarkannya keluar kandang;
j. bagi petugas yang melakukan pelayanan kesehatan
hewan agar selalu mencuci tangan dengan
sabun/desinfektan dan membersihkan alas kaki apabila
berpindah dari satu rumah ke rumah lain.

5. Vaksinasi
a) Ketentuan Vaksin dan Vaksinasi
1) Vaksin AI yang digunakan yaitu vaksin inaktif (killed vaccine)
atau jenis vaksin lain yang sudah disetujui oleh Menteri
Pertanian dan strain virusnya homolog dengan sub tipe virus
isolat lokal (strain H5);
2) Vaksin yang digunakan harus sudah mendapatkan nomor
registrasi dari Menteri Pertanian;
3) Vaksinasi dilaksanakan berdasarkan target yang telah
ditentukan (targetted vaccination).
Persetujuan penggunaan vaksin AI dan nomor registrasi vaksin
AI dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Direktur
Jenderal Peternakan.

b) Pelaksanaan Vaksinasi
1) Vaksinasi pada zona yang dilakukan penataan, dilaksanakan
secara massal dan serempak dengan cakupan sampai dengan
100% dari populasi unggas terhadap seluruh populasi unggas
yaitu pada ayam buras, itik, entok, kalkun, angsa, burung
merpati, burung puyuh, ayam ras petelur dan ayam ras
pedaging;
2) Vaksinasi yang dilakukan terhadap unggas yang sehat
mengikuti program vaksinasi seperti dibawah ini:

294
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c) Monitoring Pasca Vaksinasi


1) monitoring pasca vaksinasi dilakukan untuk mengetahui
tingkat kekebalan unggas yang divaksin dengan metode
pemeriksaan serolog HI test menggunakan antigen yang
homolog dengan strain vaksin;
2) pelaksanaan monitoring dilakukan oleh BBV/BPPV Regional
atau Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas yang sudah
diakreditasi;

6. Pengawasan Lalu Lintas Unggas Hidup, Produk Unggas, Pakan,


Peralatan dan Limbah Peternakan Unggas
a) Antar daerah dalam satu pulau
1) pengawasan lalu lintas unggas hidup, produk unggas,
pakan, peralatan dan limbah peternakan unggas antar
provinsi dan/atau antar kabupaten/kota dalam satu pulau
dilakukan oleh petugas Dinas di pos-pos pemeriksaan
(check point);
2) petugas Dinas di pos pemeriksaan melakukan pemeriksaan
terhadap kelengkapan dokumen antara lain Surat
Keterangan Kesehatan Hewan, yang dikeluarkan oleh Dinas
asal, dan surat keterangan bebas penyakit AI yang
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Peternakan;
3) setiap kendaraan pengangkut ternak unggas yang keluar
masuk pos-pos pemeriksaan untuk tujuan ke zona yang
dilakukan penataan, dilaksanakan inspeksi dan desinfeksi

295
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

terhadap kesehatan unggasnya termasuk


tempat/wadah/kemasan yang dipergunakan dalam
pengangkutan;
4) apabila ditemukan kecurigaan terhadap penyakit AI,
petugas pos pemeriksaan selanjutnya mengambil sampel
unggas secara acak dari unggas yang diangkut dan diuji di
laboratorium terdekat;
5) untuk memudahkan pelacakan apabila ternyata hasil
pemeriksaan laboratorium dari sampel unggas yang diambil
positif, petugas pos pemeriksaan dalam waktu sekurang-
kurangnya 1 kali 24 jam sejak diketahuinya hasil
pemeriksaan laboratorium tersebut melaporkan kepada
Dinas asal dan Dinas tujuan pengiriman unggas.
b) Antar pulau
Pengawasan lalu lintas unggas hidup, produk unggas, pakan,
Peralatan dan limbah peternakan unggas yang dilakukan melalui
darat, laut maupun udara, di tempat pengeluaran dan
pemasukannya dilakukan oleh petugas karantina sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina.

C. Pemberian Surat Keterangan Status Zona


Zona yang telah dilakukan penilaian oleh Tim Penilai dan dinyatakan
memenuhi persyaratan dapat diberikan surat keterangan status zona oleh
Menteri Pertanian.

Surat keterangan status zona terdiri dari:


1. Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit Avian Influenza (AI Case Free
Certificate) yaitu Surat Keterangan yang diterbitkan untuk zona yang
berdasarkan hasil surveilans bebas kasus AI dan masih melakukan
vaksinasi.
2. Surat Keterangan Bebas AI (AI Free Certificate) yaitu Surat Keterangan
yang diterbitkan untuk zona yang berdasarkan hasil surveilans dinyatakan
negatif AI, yang paling kurang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak
melakukan vaksinasi.

Surat Keterangan Bebas Kasus Penyakit AI dan Surat Keterangan Bebas


Penyakit AI berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan dan
dinyatakan tidak berlaku apabila:
1. Surat pernyataan habis masa berlakunya;
2. Terjadi wabah penyakit AI pada zona yang bersangkutan.

296
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengendalian wabah penyakit AI pada zona yang telah memperoleh surat


pernyataan bebas kasus penyakit AI dan surat pernyataan bebas penyakit AI
dilakukan sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) Pengendalian Penyakit
Avian Influenza di Indonesia.

Pemberian surat keterangan zona bebas kasus penyakit Avian Influenza (AI
Case Free Certificate) dan surat keterangan zona bebas AI (AI Free Certificate)
dalam pelaksanaannya didelegasikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.

BAB IV
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
A. Pengawasan
1. Pengasan Kompartemen
Pengawasan kompartemen terdiri dari pengawasan internal dan
pengawasan eksternal.
a) pengawasan internal dilaksanakan oleh pelaku usaha, pada titik kritis
dengan cara memantau proses manajemen usaha peternakan sesuai
dengan GBP dan/atau GFP.
b) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh:
1) Dinas kabupaten/kota setempat secara berkala paling kurang 3 (tiga)
bulan sekali, baik melalui pembinaan langsung maupun
pengawasan terhadap penerapan GBP dan/atau GFP;
2) Dinas provinsi setempat paling kurang 6 (enam) bulan sekali, baik
melalui pembinaan langsung maupun pengawasan terhadap
penerapan GBP dan/atau GFP;
3) Direktorat Jenderal Peternakan paling kurang 1 (satu) tahun sekali
atau sewaktu-waktu apabila diperlukan, baik melalui pembinaan
langsung maupun pengawasan terhadap penerapan GBP dan/atau
GFP.

2. Pengawasan Zona
Pengawasan zona terdiri dari pengawasan internal, pengawasan eksternal
dan pengawasan partisipatif.
a) pengawasan internal dilaksanakan oleh Dinas kabupaten/kota secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali pada titik kritis dengan cara
memantau perkandangan unggas, biosekuriti dan vaksinasi untuk
dilakukan sebagaimana mestinya.
b) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh Dinas provinsi setempat
secara berkala paling kurang setiap 6 (enam) bulan sekali dan oleh
Direktorat Jenderal Peternakan paling kurang 1 (satu) tahun sekali atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan.

297
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengawasan ini dilakukan baik melalui bimbingan langsung maupun


pengawasan terhadap perkandangan unggas, biosekuriti dan vaksinasi.
c) Pengawasan partisipatif dilaksanakan oleh masyarakat, terhadap lalu
lintas unggas dari dan zona ke zona yang telah dilakukan penataan,
pelaksanaan pengandangan oleh warga masyarakat, kejadian kasus
penyakit AI pada unggas.

B. Pelaporan
Untuk memudahkan evaluasi penataan kompartemen dan penataan zona
diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap pelaku usaha perunggasan harus membuat laporan tertulis secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Dinas yang
mencakup laporan administratif dan teknis.
2. Selain pelaporan tersebut di atas, setiap pelaku usaha perunggasan harus
melaporkan setiap kejadian penyakit yang diduga AI yang bersifat darurat
kepada Kepala Dinas.

BAB V
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Untuk meningkat peranserta dan partisipasi masyarakat dalam memperlancar


pelaksanaan, menjamin keberlanjutan dan mengawasi pelaksanaan penataan
kompartemen dan penataan zona usaha perunggasan, dilakukan upaya
pemberdayaan masyarakat.

Upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan baik terhadap perorangan, kelompok


maupun kelembagaan masyarakat dan masyarakat umum yang berada di sekitar
kompartemen dan zona maupun terhadap mereka yang sering berinteraksi dengan
unggas secara langsung.

Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan


daerah dan masyarakat setempat, dalam bentuk:

A. Peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui pelatihan:


1. usaha peternakan komoditi lain selain unggas (kambing, domba, sapi,
kelinci);
2. keterampilan sederhana bagi masyarakat untuk peningkatan pendapatan
(tata boga, kerajinan tangan, dsb);
3. cara beternak atau pembibitan unggas yang baik;

298
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. manajemen kesehatan unggas;


5. pembuatan proposal kredit perbankan;
6. management pengelolaan kelompok;
7. pengamatan dan pelaporan penyakit.

B. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar pada usaha


pembibitan/budidaya unggas di kompartemen dan zona.
C. Mengikutsertakan masyarakat pada kegiatan pembuatan biogas dari kotoran
unggas limbah perusahaan dan menggunakan biogas untuk kepeluan
masyarakat sekitar.
D. Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan bimbingan teknis
pada masyarakat sekitar.

BAB VI
PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi
perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

MENTERI PERTANIAN,
ttd
ANTON APRIYANTONO

Format
Model-1

299
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

..............,...........................
Nomor :
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Permohonan Penilaian Kompartemen

Kepada Yth. :
Direktur Jenderal Peternakan
di-
Jakarta

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama/Nama Perusahaan :
2. Alamat Kantor Perusahaan :
3. Nomor SK Bupati/Walikota/Kepala Dinas
tentang Izin Usaha Peternakan (terlampir) :
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)(terlampir) :
5. Nomor Akte Pendirian/Legalitas Hukum Hukum
(terlampir) :

Mengajukan permohonan untuk dilakukan penilaian terhadap kompartemen dan


mendapatkan surat keterangan Good Breeding Practice (GBP)/Good Farming
Practice (GFP), surat keterangan bebas kasus penyakit Avian Influenza (AI) atau
surat keterangan bebas penyakit Avian Influenza (AI).

Sebagai bahan pertimbangan terlampir disampaikan data dan dokumen untuk


melengkapi permohonan dimaksud.

Demikian disampaikan, atas persetujuannya diucapkan terima kasih.

Nama dan Tanda tangan


Pimpinan/Penanggung Jawab,

.......................................

Tembusan :
1. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi;
2. Kepala Dinas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan
kabupaten/kota.

300
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Format
Model-2
..............,...........................

Nomor :
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Permohonan Penilaian Zona

Kepada Yth. :
Direktur Jenderal Peternakan
di-
Jakarta

Yang bertanda tangan di bawah ini:


1. Nama Dinas Kabupaten/kota :
2. Alamat :
3. Zona yang akan dinilai :

Mengajukan permohonan untuk dilakukan penilaian terhadap Zona dan


mendapatkan surat keterangan bebas kasus penyakit Avian Influenza (AI) atau
surat keterangan bebas penyakit Avian Influenza (AI).

Sebagai bahan pertimbangan terlampir disampaikan laporan situasi penyakit AI


dan upaya-upaya penanggulangannya untuk melengkapi permohonan dimaksud.

Demikian disampaikan, atas persetujuannya diucapkan terima kasih.

Nama dan Tanda tangan


Kepala Dinas kabupaten/kota
.......................................
NIP.:

Tembusan :
1. Gubernur provinsi.................
2. Bupati/Walikota...................

301
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan


provinsi

Format
Model-3
..............,...........................

Nomor :
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Kelengkapan Persyaratan Penilaian Kompartemen/Zona

Kepada Yth. :
...................................
di-
...................

Memperhatikan permohonan Saudara


Nomor :
Tanggal :
Nama Perusahaan/Instansi :

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah diadakan


pemeriksanaan persyaratan administrasi dapat disampaikan bahwa permohonan
Saudara belum dapat diberikan/tisak disetujui karena:

1. ............................;
2. ............................;
3. ............................;

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka permohonan ........ yang saudara
ajukan agar paling lambat dalam jangka waktu 14 hari kerja dapat dilengkapi
kekurangan persyartan tersebut di atas/tidak dapat diberikan persetujuan
penilaian.

Demikian agar menjadi maklum.

Direktur Jenderal Peternakan,

302
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

.......................................
NIP.;

Format
Model-4
..............,...........................

Nomor :
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Persetujuan Penilaian Kompartemen

Kepada Yth. :
...................................
di-
...................

Memperhatikan permohonan Saudara


Nomor :
Tanggal :
Nama Perusahaan :

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah diadakan


pemeriksanaan persyaratan administrasi dapat disampaikan bahwa permohonan
Saudara dapat diberikan/disetujui untuk dilakukan penilaian lebih lanjut.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka kami tugaskan Tim Penilai (SK
terlampir) untuk segera melaksanakan penilaian teknis terhadap kompartemen
yang Saudara ajukan.

Demikian untuk dapat dipersiapkan sebagaimana mestinya.

303
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Direktur Jenderal Peternakan,

..........................................
NIP.;

Tembusan :
1. Gubernur provinsi.................
2. Bupati/Walikota...................
3. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi;
4. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
kabupaten/kota.

Format
Model-5
..............,...........................

Nomor :
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Persetujuan Penilaian Zona

Kepada Yth. :
...................................
di-
...................

Memperhatikan permohonan Saudara


Nomor :
Tanggal :
Nama Perusahaan :

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah diadakan


pemeriksanaan persyaratan administrasi dapat disampaikan bahwa permohonan
Saudara dapat diberikan/disetujui untuk dilakukan penilaian lebih lanjut.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Saudara segera berkoordinasi


dengan Tim Penilai (SK terlampir) untuk melaksanakan sosialisasi, penataan,
surveilans, biosekuriti, vaksinasi dan pengawasaaan lalu lintas di zona yang
Saudara ajukan.

304
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Demikian untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Direktur Jenderal Peternakan,

..........................................
NIP.;

Tembusan :
1. Gubernur provinsi.................
2. Bupati/Walikota...................
3. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi;

Format Model-6

SURAT KETERANGAN GBP dan/atau GFP


Nomor :

Berdasarkan hasil penilaian Kompartemen ................................ terdadap penerapan


Cara Pembibitan Yang Baik (Good Breeding/GBP) dan/atau Cara Budidaya Yang
Baik Good Farming Practice/GBP) yang dilaksanakan oleh Tim Panilai pada
tanggal ........................... sampai dengan .........................., maka disampaikan
bahwaKompartemen tersebut telah memenuhi persyratan.

Instansi Tim Penilai : Direktorat jenderal Peternakan


Departemen Pertanian
Nomor SK Ditjennak :
Nama/Nama Perusahaan :
Alamat :
Nomor Izin Usaha Peternakan :
Nomor Pokok Wajib Pajak :
Nomor Akte Pendirian :

305
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Surat Keterangan ini berlaku selama perusahaan menerapkan Cara Pembibitan


Yang Baik (Good Breeding/GBP) dan/atau Cara Budidaya Yang Baik Good
Farming Practice/GBP) dan tidak terjadi Wabah penyakit AI.

Jakarta, ...............................
Direktur Jenderal Peternakan

.........................................
NIP.:

Format Model-7

SURAT KETERANGAN KOMPARTEMEN


BEBAS KASUS PENYAKIT/BEBAS PENYAKI AI
Nomor :

Berdasarkan Surat Keterangan GBP dan/atau GFP Nomor ........................


tanggal .................... serta hasil penilaian (surveilans) dan pengkajian Tim Penilai,
maka disampaikan bahwa Kompartemen ........................... bebas Kasus Penyakit
Avian Invluenza (AI)/Bebas Penyakit Avian Influenza (AI) Instansi Tim Penilai :
Direktorat jenderal Peternakan Departemen Pertanian

Nomor SK Ditjennak :
Nama Laboratorium Penguji :
Alamat Laboratorium Penguji :
Nama Perusahaan :

306
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Alamat Perusahaan :
Nomor Izin Usaha Peternakan :
Nomor Pokok Wajib Pajak :
Nomor Akte Pendirian :

Surat Keterangan ini berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan dan
tidak berlaku apabila hbis masa berlakunya, terjadi Wabah penyakit AI, dan/atau
tidak lagi menerapkan GBP dan/atau GFP.

Jakarta, ...............................
Direktur Jenderal Peternakan

.........................................
NIP.:

Format Model-8

SURAT KETERANGAN ZONA


BEBAS KASUS PENYAKIT/BEBAS PENYAKI AI
Nomor :

Berdasarkan hasil penilaian dan pengkajian Tim Penilai, maka disampaikan bahwa
Zona ........................... Bebas Kasus Penyakit Avian Invluenza (AI)/ Bebas Penyakit
Avian Influenza (AI)

307
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Instansi Tim Penilai : Direktorat jenderal Peternakan


Departemen Pertanian
Nomor SK Ditjennak :
Nama Laboratorium Penguji :
Alamat Laboratorium Penguji :
Instansi Pemohon :
Alamat :
Batasan Zona :

Surat Keterangan ini berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan dan
tidak berlaku apabila hbis masa berlakunya, terjadi Wabah penyakit AI.

Jakarta, ...............................
Direktur Jenderal Peternakan

.........................................
NIP.:

308
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Daging

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP


NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
PENGOLAHAN DAGING

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup


perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging berpotensi
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan
pencemaran air dengan menetapkan baku mutu air limbahnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Daging;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3274);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4377);

306
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3816);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4161);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2006;
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12
Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan
Pembuangan Air Limbah Ke Laut;

MEMUTUSKAN:

307
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP


TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging adalah kegiatan pengolahan
daging menjadi produk akhir berupa daging beku, produk olahan setengah
jadi, dan/atau produk olahan siap konsumsi.
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau,
situ, waduk, dan muara.
3. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek fungsional.
4. Mutu air limbah adalah kondisi kualitas air limbah yang diukur dan diuji
berdasarkan paramater-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
5. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
6. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar
dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan/atau kegiatan.
7. Titik penaatan adalah satu lokasi atau lebih yang dijadikan acuan untuk
pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
8. Kejadian tidak normal adalah kondisi dimana peralatan proses produksi
dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi sebagaimana
mestinya karena adanya kerusakan dan/atau tidak berfungsinya peralatan
tersebut.
9. Keadaan darurat adalah keadaan tidak berfungsinya peralatan proses
produksi dan/atau instalasi pengolahan air limbah tidak beroperasi
sebagaimana mestinya karena adanya bencana alam, kebakaran, dan/atau
huru-hara.
10. Kadar maksimum adalah ukuran batas tertinggi suatu unsur pencemar dalam
air limbah yang diperbolehkan dibuang ke sumber air.
11. Kuantitas air limbah maksimum adalah volume air limbah terbanyak yang
diperbolehkan dibuang ke sumber air dalam setiap satuan produk.
12. Beban pencemaran maksimum adalah jumlah tertinggi suatu unsur pencemar
yang terkandung dalam air limbah.
13. Usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging gabungan adalah usaha dan/atau
kegiatan pengolahan daging yang bahan bakunya lebih dari satu jenis daging.

308
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 2
(1) Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang diatur dalam
Peraturan Menteri ini meliputi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging:
a. ayam;
b. sapi;
c. kerbau;
d. kuda;
e. kambing atau domba;
f. babi; dan/atau
g. gabungan.
(2) Jenis usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi kegiatan usaha dan/atau pengolahan daging yang
melakukan dan/atau tanpa kegiatan pemotongan hewan.

Pasal 3
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 wajib memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(2) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar
maksimum, kuantitas air limbah maksimum, dan beban pencemaran
maksimum.

Pasal 4
(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan baku mutu air limbah bagi
usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging dengan ketentuan sama atau
lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini.
(2) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan parameter tambahan di
luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri
ini setelah mendapat rekomendasi Menteri.
(3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Pasal 5
Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan

309
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dari usaha dan/atau kegiatan


pengolahan daging mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku
mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1),
diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan
daging sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL/
UPL.

Pasal 6
(1) Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan pengolahan daging mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat
daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5, maka dalam persyaratan izin pembuangan air
limbah diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian.
(2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi pemeriksaan
terhadap parameter tambahan diluar parameter sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging wajib:
a. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang
tidak melampaui baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Peraturan Menteri ini;
b. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan air limbah ke lingkungan;
c. memasang alat ukur debit atau laju alir limbah;
d. melakukan pencatatan pH air limbah harian dan debit air limbah harian yang
dibuang;
e. tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
f. melakukan pencatatan jumlah produk harian senyatanya;
g. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran air hujan;
h. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji;
i. memeriksa kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk
oleh Gubernur dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
Peraturan Menteri ini;
j. menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, jumlah produk,
dan kadar parameter air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf
f, dan huruf i secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan
kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur, Menteri, dan
instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

310
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

k. melaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan


Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta upaya
penanggulangannya paling lambat 2 (dua) kali dalam 24 (dua puluh empat)
jam.

Pasal 8
(1) Pejabat pemberi izin wajib mencantumkan baku mutu air limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6 dan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ke dalam persyaratan izin
pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh:
a. Bupati/walikota untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan pengolahan daging yang membuang air limbahnya ke sumber
air; atau
b. Menteri atau gubernur yang diberikan delegasi oleh Menteri sesuai
dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang mengatur
mengenai persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke
laut, untuk izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
pengolahan daging yang membuang air limbahnya ke laut.

Pasal 9
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu air limbah bagi
usaha dan/atau kegiatan pengolahan daging yang telah ditetapkan lebih
longgar sebelumnya melalui peraturan daerah wajib menyesuaikan dengan
Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.
(2) Dalam hal baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan
daging yang telah ditetapkan sebelumnya melalui peraturan daerah lebih
ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I Peraturan Menteri ini, baku mutu air limbah sebelumnya
dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal: 20 November 2008
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Ttd
RACHMAT WITOELAR

311
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Salinan sesuai dengan aslinya.


Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd
Ilyas Asaad.

Lampiran I
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 14 Tahun 2008
Tanggal : 20 November 2008

BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN


PENGOLAHAN DAGING

Parameter Kadar Maksimum Beban Pencemaran


(mg/L) Maksimum (kg/ton)
BOD 125 0.75
COD 250 1.5
TSS 100 0.6
Amonia (NH3-N) 10 0.06
Minyak dan Lemak 10 0.06
pH 6-9
Kuantitas air limbah 6 m3/ton produk
Maksimum

312
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.

Lampiran II
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor : 14 Tahun 2008
Tanggal : 20 November 2008

FORMAT HASIL PEMANTAUAN AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU


KEGIATAN PENGOLAHAN DAGING

313
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

314
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2008 Tentang


Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Di Daerah

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI


NOMOR 29 TAHUN 2008
TENTANG
PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan pengembangan


kawasan yang berpotensi sebagai pusat pertumbuhan wilayah,
mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah dan
mendorong pertumbuhan daerah tertinggal dan perbatasan
perlu dilakukan upaya pengembangan kawasan strategis cepat
tumbuh di daerah;
b. bahwa dalam pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh
di daerah, perlu mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan
komparatif dan kompetitif produk unggulan daerah dan daya
tarik kawasan di pasar domestik dan internasional;
c. bahwa untuk mengembangkan kawasan strategis cepat
tumbuh di daerah, diperlukan langkah yang terpadu,
komprehensif, dan berkelanjutan sesuai arah kebijakan
pembangunan nasional dan daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pengembangan
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005
tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

314
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perencanaan


Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 11).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH
DI DAERAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.

315
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan/atau


budidaya.
3. Daerah adalah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
4. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
5. Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta
wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala
nasional.
6. Kawasan Strategis adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
7. Kawasan Strategis Cepat Tumbuh adalah merupakan bagian kawasan strategis
yang telah berkembang atau potensial untuk dikembangkan karena memiliki
keunggulan sumber daya dan geografis yang dapat menggerakkan
pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya.
8. Rencana Induk adalah rencana pengembangan kawasan strategis di daerah
provinsi/kabupaten/kota, yang memuat kebijakan dan strategi pengelolaan
potensi, masalah dan peluang pengembangan kawasan, yang disusun ke
dalam skenario arah kebijakan pengembangan kawasan jangka menengah
dalam kurun waktu lima tahunan, yang diimplementasikan melalui rencana
pengusahaan dan rencana tindak.
9. Rencana Tindak adalah rencana implementasi pengembangan kawasan
strategis di daerah provinsi/kabupaten/kota yang disusun secara tahunan
dengan mengacu pada tahapan pembangunan lima tahunan sebagaimana
tercantum dalam Rencana Induk, memuat matriks rencana program dan
kegiatan, lokasi, jadwal pelaksanaan, instansi/pelaksana, proyeksi kebutuhan
pendanaan, sumber pendanaan, output, outcome, dan indikator keberhasilan.
10. Rencana Pengusahaan adalah rencana pengembangan sektor dan produk
unggulan sebagai penggerak perekonomian di kawasan strategis
provinsi/kabupaten/kota dalam kurun waktu lima tahunan sesuai dengan
Rencana Induk, yang memuat proyeksi pengembangan hulu-hilir sektor dan
produk unggulan, informasi dan akses pasar, akses permodalan, akses
teknologi, aksessibilitas prasarana (Infrastruktur) dan sarana pendukung
transportasi dan distribusi, guna meningkatkan produk-produk yang berdaya
saing di pasar lokal, pasar regional, pasar nasional dan pasar internasional.
11. Pusat Pertumbuhan adalah lokasi konsentrasi kegiatan ekonomi yang sudah
berkembang dan berfungsi sebagai pusat pelayanan perdagangaan, jasa, dan
industri pengolahan, sehingga berperan sebagai penggerak pertumbuhan
ekonomi wilayah tersebut dan daerah tertinggal di sekitarnya.

BAB II

316
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

PRINSIP DAN TUJUAN PENGEMBANGAN KAWASAN

Pasal 2
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di daerah diselenggarakan
berdasarkan prinsip :
a. penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan investasi;
b. kepastian hukum tentang jaminan keamanan investasi, kemudahan dan
transparansi pengelolaan perijinan usaha melalui pelayanan satu pintu,
keharmonisan hubungan investor dengan tenaga kerja, dan keadilan di antara
pelaku usaha di hulu dengan di hilir;
c. keterpaduan program dan kegiatan instansi sektoral di pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota, dengan kegiatan pelaku usaha dan masyarakat sesuai dengan
kebutuhan;
d. peningkatan keterkaitan bisnis yang saling menguntungkan antara pelaku
usaha skala besar, dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui
pemberdayaan masyarakat UMKM;
e. pengutamaan keterkaitan yang saling menguntungkan antarpelaku usaha dan
antarkawasan, seperti mengupayakan keterkaitan pengembangan pusat
pertumbuhan dengan sentra produksi di kawasan sekitarnya;
f. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya butan secara optimal dan
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
g. pengutamaan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna
meningkatkan dayaguna dan hasilguna industri pengolahan di dalam negeri
berbahan baku lokal dengan tujuan ekspor dalam bentuk barang jadi.

Pasal 3
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di daerah
provinsi/kabupaten/kota bertujuan :
a. meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk unggulan di kawasan;
b. meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pusat pertumbuhan;
c. mendorong peningkatan kerjasama pembangunan antarwilayah secara
fungsional, dan antardaerah yang relatif sudah berkembang dengan daerah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu keterpaduan sistem wilayah
pengembangan ekonomi;
d. mengoptimalkan pengelolaan potensi sumberdaya spesifik daerah
provinsi/kabupaten/kota bagi peningkatan perekonomian daerah dan
kesejahteraan masyarakat, yang berwawasan kelestarian lingkungan; dan
e. menciptakan perwujudan keterpaduan, keseimbangan dan keserasian
pertumbuhan antar wilayah.

BAB III

317
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

PEMILIHAN DAN PENETAPAN KAWASAN

Pasal 4
Suatu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena memiliki pengaruh
sangat penting dalam lingkup provinsi/kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan, dapat ditetapkan untuk dikembangkan menjadi kawasan
strategis cepat tumbuh daerah.

Pasal 5
Kawasan strategis cepat tumbuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat
dipilih, apabila memenuhi kriteria adanya:
a. komitmen politik kepala daerah dan DPRD provinsi/kabupaten/kota untuk
melaksanakan pengembangan kawasan secara berkelanjutan;
b. potensi yang besar ditinjau dari dukungan ketersediaan sumberdaya alam
yang meliputi sektor dan produk-produk unggulan yang dapat diperbaharui,
kesesuaian lahan, dan ketersedian pencadangan lahan bagi pengembangan
investasi, khususnya dalam mendorong industri pengolahan di dalam negeri
berbahan baku lokal sebagai potensi penggerak pengembangan perekonomian
kawasan secara berkelanjutan;
c. potensi infrastruktur atau prasarana dasar yang relatif memadai seperti jalan,
jembatan, air bersih, listrik, bahan bakar, dan telekomunikasi; serta sarana
penunjang, seperti alat angkutan/transportasi, gudang, pendingin
(coldstorage), peralatan pengolahan dan distribusi, sesuai kebutuhan
pengembangan bisnis sektor dan produk uggulan di kawasan;
d. keterkaitan pengelolaan pembangunan antarpusat pertumbuhan, dan pusat
pertumbuhan dengan daerah tertinggal di sekitarnya dalam suatu
keterpaduan sistem wilayah pengembangan ekonomi;
e. kelembagaan pengelolaan kawasan, serta pengelolaan bisnis sektor dan
produk unggulan kawasan, yang didukung dengan sistem dan mekanisme
pengelolaan pembangunan tahunan secara hirakhis fungsional mulai dari
tingkat pusat, tingkat provinsi, dan kabupaten/kota; dan
f. dukungan tenaga kerja terampil dan terdidik dalam mengelola bisnis sektor
dan produk unggulan kawasan.

Pasal 6
(1) Pemilihan dan penetapan kawasan strategis cepat tumbuh di daerah
berdasarkan pada:
a. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota;
b. hasii studi kelayakan lokasi; dan

318
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. kebijakan pengembangan kawasan daerah yang meliputi Rencana Induk,


Rencana Pengusahaan, dan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan.
(2) Pemilihan dan penetapan kawasan strategis cepat tumbuh di daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui proses koordinasi,
konsultasi, dan sinkronisasi kebijakan antar susunan pemerintahan.
(3) Penetapan Lokasi dan Rencana Induk pengembangan kawasan strategis cepat
tumbuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dipublikasikan oleh
pemerintah daerah kepada masyarakat dan dunia usaha secara transparan.

Pasal 7
(1) Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di daerah ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dengan
tembusan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

BAB IV
PENGEMBANGAN KAWASAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1) Pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di kecamatan merupakan
bagian dari pengembangan kawasan strategis kabupaten/kota;
(2) Pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di daerah kabupaten/kota
merupakan bagian dari Pengembangan kawasan strategis provinsi;
(3) Pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di daerah provinsi
merupakan bagian dari pengembangan kawasan strategis nasional.

Pasal 9
(1) Pelaku usaha baik skala mikro, kecil, menengah, dan besar merupakan pelaku
utama pengembangan sektor riil di kawasan strategis cepat tumbuh di daerah.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota memfasilitasi kegiatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).

Pasal 10
(1) Pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh oleh pemerintah daerah
provinsi atau kabupaten/kota diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pengembangan kawasan yang meliputi:
a. Rencana Induk;

319
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Rencana Pengusahaan; dan


c. Rencana Tindak.
(2) Penyusunan kebijakan pengembangan kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), melibatkan unsur perguruan tinggi, pelaku usaha sektor dan produk
unggulan, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga non pemerintah
lainnya.

Bagian Kedua
Rencana Induk

Pasal 11
Dalam penyusunan Rencana Induk pengembangan kawasan strategis cepat
tumbuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), pemerintah daerah
berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah.

Pasal 12
Rencana Induk Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, paling sedikit memuat:
a. hasil kajian menyeluruh terhadap semua aspek kunci pengembangan
Kawasan Strategis Cepat Tumbuh sebagai data dasar; dan
b. proyeksi arah, skenario, dan tahapan pengembangan kawasan dalam jangka
menengah.

Pasal 13
Kajian menyeluruh terhadap semua aspek kunci pengembangan kawasan sebagai
data dasar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, memuat identifikasi :
a. potensi kawasan yang terdiri dari:
1) sumberdaya alam sektor dan produk unggulan yang terfokus sebagai
penggerak perekonomian;
2) sumberdaya manusia dan kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan
pengembangan kawasan dan pengelolaan pengembangan bisnis; dan
3) sumberdaya prasarana dan sarana pendukung pengembangan bisnis
sektor dan produk unggulan.
b. kebijakan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah, dalam rangka
sinkronisasi dan keterpaduan kebijakan pengelolaan kawasan;
c. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah, dalam rangka konsistensi
penerapan rencana tata ruang wilayah;
d. faktor penghambat dan peluang dalam pengembangan sektor dan produk
unggulan; dan

320
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. berbagai peluang kerjasama antarwilayah terkait dengan semua aspek kunci


pengembangan kawasan.

Pasal 14
Proyeksi arah, skenario dan tahapan pengembangan kawasan dalam jangka
menengah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, paling sedikit memuat:
a. strategi, arah kebijakan, dan pentahapan pengembangan Kawasan Strategis
Cepat Tumbuh dalam jangka lima tahunan, yang dibagi ke dalam pencapaian
sasaran kuantitatif dan kualitatif setiap tahun;
b. setiap sasaran kuantitatif dan kualitatif per lima tahunan, disertai dengan
indikator keberhasilan dan tolok ukur pengembangan sektor dan produk
unggulan secara terfokus, dan pengembangan semua aspek kunci di kawasan;
dan
c. strategi, arah kebijakan, dan pentahapan pengembangan Kawasan Strategis
Cepat Tumbuh dikaitkan dengan upaya mendorong pembangunan daerah
tertinggal di sekitarnya.

Bagian Ketiga
Rencana Pengusahaan dan Rencana Tindak

Pasal 15
(1) Rencana Pengusahaan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh disusun dengan
mengacu pada Rencana Induk.
(2) Penyusunan Rencana Pengusahaan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setiap 5 (lima) tahun dan
dapat ditinjau kembali setiap tahun.

Pasal 16
(1) Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh disusun
dengan mengacu pada :
a. Rencana Induk; dan
b. Rencana Pengusahaan.
(2) Penysunan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setiap tahun.
(3) Penyusunan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Strategis Cepat
Tumbuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan secara terpadu
melalui proses musyawarah perencanaan pembangunan (MUSRENBANG) di
daerah.

Bagian Keempat
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh

321
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Khusus Bidang Ekonomi

Pasal 17
(1) Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Khusus Bidang Ekonomi di
daerah dapat dikembangkan dari sinkronisasi dan optimalisasi berbagai
program sektoral dan program pengembangan kewilayahan yang telah
berkembang di daerah.
(2) Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Khusus Bidang Ekonomi di
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seperti: Kawasan Agropolitan,
Kawasan Minapolitan, Kawasan Sentra Produksi, Kawasan Usaha Agribisnis
Terpadu, Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN), Kawasan
Usaha Peternakan (KUNAK), Kawasan Industri Peternakan (KINAK),
Kawasan Sentra Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kota Transmigrasi
Mandiri (KTM), Kawasan Bahari Terpadu (KBT), Kawasan Sentra Budidaya
Perikanan, Kawasan Pariwisata, Kawasan Industri Kecil dan Menengah, dan
kawasan sejenis lainnya.

BAB V
KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN

Pasal 18
(1) Penyusunan Rencana Induk, Rencana Pengusahaan, Rencana Tindak, dan
pengelolaan kawasan Strategis cepat tumbuh di daerah, dapat dilakukan
dengan kerjasama antarpemerintah daerah.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan
keterkaitan fungsional kawasan yang akan dikembangkan.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), melibatkan
unsur perguruan tinggi, pelaku usaha sektor dan produk unggulan, lembaga
swadaya masyarakat, dan lembaga non pemerintah lainnya.

Pasal 19
Kerjasama pengembangan kawasan Strategis cepat tumbuh antarpemerintah
daerah dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

Pasal 20
(1) Bupati/Walikota melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pengembangan kawasan di wilayahnya.

322
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan


kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh
Bupati/Walikota kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali setiap tahun
secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 21
(1) Gubernur melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya.
(2) Hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengembangan
kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur
kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen terkait paling sedikit 2 (dua) kali setiap tahun
secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 22
Menteri Dalam Negeri bersama Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen terkait, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah.

Pasal 23
Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21,
dan Pasal 22, menjadi bahan pembinaan dan pengawasan oleh penyelenggara
pemerintahan sesuai dengan kewenangannya.

BAB VII
PEMBINAAN

Pasal 24
Dalam pengembangan kawasan Strategis cepat tumbuh di daerah, pemerintah dan
pemerintah daerah bertanggungjawab terhadap :
a. peningkatan sumberdaya pengelola kawasan, serta pengelola pengusahaan
sektor dan produk unggulan;
b. penetapan kebijakan terkait dengan pemberdayaan masyarakat,
pengembangan akses modal, pasar, teknologi, data dan informasi bisnis, dan
iklim usaha yang kondusif; dan
c. penyediaan infrastruktur kawasan.

Pasal 25
(1) Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Menteri Dalam Negeri bersama Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non

323
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Departemen terkait, melakukan pembinaan pengembangan kawasan yang


meliputi :
a. pemberian pedoman; dan
b. fasilitasi kegiatan koordinasi, sinkronisasi, konsultasi, serta sinergitas
kebijakan dan program/kegiatan antarsektor, antarprovinsi, dan
antarpelaku usaha skala nasional.
(2) Fasilitasi kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
diselenggarakan melalui forum temu diskusi dan rapat kerja nasional.

Pasal 26
(1) Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Gubernur melakukan pembinaan pengembangan kawasan yang meliputi :
a. penetapan panduan teknis pelaksanaan skala provinsi; dan
b. fasilitasi kegiatan koordinasi, sinkronisasi, konsultasi, serta sinergitas
kebijakan dan program/kegiatan antarsektor, antarkabupaten/kota, dan
antar pelaku usaha skala provinsi.
(2) Fasilitasi kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
diselenggarakan melalui forum temu diskusi dan rapat kerja provinsi.

Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
Bupati/Walikota melakukan pembinaan pengembangan kawasan yang
meliputi :
a. penetapan panduan teknis pelaksanaan skala kabupaten/kota; dan
b. fasilitasi kegiatan koordinasi, sinkronisasi, konsultasi, dan sinergitas
program antarsektor dan antar pelaku usaha skala Kabupaten/Kota.
(2) Fasilitasi kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
diselenggarakan melalui forum temu diskusi dan rapat kerja kabupaten/kota.

BAB VIII
PENDANAAN

Pasal 28
(1) Pendanaan pembinaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di
tingkat Pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pendanaan pembinaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di
tingkat Provinsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi.
(3) Pendanaan pembinaan pengembangan kawasan strategis cepat tumbuh di
tingkat kabupaten/kota bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten/Kota.

324
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 29
Untuk mendorong optimalisasi kegiatan sektor riil pada kawasan strategis cepat
tumbuh di daerah, pendanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28,
dapat berasal dari :
a. sumber lain yang sah dan tidak mengikat; dan
b. investasi pelaku usaha dan masyarakat.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2008
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd.
H. MARDIYANTO

325
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140/2/2008 Tentang


Penetapan Dan Pelepasan Rumpun Atau Galur Ternak

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Permentan/OT.140/2/2008
TENTANG
PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi


strategis dalam usaha peternakan yang berorientasi pada
agribisnis untuk menghasilkan ternak unggul;
b. bahwa pada beberapa wilayah sumber bibit ternak telah
terbentuk rumpun atau galur ternak yang mempunyai
keunggulan tertentu;
c. bahwa untuk mencegah kemungkinan pengambilan secara
ilegal rumpun atau galur ternak unggul atau yang telah
terbentuk di suatu wilayah tersebut, pemerintah perlu
memberikan perlindungan hukum melalui penetapan, dan
pelepasan rumpun atau galur ternak yang bersangkutan;
d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu
mengatur penetapan, dan pelepasan rumpun atau galur ternak;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang

325
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan


Lembaran Negara Nomor 4548);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4347);
7. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
9. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian,
juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.
140/2/2007;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
36/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak
Nasional;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PENETAPAN,
DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK.

326
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Bibit Ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.
2. Rumpun adalah segolongan hewan dari suatu spesies yang mempunyai
karakteristik luar serta sifat keturunan yang sama.
3. Galur adalah sekelompok individu ternak dalam satu rumpun yang
dikembangkan untuk tujuan pemuliaan dan/atau karakteristik tertentu.
4. Silsilah adalah catatan mengenai asal usul keturunan ternak yang meliputi
nama, nomor dan performa dari ternak dan tetua penurunnya.
5. Pemuliaan Ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah frekuensi
gen/genotype pada sekelompok ternak dari suatu rumpun atau galur ternak
guna mencapai tujuan tertentu.
6. Standar Bibit adalah spesifikasi teknis yang disusun berdasarkan konsensus
semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat kesehatan, keamanan
hayati, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7. Penetapan Rumpun atau Galur Ternak adalah pengakuan pemerintah
terhadap suatu rumpun atau galur ternak yang telah ada di suatu wilayah
sumber bibit yang secara turun temurun dibudidayakan peternak dan menjadi
milik masyarakat.
8. Pengujian adalah proses pemeriksaan terhadap sifat kualitatif dan kuantitatif
rumpun atau galur ternak melalui uji teknis yang dilaksanakan oleh instansi
yang ditunjuk.
9. Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak adalah pengakuan pemerintah terhadap
suatu rumpun atau galur ternak unggul hasil pemuliaan atau introduksi yang
dapat disebarluaskan.
10. Uji Performa adalah metode pengujian untuk memilih ternak bibit berdasarkan
sifat kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran, penimbangan dan
penilaian.
11. Uji Observasi adalah suatu uji penilaian ciri spesifik kualitatif, kuantitatif,
reproduksi dan wilayah sebaran.
12. Wilayah sebaran adalah lokasi ternak yang telah ada secara turun temurun
dibudidayakan oleh peternak.

Pasal 2
(1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan permohonan, pengujian,
penilaian, pemberian nama, penetapan atau pelepasan, dan penarikan kembali
rumpun atau galur ternak.

327
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Peraturan ini bertujuan untuk menjamin tersedianya bibit ternak yang
memenuhi standar atau persyaratan, memberikan perlindungan hukum
terhadap rumpun atau galur ternak yang ditetapkan atau dilepas,
memasyarakatkan, dan mendorong pelaku agribisnis dalam menghasilkan
rumpun atau galur ternak unggul.

Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan ini meliputi Permohonan; Pengujian; Penilaian;
Penamaan; dan Penarikan Rumpun atau Galur Ternak.
BAB II
PERMOHONAN

Pasal 4
(1) Rumpun atau galur ternak yang akan ditetapkan atau dilepas diajukan
permohonan kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. Bupati/Walikota apabila sebaran wilayah kabupaten/kota;
b. Gubernur apabila sebaran wilayahnya lebih dari satu kabupaten/kota;
(3) Permohonan pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. pemulia;
b. perguruan tinggi;
c. lembaga penelitian dan pengembangan;
d. kelompok peternak, gabungan kelompok peternak, korporasi dan asosiasi;
e. badan hukum;
f. pemerintah/pemerintah daerah.

Pasal 5
Permohonan penetapan atau pelepasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. asal usul/silsilah ternak;
b. metode dan cara mendapatkan rumpun untuk pelepasan;
c. sifat kualitatif dan kuantitatif;
d. wilayah sebaran untuk penetapan.

Pasal 6
Sifat kualitatif dan kuantitatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, yaitu:
a. sifat kualitatif meliputi ciri khas suatu rumpun atau galur ternak, antara lain
penampilan luar seperti warna, bentuk yang dapat dibedakan dengan rumpun
atau galur ternak lainnya;
b. sifat kuantitatif meliputi sifat produksi dan reproduksi.

328
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 7
Permohonan penetapan atau pelepasan rumpun atau galur ternak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir
model-1 dan -2 seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan peraturan ini.

BAB III
PENGUJIAN
Bagian Kesatu
Penetapan

Pasal 8
(1) Setiap permohonan penetapan rumpun atau galur ternak yang telah
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan pengujian.
(2) Pengujian untuk penetapan sebagaimana pada ayat (1) dilakukan melalui uji
observasi terhadap dipenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.
(3) Rumpun atau galur yang akan ditetapkan paling kurang memiliki nilai
populasi efektif 50.

Pasal 9
(1) Penilaian dan evaluasi dalam rangka penetapan rumpun atau galur ternak
dilakukan oleh Komisi Penilaian, Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau
Galur Ternak.
(2) Jangka waktu penyelesaian penetapan rumpun atau galur ternak terhitung
sejak diterimanya surat permohonan ditetapkan untuk ternak unggas,
ruminansia besar, ruminansia kecil dan non ruminansia selama 1 (satu) bulan.

Bagian Kedua
Pelepasan

Pasal 10
(1) Setiap permohonan pelepasan rumpun atau galur ternak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan pengujian.
(2) Pengujian untuk pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui uji performa sifat kualitatif dan kuantitatif diberbagai agro ekosistem.
(3) Uji performa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mengikuti metode
pengujian seperti tercantum pada Lampiran II sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan peraturan ini.

329
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 11
(1) Pengujian dilakukan oleh laboratorium yang telah diakreditasi atau lembaga
seperti tercantum pada Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dengan peraturan ini.
(2) Jangka waktu penyelesaian pelepasan rumpun atau galur ternak terhitung
sejak diterimanya surat permohonan ditetapkan untuk ternak unggas selama
6 (enam) bulan, ruminansia besar 1 (satu) tahun, ruminansia kecil 9 (sembilan)
bulan dan non ruminansia selama 9 (sembilan) bulan.
(3) Pelepasan rumpun atau galur ternak dapat dilakukan apabila:
a. produsen memberikan jaminan terjaganya mutu rumpun atau galur
ternak dan kontinuitas ketersediaannya;
b. memberikan perlindungan bahwa rumpun atau galur ternak mempunyai
standar produktivitas yang telah teruji;
c. khusus rekayasa genetik dari impor atau produksi dalam negeri harus
dilengkapi dengan dokumen yang substansinya mempunyai persyaratan
keamanan hayati dan atau keamanan pangan sesuai persyaratan yang
berlaku.

BAB IV
PENILAIAN

Pasal 12
(1) Hasil pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dinilai dan dievaluasi
oleh Komisi Penilaian, Penetapan, dan Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak.
(2) Dalam melakukan penilaian, Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat mengundang narasumber yang memiliki keahlian tertentu sesuai
dengan kebutuhan.

Pasal 13
(1) Pembentukan dan susunan keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
tersendiri.
(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kompetensi Tim yang terkait dengan jenis ternak yang akan ditetapkan.

Pasal 14
(1) Penilaian terhadap rumpun atau galur ternak, antara lain meliputi
karakteristik sifat-sifat dan/atau produktivitas, seperti:
a. deskripsi;
b. silsilah/asal usul;

330
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. produktivitas;
d. sifat-sifat unggul yang dianggap perlu dan spesifik.
(2) Deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, seperti tercantum
pada Lampiran IV sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan
ini.

BAB V
PENAMAAN

Pasal 15
(1) Pemohon harus mencantumkan nama rumpun atau galur ternak yang akan
dilepas.
(2) Nama rumpun atau galur ternak yang diusulkan untuk dilepas harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menggunakan bahasa Indonesia, maksimal 2 (dua) kata;
b. belum pernah ada nama rumpun atau galur ternak yang sama;
c. tidak menggunakan nama alam, orang terkenal, simbol kenegaraan,
pewayangan.
(3) Apabila tidak ada pengusulan nama, Menteri Pertanian berhak memberikan
nama berdasarkan saran Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
BAB VI
PENARIKAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

Pasal 16
Rumpun atau galur ternak yang telah dilepas dapat ditarik kembali apabila:
a. membahayakan keamanan hayati terkait dengan ketersediaan pangan, pakan
dan kelestarian lingkungan;
b. membahayakan kesehatan manusia;
c. tidak lagi sesuai dengan deskripsi yang telah ditetapkan.

Pasal 17
Direktur Jenderal Peternakan dengan disertai saran dan pertimbangan dari Komisi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, melaporkan kepada Menteri untuk
melakukan penarikan kembali dan pembatalan Keputusan Menteri Pertanian
tentang pelepasan rumpun atau galur ternak yang bersangkutan.

BAB VII
PENUTUP

Pasal 18
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

331
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Pebruari 08
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:


1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Dalam Negeri;
3. Menteri Keuangan;
4. Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengajian dan Penerapan
Teknologi;
5. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaa Pembangunan Nasional;
6. Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia;
7. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Pertanian;
8. Gubernur provinsi di seluruh Indonesia;
9. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan
provinsi di seluruh Indonesia;
10. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
11. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Fermentan/OT.140/2/2008
TANGGAL : 27 Pebruari 2008

FORMULIR PERMOHONAN PENETAPAN DAN PELEPASAN


RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

NO. KODE NAMA FORMULIR


1 2 3
1. Formulir Model -1 Permohonan Penetapan Rumpun atau Galur
Ternak
2. Formulir Model -2 Permohonan Pelepasan Rumpun atau Galur
Ternak

332
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

FORMULIR -1

PERMOHONAN PENETAPAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Permohonan Izin Penetapan
Rumpun dan/atau Galur Ternak.

Kepada Yth. :
Menteri Pertanian
melalui
Direktur Jenderal Peternakan
di -
Jakarta

Dengan hormat,

333
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini:


1. N a m a : .................................................................................
2. A l a m a t : .................................................................................
.................................................................................
3. Bentuk Usaha : Perorangan/Badan Hukum/Instansi Pemerintah *)

Mengajukan permohonan izin untuk menetapkan Rumpun dan/atau Galur Ternak ............yang
merupakan hasil pemuliaan/introduksi/rekayasa genetik/karakterisasi ternak yang sudah ada
di wilayah dan dibudidayakan peternak dan menjadi milik masyarakat*).
Untuk kejelasan deskripsi Rumpun dan/atau Galur Ternak saya/kami lampirkan datadata dan
photo warna tentang:

1. Asal usul/silsilah;
2. Metode dan cara mendapatkan rumpun dan/atau galur*) ternak;
3. Sifat-sifat;
4. Ketahanan terhadap penyakit;
5. Mutu hasil;
6. ........................................................ **)
7. ........................................................ **)
8. ........................................................ **)

Demikian disampaikan untuk pengkajian dan penilaian lebih lanjut.

Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.

..........................,........................
Nama dan tanda tangan pemohon
Materai secukupnya.

(Nama lengkap)
Keterangan :
*) Coret yang tidak perlu.
**) tambahkan sesuai spesifikasi ternak.

FORMULIR -2

PERMOHONAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Permohonan Izin Pelepasan
Rumpun dan/atau Galur Ternak.

Kepada Yth :
Menteri Pertanian
Melalui

334
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Direktur Jenderal Peternakan


di-
Jakarta

Dengan hormat,
Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini:
1. N a m a : .................................................................................
2. A l a m a t : .................................................................................
3. Bentuk Usaha : Perorangan/Badan Hukum/Instansi Pemerintah *)

Mengajukan permohonan izin untuk melepas Rumpun dan/atau Galur Ternak ...... yang
merupakan hasil Pemuliaan/introduksi/rekayasa genetic/karakterisasi ternak yang sudah ada di
wilayah dan dibudidayakan peternak dan menjadi milik masyarakat*). Untuk kejelasan
deskripsi Rumpun dan atau Galur ternak saya/kami lampirkan data-data dan foto warna
tentang:
1. Asal usul/silsilah;
2. Metode dan cara mendapatkan rumpun dan/atau galur*) ternak;
3. Sifat-sifat;
4. Ketahanan terhadap penyakit;
5. Mutu hasil;
6. ........................................................ **)
7. ........................................................ **)
8. ........................................................ **)

Demikian disampaikan untuk pengkajian dan penilaian lebih lanjut.


Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.

...........................,......................
Nama dan tanda tangan pemohon
Materai secukupnya.

(Nama lengkap)

Keterangan :
*) Coret yang tidak perlu.
**) tambahkan sesuai spesifikasi ternak.

LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Fermentan/OT.140/2/2008
TANGGAL : 27 Pebruari 2008

METODA UJI PERFORMA RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

335
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Dalam rangka penetapan dan/atau pelepasan rumpun atau galur ternak perlu
dilakukan penetapan metoda uji Performa dengan memenuhi kaidah-kaidah
tertentu.

1. Ruang lingkup:
Uji Performa, Sifat-sifat produksi, adaptasi, prolifikasi, pertumbuhan, efisiensi
pertumbuhan.

2. Tujuan:
Merupakan uji lapang untuk mengetahui atau memperoleh data keunggulan
dan interaksinya terhadap lingkungan dari calon rumpun atau galur yang
akan dilepas.

3. Bahan Pengujian:
Rumpun atau galur ternak yang akan dilepas.

4. Metoda:
a. lokasi merupakan wilayah sentra produksi rumpun atau galur ternak yang
bersangkutan.
b. jumlah ternak uji sekurang-kurangnya satu (1) % dari ternak yang diuji.

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Fermentan/OT.140/2/2008
TANGGAL : 27 Pebruari 2008

336
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LEMBAGA PENGUJIAN PENETAPAN, DAN PELEPASAN


RUMPUN ATAU GALUR TERNAK

337
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

338
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN IV : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Fermentan/OT.140/2/2008
TANGGAL : 27 Pebruari 2008

DESKRIPSI PENETAPAN, DAN PELEPASAN


RUMPUN ATAU GALUR ERNAK

A. Penetapan
1. Nama dan alamat pengusul
2. Nama rumpun atau galur ternak
3. Ciri spesifik sifat kualitatif (sapi, domba, kambing, ayam, itik, dsb)
a. warna;
b. bentuk tubuh dan bagian tubuh;
c. suara (ayam).

4. Ciri spesifik sifat kuantitatif:


a. bobot badan;
b. tinggi badan;
c. panjang badan;
d. lingkar dada;
e. produksi susu/telur/daging.

5. Ciri spesifik sifat reproduksi (dewasa kelamin)


a. dewasa kelamin;
b. umur sapih

6. Wilayah sebaran

B. Pelepasan
1. Nama dan alamat pengusul.
2. Nama rumpun atau galur ternak.
3. Ciri spesifik sifat kualitatif (warna, bentuk pada sapi, domba, kambing,
ayam, itik, dsb).
4. Ciri spesifik sifat produksi (bobot badan, tinggi badan, panjang badan,
produksi susu atau telur).
5. Ciri spesifik sifat reproduksi (dewasa kelamin).
6. Metode pemuliaan.

339
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

340
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/1/2008 Tentang


Syarat Dan Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak Dan
Ternak Potong

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008
TENTANG
SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan benih, bibit ternak


dan ternak potong di dalam negeri serta dalam upaya
peningkatan penerimaan devisa negara dapat dilakukan
melalui kegiatan pemasukan dan pengeluaran benih, bibit
ternak dan ternak potong dari dan ke luar wilayah negara
Republik Indonesia;
b. bahwa untuk mempertahankan wilayah Republik Indonesia
dari status bebas Penyakit Hewan Menular Utama (PHMU),
melindungi sumberdaya genetik ternak dan konsumen, maka
untuk pemasukan dan pengeluaran benih, bibit ternak dan
ternak potong dari dan ke luar wilayah negara Republik
Indonesia harus memenuhi persyaratan;
c. bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, untuk pemasukan dan pengeluaran benih,
bibit ternak dan ternak potong menjadi kewenangan
Pemerintah;
d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu
menetapkan Syarat dan Tatacara Pemasukan dan Pengeluaran
Benih, Bibit Ternak Dan Ternak Potong dari dan ke luar
wilayah negara Republik Indonesia

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);

339
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina


Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing the World Trade Organization)
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3564 );
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839); juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti UndangPemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit
Ternak & Ternak Potong Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Nomor 28
Tahun 1983, tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4498);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten /Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4347);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun
2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

340
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan


Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
junco Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/
OT.140/2/2007
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian; juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumberdaya genetik Ternak;
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Kpts/OT.140/8/2006
tentang Sistem Perbibitan Ternak Nasional.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SYARAT
DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Pemasukan Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong adalah serangkaian
kegiatan untuk memasukan benih, bibit ternak dan ternak potong dari luar
negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia baik untuk pemenuhan
kebutuhan benih, bibit ternak dan ternak potong dalam negeri.
2. Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong adalah serangkaian
kegiatan untuk mengeluarkan benih, bibit ternak dan ternak potong dari
wilayah Negara Republik Indonesia ke luar negeri.
3. Benih adalah hasil pemuliaan ternak yang berupa mani (semen), sel (oocyt),
telur tetas dan embrio.
4. Bibit ternak adalah semua hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan
tertentu untuk dikembang biakan.

341
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Ternak potong adalah ternak sapi, kerbau, kambing, domba, babi, kuda,
unggas dan ternak lain yang tujuan pemeliharaannya sebagai penghasil daging.
6. Negara asal pemasukan yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu
negara yang mengeluarkan benih, bibit ternak dan ternak potong ke suatu
tempat pemasukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
7. Negara tujuan adalah suatu negara yang menerima benih, bibit ternak dan
ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia.
8. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan
karantina masuk ke, tersebar di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik
Indonesia.
9. Surat Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disingkat SPP adalah
keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya,
kepada perorangan atau badan hukum atau instansi pemerintah untuk dapat
melakukan pemasukan benih, bibit ternak atau ternak potong dari luar negeri
ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
10. Surat Persetujuan Pengeluaran yang selanjutnya disingkat SPP-l adalah
keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya,
kepada perorangan atau badan hukum atau instansi pemerintah untuk dapat
melakukan pengeluaran benih, bibit ternak atau ternak potong ke luar wilayah
negara Republik Indonesia.
11. Persyaratan Kesehatan Hewan (Health Requirements) adalah persyaratan
dibidang kesehatan hewan yang ditetapkan negara tujuan yang memuat status
kesehatan hewan di negara asal, status kesehatan hewan di peternakan asal,
dan perlakuan kesehatan hewan serta tindakan karantina yang harus dipenuhi
oleh negara asal.
12. Dokumen Kesehatan Hewan adalah surat keterangan yang menyatakan
pemenuhan persyaratan kesehatan hewan sebagaimana ditentukan dalam
Health Requirements yang ditetapkan oleh negara tujuan dan dikeluarkan
secara sah oleh pejabat kesehatan hewan yang berwenang di negara asal atau
surat keterangan asal yang menyatakan pemenuhan persyaratan kesehatan
hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan yang berwenang di
Kabupaten/Kota setempat.
13. Kesejahteraan Hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan
keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang
harus diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan
orang atau badan hukum yang tidak layak terhadap hewan, termasuk ternak
yang dimanfaatkan manusia.
14. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disingkat HPHK
adalah semua hama, hama penyakit dan penyakit hewan yang berdampak
sosio ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan

342
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut


tingkat resikonya.
15. Penyakit Hewan Menular Utama yang selanjutnya disingkat PHMU adalah
penyakit-penyakit yang mempunyai daya penularan cepat dan berdampak
sosial ekonomi dan/atau yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
masyarakat yang serius serta merupakan penyakit yang penting didalam
perdagangan hewan serta produk hewan secara internasional yang disebabkan
oleh virus, parasit, bakteri dan prion yang mengacu pada daftar penyakit
hewan menular Office International des Epizooties (OIE)/World Organization
for Animal Health (WOAH).
16. Penyakit Hewan Eksotik adalah penyakit yang belum pernah terjadi atau
muncul di suatu negara atau wilayah baik secara klinis, epidemiologis maupun
laboratoris. (catatan termasuk HPHK).
17. Dinas adalah instansi pemerintah daerah yang menangani fungsi Peternakan
dan/atau Kesehatan Hewan.
Pasal 2
(1). Peraturan ini dimaksudkan sebagai:
a. acuan bagi perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang
melakukan kegiatan pemasukan dan/atau pengeluaran benih, bibit ternak
dan ternak potong dari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia;
b. pedoman bagi aparatur pemerintah di Pusat dan Daerah yang bertanggung
jawab dibidang pengawasan terhadap kegiatan pemasukan dan/atau
pengeluaran benih, bibit ternak dan ternak potong dari dan ke luar wilayah
Negara Republik Indonesia;
(2). Peraturan ini bertujuan untuk :
a. menjaga kelestarian sumberdaya genetik dan keamanan hayati serta
meningkatkan keragaman genetik ternak;
b. mencegah kemungkinan masuk dan menyebarnya PHMU/HPHK dan
penyakit hewan eksotik ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
c. menjamin ketersediaan benih, bibit ternak secara berkesinambungan;
d. melindungi konsumen dari benih, bibit ternak dan ternak potong yang
tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan;
e. meningkatkan penerimaan devisa negara.

Pasal 3
Ruang lingkup peraturan ini meliputi pemasukan dan pengeluaran benih, bibit
ternak dan ternak potong, pengemasan dan pengangkutan, pengawasan, serta
sanksi.

BAB II
PEMASUKAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG

343
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Pemasukan benih, bibit ternak dan/atau ternak potong dapat dilakukan oleh
perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah.
(2) Pemasukan benih, bibit ternak dan/atau ternak potong sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, pengembangan
agribisnis peternakan atau pengembangan benih, bibit ternak dan/atau ternak
potong.
(3) Pemasukan benih, bibit ternak dan ternak potong sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan setelah mendapat SPP dari Menteri.
(4) Pelaksanaan pemberian SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan
oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri Pertanian.

Pasal 5
Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang memasukan benih, bibit
ternak dan ternak potong wajib mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya
HPHK dan/atau PHMU atau penyakit hewan eksotik dan bertanggung jawab
terhadap perlindungan sumberdaya genetik ternak, serta menjaga kelangsungan
pengembangan populasi ternak dalam negeri.

Bagian Kedua
Persyaratan Pemasukan Benih Dan/atau Bibit Ternak

Pasal 6
(1) Perorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
yang melakukan pemasukan benih dan/atau bibit ternak harus memenuhi
persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan kesehatan
hewan serta mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
karantina hewan.
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi Instansi pemerintah yang melakukan pemasukan benih dan/atau bibit
ternak.

Pasal 7
(1) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) yang
berlaku bagi perorangan meliputi :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. Kartu Tanda Penduduk/Tanda Pengenal Pimpinan Perusahaan;
c. Rekomendasi teknis dari Dinas Provinsi

344
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) yang
berlaku bagi badan hukum meliputi:
a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Surat Tanda Daftar Perdagangan (STDP);
d. Angka Pengenal Impor Umum (APIU);
e. Kartu Tanda Penduduk/Tanda Pengenal Pimpinan Perusahaan dan
f. Akta Pendirian Perusahaan

Pasal 8
(1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi
persyaratan kesehatan hewan (certificate of animal health), sertifikat asal usul
benih atau bibit ternak (pedigree) dan persyaratan negara asal (certificate of
origin)
(2) Selain Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk masing-
masing jenis benih atau bibit ternak yang akan dimasukan harus memenuhi
persyaratan teknis minimal seperti tercatum pada lampiran-I sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Pasal 9
(1) Suatu negara dapat ditetapkan sebagai negara asal pemasukan benih atau
bibit ternak oleh Menteri, setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan
tersendiri yang keanggotaannya terdiri dari unsur Direktorat Jenderal
Peternakan dan Badan Karantina Pertanian
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam memberikan pertimbangan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian
kesehatan hewan dan penilaian karantina hewan.
(4) Pelaksanaan penetapan negara asal pemasukan benih atau bibit ternak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Direktur Jenderal
Peternakan atas nama Menteri.

Pasal 10
Penilaian kesehatan hewan dan penilaian karantina hewan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3), dilakukan dengan menggunakan kriteria penilaian sebagai
berikut:
a. kewenangan, infrastruktur dan struktur organisasi kesehatan hewan dan
karantina hewan
b. pelaksanaan surveilans penyakit/pengamatan hphk dan/atau phmu;
c. sistem informasi dan tata cara pelaporan penyakit hewan;
d. sistem identifikasi peternakan (farm) dan hewan;

345
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. status penyakit hewan karantina;


f. pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan;
g. status vaksinasi;
h. status HPHK dan/atau PHMU di wilayah yang berbatasan;
i. tingkat perlindungan hewan;
j. hambatan fisik dan non fisik dengan wilayah yang berbatasan;
k. pelaksanaan pengawasan lalulintas hewan;
l. demografi ternak dan pemasarannya;
m. kesiagaan darurat HPHK dan/atau PHMU dan;
n. perkarantinaan hewan di negara asal.

Bagian Ketiga
Persyaratan Pemasukan Ternak Potong

Pasal 11
(1) Pemasukan ternak potong hanya dapat dilakukan oleh badan hukum
(2) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memenuhi
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), harus
memenuhi persyaratan teknis yang meliputi persyaratan kesehatan hewan
(certificate of animal health), sertifikat asal-usul ternak potong dan
persyaratan negara asal (certificate of origin)
(3) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ternak potong yang
dimasukan harus memenuhi persyaratan teknis minimal seperti tercantum
pada lampiran-I sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini.

Bagian Keempat
Tata Cara Pemasukan

Pasal 12
(1) Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang melakukan kegiatan
pemasukan benih, bibit ternak dan/atau ternak potong wajib menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Pusat Perizinan
dan Investasi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kepala Badan Karantina Pertanian, dengan menggunakan formulir model-1
seperti tercantum pada lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dengan peraturan ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan:
a. nama perusahaan;
b. alamat perusahaan;
c. negara asal;

346
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. daerah tujuan;
e. tanggal pemasukan;
f. jenis, kuantitas dan peruntukan
g. rekomendasi teknis dari Dinas Provinsi.
h. instalasi karantina hewan untuk tempat tindakan karantina di
pelabuhan/bandara/daerah tujuan/pemasukan;
(3) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi setelah menerima permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) hari kerja harus segera memberikan jawaban ditunda atau ditolak.

Pasal 13
(1) Permohonan ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), apabila
masih ada kekurangan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 yang harus dilengkapi dan diberitahukan kepada pemohon
secara tertulis menggunakan formulir model-2 seperti tercantum pada
lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(2) Pemohon dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah
melengkapi kekurangan persyaratan administrasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon
belum melengkapi kekurangan persyaratan administrasi, permohonan
dianggap ditarik kembali.

Pasal 14
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) ditolak, apabila
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak benar
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
kepada pemohon secara tertulis yang disertai alasan penolakannya dengan
menggunakan formulir model -3 seperti tercantum pada lampiran-III sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
Pasal 15
(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administrasi, oleh Kepala
Pusat Perizinan dan Investasi disampaikan kepada Direktur Jenderal
Peternakan dan Kepala Badan Karantina Pertanian.
(2) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan analisa teknis benih, bibit ternak dan/atau
ternak potong terhadap dipenuhinya persyaratan teknis dan persyaratan
kesehatan hewan.
(3) Kepala Badan Karantina Pertanian melakukan analisa teknis di bidang
karantina hewan.

347
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Hasil analisa teknis dari Kepala Badan Karantina sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Pusat Perizinan dan Investasi untuk
diteruskan kepada Direktur Jenderal Peternakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menerbitkan SPP.

Pasal 16
(1) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
hari kerja setelah menerima pertimbangan teknis dari Kepala Badan Karantina
Pertanian menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
(2) Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Badan
Karantina Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan setelah
dilakukan analisa teknis kesehatan hewan benih, bibit ternak dan/atau ternak
potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) paling lama dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sudah harus memberikan jawaban
penolakan atau persetujuan

Pasal 17
Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) oleh
Direktur Jenderal Peternakan diberikan secara tertulis dengan disertai alasan yang
disampaikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi
dengan menggunakan formulir model -4 seperti tercantum pada lampiran-III
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 18
(1) Permohonan yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(2) diterbitkan SPP oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri dalam
bentuk Keputusan Menteri dengan mengunakan formulir model -5 seperti
tercantum pada lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
peraturan ini.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon
melalui Kepala Pusat Perijinan dan Investasi dengan tembusan disampaikan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Departemen Keuangan, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Balai
Besar/Balai/Stasiun Karantina Hewan tempat pemasukan.

Pasal 19
(1) Perorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang telah memperoleh
SPP dari Direktur Jenderal Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 18
ayat (1) dapat memasukan benih, bibit ternak dan/atau ternak potong.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak diterbitkan.

348
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Apabila terjadi wabah penyakit hewan di negara asal, SPP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak berlaku.
(4) Perorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang melakukan
pemasukan benih, bibit ternak dan/atau ternak potong wajib memberikan
laporan realisasi pemasukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan
tembusan disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Kepala
Pusat Perizinan dan Investasi, dan Kepala Dinas di Provinsi yang menerbitkan
rekomendasi paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah pemasukan.

BAB III
PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 20
(1) Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak dapat dilakukan oleh perorangan,
badan hukum atau instansi pemerintah.
(2) Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan untuk keperluan penelitian, memberikan nilai tambah bagi
pemberdayaan peternak, dan peningkatan devisa.
(3) Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan setelah mendapat SPP-l Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri.

Pasal 21
(1) Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan
benih, bibit ternak dan ternak potong ke luar wilayah negara Republik
Indonesia wajib memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan ini.
(2) Jenis dan daerah asal benih dan/atau bibit ternak yang dapat dikeluarkan
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan
benih, bibit ternak dan ternak potong wajib mempertahankan kelestarian
sumberdaya genetik di dalam negeri.
(4) Selain memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) pengeluaran benih dan/atau bibit ternak dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan populasi ternak untuk kebutuhan dalam negeri
berdasarkan kajian teknis yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan
setelah mendapat saran dan pertimbangan dari Komisi Bibit Ternak Nasional,
dan Komisi Nasional Sumber Daya Genetik.

349
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bagian Kedua
Persyaratan Pengeluaran Benih Dan/atau Bibit Ternak

Pasal 22
(1) Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak dapat dilakukan oleh perorangan,
badan hukum atau instansi pemerintah.
(2) Pengeluaran benih dan/atau bibit ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mendapat SPPl dari Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri.

Pasal 23
Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih
dan/atau bibit ternak wajib mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya
HPHK/PHMU dan bertanggung jawab terhadap perlindungan sumberdaya
genetik ternak, serta menjaga kelangsungan pengembangan populasi ternak dalam
negeri.

Pasal 24
(1) Perorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 yang
melakukan pengeluaran benih dan/atau bibit ternak harus memenuhi
persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan persyaratan kesehatan
hewan serta mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
karantina hewan.
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi Instansi pemerintah yang melakukan pengeluaran benih dan bibit ternak.

Pasal 25
(1) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 yang berlaku
bagi perorangan meliputi :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b. Kartu Tanda Penduduk/Tanda Pengenal Pimpinan Perusahaan;
c. Rekomendasi teknis dari Dinas Provinsi
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 yang berlaku
bagi badan hukum meliputi :
a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Surat Tanda Daftar Perdagangan (STDP);
d. Angka Pengenal Ekspor Umum (APEU);
e. Kartu Tanda Penduduk/Tanda Pengenal Pimpinan Perusahaan dan
f. Akta Pendirian Preusan

350
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 26
(1) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) meliputi
persyaratan kesehatan hewan (certificate of animal health), sertifikat asal usul
benih atau bibit ternak pediree dan persyaratan daerah asal (cerificate of
origin).
(2) Selain Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk masing-
masing jenis benih dan/atau bibit ternak yang akan dikeluarkan harus
memenuhi persyaratan teknis minimal seperti tercantum pada lampiran-II
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan ini

Bagian Ketiga
Persyaratan Pengeluaran Ternak Potong

Pasal 27
(1) Pengeluaran ternak potong hanya dapat dilakukan oleh badan hukum
(2) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memenuhi
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2),
harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi persyaratan kesehatan
hewan (certificate of animal health) dan persyaratan daerah asal (cerificate of
origin).

Bagian Keempat
Tata Cara Pengeluaran

Pasal 28
(1) Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang melakukan kegiatan
pengeluaran benih, bibit ternak dan/atau ternak potong wajib menyampaikan
permohonan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Pusat Perizinan
dan Investasi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kepala Badan Karantina Pertanian seperti tercantum pada lampiran-III
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan:
a. nama perusahaan;
b. alamat perusahaan;
c. daerah asal;
d. negara tujuan;
e. tanggal pengeluaran;
f. jenis, kuantitas dan peruntukan
g. rekomendasi teknis dari Dinas Provinsi.

351
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

h. instalasi karantina hewan untuk tindakan karantina di


pelabuhan/bandara/daerah tujuan/pengeluaran;
(3) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi setelah menerima permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat
3(tiga) hari kerja harus segera memberikan jawaban ditunda atau ditolak.

Pasal 29
(1) Permohonan ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3), apabila
masih ada kekurangan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 yang harus dilengkapi dan diberitahukan kepada pemohon
secara tertulis dengan menggunakan formulir model-7 seperti tercantum pada
lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(2) Pemohon dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (1)
harus sudah melengkapi kekurangan persyaratan administrasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon
belum melengkapi kekurangan persyaratan administrasi, permohonan
dianggap ditarik kembali.

Pasal 30
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) ditolak, apabila
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 tidak benar.
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
oleh kepala Pusat Perizinan dan Investasi kepada pemohon secara tertulis
yang disertai alasan penolakannya dengan menggunakan formulir model -8
seperti tercantum pada lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dengan Peraturan ini.

Pasal 31
(1) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administrasi, oleh Kepala
Pusat Perizinan dan Investasi disampaikan kepada Direktur Jenderal
Peternakan dan Kepala Badan Karantina Pertanian.
(2) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan analisa teknis benih, bibit ternak atau
ternak potong terhadap dipenuhinya persyaratan teknis dan persyaratan
kesehatan hewan.
(3) Kepala Badan Karantina Pertanian melakukan analisa teknis di bidang
karantina hewan.
(4) Hasil analisa teknis dari Kepala Badan Karantina Pertanian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala Pusat Perizinan dan

352
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Investasi untuk diteruskan kepada Direktur Jenderal Peternakan sebagai


bahan pertimbangan dalam menerbitkan SPP-l.

Pasal 32
(1) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
hari kerja setelah menerima pertimbangan teknis dari Kepala Badan karantina
Pertanian menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.
(2) Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Badan
Karantina Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan setelah
dilakukan analisa teknis kesehatan hewan benih, bibit ternak atau ternak
potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) paling lama dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sudah harus memberikan jawaban
penolakan atau persetujuan.

Pasal 33
Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) oleh
Direktur Jenderal Peternakan diberikan secara tertulis dengan disertai alasan
disampaikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi
dengan menggunakan formulir model-9 seperti tercantum pada lampiran-III
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 34
(1) Permohonan yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
diterbitkan SPP-l oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri dalam
bentuk Keputusan Menteri dengan mengunakan formulir model-10 seperti
tercantum pada lampiran-III sebagai bagian yang tidak terpisahkan Peraturan
ini.
(2) SPP-l sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon
melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi dengan tembusan disampaikan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Departemen Keuangan, Kepala Dinas Provinsi, dan Kepala Balai
Besar/Balai/Stasiun Karantina Hewan tempat pengeluaran.

Pasal 35
(1) Perorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang telah memperoleh
SPP-l dari Direktur Jenderal Peternakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34
dapat mengeluarkan benih, bibit ternak atau ternak potong.
(2) SPP-l sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak diterbitkan.
(3) Apabila terjadi wabah penyakit hewan di daerah asal, SPP-l sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak berlaku.

353
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Perorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang melakukan


pengeluaran benih, bibit ternak atau ternak potong wajib memberikan laporan
realisasi pengeluaran kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan tembusan
disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Kepala Pusat
Perizinan dan Investasi, dan Kepala Dinas Provinsi yang menerbitkan
rekomendasi paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah pengeluaran.

BAB IV
PENGEMASAN DAN PENGANGKUTAN

Pasal 36
Perorangan, badan hukum dan instansi pemerintah yang memasukan dan atau
mengeluarkan benih, bibit ternak dan ternak potong selain harus memenuhi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 24 ayat
(1), harus memenuhi persyaratan kaedah kesejahteraan hewan dalam pelaksanaan
pengemasan dan pengangkutan.

Pasal 37
(1) Selain harus memenuhi persyaratan kaedah kesejahteraan hewan pengemasan
dan pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, untuk pemasukan
dan/atau pengeluaran benih, dan bibit ternak unggas harus dikemas
sedemikian rupa untuk mempertahankan kestabilan mutu, kesehatan dan
keamanannya.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila benih, dan bibit ternak
unggas tersebut berasal dari luar negeri, harus asli dari negara asal, memiliki
label dan disegel, serta harus memenuhi Standar Nasional Indonesia atau
persyaratan teknis minimal yang ditetapkan.

Pasal 38
(1) Untuk mencegah masuknya HPHK dan/atau PHMU dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang
membawa benih, bibit ternak atau ternak potong, transit hanya dapat
disetujui pada tempat-tempat yang telah ditetapkan serta mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina.
(2) Transhipment hanya dapat dilakukan di area karantina ditempat transit yang
telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 39
(1) Alat angkut yang dipergunakan untuk pengangkutan benih, bibit ternak atau
ternak potong harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia atau
persyaratan teknis yang ditetapkan dengan Peraturan tersendiri.

354
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Dalam hal pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap bibit ternak atau ternak potong dalam satu pengapalan, maka harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. melaksanakan persyaratan kesehatan hewan;
b. pemuatan terhadap bibit ternak atau ternak potong serta jenis ternak
harus benar-benar terpisah satu sama lain, dengan ketentuan kelompok
bibit ternak ditempatkan pada dek atas kapal yang mengangkutnya;
c. apabila selama dalam perjalanan terjadi kematian atau sakit, maka
terhadap keseluruhan ternak yang diangkut dalam satu kapal dilakukan
tindakanan karantina yang lebih intensif di pelabuhan pemasukan.

BAB V
PENGAWASAN

Pasal 40
Pengawasan terhadap pemasukan benih, bibit ternak atau ternak potong dari luar
negeri yang telah dibebaskan dari tindakan karantina dilakukan oleh pejabat
fungsional atau petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Provinsi dan/atau di
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 41
Pengawasan terhadap lalu-lintas ternak dalam rangka pengeluaran benih, bibit
ternak atau ternak potong dilakukan oleh Dinas Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota,
terhadap dipenuhinya ketentuan mengenai jenis, daerah asal, populasi dan
kelestarian sumberdaya genetik ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

BAB VI
KETENTUAN SANKSI

Pasal 42
(1) Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh pejabat fungsional atau
petugas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diketahui
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini, Direktur Jenderal
Peternakan atas nama Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat
mengambil tindakan administratif.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan melakukan pemasukan atau pengeluaran benih, bibit ternak atau
ternak potong;
c. larangan peredaran dan atau tindakan pemusnahan;
d. rekomendasi pencabutan izin usaha.

355
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. rekomendasi pencabutan API-U (Angka Pengenal Impor Umum)


(3) Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan berdasarkan tingkat resiko yang diakibatkan oleh pelanggaran
yang dilakukan.
(4) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, d dan e dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri.
(5) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dan c, dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangan masing-masing.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
Pada saat mulai berlakunya Peraturan ini:
a. permohonan pemasukan dan pengeluaran benih , bibit ternak atau ternak
potong yang sedang dalam proses, penerbitan SPP dan/atau SPP-l nya
mengikuti ketentuan sebelum peraturan ini.
b. perorangan, badan hukum, atau instansi pemerintah yang telah mendapat
surat persetujuan pemasukan atau surat persetujuan pengeluaran benih, bibit
ternak atau ternak potong dinyatakan masih tetap berlaku, selanjutnya
menyesuaikan dengan Peraturan ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Dengan berlakunya peraturan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 750/Kpts/UM/10/1982 tentang Syarat-Syarat Pemasukan Bibit Ternak dari
Luar Negeri, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/UM/10/1982
tentang Syarat-syarat Teknis Bibit Sapi Perah Yang Dimasukan Dari Luar Negeri
sepanjang telah diatur dalam peraturan ini dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 45
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 Januari 2008
MENTERI PERTANIAN,

356
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ttd
ANTON APRIYANTONO

Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth.:


1. Menteri Koordinator bidang Perekonomian;
2. Menteri Perindustrian;
3. Menteri Perdagangan;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Dalam Negeri;
6. Menteri Luar Negeri;
7. Pimpinan Unit Kerja Eselon I Lingkup Departemen Pertanian;
8. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan;
9. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan;
10. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
11. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau Kesehatan Hewan
Provinsi di seluruh Indonesia;
12. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
13. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan/atau Kesehatan Hewan
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia;

LAMPIRAN I : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


Nomor : 07/Permentan/OT.140/1/2008
Tanggal : 30 Januari 2008

PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL


PEMASUKAN BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG

A. BENIH
1. Semen Beku Sapi Potong (SNI 01-4869.1-2005)
a. Persyaratan Umum
Semen beku sapi potong harus berasal dari pejantan unggul (Proven
Bull) yang mempunyai surat sertifikat/keterangan yang dikeluarkan
oleh Assosiasi sapi potong.
b. Persyaratan Khusus
1. Jenis : Sapi Potong
2. Kandungan Spermatozoa : - mini straw minimal 25 juta/straw
- medium straw minimal 30 juta/straw

357
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Motilitas : Post Thawing Motility (PTM) minimal


40%
4. Gerakan Spermatozoa : Motility progresif (++) Individu
5. Penyimpanan : Dalam container yang diisi Liquid
Nitrogen (N2) terendam penuh.

2. Semen Beku Kerbau (SNI 01-4869.2-2005)


a. Persyaratan Umum
Semen beku kerbau harus berasal dari pejantan unggul yang
mempunyai surat sertifikat/keterangan yang dikeluarkan oleh Assosiasi
kerbau yang menyatakan bahwa pejantan tersebut berasal dari pejantan
unggul yang mempunyai sertifikat yang dikeluarkan oleh Asosiasi
kerbau.
b. Persyaratan Khusus
1. Jenis : kerbau
2. Kandungan Spermatozoa : mini straw minimal 30 juta/straw
3. Motilitas : Post Thawing Motility (PTM) minimal
40%
4. Gerakan Spermatozoa : Motility progresif (++) Individu
5. Penyimpanan : Dalam container yang diisi Liquid
Nitrogen (N2) terendam penuh.
3. Semen Beku Sapi Perah (Friesian Holstein/FH)
a. Persyaratan Umum
Semen beku sapi perah harus berasal dari pejantan unggul (Proven Bull)
yang mempunyai surat sertifikat/keterangan yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Friesian Holstien (FH) yang menyatakan bahwa pejantan
tersebut berasal dari induk yang mempunyai susu minimal 9.000
kg/laktasi 305 hari dan indek lemak minimal 210.
b. Persyaratan Khusus
1. Jenis : Sapi Perah Friesian Holstein (FH)
2. Kemasan Straw : - mini straw yang terisi 0,25 cc semen
beku
- medium straw yang terisi 0,50 cc
semen beku
3. Kandungan Spermatozoa : - mini straw minimal 25 juta/dosis
Individu - medium straw 30–50
juta/dosis
4. Motalitas Spermatozoa : Post Thawing Motality (PTM) minimal
45 %.
5. Gerakan Spermatozoa : Motility progresif (+++) Individu

358
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6. Penyimpanan : Dalam container yang diisi Liquid


Nitrogen (N2) mendekati penuh
4. Semen Beku Babi

a. Persyaratan Umum
Semen beku babi harus berasal dari pejantan unggul yang
mempunyai surat sertifikat/keterangan yang dikeluarkan oleh
Assosiasi Babi.

b. Persyaratan Khusus
1. Jenis : Semen Beku Babi
2. Kemasan Straw : makro straw yang terisi 5 cc
semen beku.
3. Kandungan Spermatozoa: minimal 3.000 juta/straw
4. Mortalitas Spermatozoa : Post Thawing Motality (PTM)
minimal 40 %
5. Gerakan Spermatozoa : Motility progresif (+++) Individu
6. Penyimpanan : Dalam container yang diisi
Liquid Nitrogen (N2) mendekati
penuh.
5. Telur Tetas Unggas
a. Persyaratan mutu
1. Melampirkan surat keterangan yang menjamin kualitas telur
tetas dari pembibit asal.
2. Kondisi telur tetas tidak cacat, warna dan berat seragam
3. Pengiriman telur tetas harus dengan kotak pengemas
berventilasi, telah disanitasi dan memenuhi standar
kesejahteraan hewan (Animal Walfare)
b. Persyaratan Kesehatan Hewan
Harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan dan
melampirkan sertifikat kesehatan hewan dari instansi yang
berwenang dari negara asal.

B. BIBIT TERNAK
1. SAPI POTONG
1) Standar Umum :
a. Sapi bibit yang dimasukkan harus mempunyai surat keterangan
pedigree yang dikeluarkan oleh Asosiasi Breeder sejenis atau badan-
badan pemerintah/semi pemerintah/swasta yang berwenang.
b. Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti: cacat
mata, tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki abnormal (bentuk O

359
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

atau X) dan kuku abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang


punggung atau cacat tubuh lainnya.
c. Sapi bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal
ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan.
d. Sapi bibit pejantan tidak memiliki cacat pada alat kelaminnya (testes
asimetris, monorchid, paraphymosis dan lain-lain) dan siap sebagai
pejantan.

2) Standar Khusus
1. Sapi Brahman
a. Pejantan Brahman
1) Warna : Memiliki 87,5 % darah brahman; berbuli
tipis, warna putih dan atau kelabu.
2) Tanduk : Tidak bertanduk atau kalau bertanduk
harus yang sudah dipotong (dehorned)
3) Bentuk Badan : Kepala besar dan paha besar; mempunyai
punuk ; mempunyai gelambir mulai dari
rahang bawah sampai ke bagian ujung
tulang dada bagian depan, jangan terlalu
berlipat; kaki panjang dan tubuh kompak.
4) Tinggi Gumba: Minimal 130 cm.
5) Umur : 30–36 bulan (minimal ganti gigi 2 pasang,
maksimal ganti gigi 3 pasang.
6) Berat badan : Minimal 325 kg.

b. Betina Brahman
1) Warna : Memiliki 75 % darah brahman; berbulu
tipis, warna putih dan atau kelabu, ditolerir
warna merah
2) Tanduk : Tidak bertanduk.
3) Bentuk Badan: Kepala besar dan paha besar; mempunyai
punuk; telinga lebar dan tergantung;
berkaki panjang dan tubuhnya tidak begitu
kompak; gelambir kulit mulai dari rahang
bawah sampai ke bagian ujung tulang dada
bagian depan
4) Tinggi Gumba: Minimal 120 cm
5) Berat badan : Minimal 300 kg

2. Sapi Simmental
a. Pejantan Simmental

360
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1) Warna : Bervariasi dari merah gelap sampai kuning


kecoklatan.
2) Tanduk : Bertanduk
3) Bentuk Badan : Tubuh sedang, kompak dan padat
4) Tinggi Gumba: Minimal 130 cm.
5) Umur : 30–36 bulan (minimal ganti gigi 2 pasang,
maksimal ganti gigi 3 pasang).
6) Berat badan : Minimal 300 kg.

b. Betina Simmental
1) Warna : Bervariasi dari merah gelap sampai kuning
kecoklatan.
2) Tanduk : Bertanduk.
3) Bentuk Badan : Tubuh sedang, kompak dan padat
4) Tinggi Gumba: Minimal 120 cm
5) Umur : 18 sampai 30 bulan ( maksimal ganti gigi 2
pasang )
6) Berat badan : Minimal 250 kg

3. Sapi Limousin
a. Pejantan Limousin
1) Warna : Kuning agak kelabu (beige)
2) Tanduk : Tidak bertanduk
3) Bentuk Badan: Ukuran tubuh besar; badan kompak dan
padat
4) Tinggi Gumba: Minimal 130 cm.
5) Umur : 18–36 bulan (minimal ganti gigi 1 pasang,
maksimal ganti gigi 3 pasang)
6) Berat badan : Minimal 450 kg.
b. Betina Limousin
1) Warna : Merah bata
2) Tanduk : Tidak bertanduk
3) Bentuk Badan : Ukuran sedang, kompak dan padat
4) Tinggi Gumba: Minimal 120 cm
5) Umur : 14 – 24 bulan
6) Berat badan : minimal 350 kg

3) Persyaratan Reproduksi Pejantan


1. Lingkar scrotum minimal 32 cm.

361
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Prosentase hidup sperma dari semen yang dihasilkan lebih dari 70%
dan spermatozoa yang bergerak secara progresif lebih dari 2+
dengan menggunakan electro ejaculator.
3. Ternak bibit pejantan telah diberi nose ring.

2. SAPI PERAH
a. mempunyai silsilah (pedigree) sampai dengan 2 (dua) generasi
diatasnya untuk bibit dasar/elite dan bibit induk;
b. mempunyai silsilah (pedigree) minimal 1 (satu) generasi diatasnya
untuk bibit sebar;
c. berasal dari daerah yang bebas penyakit hewan menular yang
dinyatakan dengan surat keterangan kesehatan hewan oleh pejabat
yang berwenang;
d. memiliki bentuk ideal, alat reproduksi normal serta tidak memiliki cacat
fisik;
e. memiliki ambing simetris, pertautan luas dan kuat, jumlah puting
empat, bentuk dan fungsi puting normal;
f. sudah di-dehorning;
g. bukan dari kelahiran jantan dan betina (free martin);
h. secara khusus memperhatikan umur, tinggi pundak, berat
badan,lingkar dada dan warna bulu sesuai dengan standar kelompok
bibit sapi perah yang telah disepakati sebagai berikut :
- Umur : minimal 15-20 bulan, jantan minimal 18 bulan;
- Tinggi pundak : Betina minimal 115 cm, jantan minimal 134 cm;
- Berat badan : Betina minimal 300 kg, jantan minimal 480 kg;
- Lingkar dada : Betina minimal 155 cm;
- Warna bulu : hitam putih/merah putih sesuai dengan
karakteristik sapi perah FH;
i. berdasarkan kemampuan dan kualitas produksi susu tetuanya, bibit
sapi perah terdiri dari bibit dasar, bibit induk dan bibit sebar dengan
persyaratan teknis seperti tabel berikut :

Bapak yang berasal dari


Produksi susu
Induk yang mempunyai Kadar
Kategori induk (305 hari)
produksi susu 305 hari lemak
pada laktasi I
setara dewasa
Bibit Dasar > 6.000 kg > 7.000 kg > 3,5%
Bibit Induk 5.000-6.000 kg > 6.000 kg > 3,5%
Bibit Sebar 4.000-5.000 kg > 5.000 kg > 3,5%

362
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

j. secara khusus untuk bibit sapi perah pejantan lingkar scrotum minimal
32cm.

3. KERBAU
a. Kerbau bibit yang dimasukan harus mempunyai surat keterangan
mengenai derajat kemurnian ternak tersebut yang dikeluarkan oleh
Assosiasi Breeder sejenis atau badan-Badan Pemerintah/semi
Pemerintah/ Swasta yang berwenang.
b. Kerbau bibit harus sehat dan harus bebas dari segala cacat fisik seperti :
cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku
abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat
tubuh lainnya
c. Semua kerbau bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi,
abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan.
d. Kerbau bibit jantan harus siap jadi pejantan serta tidak menderita cacat
pada alat kelaminnya.
e. persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun
kerbau yaitu sebagai berikut :

1). Kerbau Lumpur

Kualitatif Kuantitatif
- kulit berwarna abu-abu, hitam, bulu Betina :
berwarna abu-abu sampai hitam; Umur 18-36 bulan
- tanduk mengarah ke belakang Tinggi gumba minimal 105 cm
horizontal, bentuk bulan panjang Jantan :
dengan bagian ujung yang Umur 30-40 bulan
meruncing serta membentuk Tinggi gumba minimal 110 cm
setengah lingkaran;
- kondisi badan baik, bagian belakang
penuh dengan otot yang
berkembang;
- leher kompak dan kuat serta
mempunyai proporsi yang
sebanding dengan badan dan
kepala;
- ambing berkembang dan simetris.

2) Kerbau Sungai

Kualitatif Kuantitatif
- kulit umumnya berwarna hitam, Betina:
dengan bulu hitam panjang pada Umur 24-36 bulan

363
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

telinga; Tinggi gumba minimal 125 cm


- tanduk melingkar pendek menuju ke Berat badan minimal 350 kg
belakang dan ke atas, kemudian Produksi susu 1600- 1800 kg
berputar ke dalam membentuk Per laktasi 300 hari
spiral;
- badan berbentuk siku, langsing Jantan:
menuju tipe perah, ambing Umur 30-40 bulan
berkembang baik dan simetris. Tinggi gumba minimal 130 cm
Berat badan minimal 400 kg.

4. KAMBING
a. Kambing dan domba harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik
seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan
kuku abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau
cacat tubuh lainnya.
b. Semua kambing dan domba betina harus bebas dari cacat alat
reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala
kemandulan.
c. Kambing dan domba jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak
menderita cacat pada alat kelaminnya.

1) Kambing Boer
Umur : 12 – 18 bulan.
Berat : Jantan minimal 40 kg, betina minimal 25 kg.
Bentuk badan : kokoh, kekar dan telinga panjang terkulai.

2) Kambing Saanen
Warna : belang-belang hitam putih atau merah atau
coklat putih.
Berat : minimal 40 kg.
Bentuk badan : tubuh panjang, dada lebar dan dalam, ambing
dan Puting susu besar dan lunak; tidak
bertanduk/bertanduk kecil.
Umur : betina umur 8 – 12 bulan.
Jantan umur 12 – 18bulan.
5. BABI
Babi GPS
a. Babi bibit yang dimasukkan harus mempunyai surat
keterangan/jaminan tertulis dari perusahaan Babi bibit Pure Line (PL)
nya mengenai warna, bentuk badan kualitasnya sebagai babi bibit.
b. Babi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik (physical defect)
dan tidak cacat alat reproduksi.

364
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi :


(1) Jenis : Babi bibit GPS
(2) Berat badan babi bibit GPS : 25 – 40 kg
(3) Berasal dari tetua induk dengan
jumlah anak perkelahiran : 7 – 12 ekor
(4) Pertambahan berat badan harian : 950 – 1.200 gram

Babi PS
a. Babi bibit yang dimasukkan harus mempunyai surat
keterangan/jaminan tertulis dari perusahaan Babi bibit Grand Parent
Stock-nya mengenai warna, bentuk badan kualitasnya sebagai babi bibit.
b. Babi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik (physical defect)
dan tidak cacat alat reproduksi.
c. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi :
(1) Jenis : Babi bibit PS
(2) Berat badan babi bibit PS : 80 - 90 kg
(3) Berasal dari tetua induk dengan
jumlah anak perkelahiran : 7 – 9 ekor
(4) Pertambahan berat badan harian : 685 – 760 gram

6. KUDA
a. Kuda bibit yang dimasukkan harus mempunyai surat keterangan yang
dikeluarkan oleh Assosiasi Breeder sejenis atau badan-badan
pemerintah/semi pemerintah/swasta yang berwenang.
b. Kuda bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik (physical defect)
dan tidak cacat alat reproduksi.
c. Persyaratan teknis baik kualitatif (warna, bentuk badan, dan
temperamen maupun kuantitaif ( tinggi pundak, berat badan dan umur)
sesuai dengan sifat-sifat kuda menurut jenisnya.

1. Kuda Thorougbred
a). Warna : Bermacam-macam
b). Bentuk badan : langsing
c). Temperamen : sangat aktif
d). Tinggi pundak :
- betina : minimal 155,5 cm
- jantan : minimal 155,5 cm
e). Umur ternak :

365
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

- betina : minimal 3 tahun


- jantan : minimal 3 tahun
f). Berat badan :
- betina : minimal 400 kg
- jantan : minimal 400 kg

2. Kuda Arab
a) Warna : bermacam-macam
b) Bentuk badan : ramping dan kuat, anggota tubuhnya
langsing, badan secara keseluruhan relatif
pendek dengan punggung yang relatif
pendek
c) Temperamen : lincah.
d) Tinggi pundak :
- betina : minimal 148 cm
- jantan : minimal 148 cm
e) Umur ternak :
- betina : 30 – 36 bulan
- jantan : 36 – 48 bulan
f) Berat badan :
- betina : minimal 400 kg
- jantan : minimal 400 kg

7. ITIK
a. Itik bibit yang dimasukkan harus mempunyai Surat
Keterangan/Sertifikat yang dikeluarkan oleh Breeder/peternak atau
badanbadan pemerintah/swasta yang berwenang yang menjamin
mengenai warna bulu, bentuk kaki, profil tubuh, leher, paruh, tanda
khusus lainnya dan kualitasnya sebagai itik bibit.
b. Harus sehat, tidak cacat, bentuk dan warna bulu seragam.
c. Harus memenuhi persyaratan kesehatan hewan dan melampirkan
sertifikat kesehatan hewan dari instansi yang berwenang dari negara
asal.
d. Persyaratan khusus yang harus dipenuhi :
a). Produksi telur : 275 butir
b). Produksi telur tetas : 215 butir
c). Umur mencapai dewasa : 20 minggu
d). Rata-rata berat telur : 75 gram

8. AYAM RAS
(1) Anak Ayam Bibit Umur Sehari (DOC) GPS Layer dan atau Broiler.

366
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

- Melampirkan Surat Keterangan yang menjamin kualitas bibit dari


pembibit asal
- Kondisi bibit ayam sehat, tidak cacat, tidak dehidrasi, warna bulu
seragam, dan memenuhi ketentuan Kesehatan Hewan (Form A).
- Pengiriman DOC harus dengan kotak pengemas berventilasi, telah
disanitasi dan memenuhi standar kesejahteraan hewan (Animal
Welfare).
- Melampirkan sertifikat kesehatan-hewan dari instansi yang
berwenang di negara asal (Form B).
(2) Anak Ayam Bibit Umur Sehari (DOC) PS Layer dan atau Broiler.
- Melampirkan Surat Keterangan yang menjamin kualitas bibit dari
pembibit asal (Form A)
- Kondisi bibit ayam sehat, tidak cacat, tidak dehidrasi, warna bulu
seragam dan memenuhi ketentuan Kesehatan Hewan.
- Pengiriman DOC harus dengan kotak pengemas berventilasi, telah
disanitasi dan memenuhi standar kesejahteraan hewan (Animal
Welfare).
- Melampirkan sertifikat kesehatan-hewan dari instansi yang
berwenang di negara asal (Form B).

C. Ternak Potong
1. Sapi
a. berat badan maksimal 350 kg;
b. umur lebih kurang 1,5 tahun.
2. Kambing
a. berat badan minimal 25 kg;
b. umur lebih kurang 1 tahun.
3. Domba
a. berat badan minimal 25 kg;
b. umur lebih kurang 1 tahun.
4. Kerbau
a. berat badan maksimal 400 kg;
b. umur lebih kurang 2 tahun.
5. Babi
a. berat badan : 90 – 110 kg.
b. umur : 6 – 7 bulan
c. bentuk badan : besar, daging banyak.
d. warna bulu : sesuai dengan warna khas ras/bangsa.
e. tebal lemak punggung : 3,50 cm (Grade A); 3,50 cm – 5,00 cm (Grade
B); 5,00 cm (Grade C).

367
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. persentase daging : 53 % (Grade A); 47,00 – 53,00 % (Grade B);


47,00 % (Grade C).

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008
TANGGAL : 30 Januari 2008

PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL


BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN

A. BENIH
1. Semen Beku Sapi Bali
a. Persyaratan Umum
Semen beku sapi harus berasal dari pejantan unggul yang merupakan
seleksi performans dan bebas penyakit menular khususnya penyakit
reproduksi (mempunyai sertifikat kesehatan hewan)
b. Persyaratan khusus
a). Kemasan straw : mini straw 0,25 cc
b). Kandungan Spermatozoa : + 25 juta / straw
c). Motilitas Progresif Post Thawing : > 50 %
d). Penyimpanan : dalam container yang diisi Liquid Nitrogen (LN2)
merendam straw secara penuh

368
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Semen Beku Kambing Peranakan Ettawah (PE)


a. Persyaratan Umum
Semen beku sapi harus berasal dari pejantan unggul yang merupakan
seleksi performans dan bebas penyakit menular khususnya penyakit
reproduksi (mempunyai sertifikat kesehatan hewan)
b. Persyaratan khusus
a). Kemasan straw : mini straw 0,25 cc
b). Kandungan Spermatozoa : mini straw + 25 juta
c). Motilitas Progresif Post Thawing : > 40 %
d). Penyimpanan : dalam container yang diisi Liquid Nitrogen (LN2)
merendam straw secara penuh

B. BIBIT TERNAK
1. SAPI
a. Bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti : cacat mata
(kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal,
serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh lainnya.
b. Semua bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal
ambing, serta tidak menunjukkan gejala kemandulan
c. Bibit pejantan harus siap sebagai pejantan serta tidak menderita cacat
pada alat kelaminnya.
d. Persyaratan khusus yang harus dipenuhi :

No. Sifat Kualitatif Sifat Kuantitatif


1a Sapi Bali Warna : Tinggi gumba :
- Betina : warna bulu merah, lutut a. Betina :
kebawah putih, pantat putih berbentuk Kelas I minimal : 105 cm
setengah bulan, garis belut pada Kelas II minimal : 97 cm
punggung, ujung ekor hitam; Tanduk Kelas III minimal : 94 cm
pendek dan kecil; Bentuk kepala b. Jantan :
panjang dan sempit serta leher ramping. Kelas I minimal : 119 cm
- Jantan : warna bulu hitam, lutut ke Kelas II minimal : 111 cm
bawah berwarna putih, pantat putih Kelas III minimal : 108 cm
berbentuk setengah bulan, ujung ekor Panjang Badan
hitam. a. Betina :
Kelas I minimal : 104 cm
Tanduk : Kelas II minimal : 93 cm
- Betina : tanduk pendek dan kecil; Kelas III minimal : 89 cm
- bentuk kepala panjang, halus dan sempit, b. Jantan

369
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

leher ramping. Kelas I minimal : 121 cm


- Jantan : tanduk tumbuh baik dan Kelas II minimal : 110 cm
berwarna hitam. Kelas III minimal : 106 cm
Bentuk badan : Umur :
- Betina : pendek kecil a. Betina : 18 sampai 24
- Jantan : bentuk kepala lebar dengan leher
bulan
kompak dan kuat. b. Jantan : 24 sampai 36
bulan
1b Sapi Peranakan Ongole (PO) Tinggi Gumba
Warna : a. Betina :
Bulu putih, abu-abu, kipas ekor (bulu Kelas I minimal : 116 cm
cambuk ekor) dan bulu sekitar mata Kelas II minimal : 113 cm
berwarna hitam. Kelas III minimal : 111 cm

Tanduk : b. Jantan :
Pendek, pada yang betina lebih pendek Kelas I minimal : 127 cm
dari pada yang jantan. Kelas II minimal : 125 cm
Kelas III minimal : 124 cm
Bentuk Badan : Panjang Badan
Badan besar, gelambir longgar
bergantung, punuk besar dan leher a. Betina :
pendek. Kelas I minimal : 124 cm
Kelas II minimal : 117 cm
Kelas III minimal : 115 cm

b. Jantan
Kelas I minimal : 139 cm
Kelas II minimal : 133 cm
Kelas III minimal : 130 cm
Umur :
a. Betina : 18 sampai 24
bulan
b. Jantan : 24 sampai 36
bulan
1c Sapi Madura Tinggi Gumba
Warna : a. Betina :
Merah bata atau merah coklat campur Kelas I minimal : 108 cm
putih dengan batas tidak jelas pada bagian Kelas II minimal : 105 cm
pantat. Kelas III minimal : 102 cm

Tanduk : b. Jantan :
Kecil pendek mengarah ke sebelah luar. Kelas I minimal : 121 cm
Gumba pada betina tidak jelas, pada Kelas II minimal : 110 cm
jantan berkembang baik. Kelas III minimal : 105 cm
Umur :

370
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. Betina : 18 sampai 24
bulan
b. Jantan : 24 sampai 36
bulan (minimal ganti
gigi 1 ps, maksimal
ganti gigi 2 ps).

2. KERBAU
a. Kerbau bibit harus sehat dan harus bebas dari segala cacat fisik seperti :
cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku
abnormal serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat
tubuh lainnya
b. Semua kerbau bibit betina harus bebas dari cacat alat reproduksi,
abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala kemandulan.
c. Kerbau bibit jantan harus siap jadi pejantan serta tidak menderita cacat
pada alat kelaminnya.
d. persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun
kerbau yaitu sebagai berikut :

Kerbau Lumpur

Kualitatif Kuantitatif
- kulit berwarna abu-abu, hitam, bulu berwarna Betina:
abu-abu sampai hitam; Umur 18-36 bulan
- tanduk mengarah ke belakang horizontal, Tinggi gumba minimal 105 cm
bentuk bulan panjang dengan bagian ujung
yang meruncing serta membentuk setengah Jantan:
lingkaran; Umur 30-40 bulan
- kondisi badan baik, bagian belakang penuh Tinggi gumba minimal 110 cm
dengan otot yang berkembang;
- leher kompak dan kuat serta mempunyai
proporsi yang sebanding dengan badan dan
kepala;
- ambing berkembang dan simetris.

3. KAMBING DAN DOMBA


a. kambing dan domba harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik
seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan
kuku abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau
cacat tubuh lainnya;
b. semua kambing dan domba betina harus bebas dari cacat alat
reproduksi, abnormal ambing serta tidak menunjukkan gejala
kemandulan;

371
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. kambing dan domba jantan harus siap sebagai pejantan serta tidak
menderita cacat pada alat kelaminnya.
d. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk masing-masing rumpun
ternak adalah sebagai berikut:

3a. Kambing Peranakan Ettawah

Kualitatif Kuantitatif
Warna bulu belang hitam, putih, merah, Betina umur 8-12 bulan
coklat,dan kadang-kadang putih; Tinggi badan minimal 55 cm
- Tanduk kecil; Berat badan minimal 15 kg
- Muka cembung, daun telinga panjang dan
terkulai ke bawah, bergelambir yang Jantan umur 12-18 bulan
cukup besar; Tinggi badan minimal 65 cm
- Daerah belakang paha, ekor dan dagu Berat badan minimal 20 kg
berbulu panjang.

3b. Kambing Kacang

Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu bervariasi dari putih campur Betina umur 8-12 bulan
hitam, coklat atau hitam sama sekali; Tinggi badan minimal 46 cm
-Tanduk mengarah ke belakang dan
membengkok keluar; Berat badan minimal 12 kg
- Hidung lurus, leher pendek, telinga Jantan umur 12-18 bulan
pendek berdiri tegak ke depan, kepala Tinggi badan minimal 50 cm
kecil dan ringan. Berat badan minimal 15 kg.

3c. Kambing Saanen Lokal

Kualitatif Kuantitatif
- Warna belang-belang hitam putih atau Betina umur 8-12 bulan
merah atau cokelat putih; Berat badan minimal 40 kg
- Tidak bertanduk/bertanduk kecil; Jantan umur 12-18 bulan
- Kepala ringan, leher panjang dan halus, Berat badan minimal 40 kg
dahi lebar, teling pendek dan mengarah ke
samping;
- Kuku lurus dan kuat;
- Tubuh panjang, dada lebar dan dalam,
ambing dan puting susu besar dan lunak.
3d. Domba Garut

Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu putih, hitam atau putih dan Betina umur 8-12 bulan
hitam; Tinggi badan minimal 62 cm

372
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

- Betina tidak bertanduk; Berat badan minimal 30 kg


- Jantan bertanduk melingkar besar dan Jantan umur 12-18 bulan
berukuran besar, pangkal tanduk kanan Tinggi badan minimal 75 cm
dan kiri hampir bersatu; Berat badan minimal 60 kg
- Tubuh lebar, besar dan kekar, kaki kokoh,
daun telinga sedang, terletak dibelakang
tanduk;
- Telinga rumpun seperti daun, hiris bulu
halus dan panjang.

3e. Domba Ekor Gemuk

Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu putih dan kasar, tidak Betina umur 8-12 bulan
bertanduk; Tinggi badan minimal 52 cm
- Ekor besar lebar dan panjang. Berat badan minimal 25 kg
Jantan umur 12-18 bulan
Tinggi badan minimal 60 cm
Berat badan minimal 60 kg

3f. Domba Lokal

Kualitatif Kuantitatif
- Warna bulu bermacam-macam; Betina umur 8-12 bulan
- Betina tidak bertanduk, jantan bertaduk Tinggi badan minimal 40 cm
kecil tidak melingkar; Berat badan minimal 10 kg
- Bentuk badan kecil Jantan umur 12-18 bulan
Tinggi badan minimal 45 kg
Berat badan minmal 15 kg

4.. AYAM RAS TIPE PEDAGING (FS DOC) SNI 01-4868.1-2005


a. Berasal dari pembibitan ayam ras bibit induk tipe pedaging yang sesuai
dengan persyaratan teknis usaha peternakan.
b. Bebas dari penyakit hewan menular dan mengikuti ketentuan peraturan
yang berlaku tentang pencegahan penyakit/kesehatan hewan.
c. Keterangan tentang asal bibit ayam (cerificate of origin) dan kesehatan
hewan (certificate of health) dinyatakan dengan surat keterangan
petugas (dokter hewan) yang berwenang.
d. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi yaitu :
- Bobot kuri per ekor minimal 37 gram
- Kondisi fisik sehat, kaki normal, paruh normal, tampak segar dan
aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik,
sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup.

373
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

- Warna bulu seragam sesuai dengan warna galur/strain dan kondisi bulu
kering
- Jaminan kematian kuri maksimal 2 %.

5. AYAM RAS TIPE PETELUR (FS DOC) SNI 01-4868.2-2005


a. Berasal dari pembibitan ayam ras bibit induk tipe petelur yang sesuai
dengan persyaratan teknis usaha peternakan.
b. Bebas dari penyakit hewan menular dan mengikuti ketentuan peraturan
yang berlaku tentang pencegahan penyakit/kesehatan hewan.
c. Bibit niaga ayam ras tipe petelur harus sudah divaksin marek atau
penyakit lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
d. Keterangan tentang asal bibit ayam (cerificate of origin) dan kesehatan
hewan (certificate of health) dinyatakan dengan surat keterangan
petugas (dokter hewan) yang berwenang.
e. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi yaitu :
- Bobot kuri per ekor minimal 33 gram
- Kondisi fisik sehat, kaki normal, paruh normal, tampak segar dan
aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk dan tidak cacat fisik,
sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup.
- Warna bulu seragam sesuai dengan warna galur/strain dan kondisi
bulu kering
- Jaminan kematian kuri maksimal 2 %.

MENTERI PERTANIAN,
TTd
ANTON APRIYANTONO

374
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN III : PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008
TANGGAL : 30 Januari 2008

FORMULIR PERMOHONAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN


BENIH, BIBIT TERNAK DAN TERNAK POTONG

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

375
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

376
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

377
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

378
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

379
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

380
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KOP SURAT GARUDA BIRU

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN


Nomor :

Tentang
SURAT PERSETUJUAN PEMASUKAN BENIH / BIBIT TERNAK/
TERNAK POTONG DARI LUAR WILAYAH REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan mutu dan jumlah ternak di


Indonesia perlu pemasukan benih/bibit ternak/ternak potong
yang bermutu dari luar negeri.
b. bahwa dalam memperoleh benih/bibit ternak/ternak potong
yang sehat dan bermutu dipandang perlu untuk menetapkan
izin pemasukan benih/bibit ternak/ternak potong dari luar
negeri.

Mengingat : 1. Undang-Undang No.6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establishing the World Formulir Model : 5 Trade
Organization) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

381
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1977 tentang Penolakan,
Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3101);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan lembaran Negara Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4498);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemeirntah Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4347);
10. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
11. Keputusan Presiden Nomor …/M Tahun … tentang
Pengangkatan Pejabat Eselon I;
12. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unir
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian,
juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2007;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen

382
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor


12/Permentan/OT.140/2/2007;
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Genetik ternak;
17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
36/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak
Nasional;
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/I/2008 tentang Pemasukan dan
Pengeluaran Benih, Bibit Ternak, dan Ternak Potong;
Memperhatikan : 1. Surat Permohonan Pengeluaran Bibit Ternak
Nomor.................... tanggal ...................
2. Surat Rekomendasi Dinas Peternakan Provinsi..............
Nomor ................tanggal ..................
3. Surat Kepala Pusat Perizinan dan Investasi
Nomor.............tanggal.............

MEMUTUSKAN
Menetapkan : Memberikan Persetujuan Pemasukan Benih/Bibit Ternak/Ternak
Potong dari luar wilayah negara Republik Indonesia, kepada :

KESATU
Nama Perusahaan :
Alamat Perusahaan :
Izin Usaha Pembibitan :
No. APIT :
dengan rincian sebagai berikut :
a. Jenis :
b. Galur/Ras/Bangsa :
c. Jumlah :
- Jantan :
- Betina :
d. Negara Asal Ternak :
e. Perusahaan Pembibitan Asal :
f. Provinsi Pemasukan :
g. Lokasi Farm Pembibitan :
h. Pelabuhan Asal Pengeluaran :
i. Pelabuhan Tujuan Pemasukan:
j. Pelaksana Impor :

383
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KEDUA : Pelaksanaan pemasukan sebagaimana dimaksud pada diktum


KESATU harus memenuhi persyaratan teknis
Perbibitan/Budidaya Ternak Non Ruminansia dan persyaratan
Kesehatan Hewan sebagaimana terlampir dalam surat keputusan
ini.
KETIGA : Pemegang Surat Persetujuan Pemasukkan sebagaimana
dimaksud pada diktum KESATU wajib melaporkan realisasi
pemasukkan benih/bibit ternak/ternak potong
selambatlambatnya 14 hari kerja setelah tiba di pelabuhan
pemasukan dengan melampirkan foto copy surat keterangan
benih/bibit ternak/ternak potong yang diimpor kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.
KEEMPAT : Laporan realisasi pemasukan sebagaimana dimaksud pada
diktum KETIGA dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk pemberian Surat Persetujuan pemasukan berikutnya.

KELIMA : Keputusan ini berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : JAKARTA
Pada tanggal :
A.n. MENTERI PERTANIAN
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

(…......................................)
NIP.

Tembusan kepada Yth :


1. Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Negara ......................;
2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan;
3. Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi ..........................;
4. Kepala Pusat Karantina Hewan;
5. Kepala Stasiun Karantina Hewan ……………………...

384
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

385
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

386
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

387
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

388
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

389
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

390
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KOP SURAT GARUDA BIRU


KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
Nomor :
Tentang
SURAT PERSETUJUAN PENGELUARAN BENIH/BIBIT TERNAK/
TERNAK POTONG DARI LUAR WILAYAH REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan devisa negara, perlu


dilakukan pengeluaran benih/bibit ternak/ternak potong ke
luar Wilayah Negara Republik Indonesia
b. bahwa dalam pelaksanaan pengeluaran benih/bibit
ternak/ternak potong yang sehat dan bermutu dipandang
perlu untuk menetapkan izin pengeluaran benih/ bibit
ternak/ternak potong ke luar Wilayah Negara Republik
Indonesia.

Mengingat : 1. Undang-Undang No.6 Tahun 1967 tentang ketentuan-


ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang No.16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
Formulir Model : 10 (Agreement Establishing the World
Trade Organization) (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839),
juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran

391
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran


Negara Nomor 4548);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
8. Peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4498);
9. Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4347);
10. keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
11. Keputusan Presiden Nomor …/M Tahun …. Tentang
Pengangkatan Pejabat Eselon I;
12. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja kementerian Negara Republik Indonesia, juncto
Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara
Republik Indonesia;
14. Peraturan Menteri pertanian Nomor
299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Kelengkapan Organisasi
dan Tata Keja Departemen Pertanian, juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Pertanian, juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/2007;

392
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor


35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian
dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak;
17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
36/Fermentan/OT.140/8/2006 tentang Sistem Perbibitan
Ternak Nasional;
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang Pemasukan dan
Pengeluaran Benih, Bibit Ternak, dan Ternak Potong.

Memperhatikan : 1. Surat Kepala Pusat Perizinan dan Investasi


Nomor ........................... tanggal ...................
2. Surat Permohonan Saudara
Nomor ………..tanggal………………
3. Surat Rekomendasi Kepala Dinas Peternakan
Provinsi ........... Nomor ........ Tanggal .......................

MEMUTUSKAN
Menetapkan : Memberikan Persetujuan Pengeluaran Bibit/Bibit
Ternak/Ternak Potong dari wilayah Republik Indonesia,
kepada :

KESATU
Nama Perusahaan :
Alamat Perusahaan :
Izin Usaha Pembibitan :
No. APIT :
dengan rincian sebagai berikut :
a. Jenis :
b. Galur/Ras/Bangsa :
c. Jumlah :
- Jantan :
- Betina :
d. Negara Asal Ternak :
e. Perusahaan Pembibitan Asal :
f. Provinsi Pemasukan :
g. Lokasi Farm Pembibitan :
h. Pelabuhan Asal Pengeluaran :
i. Pelabuhan Tujuan Pemasukan :
j. Pelaksana Impor :

393
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KEDUA : Pelaksanaan diktum KESATU harus memenuhi persyaratan


teknis perbibitan/budidaya ternak ruminansia dan persyaratan
kesehatan hewan Kesehatan Hewan sebagaimana terlampir
dalam keputusan ini.
KETIGA : Pemegang Surat Persetujuan Pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada diktum KESATU wajib melaporkan realisasi
pengeluaran ternak selambat-lambatnya 14 hari setelah
pelaksanaan pengeluaran kepada Direktur Jenderal Peternakan
dan Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.
KEEMPAT : Laporan realisasi pengeluaran sebagaimana pada diktum
KETIGA digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
pemberian Surat Persetujuan Pengeluaran selanjutnya.
KELIMA : Keputusan ini berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : JAKARTA
Pada tanggal :
A.n. MENTERI PERTANIAN
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN

(…......................................)
NIP.

Tembusan kepada Yth :


1. Kepala Perwakilan RI untuk Negara ......................;
2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan;
3. Kepala Dinas Peternakan Provinsi ..........................;
4. Kepala Pusat Karantina Hewan;
5. Kepala Stasiun Karantina Hewan ……………………...
6. Kepala Pusat Perijinan dan Investasi.

394
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.05/2009 Tentang Kredit Usaha


Pembibitan Sapi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR: 131 /PMK.05/2009
TENTANG
KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan hasil putusan Rapat Koordinator Terbatas


(Rakortas) antara Wakil Presiden dengan beberapa Menteri
Kabinet Indonesia Bersatu pada tanggal 24 Juni 2008,
dipandang perlu adanya dukungan pengadaan satu juta ekor
bibit sapi dalam lima tahun;
b. bahwa dalam rangka bantuan pengadaan satu juta ekor bibit
sapi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan
penyediaan bibit sapi yang berkelanjutan melalui peningkatan
produktivitas peternak;
c. bahwa terkait dengan upaya peningkatan produktivitas
peternak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan
dukungan pendanaan dari perbankan dengan bunga yang
disubsidi oleh Pemerintah;
d. bahwa agar penyediaan, penyaluran, dan pertanggungjawaban
pendanaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat
berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu
diciptakan suatu mekanisme kredit usaha yang terpadu;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kredit
Usaha Pembibitan Sapi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);

391
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KREDIT
USAHA PEMBIBITAN SAPI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Usaha Pembibitan Sapi adalah suatu usaha kegiatan budidaya menghasilkan
bibit ternak sapi.
2. Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang selanjutnya disingkat KUPS, adalah
kredit yang diberikan bank pelaksana kepada Pelaku Usaha Pembibitan Sapi
yang memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah.
3. Pelaku Usaha Pembibitan Sapi, yang selanjutnya disebut Pelaku Usaha, adalah
perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok peternak
yang melakukan Usaha Pembibitan Sapi.
4. Calon Peserta adalah Pelaku Usaha yang termasuk dalam daftar yang
diusulkan memperoleh KUPS yang direkomendasi-kan oleh instansi yang
membidangi fungsi peternakan di Kabupaten/Kota atau instansi yang ditunjuk
oleh Bupati/Walikota.
5. Peserta adalah Calon Peserta yang ditetapkan oleh bank pelaksana sebagai
penerima KUPS.
6. Perusahaan Pembibitan adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pembibitan sapi dan telah memenuhi ijin usaha pembibitan yang berbadan
hukum dan bergerak di bidang pembibitan.
7. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang bergerak di

392
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bidang pembibitan sapi, yang Calon Peserta/Peserta KUPS terdaftar sebagai


anggotanya.
8. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak Pembibitan adalah kumpulan
peternak pembibitan sapi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,
dan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat)
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
9. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar
selisih antara tingkat bunga KUPS yang berlaku dengan tingkat bunga yang
dibebankan kepada Peserta.
10. Satuan Biaya adalah daftar uraian jenis dan volume kegiatan serta jumlah
maksimum biaya per satuan volume kegiatan yang dapat dibiayai dengan
KUPS, sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Pertanian atau pejabat yang
dikuasakan.
11. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang berkewajiban
menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KUPS.
12. Perjanjian Kerjasama Pendanaan adalah perjanjian antara Direktur Jenderal
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan
Bank Pelaksana yang berisi ketentuan mengenai penyediaan pendanaan,
penyaluran, persyaratan, penata usahaan, dan pembayaran subsidi bunga
KUPS, serta hal-hal lain yang dianggap perlu oleh kedua belah pihak.
13. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
14. Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang
anggotanya terdiri dari wakil-wakil Departemen Keuangan, Departemen
Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

BAB II
TUJUAN

Pasal 2
KUPS bertujuan untuk mendukung pendanaan pelaksanaan pengembangan Usaha
Pembibitan Sapi secara berkelanjutan.

BAB III
OBYEK PENDANAAN KUPS

Pasal 3

393
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) KUPS hanya dapat digunakan untuk mendanai pengembangan usaha


pembibitan sapi oleh Pelaku Usaha.
(2) Dalam pengembangan usaha yang didanai oleh KUPS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pelaku Usaha wajib melakukan pola kemitraan dengan peternak.

Pasal 4
Kriteria dan persyaratan Pelaku Usaha, pola kemitraan, dan target populasi bibit
sapi dalam rangka Usaha Pembibitan Sapi mengikuti ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian.

Pasal 5
KUPS diberikan secara langsung kepada Pelaku Usaha.

BAB IV
JANGKA WAKTU PENDANAAN

Pasal 6
(1) KUPS untuk Pelaku Usaha yang berbentuk Perusahaan Pembibitan diberikan
selama 2 (dua) tahun sejak ditetap kannya Peraturan Menteri Keuangan ini,
dengan subsidi bunga sesuai jangka waktu kredit paling lama 6 (enam) tahun.
(2) KUPS untuk Pelaku Usaha yang berbentuk Koperasi dan
Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak diberikan sampai dengan tahun
2014, dengan subsidi bunga berakhir paling lambat tahun 2020.

BAB V
PENYEDIAAN DANA KUPS

Pasal 7
(1) Bank Pelaksana menyediakan dana untuk KUPS.
(2) Bank Pelaksana menyalurkan dan menatausahakan KUPS.

BAB VI
SUBSIDI BUNGA

Pasal 8
Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama jangka waktu kredit.

394
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 9
(1) Menteri Pertanian mengajukan usulan anggaran subsidi bunga KUPS untuk
tahun berikutnya pada bulan Februari tahun berjalan kepada Menteri
Keuangan, dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Ketua Bappenas.
(2) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan
mengalokasikan Subsidi Bunga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN).
(3) Berdasarkan alokasi Subsidi Bunga yang tersedia dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri Keuangan menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per Satuan
Kerja (SP-SAPSK) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi
Bunga.

Pasal 10
(1) Subsidi Bunga dibayarkan setiap 6 (enam) bulan sekali.
(2) Permintaan pembayaran Subsidi Bunga diajukan oleh Bank Pelaksana kepada
Menteri Keuangan u.p. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri:
a. rincian penghitungan tagihan Subsidi Bunga;
b. rincian mutasi rekening pinjaman masingmasing penerima KUPS; dan
c. tanda terima pembayaran Subsidi Bunga yang ditandatangani Direksi
Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
(3) Pembayaran Subsidi Bunga dilakukan berdasarkan data penyaluran KUPS
yang disampaikan oleh Bank Pelaksana.
(4) Dalam rangka menilai kepatuhan terhadap ketentuan penyaluran KUPS, dan
meneliti kebenaran perhitungan Subsidi Bunga yang telah dibayarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan verifikasi oleh Departemen
Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan bekerja sama dengan
Departemen Pertanian c.q. Direktorat Jenderal Peternakan, secara periodik
atau sewaktu-waktu.

BAB VII
MEKANISME PENDANAAN

Pasal 11
(1) Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan
Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan.
(2) Bank Pelaksana paling kurang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyampaikan komitmen tertulis penyediaan dana sejumlah tertentu
guna pendanaan KUPS.

395
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. berkedudukan atau memiliki kantor operasional di wilayah provinsi


penyaluran KUPS.

Pasal 12
Bank Pelaksana menetapkan Peserta berdasarkan penilaian terhadap kelayakan
Calon Peserta sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 13
(1) Bank Pelaksana wajib mengambil tindakantindakan yang diperlukan untuk
menjamin penyediaan dan penyaluran KUPS yang menjadi tanggung
jawabnya secara tepat jumlah dan tepat waktu sesuai program yang ditetapkan
Pemerintah, serta mematuhi semua ketentuan tata cara penatausahaan yang
berlaku.
(2) Kewajiban, hak, tugas, dan tanggung jawab Bank Pelaksana, serta ketentuan-
ketentuan lain terkait dengan pendanaan, penyaluran, penatausahaan,
pelaporan, dan sanksi KUPS oleh Bank Pelaksana, diatur lebih lanjut dalam
Perjanjian Kerjasama Pendanaan.

Pasal 14
Dirjen Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan
plafon KUPS untuk masingmasing Bank Pelaksana, dengan didasarkan pada
pertimbangan:
a. pembiayaan KUPS yang dirinci per tahun yang disampaikan oleh Menteri
Pertanian;
b. kemampuan Pemerintah menyediakan Subsidi Bunga;
c. usul/komitmen penyediaan dana KUPS oleh Bank Pelaksana; dan
d. pendapat Komite Kebijakan.

Pasal 15
(1) Bank Pelaksana menyusun rencana penyaluran KUPS berdasarkan plafon
KUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Satuan Biaya.
(2) Rencana Penyaluran KUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
oleh Bank Pelaksana kepada Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan.

Pasal 16
Penyaluran KUPS dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank
pelaksana dan Peraturan Menteri Pertanian yang mengatur tentang KUPS.

396
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB VIII
PERSYARATAN KREDIT

Pasal 17
(1) Tingkat bunga KUPS ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku
untuk kredit sejenis, dengan ketentuan paling tinggi sebesar suku bunga
penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga
Penjamin Simpanan ditambah 6% (enam perseratus).
(2) Beban bunga KUPS kepada Pelaku Usaha ditetapkan sebesar 5% (lima
perseratus).
(3) Selisih tingkat bunga KUPS dengan beban bunga pada Pelaku Usaha
merupakan subsidi Pemerintah.
(4) Ketentuan penetapan tingkat bunga KUPS berlaku selama jangka waktu kredit.
(5) Menteri Keuangan dapat melakukan peninjauan atas tingkat bunga KUPS
dengan memperhatikan usulan dari Menteri Pertanian dan/atau pertimbangan
Komite Kebijakan.

Pasal 18
Risiko KUPS ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana.

Pasal 19
Persyaratan serta tata cara pendanaan, penyaluran, penggunaan, penatausahaan,
pelaporan, sanksi, dan pengawasan KUPS diatur lebih lanjut dalam Perjanjian
Kerjasama Pendanaan.

BAB IX
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI

Pasal 20
(1) Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan KUPS dilakukan oleh Menteri
Keuangan, Menteri Pertanian, dan Bupati/Walikota sesuai dengan bidang
tugas dan wewenang masing-masing dengan berpedoman pada Peraturan
Menteri Pertanian.
(2) Atas prakarsa Menteri Keuangan dan/atau Menteri Pertanian atau pejabat
eselon I yang memiliki kewenangan di bidang kebijakan pemberian KUPS,
dapat diselenggarakan Rapat Evaluasi Penyelenggaraan KUPS secara periodik
atau sewaktu-waktu, dengan melibatkan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas,
dan Direksi Bank Pelaksana.
(3) Rapat Evaluasi Penyelenggaraan KUPS dapat pula dihadiri oleh kuasa para
pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

397
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(4) Tanggung jawab pelaksanaan KUPS mengikuti ketentuan yang ditetapkan


dalam Peraturan Menteri Pertanian.

BAB X
PEMERIKSAAN

Pasal 21
(1) Menteri Keuangan sewaktu-waktu dapat mengadakan pemeriksaan atas
realisasi penyaluran dan penggunaan pinjaman pendanaan KUPS oleh Peserta
dan Bank Pelaksana.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
Keuangan dapat meminta bantuan Menteri Pertanian dan/atau aparat
fungsional pemeriksa internal atau eksternal.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan, Bank Pelaksana dan /atau Peserta
berkewajiban:
a. menyampaikan data dan dokumen terkait;
b. memberikan tanggapan atau jawaban terhadap hal-hal yang ditanyakan
atau diperlukan kejelasan; dan
c. bersikap kooperatif dalam kaitannya dengan pelaksanaan pemeriksaan.

BAB XI
PELAPORAN

Pasal 22
(1) Bank Pelaksana wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Penyaluran dan
Pengembalian KUPS setiap bulan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Perbendaharaan dan Menteri Pertanian c.q. Direktur Jenderal
Peternakan dan Kepala Pusat Pembiayaan, paling lambat tanggal 25 bulan
berikutnya.
(2) Bank Pelaksana wajib menyampaikan laporan lain terkait dengan
penyelenggaraan KUPS dalam hal diperlukan dan/atau diminta secara khusus
oleh Menteri Keuangan dan/atau Menteri Pertanian.

BAB XII
SANKSI

Pasal 23
(1) Dalam hal Bank Pelaksana melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, maka Bank
Pelaksana dikenakan sanksi:
a. administratif berupa teguran tertulis;
b. penundaan atau penghentian pembayaran Subsidi Bunga.

398
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dalam
Perjanjian Kerjasama Pendanaan.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24
Mekanisme dan tatacara penghitungan, penagihan, pembayaran, penatausahaan,
pelaporan, sanksi, dan rekonsiliasi/verifikasi Subsidi Bunga diatur lebih lanjut
dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan.

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pasal 26
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2009
MENTERI KEUANGAN
Tt.d
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Agustus 2009.
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
Tt.d
ANDI MATTALATTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 259

399
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/4/2009 Tentang


Syarat Dan Tatacara Pendaftaran Pakan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 19/Permentan/OT.140/4/2009
TENTANG
SYARAT DAN TATACARA PENDAFTARAN PAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor


242/Kpts/OT.210/4/2003 telah ditetapkan Pedoman tentang
Pendaftaran dan Labelisasi Pakan;
b. bahwa dengan adanya perubahan organisasi di lingkungan
Departemen Pertanian dan dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota, dalam
perkembangannya Keputusan Menteri Pertanian Nomor
242/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pendaftaran dan Labelisasi
Pakan sudah tidak sesuai lagi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b, perlu mengatur Syarat dan Tatacara
Pendaftaran Pakan dengan Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4473);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
daerah otonomi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

399
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang


Standardisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
6. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/TN.530/7/2002
tentang Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung
Tulang, Tepung Darah, Tepung Daging dan Tulang (TDT) dan
Bahan Lainnya Asal Ruminansia sebagai Pakan Ternak
Ruminansia;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.210/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2007 dan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 26/Permentan/OT.140/4/2008;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
58/Permentan/OT.140/9/2006 tentang Pelaksanaan
Standardisasi Lingkup Departemen Pertanian;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
65/Permentan/OT.140/9/2007 tentang Pedoman Pengawasan
Mutu Pakan;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG SYARAT
DAN TATA CARA PENDAFTARAN PAKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

400
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Pendaftaran Pakan adalah kegiatan untuk memperoleh Nomor Pendaftaran


Pakan, agar pakan yang diproduksi dapat diedarkan.
2. Sertifikat Mutu Pakan adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Lembaga
Pengujian Mutu Pakan atau Laboratorium terakreditasi yang menyatakan
bahwa pakan telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
3. Label Pakan adalah setiap keterangan mengenai pakan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang ditempelkan pada,
dimasukkan ke dalam atau merupakan bagian dari kemasan pakan.
4. Pakan adalah bahan makanan baik tunggal maupun campuran, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk
kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak.
5. Bahan pakan adalah bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan atau
bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah
maupun yang belum diolah.
6. Konsentrat adalah pakan yang kaya akan sumber protein dan atau sumber
energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan.
7. Pelengkap pakan adalah zat yang secara alami sudah terkandung dalam pakan
tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan dengan menambahkannya dalam pakan.
8. Imbuhan pakan adalah bahan pakan yang tidak mengandung nutrien, yang
pemakaiannya untuk tujuan tertentu.
9. Pengujian Mutu Pakan adalah kegiatan dan tatacara menguji sampel pakan
untuk mengetahui mutunya.
10. Laboratorium Pengujian Mutu Pakan adalah laboratorium yang telah
diakreditasi untuk dapat melakukan pengujian sampel pakan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.
11. Pembuatan Pakan adalah kegiatan mencampur dan mengolah berbagai bahan
pakan untuk dijadikan pakan.
12. Peredaran Pakan adalah kegiatan dalam rangka penyaluran pakan di dalam
negeri atau ekspor, baik untuk diperdagangkan maupun tidak diperdagangkan.
13. Contoh Pakan adalah sejumlah pakan yang diambil dari lokasi produsen pakan,
distributor, agen, dan/atau peternak/pengguna untuk tujuan pengawasan mutu
bahan pakan dan pakan.
14. Formula Pakan adalah susunan tentang jenis dan proporsi setiap bahan pakan
yang digunakan dalam pembuatan pakan dengan mempertimbangkan
kebutuhan nutrisi dan kandungan zat makanan.
15. Cemaran Pakan adalah bahan fisik, kimiawi, dan/atau biologik yang
dimasukan ke atau timbul dalam bahan pakan dan atau pakan, yang dapat
mengakibatkan turunnya mutu dan/atau mengganggu kesehatan ternak.
16. Produsen Pakan adalah setiap orang atau badan usaha yang berusaha di
bidang pembuatan pakan dengan maksud untuk diedarkan.
17. Kepala Pusat adalah Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.

401
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

18. Dinas adalah Instansi yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan
hewan provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Pasal 2
Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum untuk melaksanakan
pendaftaran, pengujian, dan labelisasi pakan, dengan tujuan agar pakan yang
beredar di wilayah Negara Republik Indonesia terjamin keamanannya dan
memenuhi standar mutu pakan atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan.
Pasal 3
Ruang lingkup dalam Peraturan ini meliputi persyaratan pendaftaran, tata cara
pendaftaran, biaya pengujian, pembinaan dan pengawasan, dan ketentuan sanksi.

Pasal 4
Jangkauan pengaturan dalam Peraturan ini meliputi: pakan unggas, pakan
ruminansia, pakan non ruminansia, dan pakan aneka ternak.

Pasal 5
(1) Penyediaan pakan dapat dilakukan melalui produksi dalam negeri dan/atau
pemasukan dari luar negeri.
(2) Pakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum diedarkan wajib memiliki
nomor pendaftaran pakan.

Pasal 6
Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha memproduksi,
memasukkan ke, dan/atau mengeluarkan pakan dari wilayah Negara Republik
Indonesia dengan maksud untuk diedarkan wajib mendaftarkan pakannya.

BAB II
PERSYARATAN PENDAFTARAN

Pasal 7
Pakan yang diproduksi, dimasukkan ke, dan/atau dikeluarkan dari wilayah
Negara Republik Indonesia wajib didaftarkan setelah memenuhi standar mutu
pakan atau persyaratan teknis minimal.

Pasal 8
(1) Pendaftaran pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan
oleh setiap orang atau badan usaha dengan melengkapi persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

402
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. Foto Copy Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang berbadan


hukum;
b. Foto Copy Angka pengenal impor/Angka pengenal impor terbatas (bagi
Importir)
c. Foto Copy Surat Keterangan Domisili;
d. Foto Copy Kartu Tanda Penduduk;
e. Foto Copy Surat Izin Usaha Perdagangan/Tanda Daftar Usaha
Perdagangan; dan
f. Foto Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Nama dagang atau merk, jenis pakan dan kode pakan serta
penggunaannya; (Form A)
b. Jenis bahan pakan dan prosentase dalam formula pakan; (Form B)
c. Campuran pelengkap pakan dan imbuhan pakan yang digunakan; (Form C)
d. Bahan , ukuran dan volume kemasan; (Form D)
e. Surat Keterangan mengenai bahan pakan yang dipergunakan untuk
menyusun formula pakan tidak tercemari (terkontaminasi) oleh zat yang
dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan;
g. Melampirkan contoh atau konsep label pakan; dan
h. Surat rekomendasi dari Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi
peternakan Provinsi.
(4) Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus
memenuhi pula persyaratan sebagai berikut:
a. untuk pakan unggas dan non ruminansia (babi), tidak diperbolehkan
menggunakan urea atau nitrogen yang bukan protein sebagai campuran
dalam formulasi pakannya;
b. untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan
menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung
daging dan tulang (meat bone meal).

BAB III
TATA CARA PENDAFTARAN
Bagian Kesatu
Permohonan Pendaftaran

Pasal 9
(1) Untuk mendapatkan nomor pendaftaran pakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2), produsen, importir, atau eksportir mengajukan surat
permohonan kepada Menteri melalui Kepala Pusat, dengan dilampiri
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dengan
menggunakan formulir model-1.

403
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Kepala Pusat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja telah selesai
memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) dan memberikan jawaban menerima, menunda, atau
menolak.

Pasal 10
(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) apabila
telah memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2), oleh Kepala Pusat disampaikan kepada Direktur Jenderal
Peternakan secara tertulis dengan menggunakan formulir model -2.
(2) Permohonan ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) apabila
masih ada kekurangan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2), Kepala Pusat memberitahukan kepada pemohon
disertai alasan penundaan secara tertulis, dengan menggunakan formulir
model -3
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja pemohon tidak
melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka
permohonan dianggap ditarik kembali.
(4) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) apabila
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) tidak
benar, Kepala Pusat memberitahukan kepada pemohon disertai alasan
penolakan secara tertulis, dengan menggunakan formulir model -4.

Pasal 11
(1) Permohonan yang telah diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) disampaikan oleh Kepala Pusat kepada Direktur Jenderal Peternakan untuk
pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
dan ayat (4).
(2) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kajian teknis, dan paling
lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja harus memberi jawaban
diterima atau ditolak.

Pasal 12
(1) Apabila permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2) diterima, maka kepada pemohon diwajibkan mengirim contoh pakan yang
akan didaftarkan kepada Lembaga Penguji yang telah diakreditasi.
(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) ditolak,
maka Direktur Jenderal Peternakan memberitahukan kepada pemohon disertai
alasan penolakan secara tertulis melalui Kepala Pusat.

404
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Apabila permohonan pendaftaran dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud


dalam Pasal (11) ayat (2) Direktur Jenderal Peternakan belum dapat
memberikan jawaban tertulis, maka permohonan pendaftaran dianggap
diterima dan wajib mengirim contoh pakan yang akan didaftarkan kepada
Lembaga Penguji yang telah diakreditasi.
(4) Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diambil oleh
Pengawas Mutu Pakan atau Petugas Pengambil Contoh.

Bagian Kedua
Pengujian

Pasal 13
Pengujian mutu pakan dapat dilakukan oleh Lembaga Penguji milik Pemerintah
dan Swasta yang telah diakreditasi dengan ruang lingkup akreditasi minimal
untuk pengujian Proksimat, Kalsium (Ca) dan Fhosfor (P).

Pasal 14
Permohonan pengujian mutu pakan diajukan secara tertulis oleh pemohon kepada
Lembaga Penguji dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas.

Pasal 15
(1) Kepala Dinas paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan pengujian mutu pakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 telah menugaskan Pengawas Mutu Pakan untuk
melakukan pengambilan contoh pakan.
(2) Pengawas Mutu Pakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya penugasan
sudah melakukan pengambilan contoh pakan ditempat pemohon sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Contoh pakan yang telah diambil oleh Petugas Pengawas Mutu Pakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibungkus dengan baik dan disegel,
diserahkan kepada pemohon untuk dikirimkan kepada Lembaga Penguji.

Pasal 16
(1) Lembaga Penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam melakukan
pengujian dengan menggunakan metode pengujian mutu pakan, sebagaimana
tercantum pada Lampiran – 1.
(2) Penilaian terhadap hasil pengujian didasarkan pada Standar Mutu Pakan atau
Persyaratan Teknis Minimal, sebagaimana tercantum pada Lampiran - 2

405
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Standar Mutu Pakan atau Persyaratan Teknis Minimal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan
industri pakan berdasarkan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Pasal 17
Pakan yang telah memenuhi persyaratan mutu, dinyatakan lulus uji oleh Lembaga
Penguji dan diberikan Sertifikat Mutu Pakan kepada pemohon dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Dinas sebagaimana tercantum
pada Lampiran – 3.

Pasal 18
(1) Lembaga penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 wajib menjaga
kerahasiaan dan bertanggung jawab atas hasil pengujian yang dilakukan.
(2) Petugas yang melayani permohonan pendaftaran pakan wajib menjaga
kerahasiaan formula pakan.

Bagian Ketiga
Pemberian Nomor Pendaftaran Pakan
Pasal 19
Nomor pendaftaran diberikan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang
ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri untuk
diberikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat, seperti formulir model-6.

Pasal 20
(1) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun berikutnya.
(2) Perpanjangan Nomor Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan melampirkan sertifikat mutu pakan.
(3) Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berakhir, maka
nomor pendaftaran harus di perbaharui.
(4) Perpanjangan dan pembaharuan Nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
ini.

Pasal 21

406
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Pemegang Nomor Pendaftaran bertanggung jawab atas mutu produknya dan
wajib mencantumkan nomor pendaftaran pada label di tempat yang mudah
dilihat dan dibaca serta tidak mudah terhapus.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis atau dicetak dengan
menggunakan Bahasa Indonesia, angka arab dan huruf latin yang memuat
paling kurang:
a. nama dagang atau merk;
b. nama dan alamat perusahaan/produsen dan/ atau importir;
c. jenis dan kode pakan;
d. kandungan zat gizi;
e. imbuhan pakan yang digunakan;
f. bahan pakan yang digunakan;
g. tanggal dan kode produksi; dan
h. nomor pendaftaran pakan;
(3) Untuk memudahkan pengenalan jenis-jenis pakan, label pakan diberi warna
dasar dan kode pakan sebagaimana tercantum pada Lampiran- 4.
(4) Pemegang Nomor Pendaftaran Pakan wajib melaporkan setiap perubahan
subyek pemegang nomor pendaftaran kepada Direktur Jenderal Peternakan
melalui Kepala Pusat untuk dicatat dalam buku nomor pendaftaran dan
dilakukan perubahan keputusan pemberian nomor pendaftaran.

Pasal 22
Pemegang nomor pendaftaran wajib menyampaikan laporan penyediaan yang
meliputi produksi, impor, dan penyaluran pakan setiap 3 (tiga) bulan sekali
kepada Direktur Jenderal Peternakan melalui Kepala Pusat, dengan menggunakan
formulir model-5.

BAB IV
BIAYA PENGUJIAN

Pasal 23
(1) Biaya Pengujian Mutu Pakan yang dilakukan oleh Lembaga Penguji
Pemerintah dibebankan kepada pemohon yang merupakan Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetorkan ke Kas Negara yang besar
dan tatacaranya ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

407
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Biaya pengujian mutu pakan yang dilakukan oleh Lembaga Penguji swasta
dibebankan kepada pemohon, yang besar dan tata caranya ditetapkan oleh
Lembaga Penguji yang bersangkutan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 24
Kepala Dinas melakukan pembinaan terhadap penyediaan dan peredaran pakan di
wilayahnya.

Pasal 25
(1) Pengawasan penerapan Nomor Pendaftaran Pakan dilakukan oleh Pengawas
Mutu Pakan.
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

BAB VI
KETENTUAN SANKSI

Pasal 26
Terhadap Lembaga Penguji yang terbukti tidak bertanggung jawab atas hasil uji
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilakukan teguran tertulis dan
dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk dikenakan sanksi sesuai dengan
Peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
Terhadap petugas pelayanan permohonan pendaftaran yang terbukti tidak
menjamin kerahasiaan formula pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(2) dikenakan sanksi sesuai Peraturan perundang-undangan.

Pasal 28
(1) Terhadap produsen dan/atau importir yang terbukti tidak mencantumkan
nomor pendaftaran pada label pakan dan tidak menjamin mutu produknya
atau tidak melaporkan adanya perubahan pemegang nomor pendaftaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) dikenakan sanksi
pencabutan nomor pendaftaran oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri dan diusulkan kepada pejabat yang berwenang agar izin produksinya
atau izin impornya dicabut dan pakan yang beredar harus ditarik dari
peredaran.

408
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Penarikan kembali pakan yang beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh dan atas beban biaya produsen dan/atau importir.
(3) Terhadap produsen yang telah mendapat nomor pendaftaran, apabila selama 2
(dua) tahun berturut-turut tidak melakukan produksinya serta tidak
menyampaikan laporan penyediaan dan peredaran pakan, dikenakan sanksi
pencabutan nomor pendaftaran oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri, seperti formulir model-7

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 29
(1) Produsen dapat melayani pakan pesanan dengan formula khusus dalam
bentuk fisik pakan sesuai yang didaftarkan dan dipergunakan langsung oleh
pemesan.
(2) Pakan dengan formula khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum
digunakan oleh pemesan, produsen wajib melaporkan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dengan tembusan kepada Kepala Dinas untuk
mendapatkan pembinaan dan pengawasan.

Pasal 30
Pakan dengan formula khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilarang
untuk diedarkan dan digunakan untuk kepentingan umum.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31
(1) Pakan yang telah terdaftar pada saat Peraturan ini ditetapkan, Nomor
Pendaftaran Pakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa Nomor
Pendaftaran Pakan.
(2) Pakan yang pada saat Peraturan ini ditetapkan sedang atau sudah dilakukan
pengujian, tetap dilakukan proses pendaftaran sesuai ketentuan yang telah
ada.
(3) Pakan yang pada saat Peraturan ini ditetapkan sedang dalam proses
pendaftaran tetapi belum dilakukan pengujian, diberlakukan ketentuan dalam
Peraturan ini.

409
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB IX
PENUTUP

Pasal 32
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, Keputusan Menteri Pertanian Nomor
242/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pendaftaran dan Labelisasi Pakan, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 33
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini, dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 8 April 2009
MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
ANDI MATTALATTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 93

410
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

411
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

412
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

413
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

414
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

415
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Garuda Biru
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR
TENTANG
PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN,
Menimbang : bahwa pemohonan izin usaha ... telah memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan, oleh karena itu perlu diterbitkan izin usaha ...
obat hewan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3509);
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian
Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian;

416
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor ... tentang Syarat Dan


Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan;

Memperhatikan : 1. Surat Kepala Pusat Perizinan dan Investasi


Nomor ... ...tanggal ....;
2. Surat Permohonan ............. Nomor ........... tanggal .........;
3. Surat Rekomendasi dari Kepala Dinas Peternakan Nomor ...
Tanggal ............;
4. Berita Acara Pemeriksaan Nomor ....... Tanggal ...........;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Memberikan Izin Usaha Produsen/Importir/Eksportir Kepada
Perusahaan:
1. a. Nama Badan Usaha :
b. Jenis Usaha :
c. Alamat Kantor :
d. Alamat Perusahaan :
2. a. Sarana/Peralatan yang dipergunakan :
b. Bentuk sediaan yang diproduksi/diedarkan * ) :
c. Macam Sediaan yang diproduksi/diedarkan * ) :
d. Jumlah Unit Produksi (Khusus untuk Produsen) :
e. Jumlah Alat Produksi/Peredaran *) :
f. Jumlah Pabrik (satu Propinsi) :
3. Jenis Perluasan : Penambahan unit produksi dilahan tapak atau
lokasi/alat produksi jenis obat yang
impor/ekspor/diedarkan * )
KEDUA : Pemegang Izin Usaha Obat Hewan sebagaimana dimaksud pada
diktum KESATU wajib dengan nyata dan sungguh-sungguh
menjalankan usahanya sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
KETIGA : Pemegang Izin Usaha yang diberikan kepada perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam amar pertama berlaku selama
Perusahaan Obat Hewan yang bersangkutan melaksanakan kegiatan
dan wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan
kesiapan persyaratan teknis kepada Direktur Jenderal Peternakan
setiap 1 (satu ) tahun sekali dengan tembusan Kepala Pusat Perizinan
dan Investasi.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai pada tanggal ditetapkan.

417
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
A.n. MENTERI PERTANIAN
DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN,

( ..........................................)
NIP.:
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :
1. Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian;
2. Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan ;
3. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri ;
4. Kepala Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I ....................... ;
5. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II .....................

418
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Garuda Biru
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR
TENTANG
PENCABUTAN PEMBERIAN IZIN USAHA OBAT HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian


Nomor .................., telah ditetapkan Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Obat Hewan;
b. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal ..........Peraturan Menteri
Pertanian Nomor...................................,tentang Syarat Dan
Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan, dipandang
perlu mencabut Keputusan izin Usaha Obat Hewan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967
Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat
Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3509);
3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia;
419
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun


2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2005;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/-
2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/-
2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian;
8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor ... tentang Syarat Dan
Tata Cara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan;
Memperhatikan : Surat Kepala Pusat Perizinan dan Investasi Nomor ... tanggal ...;
Formulir model -5

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : Pencabutan Keputusan izin usaha obat hewan Kepada Perusahaan:
a. a. Nama Badan Usaha :
b. Jenis Usaha :
c. Alamat Kantor :
d. Alamat Perusahaan :
b. a. Sarana/Peralatan yang dipergunakan :
b. Bentuk sediaan yang diproduksi/diedarkan*) :
c. Macam Sediaan yang diproduksi/diedarkan*) :
d. Jumlah Unit Produksi (Khusus untuk Produsen):
e. Jumlah Alat Produksi/Peredaran *) :
f. Jumlah Pabrik (satu Propinsi) :
Sebagai : Produsen/Importir/Eksportir/Distributor
c. Jenis Perluasan: Penambahan unit produksi dilahan tapak atau
lokasi/alat produksi jenis obat yang
impor/ekspor/diedarkan * )

KEDUA : Izin sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU dicabut apabila :


a. terbukti tidak mempunyai tenaga penanggung jawab teknis;
b. dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah diberikan izin usaha
obat hewan tidak melakukan kegiatan;
c. terbukti membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan obat
hewan ilegal;

420
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. memindahkan lokasi usaha obat hewan tanpa persetujuan


pemberi izin;
e. mengalihkan izin usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi
izin;
f. tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam izin usaha;
g. tidak melakukan pelaporan kegiatan berturut-turut dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun;
KEEMPAT: Keputusan ini mulai pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
A.n. MENTERI PERTANIAN
DIREKTUR JENDRAL PETERNAKAN,

( ..........................................)
NIP.:
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :

1. Sekretariat Jendral Departemen Pertanian;


2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan;
3. Direktur Jenderal Pengawas Obat dan Makanan ;
4. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.
5. Kepala Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I ....................... ;
6. Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II .....................

421
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.23. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


40/PERMENTAN/PD.400/9/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit
Usaha Pembibitan Sapi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 40/PERMENTAN/PD.400/9/2009
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANGMAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa usaha pembibitan sapi yang dilaksanakan secara


tradisional berjalan lambat sehingga diperlukan tatanan iklim
usaha pembibitan sapi yang menarik bagi pelaku usaha
pembibitan sapi;
b. bahwa tatanan iklim usaha pembibitan sapi yang menarik
merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan bibit sapi
secara berkelanjutan;
c. bahwa guna mendukung pemenuhan kebutuhan bibit sapi
secara berkelanjutan Pemerintah telah menetapkan skim
kredit yang bersumber dari perbankan sebagaimana
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi;
d. bahwa agar pelaksanaan dalam pemanfaatan kredit usaha
pembibitan sapi dimaksud berjalan lancar dan berhasil baik,
serta menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor
131/PMK.05/2009, perlu menetapkan Pedoman Pelaksanaan
Kredit Usaha Pembibitan Sapi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3472), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran
Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

446
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
6. Keputusan Presiden Nomor 187/M/Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian
Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Presiden Nomor
62 Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik
Indonesia;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian
juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan
/OT.140/2/2007;
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
35/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian
dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Ternak;
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
36/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Sistem Perbibitan Ternak
Nasional;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
54/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan
Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices);
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
55/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pembibitan
Sapi Perah yang Baik (Good Breeding Practices);
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang Syarat dan Tata Cara

447
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak


Potong;
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
57/Permentan/KU.430/7/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 21/Permentan/KU.430/4/2009;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009
tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (Berita Negara Tahun
2009 Nomor 259).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

Pasal 1
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi seperti tercantum pada
Lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 2
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1, dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan
Kredit Usaha Pembibitan Sapi.

Pasal 3
Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Pembibitan Sapi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 bertujuan untuk meningkatkan kelancaran pelaksanaan
pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi.

Pasal 4
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pertanian ini, ketentuan Pasal I angka 1
huruf b.II angka 4 Peraturan Menteri Pertanian Nomor
21/Permentan/KU.430/4/2009 sepanjang untuk pembibitan sapi dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 5
Ketentuan yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian ini
lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama Menteri Pertanian.

Pasal 6
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

448
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan


dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 8 September 2009
MENTERI PERTANIAN,
Ttd.
ANTON APRIYANTONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 17 September 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ANDI MATTALATTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 304


LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009
TANGGAL : 8 september 2009

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kenyataan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa impor sapi, daging dan
susu cukup tinggi, karena pasokan dari dalam negeri masih belum
mencukupi. Pasokan daging sapi dalam negeri untuk kebutuhan konsumsi
baru mencapai sekitar 60 % dan pasokan susu dalam negeri baru mampu
menyediakan 20 %. Hal ini disebabkan oleh kurangnya populasi sapi
potong dan sapi perah yang tersedia sebagai bibit.

Dalam rangka mendukung pemenuhan kebutuhan daging dan susu dalam


negeri diperlukan peningkatan produksi melalui penambahan jumlah bibit
sapi. Dengan didasari pengalaman usaha pembibitan sapi yang dilakukan
oleh peternak masih berjalan lambat, pembibitan belum banyak dilakukan
oleh pelaku usaha karena dianggap kurang menguntungkan dan
memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan peran
pemerintah untuk menciptakan tatanan iklim usaha yang mampu
mendorong pelaku usaha untuk bergerak di bidang pembibitan sapi,
melalui penyediaan Skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi dengan suku
bunga bersubsidi. Melalui Kredit Usaha Pembibitan Sapi diharapkan
industri pembibitan dan kelompok pembibitan akan tumbuh dan

449
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

berkembang sehingga terjadi peningkatan populasi sapi dan terciptanya


lapangan pekerjaan di masyarakat.

Dalam upaya mendorong pelaku usaha di bidang pembibitan sapi, maka


dipandang perlu Pemerintah menetapkan skim kredit yang bersumber
dari
perbankan sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi. Untuk
kelancaran pelaksanaan pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi agar
berhasil dengan baik, perlu suatu Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Pembibitan Sapi.

B. Maksud dan Tujuan


Pedoman Pelaksanaan ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Perbankan,
Pelaku Usaha, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan
lainnya dalam pemanfaatan Kredit Usaha Pembibitan Sapi, dengan tujuan agar
dana yang disediakan oleh Bank Pelaksana dapat dimanfaatkan oleh Pelaku
Usaha secara tertib, efisien, efektif dan akuntabel, sehingga mendukung
pelaksanaan pengembangan usaha pembibitan sapi secara berkelanjutan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi sasaran/target bibit sapi, manfaat,
pengertian/definisi, obyek yang dibiayai, kriteria/persyaratan dan kewajiban
peserta Kredit Usaha Pembibitan Sapi, pola kemitraan, plafon dan kebutuhan
indikatif, suku bunga dan jangka waktu kredit, mekanisme pengajuan,
penyaluran dan pengembalian, pembinaan, monitoring dan evaluasi,
pengawasan serta pelaporan dan indikator keberhasilan.

D. Sasaran
Sasaran pelaksanaan usaha pembibitan sapi menggunakan skim Kredit Usaha
Pembibitan Sapi adalah tersedianya 1 juta ekor sapi induk dalam kurun waktu
5 tahun atau setiap tahunnya sebanyak 200.000 ekor, dilakukan oleh pelaku
usaha pembibitan sapi potong dan sapi perah dalam rangka penyediaan bibit
sapi secara berkelanjutan. Sapi tersebut adalah sapi betina bunting/siap
bunting, berasal dari sapi impor, sapi turunan impor dan sapi lokal.
Pengadaan sapi impor dan turunannya untuk menambah populasi sapi,
sedangkan sapi lokal untuk penyelamatan atau mengurangi pemotongan sapi
betina produktif. Penggunaan sapi lokal dalam jumlah terbatas dan hanya
pada wilayah sumber bibit sapi lokal dan diutamakan Sapi Bali.

E. Manfaat
Manfaat pelaksanaan usaha pembibitan sapi menggunakan skim Kredit Usaha

450
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pembibitan Sapi adalah :


1. Tersedianya bibit sapi berkelanjutan bagi pelaku usaha pembibitan sapi.
2. Berkembangnya usaha pembibitan sapi pola kemitraan.
3. Terciptanya peluang usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat.
4. Mempercepat upaya swasembada daging sapi.
5. Menghasilkan daging, susu, energi berupa gas bio dan pupuk organik.
F. Pengertian/definisi
Dalam Pedoman Pelaksanaan ini yang dimaksud dengan :
1. Usaha Pembibitan Sapi adalah suatu kegiatan usaha yang menghasilkan
bibit ternak sapi secara berkelanjutan.
2. Kredit Usaha Pembibitan Sapi, untuk selanjutnya disingkat KUPS, adalah
kredit yang diberikan bank pelaksana kepada Pelaku Usaha Pembibitan
Sapi yang memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah.
3. Pelaku Usaha Pembibitan Sapi untuk selanjutnya disebut Pelaku Usaha
adalah perusahaan pembibitan, koperasi, kelompok/gabungan kelompok
peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi.
4. Calon Peserta adalah Pelaku Usaha yang termasuk dalam daftar yang
diusulkan memperoleh KUPS yang direkomendasikan oleh instansi yang
membidangi fungsi peternakan dan/atau Kesehatan Hewan di Kabupaten/
Kota dan/atau Direktorat Jenderal Peternakan.
5. Peserta adalah Calon Peserta yang ditetapkan oleh bank pelaksana sebagai
penerima KUPS.
6. Perusahaan pembibitan adalah perusahaan peternakan yang bergerak di
bidang pembibitan sapi.
7. Koperasi adalah koperasi primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang bergerak di
bidang pembibitan sapi dan anggotanya terdaftar sebagai Calon
Peserta/Peserta KUPS.
8. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak Pembibitan adalah kumpulan
peternak pembibitan sapi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,
dan kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat)
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
9. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah
sebesar selisih antara tingkat bunga KUPS yang berlaku dengan tingkat
bunga yang dibebankan kepada Peserta.
10. Rencana Definitif Kebutuhan Usaha Pembibitan Sapi yang selanjutnya
disebut RDK-UPS adalah rencana kebutuhan kredit bagi pelaku usaha
yang disusun berdasarkan skala usaha pembibitan sapi dalam satu periode
tertentu yang dilengkapi dengan jadwal pencairan dan pengembalian
kredit.

451
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

11. Kebutuhan indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap satuan unit
usaha pembibitan sapi sesuai dengan skala usaha yang didanai KUPS
dalam satu periode yang telah ditetapkan.
12. Kemitraan adalah kerjasama usaha pembibitan sapi antara
perusahaan/koperasi dan kelompok/gabungan kelompok peternak yang
saling menguntungkan.
13. Prosedur baku adalah tata cara pembibitan sapi yang baik sesuai
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 54/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang
Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices)
atau Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/ OT.140/8/2006
tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik (Good Breeding
Practices).
14. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
berkewajiban menyediakan, menyalurkan, dan menatausahakan KUPS.
15. Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan.

II. OBYEK YANG DIBIAYAI, PERSYARATAN DAN KEWAJIBAN PESERTA


KUPS SERTA POLA KEMITRAAN

A. Obyek yang Dibiayai


Obyek yang dibiayai oleh KUPS, yaitu kegiatan usaha pembibitan sapi
untuk produksi bibit sapi potong atau bibit sapi perah yang dilengkapi
dengan nomor identifikasi berupa microchips.
B. Persyaratan dan Kewajiban Peserta KUPS
KUPS hanya dapat digunakan untuk mendanai pengembangan usaha
pembibitan sapi oleh pelaku usaha. Pelaku usaha yang dimaksud adalah
perusahaan pembibitan, koperasi dan kelompok/gabungan kelompok
peternak. Persyaratan dan kewajiban pelaku usaha peserta KUPS adalah
sebagai berikut:
1. Perusahaan Pembibitan
a. Persyaratan Perusahaan Pembibitan adalah sebagai berikut:

452
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1) Berbadan hukum.
2) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana.
3) Memiliki izin usaha peternakan yang bergerak dibidang
pembibitan.
4) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit.
5) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak.
6) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota dan
Direktorat Jenderal Peternakan.
b. Kewajiban Perusahaan Pembibitan adalah sebagai berikut:
1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan
untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS).
2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang
dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit.
3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana.
4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku
untuk penyediaan bibit sapi.
5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal
pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan rencana usaha
pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta
penyediaan sarana produksi peternakan yang diperlukan
kelompok/gabungan kelompok.
6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan
kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak
yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan
Direktorat Jenderal Peternakan.
2. Koperasi
a. Persyaratan Koperasi adalah sebagai berikut:
1) Berbadan hukum.
2) Memiliki pengurus yang aktif.
3) Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana.
4) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak.
5) Memiliki izin usaha peternakan yang bergerak dibidang
pembibitan.
6) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit.
7) Bermitra dengan kelompok/gabungan kelompok peternak.
8) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota dan
Direktorat Jenderal Peternakan.
b. Kewajiban Koperasi adalah sebagai berikut:
1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan
untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS).

453
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang


dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit.
3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana.
4) Melakukan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku
untuk penyediaan bibit sapi.
5) Membantu kelompok/gabungan kelompok, dalam hal
pembinaan teknis dan manajemen, penyusunan rencana usaha
pembibitan sapi dan pemasaran hasil produksi serta
penyediaan sarana produksi peternakan yang diperlukan
kelompok/gabungan kelompok.
6) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan
kelompok/gabungan kelompok atas dasar kesepakatan pihak
yang bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan
Direktorat Jenderal Peternakan.
3. Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak
a. Persyaratan Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak adalah
sebagai berikut:
1) Memiliki organisasi dan pengurus yang aktif.
2) Memiliki anggota yang terdiri dari peternak.
3) Terdaftar pada Dinas kabupaten/kota setempat.
4) Memiliki aturan kelompok/gabungan kelompok yang
disepakati anggota.
5) Memenuhi prosedur baku pelaksanaan produksi bibit.
6) Bermitra dengan perusahaan atau koperasi.
7) Memperoleh rekomendasi dari Dinas kabupaten/kota.
b. Kewajiban kelompok/gabungan kelompok adalah sebagai berikut:
1) Menyusun dan menandatangani rencana definitif kebutuhan
untuk usaha pembibitan sapi (RDK-UPS).
2) Mengajukan permohonan kredit kepada Bank Pelaksana yang
dilampiri rencana definitif kebutuhan kredit.
3) Menandatangani akad kredit dengan Bank Pelaksana.
4) Melaksanakan usaha pembibitan sapi sesuai prosedur baku
dengan memperhatikan pembinaan teknis dari perusahaan/
koperasi.
5) Membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama dengan
perusahaan/koperasi atas dasar kesepakatan pihak yang
bermitra serta diketahui oleh Dinas kabupaten/kota.
Rekomendasi akan diberikan kepada pelaku usaha yang mampu
menyediakan sapi untuk usaha pembibitan sapi, memenuhi persyaratan
sesuai prosedur baku dan melakukan kemitraan.

454
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

C. Pola Kemitraan
1. Kemitraan antara perusahaan/koperasi dan kelompok/gabungan
kelompok yang keduanya peserta KUPS, dilakukan atas dasar kontrak
kerjasama kemitraan yang diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan
Direktorat Jenderal Peternakan.
2. Kemitraan antara perusahaan/koperasi peserta KUPS yang
memberikan gaduhan ternak sapi kepada kelompok/gabungan
kelompok, dilakukan atas dasar kontrak kerjasama kemitraan yang
diketahui oleh Dinas kabupaten/kota dan Direktorat Jenderal
Peternakan.
3. Kemitraan antara kelompok/gabungan kelompok peserta KUPS
dengan perusahaan/koperasi sebagai penjamin, dilakukan atas dasar
kontrak kerjasama kemitraan yang diketahui oleh Dinas
kabupaten/kota. Dalam hal Perusahaan/Koperasi sebagai penjamin,
maka Perusahaan/Koperasi melakukan pendampingan kepada
kelompok/gabungan kelompok dalam menyusun dan
menandatangani RDK-UPS serta membantu dalam menyediakan bibit
sapi.

III. PLAFON DAN KEBUTUHAN INDIKATIF KUPS


1. Plafon kredit per pelaku usaha paling banyak Rp. 66.315.000.000,- (enam
puluh enam milyar tiga ratus lima belas juta rupiah) dengan rincian sesuai
kebutuhan indikatif usaha pembibitan sapi, sebagai berikut:

Kebutuhan Indikatif Usaha Pembibitan Sapi (5.000 ekor)

455
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Besarnya plafon kredit per Bank Pelaksana per wilayah/provinsi


disesuaikan dengan potensi daerah.

IV. SUKU BUNGA DAN JANGKA WAKTU KREDIT


Suku bunga yang dibebankan kepada pelaku usaha sebesar 5 % per tahun
dalam jangka waktu kredit paling lama 6 tahun, dengan masa tenggang (grace
periode) paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

V. MEKANISME PENGAJUAN, PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN KUPS


1. Pelaku usaha yang membutuhkan KUPS menyusun rencana definitif
kebutuhan kredit dalam satu periode (paling lama 6 tahun) sebagai dasar
perencanaan kebutuhan KUPS dengan memperhatikan kebutuhan
indikatif.
2. Permohonan KUPS diajukan langsung oleh pelaku usaha kepada Bank
Pelaksana dengan tembusan kepada Dinas kabupaten/kota dan Direktorat
Jenderal Peternakan, dengan melampirkan RDK-UPS.
3. Bank pelaksana akan memeriksa kelengkapan persyaratan kredit dari
pelaku usaha dan selanjutnya pelaku usaha melakukan akad kredit
dengan Bank Pelaksana apabila persyaratannya sudah terpenuhi.
4. Bank Pelaksana menyalurkan KUPS pada waktu dan jumlah sesuai dengan
akad kredit.
5. Pelaku usaha berkewajiban mengembalikan kredit kepada Bank Pelaksana
sesuai dengan jadwal.

VI. PEMBINAAN, MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN


A. Pembinaan
Pembinaan dan pengendalian KUPS di tingkat pusat dilakukan oleh
Menteri Pertanian yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur
Jenderal Peternakan. Pembinaan dan pengendalian KUPS di daerah
dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota melalui Dinas Provinsi, Dinas
Kabupaten/Kota bersangkutan.

Aspek pembinaan di tingkat pusat yang terkait dengan pemanfaatan


KUPS antara lain menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria:
1. Peningkatan ketersediaan dan mutu bibit ternak, serta pelestarian,
pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya genetik ternak;
2. Peningkatan koordinasi dan penumbuhan kelembagaan perbibitan;
3. Peningkatan dan pemberdayaan sumber daya manusia perbibitan;
4. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak.

456
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pembinaan di tingkat daerah yang terkait dengan pemanfaatan KUPS


antara lain:
1. Provinsi, melakukan bimbingan penerapan norma, standar, pedoman
dan kriteria;
2. Kabupaten/kota, melaksanakan norma, standar, pedoman dan kriteria.

B. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi terhadap penyaluran, pemanfaatan dan
pengembalian KUPS dilakukan secara periodik dan/atau sewaktu-waktu.
Di tingkat Pusat dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan up.
Direktorat Perbibitan dan Pusat Pembiayaan Pertanian serta di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas
Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan peserta KUPS dan Bank
Pelaksana setempat.

C. Pengawasan
Di tingkat pusat, Direktorat Jenderal Peternakan melakukan pengawasan
terhadap rekomendasi yang diberikan oleh Dinas kabupaten/kota kepada
calon peserta KUPS.
Di tingkat daerah, Dinas kabupaten/kota melakukan seleksi calon peserta
KUPS, melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap penggunaan
nomor identifikasi yang berupa microchips, dan melakukan pengawasan
terhadap anak sapi betina dalam penyediaan bibit.
Dalam hal peserta KUPS tidak melaksanakan pemanfaatan kredit untuk
usaha pembibitan, Direktur Jenderal Peternakan mengusulkan kepada
Bank Pelaksana untuk menerapkan sanksi berupa penerapan bunga
komersial.

VII. PELAPORAN
1. Cabang Bank Pelaksana menyampaikan laporan perkembangan
penyaluran dan pengembalian KUPS yang dikelolanya secara periodik
setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada Dinas
kabupaten/kota.
2. Bank Pelaksana menyampaikan laporan bulanan konsolidasi
perkembangan penyaluran dan pengembalian KUPS yang dikelolanya
paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya kepada Menteri Pertanian up.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian.
3. Dinas kabupaten/kota menyampaikan laporan penyaluran dan
pengembalian KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya kepada Dinas Provinsi.

457
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Dinas Provinsi menyampaikan laporan penyaluran dan pengembalian


KUPS setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya kepada
Menteri Pertanian up. Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Pusat
Pembiayaan Pertanian.

VIII. INDIKATOR KEBERHASILAN


Indikator keberhasilan pelaksanaan usaha pembibitan sapi melalui KUPS,
antara lain adalah : (1). Peningkatan jumlah populasi sapi, (2) Terbangunnya
industri dan
kelompok pembibitan sapi, (3) Tersalurnya kredit, (4). Terealisasinya
angsuran kredit tepat waktu.

IX. PENUTUP
Pedoman ini digunakan sebagai acuan bagi petugas baik di pusat dan daerah
serta pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan
pemanfaatan KUPS, agar dana yang disediakan oleh Bank Pelaksana dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan sehingga
sasaran program dapat tercapai, penyaluran dan pengembalian KUPS dapat
berjalan lancar dan tepat sasaran.

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
ANTON APRIYANTONO

458
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.24. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


13/PERMENTAN/OT.140/1/2010 Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia Dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 13/PERMENTAN/OT.140/1/2010
TENTANG
PERSYARATAN RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA DAN UNIT
PENANGANAN DAGING (MEAT CUTTING PLANT)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin pangan asal hewan khususnya


karkas, daging, dan jeroan ruminansia yang aman, sehat, utuh
dan halal diperlukan Rumah Potong Hewan yang memenuhi
persyaratan;
b. bahwa kegiatan pemotongan hewan ruminansia mempunyai
risiko penyebaran dan/atau penularan penyakit hewan
menular termasuk penyakit zoonotik dan/atau penyakit yang
ditularkan melalui daging (meat borne disease) yang
mengancam kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b tersebut di atas dan untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, dipandang perlu menetapkan Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant) dengan Peraturan Menteri
Pertanian.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan


(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

458
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4761);
11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tugas Eselon I Departemen;
13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/OT.210/
3/2005 tentang Pelaksanaan Standardisasi Nasional di Bidang
Pertanian;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/Kp.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/

459
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2007 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor


22/Permentan/OT.140/4/2008;
16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/Kp.140/9/2005
Tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005
tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG
PERSYARATAN RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA
DAN UNIT PENANGANAN DAGING (MEAT CUTTING
PLANT)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Ruminansia besar adalah ternak memamah biak yang terdiri dari ternak
ruminansia besar, seperti sapi dan kerbau, serta ternak ruminansia kecil,
seperti kambing dan domba.
2. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat
umum.
3. Unit Penanganan Daging (meat cutting plant) yang selanjutnya disebut
dengan UPD adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain
dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan
pembagian karkas, pemisahan daging dari tulang, dan pemotongan daging
sesuai topografi karkas untuk menghasilkan daging untuk konsumsi
masyarakat umum.
4. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di darat, air dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun
yang dihabitatnya.
5. Karkas ruminansia adalah bagian dari tubuh ternak ruminansia sehat yang
telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala,
kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor
serta lemak yang berlebih, dapat berupa karkas segar hangat (hot carcass),
segar dingin (chilled carcass) atau karkas beku (frozen carcass).

460
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak
dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang dan daging
tanpa tulang, dapat berupa daging segar hangat, segar dingin (chilled) atau
karkas beku (frozen).
7. Karkas atau daging segar dingin (chilled) adalah karkas atau daging yang
mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur
bagian dalam karkas atau daging antara 0ºC dan 4ºC.
8. Karkas atau daging segar beku (frozen) adalah karkas atau daging yang sudah
mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur
internal karkas atau daging minimum minus18ºC.
9. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak
ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan
layak dikonsumsi oleh manusia dapat berupa jeroan dingin atau beku.
10. Pemeriksaan ante-mortem (ante-mortem inspection) adalah pemeriksaan
kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa berwenang.
11. Pemeriksaan post-mortem (post-mortem inspection) adalah pemeriksaan
kesehatan jeroan dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa berwenang.
12. Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang
terdiri dari pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian
penyembelihan dan pemeriksaan post-mortem.
13. Penyembelihan hewan adalah kegiatan mematikan hewan hingga tercapai
kematian sempurna dengan cara menyembelih yang mengacu kepada kaidah
kesejahteraan hewan dan syariah agama Islam.
14. Penanganan daging hewan adalah kegiatan yang meliputi pelayuan,
pembagian karkas, pembagian potongan daging, pembekuan, pendinginan,
pengangkutan, penyimpanan dan kegiatan lain untuk penjualan daging.
15. Dokter hewan berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk
oleh Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pengawasan di bidang
kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan/atau UPD.
16. Dokter hewan penanggungjawab teknis adalah dokter hewan yang ditunjuk
oleh Manajemen RPH dan/atau UPD berdasarkan rekomendasi dari
Gubernur/Bupati/ Walikota yang bertanggungjawab dalam pemeriksaan ante-
mortem dan post-mortem serta pengawasan di bidang kesehatan masyarakat
veteriner di RPH dan/atau UPD.
17. Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan
fisik yang tinggi.
18. Daerah bersih adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi
dan fisik yang rendah.

461
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

19. Desinfeksi adalah penerapan bahan kimia dan/atau tindakan fisik untuk
mengurangi/menghilangkan mikroorganisme.
20. Kandang penampung adalah kandang yang digunakan untuk menampung
hewan potong sebelum pemotongan dan tempat dilakukannya pemeriksaan
ante-mortem.
21. Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi hewan
potong yang ditunda pemotongannya karena menderita atau dicurigai
menderita penyakit tertentu.
22. Zoonosis adalah suatu penyakit infeksi yang secara alami ditularkan dari
hewan ke manusia atau sebaliknya.
23. Kesehatan Masyarakat Veteriner yang selanjutnya disingkat Kesmavet adalah
segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan dan dasar hukum bagi setiap
orang dan pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan RPH dan
UPD.

Pasal 3
Ruang lingkup peraturan ini meliputi Persyaratan RPH; Persyaratan UPD;
Persyaratan Higiene-sanitasi; Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner; Izin
RPH, Izin dan Jenis Usaha Pemotongan Hewan; Sumber Daya Manusia; Ketentuan
Peralihan; dan Ketentuan Penutup.

BAB II
PERSYARATAN RUMAH POTONG HEWAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Teknis RPH

Pasal 4
RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman,
sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
a. pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);
b. pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection)
dan pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspektion) untuk
mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia;
c. pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan
pada pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan post-mortem guna

462
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan


zoonosis di daerah asal hewan.

Pasal 5
(1) Untuk mendirikan rumah potong wajib memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan peraturan perundangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lokasi;
b. sarana pendukung;
c. konstruksi dasar dan disain bangunan;
d. peralatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Lokasi

Pasal 6
(1) Lokasi RPH harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD)
dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau daerah yang
diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan
kontaminan lainnya;
b. tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
c. letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d. mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan
hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
e. tidak berada dekat industri logam dan kimia;
f. mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
g. terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH Babi atau dibatasi dengan
pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu
lintas orang, alat dan produk antar rumah potong.

Bagian Ketiga
Persyaratan Sarana Pendukung

Pasal 7
RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling kurang
meliputi:

463
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
hewan potong dan kendaraan daging;
b. sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah
cukup, paling kurang 1.000 liter/ekor/hari;
c. sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus;
d. fasilitas penanganan limbah padat dan cair.

Bagian Keempat
Persyaratan Tata Letak, Disain, dan Konstruksi

Pasal 8
(1) Kompleks RPH harus dipagar, dan harus memiliki pintu yang terpisah untuk
masuknya hewan potong dengan keluarnya karkas, dan daging
(2) Bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
a. bangunan utama;
b. area penurunan hewan (unloading sapi) dan kandang
penampungan/kandang istirahat hewan;
c. kandang penampungan khusus ternak ruminansia betina produktif;
d. kandang isolasi;
e. ruang pelayuan berpendingin (chilling room);
f. area pemuatan (loading) karkas/daging;
g. kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan;
h. kantin dan mushola;
i. ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian;
j. kamar mandi dan WC;
k. fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat
dimanfaatkan atau insinerator;
l. sarana penanganan limbah;
m. rumah jaga.
(3) Dalam kompleks RPH yang menghasilkan produk akhir daging segar dingin
(chilled) atau beku (frozen) harus dilengkapi dengan:
a. ruang pelepasan daging (deboning room) dan pemotongan daging
(cutting room);
b. ruang pengemasan daging (wrapping and packing);
c. fasilitas chiller;
d. fasilitas freezer dan blast freezer;
e. gudang dingin (cold storage).
(4) RPH berorientasi ekspor dilengkapi dengan laboratorium sederhana.

Pasal 9

464
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Bangunan utama RPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a
harus memiliki daerah kotor yang terpisah secara fisik dari daerah bersih.
(2) Daerah kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan area
pengeluaran darah;
b. area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat
kaki sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada
dan isi perut);
c. ruang untuk jeroan hijau;
d. ruang untuk jeroan merah;
e. ruang untuk kepala dan kaki;
f. ruang untuk kulit; dan
g. pengeluaran (loading) jeroan.
(3) Daerah bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi area untuk:
a. pemeriksaan post-mortem;
b. penimbangan karkas;
c. pengeluaran (loading) karkas/daging.

Pasal 10
Disain dan konstruksi dasar seluruh bangunan dan peralatan RPH harus dapat
memfasilitasi penerapan cara produksi yang baik dan mencegah terjadinya
kontaminasi.

Pasal 11
Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan:
a. tata ruang didisain sedemikian rupa agar searah dengan alur proses serta
memiliki ruang yang cukup, sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan
dapat berjalan baik dan higienis, dan besarnya ruangan disesuaikan dengan
kapasitas pemotongan;
b. adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara “daerah bersih” dan
“daerah kotor”;
c. memiliki area dan fasilitas khusus untuk melaksanakan pemeriksaan post-
mortem;
d. lampu penerangan harus mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dan
mempunyai intensitas cahaya 540 luks untuk area pemeriksaan postmortem,
dan 220 luks untuk area pengerjaan proses pemotongan;
e. dinding bagian dalam berwarna terang dan paling kurang setinggi 3 meter
terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas;

465
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. dinding bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang memungkinkan
dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang;
g. lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak
toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran
pembuangan;
h. permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau lubang,
jika lantai terbuat dari ubin, maka jarak antar ubin diatur sedekat mungkin
dan celah antar ubin harus ditutup dengan bahan kedap air;
i. lubang ke arah saluran pembuangan pada permukaan lantai dilengkapi
dengan penyaring;
j. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 75 mm;
k. sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 25 mm;
l. di daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus didisain agar darah
dapat tertampung;
m. langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi
dalam ruangan, harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan, tidak ada lubang atau
celah terbuka pada langit-langit;
n. ventilasi pintu dan jendela harus dilengkapi dengan kawat kasa untuk
mencegah masuknya serangga atau dengan menggunakan metode
pencegahan serangga lainnya;
o. konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah
tikus atau rodensia, serangga dan burung masuk dan bersarang dalam
bangunan;
p. pertukaran udara dalam bangunan harus baik;
q. kusen pintu dan jendela, serta bahan daun pintu dan jendela tidak terbuat dari
kayu, dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, tahan benturan
keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat
menahan agar tikus/rodensia tidak dapat masuk;
r. kusen pintu dan jendela bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang.

Pasal 12
(1) Area penurunan (unloading) ruminansia harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. dilengkapi dengan fasilitas untuk menurunkan ternak (unloading) dari
atas kendaraan angkut ternak yang didisain sedemikian rupa sehingga
ternak tidak cedera akibat melompat atau tergelincir;

466
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. ketinggian tempat penurunan/penaikan sapi harus disesuaikan dengan


ketinggian kendaraan angkut hewan;
c. lantai sejak dari tempat penurunan hewan sampai kandang penampungan
harus tidak licin dan dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan;
d. harus memenuhi aspek kesejahteraan hewan.
(2) Kandang penampung dan istirahat hewan harus memenuhi persyaratan
paling kurang sebagai berikut:
a. bangunan kandang penampungan sementara atau kandang istirahat
paling kurang berjarak 10 meter dari bangunan utama;
b. memiliki daya tampung 1,5 kali dari rata-rata jumlah pemotongan hewan
setiap hari;
c. ventilasi (pertukaran udara) dan penerangan harus baik;
d. tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang didisain landai ke
arah saluran pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
e. lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras),
kedap air, tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta
mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
f. saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat
mengalir lancar;
g. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi
hewan dengan baik dari panas dan hujan;
h. terdapat jalur penggiringan hewan (gang way) dari kandang menuju
tempat penyembelihan, dilengkapi dengan pagar yang kuat di kedua
sisinya dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga hewan tidak
dapat kembali ke kandang;
i. jalur penggiringan hewan yang berhubungan langsung dengan bangunan
utama didisain sehingga tidak terjadi kontras warna dan cahaya yang
dapat menyebabkan hewan yang akan dipotong menjadi stres dan takut.

Pasal 13
(1) Untuk melindungi populasi ternak ruminansia betina produktif, harus
dilakukan pencegahan pemotongan ternak ruminansia betina produktif di
RPH.
(2) Ternak ruminansia betina yang berdasarkan pemeriksaan ante-mortem
sebagai ternak betina produktif harus ditampung dalam kandang khusus yang
memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:

467
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. kandang penampung ternak ruminansia betina produktif dapat


merupakan kandang penampung yang terpisah atau merupakan bagian
kandang penampungan hewan, tetapi memiliki batas yang jelas;
b. fungsi kandang penampungan untuk menampung ternak ruminansia
betina produktif hasil seleksi hewan yang akan dipotong di RPH,
sekaligus sebagai tempat isolasi untuk ternak yang tidak boleh dipotong;
c. syarat kandang penampungan ternak ruminansia betina produktif harus
sama dengan syarat kandang penampungan ternak;
d. dilengkapi dengan kandang jepit untuk pemeriksaan status reproduksi.

Pasal 14
Kandang isolasi harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. terletak pada jarak terjauh dari kandang penampung dan bangunan utama,
serta dibangun di bagian yang lebih rendah dari bangunan lain;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
c. dilengkapi dengan tempat air minum yang didisain landai ke arah saluran
pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
d. lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air,
tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan
dan didesinfeksi;
e. saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir
lancar;
f. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi hewan
dengan baik dari panas dan hujan.

Pasal 15
Ruang pendingin/pelayuan (chilling room) harus memenuhi persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a. ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih;
b. besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan jarak antar karkas paling kurang 10 cm, jarak antara
karkas dengan dinding paling kurang 30 cm, jarak antara karkas dengan lantai
paling kurang 50 cm, dan jarak antar baris paling kurang 1 meter;
c. konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan:
1. tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas
minimal 3 meter;
2. dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas;

468
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta
tidak mudah mengelupas;
4. lantai tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan;
5. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 75 mm;
6. sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung
dengan jari-jari sekitar 25 mm;
7. langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah
dibersihkan;
8. intensitas cahaya dalam ruang 220 luks.
d. bangunan dan tata letak pendingin/pelayuan harus mengikuti persyaratan
seperti bangunan utama;
e. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain
yang masuk ke dalam ruang pendingin/pelayuan;
f. ruang dilengkapi dengan alat penggantung karkas yang didisain agar karkas
tidak menyentuh lantai dan dinding;
g. ruang mempunyai fasilitas pendingin dengan suhu ruang – 4 oC sampai +4 oC,
kelembaban relatif 85-90% dengan kecepatan udara 1 sampai 4 meter per detik;
h. suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam daging maksimum +8 oC;
i. suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam jeroan maksimum +4 oC.

Pasal 16
Area pemuatan (loading) karkas dan/atau daging ke dalam kendaraan angkut
karkas dan/atau daging harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dapat meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang pada karkas dan/atau
daging;
b. ketinggian lantai harus disesuaikan dengan ketinggian kendaraan angkut
karkas dan/atau daging;
c. dilengkapi dengan fasilitas pengendalian serangga, seperti pemasangan lem
serangga;
d. memiliki fasilitas pencucian tangan.

Pasal 17
Kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan harus memenuhi persyaratan
paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. luas kantor administrasi disesuaikan dengan jumlah karyawan, didisain untuk
keselamatan dan kenyamanan kerja, serta dilengkapi dengan ruang pertemuan;
c. kantor Dokter Hewan harus terpisah dengan kantor administrasi.

469
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 18
Kantin dan mushola harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan;
c. kantin didisain agar mudah dibersihkan, dirawat dan memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.

Pasal 19
Ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi/ruang ganti
pakaian (locker) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. terletak di bagian masuk karyawan atau pengunjung;
c. tempat istirahat karyawan harus dilengkapi dengan lemari untuk setiap
karyawan yang dilengkapi kunci untuk menyimpan barang-barang pribadi;
d. locker untuk pekerja ruang kotor harus terpisah dari locker pekerja bersih.

Pasal 20
Kamar mandi dan WC harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. masing-masing daerah kotor dan daerah bersih memiliki paling kurang satu
unit kamar mandi dan WC;
c. saluran pembuangan dari kamar mandi dan WC dibuat khusus ke arah “septic
tank”, terpisah dari saluran pembuangan limbah proses pemotongan;
d. dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air,
tidak mudah korosif, mudah dirawat serta mudah dibersihkan dan
didesinfeksi;
e. jumlah kamar mandi dan WC disesuaikan dengan jumlah karyawan, minimal
1 unit untuk 25 karyawan.

Pasal 21
Fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan
atau insinerator harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. dibangun dekat dengan kandang isolasi;
b. dapat memusnahkan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan
secara efektif tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan;
c. didisain agar mudah diawasi dan mudah dirawat serta memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.

Pasal 22
Sarana penanganan limbah harus memenuhi persyaratan:

470
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan;


b. didisain agar mudah diawasi, mudah dirawat, tidak menimbulkan bau dan
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan;
c. sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dari Dinas
yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan.

Pasal 23
Rumah jaga harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. dibangun masing-masing di pintu masuk dan di pintu keluar kompleks RPH;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
c. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi petugas
dari panas dan hujan;
d. didisain agar memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan kerja, serta
memungkinkan petugas jaga dapat mengawasi dengan leluasa keadaan di
sekitar RPH dari dalam rumah jaga.

Pasal 24
Ruang pelepasan daging (deboning room) dan pembagian/pemotongan daging
(cutting room) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, harus
memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan daging dan ruang pembagian/
pemotongan daging harus dapat memfasilitasi proses pembersihan dan
desinfeksi dengan efektif;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang cukup;
c. didisain untuk dapat mencegah masuk dan bersarangnya serangga, burung,
rodensia, dan binatang pengganggu lainnya di dalam ruang produksi;
d. lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
tahan terhadap benturan keras, tidak berlubang, tidak licin dan landai ke arah
saluran pembuangan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, tidak mudah
mengelupas, serta apabila lantai terbuat dari ubin, maka jarak antar ubin diatur
sedekat mungkin dan celah antar ubin harus ditutup dengan bahan kedap air;
e. dinding terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
memiliki insulasi yang baik, dan berwarna terang, dan dinding bagian dalam
dilapisi bahan kedap air setinggi minimal 3 meter dengan permukaan rata,
tidak ada celah/lubang, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas;
f. dinding bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang memungkinkan
dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang;
g. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 75 mm, dan sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm;

471
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

h. langit-langit harus dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya


akumulasi debu dan kotoran, meminimalisasi terjadinya kondensasi,
pertumbuhan jamur, dan terjadinya keretakan, serta mudah dibersihkan;
i. jendela dan ventilasi harus didisain untuk menghindari terjadinya akumulasi
debu dan kotoran, mudah dibersihkan dan selalu terawat dengan baik;
j. kusen pintu dan jendela, serta bahan daun pintu dan jendela tidak terbuat dari
kayu, dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, tahan benturan
keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat
menahan agar tikus/rodensia tidak dapat masuk;
k. kusen pintu dan jendela bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang;
l. pintu dilengkapi dengan tirai plastik untuk mencegah terjadinya variasi
temperatur dan didisain dapat menutup secara otomatis;
m. selama proses produksi berlangsung temperatur ruangan harus dipertahankan
≤ 15 oC.

Pasal 25
Disain dan konstruksi dasar ruang pengemasan daging harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan
pembagian/pemotongan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Pasal 26
Disain dan konstruksi dasar ruang pembekuan cepat (blast freezer) harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kapasitas ruangan disesuaikan dengan jumlah produk yang akan dibekukan;
b. disain dan konstruksi dasar ruang pembekuan cepat harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan
pembagian/pemotongan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
c. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain
yang masuk ke dalam ruang pembeku;
d. ruang dilengkapi dengan alat pendingin yang memiliki kipas (blast freezer)
yang mampu mencapai dan mempertahankan temperatur ruangan di bawah -
18oC dengan kecepatan udara minimum 2 meter per detik.

Pasal 27
Ruang penyimpanan beku (cold storage) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. kapasitas ruang disesuaikan dengan jumlah produk beku yang disimpan;
b. disain dan konstruksi dasar ruang penyimpanan beku harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan
pembagian/pemotongan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;

472
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain
yang masuk ke dalam ruang penyimpanan beku;
d. dilengkapi dengan fasilitas pendingin sebagai berikut:
1. memiliki ruang penyimpanan berpendingin yang mampu mencapai dan
mempertahankan secara konstan temperatur daging pada +4ºC hingga -
4ºC (chilled meat); - 2ºC hingga - 8ºC (frozen meat); atau ≤- 18ºC (deep
frozen), serta kapasitas ruangan harus mempertimbangkan sirkulasi udara
dapat bergerak bebas;
2. ruang penyimpanan berpendingin dilengkapi dengan thermometer atau
display suhu yang diletakkan pada tempat yang mudah dilihat.

Pasal 28
(1) RPH berorientasi ekspor harus mempunyai fasilitas laboratorium sederhana
untuk pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian produk, peralatan, air, petugas
dan lingkungan produksi yang diperlukan dalam rangka monitoring
penerapan praktek higiene di RPH.
(2) RPH berorientasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
RPH yang telah memperoleh Sertifikat NKV Level I.
(3) Jenis pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pemeriksaan organoleptik, pengujian kimiawi sederhana, seperti uji
awal pembusukan daging dan uji kesempurnaan pengeluaran darah,
pengujian cemaran mikroba seperti Total Plate Count (TPC), Coliform, E. coli,
Staphylococcus sp., Salmonella sp., serta pengujian parasit.
(4) Laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. letak laboratorium berdekatan dengan kantor dokter hewan;
b. tata ruang dan peralatan laboratorium harus mempertimbangkan faktor
keselamatan dan kenyamanan kerja;
c. konstruksi lantai, dinding dan langit-langit harus memenuhi persyaratan
paling kurang tertutup dengan enamel berkualitas baik atau dengan cat
epoksi, ataupun bahan lainnya yang memiliki permukaan yang halus,
kedap air, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah perawatannya;
d. penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 luks dan
dilengkapi dengan lampu berpelindung;
e. ventilasi di dalam ruang harus baik, dilengkapi dengan alat pendingin (air
conditioner) ruangan untuk mengurangi jumlah partikel yang terdapat
dalam udara dan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya variasi
temperatur;
f. untuk keselamatan kerja petugas, laboratorium dilengkapi dengan alat
pemadam kebakaran, alarm (tanda bahaya) dan sarana P3K;

473
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

g. memiliki ruang dan fasilitas khusus masing-masing untuk penyimpanan


sampel, peralatan dan media;
h. dilengkapi dengan sarana pencuci tangan.

Bagian Kelima
Persyaratan Peralatan

Pasal 29
(1) Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di RPH harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah
dirawat.
(2) Seluruh peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan jeroan
tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, misalnya
seng, polyvinyl chloride/ PVC tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat.
(3) Seluruh peralatan logam yang kontak dengan daging dan jeroan harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari stainless steel
atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan dan
mudah didesinfeksi serta mudah dirawat.
(4) Pelumas untuk peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan harus food
grade (aman untuk pangan).
(5) Sarana pencucian tangan harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak
kontak dengan telapak tangan, dilengkapi dengan fasilitas seperti sabun cair
dan pengering, dan apabila menggunakan tissue harus tersedia tempat
sampah.
(6) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup sehingga proses pembersihan dan desinfeksi
bangunan dan peralatan dapat dilakukan secara baik dan efektif.
(7) Bangunan utama paling kurang harus dilengkapi dengan:
a. alat untuk memfiksasi hewan (Restraining box);
b. alat untuk menempatkan hewan setelah disembelih (Cradle);
c. alat pengerek karkas (Hoist);
d. rel dan alat penggantung karkas yang didisain agar karkas tidak
menyentuh lantai dan dinding;
e. fasilitas dan peralatan pemeriksaan post-mortem, meliputi:
1. meja pemeriksaan hati, paru, limpa dan jantung;
2. alat penggantung kepala.
f. peralatan untuk kegiatan pembersihan dan desinfeksi;
g. timbangan hewan, karkas dan daging.
(8) Ruang jeroan paling kurang harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan
untuk:

474
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. mengeluarkan isi jeroan;


b. mencuci jeroan;
c. menangani dan memproses jeroan.
(9) Ruang pelepasan daging dan pemotongan karkas dan/atau daging paling
kurang dilengkapi dengan:
a. meja stainless steel;
b. talenan dari bahan polivinyl;
c. mesin gergaji karkas dan/atau daging (bone saw electric);
d. mesin pengiris daging (slicer);
e. mesin penggiling daging (mincer/grinder);
f. pisau yang terdiri dari pisau trimming dan pisau cutting;
g. fasilitas untuk mensterilkan pisau yang dilengkapi dengan air panas;
h. metal detector.
(10) Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner
di RPH, dokter hewan penanggung jawab di RPH dan/atau petugas
pemeriksa harus disediakan peralatan paling kurang terdiri dari:
a. pakaian pelindung diri;
b. pisau yang tajam dan pengasah pisau;
c. stempel karkas.
(11) Perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan meliputi
pakaian kerja khusus, apron plastik, tutup kepala dan sepatu boot yang harus
disediakan paling kurang 2 (dua) set untuk setiap pekerja.
(12) Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus dilengkapi dengan
peralatan untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, desinfektan,
foot dip dan sikat sepatu, dengan jumlah disesuaikan dengan jumlah pekerja.
(13) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup agar dapat dipastikan bahwa seluruh proses
pembersihan dan desinfeksi dapat dilakukan secara baik dan efektif.

BAB III
PERSYARATAN UNIT PENANGANAN DAGING (MEAT CUTTING PLANT)
Bagian Kesatu
Persyaratan Teknis Unit Penanganan Daging

Pasal 30
(1) UPD wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan:
a. lokasi;
b. sarana pendukung;

475
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. konstruksi dasar dan disain bangunan;


d. peralatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Lokasi

Pasal 31
(1) Lokasi UPD harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
(RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau lokasi yang
diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi UPD harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu, dan
kontaminan lainnya;
b. tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
c. letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d. memiliki akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan penanganan
daging dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
e. tidak berada dekat industri logam dan kimia.

Bagian Ketiga
Persyaratan Sarana Pendukung

Pasal 32
UPD harus dilengkapi dengan sarana pendukung paling kurang meliputi:
a. sarana jalan yang baik menuju UPD yang dapat dilalui kendaraan
pengangkut daging;
b. suplai air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah
cukup dan terus menerus;
c. sumber tenaga listrik yang cukup;
d. sarana penanganan limbah dan sistem saluran pembuangan limbah yang
didisain agar aliran limbah mengalir dengan lancar, mudah diawasi dan
mudah dirawat, tidak mencemari tanah, tidak menimbulkan bau dan dijaga
agar tidak menjadi sarang tikus atau rodensia.

Bagian Keempat
Persyaratan Tata Letak, Konstruksi Dasar, dan Disain

Pasal 33

476
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Persyaratan bangunan dan tata letak dalam kompleks UPD paling kurang
meliputi:
a. bangunan utama
1) ruang pelepasan daging (deboning) dan pembagian/pemotongan
daging (meat cutting);
2) ruang pengemasan;
3) ruang pembekuan cepat (blast freezer);
4) ruang penyimpanan dingin (cold storage).
b. area penurunan (loading) karkas dan pemuatan (unloading) daging ke
dalam alat angkut;
c. kantor administrasi dan kantor dokter hewan;
d. kantin dan mushola;
e. ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi/ruang
ganti pakaian (locker) kamar mandi dan wc;
f. rumah jaga;
g. sarana penanganan limbah.
(2) Kompleks UPD harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan.
(3) Disain dan konstruksi dasar bangunan utama UPD harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan
Pasal 27.
(4) Disain dan konstruksi dasar ruang kantor administrasi dan kantor Dokter
Hewan pada UPD harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17.
(5) Disain dan konstruksi dasar kantin dan mushola pada UPD harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(6) Disain dan konstruksi dasar ruang penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian pada UPD harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
(7) Disain dan konstruksi dasar kamar mandi dan WC pada UPD harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Bagian Kelima
Persyaratan Peralatan

Pasal 34
(1) Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di UPD harus terbuat dari
bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta
mudah dirawat.
(2) Seluruh peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan jeroan
tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik (misal:

477
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

seng, polyvinyl chloride/ PVC), tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan
didesinfeksi serta mudah dirawat.
(3) Seluruh peralatan logam yang kontak dengan daging dan jeroan harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari stainless steel
atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan dan
mudah didesinfeksi serta mudah dirawat.
(4) Pelumas untuk peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan harus food
grade (aman untuk pangan).
(5) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup sehingga proses pembersihan dan desinfeksi
bangunan dan peralatan dapat dilakukan secara baik dan efektif.
(6) Ruang penanganan dan pemotongan karkas dan/atau daging paling kurang
dilengkapi dengan mesin dan peralatan:
a. meja stainless steel;
b. talenan dari bahan polivinyl;
c. mesin gergaji karkas/daging (bone saw electric);
d. mesin pengiris daging (slicer);
e. mesin penggiling daging (mincer/grinder);
f. pisau yang terdiri dari pisau trimming dan pisau cutting;
g. fasilitas untuk mensterilkan pisau yang dilengkapi dengan air panas;
h. metal detector.
(7) Perlengkapan standar untuk pekerja di ruang penanganan dan pemotongan
karkas dan/atau daging meliputi pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup
kepala, penutup mulut, sarung tangan, dan sepatu boot yang harus
disediakan paling kurang 2 (dua) set untuk setiap pekerja.

BAB IV
PERSYARATAN HIGIENE DAN SANITASI

Pasal 35
(1) Pada RPH dan UPD harus dilengkapi dengan fasilitas higiene-sanitasi yang
dapat memastikan bahwa cara produksi karkas, daging, dan jeroan dapat
diterapkan dengan baik dan konsisten.
(2) Fasilitas higiene-sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu
menjamin bahwa proses pembersihan dan sanitasi bangunan, lingkungan
produksi, peralatan, dan baju kerja karyawan dapat diterapkan secara efektif.

478
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus memiliki fasilitas untuk
mencuci sepatu boot yang dilengkapi dengan sikat sepatu, dan fasilitas untuk
mensucihamakan sepatu boot yang dilengkapi desinfektan (foot dipping).
(4) RPH dan/atau UPD harus memiliki fasilitas cuci tangan yang dilengkapi
dengan air hangat, sabun dan desinfektan serta didisain tidak dioperasikan
menggunakan tangan atau tidak kontak langsung dengan telapak tangan.
(5) Fasilitas cuci tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilengkapi
dengan fasilitas pengering tangan, apabila menggunakan tisue maka harus
disediakan tempat sampah bertutup dan tidak dioperasikan dengan tangan.
(6) Untuk mensucihamakan pisau dan peralatan yang digunakan, harus memiliki
air bertemperatur tidak kurang dari 82oC yang memenuhi persyaratan baku
mutu air bersih, atau metoda sterilisasi lain yang efektif.
(7) Tidak menggunakan bahan kimia berbahaya yang tidak diperbolehkan
digunakan untuk pangan.
(8) Setiap kali selesai proses pemotongan dan produksi karkas, daging, dan
jeroan, harus dilakukan proses pembersihan dan desinfeksi secara
menyeluruh.
(9) Kebersihan lingkungan di sekitar bangunan utama dalam area komplek RPH
dan/atau UPD harus dipelihara secara berkala, dengan cara:
a. menjaga kebersihan lingkungan dari sampah, kotoran dan sisa pakan;
b. memelihara rumput atau pepohonan sehingga tetap terawat;
c. menyediakan fasilitas tempat pembuangan sampah sementara di tempat-
tempat tertentu.

Pasal 36
(1) Higiene personal harus diterapkan pada setiap RPH dan/atau UPD.
(2) Seluruh pekerja yang menangani karkas, daging, dan/atau jeroan harus
menerapkan praktek higiene meliputi:
a. pekerja yang menangani daging harus dalam kondisi sehat, terutama dari
penyakit pernafasan dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis a, tipus,
dll;
b. harus menggunakan alat pelindung diri (hair net, sepatu bot dan pakaian
kerja);
c. selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan/atau sanitaiser sebelum
dan sesudah menangani produk dan setelah keluar dari toilet;
d. tidak melakukan tindakan yang dapat mengkontaminasi produk (bersin,
merokok, meludah, dll) di dalam bangunan utama rumah potong.

BAB V
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

479
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 37
(1) Dalam rangka menjamin karkas, daging, dan jeroan yang dihasilkan oleh RPH
atau UPD (UPD) memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH)
perlu dilakukan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan
UPD oleh Dokter Hewan Berwenang atau Dokter Hewan Penanggung Jawab
Perusahaan yang disupervisi oleh Dokter Hewan Berwenang.
(2) Kegiatan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penerapan kesehatan hewan di RPH;
b. pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disembelih (ante-mortem
inspection);
c. pemeriksaan kesempurnaan proses pemingsanan (stunning);
d. pemeriksaan kesehatan jeroan dan/atau karkas (post- mortem inspection);
e. pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi.
(3) Dokter Hewan Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak
dan akses untuk memasuki ruang produksi, melakukan pengawasan,
pengambilan sampel, penyidikan, pemeriksaan dokumen, memusnahkan
(condemn) hewan/bangkai, karkas, daging, dan jeroan yang tidak memenuhi
syarat dan dianggap membahayakan kesehatan konsumen.
(4) Dokter Hewan Penanggung Jawab Perusahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki hak untuk memasuki ruang produksi, melakukan
pengawasan, pengambilan sampel, pemeriksaan dokumen, memusnahkan
(condemn) hewan/bangkai, karkas, daging, dan/atau jeroan yang tidak
memenuhi syarat dan dianggap membahayakan kesehatan konsumen.
(5) Pemeriksaan ante-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan di kandang penampungan sementara atau peristirahatan hewan,
kecuali apabila atas pertimbangan dokter hewan berwenang dan/atau dokter
hewan penanggung jawab perusahaan, pemeriksaan tersebut harus dilakukan
di dalam kandang isolasi, kendaraan pengangkut atau alat pengangkut lain.
(6) Pemeriksaan post-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
dilakukan segera setelah penyelesaian penyembelihan, dan pemeriksaan
dilakukan terhadap kepala, karkas dan/atau jeroan.
(7) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan terhadap
pemeliharaan sanitasi bangunan, lingkungan produksi, peralatan, proses
produksi dan higiene personal.
(8) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang telah lulus pemeriksaan antemortem
dan post-mortem harus distempel oleh Dokter Hewan Penanggung Jawab
RPH yang berisi informasi tentang “Di Bawah Pengawasan Dokter Hewan”
dan Nomor Kontrol Veteriner (NKV).

480
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(9) Kesimpulan hasil pengawasan kesehatan masyarakat veteriner yang


menyatakan karkas, daging, dan/atau jeroan tersebut aman, sehat, dan utuh
dinyatakan dalam Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) yang
ditandatangani oleh Dokter Hewan Berwenang di RPH atau di UPD dengan
format SKKD, seperti format model 1.
(10) Surat Keterangan Kesehatan Daging sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
harus disertakan pada peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan.
(11) Dokter Hewan Penanggung Jawab Perusahaan memiliki kewajiban untuk
membuat laporan hasil pengawasan kesmavet sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada Dokter Hewan Berwenang.
(12) Dokter Hewan Berwenang wajib membuat laporan hasil pengawasan
kesmavet sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Dinas
Kabupaten/Kota.

BAB VI
IZIN MENDIRIKAN RUMAH POTONG HEWAN DAN IZIN USAHA
PEMOTONGAN HEWAN
Bagian Kesatu
Izin Mendirikan Rumah Potong Hewan

Pasal 38
(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan RPH harus memiliki
izin mendirikan RPH.
(2) Izin mendirikan RPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Bupati/Walikota.
(3) Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam memberikan
izin mendirikan RPH harus memperhatikan persyaratan teknis RPH.
(4) Izin mendirikan RPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dipindah tangankan kepada setiap orang atau badan usaha lain tanpa
persetujuan tertulis dari pemberi izin.

Bagian Kedua
Izin Usaha Pemotongan Hewan dan/atau Penanganan Daging

Pasal 39
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan usaha pemotongan hewan
dan/atau penanganan daging harus memiliki izin usaha dari Bupati/Walikota
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Bupati/Walikota dalam memberikan izin usaha pemotongan hewan dan/atau
penanganan daging harus memperhatikan persyaratan teknis tata cara

481
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pemotongan dan penanganan daging ternak ruminansia sesuai dengan


peraturan perundangan.
(3) Izin usaha pemotongan hewan dan/atau penanganan daging tidak dapat
dipindah tangankan kepada setiap orang atau badan usaha lain.
(4) Izin usaha pemotongan hewan dan/atau penanganan daging dapat dicabut,
apabila:
a. kegiatan pemotongan dan/atau penanganan daging dilakukan di RPH
atau UPD yang tidak memiliki izin mendirikan RPH;
b. melanggar persyaratan teknis tata cara pemotongan dan/atau
penanganan daging ternak ruminansia sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
c. tidak melakukan kegiatan pemotongan hewan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan berturut-turut setelah izin diberikan;
d. tidak memiliki NKV, setelah jangka waktu yang ditentukan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
(1) Berdasarkan pola pengelolaannya, usaha pemotongan hewan dan/atau
penanganan daging dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis:
a. Jenis I : RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh
pemerintah daerah dan sebagai jasa pelayanan umum;
b. Jenis II : RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain;
c. Jenis III : RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola
bersama antara pemerintah daerah dan swasta.
(2) RPH dan/atau UPD dengan pola pengelolaan Jenis II dan Jenis III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, selain
menyelenggarakan kegiatan pemotongan ternak milik sendiri harus
memberikan jasa pelayanan pemotongan dan/atau penanganan daging bagi
masyarakat yang membutuhkan.
(3) Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging) karkas, usaha
pemotongan hewan dibedakan menjadi 2 (dua) kategori:
a. Kategori I : usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas hangat;
b. Kategori II : usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku
(frozen).
(4) Bagi usaha pemotongan kategori II sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b harus dilengkapi dengan fasilitas rantai dingin hingga ke tingkat
konsumen.

482
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB VII
SUMBER DAYA MANUSIA

Pasal 41
(1) Setiap RPH dan/atau UPD harus dibawah pengawasan dokter hewan
berwenang di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang ditunjuk oleh
Bupati/Walikota.
(2) Setiap RPH harus mempekerjakan paling kurang satu orang dokter hewan
sebagai pelaksana dan penanggung jawab teknis pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner di RPH.
(3) Dokter hewan penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melaksanakan tugas di RPH sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan
oleh dokter hewan berwenang.
(4) Dokter hewan penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab terhadap dokter hewan berwenang di bidang kesehatan
masyarakat veteriner.
(5) Setiap RPH selain mempekerjakan dokter hewan penanggung jawab teknis
dapat mempekerjakan paling kurang satu orang tenaga pemeriksa daging
(keurmaster) dibawah pengawasan dokter hewan penanggung jawab teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Setiap RPH wajib mempekerjakan paling kurang satu orang juru sembelih
halal.
(7) UPD wajib mempekerjakan paling kurang:
a. satu orang petugas sebagai penanggung jawab teknis;
b. satu orang tenaga ahli pemotong daging berdasarkan topografi karkas
(butcher).
(8) Dokter hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan paling kurang:
a. mempunyai keahlian di bidang meat inspector yang diakui oleh
organisasi profesi dokter hewan dan diverifikasi oleh Otoritas Veteriner;
b. mempunyai keahlian di bidang reproduksi yang diakui oleh organisasi
profesi dokter hewan dan diverifikasi oleh Otoritas Veteriner.
(9) Petugas penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (7)\
huruf a harus memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat
pelatihan sistem jaminan keamanan pangan.

483
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(10) Tenaga pemeriksa daging sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b harus
memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat sebagai juru uji
daging yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Veteriner.
(11) Juru sembelih halal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus
memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat sebagai juru
sembelih halal yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang.
(12) Tenaga ahli pemotong daging paling kurang harus mempunyai sertifikat
sebagai tenaga ahli pemotong daging yang dikeluarkan oleh lembaga
berwenang.
Pasal 42
(1) Pelatihan penyegaran kompetensi bagi seluruh SDM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 dapat diselenggarakan oleh manajemen RPH atau Gubernur
atau Menteri Pertanian.
(2) Penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu
kepada Pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan
bekerjasama dengan Badan Sumberdaya Manusia, Kementerian Pertanian.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
(1) RPH dan/atau UPD yang pada waktu dikeluarkannya Peraturan ini belum
memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan ini, harus menyesuaikan
dengan Peraturan ini paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak Peraturan ini
ditetapkan.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, Keputusan Menteri Pertanian Nomor
555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan
dan Usaha Pemotongan Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 22 Januari 2010

484
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,


Ttd.
SUSWONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 2 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 60

485
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.25. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


16/PERMENTAN/OT.140/1/2010 Tentang Pedoman Identifikasi Dan
Pengawasan Ternak Ruminansia Besar

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 16/PERMENTAN/OT.140/1/2010
TENTANG
PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA
BESAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperoleh akurasi data untuk


mendukung pembangunan peternakan dan pelayanan
veteriner nasional perlu dilakukan identifikasi dan
pengawasan terhadap lalu lintas ternak ruminansia besar;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan koordinasi, daya guna
serta hasil guna dalam identifikasi dan pengawasan lalu lintas
ternak ruminansia besar perlu ditetapkan pedoman dalam
pelaksanaannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pertanian tentang Pedoman Identifikasi dan
Pengawasan Ternak Ruminansia Besar.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina


Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing World Trade Organization (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3564);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

483
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2002 tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku
Pada Departemen Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2002
Nomor 92,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4224), juncto
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2004 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 14);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

484
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit


Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
15. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
16. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986
tentang Syarat-Syarat Rumah Pemotongan Hewan dan Izin
Usaha Pemotongan Hewan;
18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.310/7/1992
tentang Pemotongan Hewan Potong dan Penanganan Daging
serta Hasil Ikutannya;
19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/HK.310/8/2002
tentang Tempat-tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media
Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina;
20. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003
tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan
Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2007, dan Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
23. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005
tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha
Pangan Asal Hewan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN


IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA
BESAR

Pasal 1

485
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pedoman Identifikasi dan Pengawasan Ternak Ruminansia Besar seperti tercantum


pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 2
Pedoman Identifikasi dan Pengawasan Ternak Ruminansia Besar sebagaimana di
maksud pada Pasal 1 merupakan acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam
kegiatan identifikasi dan pengawasan ternak ruminansia besar.

Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Januari 2010
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUSWONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 78

486
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010
TANGGAL : 29 Januari 2010

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA


BESAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ternak merupakan makhluk hidup yang diciptakan untuk dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan hidup manusia. Untuk itu maka budidaya
ternak yang tersebar di seluruh Indonesia perlu dioptimalkan produksi dan
produktivitasnya serta terus dikembangkan agar dapat bermanfaat nyata bagi
peternak dan masyarakat.

Ternak ruminansia besar sebagai sumber produksi daging yang potensial,


sudah menjadi komoditi bisnis antar daerah bahkan antar negara sesuai
dengan persyaratan teknis keamanan pangan, oleh karena tingginya kebutuhan
daging oleh masyarakat.

487
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Untuk menjamin daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), diperlukan
sistem yang memiliki kemampuan telusur terhadap penyakit hewan termasuk
zoonosis dan keamanan pangan mulai dari budidaya ternak hingga rumah
potong hewan.

Pada tataran global, sistem identifikasi ternak ruminansia besar telah


dipersyaratkan oleh Office International des Epizooties (OIE) dalam
perdagangan bebas sebagai suatu persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS).

Sistem identifikasi merupakan sarana yang sangat efektif untuk mendukung


kegiatan survailance, sistem peringatan dini dan pelaporan,manajemen wabah
penyakit, program vaksinasi, penggunaan obat, pakan dan pestisida secara
benar, pengelolaan kelompok ternak atau peternakan, pengawasan mutasi
ternak, zoning/kompartemen, inspeksi - sertifikasi ternak dan produk ternak,
insiden keamanan pangan serta praktek-praktek perdagangan yang jujur.

Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan pedoman identifikasi ternak


ruminansia besar sebagai acuan bagi petugas di lapangan maupun para
pengambil kebijakan baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat dalam
upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal untuk mewujudkan
penyediaan dan keamanan pangan hewani serta meningkatkan kesejahteraan
peternak.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud Pedoman ini sebagai pedoman bagi:
a. petugas yang berada di unit pelayanan kesehatan hewan, unit
pelayanan Inseminasi Buatan (IB) dan kelompok ternak;
b. pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan pembangunan
bidang peternakan dan kesehatan hewan;
c. pelaku usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam
pengembangan usaha bidang peternakan.
2. Tujuan Pedoman ini untuk:
a. mengefektifkan penelusuran (traceability) dalam hal keamanan pangan
(food safety) baik aspek zoonosis, residu maupun situasi penyakit
hewan daerah asal;
b. mengefektifkan pelaksanaan surveilans penyakit hewan menular dan
zoonosis, serta pelayanan teknis bidang peternakan;
c. mengefektifkan pendataan populasi ternak melalui pengawasan dan
penertiban mutasi ternak yang berpotensi sebagai penyebar penyakit
hewan menular antar daerah;
d. mengefektifkan pengawasan dan pencegahan pemotongan ternak
ruminansia betina produktif dan seleksi untuk pengafkiran;

488
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

e. mengefektifkan peningkatan mutu bibit/genetik (pencegahan inbreeding)


pada ternak potong;
f. meningkatkan pengembangan usaha budidaya ternak potong dan
pencatatan kinerja teknis.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman ini meliputi metode identifikasi; pelaksanaan
identifikasi; pencatatan pelayanan dan mutasi peternak; tugas dan wewenang;
pengawasan, pelaporan dan pembiayaan.

D. Pengertian
1. Ternak Ruminansia Besar yang selanjutnya disebut ternak adalah ternak
sapi potong, ternak kerbau dan ternak sapi perah baik jantan maupun
betina dari seluruh struktur umur anak, muda dan dewasa.
2. Identifikasi ternak adalah kombinasi antara identitas dan regristrasi ternak
secara individu dengan menggunakan tanda spesifik/khusus.
3. Sistem identifikasi ternak adalah mekanisme hubungan komponen
identitas yang meliputi identifikasi ternak dan identifikasi peternak atau
unit usaha dan mutasi ternak.
4. Mampu telusur ternak adalah kemampuan untuk menelusuri asal usul
ternak atau kelompok ternak sepanjang tahapan, kehidupan ternak
dimulai dari kelahiran, mutasi, perkawinan, kematian, sampai dengan
pemotongan.
5. Office International des Epizooties (OIE) adalah badan kesehatan hewan
dunia yang bertugas memberikan saran ilmiah dan teknis yang berkaitan
dengan persyaratan kesehatan hewan, perdagangan hewan dan produk
hewan kepada negara yang memerlukan.
6. Sanitary and Phytosanitary (SPS) adalah kebijakan yang dilakukan untuk
melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tanaman.
7. Mutasi adalah perpindahan, penambahan dan pengurangan hewan/ternak.
8. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengontrol ketertiban mutasi ternak yang berpeluang sebagai penyebar
penyakit hewan menular.
9. Pos Pemeriksaan Ternak (PPT/check point) adalah tempat untuk
melakukan pemeriksaan terhadap ternak dan produk ternak yang
dilalulintaskan antar wilayah.
10. Pengujian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit hewan secara laboratorik.
11. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada
manusia atau sebaliknya.

489
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

12. Penyakit Hewan Menular (PHM) Strategis adalah penyakit hewan yang
dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau
kematian yang tinggi.
13. Kartu Ternak adalah kartu yang menunjukkan identitas ternak.
14. Kartu Peternak adalah kartu yang menunjukkan identitas peternak dan
kepemilikan ternak.
15. Status reproduksi ternak adalah kondisi kesehatan organ reproduksi
ternak.
16. Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) adalah surat yang
menerangkan tentang kesehatan hewan.
17. Petugas Pelaksana Identifikasi Ternak (PPIT) adalah petugas yang
ditunjuk melakukan pencatatan identitas ternak pada kartu ternak serta
identitas peternak pada kartu peternak serta pencatatan pada buku induk
ternak dan/atau memasukkan database ternak.
18. Unit Pelaksana Identifikasi Ternak (UPIT) adalah unit kerja yang bertugas
melakukan identifikasi ternak dengan wilayah kerja satu kecamatan atau
lebih yang ditetapkan oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan di Kabupaten/Kota.

BAB II
METODE IDENTIFIKASI

Identifikasi ternak merupakan suatu sistem untuk mengefektifkan penelusuran


faktor-faktor yang terkait dengan masalah penyakit hewan dan keamanan pangan
dengan memberikan tanda atau identitas terhadap ternak maupun
pemilik/penggaduh, dengan metode sebagai berikut:
A. Identitas ternak diberikan dalam bentuk:
1. Ear Tag atau Microchip; dan/atau
2. Kartu Ternak dan Kartu Peternak.
Identitas ternak merupakan data individu ternak yang tidak bisa
dipertukarkan satu dengan yang lain. Identitas ternak dalam sistem
identifikasi tidak boleh hilang atau diganti atau diubah tanpa ada pencatatan
secara resmi oleh petugas.

Identitas ternak paling kurang memuat informasi sebagai berikut:


1. Identitas umum ternak meliputi:
a. nomor identitas ternak;
b. jenis ternak;
c. bangsa ternak;
d. jenis kelamin;
e. tempat (desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi);

490
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. tanggal/bulan/tahun lahir;
g. ciri khas (alami, penandaan buatan);
h. pemilik awal ternak.
2. Status kesehatan hewan meliputi:
a. catatan vaksinasi penyakit hewan menular strategis antara lain:
Antraks, Septicamie Epizootica, Brucellosis, Surra;
b. pengujian (Milk Ring Test, Rose Bengal Test, dll);
c. tindakan pengobatan (antibiotika, roborantia, supplement,
anthelmintika, dll).
3. Status reproduksi ternak meliputi:
a. penanganan gangguan reproduksi;
b. tindakan IB atau kawin alam;
c. tindakan pengobatan (hormonal);
d. jumlah kelahiran.

B. Pencatatan Identitas Peternak


Identitas peternak paling kurang memuat informasi ternak sebagai berikut:
1. Data peternak:
a. nama;
b. jenis kelamin;
c. umur;
d. alamat.
2. Data kepemilikan ternak meliputi:
a. nomor identitas ternak;
b. jenis kelamin dan umur;
c. jumlah ternak (dalam ekor);
d. keterangan mutasi yang mencakup kelahiran, kematian, penjualan,
pembelian, hibah, hilang dan pemotongan ternak.

BAB III
PELAKSANAAN IDENTIFIKASI

A. Kartu Ternak dan Kartu Peternak dikeluarkan oleh Dinas Peternakan atau
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di
Kabupaten/Kota (form kartu ternak dan kartu peternak terlampir).

491
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

B. Kartu Ternak harus disertakan pada kegiatan mutasi ternak baik sebagai
ternak bibit, ternak potong dan/atau ternak bakalan dan diserahkan ke
pemilik baru atau ke rumah potong hewan bila ternak dipotong.
C. Kartu Ternak harus disertakan pada setiap ternak yang akan mendapatkan
pelayanan kesehatan hewan, pelayanan reproduksi/IB.
D. Kartu Ternak harus disertakan pada saat pemeriksaan di pasar hewan, check
point, karantina dan rumah pemotongan hewan.
E. Khusus untuk lalu lintas ternak antar pulau harus menggunakan ear tag.
F. Kartu Ternak dan Kartu Peternak diisi oleh Petugas Pencatat Identifikasi
Ternak (PPIT) pada Unit Pencatat Identitas Ternak (UPIT).

BAB IV
PENCATATAN PELAYANAN DAN MUTASI TERNAK

A. Setiap pelayanan teknis dan mutasi harus dicatat pada kartu ternak dan kartu
peternak oleh petugas yang melaksanakan pelayanan teknis meliputi:
1. Pelayanan Teknis
Data pelayanan teknis yang dicatat meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Hewan;
b. Pelayanan Reproduksi;
c. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Veteriner di RPH.
2. Mutasi Ternak
Data mutasi ternak meliputi:
a. perubahan kepemilikan berupa antara lain jual beli, hibah, warisan,
hadiah;
b. kelahiran;
c. potong paksa;
d. hilang;
e. kematian ternak.
B. Pada kasus kematian dan kehilangan ternak, peternak wajib melaporkan
kepada petugas Puskeswan atau petugas lain yang ditunjuk
selambatlambatnya 12 jam setelah kejadian.

Petugas teknis lapang yang ditunjuk harus segera melakukan:


1. membuat visum kematian ternak untuk yang mati;
2. melakukan pemeriksaan kejadian ternak yang hilang/potong paksa;
3. membuat Berita Acara Ternak Hilang/potong paksa.
C. Setiap jual-beli ternak harus disertai surat keterangan jual-beli ternak yang
dibuat oleh petugas teknis yang ditunjuk. Apabila penjualan/pembelian
ternak tersebut dilakukan di pasar hewan maka Surat Keterangan Jual Beli
Ternak dibuat oleh Kepala Unit Pasar tersebut.

492
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

D. Kepada peternak yang memiliki 1 (satu) ekor ternak, apabila terjadi


kematian/potong paksa/hilang/dijual, petugas yang ditunjuk melakukan
pencatatan pada buku registrasi serta menarik kartu ternak dan kartu
peternak.
E. Kepada peternak yang memiliki lebih dari 1 (satu) ekor ternak apabila terjadi
kematian/potong paksa/hilang/dijual, petugas yang ditunjuk melakukan:
1. memberikan catatan mati/paksa/hilang/jual pada kartu kepemilikan dan
buku registrasi;
2. petugas teknis lapang yang ditunjuk menarik kartu ternak terhadap
ternak yang mati/potong paksa/hilang/jual;
3. petugas teknis lapang yang ditunjuk melaporkan kejadian ternak
mati/potong paksa/hilang/jual/mati, dan menyerahkan kartu ternak
kepada petugas dinas kabupaten/kota yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan selanjutnya petugas dinas
Kabupaten/kota mencatat pada data base tingkat kabupaten.
F. Apabila terjadi kelahiran ternak maka peternak melaporkan kepada petugas
teknis lapang dan petugas tersebut mencatat pada kartu peternak dan buku
registrasi serta bagi ternak yang baru lahir dibuatkan kartu ternak baru.

BAB V
TUGAS DAN WEWENANG

Tugas dan wewenang pelaksanaan identifikasi ternak ruminansia besar dilakukan


secara berjenjang.
A. Tugas:
1. Tingkat Kabupaten/Kota
a. melaksanakan kegiatan identifikasi ternak ruminansia besar di tingkat
kabupaten/kota;
b. mengevaluasi data hasil identifikasi ternak ruminansia besar di
tingkat kabupaten/kota;
c. menerapkan sistem informasi identifikasi ternak ruminansia besar
tingkat kabupaten/kota;
d. melaporkan hasil pelaksanaan identifikasi ke tingkat provinsi.
2. Tingkat Provinsi
a. mengkoordinasikan kegiatan identifikasi ternak ruminansia besar
dengan instansi terkait di tingkat provinsi;
b. membina dan memantau pelaksanaan identifikasi ternak ruminansia
besar di tingkat povinsi;
c. mengevaluasi data hasil identifikasi ternak ruminansia besar di tingkat
provinsi;

493
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. menerapkan sistem informasi identifikasi ternak ruminansia besar


tingkat nasional;
e. melaporkan hasil pelaksanaan identifikasi ternak ruminansia besar ke
tingkat pusat.
3. Tingkat Pusat
a. mengkoordinasikan kegiatan identifikasi dan pengawasan ternak
ruminansia besar dengan instansi terkait;
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan identifikasi dan pengawasan
ternak ruminansia besar;
c. memantau pelaksanaan identifikasi dan pengawasan ternak
ruminansia besar di tingkat nasional;
d. mengevaluasi data hasil identifikasi dan pengawasan ternak
ruminansia besar di tingkat nasional;
e. mengembangkan sistem informasi identifikasi ternak ruminansia
besar tingkat nasional, yang meliputi data base, kelembagaan,
sumberdaya manusia dan fasilitas pendukungnya;
f. menetapkan nomor kode identifikasi ternak ruminansia besar
berdasarkan kode wilayah Badan Pusat Statistik.
4. Assosiasi yang bergerak di bidang peternakan harus berperan aktif dalam
penerapan identifikasi ternak ruminansia besar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
B. Wewenang
Wewenang yang diberikan dalam melaksanakan tugas identifikasi ternak
ruminansia besar adalah:
1. Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat cq Direktorat Jenderal Peternakan mempunyai
kewenangan dalam Penetapan Pedoman Identifikasi Ternak Ruminansia
Besar yang dapat dilaksanakan baik di Tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota.
2. Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan dalam pembinaan
pelaksanaan Pedoman Identifikasi Ternak Ruminansia Besar di lintas
kabupaten/kota.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam:
a. pelaksanaan identifikasi peternak dan ternak;
b. pengawasan lalu lintas atau pengeluaran dan pemasukan ternak
ruminansia besar diwilayahnya;
c. melakukan bimbingan teknis kepada peternak, petugas di tingkat
desa dan kecamatan;

494
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

d. melakukan pengawasan pemotongan ternak ruminansia besar di


wilayahnya.

BAB VI
PENGAWASAN
A. Pelaksanaan pengawasan identifikasi ternak ruminansia besar pada wilayah
budidaya, pasar hewan dan rumah pemotongan hewan dilakukan oleh Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di
Kabupaten/Kota.
B. Pelaksanaan pengawasan lalu lintas ternak ruminansia besar antar kabupaten
dilakukan di pos pemeriksaan ternak atau PPT (check point) oleh Dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di Kabupaten/Kota.
C. Pelaksanaan pengawasan lalu lintas ternak ruminansia besar antar provinsi
dilakukan di PPT oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan di Provinsi.
D. Petugas pengawas pelaksanaan identifikasi ternak ruminansia besar
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk Bupati/Walikota.

BAB VII
PELAPORAN
A. Mekanisme Pelaporan
Laporan identifikasi ternak ruminansia besar (form laporan terlampir)
dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi sampai tingkat Pusat, dengan mekanisme laporan sebagai berikut:
1. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
kecamatan (KCD) menyampaikan laporan identifikasi ternak ruminansia
besar secara berkala setiap bulan kepada Dinas Kabupaten/Kota.
2. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
Kabupaten/Kota menyampaikan laporan identifikasi ternak ruminansia
besar di wilayahnya kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan Provinsi dengan tembusan Bupati/Walikota secara
berkala setiap 3 (tiga) bulan.
3. Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi
menyampaikan laporan identifikasi ternak ruminansia besar di
wilayahnya kepada Direktur Jenderal Peternakan setiap 6 (enam) bulan
sekali.
B. Pengelolaan Data
1. Data base tingkat Kabupaten/Kota
Data base tingkat Kabupaten/Kota mencakup data identitas peternak dan
ternak sebagaimana diatur dalam Bab II tentang Identifikasi sesuai dengan

495
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

format dan pengkodean yang telah ditetapkan. Data berasal dari laporan
tingkat kecamatan di wilayah kabupaten/kota.
2. Data base tingkat Provinsi
Data base tingkat Provinsi mencakup data yang telah diolah di tingkat
kabupaten/kota di Wilayah Provinsi yang bersangkutan, meliputi
rekapitulasi data struktur populasi ternak, pemasukan dan pengeluaran
ternak, pemotongan ternak, kehilangan, kelahiran dan kematian ternak.
3. Data base tingkat Pusat
Data base tingkat Pusat mencakup data yang telah diolah di tingkat
Provinsi di seluruh Indonesia meliputi: rekapitulasi data struktur populasi
ternak, pemasukan dan pengeluaran ternak, pemotongan ternak, kelahiran
dan kematian ternak.

C. Pelaporan Data Elektronik


Selain pelaporan berkala, identifikasi ternak secara bertahap akan
dikembangkan dengan cara elektronik yang meliputi data: struktur populasi
ternak, pemasukan dan pengeluaran ternak, pemotongan ternak, kelahiran
dan kematian ternak.
Penyajian database identifikasi ternak dioperasionalkan secara on-line
sehingga dapat diakses setiap saat, mulai dari tingkat Kabupaten/Kota sampai
Pusat.

BAB VIII
PEMBIAYAAN
A. Untuk peternak kecil biaya pengadaan kartu ternak/ear tag/microchip, kartu
peternak dibebankan kepada pemerintah Kabupaten/Kota.
B. Peternak komersial (di atas 21 ekor) bertanggung jawab untuk menfasilitasi
pengadaan kartu ternak/ear tag/microchip.
C. Biaya yang ditimbulkan untuk supervisi, monitoring kegiatan identifikasi dan
pengawasan ternak ruminansia besar dibebankan kepada anggaran
pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan
masingmasing.
D. Pemerintah Pusat bertanggung jawab untuk menfasilitasi pengadaan
perangkat keras dan lunak untuk mengembangkan jejaring informasi ternak
ruminansia besar skala nasional.

BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat.

496
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

MENTERI PERTANIAN,
Ttd
SUSWONO

497
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.26. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 19/Permentan/OT.140/2/2010 Tentang


Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi 2014

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Permentan/OT.140/2/2010
TENTANG
PEDOMAN UMUM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi dalam


negeri perlu upaya pencapaian swasembada daging sapi;
b. bahwa untuk mencapai swasembada daging sapi sebagaimana
dimaksud pada huruf a, diperlukan suatu program
swasembada daging sapi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b tersebut di atas, dipandang perlu
membentuk Pedoman Umum Program Swasembada Daging
Sapi 2014, dengan Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Ketentuanketentuan Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3448);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437), juncto Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);

496
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan


dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Lahan
Pertanian Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5068);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha
Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4254);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan
Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.
140/2/2007 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
22/Permentan /OT.140/4/2008;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, jucnto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

497
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

KESATU : Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014,


seperti tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan Peraturan ini.
KEDUA : Pedoman umum sebagaimana dimaksud pada pada Diktum
KESATU sebagai dasar dalam pelaksanaan program dan kegiatan
swasembada daging sapi 2010 - 2014.
KETIGA : Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman
Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KEEMPAT : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Pebruari 2010
MENTERI PERTANIAN,
TTD
SUSWONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Pebruari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
TTD
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR: 80

498
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR : 19/Permentan/OT.140/2/2010
TANGGAL : 5 Pebruari 2010

PEDOMAN UMUM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan


tekad bersama dan menjadi salah satu dari program utama Kementerian Pertanian
yang terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak
berbasis sumberdaya domestik khususnya ternak sapi potong. Swasembada
daging sapi sudah lama didambakan oleh masyarakat agar ketergantungan
terhadap impor baik sapi bakalan maupun daging semakin menurun dengan
mengembangkan potensi dalam negeri.
Dengan berswasembada daging sapi tersebut akan diperoleh keuntungan
dan nilai tambah yaitu : (1) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak;
(2) penyerapan tambahan tenaga kerja baru; (3) penghematan devisa negara; (4)
optimalisasi pemanfaatan potensi ternak sapi lokal; dan (5) semakin meningkatnya
peyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi
masyarakat sehingga ketentraman lebih terjamin.
Keberhasilan program swasembada daging sapi 2014 akan sangat
tergantung kepada partisipasi penuh masyarakat peternak sapi potong, sehingga
bagaimanapun baiknya program yang disusun tidak akan berhasil tanpa
partisipasi masyarakat peternak dan para pelaku peternakan sapi potong lainnya
Oleh karena itu, diperlukan pedoman umum PSDS 2014 agar para pengelola
kebijakan sampai operasionalnya di lapangan mempunyai pegangan umum dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana tercantum dalam cetak biru (blue

499
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

print) PSDS 2014. Pedoman umum ini merupakan acuan penting bagi para
pengelola kegiatan baik di tingkat Pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota
sehingga diperoleh persamaan persepsi dalam melaksanakan berbagai kebijakan
dan langkah-langkah operasionalnya.
Pedoman umum ini mencakup : (i) maksud dan tujuan; (ii) road map; (iii)
kontribusi masing-masing kegiatan dalam penyediaan daging; (iv) kegiatan
operasional; (v) rencana aksi; (vi) organisasi pelaksanaan; (vii) monitoring, evaluasi
dan pelaporan; serta (viii) pembiayaan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN

A. Maksud
Maksud ditetapkannya pedoman ini adalah sebagai dasar dan acuan
pelaksana kebijakan dan kegiatan di tingkat Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam melaksanakan PSDS 2014, yang dikoordinasikan oleh
Departemen Pertanian dengan melibatkan beberapa departemen teknis
lainnya, sehingga diperoleh persamaan persepsi tentang target dan sasaran
yang harus dicapai oleh para pengelola kegiatan di tingkat Pusat, Propinsi,
dan Kabupaten/kota.

B. Tujuan
Tujuan penyusunan Pedoman Umum PSDS 2014 adalah :
1. Mengarahkan pelaksanaan kegiatan operasional yang lebih terfokus dan
terpadu lintas sektoral.
2. Memberikan target dan tahapan pencapaian yang komprehensif sebagai
indikator keberhasilan
3. Memantapkan koordinasi dan sinkronisasi di tingkat pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota.

C. Sasaran
1. Meningkatnya populasi sapi potong menjadi 14,2 juta ekor tahun 2014
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 12,48%.
2. Meningkatnya produksi daging dalam negeri sebesar 420,3 ribu ton pada
tahun 2014 atau meningkat 10,4% setiap tahunnya.
3. Tercapaianya penurunan impor sapi dan daging sehingga hanya mencapai
10% dari kebutuhan konsumsi masyarakat.
4. Bertambahnya penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari pertambahan
populasi dan produksi ternak sebesar 76 ribu orang/tahun.

500
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

5. Meningkatnya pendapatan peternak sapi potong minimal setara dengan


UMR masing-masing propinsi

BAB III
RUANG LINGKUP

Pelaksanaan PSDS 2014 mencakup 4 aspek, yaitu aspek teknis, ekonomis,


kelembagaan, kebijakan, dan lokasi yang dirinci sebagai berikut:

A. Teknis
Ruang lingkup Program dari aspek teknis mencakup beberapa aspek, yaitu di
bidang perbibitan, pakan, budidaya, kesehatan hewan, dan kesehatan
masyarakat veteriner.

1. Bidang perbibitan
a. Melakukan pemetaan wilayah-wilayah sumber bibit untuk mengetahui
ketersediaan bibit ternak di suatu wilayah dan mengembangkan sistem
perbibitan. Langkah-langkah ini ditujukan untuk meningkatkan mutu
genetik sehingga Average Daily Gain menjadi lebih besar, mempercepat
waktu penggemukan, memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, serta
meningkatkan persentase karkas dan kualitas daging
b. Kegiatan di hulu, pembibitan sapi menghasilkan pejantan unggul untuk
IB atau INKA, yang didukung sepenuhnya oleh Pemerintah.

2. Pakan
a. Kegiatan perkembangbiakan atau cow calf operation (CCO) dilakukan
secara ekstensif (grazing) atau secara intensif terintegrasi dengan
agribisnis lainnya (crop livestock system, CLS). Kegiatan ini harus
menerapkan prinsip low external input sustainable agriculture (LEISA),
atau dengan pendekatan zero waste dan bila memungkinkan
mendekati zero cost, sehingga menghasilkan produk 4-F (food, feed,
fertilizer & fuel).
b. Kegiatan penggemukan dilakukan dengan prinsip-prinsip agribisnis,
efisiensi, dengan high or medium external input, serta berbasis pakan
lokal dengan imbangan serat, energi dan protein yang ideal.

3. Bidang Budidaya
a. Melakukan tunda potong sapi lokal atau hasil IB sehingga mencapai
bobot potong maksimal sesuai potensi genetik dan potensi ekonominya,
yang diperkirakan dapat meningkatkan produksi daging sekitar 20-30%.

501
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Meningkatkan produktivitas sapi lokal dan hasil IB sehingga


meningkatkan jumlah sapi betina produktif, menekan nilai atau angka
service per conception (S/C), memperpendek calving interval,
mempercepat umur beranak pertama, dan memperpanjang masa
produktif (longivity), yang secara keseluruhan dapat meningkatkan calf
crop sekitar 30-40%.
c. Tataniaga ternak hidup dan daging harus terkait erat dengan kegiatan
budidaya, sehingga nilai tambah untuk peternak dan pedagang relatif
lebih adil, seimbang atau proporsionil.

4. Bidang Kesehatan Hewan


Menekan kematian pedet dari 20-40% menjadi 5 – 10% dan induk dari 10-
20% menjadi 2 – 5%, di beberapa wilayah sumber bibit menjadi sekitar < 5-
10 % (kematian pedet) dan < 2-5 % (kematian induk).

5. Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner


Mencegah pemotongan sapi betina produktif yang secara nasional masih
sangat besar, yaitu sekitar 150-200 ribu ekor/tahun yang terjadi terutama di
NTT, NTB, Bali, dan Jawa.

B. Ekonomis
1. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging sapi melalui
pengaturan stock dalam negeri yang dikaitkan dengan kebutuhan dan
tingkat konsumsi masyarakat.
2. Mengkaji supply dan demand ternak dalam negeri dikaitkan dengan impor
ternak sapi dan daging dan menghidupkan kembali alokasi ternak bibit dan
ternak potong dalam negeri setiap tahun.

C. Kelembagaan
1. Kegiatan untuk mewujudkan swasembada daging sapi 2014 harus
didukung dengan kelembagaan yang tepat, yang terdiri dari: (i) ilmuwan,
pakar dan penyuluh, (ii) pelaku usaha, baik yang berskala menengah dan
kecil maupun skala besar, serta (iii) pemerintah di tingkat pusat maupun
daerah yang bertindak sebagai regulator, fasilitator, motivator dan
dinamisator. Keberadaan kelompok peternak atau koperasi menjadi suatu
keharusan, dan kerjasama kemitraan antara pihak-pihak terkait perlu
diperluas.
2. Keberhasilan beberapa kelompok peternak atau koperasi di beberapa
daerah membuktikan bahwa program yang sederhana dan mudah
dipahami pengemban kepentingan atau pelaku usaha menjadi syarat
mutlak. Program yang sederhana tersebut harus disosialisasikan dengan

502
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

sungguh-sungguh, diimplementasikan secara konsekuen, dengan


menerapkan prinsip-prinsip good governance, yaitu: transparan, jujur, adil,
dan konsisten, serta dengan menegakkan law enforcement, dan reward &
punishment.

D. Kebijakan
Sektor pertanian, termasuk di dalamnya usaha agribisnis peternakan, hanya
akan berkembang dan maju bila didukung dengan kebijakan yang kondusif.
1. Pada kegiatan hulu harus dapat menjamin ketersediaan input produksi
secara mudah, murah dan berkelanjutan. Dukungan Kredit Usaha
Pembibitan Sapi (KUPS) harus benar-benar dioptimalkan dan terus
dikembangkan.
2. Kredit murah untuk kegiatan penggemukan juga sangat diperlukan agar
tunda potong dapat diwujudkan dengan baik.
3. Ekspor bahan pakan, seperti bungkil inti sawit (BIS), tetes, wafer (pucuk
tebu), onggok/gaplek, dlsb., harus dibatasi atau bahkan dilarang bila
keperluan di dalam negeri belum tercukupi.
4. Kebijakan dalam hal budidaya (on farm) yang dapat memberi kepastian
usaha, terkait dengan tata ruang, pola integrasi tanaman-ternak, dlsb.
5. Kebijakan dalam hal harga dan perdagangan harus dapat memberi
kepastian kepada pelaku usaha agar harga daging tetap atraktif namun
masih terjangkau. Praktek monopoli atau kartel, impor produk tidak
berkualitas dengan cara dumping, memasukkan daging illegal, dsb., harus
benar-benar dapat dicegah. Perlindungan bagi peternak kecil dan pelaku
usaha pada umumnya dalam kontek perdagangan internasional dapat
memanfaatkan instrumen tariff maupun non-tariff seperti Kuota, ASUH,
dan SPS.

E. Lokasi
Operasionalisasi kegiatan PSDS 2014 pada dasarnya dilakukan di seluruh
propinsi oleh karena dampak penting dari program swasembada daging sapi
ini akan dinikmati seluruh propinsi, tergantung dari masing-masing kegiatan
pokok dan kegiatan operasional yang akan dilakukan disesuaikan dengan
potensi wilayah yang bersangkutan.

BAB IV
PRINSIP-PRINSIP SWASEMBADA DAGING SAPI 2014

A. Umum

503
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Pemberdayaan peternak dan ternak sapi potong dalam negeri untuk


meningkatkan performance ternak dalam negeri yang masih rendah ke arah
performance yang sebenarnya.
2. Peningkatan sumber daya manusia baik, aparat maupun peternak untuk
meningkatkan kompetensi dan kapabilitasnya.
3. Pengembangan teknologi tepat guna baik di bidang perbibitan, pakan,
budidaya, keswan dan kesmavet.
4. Pengembangan kelembagaan peternak sehingga peternak memiliki daya
tawar yang kuat.
5. Pembangunan infrastruktur, baik di hulu, onfarm dan di hilir sehingga
tercapai prinsip from the farm to table.
6. Pendataan ternak dilakukan melibatkan lembaga yang berkompeten (BPS)
sehingga berlaku parameter ternak yang up to date
7. Melakukan pendanaan yang memadai untuk tercapainya swasembada
daging sapi termasuk pemberian subsidi dan insentif pada bidang-bidang
tertentu yang memiliki resiko tinggi.

B. Khusus (keprograman)
1. Kegiatan Operasional ditangani oleh unit fungsional yang memiliki otoritas
dalam implementasi kebijakan dan dikelola oleh Unit Organisasi khusus
yang dibentuk oleh Mentan.
2. Program PSDS dilaksanakan secara terfokus dan sinergis dengan
melibatkan instansi lain.
3. Komitment Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Instansi terkait dalam
pelaksanaan program
4. Adanya dukungan pendanaan yang memadai dalam operasionalisasi
program.

BAB V
ROAD MAP PSDS 2014

A. Pilihan Berbagai Skenario


1. Dalam rangka swasembada daging sapi 2014 maka beberapa skenario telah
disusun yang bersifat pesimistic sampai dengan optimistic. Diantara dua
skenario tersebut terdapat skenario lainnya yaitu skenario most likely.
Ketiga skenario tersebut didasarkan kepada skenario produksi domestik
dan impor, baik sapi bakalan maupun daging. Untuk itu diperlukan
berbagai strategi pencapaian tergantung dari skenario yang akan dilakukan.
Produksi Domestik akan sangat dipengaruhi oleh keadaan stok dalam
negeri yang ditentukan dari angka kelahiran, angka kematian, dan mutasi

504
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

ternak yang sangat ditentukan pula oleh mutu genetisnya. Skenario


tersebut secara umum dapat digambarkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Road Map Skenario Pesimistic, Most Likely dan Optimistic.

Produksi Domestik (%) Impor (%)


Rod Map
Most Most
Skenario Pesimistic Optimistic Pesimistic Optimistic
Likely Likely
Tahun 2009 63.5 63.5 63.5 36.5 36.5 36.5
Tahun 2010 52.1 70.2 78.9 47.9 29.8 21.1
Tahun 2011 50.8 75.5 85.9 49.2 24.5 14.1
Tahun 2012 49.6 80.5 92.9 50.4 19.5 7.1
Tahun 2013 48.6 85.3 100.9 51.4 14.7 (0.9)
Tahun 2014 47.6 90 110 52.4 10 (10)

2. Dari Tabel 1 tersebut nampak bahwa untuk skenario pesimistic tanpa


upayaupaya terobosan (kegiatan reguler) produksi domestik akan
mengalami penurunan sampai dengan 47,6%, sehingga akan membuat
ketergantungan impor semakin meningkat. Sedangkan untuk skenario most
likely 90% kebutuhan konsumsi dapat dipenuhi dari produksi domestik
dan sisanya 10% dipenuhi melalui impor. Untuk skenario optimistic apabila
kita mampu (kurun waktu lima tahun) mencapai target melebihi tingkat
konsumsi masyarakat sehingga memiliki peluang untuk ekspor (produksi
surplus). Dari analisa tersebut maka untuk skenario optimistic pada tahun
2013 kita sudah memiliki peluang untuk ekspor. Tetapi ketiga skenario ini
memerlukan langkahlangkah dan strategi yang sesuai didukung oleh
kemampuan genetis ternak dalam negeri serta sumber daya yang
mendukungnya

B. Skenario yang Realistis


1. Setelah melalui berbagai pertimbangan yang cukup matang maka skenario
most likely telah dipilih sebagai target dan sasaran utama PSDS 2014.
Pertimbangan penting dipilihnya skenario most likely adalah ketersediaan
sumber daya manusia dan infrastruktur yang masih dapat dikembangkan
dengan sumber dana yang memungkinkan. Selain itu, ternak lokal yang ada
masih dapat ditingkatkan populasi, produksi, produktivitas dan
reproduktivitasnya, sehingga gambaran dari skenario yang dipilih dari
aspek teknis adalah seperti dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Road Map Skenario Populasi, Produksi, dan Konsumsi

505
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Road Map Skenario Produksi Impor


domestik
Tahun 2009
Populasi (000 ekor) 12,610.1 0 580.00
(…..ribu ton) 72.80
Produksi (000 ton) 2 50.80 70.00
Konsumsi (000 ton) 2 50.80 142.80
Tahun 2010
Populasi (000 ekor) 12,794.90 260.00
(…..ribu ton) 46.44
Produksi (000 ton) 282.90 73.76
Konsumsi (000 ton) 282.90 120.20
Tahun 2011
Populasi (000 ekor) 13,169.50 196.90
(…..ribu ton) 35.29
Produksi (000 ton) 316.10 67.21
Konsumsi (000 ton) 316.10 102.50
Tahun 2012
Populasi (000 ekor) 13,521.60 149.00
(…..ribu ton) 27.27
Produksi (000 ton) 349.70 57.43
Konsumsi (000 ton) 349.70 84.70
Tahun 2013
Populasi (000 ekor) 13,870.50 112.80
(…..ribu ton) 20.34
Produksi (000 ton) 384.20 45.96
Konsumsi (000 ton) 384.20 66.30
Tahun 2014
Populasi (000 ekor) 14,231.70 85.40
(…..ribu ton) 15.38
Produksi (000 ton) 420.40 31.22
Konsumsi (000 ton) 420.40 46.60
Keterangan : (....) populasi setara produksi daging

2. Dari tabel tersebut di atas agar tercapai swasembada daging sapi maka
diperlukan populasi sapi domestik pada tahun 2014 sebesar 14,2 juta ekor,
sehingga akan terdapat tambahan impor sapi bakalan sebanyak 85,40 ekor
setara dengan daging sebesar 15,4 ribu ton dan daging 31,2 ribu ton. Pilihan
skenario ini mensyaratkan adanya peningkatan angka kelahiran ternak,
pemendekan calving interval, impor bibit, IB, INKA, peningkatan berat
506
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

karkas IB dan INKA, peningkatan intensitas penanganan gangguan


reproduksi, penyelamatan betina produktif dan penanganan gangguan
penyakit hewan, serta penurunan angka kematian ternak. Secara rinci,
parameter yang harus dicapai pada skenario yang telah dipilih adalah
seperti pasa Tabel 3.

Tabel 3 Strategi pada Berbagai Skenario.


Uraian
SKENARIO
Uraian
Pesimistic Most Likely Optimistic
Kelahiran (%) 20.0 23.6 28.5
Kematian (%) 1.4 1.4 1.4
Calving Interval (bln) 21.0 17.5 15.0
Impor bibit (e) 5,000.0 5,000.0 50,000.0
Kelahiran IB ( 000e) 886.4 1,599.5 1,599.5
Kelahiran INKA (000 e) 1,003.8 1,179.7 1,562.2
Berat karkas INKA (e/kg) 114.6 139.1 164.5
STRATEGI

Berat karkas IB (e/kg) 222.2 226.0 240.9


Gangguan reproduksi (000e) 100.0 200.0 400.0
Penyelamatan Betina Produktif 150.0 250.0
(000e)
Penanggulangan penyakit 1,100.0 1,200.0 1,400.0
(000e)
Regulasi Pengaturan Pengaturan Pengaturan
bibit, bibit, bibit
Pengaturan tata Pengaturan tata ternak,
niaga dan niaga dan Pengaturan tata
importasi importasi niaga dan
ternak ternak importasi
ternak

3. Pada skenario ini langkah yang digunakan untuk mencapai sasaran adalah
berbagai langkah strategis yang tercakup dalam kegiatan-kegiatan pokok
swasembada daging sapi. Kegiatan pokok tersebut adalah penyediaan
bakalan/daging sapi lokal; peningkatan produktivitas dan reproduksi ternak
sapi lokal; pencegahan pemotongan betina produktif; penyediaan bibit sapi;
dan pengaturan stock daging sapi dalam negeri beserta 13 langkah
operasionalnya. Melalui 13 (tiga belas) langkah operasional tersebut
diharapkan dapat dicapai peningkatan berat badan hidup sapi siap potong
hingga 800 kg, peningkatan berat lahir anak sapi, baik melalui IB dan kawin
alam sehingga berat karkas mencapai 226 kg (hasil IB) dan 139 kg (hasil KA).
Untuk ini diperlukan intervensi pemerintah dalam bentuk pemberian
insentif khusus kepada para peternak sehingga peternak mampu dan mau

507
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

melaksanakan pembesaran dan penggemukan sapi potong. Selain itu upaya


untuk menunda pemotongan sapi betina produktif pada berbagai RPH
terpilih dengan sistem insentif dan kompensasi sehingga peternak dapat
kembali berusaha beternak sapi betina produktif dan menghasilkan
keturunan.
Secara sederhana road map PSDS 2014 disajikan pada Gambar 1.

508
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB VI
KONTRIBUSI KEGIATAN TERHADAP
PENINGKATAN POPULASI DAN PRODUKSI DAGING

A. Kontribusi terhadap penambahan populasi


1. Kegiatan-kegiatan yang berkontribusi terhadap penambahan populasi
ternak adalah kegiatan optimalisasi akseptor IB dan intensifikasi kawin
alam. Selain kegiatan tersebut terdapat kegiatan SMD, pola integrasi
tanaman ternak, kawasan pola padang penggembalaan, Pembibitan Pola
Insitu dan exsitu dan penambahan jumlah bibit sapi.
2. Dari kegiatan-kegiatan yang menambah populasi tersebut optimalisasi
akseptor IB dan INKA memiliki kontribusi terbesar sedangkan
kegiatankegiatan yang lain merupakan kegiatan untuk menambah
populasi ternak tetapi tidak sebesar bobot optimalisasi akseptor IB dan
intensifikasi kawin alam. Berdasarkan pembobotan tersebut setelah
dilakukan pair wise comparison maka diperoleh kontribusi penambahan
populasi baik secara nasional maupun propinsi sebagaimana digambarkan
pada table 4.

B. Kontribusi terhadap penambahan produksi daging.


Kegiatan-kegiatan operasional yang berkontribusi terhadap penambahan
produksi daging adalah kegiatan pengembangan usaha pembiakan dan
penggemukan sapi lokal, pengembangan pupuk organik dan biogas,
pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH, optimalisasi IB dan INKA,
penyediaan dan pengembangan pakan dan air, penaggulangan gangguan
reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan, penyelamatan sapi
betina produktif, penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha
perbibitan, pengembangan pembibitan sapi potong melalui VBC, penyediaan
bibit melalui subsidi bunga (KUPS), pengaturan stock sapi bakalan dan daging
sapi, pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging di dalam negeri.
Kontribusi penambahan produksi daging dari setiap propinsi terlihat pada
tabel 5.

509
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tabel 4 Kontribusi Propinsi Terhadap Peningkatan Populasi

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014


1 NAD 34,123 41,048 47,982 55,149 62,762
2 Sumut 20,664 24,859 29,058 33,398 38,008
3 Sumbar 25,009 30,084 35,166 40,419 45,999
4 Riau 8,580 10,322 12,065 13,867 15,781
5 Jambi 7,933 9,543 11,155 12,821 14,591
6 Sumsel 17,900 21,533 25,170 28,929 32,923
7 Bengkulu 4 ,962 5,969 6,977 8 ,019 9,126
8 Lampung 22,649 27,246 31,848 36,605 41,659
9 DKI Jakarta - - - - -
10 Jabar 8,956 10,774 12,594 14,475 16,473
11 Jateng 43,697 52,566 61,445 70,623 80,373
12 DI Yogyakarta 8,179 9,840 11,502 13,220 15,045
13 Jatim 102,571 123,389 144,232 165,775 188,660
14 Bali 20,244 24,353 28,466 32,718 37,235
15 NTB 29,067 34,967 40,873 46,978 53,464
16 NTT 43,668 52,532 61,405 70,577 80,320
17 Kalbar 8,945 10,760 12,578 14,456 16,452
18 Kalteng 3,681 4,428 5,176 5,949 6,770
19 Kalsel 11,211 13,487 15,765 18,119 20,621
20 Kaltim 6,856 8,247 9,640 11,080 12,609
21 Sulut 8,249 9,924 11,600 13,333 15,173
22 Sulteng 15,526 18,678 21,833 25,093 28,558
23 Sulsel 37,434 45,032 52,638 60,500 68,853
24 Sultra 18,075 21,743 25,416 29,212 33,245

510
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

25 Maluku 5,685 6,839 7,994 9,188 10,456


26 Papua 4,269 5,136 6,003 6,900 7,852
27 Babel 714 859 1,004 1,154 1,313
28 Banten 3,230 3,885 4,542 5,220 5,941
29 Gorontalo 12,119 14,579 17,041 19,587 22,291
30 Malut 3,921 4,716 5,513 6,336 7,211
31 Kepri 601 723 845 971 1,106
32 Papua Barat 2,688 3,233 3,780 4,344 4,944
33 Sulbar 7,476 8,994 10,513 12,083 13,752
Jumlah 548,880 660,285 771,817 887,098 1,009,565

Tabel 5 Kontribusi Propinsi Terhadap Peningkatan Produksi Daging

No Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014


1 NAD 4,539 6,432 8,334 10,284 12,315
2 Sumut 2,749 3,895 5,047 6,228 7,458
3 Sumbar 3,327 4,714 6,108 7,537 9,026
4 Riau 1,141 1,617 2,096 2,586 3,097
5 Jambi 1,055 1,495 1,938 2,391 2,863
6 Sumsel 2,381 3,374 4,372 5,395 6,460
7 Bengkulu 660 935 1,212 1,495 1,791
8 Lampung 3,013 4,269 5,532 6,826 8,174
9 DKI Jakarta - - - - -
10 Jabar 1,191 1,688 2,188 2,699 3,232
11 Jateng 5,813 8,237 10,673 13,170 15,771
12 DI Yogyakarta 1,088 1,542 1,998 2,465 2,952
13 Jatim 13,645 19,334 25,053 30,914 37,019
14 Bali 2,693 3,816 4,945 6,101 7,306
15 NTB 3,867 5,479 7,100 8,761 10,491
16 NTT 5,809 8,231 10,666 13,161 15,760
17 Kalbar 1,190 1,686 2,185 2,696 3,228
18 Kalteng 490 694 899 1,109 1,328
19 Kalsel 1,491 2,113 2,738 3,379 4,046

511
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

20 Kaltim 912 1,292 1,674 2,066 2,474


21 Sulut 1,097 1,555 2,015 2,486 2,977
22 Sulteng 2,066 2,927 3,792 4,679 5,604
23 Sulsel 4,980 7,056 9,143 11,282 13,510
24 Sultra 2,405 3,407 4,415 5,447 6,523
25 Maluku 756 1,072 1,389 1,713 2,052
26 Papua 568 805 1,043 1,287 1,541
27 Babel 95 135 174 215 258
28 Banten 430 609 789 973 1,166
29 Gorontalo 1,612 2,284 2,960 3,652 4,374
30 Malut 522 739 958 1,182 1,415
31 Kepri 80 113 147 181 217
32 Papua Barat 358 507 657 810 970
33 Sulbar 995 1,409 1,826 2,253 2,698
Jumlah 73,019 103,463 134,064 165,425 198,096

C. Kontribusi masing-masing Kegiatan


1. Setiap daerah atau propinsi memiliki karakteristik tersendiri tergantung
kegiatan-kegiatan yang dipilih. Namun secara umum kegiatan-kegiatan
yang menjadi inti dari program swasembada daging sapi adalah
optimalisasi IB dan Kawin Alam, penambahan bibit melalui program-
program SMD, KUPS, pengembangan pembibitan melalui VBC, dan
pengembangan integrasi dalam arti menambah populasi, sedangkan untuk
meningkatkan produksi adalah kegiatan lainnya yaitu : pengembangan
pupuk organik dan biogas, pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH,
penyediaan dan pengembangan pakan dan air, penanggulangan gangguan
reproduksi dan pelayanan keswan, serta penyelamatan sapi betina
produktif.

Adapun kontribusi masing-masing kegiatan terhadap peningkatan


produksi daging sapi dapat digambarkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Kontribusi Kegiatan Operasional Terhadap Peningkatan


Produksi Daging Sapi.

512
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB VII
STRATEGI PENCAPAIAN SASARAN

Strategi untuk mencapai sasaran swasembada daging sapi 2014 adalah strategi
yang megutamakan keterpaduan antara pendekatan teknis, ekonomis,
kelembagaan, pembiayaan dan regulasi. Masing-masing pendekatan ini tidak
berdiri sendiri melainkan saling ketergantungan sehingga menimbulkan efek
sinergi.

A. Teknis
Pendekatan teknis adalah strategi yang terkait dengan aspek perbibitan,
budidaya, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan pakan.

513
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pendekatan ini akan terkait dengan langkah operasional teknis yang secara
rinci diuraikan ke dalam masing-masing pedoman teknis.

B. Ekonomis
Pendekatan ekonomis adalah strategi yang diarahkan untuk secara umum
mengatur, stock ternak yang ada sehingga stock meningkat mengarah kepada
kemampuan domestik sebesar 90% dari kebutuhan konsumsi daging
masyarakat. Pada pendekatan ini dilakukan pengaturan stock dan impor
melalui instansi yang berwenang sehingga supply tetap terjamin. Melalui
strategi ini akan dapat dihitung juga pengaruhnya terhadap pendapatan
peternak terutama adanya dampak impor terhadap harga dalam negeri.

C. SDM dan Kelembagaan


Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk melengkapi SDM dan
kelembagaan sesuai dengan kebutuhan. Dalam melengkapi SDM dan
kelembagaan tersebut dapat terjadi proses revitalisasi kelembagaan, dalam arti
peningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku dan kelembagaannya.

D. Pembiayaan
Pendekatan pembiayaan ini dipilih karena terdapat tugas-tugas dan
wewenang yang harus dijalankan oleh pemerintah dan oleh masyarakat. Pada
prinsipnya pendanaan pemerintah digunakan sebagai leverage untuk
menumbuhkan pembiayaan yang berasal dari swasta dan masyarakat. Faktor
leverage tersebut terutama untuk perbibitan dan penanganan kesehatan hewan
serta kesehatan masyarakat veteriner. Karena sifat program yang bersifat
mendesak maka kebutuhan pembiayaan sebagian besar akan ditanggung oleh
pemerintah dan pemerintah daerah.

E. Regulasi
Strategi regulasi ini untuk melengkapi pilihan-pilihan strategi lainnya. Domain
regulasi lebih banyak berada pada pemerintah pusat ataupun daerah. Apabila
diperlukan dapat dilakukan regulasi baru atau deregulasi ataupun
penghapusan regulasi yang berlaku selama ini dalam rangka memenuhi
tuntutan perkembangan keadaan.

BAB VIII
KEGIATAN OPERASIONAL

A. Penyediaan Bakalan/Daging Sapi Lokal

514
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal Kegiatan


ini ditargetkan untuk meningkatkan populasi ternak sapi dan produksi
daging, melalui pelaksanaan kegiatan operasional sebagai berikut :
a. Pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan atau tunda potong
sapi lokal dan sapi persilangan (IB) melalui penguatan modal usaha
kelompok peternak, dengan cara memberikan fasilitas kredit murah
maupun pemberian modal abadi (dalam bentuk bantuan sosial) dari
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau pemerintah daerah kepada
kelompok peternak yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
b. Peningkatan usaha agribisnis sapi potong untuk usaha pembiakan dan
penggemukan sekaligus mempercepat peningkatan populasi ternak
melalui Sarjana Membangun Desa (SMD), dengan cara pemberian
kredit murah jangka panjang dan atau modal abadi (dalam bentuk
bantuan sosial) dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau
pemerintah daerah kepada kelompok peternak yang dimotori oleh
peternak berpendidikan minimal sarjana/D3 Peternakan/Keswan yang
dipilih berdasarkan kriteria tertentu.

2. Pengembangan pupuk organik dan biogas


Dalam rangka meningkatkan pengembangan usaha pembiakan dan
penggemukan sapi lokal dan/atau sapi persilangan (IB) melalui pola
Kereman, kegiatan ini ditargetkan untuk menghasilkan pupuk organik dan
biogas melalui kegiatan operasional sebagai berikut :
a. Pengembangan pupuk organik dan jaringan pemasaran, dengan cara:
1) Pemberian bantuan dana untuk membangun rumah kompos
(bangunan penyimpan kotoran ternak untuk diproses lebih lanjut)
beserta semua perangkatnya di kelompok beserta untuk pengadaan
ternak.
2) Pemberian pelatihan manajemen dan organisasi bagi kelompok
peternak pengelola rumah kompos, beserta pelatihan usaha
agribisnis sapi potong berbasis sumberdaya lokal.
3) Fasilitasi promosi dan pengembangan jaringan pemasaran kompos
dan tata-niaga ternak.
b. Pembangunan instalasi biogas untuk penyediaan energi alternatif di
pedesaan, dengan cara:
1) Pemberian bantuan dana untuk membangun instalasi biogas
beserta seluruh perangkat penunjangnya di kelompok peternak
yang populasinya memiliki jumlah minimal tertentu dan secara
fisik lokasi kandangnya berkelompok.
2) Pemberian pelatihan dalam pemanfaatan biogas secara optimal
bagi anggota kelompok peternak.

515
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman Kegiatan pengembangan


integrasi tanaman-ternak ditargetkan untuk memberikan nilai tambah bagi
pengembangan usaha budidaya tanaman, sekaligus dengan meningkatkan
jumlah populasi ternak sapi melalui kegiatan operasional sebagai berikut :
a. Integrasi tanaman-ternak untuk usaha budidaya sapi di lahan
perkebunan, lahan tanaman pangan, lahan hortikultura, dan lahan
kehutanan, dengan cara:
1) Koordinasi dengan perusahaan yang berperan sebagai inti, antara
lain PTP/Perusda/swasta perkebunan/kehutanan atau
pertambangan 2) Pemberian kredit murah jangka panjang dan atau
modal abadi dari pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah daerah kepada kelompok peternak yang memelihara
ternaknya di lahan perkebunan, di sekitar lahan tanaman pangan,
hortikultura atau di lahan kehutanan, untuk digunakan dalam
pengadaan sapi bibit dan fasilitas pendukungnya.
3) Pengadaan sarana prasarana untuk mewujudkan usaha peternakan
pola integrasi dan untuk mencukupi kebutuhan pakan dari limbah
pengolahan sawit (BIS) atau limbah agroindustri lainnya (tetes,
onggok, dlsb).
b. Integrasi ternak-tanaman melalui program CSR dari perusahaan
perkebunan atau agribisnis lainnya, dengan cara:
1) Perusahaan agribisnis (di luar bidang peternakan) menyediakan
bantuan ternak, kredit lunak, ataupun modal abadi kepada
kelompok peternak yang berusaha di lahan perusahaan tersebut
untuk menambah populasi sapi.
2) Perusahaan pertambangan atau lainnya (bukan usaha agribisnis
peternakan) menyediakan bantuan ternak, kredit lunak, ataupun
modal abadi bagi kelompok peternak di sekitar atau di luar usaha
non-agribisnis tersebut untuk mengembangkan usaha peternakan.
Usaha yang merupakan implementasi program CSR perusahaan
tersebut dikembangkan dengan menggunakan pola inti-plasma.

4. Pemberdayaan dan peningkatan kualitas RPH


Peningkatan kualitas RPH ditargetkan untuk penerapan hygiene dan
sanitasi di RPH dalam upaya penyediaan pangan asal ternak yang ASUH
(Aman Sehat Utuh dan Halal). Dengan kegiatan ini diharapkan akan
terwujud 25 RPH di 20 provinsi yang memenuhi standar internasional.
Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan pencegahan
pemotongan sapi betina produktif. Adapun pelaksanaan kegiatan
operasional meliputi :

516
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

a. Pembangunan RPH baru di provinsi yang memiliki potensi dalam


usaha pemotongan hewan namun belum memiliki fasilitas RPH yang
memenuhi persyaratan teknis hygiene-sanitasi dengan cara:
1) Pembangunan RPH baru yang memenuhi persyaratan teknis
hygienesanitasi dan kesejahteraan hewan, baik dari aspek lokasi,
prasarana jalan dan air bersih, bangunan, dan peralatan.
2) Penyiapan Sumberdaya Manusia RPH yang terampil dan terlatih.
3) Peningkatan kemampuan pengelola RPH dalam menerapkan
manajemen RPH sebagai sarana pelayanan masyarakat untuk
menghasilkan produk yang ASUH.
b. Renovasi RPH yang sudah ada dengan cara:
1) Fasilitasi perbaikan bangunan dan/atau peralatan RPH sehingga
mampu menerapkan praktek hygiene-sanitasi dan kesejahteraan
hewan.
2) Pembinaan pelayanan teknis kesmavet di RPH.
3) Penatalaksanaan manajemen dan operasional RPH yang mengacu
kepada prinsip sistem jaminan keamanan dan kehalalan pangan.

B. Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal


5. Optimalisai IB dan InKA
Kegiatan ini ditargetkan untuk meningkatkan jumlah kelahiran melalui
teknik IB dan InKA, dengan melaksanakan kegiatan operasional sebagai
berikut:
a. Penambahan jumlah akseptor IB, dengan cara:
1) Redistribusi sapi betina produktif hasil penjaringan maupun
pemanfaatan sapi ex-impor yang layak dibiakkan.
2) Pendataan peternak yang ternaknya dapat dijadikan akseptor
dalam perkawinan melalui teknik IB.
3) Penambahan jumlah straw semen beku 80% melebihi jumlah
akseptor, melalui program pemerintah maupun KSO (swadaya).
4) Pengembangan sarana prasarana pendistribusian straw semen
beku, termasuk fasilitas untuk inseminator.
5) Pembangunan Unit Layanan Inseminasi Buatan (ULIB) di sekitar
lokasi beberapa kelompok peternak yang memiliki jumlah minimal
tertentu dan peternaknya siap untuk mengikuti program IB.
6) Pembangunan Unit Wilayah Inseminasi Buatan (UWIB) sebagai
unit yang mengkoordinir ULIB di wilayah masing-masing.
7) Pelatihan bagi inseminator, pemeriksaan kebuntingan (PKB), dan
asisten teknis reproduksi (ATR).
8) Penambahan dan replacement bibit jantan sebagai donor semen di
Balai/Balai-Besar IB.

517
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

9) Penambahan jumlah tenaga inseminator mandiri melalui pelatihan


bagi pemuda desa dan pemberian bantuan peralatan IB.
10) Pemberdayaan Pos IB dan keswan.
b. Penambahan jumlah akseptor InKA dan pejantan pemacek dengan cara:
1) Pengadaan dan distribusi pejantan pemacek di kelompok peternak
yang belum memanfaatkan teknik IB dan belum memiliki pejantan
berkualitas.
2) Pendataan kelompok peternak yang sapi betina produktifnya tidak
dikawinkan melalui teknik IB.
3) Penguatan manajemen dan organisasi kelompok peternak dalam
mengelola sapi.

6. Penyediaan dan pengembangan pakan dan air


Kegiatan ini ditargetkan untuk dapat memenuhi kebutuhan air minum dan
pakan pada saat musim kering, seiring dengan peningkatan jumlah ternak
sapi, dengan melaksanakan kegiatan operasional sebagai berikut:
a. Penambahan penyediaan pakan dan air, dengan cara :
1) Penanaman dan pengembangan sumber benih/bibit tanaman pakan
ternak (TPT).
a) Inventarisasi lokasi sumber dan jenis benih/bibit tanaman pakan
ternak (rumput atau legume) di Indonesia.
b) Penanaman benih/bibit tanaman pakan ternak di BPTU, UPTD
daerah dan kawasan pengembangan ternak.
c) Pengembangan feed bank (lumbung pakan).
2) Pembuatan embung, pompa air, dan konservasi lahan untuk
menjamin ketersediaan air minum saat musim kemarau.
3) Pengembangan desa mandiri pakan melalui gerakan massal
penanaman tanaman pakan dan pemanfaatan limbah pertanian di
lokasi kelompok peternak sapi potong (antara lain kelompok PMUK,
BPLM, SMD, LM3) dan di lokasi lain seperti daerah aliran sungai,
sekitar embung, lahan kritis, tambang batubara, dan bekas lahan
hutan produksi, atau terintegrasi dengan lahan perkebunan dalam
suatu pola tumpangsari.
4) Perluasan dan revitalisasi padang penggembalaan di wilayah yang
berpotensi untuk pengembangan ternak pola grazing.
5) Peningkatan pemanfaatan limbah agroindustri seperti limbah atau
hasil samping perkebunan atau pabrik pengolahan sawit (bungkil
inti sawit), pabrik gula (tetes), dan pabrik penggilingan padi (dedak).
b. Pengembangan teknologi dan industri pakan ternak berbasis sumber
daya lokal, dengan cara:

518
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1) Pengembangan teknologi pakan, melalui aplikasi teknologi pakan


(pengolahan, pengawetan, penyimpanan) dan pengadaan
peralatannya di kelompok peternak.
2) Penguatan kelembagaan yang menangani pengujian dan
standarisasi mutu pakan.
3) Pengembangan mini feedmill di kelompok peternak yang memiliki
populasi ternak dengan jumlah minimal tertentu.
4) Peningkatan kualitas SDM bidang pakan, termasuk staf yang
memiliki jabatan fungsional pengawasan mutu pakan (wastukan),
serta penyediaan tenaga baru untuk wastukan di daerah/wilayah.
5) Restrukturisasi sistem tata niaga bahan baku pakan lokal.
7. Penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan
kesehatan hewan
Kegiatan ini ditargetkan untuk mengurangi tingkat kegagalan
reproduksi sapi betina produktif yang telah dikawini/diinseminasi, dengan
melaksanakan kegiatan operasional sebagai berikut:
a. Penanggulangan gangguan reproduksi, dengan cara:
1) Pemeriksaan akseptor terhadap status penyakit Brucellosis (khusus
di daerah yang belum bebas Brucellosis);
2) Peningkatan kualitas SDM yang menangani penyakit reproduksi;
3) Pengadaan obat-obatan dan hormonal;
4) Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi;
5) Monitoring, evaluasi, dan pelaporan.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan cara:
1) Pembangunan pusat kesehatan hewan di wilayah padat ternak.
2) Pemeriksaan, identifikasi, dan pemetaan kasus parasit internal dan
kematian pedet.
3) Pengadaan obat-obatan parasit internal, terapi antibiotika, dan
penambah daya tahan

C. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina Produktif


8. Penyelamatan Sapi Betina Produktif
Kegiatan ini ditargetkan untuk mencegah pemotongan sapi betina
produktif sebanyak 150-200 ribu ekor per tahun dengan melakukan
penjaringan dan penyelamatan pedet yang dilahirkan di kelompok
peternak, melalui pelaksanaan kegiatan operasional sebagai berikut :
a. Pemeriksaan reproduksi sapi betina produktif di RPH dan di pasar
hewan, terutama yang masih berumur muda atau berpotensi
melahirkan anak beberapa kali lagi.
b. Fasilitasi dana talangan untuk menyelamatkan sapi betina produktif di
tingkat RPH dan mendistribusikannya ke kelompok peternak terpilih.

519
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. Pembinaan kelompok peternak yang sudah mengembangkan sapi


betina produktif hasil penjaringan dan kelompok peternak pembibit
lainnya.
d. Penambahan tenaga paramedis dan peningkatan kemampuan teknis
petugas reproduksi.

D. Penyediaan Bibit Sapi Lokal


Kegiatan ini ditargetkan untuk meningkatkan jaminan ketersediaan benih dan
bibit sapi yang berkualitas dalam rangka memenuhi kebutuhan sapi potong
lokal sehingga produksi daging di dalam negeri dapat meningkat dan
mencukupi kebutuhan sebagian besar daging sapi, melalui pelaksanaan
kegiatan operasional sebagai berikut:

9. Penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan,


dengan cara:
a. Pengidentifikasian wilayah yang berpotensi sebagai sumber bibit sapi.
b. Penetapan wilayah sumber bibit sapi yang memiliki potensi
menghasilkan bibit.
c. Penguatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pembibitan dan sinergisme
antar UPT lingkup Kementerian Pertanian dalam rangka seleksi,
penjaringan, dan penyediaan bibit sapi unggul.
10. Pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui VBC, dengan cara:
a. Penyusunan kriteria Village Breeding Centre (VBC) berdasarkan acuan
ilmiah.
b. Penambahan jumlah sapi bibit di kelompok peternak yang sudah
berpengalaman sesuai dengan kemampuannya dan mempunyai daya
dukung pakan yang memadai.
c. Pelatihan dan pendampingan kelompok peternak dalam rangka
menerapkan program VBC berdasarkan prinsip Good Breeding Practice.
d. Penetapan standard mutu bibit melalui sertifikasi bibit untuk
menjaga/meningkatkan harga bibit di tingkat UPT maupun di tingkat
peternak.
11. Penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (KUPS), dengan cara:
a. Sosialisasi KUPS di pusat dan daerah oleh Kemtan, Bank, Dinas/Pemda,
Asosiasi/Kelompok Peternak.
b. Pemetaan daerah yang berpotensi menyerap program KUPS.
c. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan KUPS antara Kemtan,
Kemkeu, Perbankan dan stakeholders terkait.
d. Monitoring ketersediaan ternak di dalam dan luar negeri dengan
kualitas yang memadai dan harga yang kompetitif.
e. Identifikasi dan klarifikasi pelaksana dan pemanfaatan KUPS.

520
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. Penguatan modal usaha kelompok peternak sapi potong.


g. Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan KUPS secara berjenjang.
h. Koordinasi dengan Pemda untuk pengalokasian dana
(APBD/DAK/DAU) untuk dana penjaminan KUPS pada bank daerah.
i. Pengintegrasian program KUPS dalam program SMD.

E. Pengaturan Stock Daging Sapi Dalam Negeri.


12. Pengaturan stock sapi bakalan dan daging.
a. Pengaturan stock sapi bakalan.
Kegiatan ini ditargetkan untuk memberdayakan usaha peternakan
sapi potong berbasis sumber daya lokal, melalui kegiatan operasional
sebagai berikut:
1) Penerapan regulasi impor sapi bakalan secara benar dan konsisten.
2) Penyusunan regulasi setingkat Peraturan Menteri tentang
pemasukan dan pengeluaran sapi potong dan bibitnya; serta
penyusunan pedoman (SOP) untuk impor sapi bakalan.
3) Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor sapi potong bakalan
sesuai dengan paraturan dan perundang-undangan yang ada.
4) Pembinaan kepada perusahaan feedlot agar mengkonversi
usahanya menjadi perusahaan penggemukan berbasis sapi lokal
atau menjadi perusahaan pembibitan secara bertahap.
5) Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan impor bibit
dan sapi bakalan.
b. Pengaturan stock daging.
Kegiatan operasional ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing
produk daging lokal, melalui kegiatan operasional :
1) Penyempurnaan dan penegakan Peraturan Menteri Pertanian
tentang pemasukan daging yang terjamin ASUH.
2) Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor daging sesuai
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
3) Pembinaan kepada importir dan distributor daging agar
mendukung pengembangan perdagangan daging sapi lokal.
4) Pengembangan klasifikasi potongan daging sapi lokal.
13. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging
a. Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi.
Kegiatan ini ditargetkan untuk menjamin ketersediaan sapi di dalam
negeri dan menjaga stabilitas harga sapi, melalui kegiatan operasional
sebagai berikut:
1) Penetapan pengeluaran dan pemasukan sapi untuk keperluan
bibit maupun pengembangan sapi antar wilayah oleh pemerintah
daerah melalui koordinasi dengan pemerintah pusat.

521
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2) Penyusunan regulasi setingkat Peraturan Menteri tentang


pendistribusian dan pemasaran sapi.
3) Pengawasan dan pemantauan kegiatan perdagangan sapi potong
antar wilayah, serta pendistribusian dan pemasarannya.
4) Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan perdagangan
sapi bibit dan sapi bakalan antar wilayah.
5) Pengaturan distribusi dan pemasaran sapi di dalam negeri.
b. Pengaturan distribusi dan pemasaran daging di dalam negeri.
Kegiatan operasional ini bertujuan menjamin ketersediaan daging di
dalam negeri dan menjaga stabilitas harga daging, melalui kegiatan
operasional :
1) Peningkatan pengawasan dan pemantauan distribusi daging
impor
2) Pengendalian distribusi daging impor berdasarkan kelengkapan
fasilitas rantai dingin dari importir sampai ke ritel.

BAB IX
RENCANA AKSI

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 ditempuh dengan berbagai


langkah yang dirumuskan dalam rencana aksi sebagai berikut :

A. Penyediaan Bakalan/Daging Sapi Lokal


Justifikasi : Sapi lokal harus dijadikan tulang punggung dalam
penyediaan daging nasional. Permasalahan yang dihadapi
selama ini antara lain adalah terbatasnya jumlah sapi bakalan
lokal yang dapat dimanfaatkan untuk penggemukan. Oleh
karena itu impor sapi bakalan cenderung terus meningkat,
yang setiap tahun dapat menguras devisa sampai Rp. 4,8-5
trilyun. Impor yang semula ditujukan untuk mengisi
kekurangan, ternyata sudah berpotensi mengganggu usaha
penggemukan sapi lokal. Mestinya jumlah devisa yang
terserap ke luar negeri lebih tepat digunakan untuk
mengembangkan usaha penyediaan sapi bakalan dan daging
lokal yang akan berdampak pada peningkatan kemandirian
dan daya saing. Untuk menstimulasi peternak agar
mengembangkan usaha peternakan sapi lokal, perlu
didukung program dan fasilitas usaha budidaya dan
penggemukan sapi lokal.

522
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tujuan : Meningkatkan ketersediaan bakalan dan daging yang berasal


dari sapi lokal.
Target : Sapi bakalan yang potensial untuk dipotong pada tahun 2014
sebanyak 2.779 juta dan potensi daging lokal 525.477 ton
Manfaat : Memacu pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui
pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi
lokal. Menstimulasi para peternak untuk memfokuskan usaha
budidaya sapi lokal maupun hasil IB, serta melestarikan
plasma nutfah sapi lokal yang sangat adaptif.

1. Pengembangan Usaha Pembiakan dan Penggemukan Sapi Lokal

Kegiatan operasional ini bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi


bakalan dan daging lokal.
Program a. Penguatan modal usaha kelompok peternak melalui
aksi: pemberian kredit lunak jangka panjang atau modal
abadi dalam bentuk bantuan sosial dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah kepada kelompok
peternak yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu.
b. Pengembangan Program Sarjana Membangun Desa
dan pengembangan sistem manajemen regional
melalui Sarjana Membangun Desa, dengan cara:
1) Bantuan kredit lunak jangka panjang atau
penyediaan modal abadi dalam bentuk bantuan
sosial dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah kepada SMD dan kelompok peternak
terpilih.
2) Pemberian bantuan dana bagi sarjana pengelola
kelompok peternak untuk mengembangkan
manajemen dan organisasi usaha kelompok dalam
rangka meningkatkan kapasitas usaha dan jejaring
usaha pembiakan dan/atau penggemukan serta
pemasaran.
Target : a. PMUK pada tahun 2010 (100 klp), 2011(100 klp), 2012
(100 klp), 2013 (100 klp ) dan 2014 (100 klp )
b. SMD pada tahun 2010 (514 klp), 2011 (514 klp), 2012
(514 klp), 2013 (514 klp) dan 2014 (514 klp)
Pelaksana : Direktorat Jenderal Peternakan dan Eselon I Lingkup
Kementerian Pertanian beserta UK/UPT di bawahnya,
Kepala Daerah (Gubernur dan/atau Bupati),
gapoknak/poknak, pengusaha, koperasi, Lembaga
Litbang dan Perguruan Tinggi, serta lembaga/instansi lain
yang terkait.
523
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Pengembangan Pupuk Organik dan Biogas

Kegiatan operasional ini bertujuan untuk memberikan stimulasi bagi usaha


pembiakan dan penggemukan sapi atau usaha cow calf operation pola
kereman.
Program aksi: a. Pengembangan usaha pupuk organik dan sistem
jaringan pemasarannya, melalui :
1) Pemberian fasilitas dana dan dukungan teknologi
untuk pembangunan rumah kompos (bangunan
penyimpanan dan pemrosesan kotoran ternak
menjadi pupuk organik) beserta semua perangkat
dan ternaknya di kelompok peternak usaha
pembiakan dan penggemukan yang populasinya
memiliki jumlah minimal tertentu.
2) Pemberian pelatihan manajemen pemeliharaan
sapi pola ‘zero waste’, pengolahan limbah sapi
dan manajemen organisasi bagi kelompok
peternak pengelola rumah kompos.
3) Fasilitasi pengembangan promosi dan jaringan
pemasaran sapi dan pupuk organik.
b. Pembangunan instalasi biogas untuk penyediaan
energi alternatif di pedesaan, melalui :
1) Pemberian bantuan dana maupun teknologi untuk
membangun instalasi biogas beserta seluruh
perangkat penunjangnya di kelompok peternak
sapi penggemukan atau usaha cow calf operation
yang populasinya memiliki jumlah minimal
tertentu dan kandang komunal.
2) Pemberian pelatihan manajemen pemanfaatan
biogas secara optimal bagi anggota kelompok
peternak.
Target : Jumlah pengembangan pupuk organik dan biogas pada
tahun 2010 (300 unit), 2011 (300 unit), 2012 (300 unit), 2013
(300 unit) dan 2014 (300 unit).
Pelaksana : Direktorat Jenderal Peternakan dan Eselon I Lingkup
Kemtan beserta UK/UPT di bawahnya, Kepala Daerah
(Gubernur dan/atau Bupati), gapoknak/poknak,
pengusaha, koperasi, Lembaga Litbang dan Perguruan
Tinggi, serta lembaga/instansi lain yang terkait.

3. Pengembangan Integrasi ternak sapi dan tanaman


524
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Kegiatan operasional ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi


usaha agribisnis pola integrasi tanaman-ternak melalui pendekatan low
external input sustainable agriculture (LEISA) dan meningkatkan
jumlah/populasi dan kualitas ternak sapi.
Program aksi: a. Integrasi tanaman ternak untuk usaha pembiakan sapi
potong di lahan perkebunan, kehutanan, hortikultura,
lahan pasca tambang dll, dengan cara:
1) Koordinasi dengan perusahaan yang berperan
sebagai inti, antara lain PTP/Perusda/swasta
perkebunan/ kehutanan atau pertambangan.
2) Bantuan kredit lunak atau pemberian modal abadi
bagi para peternak dari pemerintah pusat dan
daerah bagi kelompok peternak yang melakukan
integrasi dengan tanaman (perkebunan,
hortikultura, tanaman hutan).
3) Pengadaan sarana prasarana untuk mewujudkan
usaha peternakan pola integrasi dan untuk
mencukupi kebutuhan pakan dari limbah
pengolahan sawit atau limbah agroindustri
lainnya (tetes, onggok, dlsb).
b. Integrasi ternak – tanaman melalui program CSR,
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL),
dengan cara :
1) Perusahaan agribisnis (di luar bidang peternakan)
menyediakan bantuan ternak, kredit lunak,
ataupun modal abadi kepada kelompok peternak
yang berusaha di lahan perusahaan untuk
menambah populasi sapi.
2) Perusahaan pertambangan atau lainnya (bukan
usaha agribisnis) menyediakan bantuan ternak,
kredit lunak, ataupun modal abadi bagi kelompok
peternak di sekitar atau di luar usaha non-
agribisnis untuk mengembangkan usaha
peternakan
Target : Jumlah integrasi tanaman-ternak sapi pada tahun 2010
(11 paket), 2011 (22 paket), 2012 (33 paket), 2013 (44
paket) dan 2014 (55 paket).
Pelaksana : Direktorat Jenderal Peternakan dan Eselon I Lingkup
Kemtan beserta UK/UPT di bawahnya, Kepala Daerah
(Gubernur dan/atau Bupati), gapoknak/poknak, Lembaga
Litbang dan Perguruan Tinggi, PTPN, Perusahaan
perkebunan, perhutani, perusahaan pertambangan, serta

525
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

lembaga/instansi lain yang


terkait.

4. Pemberdayaan dan Peningkatan Kualitas RPH

Kegiatan operasional ini bertujuan untuk mengawasi pemotongan sapi betina


produktif sekaligus untuk meningkatkan status hygiene dan sanitasi RPH
dalam rangka penyediaan daging yang ASUH.
Program aksi: a. Pembangunan RPH baru di propinsi yang memiliki
potensi dalam usaha pemotongan hewan namun
belum memiliki fasilitas RPH yang memenuhi
persyaratan teknis higienesanitasi dengan cara:
1) Pembangunan RPH baru yang memenuhi
persyaratan teknis higiene-sanitasi dan
kesejahteraan hewan, baik dari aspek lokasi,
prasarana jalan dan air bersih, bangunan, dan
peralatan.
2) Penyiapan Sumberdaya Manusia RPH yang
terampil dan terlatih.
3) Peningkatan kemampuan pengelola RPH dalam
menerapkan manajemen RPH sebagai sarana
pelayanan masyarakat berbasis keamanan dan
kehalalan pangan (daging).
b. Renovasi RPH yang sudah ada dengan cara:
1) Fasilitasi perbaikan bangunan dan/atau peralatan
RPH sehingga mampu menerapkan praktek
Higiene-sanitasi dan kesejahteraan hewan.
2) Pembinaan pelayanan teknis kesmavet di RPH.
3) Penatalaksanaan manajemen dan operasional RPH
mengacu kepada prinsip sistem jaminan
keamanan dan kehalalan pangan
Target : a. Jumlah RPH pada tahun 2010 (5 unit), 2011 (6
unit), 2012 (7 unit), 2013 (4 unit) dan 2014 (6
unit)
b. Tersedianya SDM RPH terampil dan terlatih
sebagai pengelola, penanggung jawab teknis,
juru sembelih halal, dan pekerja yang
menangani daging.
Pelaksana : Ditjen Peternakan, Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota dan
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan masyarakat veteriner.

B. Peningkatan Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal


526
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Justifikasi : Percepatan pencapaian target populasi sapi lokal sangat


ditentukan oleh produktivitas sapi dan performa reproduksinya.
Secara genetis sapi lokal seperti Sapi Bali, sapi PO dsb memiliki
kinerja reproduksi yang baik. Sementara itu sapi hasil IB hanya
akan mengekspresikan potensinya bila mendapat perlakuan
yang semestinya. Untuk meningkatkan produktivitas dan
kemampuan reproduksi yang optimal sapi lokal maupun sapi
silangan hasil IB perlu diupayakan penyediaan pakan berbasis
sumberdaya lokal secara mudah, murah, dan berkelanjutan.
Tujuan : Meningkatkan angka kebuntingan dan kelahiran sapi lokal dan
sapi silangan hasil IB, sekaligus menekan angka kematian
sehingga menambah populasi sapi lokal.
Target : Kelahiran sapi tahun 2014 sebanyak 3,364 juta ekor dengan
masing-masing kontribusi IB 1,89 juta ekor dan Kawin Alam
1,474 juta ekor.
Manfaat : Menstimulasi lembaga IB baik daerah dan pusat untuk
menyediakan straw yang diperlukan dan mendorong
pemberdayaan pos IB dan tenaga IB. Hasil yang diharapkan
adalah peningkatan populasi yang sekaligus dapat membantu
untuk meningkatkan skala usaha peternak.

5. Optimalisasi IB dan InKA

Kegiatan operasional ini bertujuan meningkatkan jumlah kelahiran anak


melalui optimalisasi IB dan Intensifikasi kawin alam (InKA).
Program a. Penambahan jumlah akseptor IB, dengan cara:
aksi: 1) Redistribusi sapi betina produktif hasil penjaringan
maupun pemanfaatan sapi ex-impor yang layak
dikembangbiakkan
2) Pendataan peternak yang ternaknya bersedia
dijadikan akseptor dalam perkawinan melalui
teknik IB.
3) Penambahan jumlah straw semen beku 80%
melebihi dari jumlah akseptor, melalui program
pemerintah maupun KSO (swadaya).
4) Pengembangan sarana prasarana pendistribusian
straw semen beku.
5) Pembangunan Unit Layanan Inseminasi Buatan
(ULIB) di sekitar lokasi beberapa kelompok
peternak yang memiliki jumlah minimal tertentu
dan peternaknya siap untuk mengikuti program
IB.

527
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

6) Pembangunan Unit Wilayah Inseminasi Buatan


(UWIB) sebagai unit yang mengkoordinir ULIB di
wilayah masing-masing.
7) Pelatihan bagi inseminator, pemeriksaan
kebuntingan (PKB), dan asisten teknis reproduksi
(ATR).
8) Penambahan dan replacement bibit jantan sebagai
donor semen di Balai/Balai Besar IB.
9) Penambahan jumlah tenaga inseminator mandiri
melalui pelatihan bagi pemuda desa dan
pemberian bantuan peralatan IB.
10) Pemberdayaan dan pembuatan Pos IB dan
keswan.
b. Penambahan jumlah akseptor InKA dan pejantan
pemacek.
1) Pendataan kelompok peternak yang sapi betina
produktifnya tidak dikawinkan melalui teknik IB.
2) Pengadaan dan pendistribusian pejantan pemacek
di kelompok peternak yang memiliki jumlah
minimal tertentu untuk sapi betina produktif.
3) Penguatan manajemen dan organisasi kelompok
peternak dalam mengelola sapi.
Target : 1) Angka kelahiran IB : tahun 2010 (1,3 juta ekor ), 2011
(1,4 juta ekor ), 2012 (1,6 juta ekor ), 2013 (1,8 juta
ekor ), dan 2014 (1,9 juta ekor )
2) Angka kelahiran InKA : tahun 2010 (1,4 juta ekor ),
2011 (1,4 juta ekor ), 2012 (1,4 juta ekor ), 2013 (1,4 juta
ekor), dan 2014 (1,5 juta ekor )
Pelaksana : Ditjenak, Dinas terkait peternakan, gapoknak/poknak

6. Penyediaan dan Pengembangan Pakan dan Air

Kegiatan operasional ini bertujuan menjamin penyediaan pakan dan air


untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi kelompok peternak dan unit usaha
pembibitan maupun penggemukan sapi, mengakselerasi proses
pertambahan populasi sapi melalui pengembangan sistem produksi berbasis
pastura (padang penggembalaan) atau cut and carry system dengan sistem
extensive dan managemen murah (low external input management)
Program aksi: a. Penyediaan pakan, dilakukan melalui:
1) Penanaman dan pengembangan sumber benih
HMT, yang akan dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
a) Inventarisasi lokasi sumber dan jenis
528
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

benih/bibit tanaman pakan ternak (rumput


atau legum) di Indonesia.
b) Penanaman benih/bibit tanaman pakan ternak
di UPT baik pusat maupun UPTD.
c) Pengembangan feed bank atau lumbung pakan
ternak.
2) Pembuatan embung, pompa air dan konservasi
lahan, terutama dilaksanakan di daerah dengan
kondisi iklim atau tanah yang kurang
mendukung.
3) Pengembangan desa mandiri pakan dilakukan
melalui gerakan masal penanaman HMT di
beberapa lokasi seperti di kebun kelompok
(PMUK, BPLM, SMD, LM3, dsb), dan lokasi lain
seperti di tegalan, di bawah pohon, perkebunan,
DAS, sekitar embung, lahan-lahan kritis, tambang
batubara dan ex-hutan produksi.
4) Perluasan dan revitalisasi padang penggembalaan
di wilayah yang berpotensi untuk pengembangan
ternak.
b. Pengembangan teknologi dan industri pakan berbasis
sumberdaya lokal, dengan cara:
1) Aplikasi teknologi pakan di kelompok.
2) Pengembangan mini feedmill. Untuk melengkapi
kebutuhan nutrisi ternak maka akan
dikembangkan pakan konsentrat sapi potong,
sehingga diperlukan sarana pengolahan pakan di
kelompok sapi potong.
3) Pengembangan kualitas SDM bidang pakan akan
dilakukan dengan penambahan atau rekruitmen
petugas pengawas mutu pakan di daerah,
pengembangan standar mutu pakan,
pengembangan pelatihan-pelatihan pakan.
4) Pengembangan jaringan laboratorium. Pengawasan
mutu perlu dilakukan agar konsumen pakan
dapat terlindungi dari kerugian akibat dari pakan
yang di konsumsi ternaknya tidak memenuhi
standar sesuai SNI atau persyaratan teknis
minimal (PTM) yang telah ditetapkan.
Target : a. Jumlah benih HMT pada tahun 2010 (26 juta ton), 2011
(28 juta ton), 2012 (28 juta ton), 2013 (30 juta ton) dan
2014 (30 juta ton), rata-rata 28,4 juta ton/tahun
b. Jumlah HMT pada tahun 2010 (215 juta ton), 2011 (222

529
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

juta ton), 2012 (227 juta ton), 2013 (233 juta ton) dan
2014 (240 juta ton), rata-rata 227 juta ton/tahun c.
Feed mill : 200 buah per tahun.
Pelaksana : Ditjenak, Badan Litbang, Dinas terkait peternakan,
gapoknak/poknak, PLA.

7. Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan


Kesehatan Hewan

Program ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kegagalan reproduksi


ternak betina produktif yang telah berhasil dikawini sebanyak 200-300 ribu
akseptor IB dan InKA, dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan terhadap
200.000 ekor sapi bakalan.
Program aksi: a. Penanggulangan gangguan reproduksi, dengan cara:
1). Pemeriksaan akseptor terhadap status Brucellosis
(khususnya di daerah yang belum bebas
Brucellosis);
2). Peningkatan kualitas SDM yang menangani
penyakit reproduksi;
3). Pengadaan obat-obatan dan hormonal;
4). Penanganan ternak yang mengalami gangguan
reproduksi;
5). Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
b. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan cara:
1). Pembangunan pusat kesehatan hewan di wilayah
padat ternak.
2). Pemeriksaan, identifikasi dan pemetaan kasus
parasit internal dan kematian pedet.
3). Pengadaan obat-obatan parasit internal, terapi
antibiotika dan penambah daya tahan.
4). Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Target : a. Penanggulangan gangguan reproduksi terhadap 200-
300 ribu ekor per tahun.
b. Pengendalian penyakit hewan bernilai ekonomis tinggi
sebanyak 200.000 ekor.
Pelaksana : Ditjenak, Dinas terkait peternakan, Puskeswan,
gapoknak/poknak, serta UK/UPT terkait lingkup Deptan.

C. Pencegahan Pemotongan Sapi Betina Produktif


Justifikasi : Sapi betina produktif merupakan sumber penghasil pedet.
Penambahan populasi sapi sangat ditentukan oleh ketersediaan
sapi betina produktif yang proporsional secara berkelanjutan.
Saat ini tingkat pemotongan sapi betina produktif di Indonesia
530
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

sudah sampai pada tingkat membahayakan populasi sapi


nasional. Oleh karena itu perlu program terobosan yang dapat
mencegah berkurangnya populasi sapi betina produktif
Tujuan : Mempertahankan populasi sapi nasional yang ada melalui
pencegahan pemotongan sapi betina produktif .
Target : Terselamatkannya pemotongan sapi betina produktif sebanyak
200 ribu ekor per tahun.
Manfaat : Meningkatkan populasi sapi secara nasional dengan
penambahan pedet yang dilahirkan dari sapi betina produktif
yang terselamatkan.

8. Penyelamatan Sapi Betina Produktif

Kegiatan operasional ini bertujuan menyelamatkan 200 ribu ekor sapi betina
produktif per tahun yang akan dibawa ke RPH oleh kelompok peternak atau
akan dipotong di RPH
Program aksi: a. Pemeriksaan status reproduksi sapi betina produktif
secara rutin di RPH dan kelompok peternak.
b. Fasilitasi dana talangan untuk menyelamatkan sapi
betina produktif di tingkat RPH dan di kelompok
peternak.
c. Pembinaan kelompok peternak yang sudah
mengembangkan sapi betina produktif dan kelompok
peternak pembibit.
d. Penambahan tenaga dan peningkatan kemampuan
teknis petugas reproduksi dan manajemen
pemeliharaan.
Target : Jumlah sapi betina yang diselamatkan sebanyak 200 ribu
ekor per tahun dan penambahan pedet sebanyak 80 ribu
ekor sapi betina per tahun (80% kelahiran & rasio jenis
kelamin jantan:betina 50:50)
Sasaran : RPH dan kelompok peternak di propinsi sentra produksi
dan/atau sentra konsumsi
Pelaksana : Ditjenak, Dinas Provinsi/Kab/Kota yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan masyarakat veteriner,
gapoknak/poknak, BPTP

D. Penyediaan Bibit Sapi Lokal


Justifikasi : Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan
dan strategis untuk peningkatan populasi dan penyediaan
daging nasional. Jumlah bibit di Indonesia masih sangat
terbatas dan semakin diperparah dengan pemotongan betina

531
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

produktif. Oleh karena itu perlu dilaksanakan kegiatan


penguatan kelembagaan pembibitan melalui penerapan good
breeding practice, peningkatan penerapan standar mutu benih
dan bibit ternak, peningkatan penerapan teknologi perbibitan,
serta pengembangan usaha dan investasi.
Tujuan : Meningkatkan ketersediaan bibit dalam rangka memenuhi
kebutuhan bakalan sapi potong lokal untuk mencapai
swasembada daging sapi secara berkelanjutan.
Target : Jumlah bibit yang dihasilkan sampai tahun 2014 adalah
sebanyak 1.880.000 ekor; benih 34 juta dosis semen beku; 3.550
embrio
Manfaat : Program penyediaan bibit akan membantu peternak untuk
meningkatkan skala pengusahaan dan pendapatan

9. Penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan

Kegiatan operasional ini bertujuan mengembangkan dan memperkuat


wilayah sumber bibit utama serta kelembagaan pengelolaan bibit nasional,
sehingga menjadi pemasok bibit dan betina produktif serta menjadi pusat
pelestarian sapi asli dan sapi lokal Indonesia.
Program aksi: a. Identifikasi wilayah yang berpotensi sebagai sumber
bibit sapi.
b. Penetapan wilayah sumber bibit sapi yang memiliki
potensi menghasilkan bibit.
c. Penguatan UPT pembibitan dan sinergisme antar UPT
lingkup Deptan dalam rangka penyediaan bibit sapi
unggul.
Target : Jumlah semen beku tahun 2010 (4 juta dosis), 2011 (4,25
juta dosis), 2012 (4,5 juta dosis), 2013 (4,75 juta dosis) dan
2014 (5 juta dosis) dan 3.550 embrio Sapi bibit yang
bersertifikat : 17.745 ekor
Pelaksana : UK/UPT Perbibitan lingkup Ditjennak dan Litbang,
Ditjennak, Dinas yang membidangi fungsi peternakan.

10. Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi Potong melalui VBC

Kegiatan operasional ini bertujuan meningkatkan populasi bibit di


masyarakat yang secara akumulatif memenuhi target kebutuhan bibit
nasional.
Program aksi: a. Penyusunan kriteria Village Breeding Centre (VBC)
berdasarkan acuan ilmiah.

532
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. Penambahan jumlah sapi bibit di kelompok peternak


yang sudah berpengalaman sesuai dengan
kemampuannya.
c. Pelatihan dan pendampingan kelompok peternak
pembibit (VBC) dalam rangka menerapkan Good
Breeding Practice.
d. Penetapan standar mutu bibit melalui sertifikasi bibit
untuk menjaga/meningkatkan harga bibit di peternak.
Target : Dihasilkan 5 ribu ekor bibit per tahun
Pelaksana : Ditjenak, Badan Litbang/BPTP, Perguruan Tinggi, Dinas
yang membidangi fungsi peternakan, gapoktan/poktan.

11. Penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (KUPS)

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan populasi, menyediakan bibit


secara berkelanjutan, menumbuhkan industri dan kelompok pembibitan serta
memperluas lapangan pekerjaan melalui bantuan permodalan dengan bunga
rendah (karena disubsidi oleh pemerintah) bagi pelaku usaha pembibitan.
Program aksi: a. Sosialisasi KUPS di pusat dan daerah (Pelaksana:
Deptan, Bank, Dinas/Pemda).
b. Pemetaan daerah (peserta KUPS) yang berpotensi dalam
penyerapan KUPS (Pelaksana Ditjennak, Dinas,
Litbang).
c. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan KUPS antara
Deptan, Depkeu, Perbankan, dan stakeholders terkait.
d. Monitoring ketersediaan ternak di dalam dan luar
negeri.
e. Identifikasi dan klarifikasi pelaksana dan pemanfaatan
KUPS.
f. Penguatan modal usaha kelompok.
g. Pembinaan, pendampingan dan pengawasan
pelaksanaan KUPS.
h. Koordinasi dengan Pemda untuk pengalokasian dana
(APBD/DAK/DAU dll) untuk dana penjaminan KUPS
pada bank daerah.
i. Pengintegrasian program KUPS dalam program SMD
dan program lainnya.
Target : Penyerapan kredit untuk pengadaan dan pemeliharaan
sapi bibit sebanyak 200 ribu ekor per tahun
Pelaksana : Pelaku Usaha pembibitan sapi (perusahaan, koperasi,
kelompok/gapoktan), Perbankan, DepKeu dan Deptan
(Ditjenak dan Pusat Pembiayaan), Dinas yang membidangi
fungsi peternakan di prov dan kab/kota
533
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

E. Pengaturan Stock Daging Sapi Dalam Negeri.


Justifikasi : Angka importasi sapi bakalan setiap tahun mencapai lebih dari
600 ribu ekor, sementara impor daging lebih dari 70 ribu ton.
Selain terjadi pengurasan devisa, importasi juga telah
mengganggu usaha peternakan sapi lokal sehingga perlu
regulasi, pedoman, instrumen dan insentif yang mampu
memberi suasana kondusif bagi perkembangan usaha agribisnis
sapi potong berdaya saing secara berkelanjutan.
Tujuan : Menstimulasi pengembangan usaha agribisnis sapi potong
berbasis sumberdaya lokal dengan dukungan teknologi inovatif
tepat guna, sehingga produktivitas ternak dan produksi daging
meningkat dan selanjutnya dapat mewujudkan swasembada
daging sapi secara berkelanjutan.
Target : Meningkatkan produksi daging sehingga dapat memenuhi 90%
kebutuhan pasar domestik, dan selanjutnya diarahkan untuk
dapat mengekspor produk tertentu yang berkualitas guna
keperluan pasar global.
Manfaat : Program ini akan berdampak pada: (i) penghematan devisa
untuk impor daging/sapi, dan (ii) sekaligus untuk memperoleh
devisa dari ekspor produk tertentu, serta (iii) membantu
peternak untuk mendapatkan keuntungan lebih baik dari harga
sapi yang dijual, sehingga (iv) kesejahteraannya meningkat.

12. Pengaturan stock sapi bakalan dan daging


a. Pengaturan stock sapi bakalan

Kegiatan operasional ini bertujuan menerapkan aturan yang lebih


kondusif dalam pelaksanaan impor sapi bakalan agar: (i) sesuai dengan
SOP, serta (ii) mengikuti prosedur karantina yang benar.
Program aksi: a. Penerapan regulasi impor ternak sapi bakalan sesuai
SOP dan tatacara karantina yang benar secara
bertahap dan konsisten.
b. Penyempurnaan regulasi setingkat Peraturan Menteri
tentang pemasukan dan pengeluaran sapi potong dan
bibitnya; serta penyempurnaan dan sosialisasi
pedoman (SOP) untuk impor sapi bakalan.
c. Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor sapi
potong bakalan sesuai dengan paraturan dan
perundang-undangan yang ada.
d. Pembinaan kepada perusahaan feedlot agar
mengembangkan usahanya bukan hanya

534
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

memanfaatkan bakalan impor tetapi juga dengan


memanfaatkan bakalan lokal, untuk keperluan
domestik sekaligus untuk merebut peluang ekspor.
e. Revitalisasi sistem karantina hewan terkait dengan
impor bibit maupun sapi bakalan yang benar-benar
sesuai ketentuan teknis.
f. Pembinaan kepada industri penggemukan agar ikut
serta dalam usaha cow calf operation.
Target : Peningkatan penyediaan daging sapi lokal berbasis
sumberdaya domestik untuk memenuhi kebutuhan
daging nasional > 90% pada tahun 2014.
Pelaksana : Ditjenak, Badan Karantina, BP2HP, Badan Litbang, Dinas
Provinsi/Kab/Kota terkait, Departemen Perdagangan.
b. Pengaturan stock daging

Kegiatan operasional ini bertujuan mengurangi impor daging sapi yang


tidak berkualitas secara bertahap dan mencegah masuknya produk yang
tidak terjamin ASUH atau produk dumping yang dapat mengganggu
peternakan dan pasar domestik.
Program aksi: a. Penyempurnaan dan penegakan Peraturan Menteri
Pertanian tentang pemasukan daging.
b. Pengawasan dan pemantauan kegiatan impor daging
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Pembinaan kepada importir dan distributor daging
agar mendukung pengembangan perdagangan atau
tata-niaga daging sapi lokal.
d. Pengembangan klasifikasi potongan daging sapi lokal
hasil penggemukan.
Target : Mencegah, mengurangi dan menghambat masuknya
daging yang tidak terjamin ASUH, daging ilegal, dan
daging yang tidak berkualitas (jerohan), serta
mengurangi kontribusi daging dan sapi bakalan impor
untuk kebutuhan pasar domestik < 10%.
Pelaksana : Ditjenak, Dinas Provinsi/Kab/Kota yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan masyarakat veteriner,
pelaku usaha pemasukan dan distribusi daging sapi
impor, serta instansi lain yang terkait dengan tataniaga
daging.

Secara diagramatik kegiatan pokok dan kegiatan operasional yang


mendukung keberhasilan Program PSDS 2014 disajikan pada Gambar 2.

535
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

536
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB X
ORGANISASI PELAKSANA

Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan program PSDS 2014, diperlukan


struktur organisasi pelaksana yang bersifat operasional, mandiri, berjenjang, dan
terkoordinasi sehingga kekurangberhasilan program swasembada daging sapi
pada periode sebelumnya tidak terulang lagi. Pada periode tahun 2000 – 2005,
organisasi pelaksana tidak dibentuk sehingga pelaksanaan kegiatan tidak jelas dan
tidak terarah. Pada periode 2005 – 2010, organisasi pelaksana dibentuk sebagai tim
teknis tetapi tidak bersifat operasional.

Untuk itu, organisasi pelaksana PSDS 2014 yang dibentuk saat ini lebih baik
dan berjenjang dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan
sebagaimana dijelaskan pada Bagan 1.

Bagan 1 Organisasi Pelaksana PSDS.

537
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

A. Tingkat Pusat

Keanggotaan Unit Manajemen Pusat (UMP) terdiri dari Ketua,


Sekretaris, Tenaga Ahli, Tim Teknis, Tim Pengarah dan empat Koordinator
Wilayah yang membidangi urusan produksi, kesehatan hewan dan kesmavet.
Penyelenggaraan UM-PSDS 2014 Pusat dilaksanakan oleh Unit Manajemen
Pusat yang diketuai oleh Direktur Jenderal Peternakan, dan pelaksanaan
seharihari dilakukan oleh Ketua Harian. Pelaksana UMP diupayakan tidak
rangkap jabatan agar mereka dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam melaksanakan tugas-tugas teknisnya UMP dibantu oleh beberapa


tenaga ahli yang kompeten untuk memberikan saran/masukan teknis
dan ekonomis dalam penyelenggaraan tugasnya untuk mencapai swasembada
daging. Tenaga ahli tersebut bersifat multidisiplin yaitu tenaga ahli produksi,
kesehatan hewan dan kesmavet serta ahli di bidang sosial ekonomi

538
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

peternakan. Tenaga ahli ini akan memberikan masukan operasional kepada


UMP untuk dapat dilaksanakan dengan mengacu kepada dokumen blue print
serta arahan dari tim pengarah dan tim teknis. Tim Pengarah terdiri dari
unsur pengambil kebijakan di tingkat Kementerian Pertanian dan Instansi
Terkait lintas sektor, sedangkan Tim Teknis terdiri dari unsur pejabat teknis
lingkup Ditjen Peternakan sesuai dengan bidang tugasnya. Organisasi UMP
dapat dilihat pada Bagan 2.

Bagan 2 Organisasi Unit Manajemen Pusat (UMP)

539
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tugas, Tanggungjawab, dan Wewenang

1. Menyiapkan bahan rumusan kebijakan dan rencana strategis program


swasembada daging sapi;
2. Melaksanakan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka
pencapaian swasembada daging sapi;
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan peningkatan populasi,
produksi, dan produktivitas sapi antar instansi teknis terkait di Pusat dan
di Daerah serta pelaku usaha;
4. Mensosialisasikan langkah-langkah operasional pencapaian swasembada
daging sapi kepada aparatur terkait di Pusat dan di Daerah, pelaku usaha,
organisasi profesi, asosiasi dan masyarakat (stakeholders); dan
5. Melaksanakan pemantauan, supervisi, dan evaluasi program
swasembada daging sapi.

B. Tingkat Provinsi

540
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Unit Manajemen Tingkat Provinsi (UMProv) lebih bersifat koordinatif


yang terdiri dari unsur Kesekretariatan, Produksi, Keswan dan Kesmavet serta
Unsur Perencanaan dan Pelaporan. Penyelenggaraan UM-PSDS 2014 Provinsi
dilaksanakan oleh Unit Manajemen Provinsi yang diketuai oleh Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi, dan
tugas sehari-hari dilakukan oleh Ketua Harian. Keanggotaan UM-PSDS
Provinsi yang telah ditetapkan diharapkan dapat dibebaskan dari tugas-tugas
struktural seharihari.

Dalam merencanakan dan melaksanakan PSDS 2014, pelaksana tingkat


provinsi diarahkan dan dibina oleh Tim Teknis yang terdiri dari unsur pejabat
teknis lingkup pertanian provinsi dan instansi terkait sesuai dengan bidang
tugasnya. Secara diagramatis organisasi UMProv dapat dilihat pada Bagan 3.

Bagan 3 Organisasi Tingkat Propinsi (UMProv)

541
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Tugas, Tanggung jawab, dan Wewenang


1. Menyiapkan bahan rumusan langkah-langkah kebijakan, rencana
strategis, dan petunjuk pelaksanaan swasembada daging sapi di wilayah
provinsi untuk kebutuhan nasional;
2. Melaksanakan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka
pencapaian swasembada daging sapi di wilayah provinsi untuk
kebutuhan nasional;
3. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan peningkatan populasi,
produksi dan produktivitas sapi antar instansi teknis terkait dan pelaku
usaha di wilayah provinsi;
4. Mensosialisasikan langkah-langkah operasional pencapaian swasembada
daging sapi kepada aparatur terkait, pelaku usaha, organisasi profesi,
asosiasi dan masyarakat (stakeholders) di wilayah provinsi; dan
5. Melaksanakan pemantauan, supervisi, dan evaluasi program
swasembada daging sapi di wilayah provinsi.

C. Tingkat Kabupaten/Kota

Unit Manajemen Tingkat Kabupaten/Kota (UMK) terdiri dari unsur


Kesekretariatan, Produksi, Keswan dan Kesmavet serta unsur Perencanaan
dan Pelaporan. Penyelenggaraan UM-PSDS 2014 Kabupaten/Kota
dilaksanakan oleh Unit Manajemen Kabupaten/Kota yang diketuai oleh
Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan
Kabupaten/Kota, dan tugas sehari-hari dilakukan oleh Ketua Harian yang
dibantu oleh seorang sekretaris dan urusan administrasi dan keuangan.
Pelaksana pada tingkat kabupaten (UMK) diupayakan tidak rangkap jabatan
agar dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaan
tugasnya UMK diarahkan dan dibina oleh Tim Teknis yang unsurnya terdiri
dari pejabat teknis lingkup pertanian kabupaten dan instansi terkait sesuai
dengan bidang tugasnya. Secara diagramatis organisasi dan instansi terkait
Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Bagan 4.

542
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Bagan 4 Organisasi Tingkat Kabupaten/Kota (UMK)

Tugas, Tanggungjawab, dan Wewenang


1. Menyiapkan bahan rumusan langkah-langkah kebijakan, rencana strategis,
dan petunjuk teknis program swasembada daging sapi di wilayah
kabupaten/kota untuk kebutuhan nasional;
2. Melaksanakan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka
pencapaian swasembada daging sapi di wilayah kabupaten/kota untuk
kebutuhan nasional;
3. Mengkoordinasikan pelaksanakan kegiatan peningkatan populasi,
produksi dan produktivitas sapi antar instansi teknis terkait dan pelaku
usaha di wilayah kabupaten/kota;

543
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. Mensosialisasikan langkah-langkah operasional pencapaian swasembada


daging sapi kepada aparatur terkait, pelaku usaha, dan masyarakat di
wilayah kabupaten/kota; dan
5. Melaksanakan pemantauan, supervisi, dan evaluasi program swasembada
daging sapi di wilayah kabupaten/kota.

D. Tingkat Kecamatan
Bupati/Walikota dalam melaksanakan Unit Manajemen membentuk
Satuan Tugas Teknis di setiap kecamatan wilayah PSDS. Pelaksana PSDS
Tingkat Kecamatan (Satgas) merupakan ujung tombak pelaksanaan PSDS 2014
yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendampingan teknis,
pemberdayaan kelompok, pemantuan dan pelaporan pelaksanaan 13 (tiga
belas) kegiatan operasional PSDS 2014 sesuai kondisi setempat. Dalam
pelaksanaannya Satgas yang dibentuk dikoordinasikan oleh seorang
koordinator.
Sebagai pelaksana tingkat kecamatan (Satgas) disarankan dapat
mendayagunakan para Petugas Teknis Peternakan (Inseminator, PKB, ATR,
KCD, Medis dan Paramedis), Sarjana Membangun Desa (SMD), dan Penyuluh.
Selanjutnya organisasi tingkat kecamatan disajikan pada Bagan 5.

Bagan 5 Organisasi Tingkat Satuan Tugas (Satgas) Kecamatan

Tugas, Tanggungjawab dan Wewenang.

544
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

1. Melaksanakan tugas-tugas teknis operasional IB, InKA, Keswan,


Kesmavet, perencanaan dan Pelaporan.
2. Melaporkan secara reguler setiap minggu kepada Kepala Dinas
Peternakan atau yang membidangi fungsi peternakan di
Kabupaten/Kota/Kota.

BAB XI
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

A. Monitoring dan Evaluasi


1. Pengertian monitoring adalah melihat atau mengamati jalannya program
swasembada daging sapi pada tahun berjalan. Untuk ini akan dilakukan
kunjungan lapangan atau dengan menganalisis laporan-laporan yang
masuk dari tingkatan kecamatan, kabupaten, propinsi dan pusat.
2. Pengertian evaluasi adalah menganalisis hasil pencapaian program yang
dapat dilakukan pada pertengahan tahun dan akhir tahun.
3. Hasil dari monitoring dan evaluasi ini menjadi umpan balik bagi
perencanaan dan proses pengambilan keputusan apabila terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaannya
4. Monitoring dan evaluasi terutama akan difokuskan pada pencapaian
kinerja input, output, outcome dari setiap kegiatan operasional.

B. Pelaporan
1. Pelaporan dilakukan melalui sistem informasi PSDS yang berbasis web (on
line)
2. Pelaporan dilakukan setiap bulan sehingga di setiap kabupaten/kota perlu
dilengkapi dengan tenaga administrasi dan incoder terlatih.
3. Selain dilaporkan secara on line, pelaporan pelaksanaan kegiatan secara
hirarki dilaporkan setiap bulannya dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan tingkat kecamatan oleh
koordinator satgas secara regular mingguan dilaporkan kepada Unit
Managemen Kabupaten/Kota melalui Kepala Dinas Peternakan.
b. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan di tingkat koordinator satgas,
oleh Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kota disampaikan ke Unit
Managemen Provinsi melalui Kepala Dinas Peternakan.

545
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan di kabupaten/kota di propinsi


dilaporkan ke Unit Managemen Pusat melalui Direktur Jenderal
Peternakan
d. Laporan pelaksanaan kegiatan PSDS nasional akan dilaporkan ke
Menteri Pertanian secara periodik setiap bulan untuk menjadi bahan
pertimbangan rapat sidang kabinet.

C. Forum Koordinasi
1. Forum koordinasi merupakan salah satu alat monitoring dan evaluasi
untuk melihat berbagai permasalahan yang timbul di lapangan dan
dicarikan solusinya. Forum koordinasi juga dapat memberikan
pertimbanganpertimbangan penting untuk perencanaan untuk tahun
berikutnya, baik yang menyangkut target dan sasaran, ketenagakerjaan,
pembiayaan dan hal-hal lainnya sesuai dengan kebutuhan setempat.
2. Forum koordinasi tersebut di tingkat pusat berbentuk tim teknis yang
beranggotakan unsur-unsur struktural yang diketuai oleh Direktur
Jenderal Peternakan. Sedangkan di tingkat propinsi berupa tim teknis
yang beranggotakan unsur-unsur Dinas propinsi terkait.
3. Forum koordinasi di tingkat kabupaten dapat dibentuk tim teknis yang
diketuai oleh dinas yang menangani fungsi pembangunan peternakan dan
kesehatan hewan.
4. Forum koordinasi ini sesuai dengan tingkatannya dapat memberi arahan
kepada unit managemen masing-masing berdasarkan pertemuan regular
yang diadakan setiap 2 bulan.
5. Secara nasional, Direktur Jenderal Peternakan akan mengundang forum
koordinasi di tingkat propinsi atau kabupaten/kota untuk membahas dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan swasembada daging sapi secara
umum dan forum koordinasi tersebut memberikan saran-saran dan solusi
permasalahan yang ada.
6. Di tingkat propinsi dan kabupaten dilakukan langkah serupa dengan
tingkat nasional, akan tetapi frekuensi pertemuan tersebut akan diatur
setahun minimal 3 kali di luar pertemuan-pertemuan yang dianggap perlu
oleh masing-masing propinsi kabupaten/kota.

546
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB XII
PEMBIAYAAN

Sumber dana Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 diharapkan berasal
dari pemerintah (APBN dan APBD), swasta dan masyarakat. Pembiayaan yang
bersumber dari APBN, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rincian biaya program swasembada daging sapi 2014.

Dana (Rp. Juta)


No Kegiatan Operasional 2010 2011 2012 2013 2014
3,541,830 3,333,180 3,433,830 3,487,180 3,598,530
1 Pengembangan usaha
pembiakan dan 865,000 790,000 775,000 60,000 45,000
penggemukan sapi lokal
2 Pengembangan pupuk
90,000 90,000 90,000 90,000 90,000
organik danbiogas
3 Pengembangan integrasi
4,400 8,800 13,200 17,600 22,000
ternak sapidan tanaman
4 Pemberdayaan dan
20,000 60,000 70,000 40,000 60,000
peningkatan kualitas RPH
5 Optimalisasi IB dan INKA 142,500 152,500 168,500 181,500 195,000
6 Penyediaan dan 78,630 78,680 79,330 80,280 81,030
547
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

pengembangan pakandan air


7 Penanggulangan gangguan
reproduksi dan peningkatan 75,000 78,600 82,500 86,700 91,400
pelayanan kesehatan hewan
8 Penguatan wilayah sumber
bibit dan kelembagaan usaha 79,000 90,000 101,000 107,000 120,000
pembibitan
9 Penyelamatan sapi betina
1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
produktif
10 Pengembangan pembibitan
200,000 250,000 300,000 350,000 400,000
sapi potongmelalui VBC
11 Penyediaan bibit melalui
subsidi bunga (Program 14,000 30,000 50,000 70,000 90,000
KUPS)
12 Pengaturan stock sapi
500 1,000 700 500 500
bakalan dan daging
13 Pengaturan distribusi dan
pemasaran ternak sapi dan 200 200 200 200 200
daging
14 Operasional kegiatan
pusat/prop/kab/kota/Kecama 472,600 203,400 203,400 203,400 203,400
tan
Total Most Likely 17,394,550

BAB XIII
PENUTUP

Program Swasembada Daging Sapi 2014 merupakan tugas seluruh lapisan


masyarakat untuk mewujudkannya. Program swasembada daging ini memiliki
nilai strategis guna meningkatkan asupan nutrisi pangan terutama yang
bersumber dari protein hewani, dan memberikan kontribusi nyata terhadap
ketahanan pangan.

Sebagai panduan untuk melaksanakan program tersebut telah disusun


Pedoman Umum Program Swasembada Daging Sapi yang memuat : (i)
prinsipprinsip swasembada daging; (ii) ruang lingkup; (iii) Road map; (iv)
kontribusi kegiatan dalam penyediaan daging; (v) strategi; (vi) kegiatan prioritas;
(vii) rencana aksi; (viii) organisasi pelaksana; (ix) pembiayaan; (x) monitoring dan
evaluasi.

Diharapakan pedoman umum ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi para
pelaksana di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
548
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

implementasi PSDS 2014. Selanjutnya pedoman umum ini akan dijabarkan lebih
lanjut ke dalam pedoman teknis. Sedangkan ketentuan-ketentuan yang belum
termuat dalam pedoman umum dan pedoman teknis dapat diatur sesuai dengan
kondisi spesifik wilayah dalam kerangka pencapaian PSDS 2014.

Jakarta, Februari 2010


MENTERI PERTANIAN
ttd
SUSWONO

549
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.27. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor


21/PERMENTAN/OT.140/2/2010 Tentang Pemasukan Hewan Babi Dan
Produknya Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 21/PERMENTAN/OT.140/2/2010
TENTANG
PEMASUKAN HEWAN BABI DAN PRODUKNYA KE DALAM WILAYAH
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor


30/Permentan/PD.620/5/2009, telah ditetapkan pelarangan
pemasukan babi dan produknya ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa berdasarkan hasil kajian risiko dan rekomendasi Badan
Kesehatan Hewan Dunia (World Organization for Animal
Health/WOAH/OIE) tanggal 11 Juni 2009 tentang novel
influenza A/H1N1 pandemic: the OIE maintains its
recommendations to animal health authorities worldwide,
menyatakan bahwa daging babi yang ditangani secara higienis
sebagaimana direkomendasikan oleh Food and Agriculture
Organization (FAO), Office International des Epizooties (OIE),
World Health Organization (WHO), dan Codex Alimentarius
Commission (CAC), tidak menjadi sumber infeksi dari virus
influenza A/H1N1;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan
Menteri Pertanian tentang Pemasukan Hewan Babi dan
Produknya ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah


Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

545
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing World Trade Organization (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3564);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4737);
13. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
14. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;
15. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

546
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/6/1981


tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan
Penyakit Hewan Menular;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/HK.310/8/2002
tentang Tempat-Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media
Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina;
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis
Peraturan Menteri Pertanian Nomor
11/Permentan/OT.140/2/2007 dan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 22/Permentan/OT.140/8/2008;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005
tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2005;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005
tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha
Pangan Asal Hewan;
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
14/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Pengawasan
dan Pengujian Keamanan dan Mutu Produk Hewan;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/4/
2009 tentang Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas,
Daging, dan Jeroan dari Luar Negeri.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG
PEMASUKAN HEWAN BABI DAN PRODUKNYA KE DALAM
WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 30/Permentan/PD.620/5/2009 tentang
Pelarangan Pemasukan Babi dan Produknya ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 2
Kepada petugas Karantina Hewan dan dinas teknis yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan/kesehatan masyarakat veteriner agar
melaksanakan peningkatan tindakan pengawasan teknis terhadap pemasukan
ternak babi dan produk asal babi yang berasal dari luar negeri atau antar
pulau/antar daerah.

547
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 3
Dalam rangka mencegah terjadinya penularan penyakit influenza A/H1N1 dari
manusia ke ternak babi di Indonesia, tetap diperlukan pengamanan dan
kewaspadaan dini melalui peningkatan pengawasan tindakan biosekuriti terhadap
seluruh peternakan (usaha budidaya ternak babi) dengan melibatkan peran serta
instansi terkait dan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 4
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 Februari 2010
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUSWONO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 82

548
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.29. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 57/KEP/BSN/5/2008


Tentang Penetapan 8 (Delapan) Standar Nasional Indonesia

KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL


NOMOR 57/KEP/BSN/5/2008
TENTANG
PENETAPAN 8 (DELAPAN) STANDAR NASIONAL INDONESIA

KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL

Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kepentingan perlindungan


terhadap konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan
masyarakat lainnya, serta mengembangkan tumbuhnya
persaingan yang sehat yang berkaitan dengan kepentingan
keselamatan, keanlanan, kesehatan, kelestarian fungsi
lingkungan hidup, Rancangan Standar Nasional lndonesia
(RSNI) yang disusun oleh Panitia Teknis perlu ditetapkan
menjadi Standar Nasional lndonesia (SNI);
b. bahwa Rancangan Standar Nasional lndonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a, telah dikonsensuskan dan
dinyatakan memenuhi persyaratan untuk ditetapkan
menjadi Standar Nasional Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut
pada huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Kepala
Badan Standardisasi Nasional tentang Penetapan 8 (delapan)
Standar Nasional Indonesia;

Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang


Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4020);
2. Keputusan Presiden Nomor 13/M Tahun 2008 tentang
Pengangkatan Kepala Badan Standardisasi Nasional;

Memperhatikan : 1. Surat Plh. Direktur Mutu dan Standardisasi Nomor:


16/PP.510/6.4.1/I/08, tanggal 15 Januari 2008, perihal
Penyerahan perbaikan draft RSNI Hasil Jajak Pendapat;
2. Surat Direktur Mutu dan Standardisasi, Departemen
Pertanian Nomor: 118/PP.510/6.4.1/VI/2008, tanggal 18

566
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Maret 2008, Perihal Perbaikan RSNl 3 Benih Tebu dan RSNl


3 Biji Kopi Hasil Jajak Pendapat;

MEMUTUSKAN:

lklenetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI


NASIONAL TENTANG PENETAPAN 8 (DELAPAN)
STANDAR NASlONAL INDONESIA.

PERTAMA : Menetapkan 6 (enam) Standar Nasional lndonesia


sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

KEDUA : Menetapkan 2 (dua) Standar Nasional Indonesia pada lajur 2


sebagai revisi dari Standar Nasional lndonesia pada lajur 3 C
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.

KETIGA : Standar Nasional Indonesia yang direvisi sebagaimana


dimaksud dalam diktum KEDUA dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku setelah I (satu) tahun ditetapkan keputusan ini.

KEENIPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Mei 2008
KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,
Ttd
BAMBANG SETIADI

567
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN I
KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL
NOMOR : 57/KEP/BSN/5/2008
TANGGAL : 5 Mei 2008

DAFTAR PENETAPAN 6 (ENAM) STANDAR NASIONAL INDONESIA

Nomor Nomor Standar


Judul Standard Nasional Indonesia
Urut Nasional Indonesia
(1) (2) (3)
1 SNI 7312: 2008 Benih tebu
2 SNI 7313: 2008 Batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian
3 SNI 7352: 2008 Bibit kambing Peranakan Ettawa (PE)
4 SNI 7355: 2008 Bibit Sapi Bali
5 SNI 7356: 2008 Bibit sapi Peranakan Ongole (PO)
6 SNI 7358: 2008 Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur
sehari

KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,


Ttd
BAMBANG SETIADI

568
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN II
KEPUTUSAN KEPAIA BADAN STANDARDISASI NASIOIVAL
NOMOR : 57/KEP/BSN/5/2008
TANGGAL : 5 Mei 2008

DAFTAR 2 (DUA) STANDAR NASIONAL INDONESIA HASIL REVISI YANG


DITETAPKAN MENJADI STANDAR NASIONAL INDONESIA

Nomor Standar Nasional Indonesia Standard Nasional Indonesia


Urut Yang ditetapkan Yang direvisi
(1) (2) (3)
1 SNI 2907: 2008 SNI 01-2907: 1999
Biji kopi Biji kopi
2 SNI 2735 : 2008 SNI 01-2735: 1992
Bibit sapi perah Indonesia Sapi perah bibit (lokal dan impor)

KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,


Ttd
BAMBANG SETIADI

***

569
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

570
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/PERMENTAN/OT.140/4/2009 Tahun


2009 Tentang Pemasukan Dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging,
Dan/Atau Jeroan Dari Luar Negeri

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 20/PERMENTAN/OT.140/4/2009 TAHUN 2009
TENTANG
PEMASUKAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN KARKAS, DAGING,
DAN/ATAU JEROAN DARI LUAR NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor


64/Permentan/OT.140/12/2006, telah ditetapkan pemasukan
dan pengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan dari
luar negeri, yang telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor61/Permentan/OT.140/8/2007;
b. bahwa dalam perkembangannya telah terjadi perubahan
situasi penyakit hewan di negara asalsehingga dalam upaya
mempertahankan status kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakatveteriner di dalam negeri perlu dilakukan
pengendalian secara tepat terhadap pemasukan
danpengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan di
wilayah Negara Republik Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b tersebut diatas, perlu meninjau
kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor
64/Permentan/OT.140/12/2006tentang Pemasukan dan
Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan Jeroan Dari
Luar Negeri, jis Peraturan Menteri Pertanian Nomor
27/Permentan/OT.140/3/2007, dan Peraturan
MenteriPertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/8/2007;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2824);

420
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina


Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia)
(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3564);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437),
juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4548);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang
Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan
Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun
1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label,
dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor
161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);

421
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang


Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4424);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
14. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
15. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
16. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara
Republik Indonesia;
17. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
471/Kpts/HK.310/8/2002 tentang Tempat-tempat
Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hama
Penyakit Hewan Karantina;
18. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
58/Permentan/OT.140/8/2005 tentang Pelaksanaan
Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Pertanian, jis Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007, dan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/8/2008;
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Pertanian, juncto Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/2007;
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi
Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan;
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
51/Kpts/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan
Kerja Fungsional Pemeriksaan, Pengamatan, dan Perlakuan
Penyakit Hewan Karantina;

422
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Memperhatikan : 1. Terrestrial Animal Health Code-Office Internasional des


Epizooties;
2. Notifikasi WTO Nomor G/SPS/N/IDN/40, tertanggal 9
Maret 2009;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG
PEMASUKAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN KARKAS,
DAGING, DAN/ATAU JEROAN DARI LUAR NEGERI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Karkas ruminansia adalah bagian dari tubuh ternak ruminansia sehat yang
telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala,
kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor
serta lemak yang berlebih, dapat berupa karkas segar dingin (chilled) atau
karkas beku (frozen).
2. Karkas unggas adalah bagian dari ternak unggas yang diperoleh dengan cara
disembelih secara halal dan benar, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan
abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya sehingga aman,
lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia.
3. Karkas babi adalah bagian dari ternak babi yang diperoleh dengan cara
disembelih setelah dikerok bulunya dan dikeluarkan jeroannya, dapat berupa
karkas segar dingin (chilled) atau karkas beku (frozen).
4. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak
dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang, daging
tanpa tulang, dan daging variasi, dapat berupa daging segar dingin, daging
beku, atau daging olahan.
5. Karkas atau daging dingin (chilled) adalah karkas atau daging yang
mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur
bagian dalam karkas atau daging antara 0ºC dan 4ºC.
6. Karkas atau daging beku (frozen) adalah karkas atau daging yang sudah
mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur
internal karkas atau daging minimum minus18ºC.

423
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

7. Daging variasi (variety meats, fancy meats, co-products) adalah bagian selain
karkas ternak ruminansia sehat yang telah disembelih secara halal, terdiri atas
lidah, buntut, kaki, dan bibir yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi manusia,
dapat berupa daging variasi segar dingin (chilled) atau beku (frozen).
8. Daging olahan adalah daging yang diproses dengan cara atau metoda tertentu
dengan atau tanpa bahan tambahan yang dilakukan secara halal dan benar,
sehingga aman, lazim, dan layak, dikonsumsi manusia.
9. Daging untuk pakan hewan adalah daging yang aman namun tidak layak
dikonsumsi oleh manusia dan hanya diperuntukkan bagi pakan hewan.
10. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak
ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan
layak dikonsumsi oleh manusia dapat berupa jeroan dingin atau beku;
11. Mechanically Deboned Meat selanjutnya disingkat MDM adalah jenis daging
tanpa tulang yang diperoleh dengan cara memisahkan daging ruminansia
besar atau unggas yang tersisa dari tulang setelah pemrosesan daging tanpa
tulang (deboning) melalui metoda pemisahan secara mekanik.
12. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan karkas, daging, dan/atau jeroan dari
luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
13. Alat angkut adalah alat angkutan dan sarana yang dipergunakan untuk
mengangkut yang langsung berhubungan dengan media pembawa.
14. Tempat pemasukan adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau,
pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan
negara lain, dan tempattempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk
memasukkan media pembawa hama penyakit hewan.
15. Karantina hewan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit hewan dari luar negeri dan dari suatu area ke
area lain di dalam negeri, atau ke luarnya dari dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
16. Tindakan karantina hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina
masuk ke, tersebar di, dan/atau ke luar dari wilayah negara Republik
Indonesia.
17. Instalasi karantina hewan yang selanjutnya disebut instalasi karantina adalah
suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta sarana pendukung yang
diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina.
18. Hama dan penyakit hewan karantina yang selanjutnya disingkat HPHK adalah
semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio
ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut
tingkat risikonya.

424
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

19. HPHK Golongan I adalah hama penyakit hewan karantina yang mempunyai
sifat dan potensi penyebaran penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui
cara penanganannya, belum terdapat di suatu area atau wilayah negara
Republik Indonesia.
20. HPHK Golongan II adalah hama penyakit hewan karantina yang potensi
penyebarannya berhubungan erat dengan lalulintas media pembawa, sudah
diketahui cara penanganannya dan telah dinyatakan ada di suatu area atau
wilayah negara Republik Indonesia.
21. Media pembawa hama penyakit hewan karantina yang selanjutnya disebut
media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan,
dan/atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan karantina.
22. OIE (Office International des Epizooties)/WOAH (World Organization for
Animal Health) yang selanjutnya disingkat OIE/WOAH adalah Badan
Kesehatan Hewan Dunia yang mempunyai otoritas memberikan informasi
kejadian, status, dan situasi penyakit hewan di suatu negara, serta memberikan
rekomendasi teknis dalam tindakan santari di bidang kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner.
23. Penyakit hewan menular utama yang selanjutnya disingkat PHMU adalah
penyakit yang mempunyai daya penularan cepat dan berdampak sosio
ekonomi dan/atau yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat
yang serius serta merupakan penyakit yang penting di dalam perdagangan
hewan serta produk hewan secara internasional yang disebabkan oleh virus,
parasit, bakteri, jamur, kapang, dan prion yang mengacu pada daftar penyakit
hewan menular OIE/WOAH.
24. Zoonosis adalah suatu penyakit infeksi yang secara alami ditularkan dari
hewan ke manusia atau sebaliknya.
25. Kesehatan masyarakat veteriner yang selanjutnya disingkat Kesmavet adalah
segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
26. Sistem Pelayanan veteriner (veterinary services) adalah tatalaksana
penyelenggaraan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner di
suatu negara yang mengacu kepada standar, pedoman, dan rekomendasi
organisasi internasional, antara lain Badan Kesehatan Hewan Dunia (World
Organization for Animal Health/OIE), Codex Alimentarius Commission (CAC),
dan World Health Organization (WHO).
27. Persyaratan karantina hewan (Animal Quarantine Requirements) adalah hal-
hal yang mengatur tentang syarat dan tatacara tindakan karantina terhadap
lalulintas media pembawa masuk dari dan ke luar negeri dan atau antar area
di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

425
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

28. Protokol kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah


dokumen yang memuat persyaratan kesehatan hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner, yang telah disetujui Direktur Jenderal Peternakan.
29. Negara asal pemasukan yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu
negara yang mengeluarkan karkas, daging, dan/atau jeroan ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia.
30. Zona asal pemasukan yang selanjutnya disebut zona asal adalah bagian dari
suatu negara dengan batas alam (natural barrier) yang jelas di mana populasi
hewan di wilayah tersebut memiliki status kesehatan hewan yang jelas
terhadap penyakit tertentu dan untuk itu diperlukan tindakan surveilans,
pengendalian, dan biosekuriti untuk keperluan perdagangan internasional.
31. Unit usaha pemasukan adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan
terus menerus pada suatu tempat dengan tujuan komersial, meliputi rumah
pemotongan hewan, rumah pemotongan unggas, rumah pemotongan babi,
usaha pemasukan, distributor, dan/atau pengolahan karkas, daging, dan/atau
jeroan.
32. Nomor Kontrol Veteriner (Establisment Number) yang selanjutnya disingkat
NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya
persyaratan higiene sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan
pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.
33. Peredaran adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
penyaluran karkas, daging, dan/atau jeroan baik untuk diperdagangkan
maupun tidak.
34. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau
membungkus karkas, daging, dan/atau jeroan baik yang bersentuhan langsung
maupun tidak langsung.
35. Label adalah setiap keterangan mengenai karkas, daging, dan/atau jeroan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lainnya yang
disertakan pada karkas, daging, dan/atau jeroan dimasukkan ke dalam,
ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan.
36. Segel adalah tanda berupa gambar atau tulisan yang resmi dikeluarkan oleh
pemerintah yang berwenang untuk menerangkan keaslian produk.
37. Transit adalah singgah sementara alat angkut di suatu pelabuhan dalam
perjalanan yang membawa karkas, daging, dan/atau jeroan sebelum sampai di
pelabuhan yang dituju.
38. Persetujuan pemasukan adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk kepada perorangan atau badan hukum
untuk dapat melakukan pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan dari luar
negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 2

426
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi:


a. pelaku usaha baik perorangan maupun badan hukum yang melakukan
pemasukan dan peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan dari luar negeri;
b. petugas yang bertanggung jawab di bidang pengawasan terhadap kegiatan
pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan dari luar negeri serta
peredarannya di dalam negeri;
c. petugas karantina hewan dalam melakukan tindakan karantina di tempat
pemasukan yang telah ditetapkan;
(2) Peraturan ini bertujuan untuk mencegah masuknya HPHK dan/atau PHMU,
mempertahankan status Indonesia sebagai negara bebas HPHK dan/atau
PHMU, memberikan perlindungan kesehatan, serta menjamin ketenteraman
bathin masyarakat dalam mengkonsumsi karkas, daging, dan/atau jeroan.

Pasal 3
Ruang lingkup pengaturan pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan meliputi:
1. Jenis karkas, daging, dan/atau jeroan;
2. Persyaratan pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan dari luar negeri,
meliputi:
a. persyaratan pelaku pemasukan;
b. persyaratan negara asal dan zona asal;
c. persyaratan unit usaha di negara asal;
d. persyaratan kemasan, label, dan pengangkutan.
3. Tata cara pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan;
4. Tindakan karantina hewan;
5. Pengawasan peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan; dan
6. Sanksi.

Pasal 4
(1) Pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan dapat dilakukan oleh perorangan
atau badan hukum setelah mendapat Persetujuan Pemasukan dari Menteri.
(2) Menteri dalam memberikan Persetujuan Pemasukan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan atas
nama Menteri.

BAB II
JENIS KARKAS, DAGING, DAN/ATAU JEROAN

Pasal 5
(1) Jenis karkas, daging, daging variasi (fancy meat) asal ruminansia besar
dan/atau jeroan sapi dari luar negeri yang dapat dimasukkan ke dalam

427
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

wilayah negara Republik Indonesia, seperti tercantum pada Lampiran I


sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(2) Jenis karkas, daging ruminansia kecil, daging babi, dan daging unggas yang
dapat dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, seperti
tercantum pada Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
Peraturan ini.
(3) Jenis daging olahan dari luar negeri yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia, seperti tercantum pada Lampiran III sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.
(4) Selain jenis karkas, daging, daging variasi asal ruminansia besar, dan/atau
jeroan sapi, daging ruminansia kecil, daging babi, daging unggas, dan daging
olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat
dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia setelah ditetapkan
oleh Menteri.

Pasal 6
Pemasukan karkas, daging, daging variasi, jeroan asal ruminansia besar, daging
ruminansia kecil, daging babi, daging unggas, dan/atau daging olahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat disetujui setelah dilakukan kajian
risiko oleh Tim Penilai Analisis Risiko.

BAB III
PERSYARATAN PEMASUKAN KARKAS, DAGING, DAN/ATAU JEROAN DARI
LUAR NEGERI

Bagian Kesatu
Persyaratan Pelaku Pemasukan

Pasal 7
Perorangan atau badan hukum untuk dapat melakukan pemasukan karkas, daging,
dan/atau jeroan dari luar negeri wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. Surat Tanda Daftar Perdagangan (STDP);
d. Angka Pengenal Impor Umum (APIU);
e. Kartu Tanda Penduduk/Tanda Pengenal Pimpinan Perusahaan;
f. Akta Pendirian Perusahaan, dan perubahannya;
g. Rekomendasi Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan, kesehatan
hewan, dan/atau kesehatan masyarakat veteriner;
h. Memiliki NKV; dan
i. Mempunyai instalasi karantina hewan yang ditetapkan.

428
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 8
Perorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang
memasukkan karkas, daging, dan/atau jeroan wajib mencegah masuk dan
menyebarnya HPHK dan/atau PHMU serta zoonosis yang dapat ditularkan dan
bertanggung jawab terhadap kesehatan dan ketenteraman bathin masyarakat.

Bagian Kedua
Persyaratan dan Kriteria Negara dan/atau Zona Asal

Pasal 9
(1) Suatu negara dapat ditetapkan sebagai negara asal pemasukan karkas, daging
dan/atau jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia oleh Direktur
Jenderal Peternakan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Tim Penilai
Negara Asal.
(2) Tim Penilai Negara Asal dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian sistem pelayanan veteriner.
(3) Penilaian sistem pelayanan veteriner sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan menggunakan kriteria penilaian sebagai berikut:
a. kewenangan, infrastruktur dan struktur organisasi kesehatan hewan, dan
kesehatan masyarakat veteriner;
b. pelaksanaan surveilans penyakit/pengamatan penyakit hewan menular
(PHM);
c. kemampuan laboratorium diagnostik dan laboratorium kesehatan
masyarakat veteriner;
d. sistem informasi dan tata cara pelaporan penyakit hewan;
e. sistem identifikasi peternakan (farm) dan hewan;
f. status penyakit hewan menular utama (PHMU) dan penyakit zoonosis
utama;
g. pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan;
h. status vaksinasi;
i. status PHMU di wilayah yang berbatasan;
j. tingkat perlindungan hewan;
k. hambatan fisik dan non fisik dengan wilayah yang berbatasan;
l. pelaksanaan pengawasan lalulintas hewan/produk hewan;
m. sistem pengawasan keamanan produk hewan;
n. demografi ternak dan pemasarannya;
o. tata cara penyembelihan dan pemrosesan;
p. monitoring dan surveilans residu; dan
q. kesiagaan darurat PHMU.

429
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 10
(1) Negara asal karkas, daging, dan/atau jeroan ruminansia harus memenuhi syarat
status PHMU yang meliputi sebagai berikut:
a. negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK);
b. negara bebas penyakit Rinderpest;
c. negara bebas penyakit Rift Valley Fever;
d. negara bebas penyakit Contagious Bovine Pleuro-pneumonia (CBPP); dan
e. negara bebas penyakit Bovine Spongiform Encephalopaty (BSE)
(negligible-BSE risk).
(2) Daging ruminansia besar tanpa tulang (deboned meat), selain daging yang
dipisahkan secara mekanis dari tulang (mechanically separated/deboned meat)
(MSM/MDM), dan daging ruminansia besar olahan dapat dipertimbangkan
pemasukannya dari zona bebas PMK setelah melalui penilaian sistem
pelayanan veteriner dan analisis risiko oleh Tim.
(3) Daging ruminansia besar tanpa tulang (deboned meat) selain daging yang
dipisahkan secara mekanis dari tulang (mechanically separated/deboned meat)
(MSM/MDM) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dipertimbangkan
pemasukannya dari zona bebas PMK sepanjang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. berasal dari ruminansia besar yang dilahirkan dan dipelihara di zona
bebas yang dibatasi secara jelas oleh batas alam (natural barrier) yang
dapat mencegah masuknya ternak ke dalam zona bebas;
b. berasal dari ruminansia besar yang lahir di zona bebas PMK, yang
dipotong di RPH yang telah disetujui dan telah lulus pemeriksaan ante
mortem dan post mortem, khususnya terhadap pemeriksaan PMK;
c. telah dihilangkan kelenjar getah beningnya (de-glanded); dan
d. telah melalui proses pelayuan pada suhu di atas 2oC minimal 24 jam
setelah dipotong sehingga nilai pH kurang dari 6,0.
(4) Daging ruminansia besar olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dipertimbangkan pemasukannya dari zona bebas PMK setelah melalui proses
pemanasan hingga suhu internal mencapai paling kurang 700C selama 30
menit.
(5) Daging ruminansia besar tanpa tulang (deboned meat) selain daging yang
dipisahkan secara mekanis dari tulang (mechanically separated/deboned meat)
(MSM/MDM) dapat dipertimbangkan pemasukannya dari negara yang
risikonya terhadap BSE dapat dikendalikan (controlled-BSE risk) sepanjang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berasal dari ternak yang lahir dan dibesarkan di negara asal dan tidak
pernah diberikan pakan yang mengandung bahan asal ruminansia;

430
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. berasal dari ternak yang tidak dipingsankan (stunning) dengan


menyuntikkan udara bertekanan atau gas ke rongga kepala dan telah
lulus pemeriksaan ante mortem dan post mortem;
c. telah dilakukan tindakan untuk mencegah terkontaminasinya daging oleh
specified risk material (SRM).
(6) Daging ruminansia besar olahan dapat dipertimbangkan pemasukannya dari
negara yang risikonya terhadap BSE dapat dikendalikan (controlled-BSE risk)
sepanjang berasal dari daging sapi tanpa tulang (deboned meat) selain daging
yang dipisahkan secara mekanis dari tulang (mechanically separated/deboned
meat) (MSM/MDM) sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Daging ruminansia besar yang dipisahkan secara mekanis dari tulang
(MSM/MDM) hanya dapat dimasukkan dari negara yang risikonya terhadap
BSE berstatus dapat diabaikan (negligible-BSE risk).
(8) Selain daging ruminansia besar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6)
dan ayat (7), jeroan sapi dengan persyaratan tertentu dapat dipertimbangkan
pemasukannya dari negara yang berstatus BSE dapat dikendalikan
(controlled-BSE risk) berdasarkan hasil penilaian sistem pelayanan veteriner
dan kajian risiko terhadap penyakit BSE oleh Tim Analisis Risiko.
(9) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) dapat diubah berdasarkan hasil kajian risiko
terhadap penyakit PMK dan/atau BSE.
(10) Pemasukan karkas, daging ruminansia besar dan/atau jeroan sapi selain harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga berasal
dari peternakan yang terdaftar dan di bawah pengawasan dokter hewan
berwenang serta tidak ditemukan penyakit Anthrax, Tubercullosis,
Paratubercullosis, Brucellosis, Bluetongue, dan Blackleg pada saat dilakukan
pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem oleh pejabat kesehatan hewan
berwenang di Rumah Pemotongan Hewan di negara asal.

Pasal 11
(1) Pemasukan daging ruminansia kecil selain memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) juga harus berasal
dari negara bebas penyakit Scrapie dan Peste des Petits Ruminants.
(2) Pemasukan daging ruminansia kecil di samping harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berasal dari peternakan yang
terdaftar dan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang serta harus
juga tidak ditemukan penyakit Sheep Pox, Goat Pox, Anthrax, Tubercullosis,
Paratuberculosis, Brucellosis, Bluetongue dan Blackleg pada saat dilakukan
pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem oleh pejabat kesehatan hewan
berwenang di Rumah Pemotongan Hewan di negara asal.

431
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pasal 12
(1) Negara asal pemasukan daging babi selain harus bebas dari PMK, Rinderpest,
Rift Valley Fever, juga bebas dari penyakit African Swine Fever, Swine
Vesicular Disease, Nipah Virus, Japanese Encephalitis, Aujesky`s Disease,
Athropic Rhinitis, Teschen Disease, dan wine Pox.
(2) Pemasukan daging babi selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) juga berasal dari peternakan yang terdaftar dan di
bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang serta tidak ditemukan
penyakit Hog Cholera, Transmissible Gastro Enteritis (TGE), Trichinosis dan
Cysticercosis pada saat dilakukan pemeriksaan antemortem dan post-mortem
oleh pejabat kesehatan hewan berwenang di rumah pemotongan hewan di
negara asal.

Pasal 13
(1) Negara asal pemasukan karkas unggas dan Mechanically Deboned Meat
(MDM) unggas harus bebas penyakit Highly Phatogenic Avian Influenza
(HPAI).
(2) Pemasukan karkas unggas dan Mechanically Deboned Meat (MDM)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari peternakan yang
terdaftar dan di bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di
negara asal serta sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 90 (sembilan
puluh) hari terakhir dalam radius 50 km sebelum pelaksanaan pengeluaran
dari negara asal telah dinyatakan tidak dalam keadaan wabah penyakit
Newcastle Disease (ND).
(3) Khusus pemasukan karkas itik selain memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan di
bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta
sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir
sebelum pelaksanaan pengeluaran dari negara asal telah dinyatakan bebas
dari penyakit Duck Viral Hepatitis dan Duck Viral Enteritis.

Pasal 14
Persyaratan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan
Pasal 13 didasarkan atas evaluasi dari laporan status dan situasi penyakit hewan
menular dari negara bersangkutan dan diakui oleh OIE/WOAH terhadap status
bebas penyakit.

Bagian Ketiga
Persyaratan Unit Usaha di Negara Asal

Pasal 15

432
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan harus berasal dari unit usaha
negara asal yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Peternakan setelah
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. telah diakreditasi oleh pejabat berwenang di negara asal dan paling
kurang setara dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau persyaratan
teknis minimal yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian Republik
Indonesia;
b. tidak menerima hewan dan/atau mengolah produk hewan yang berasal
dari negara yang tertular penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13;
c. menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang
mengacu pada Codex Alimentarius Commission atau sistem jaminan
keamanan pangan lain yang diakui secara internasional;
d. memiliki sistem jaminan kehalalan dan petugas yang menjadi pegawai
tetap di unit usaha yang bertanggung jawab serta melakukan pengawasan
terhadap pemotongan, penanganan, dan pemrosesan secara halal;
e. memiliki petugas sebagaimana dimaksud pada huruf d dikontrol dan
disupervisi oleh Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui dan bekerjasama
dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetik (LP-POM) dan
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat;
f. menerapkan praktek kesejahteraan hewan;
g. telah melakukan pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem oleh petugas
yang berwenang sebagai tindakan pencegahan terhadap segala
kemungkinan terjadinya penularan penyakit dan kontaminasi selama
produksi (penyembelihan, pemrosesan, pengemasan, penyimpanan dan
pengangkutan), sehingga karkas, daging, dan/atau jeroan tersebut
memenuhi kriteria aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) untuk dikonsumsi
oleh manusia; dan
h. telah menerapkan program monitoring cemaran mikroba patogen dan
residu obat hewan, hormon, pestisida, toksin, dan bahan lain yang
membahayakan kesehatan manusia secara konsisten dan terdokumentasi
serta hasil pengujian menunjukkan nilai yang berada di bawah Batas
Minimal Cemaran Mikroba (BMeM) atau Batas Maksimal Residu (BMR)
yang ditetapkan dalam SNI.
(2) Setiap pengiriman karkas, daging, dan/atau jeroan dari negara asal ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia harus disertai dengan sertifikat halal yang
dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Halal terdaftar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e antara lain memuat informasi sebagai berikut:
a. nama dan alamat lembaga sertifikasi halal terdaftar di negara asal yang
telah diakreditasi oleh MUI;

433
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. nama dan alamat serta nomor registrasi (NKV) dari pemotongan hewan
atau industri atau produsen daging yang disetujui untuk melakukan
pemasukan;
c. nomor registrasi juru sembelih halal;
d. jenis dan kemasan karkas, daging dan/atau jeroan;
e. kemasan dan berat bersih masing-masing kemasan;
f. penyembelihan, pemrosesan, dan pengemasan; dan
g. nama dan alamat eksportir di negara asal maupun importir di Indonesia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, dan
ayat (2) tidak berlaku untuk unit usaha penyembelihan, penanganan,
dan/atau pengolahan karkas, daging, dan/atau jeroan babi.

Pasal 16
(1) Penilaian unit usaha di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dilakukan secara langsung di negara asal oleh Tim Penilai Unit Usaha.
(2) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkomendasikan
kepada Direktur Jenderal Peternakan sebagai bahan pertimbangan penetapan
unit usaha.

Pasal 17
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 16 dapat
ditindaklanjuti dengan kerjasama bilateral dalam bentuk Protokol Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Pasal 18
(1) Keanggotaan Tim Analisis Risiko, Tim Penilai Negara Asal, dan Tim Penilai
Unit Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal
16 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari dokter
hewan yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan hewan, dan kesehatan
masyarakat veteriner.
(3) Apabila dipandang perlu, keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berasal dari disiplin ilmu lain.

Pasal 19
Apabila terjadi perubahan sistim pelayanan veteriner dan status kesehatan hewan,
kesehatan masyarakat veteriner dan karantina hewan di negara asal sebagaimana
dipersyaratkan dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 15
dilakukan penilaian ulang di negara asal dan unit usaha di negara asal.

Pasal 20

434
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan harus disertai surat keterangan


kesehatan (Veterinary Health Certificate/Sanitary Certificate) dari Pejabat yang
berwenang di negara asal, yang menyatakan sebagai berikut:
a. situasi penyakit di negara asal bebas dari PHMU sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13;
b. karkas, daging, dan/atau jeroan ruminansia dan babi berasal dari ternak yang
lahir dan dipelihara di negara atau zona asal sekurang-kurangnya selama 4
(empat) bulan dan karkas unggas berasal dari ternak yang lahir dan
dipelihara di negara asal sekurang-kurangnya selama 1 (satu) bulan;
c. karkas, daging, dan/atau jeroan berasal dari ternak yang dipotong di unit
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan telah lulus pemeriksaan
ante-mortem dan post-mortem, serta diproses menurut persyaratan higine-
sanitasi sehingga aman dan layak untuk dikonsumsi manusia;
d. masa penyimpanan karkas, daging, dan/atau jeroan sejak waktu pemotongan
ternak hingga batas waktu tiba di wilayah negara Republik Indonesia tidak
lebih dari 6 (enam) bulan pada temperatur minus 180C sampai dengan minus
220C untuk jenis beku (frozen) dan temperatur 00C sampai dengan 40C untuk
jenis segar dingin (chilled), sedangkan masa penyimpanan MDM tidak lebih
dari 3 (tiga) bulan pada temperatur minus 180C sejak waktu pemotongan
ternak hingga batas waktu tiba di wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 21
(1) MDM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d dapat dimasukkan
hanya untuk industri pengolahan pangan asal hewan.
(2) MDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kandungan protein
tidak kurang dari 12%, Ca tidak lebih dari 0,75%, lemak tidak lebih dari 30%,
dan logam berat di bawah Batas Maksimal Residu (BMR) yang ditetapkan
dalam SNI.

Bagian Keempat
Persyaratan Kemasan, Label, dan Pengangkutan

Pasal 22
(1) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia harus dikemas agar tidak terjadi pencemaran
selama pengangkutan.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
a. asli dari negara asal, memiliki label dan disegel; dan
b. terbuat dari bahan khusus dan aman untuk pangan (food grade), serta
tidak bersifat toksin.

435
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(3) Pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a pada kemasan
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan mencantumkan:
a. negara tujuan Indonesia;
b. NKV/Establishment Number;
c. tanggal pemotongan dan/atau tanggal produksi;
d. jenis dan kuantitas daging serta peruntukannya; dan
e. tanda halal, kecuali babi.
(4) Penempelan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan
oleh dokter hewan yang berwenang di negara asal dan harus tetap utuh
dan/atau tidak rusak sampai di tempat pemeriksaan di Indonesia.

Pasal 23
(1) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah
negara Republik Indonesia sebelum dimuat ke dalam alat angkut harus
dilakukan tindakan karantina hewan di negara asal.
(2) Pengangkutan karkas, daging, dan/atau jeroan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara langsung dari negara asal ke tempat
pemasukan di wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan dengan cara transit atau melalui
negara lain dapat dilakukan setelah memenuhi pertimbangan teknis dan
disetujui oleh Direktur Jenderal Peternakan.
(4) Setibanya di tempat pemasukan di wilayah negara Republik Indonesia karkas,
daging, dan/atau jeroan dikenakan tindakan karantina hewan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 24
(1) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang diangkut dengan kontainer, disegel oleh
Dokter Hewan yang berwenang di negara asal dan hanya boleh dibuka oleh
Petugas Karantina Hewan di tempat pemasukan.
(2) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang mempunyai Sertifikat Halal harus
terpisah dari wadah atau kontainer karkas, daging, dan/atau jeroan yang
tidak mempunyai Sertifikat Halal.

Pasal 25
Pemasukan daging dari luar negeri untuk keperluan pakan hewan harus:
a. diberi zat pewarna;
b. diberi tanda yang berbunyi tidak layak dikonsumsi manusia pada
kemasannya;
c. diangkut dalam wadah yang terpisah dengan daging untuk konsumsi
manusia.

436
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BAB IV
TATA CARA PEMASUKAN KARKAS, DAGING, DAN/ATAU JEROAN

Pasal 26
(1) Setiap orang atau badan hukum yang akan memasukkan karkas, daging,
dan/atau jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib
menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal
Peternakan melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi dengan tembusan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan mencantumkan:
a. nama Perusahaan;
b. alamat Perusahaan;
c. NKV unit usaha pemohon;
d. Instalasi karantina untuk tempat pemeriksaan di
pelabuhan/bandara/daerah tujuan/pemasukan;
e. negara asal;
f. nomor unit usaha (establishment number) di negara asal;
g. tujuan daerah pemasukan;
h. pelabuhan pemasukan;
i. jenis, kuantitas dan peruntukan;
j. melampirkan data perusahaan dan data teknis yang dipersyaratkan.
(3) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja harus sudah selesai memeriksa
kelengkapan dokumen persyaratan dan segera memberikan jawaban ditunda,
ditolak, atau diterima.

Pasal 27
(1) Permohonan ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) apabila
masih ada kekurangan kelengkapan dokumen persyaratan akan
diberitahukan kepada pemohon secara tertulis.
(2) Pemohon dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah
melengkapi kekurangan persyaratan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) pemohon belum melengkapi kekurangan persyaratan, permohonan
dianggap ditarik kembali.

Pasal 28

437
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) apabila
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) tidak benar.
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
kepada pemohon secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya.

Pasal 29
(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) oleh
Kepala Pusat Perizinan dan Investasi disampaikan kepada Direktur Jenderal
Peternakan untuk dimohonkan Persetujuan Pemasukan.
(2) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) segera memintakan pertimbangan teknis kepada Tim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 terhadap dipenuhinya persyaratan
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner di negara asal.
(3) Pertimbangan teknis dari Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 15 dengan disesuaikan menurut perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan situasi penyakit
berdasarkan informasi dari OIE/WOAH pada saat dilaksanakannya penilaian.
(4) Pertimbangan teknis dari Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja harus sudah
disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.

Pasal 30
(1) Tim dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 wajib mempertimbangkan rekomendasi teknis dari Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi.
(2) Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan untuk
keperluan sosial, diplomatik, penelitian atau keperluan sendiri yang tidak
melebihi 10 (sepuluh) kilogram dengan ketentuan tetap memperhatikan
persyaratan negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 15 yang disertai dengan sertifikat
kesehatan/sanitasi (health/sanitary certificate) dari negara asal.
(3) Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
dipenuhinya persyaratan sebagai pelaku pemasukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 dan berdasarkan hasil kajian Dinas provinsi yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan dalam hal ketersediaan dan
permintaan karkas, daging, dan/atau jeroan di tingkat provinsi.

Pasal 31

438
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan pertimbangan teknis dari Tim


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 paling lambat dalam jangka waktu 5
(lima) hari kerja harus telah memberikan jawaban penolakan atau
persetujuan.
(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur
Jenderal Peternakan diberikan secara tertulis dengan disertai alasan yang
disampaikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.
(3) Permohonan yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
diterbitkan Persetujuan Pemasukan dalam bentuk Keputusan Menteri
Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan atas nama
Menteri dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Badan Karantina
Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan, Kepala
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi,
dan Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Hewan tempat pemasukan.
(4) Persetujuan Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada pemohon melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.

Pasal 32
(1) Perorangan atau badan hukum yang telah memperoleh Persetujuan
Pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) dapat
memasukkan karkas, daging, dan/atau jeroan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
(2) Persetujuan Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk
jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
(3) Apabila terjadi wabah penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Pasal 11 Pasal 12, dan Pasal 13 di negara asal, Persetujuan Pemasukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak berlaku.
(4) Perorangan atau badan hukum yang melakukan pemasukan karkas, daging,
dan/atau jeroan wajib memberikan laporan realisasi pemasukan kepada
Direktur Jenderal Peternakan dengan tembusan disampaikan Kepala Badan
Karantina Pertanian dan Kepala Pusat Perizinan dan Investasi paling lambat 7
(tujuh) hari kalender setelah habis masa berlaku Persetujuan Pemasukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB V
TINDAKAN KARANTINA HEWAN

Pasal 33
(1) Setiap rencana pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan harus dilaporkan
oleh pemilik atau kuasanya kepada petugas karantina hewan di tempat
pemasukan yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Pemasukan dengan cara

439
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

mengisi formulir permohonan pemeriksaan karantina hewan dan


melampirkan Persetujuan Pemasukan dimaksud.
(2) Laporan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sebelum alat angkut tiba
di tempat pemasukan.
(3) Pada saat alat angkut tiba di tempat pemasukan, pemilik atau kuasanya wajib
menyerahkan karkas, daging, dan/atau jeroan beserta dokumen yang
dipersyaratkan kepada petugas karantina hewan untuk dilakukan tindakan
karantina hewan.
(4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. Persetujuan Pemasukan;
b. sertifikat sanitasi;
c. sertifikat halal bagi yang dipersyaratkan;
d. surat penetapan instalasi karantina hewan;
e. izin transit dan sertifikat kesehatan dari negara transit apabila ada; dan
f. surat keterangan tentang catatan suhu selama perjalanan, surat muatan
kapal laut/kapal udara (bill of loading/airway bill) dan cargo manifest dari
nahkoda/pilot.

Pasal 34
(1) Tindakan karantina hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3)
dapat berupa pemeriksaan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan,
dan/atau pembebasan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
membebaskan hama penyakit hewan karantina Golongan II.

Pasal 35
(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
meliputi pemeriksaan dokumen persyaratan dan pemeriksaan
kesehatan/sanitasinya oleh dokter hewan karantina di atas alat angkut
sebelum diturunkan atau sebelum melewati tempat pemasukan.
(2) Tindakan pemeriksaan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa kelengkapan, keabsahan dokumen, dan kesesuaian/kecocokan
antara dokumen dengan kemasan, label, jumlah, dan jenis.
(3) Tindakan pemeriksaan kesehatan/sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berupa pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik
dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode
pemeriksaan.
(4) Apabila pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik dan/atau
pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat

440
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

dilakukan di atas alat angkut atau tempat pemasukan, maka dilakukan


pemeriksaan lanjutan di instalasi karantina hewan yang telah ditetapkan.

Pasal 36
(1) Tindakan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(4) berupa pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik
dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode
pemeriksaan.
(2) Pengangkutan karkas, daging, dan/atau jeroan dari tempat pemasukan ke
instalasi karantina hewan harus dalam pengawasan petugas karantina hewan.
(3) Setibanya di instalasi karantina hewan, dilakukan:
a. pembukaan segel;
b. pemeriksaan keutuhan kemasan;
c. pemeriksaan kesesuaian jenis dan jumlah;
d. pemeriksaan organoleptik secara acak (random sampling); dan
e. pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium, bila diperlukan.

Pasal 37
(1) Apabila pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan tidak dilengkapi
dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1).
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
a. karkas, daging, dan/atau jeroan bukan berasal dari negara yang
pemasukannya dilarang;
b. pada pemeriksaan di atas alat angkut tidak diketemukan adanya gejala
HPHK Golongan I dan risiko penularan HPHK Golongan II;
c. pemilik atau kuasanya menjamin dapat menunjukkan sertifikat
kesehatan/sanitasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dan
dokumen lain yang dipersyaratkan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
(3) Setelah pemilik atau kuasanya dapat memenuhi kelengkapan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), maka dapat dilakukan
pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 (4).

Pasal 38
(1) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 (1), dilakukan apabila:
a. setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut atau tempat
pemasukan tertular HPHK, berasal dari negara yang dilarang
pemasukannya, busuk, atau rusak atau tidak layak dikonsumsi;

441
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

b. keseluruhan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c tidak terpenuhi.
(2) Setelah dilakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
karkas, daging, dan/atau jeroan segera di bawa ke luar dari wilayah negara
Republik Indonesia dalam batas waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja yang
dituangkan dalam berita acara penolakan.
(3) Dalam hal pemilik atau kuasanya tidak dapat menyediakan alat angkut
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang
paling lama 7 (tujuh) hari kerja dengan tetap mempertimbangkan tingkat
risiko masuk dan menyebarnya hama penyakit hewan karantina.
(4) Dalam hal dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun serta
wajib menanggung segala biaya penolakan.

Pasal 39
(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dilakukan
apabila:
a. setelah karkas, daging, dan/atau jeroan diturunkan dari alat angkut dan
dilakukan pemeriksaan, tertular hama penyakit hewan karantina
golongan I, busuk, rusak, tidak layak dikonsumsi atau berasal dari negara
yang dilarang pemasukannya;
b. karkas, daging, dan/atau jeroan yang ditolak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) tidak segera dibawa ke luar dari wilayah negara
Republik Indonesia oleh pemilik atau kuasanya; atau
c. setelah karkas, daging, dan/atau jeroan diturunkan dari alat angkut dan
diberi perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) tidak
dapat disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina Golongan II.
(2) Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tindakan pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. menghadirkan saksi dari instansi terkait di tempat pemasukan;
b. mengundang pemilik atau kuasa pemilik kaskas, daging, dan/atau jeroan
yang akan dimusnahkan;
c. mempersiapkan Berita Acara Pemusnahan;
d. mempersiapkan tempat dan peralatan pemusnahan dengan tatacara dan
metode pemusnahan yang telah ditetapkan;
e. pemusnahan dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan karantina
dan disaksikan oleh pemilik atau kuasanya, petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia, petugas Bea dan Cukai, kejaksaan dan instansi lain
yang terkait;
f. Berita Acara Pemusnahan sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga), lembar
kesatu untuk pemilik, lembar kedua untuk pejabat yang turut

442
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

berkepentingan dalam pelaksanaan tindakan pemusnahan, dan lembar


ketiga untuk dokter hewan karantina yang bersangkutan.
(3) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun
serta wajib menanggung segala biaya pemusnahan.

Pasal 40
(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan
apabila:
a. setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dan Pasal 36 tidak tertular HPHK, bebas cemaran biologis, kimia, fisik,
tidak rusak, tidak busuk, layak dikonsumsi, dan halal dikonsumsi bagi
yang dipersyaratkan; atau
b. setelah dilakukan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37,
seluruh persyaratan yang diwajibkan telah dapat dipenuhi dan tidak
tertular HPHK, bebas cemaran biologis, kimia, fisik, tidak rusak, tidak
busuk, layak dikonsumsi, dan halal dikonsumsi bagi yang dipersyaratkan.
(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik
atau kuasanya menyelesaikan kewajiban menyetor jasa karantina sesuai
dengan peraturan perundangundangan.

BAB VI
PENGAWASAN PEREDARAN

Pasal 41
(1) Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi
dan kabupaten/kota harus meregistrasi pelaku usaha di bidang pemasukan
(importir), pengedaran (distributor), penjajaan/pengecer karkas, daging,
dan/atau jeroan di satuan administrasi pangkal masingmasing.
(2) Pengawasan terhadap peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan asal luar
negeri yang telah dibebaskan dari tindakan karantina dilakukan oleh petugas
Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner yang ditunjuk oleh Kepala Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala
paling kurang 6 (enam) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diketahui
adanya penyimpangan terhadap dipenuhinya persyaratan teknis kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pemeriksaan fisik
karkas, daging, dan/atau jeroan, tempat penyimpanan, tempat penjajaan, alat
angkut, serta kelengkapan dokumen.

443
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilanjutkan dengan


pemeriksaan laboratorium sebagai pemenuhan keamanan, kesehatan,
keutuhan, dan kehalalan karkas, daging, dan/atau jeroan yang beredar.
(6) Pemeriksaan terhadap tempat penyimpanan, tempat penjajaan dan alat
angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pemeriksaan fisik,
higiene-sanitasi, dan persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner.
(7) Pemeriksaan tempat penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meliputi:
a. suhu untuk daging segar dingin (chilled) harus berkisar antara 0 sampai
dengan 4°C, dan untuk daging beku antara minus 18°C sampai dengan
minus 22°C;
b. masa penyimpanan daging beku (frozen) dalam peredaran tidak lebih
dari 8 (delapan) bulan dengan suhu internal paling kurang minus 18°C;
c. masa penyimpanan jeroan beku (frozen) dalam peredaran tidak lebih dari
6 (enam) bulan dengan suhu internal paling kurang minus 18°C;
d. penyimpanan, penjajaan, dan pengangkutan karkas, daging, dan jeroan
asal luar negeri yang bersertifikat halal harus terpisah dengan yang tidak
bersertifikat halal.
(8) Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Untuk pelaku usaha di bidang pemasukan (importir) karkas, daging,
dan/atau jeroan paling kurang memiliki Surat Persetujuan Pemasukan
(SPP) dari Direktorat Jenderal Peternakan, surat pelepasan dari karantina
hewan, Health/Sanitary Certificate dari negara asal, Halal Certificate dari
Badan Islam (Islamic Body) di negara asal yang telah disetujui oleh MUI,
dan Invoice pembelian dari pelaku usaha di negara asal.
b. Untuk pelaku usaha di bidang peredaran (distributor) karkas, daging,
dan/atau jeroan paling kurang memiliki fotokopi SPP dari Direktorat
Jenderal Peternakan, fotokopi surat pelepasan dari karantina hewan,
fotokopi Health/Sanitary Certificate dari negara asal, fotokopi Halal
Certificate dari Badan Islam (Islamic Body) di negara asal yang telah
disetujui oleh MUI, serta bukti pembelian dari pelaku pemasukan
(importir) karkas, daging, dan/atau jeroan.
c. Untuk pelaku usaha di bidang pengecer karkas, daging, dan/atau jeroan
paling kurang memiliki fotokopi SPP dari Direktorat Jenderal Peternakan,
fotokopi surat pelepasan dari karantina hewan, fotokopi Health/Sanitary
Certificate dari negara asal, fotokopi Halal Certificate dari Badan Islam
(Islamic Body) di negara asal yang telah disetujui oleh MUI, serta bukti
pembelian dari pelaku pengedaran (distributor) karkas, daging, dan/atau
jeroan.

Pasal 42

444
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Petugas pengawas kesehatan masyarakat veteriner yang ditunjuk


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) melakukan pengawasan
peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan, melaporkan hasil pengawasannya
secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) kepada Kepala
Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi
dan kabupaten/kota.
(2) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan hasil
pengawasan peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan asal luar negeri di
wilayahnya kepada Direktur Jenderal Peternakan.

Pasal 43
(1) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penyimpanan,
pengangkutan, peredaran dan/atau penjajaan karkas, daging, dan/atau jeroan
asal luar negeri baik importir, distributor, maupun pengecer wajib menjaga
tempat usahanya agar tetap dipenuhinya persyaratan higiene sanitasi dan
ketenteraman bathin masyarakat.
(2) Setiap orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
telah melaporkan fasilitas tempat penyimpanan, dan/atau tempat penjajaan
dan/atau alat angkut yang dipergunakan kepada Kepala Dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota
setempat.
(3) Setiap orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
akan melakukan peredaran antar daerah/wilayah harus telah mendapatkan
rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan di daerah penerima.

Pasal 44
Karkas, daging, dan jeroan yang diedarkan di dalam daerah/wilayah dan/atau
antar daerah/wilayah paling kurang harus disertai dengan kelengkapan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (8)

Pasal 45
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan perlindungan konsumen
dari karkas, daging, dan/atau jeroan yang tidak memenuhi persyaratan higiene-
sanitasi dan ketenteraman bathin masyarakat, maka pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dapat melibatkan partisipasi lembaga Majelis
Ulama Indonesia (MUI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Asosiasi,
dan lembaga masyarakat terkait lainnya dengan memperhatikan ketentuan dalam
Peraturan ini.

Pasal 46

445
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Apabila di dalam wilayah kabupaten/kota tidak ada atau belum dibentuk dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, maka pelaksanaan
pengawasan peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 ayat (2) dilakukan oleh dinas yang
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 47
(1) Apabila dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas
kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan
Pasal 42 terbukti ada pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini,
Direktur Jenderal Peternakan, Gubernur, Bupati/Walikota berwenang
mengambil tindakan administratif.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan melakukan pemasukan dan/atau mengedarkan untuk sementara
waktu dan/atau perintah menarik karkas, daging, dan jeroan dari
peredaran;
c. penghentian peredaran untuk sementara waktu;
d. pemusnahan karkas, daging, dan jeroan apabila terbukti tidak sesuai
dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis veteriner yang
ditetapkan;
e. rekomendasi pencabutan izin usaha sebagai importir;
f. pencabutan Keputusan persetujuan pemasukan dari Direktur Jenderal
Peternakan atas nama Menteri; atau
g. pencabutan NKV.
(3) Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan berdasarkan tingkat risiko yang diakibatkan oleh pelanggaran
yang dilakukan.
(4) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, b, c dan f dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan.
(5) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dan e, dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf g dilakukan oleh Gubernur.

Pasal 48

446
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Selain dikenakan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46


ayat (2), perorangan atau badan hukum yang melanggar ketentuan dalam
Peraturan ini dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1996 tentang Pangan; dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 49
Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan di bidang Pengawasan Obat dan
Makanan, ketentuan ini berlaku juga untuk daging olahan yang mempunyai risiko
terhadap penyebaran penyakit hewan menular (zoonosis), lingkungan dan sumber
daya hayati lainnya.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50
Persetujuan Pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroan yang sudah diterbitkan
sebelum berlakunya Peraturan ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis
masa berlakunya selanjutnya menyesuaikan dengan Peraturan ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51
Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka:
1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/12/2006 tentang
Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan Jeroan Dari Luar
Negeri, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 27/Permentan/OT.140/3/2007
tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
64/Permentan/OT.140/12/2006 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
61/Permentan/OT.140/8/2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 64/Permentan/OT.140/12/2006 juncto Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 27/Permentan/OT.140/3/2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 482/Kpts/PD.620/8/2006 tentang
Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya Dari Negara Atau Bagian

447
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Dari Negara (Zona) Terjangkit Penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy


(BSE) ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku
sepanjang mengenai pengaturan karkas, daging, dan/atau jeroan.

Pasal 52
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan Penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 8 April 2009
MENTERI PERTANIAN,
Ttd.
ANTON APRIYANTONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 7 Mei 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ANDI MATTALATTA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 94

448
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.28. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.011/2011 Tentang Perubahan


Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 Tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas
Barang Impor

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 13/PMK.011/2011
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 110/PMK.010/2006 TENTANG PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI
BARANG DAN PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang
Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
241/PMK.011/2010, telah ditetapkan sistem klasifikasi
barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor;
b. bahwa dalam rangka mengantisipasi dampak peningkatan
harga pangan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berupa
produk pangan dan bahan pangan, bahan baku pakan
ternak, dan pupuk tertentu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, serta dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan
Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk
Atas Barang Impor;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan


Agreement Establishing The World Trade Organization

549
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor


57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3564);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
3. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006
tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.011/2010;

Memperhatikan : 1. Surat Menteri Perindustrian Nomor: 07/M-IND/1/2011


tanggal 13 Januari 2011 perihal Usul Peninjauan Kembali
Penetapan Tarif Bea Masuk Biji Gandum dan Bahan Baku
Pakan Ternak;
2. Surat Menteri Perdagangan Nomor: 47/M-DAG/SD/1/2011
tanggal 14 Januari 2011 perihal Penyesuaian terhadap Tarif
Bea Masuk atas Impor Beberapa Produk Pangan dan Bahan
Pangan;
3. Surat Menteri Perindustrian Nomor: 15/M-IND/1/2011
tanggal 19 Januari 2011 perihal Usul Penurunan Tarif Bea
Masuk Bahan Baku Pupuk;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 110/PMK.010/2006 TENTANG
PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI BARANG DAN
PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR.

Pasal I
Mengubah Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006
tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk
Atas Barang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.011/2010, yang menetapkan tarif

550
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bea masuk atas barang impor produk pangan dan bahan pangan, bahan baku
pakan ternak, dan pupuk tertentu, sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal II
1. Penetapan tarif bea masuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Menteri Keuangan ini, mulai berlaku pada tanggal Peraturan
Menteri Keuangan ini diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2011.
2. Penetapan tarif bea masuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II
Peraturan Menteri Keuangan ini, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.
3. Penetapan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada angka 1 akan
dievaluasi dua bulan sebelum jangka waktu berlakunya berakhir.

Pasal III

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 32

551
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.011/2011 TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
110/PMK.010/2006 TENTANG PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI BARANG
DAN PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR.

Pos/Sub Pos % Bea Masuk/


Description
No. Heading/ Uraian Barang % Import
Of Goods
Sub Heading Duty
(1) (2) (3) (4) (5)

10.01 Gandum dan meslin. Wheat and meslin.


1001.10 - Gandum durum - Durum wheat
1001.90 - Lain-lain: - Other :
- - Untuk konsumsi manusia - - For human consumption :
1001.90.11 - - - Meslin - - - Meslin
1. 1001.90.19.00 - - - Lain-lain - - - Other 0
- - Lain-lain: - - Other :
1001.90.91 - - - Meslin - - - Meslin
2. 1001.90.99.00 - - - Lain-lain - - - Other 0
11.02 Tepung serelia selain gandum Cereal flours other than of
atau meslin. wheat or meslin.
1102.10 - Tepung gandum hitam - Rye flour
1102.20 - Maizena (tepung jagung) - Maize (corn) flour
1102.90.00 - Lain-lain : - Other :
- - Tepung beras - - Rice flour
3. 1102.90.00.90 - - Lain-lain - - Other 0
12.01 Kacang kedelai, pecah Soya beans, whether or not
maupun tidak. broken.
1201.00.10 - Cocok untuk disemai - Suitable for sowing

552
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

4. 1201.00.90.00 - Lain-lain - Other 0


23.01 Tepung, tepung kasar dan Flours, meals and pellets, of
pelet, dari daging atau meat or meat offal, of fish or
sisanya, dari ikan atau of crustaceans, molluses or
krustasea, moluska atau other aquatic invertebrates,
invertebrata air lainnya, tidak unfit for human
layak untuk dikonsumsi consumption; greaves.
manusia; greaves.
5. 2301.10.00.00 -Tepung, tepung kasar dan - Flours, meals and pellets, of 0
pelet, dari daging atau meat or meat offal; greaves
sisanya; greaves.
6. 2301.20.00.00 - Tepung, tepung kasar dan - Flours, meals and pellets, of 0
pelet, dari ikan atau dari fish or of crustaceans,
krustasea, moluska atau molluses or other aquatic
invertebrata air lainnya invertebrates
23.02 Sekam, dedak dan residu Bran, sharps and other
lainnya, berbentuk pelet residues, whether or not in
maupun tidak,berasal dari the form of pellets, derived
pengayakan, penggilingan from the sifting, milling
atau pengerjaan lainnya dari or other working of cereals
serealia atau dari tanaman or of leguminous plants.
polongan.
2302.10 - Dari jagung - Of maize (corn)
7. 2302.30.00.00 - Dari gandum - Of wheat 0
2302.40 - Dari serealia lainnya : - Of other cereals :
2302.40.10 - - Dari beras - - Of rice
8. 2302.40.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
9. 2302.50.00.00 - Dari tanaman polongan - Of leguminous plants 0
23.03 Residu dari pembuatan pati Residues of starch
dan residu semacam itu, manufacture and similar
bubur bit, ampas tebu dan sisa residues, beet-pulp, bagasse
lainnya dari pembuatan gula, and other waste of sugar
endapan dan sisa pembuatan manufacture, brewingor
bir atau penyulingan, distilling dregs and waste,
berbentuk pelet maupun whether or not in the form of
tidak pellets.
2303.10 - Residu dari pembuatan pati -Residues of starch
dan residu semacam itu : manufacture and similar
residues:
2303.10.10 - - Dari ubi kayu (cassava) atau - - Of manioc (cassava) or
sagu sago
10. 2303.10.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
11. 2304.00.00.00 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid 0
lainnya, dihancurkan maupun residues, whether or not

553
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

tidak atau berbentuk pelet, ground or in the form of


hasil dari ekstraksi minyak pellets, resulting from the
kacang kedelai. extraction of soya-bean oil.
12. 2305.00.00.00 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid 0
lainnya, dihancurkan maupun residues, whether or not
tidak atau berbentuk pelet, ground or in the form of
hasil dari ekstraksi minyak pellets, resulting from the
kacang tanah. extraction of ground-nut oil.
23.06 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid
lainnya, dihancurkan maupun residues, whether or not
tidak atau berbentuk pelet, ground or in the form of
hasil dari ekstraksi lemak atau pellets, resulting from the
minyak nabati selain dari pos extraction of vegetable fats
23.04 atau 23.05. or oils, other than those of
heading 23.04 or 23.05.
13. 2306.30.00.00 - Dari biji bunga matahari - Of sunflower seeds 0
- Dari biji lobak atau biji colza : - Of rape or colza seeds :
14. 2306.50.00.00 - Dari kelapa atau kopra - Of coconut or copra 0
15. 2306.60.00.00 - Dari buah atau kernel kelapa - Of palm nuts or kernels 0
sawit
2306.90 - Lain-lain : - Other :
16. 236.90.20.00 - - Dari jagung - - Of maize (corn) germ 0
17. 2306.90.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
23.09 Olahan dari jenis yang Preparations of a kind used
digunakan untuk makanan in animal feeding.
hewan.
2309.10 - Makanan anjing atau kucing, - Dog or cat food, put up for
disiapkan untuk penjualan retail sale :
eceran :
2309.90 - Lain-lain : - Other :
- - Makanan lengkap : - - Complete feed :
18. 2309.90.20.00 - - Premix, suplemen makanan - - Premixes, feed 0
atau tambahan makanan supplements or feed
additives
19. 2309.90.30.00 - - Lain-lain, mengandung - - Other, containing meat 0
daging
20. 2309.90.90.00 - - Lain-lain - - Other
21. 2802.00.00.00 Belerang, hasil sublimasi atau Sulphur, sublimed or 0
endapan; belerang koloidal. precipitated; colloidal
sulphur.
28.09 Difosfor pentaoksida; asam Diphosphorus pentaoxide;
fosfat; asam phosphoric acid;
polifosfat, mempunyai rumus polyphosphoric acids,

554
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

kimia tertentu whether or not chemically


maupun tidak. defined.
2809.10.00.00 - Difosfor pentaoksida - Diphosphorus pentaoxide
2809.20 - Asam fosfat dan asam - Phosphoric acid and
polifosfat : polyphosphoric acids:
2809.20.30.00 - - Mutu makanan - - Food grade
22. 2809.20.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
28.33 Sulfat; alum; peroksosulfat Sulphates; alums;
(persulfat). peroxosulphates
(persulphates)
- Natrium sulfat : - Sodium sulphates :
- Sulfat lainnya : - Other sulphates :
23. 2833.21.00.00 - - Dari magnesium - - Of magnessium 0
28.36 Karbonat; peroksokarbonat Carbonates;
(perkarbonat); peroxocarbonates
amonium karbonat komersial (percarbonates); commercial
mengandung amonium ammonium
karbamat. carbonate containing
ammonium carbamate.
24. 2836.30.00.00 -Natrium hidrogenkarbonat -Sodium hydrogencarbonate 0
(natrium bikarbonat) (sodium bicarbonate)
29.22 Senyawa amino berfungsi Oxygen-function amino-
oksigen. compounds.
- Amino-alkohol, selain yang - Amino-alcohols, other than
mengandung lebih dari satu those containing more than
jenis fungsi oksigen, eter dan one kind of oxygen
function, their ethers and
esternya; garamnya : esters; salts thereof :
2922.50 - Amino-alkohol-fenol, amino- - Amino-alcohol-phenols,
asam-fenol dan senyawa amino-acid-phenols and
amino lainnya dengan fungsi other amino-compounds
oksigen : with oxygen function:
25. 2922.50.10.00 - - Asam p-Aminosalisilat dan - - p-Aminosalicylic acid and 0
garam, ester its salts, esters and other
dan turunan lainnya derivatives
29.23 Garam dan hidroksida Quarternary ammonium
amonium kuarterner; lesitin salts and hydroxides;
dan fosfoaminolipid lainnya, lecithins and other
mempunyai rumus kimia phosphoaminolipids, whet
tertentu maupun tidak. her or not chemically
defined.
26. 2923.10.00.00 - Kolina dan garamnya - Choline and its salts 0
2923.20 - Lesitin dan fosfoaminolipid -Lecithins and other
lainnya : phosphoaminolipids :

555
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

27. 2923.20.10.00 - - Lesitin, mempunyai rumus - - Lecithins, whether or not 0


kimia tertentu chemically
maupun tidak defined
28. 2923.20.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
29.30 Senyawa dengan fungsi Compounds with other
nitrogen lainnya. nitrogen function.
29. 2930.40.00.00 - Metionin - Methionine 0
29.33 Senyawa heterosiklik hanya Heterocyclic compounds
dengan hetero atom nitrogen with nitrogen. hetero-
atom(s) only.
- Senyawa dalam strukturnya - Compounds containing in
mengandung sistem cincin the structure a quinoline or
kinolin atau isokinolin isoquinoline ring-system
(dihidrogenasi maupun (whether or not
tidak), tidak disatukan lebih hydrogenated), not further
lanjut : fused :
2933.41.00.00 - Levorfanol (INN) dan - - Levorphanol (INN) and
garamnya its salts
30. 2933.49.00.00 - - Lain-lain - - Other 0
31.01 Pupuk hewani atau nabati, Animal or vegetable
dicampur bersama atau diolah fertilisers, whether or not
secara kimia maupun tidak; mixed together or
pupuk yang dihasilkan dengan chemically treated; fertilisers
mencampur atau mengolah produced by the mixing or
secara kimia dari produk chemical treatment of
hewani atau nabati. animal or vegetable
products.
- Semata-mata berasal dari - Of solely vegetable origin:
nabati :
3101.00.11 - - Pupuk suplemen dalam - - Supplement fertilizers in
bentuk cair, tidak liquid form, not
diolah secara kimia chemically treated
31. 3101.00.19.00 - - Lain-lain - - Other 0
- Lain-lain: - Other :
3101.00.91 - Pupuk suplemen dalam - Supplement fertilizers in
bentuk cair, tidak diolah liquid form not
secara kimia chemically treated
32. 3101.00.99.00 - - Lain-lain - - Other 0
31.02 Pupuk mineral atau pupuk Mineral or chemical
kimia, mengandung nitrogen. fertilisers, nitrogenous.
33. 3102.10.00.00 - Urea, dalam larutan air - Urea, whether or not in 0
maupun tidak aqueous solution
- Amonium sulfat; garam - Ammonium sulphate;
ganda dan campuran dan double salts and mixtures

556
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

amonium sulfat dan of ammonium sulphate


amonium nitrat : and ammonium nitrate:
34. 3102.21.00.00 - - Amonium sulfat - - Ammonium sulphate 0
35. 3102.29.00.00 - - Lain-lain - - Other 0
36. 3102.30.00.00 - Amonium nitrat, dalam - Ammonium nitrate, 0
larutan air maupun tidak Whether or not in aqueous
solution
37. 3102.40.00.00 -Campuran dari amonium - Mixtures of ammonium 0
nitrat dengan kalsium nitrate with calcium
karbonat atau zat anorganik carbonate or other
bukan penyubur lainnya inorganic non-fertilising
substances
38. 3102.50.00.00 - Natrium nitrat - Sodium nitrate 0
39. 3102.60.00.00 - Garam ganda dan campuran - Double salts and mixtures 0
dari kalsium nitrat dan of calcium nitrate and
emonium nitrat ammonium nitrate
40. 3102.80.00.00 - Campuran dari urea dan - Mixtures of urea and 0
amonium nitrat dalam ammonium nitrate in
larutan mangandung air atau aqueous or ammoniacal
larutan amoniak solution
41. 3102.90.00.00 - Lain-lain, termasuk - Other, including mixtures 0
campuran yang tidak dirinci not specified in the
dalam pos terdahulu foregoing subheadings
31.03 Pupuk mineral atau kimia, Mineral or chemical
mangandung fosfat. fertilisers, phosphatic.
3103.10 Superfosfat : - Superphosphates :
42. 3103.10.10.00 - - Mutu makanan ternak - - Feed grade 0
43. 3103.10.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
3103.10 - Lain-lain: - Other :
44. 3103.90.10.00 - - Pupuk fosfat dikalsinasi - - Calcined phosphatic 0
fertiliser
45. 3103.90.90.00 - - Lain-lain - - Other 0
31.04 Pupuk mineral atau kimia Mineral or chemical
mengandung kalium. fertilisers, potassic.
46. 3104.20.00.00 - Kalium klorida - Potassium chlorida 0
47. 3104.30.00.00 - Kalium sulfat - Potassium sulphate 0
48. 3104.90.00.00 - Lain-lain - Other 0
31.05 Pupuk mineral atau kimia Mineral or chemical
mengandung dua atau tiga fertilisers containing two or
unsur penyubur nitrogen, three of the fertilising
fosfor dan kalium; pupuk elements nitrogen,
lainnya; barang dari Bab ini phosphorus and potassium;
dalam bentuk tablet atau other fertilisers; goods of

557
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

bentuk semacam itu atau this Chapter in tablets or


dalam kemasan dengan berat similar forms or in packages
kotor tidak melebihi 10 kg. of a gross weight not
exceeding 10 kg.
49. 3105.10.00.00 - Barang dari Bab ini dalam - Goods of this Chapter in 0
bentuk tablet atau bentuk tablets or similar forms or
semacam itu atau dalam in packages of a gross
kemasan dengan berat kotor weight not exceeding 10 kg
tidak melebihi 10 kg
50. 3105.20.00.00 - Pupuk mineral atau kimia -Mineral or chemical 0
mengandung tiga unsur fertilisers containing the
penyubur nitrogen, fosfor three fertilising elements
dan kalium nitrogen, phosphorus and
potassium
51. 3105.30.00.00 - Diamonium - Diammonium 0
hidrogenortofosfat hydrogenorthophosphate
(diamonium fosfat) (diammonium phosphate)
52. 3105.40.00.00 - Amonium - Ammonium 0
dihidrogenortofosfat dihydrogenorthophosphate
(monoamonium fosfat) dan
campurannya dengan (monoammonium
diamonium phosphate) and mixtures
hidrogenortofoafat thereof with diammonium
(diamonium foafat) hydrogenorthophosphate
(diammonium phosphate)
- Pupuk mineral atau kimia - Other mineral or chemical
lainnya mengandung dua fertilisers containing the
unsur penyubur nitrogen two fertilising elements
dan fosfor : nitrogen and phosphorus :
53. 3105.51.00.00 - - Mengandung nitrat dan - - Containing nitrates and 0
fosfat phosphates
54. 3105.59.00.00 - - Lain-lain - - Other 0
55. 3105.60.00.00 - Pupuk mineral atau kimia -Mineral or chemical 0
mengandung dua unsur fertilisers containing the
penyubur fosfor dan kalium two fertilising elements
phosphorus and potassium
56. 3105.90.00.00 - Lain-lain - Other 0
35.07 Enzim; enzim olahan tidak Enzymes; prepared enzymes
dirinci atau termasuk dalam not elsewhere specifled or
pos lainnya. included.
3507.10 - Rennet dan konsentratnya - Rennet and concentrates
thereof
57. 3507.90.00.00 - Lain-lain - Other 0

558
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.011/2011 TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
110/PMK.010/2006 TENTANG PENETAPAN SISTEM KLASIFIKASI BARANG
DAN PEMBEBANAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR.

Pos/Sub Pos
% Bea Masuk/
Heading/ Description
No. Uraian Barang % Import
Sub Of Goods
Duty
Heading
(1) (2) (3) (4) (5)

559
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

10.01 Gandum dan meslin. Wheat and meslin.


1001.10 - Gandum durum - Durum wheat
1001.90 - Lain-lain : - Other :
- - Untuk konsumsi manusia : - - For human consumption:
1001.90.11 - - - Meslin - - - Meslin
1. 1001.90.19.00 - - - Lain-lain - - - Other 5
- - Lain-lain: - - Other:
1001.90.91 - - - Meslin - - - Meslin
2. 1001.90.99.00 - - - Lain-lain - - - Other 5
11.02 Tepung serelia selain gandum Cereal flours other than of
atau meslin. wheat or meslin.
1102.10 - Tepung gandum hitam - Rye flour
1102.20 - Maizena (tepung jagung) - Maize (corn) flour
1102.90.00 - Lain-lain: - Other:
- - Tepung beras - - Rice flour
3. 1102.90.00.00 - - Lain-lain - - Other 5
12.01 Kacang kedelai, pecah Soya beans, whether or not
maupun tidak. broken.
1201.00.10 - Cocok untuk disemai - Suitable for sowing
4. 1201.00.90.00 - Lain-lain - Other 5
23.01 Tepung, tepung kasar dan Flours, meals and pellets, of
pelet, dari daging atau meat or meat offal, of fish or
sisanya, dari ikan atau of crustaceans, molluscs or
krustasea, moluska atau other aquatic invertebrates,
invertebrata unfit for human
air lainnya, tidak layak untuk consumption; greaves.
dikonsumsi manusia; greaves.
5. 2301.10.00.00 - Tepung, tepung kasar dan - Flours, meats and pellets, of 5
pelet, dari daging atau meat or meat offal; greaves
sisanya; greaves
6. 2301.20.00.00 - Tepung, tepung kasar dan - Flours, meats and pellets, of 5
pelet, dari ikan atau dari fish or of crustaceans,
krustasea, moluska atau molluscs or other aquatic
invertebrata air lainnya invertebrates
23.02 Sekam, dedak dan residu Bran, sharps and other
lainnya, berbentuk pelet residues, whether or not in
maupun tidak berasal dari the form of pellets, derived
pengayakan, penggilingan from the sifting, milling or
atau pengerjaan lainnya dari other working of cereals or of
serealia atau dari tanaman leguminous plants.
polongan.
2302.10 - Dari jagung - Of maize (corn)

560
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

7. 2302.30.00.00 - Dari gandum - Of wheat 5


2302.40 - Dari serealia lainnya : - Of other cereals:
2302.40.10 - - Dari beras - - Of rice
8. 2302.40.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
9. 2302.50.00.00 - Dari tanaman polongan - Of leguminous plants 5
23.03 Residu dari pembuatan pati Residues of starch
dan residu semacam itu, manufacture and similar
bubur bit, ampas tebu dan residues, beet-pulp, bagasse
sisa lainnya dari pembuatan and other waste of sugar
gula. endapan dan sisa manufacture, brewing or
pembuatan bir atau distilling dregs and waste,
penyulingan, berbentuk pelet whether or not in the form of
maupun tidak. pellets.
2303.10 - Residu dari pembuatan pati - Residues of starch
dan residu semacam itu : manufacture and similar
residues:
2303.10.10 - - Dari ubi kayu (cassava) - - Of manioc (cassava) or
atau sagu sago
10. 2303.10.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
11. 2304.00.00.00 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid 5
lainnya, dihancurkan residues, whether or not
maupun tidak atau berbentuk ground or in the form of
pelet, hasil dari ekstraksi pellets, resulting from the
minyak kacang kedelai. extraction of soya-bean oil.
12. 2305.00.00.00 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid 5
lainnya, dihancurkan residues, whether or not
maupun tidak atau berbentuk ground or in the Corm of
pelet, hasil dari ekstraksi pellets, resulting from the
minyak kacang tanah extraction of ground-nut oil.
23.06 Bungkil dan residu padat Oil-cake and other solid
lainnya, dihancurkan residues, whether or not
maupun tidak atau berbentuk ground or in the Corm of
pelet hasil dari ekstraksi pellets, resulting from the
lemak atau minyak nabati extraction of vegetable fats or
selain dari pos 23.04 atau oils, other than those of
23.05. heading 23.04 or 23.05.
13. 2306.30.00.00 - Dari biji bunga matahari - Of sunflower seeds 5
- Dari biji lobak atau biji - Of rape or coin seeds :
colza :
14. 2306.50.00.00 - Dari kelapa atau kopra - Of coconut or copra 5
15. 2306.60.00.00 - Dari buah atau kernel kelapa - Of palm nuts or kernels 5
sawit
2306.90 - Lain-lain : - Other :

561
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

16. 2306.90.20.00 - - Dari jagung - - Of maize (corn) germ 5


17. 2306.90.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
23.09 Olahan dari jenis yang Preparations of a kind used
digunakan untuk makanan in animal feeding.
hewan.
2309.10 - Makanan anjing atau kucing, - Dog or cat food, put up for
disiapkan untuk penjualan retail sale:
eceran :
2309.90 - Lain-lain : - Other :
- - Makanan lengkap: - - Complete feed :
18. 2309.90.20.00 -- Premix, suplemen makanan --Premixes, feed supplements 5
atau tambahan makanan or feed additives
19. 2309.90.30.00 - Lain-lain, mengandung - - Other, containing meat 5
daging
20. 2309.90.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
21. 2802.00.00.00 Belerang, hasil sublimasi atau Sulphur, sublimed or 5
endapan; belerang kololdal. precipitated; colloidat
sulphur.
28.09 Difosfor pentaoksida; asam Diphosphorus pentaoxida;
fosfat; asam polifosfat, phosphoric acid;
mempunyai rumus kimia polyphosphoric acids,
tertentu maupun tidak. whether or not chemically
defined.
2809.10.00.00 - Difosfor pentaoksida - Diphosphorus pentaoxide
2809.20 -Asam fosfat dan asam -Phosphoric acid and
polifosfat : polyphosphoric acids:
2809.20.30.00 - - Mutu makanan - - Food grade
22. 2809.20.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
28.33 Sulfat; alum; peroksosulfat Sulphates; alums;
(persulfat). peroxosulphates
(persulphates)
- Natrium sulat : - Sodium sulphates :
- Sulfat lainnya : - Other sulphates :
23. 2833.21.00.00 - - Dari magnesium - - Of magnessium 5
28.36 Karbonat; peroksokarbonat Carbonates;
(perkarbonat); amonium peroxocarbonates
karbonat komersial (percarbonates); commercial
mengandung amonium ammonium carbonate
karbamat. containing ammonium
carbamate.
24. 2836.30.00.00 - Natrium hidrogenkarbonat - Sodium hydrogencarbonate 5
(natrium bikarbonat) (sodium bicarbonate)
29.22 Senyawa amino berfungsi Oxygen-function amino-

562
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

oksigen. compounds.
- Amino-alkohol, selain yang - Amino-alcohols, other than
mengandung lebih dari satu those containing more than
jenis fungsi oksigen, eter dan one kind of oxygen function,
esternya; garamnya : their ethers and esters; salts
thereof:
2922.50 - Amino-alkohol-fenol, amino- - Amino-alcohol-phenols,
asam-fenol dan senyawa amino-acid-phenols and
amino lainnya dengan fungsi other amino-compounds
oksigen with oxygen function:
25. 2922.50.10.00 - - Asam p-Aminosalisilat dan - - p.Aminosalicylic acid and 5
garam, ester dan turunan its salts, esters and other
lainnya derivatives
29.23 Garam dan hidroksida Quarternary ammonium salt
amonium kuarterner; lesitin and hydroxides; lecithins and
dan fosfoaminolipid lainnya, other phosphoaminolipid,
mempunyai rumus kimia whether or not chemically
tertentu maupun tidak. defined.
26. 2923.10.00.00 - Kolina dan garamnya - Choline and its salts 5
2923.20 - Lesitin dan fosfoaminolipid - Lecithins and other
lainnya : phosphoaminolipids :
27. 2923.20.10.00 - - Lestin, mempunyai rumus - - Lecithins, whether or not 5
kimia tertentu maupun tidak chemically defined
28. 2923.20.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
29.30 Senyawa organo-belerang. Organo-sulphur compounds.
29. 2930.40.00.00 - Metionin - Methionine 5
29.33 Senyawa heterosiklik hanya Heterocyclic compounds
dengan hetero atom nitrogen. with nitrogen hetero-atom (s)
only.
- Senyawa dalam strukturnya - Compound containing in
mengandung sistem-cincin the structure a quinoline or
kinolin atau isokinolin isoquinoline ring-system
(dihidrogenasi maupun (whether or not
tidak), tidak disatukan lebih hydrogenated), not further
lanjut : fused:
2933.41.00.00 - - Levorfanol (INN) dan - - Levorphanol (INN) and its
garamnya salts
30. 2933.49.00.00 - - Lain-lain - - Other 5
31.01 Pupuk hewani atau nabati, Animal or vegetable
dicampur bersama atau fertilisers, whether or not
diolah secara kimia maupun mixed together or chemically
tidak; pupuk yang dihasilkan treated; fertilisers produced
dengan mencampur atau by the mixing or chemical
mengolah secara kimia dari treatment of animal or

563
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

produk hewani atau nabati. vegetable products.


- Semata mata berasal dari - Of solely vegetable origin:
nabati :
3101.00.11 - - Pupuk suplemen dalam - - Supplement fertilizers in
bentuk cair, tidak diolah liquid form, not chemically
secara kimia treated
31. 3101.00.19.00 - - Lain-lain - - Other 5
- Lain-lain : - Other :
3101.00.91 - - Pupuk suplemen dalam - - Supplement fertilizers in
bentuk cair, tidak diolah liquid form, not chemically
secara kimia treated
32. 3101.00.99.00 - - Lain-lain - - Other 5
31.02 Pupuk mineral atau pupuk Mineral or chemical
kimia, mengandung nitrogen. fertilisers, nitrogenous.
33. 3102.10.00.00 - Urea, dalam larutan air - Urea, whether or not in 5
maupun tidak aqueous solution
-Amonium sulfat; garam -Ammonium sulphate;
ganda dan campuran dari double salts and mixtures of
amonium sulfat dan ammonium sulphate and
amonium nitrat: ammonium nitrate:
34. 3102.21.00.00 - - Amonium sulfat - - Ammonium sulphate 5
35. 3102.29.00.00 - - Lain-lain - - Other 5
36. 3102.30.00.00 - Amonium nitrat, dalam -Ammonium nitrate, whether 5
larutan air maupun tidak or not in aqueous solution
37. 3102.40.00.00 - Campuran dari amonium - Mixiures of ammonium 5
nitrat dengan kalsium nitrate with calcium
karbonat atau zat anorganik carbonate or other inorganic
bukan penyubur lainnya non-fertilising substances
38. 3102.50.00.00 - Natrium nitrat - Sodium nitrate 5
39. 3102.60.00.00 - Garam ganda dan campuran - Double salts and mixtures 5
dari kalsium nitrat dan of calcium nitrate and
amonium nitrat ammonium nitrate
40. 3102.80.00.00 - Campuran dari urea dan - Mixtures of urea and 5
amonium nitrat dalam ammonium nitrate in
larutan mengandung air atau aqueous or ammoniacal
larutan amoniak solution
41. 3102.90.00.00 -Lain-lain, termasuk - Other, including mixtures 5
campuran yang tidak dirinci not specified in the
dalam pos terdahulu foregoing subheadings
31.03 Pupuk mineral atau kimia, Mineral or chemical
mengandung fosfat. fertilisers, phosphatic.
3103.10 - Superfosfat : - Superphosphates :
42. 3103.10.10.00 - - Mutu makanan ternak - - Feed grade 5

564
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

43. 3103.10.90.00 - - Lain-lain - - Other 5


3103.90 - - Lain-lain: - - Other:
44. 3103.90.10.00 - - Pupuk fosfat dikalsinasi - - Calcined phosphatic 5
fertiliser
45. 3103.90.90.00 - - Lain-lain - - Other 5
31.04 Pupuk mineral atau kimia, Mineral or chemical
mengandung kalium. fertilisers, potassic,
46. 3104.20.00.00 - Kalium klorida - Potassium chloride 5
47. 3104.30.00.00 - Kalium sulfat - Potessium sulphate 5
48. 3104.90.00.00 - Lain-lain - Other 5
31.05 Pupuk mineral atau kimia Mineral or chemical
mengandung dua atau tiga fertilisers containing two or
unsur penyubur nitrogen, three of the fertilising
fosfor dan kalium; pupuk elements nitrogen,
lainnya; barang dari Bab ini phosphorus and potassium;
dalam bentuk tablet atau other fertilisers; goods of
bentuk semacam itu atau this Chapter in tablets or
dalam kemasan dengan berat similar forms or in packages
kotor tidak melebihi 10 kg. of a gross weight not
exceeding 10 kg.
49. 3105.10.00.00 - Barang dari Bab ini dalam - Goods of this Chapter in 5
bentuk tablet atau bentuk tablets or similar forms or in
semacam itu atau dalam packages of a gross weight
kemasan dengan berat kotor not exceeding 10 kg
tidak melebihi 10 kg
50. 3105.20.00.00 - Pupuk mineral atau kimia -Mineral or chemical 5
mengandung tiga unsur fertilisers containing the
penyubur nitrogen, fosfor three fertilising elements
dan kalium nitrogen, phosphorus and
potassium
51. 3105.30.00.00 -Diamonium -Diammonium 5
hidrogenortofosfat hydrogenorthophosphate
(diamonium fosfat) (diammonium phosphate)
52. 3105.40.00.00 -Amonium -Ammonium 5
dihidrogenortofosfat dihydrogenorthophosphate
(monoamonium fosfat) dan (monoammonium
campurannya dengan phosphate)and mixtures
diamonium thereof with diammonium
hidrogenortofosfat hydrogenorthophosphate
(diamonium fosfat) (diammonium phosphate)
- Pupuk mineral atau kimia - Other mineral or chemical
lainnya mengandung dua fertilisers containing the two
unsur penyubur nitrogen fertilising elements nitrogen
dan fosfor : and phosphorus:

565
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

53. 3105.51.00.00 - - Mengandung nitrat dan - - Containing nitrates, and 5


fosfat phosphates
54. 3105.59.00.00 - - Lain-lain - - Other 5
55. 3105.60.00.00 - Pupuk mineral atau kimia -Mineral or chemical 5
mengandung dua unsur fertilisers containing the two
penyubur fosfor dan kalium fertilising elements
phosphorus and potassium
56. 3105.90.00.00 - Lain-lain - Other 5
35.07 Enzim; enzim olahan tidak Enzymes; prepared enzymes
dirinci atau termasuk dalam not elsewhere specified or
pos lainnya included.
3507.10 - Rennet dab konsentratnya -Rennet and concentrates
thereof
57. 3507.90.00.00 - Lain-lain - Other 5

MENTERI KEUANGAN
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

566
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 Tentang


Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 12 TAHUN 2001
TENTANG
IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG
BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16B Undang-undang No.8


Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-undang No.18 Tahun 2000,
dan dalam rangka mendorong pembangunan nasional dengan
membantu tersedianya barang-barang yang bersifat startegis, serta
setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Impor dan atau
Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah


diubah dengan Perubahan Kedua undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 No.49, TLN
No.3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000
No.126, TLN No.3984);
3. Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(LN RI Tahun 1983 No.51, TLN No.3264) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang No. 18
Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.128, Thn No.3986);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG IMPOR DAN ATAU
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG

147
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

BERSIFAT STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI


PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal 1
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah :
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e. bahan baku perak dalam bentuk butiran (granule) dan atau dalam bentuk
batangan;
f. bahan baku untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; dan
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt.

2. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di
bidang
a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya;
3. Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan,
penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan.

Pasal 2
(1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena
Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf b;

148
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

c. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,


peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf d;
d. bahan baku perak dalam bentuk butiran (granule) dan atau dalam bentuk
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf e;
e. bahan baku untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf f oleh Bank Indonesia
dan atau Perum Peruri; dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
a. barang modal sebagai mana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang
diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena
Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak
tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1 huruf b;
c. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf c oleh petani atau kelompok petani;
d. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1 huruf d;
e. bahan baku perak dalam bentuk butiran (granule) dan atau dalam bentuk
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf e;
f. bahan baku untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf f kepada Bank
Indonesia dan atau Perum Peruri;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g;
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h;
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 3
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat
strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 yang dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.

Pasal 4

149
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(1) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan
semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau
seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor dan atau;
perolehan, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib dibayar
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan
penggunaannya atau di pindah tangankan.
(2) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf f yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai ternyata tidak digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah, maka Pajak
Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan penggunaannya.
(3) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan (2), Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan tidak dibayar Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah
dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Pajak Masukan yang dibayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), tidak dapat dikreditkan.

Pasal 5
(1) Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut atas impor dan atau
penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang
dilakukan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, harus disetorkan ke Kas Negara
sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat dimintakan pengembalian oleh importir atau
pembeli, sepanjang belum dikreditkan.

Pasal 6
Kepada pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, huruf g, dan huruf h dapat diberikan
kemudahan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya

Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 8

150
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai
daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 24

151
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

3.7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007 Tentang


Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang
Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 31 TAHUN 2007
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN
ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT
STRATEGIS YANG DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tersedianya kebutuhan


dasar masyarakat berupa rumah layak huni dengan harga
yang terjangkau, Pemerintah telah mencanangkan program
penyediaan/pembangunan rumah susun sederhana milik;
b. bahwa untuk mendukung penyediaan/pembangunan rumah
susun sederhana milik sebagaimana dimaksud pada huruf a di
kawasan perkotaan, untuk mendorong pembangunan nasional,
perlu diberikan perlakuan perpajakan yang bersifat khusus di
bidang Pajak Pertambahan Nilai;
c. bahwa untuk memberikan perlakuan yang sama kepada
semua pengusaha, maka ketentuan mengenai kemudahan
dalam kewajiban perpajakan bagi pengusaha yang
menyerahkan barang kena pajak tertentu yang berupa listrik,
air dan barang hasil pertanian tidak diperlukan lagi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah

170
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan


Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor
dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4083) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4697);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN


KEEMPAT ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12
TAHUN 2001 TENTANG IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN
BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT
STRATEGIS YANG DlBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI.

Pasal I

171
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang


Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4083) yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Pemerintah :

1. Nomor 43 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002


Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4217);
2. Nomor 46 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4315);
3. Nomor 7 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4697), diubah sebagai berikut :

1. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 diubah dengan menambah 1 (satu) huruf


yakni huruf i dan menambah 1 (satu) angka baru yakni angka 4, sehingga
keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah :
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
c. barang hasil pertanian;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
h. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 (enam ribu
enam ratus) watt; dan
i. Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI).

2. Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha
di bidang :
a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya, yang dipetik
langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya
termasuk yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang

172
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

usia simpan atau mempermudah proses lebih lanjut, sebagaimana


ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
3. Dihapus.
4. Rumah Susun Sederhana Milik, yang selanjutnya disebut RUSUNAMI,
adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar
mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah
dengan penggunaan komunal, yang perolehannya dibiayai melalui kredit
kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi, yang memenuhi
ketentuan :
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 (dua puluh satu meter persegi)
dan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);
b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00 (seratus
empat puluh empat juta rupiah);
c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak
melebihi Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) per bulan
dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan
rumah susun sederhana; dan
e. merupakan unit hunian pertama yang memiliki, digunakan sendiri
sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

2. Ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) diubah dengan menambahkan 1 (satu) huruf
yakni huruf i, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 2
(1) Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa:
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a
yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang
Kena Pajak tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf b;
c. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf d;
d. dihapus;
e. dihapus;

173
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

f. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1


huruf c, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
berupa :
a. barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a
yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang
Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang
Kena Pajak tersebut;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk
pembuatan makanan, ternak, unggas, dan ikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b;
c. barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
huruf c;
d. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 huruf d;
e. dihapus;
f. dihapus;
g. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g;
h. listrik, kecuali untuk peru mahan dengan daya di atas 6600 (enam ribu
enam ratus) watt sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf
h; dan
i. RUSUNAMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal angka 1 huruf i,
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

3. Di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 4A,
yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 4A
(1) Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf i yang dibebaskan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai
dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain
sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun atau kurang
sejak perolehannya, atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan
wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak
Tertentu yang bersifat strategis tersebut dialihkan penggunaannya atau
dipindahtangankan, dengan ditambah sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

174
Prospek Bisnis Peternakan Sapi & Daftar Peraturannya di Indonesia,2017

(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan tidak dibayar,
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Barang ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

4. Pasal 6 dihapus.

Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Mei 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Mei 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA.
Ttd
HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 69

175

Anda mungkin juga menyukai