Kelompok 7
ABSTRAK
Kata kunci:
lengkapimi kata kunci
1. PENDAHULUAN
Seekor hewan dapat dinyatakan sakit karena hewan tersebut menunjukkan kelainan-kelainan
dibandingkan dengan hewan yang sehat. Untuk kepentingan tersebut diperlukan pengetahuan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kelainan pada hewan sakit, dikatakan sebagai
pengetahuan dalam pemeriksaan fisik, pengetahua tentang anatomi dan fisiologi hewan secara
memadai menjadi sangat penting. kelainan kelainan yang diperlihatkan oleh hewan sakit dapat
digolongkan menjadi dua yaitu kelainan struktural atau kelainan anatomis dan kelainan fungsional
atau kelainan fisiologis. Secara kuantitatif dan kualitatif, atau kedua duanya kelainan kelainan
structural dan fungsional dinamakan gejala penyakit, tanda penyakit atau symptom (Widodo et al.,
2019).
Tikus putih dan mencit merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan karena
kemampuan reproduksi tinggi (sekitar 10-12 anak/kelahiran), harga dan biaya pemeliharaan relatif
murah, serta efisien dalam waktu karena sifat genetik dapat dibuat seragam dalam waktu yang
lebih singkat dibandingkan dengan ternak besar. Selain tikus dan mencit, sering digunakan kelinci
sebagai hewan laboratorium dan bangsa pisces yaitu ikan lele. Genome mencit, sapi, babi dan
manusia sangat mirip, sehingga mencit dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari
pengetahuan dasar genetika kualitatif dan kuantitatif maupun metode pemuliaan (Kartika et al.,
2013).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data Fisiologis Normal Sapi
Menurut amiano et al (2018), rata-rata frekuensi respirasi ternak sapi Bali betina pada pagi
hari yaitu 21,1 kali per menit, sedangkan pada siang hari yaitu 24,3 kali per menit dan pada sore
hari yaitu 24,5 kali per menit. Rata-rata suhu tubuh ternak sapi Bali betina pada pagi hari yaitu
37,4 C, pada siang hari yaitu 38,1 C dan pada sore yaitu 38,2 C. Rata-rata denyut nadi sapi Bali,
pada pagi hari yaitu 60,3 kali per menit, pada siang hari yaitu 65,2 kali per menit sedangkan pada
sore hari yaitu 63,7 kali per menit. Rata-rata ruminasi pada pagi hari yakni 55,2 kali kunyahan
dalam waktu 31,9 detik, pada siang hari rata-rata ruminasi yakni 55,3 kali kunyahan dalam waktu
31,7 detik sedangkan pada sore hari rata-rata ruminasi yakni 55,3 kali kunyahan dalam waktu 31,8
detik.Status fisiologis ternak sapi Bali yaitu frekuensi pernafasan, suhu tubuh, dan denyut nadi
berada pada kondisi normal. Kondisi suhu lingkungan melebihi batas ambang normal dan ruminasi
pada sapi sangat tinggi kondisi ini tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
2.2 Ras Sapi
2.2.1 Sapi Bali
Sapi Bali merupakan salah satu bangsa sapi asli di Indonesia yang merupakan hasil
domestikasi langsung dari Banteng liar. Sapi Bali dikembangkan, dimanfaatkan dan dilestarikan
sebagai sumberdaya ternak asli yang mempunyai ciri khas tertentu dan mempunyai kemampuan
untuk berkembang dengan baik pada berbagai lingkungan yang ada di Indonesia. Sapi bali juga
memiliki performa produksi yang cukup bervariasi dan kemampuan reproduksi yang tetap tinggi.
Sehingga, sumberdaya genetik sapi Bali merupakan salah satu aset nasional yang merupakan
plasma nutfah yang perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan secara lestari sebab
memiliki keunggulan yang spesifik. Sapi Bali juga telah masuk dalam aset dunia yang tercatat
dalam list FAO sebagai salah satu bangsa sapi yang ada di dunia (Hikmawaty et al., 2014).
2.2.2 Sapi BX
Sapi BX merupakan sapi silangan antara sapi Brahman keturunan Bos indicus dan sapisapi
Eropa yang merupakan kelompok Bos Taurus (Muslim et al., 2013). Sapi BX telah mulai
dikembangkan di Indonesia dan telah beradaptasi dengan lingkungan dan manajemen setempat
sehingga perlu di lindungi dan dilestarikan. Sapi Brahman cross memiliki pertumbuhan yang yang
sangat tinggi (Depison et al., 2020)
2.2.3 Sapi Aceh
Sapi aceh, yang terbentuk dari hasil persilangan antara sapi lokal (Bos sondaicus) dengan
sapi turunan zebu dari India (Bos indicus), merupakan salah satu plasma nutfah sapi potong lokal
di Indonesia. Walaupun laju pertumbuhannya tidak sebesar sapi silangan, sapi potong lokal
mampu menunjukkan produktivitas dan efisiensi ekonomi maksimal pada kondisi terbatas. Sapi
potong lokal unggul dalam efisiensi penggunaan pakan, daya adaptasi terhadap lingkungan
Indonesia (panas, lembab, pakan mutu rendah, ektoparasit dan endoparasit), dan bobot potongnya
lebih sesuai untuk kebutuhan pasar lokal sehingga lebih tepat dan ekonomis dikembangkan pada
pola dan kondisi peternakan rakyat (Armansyah et al., 2011)
2.3 Penentuan Umur Sapi
Menurut Yulianto dan Cahyo (2014), Penentuan umur pada sapi salah satunya dapat dilihat
dengan adanya perubahan dan juga pertumbuhan dari gigi sapi. Cara ini sering digunakan dalam
penentuan umur. Adapun perubahan gigi dan penentuan umur sapi adalah sebagai berikut:
A. Umur dibawah 1 tahun ditandai dengan pertumbuhan gigi susu dan belum ada yang tanggal.
B. Umur 1,5-2 tahun ditandai dengan munculnya gigi seri berjumlah sepasang (2 buah).
C. Umur 2,5-3 tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi seri berjumlah dua pasang (4 buah).
D. Umur 3,25-4 tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi seri berjumlah tiga pasang (6 buah).
E. Umur 4 tahun ke atas ditandai dengan lengkapnya gigi seri pada sapi berjumlah empat pasang
(8 buah).
F. Sapi berumur sekitar 7 tahun (bila 50% telah aus). Sapi berumur 8 tahun (bila 75% telah aus)
dan bila telah aus semua berumur lebih dari 8 tahun.
Pendugaan umur berdasarkan cincin tanduk dapat dilakukan. Cara ini jarang digunakan karena
kurang akurat karena berdasarkan pakan. Pada musim hujan, diduga ternak sapi akan menerima
pakan sesuai dengan kebutuhannya sehingga pertumbuhan tanduk pun tidak akan terganggu.
Adapun musim kemarau diduga ternak sapi akan menderita kekurangan pakan sehingga
pertumbuhan tanduk tidak akan mencapai diameter yang serupa saat musim hujan. Tanduk baru
akan tumbuh setelah sapi berumur 0,5 tahun. Dasar tanduk akan timbul gelang-gelang. Gelang-
gelang tersebut pada sapi betina akan tampak lebih jelas. Timbulnya gelang- gelang dapat
berhubungan setiap sapi melahirkan (Yulianto dan Cahyo, 2014).
Melihat lepasnya tali pusar hanya digunakan untuk mengingatkan lagi hari atau tanggal
kelahiran pedet dalam jangka kejadian beberapa hari yang telah lewat. Sewaktu lahir, pusar masih
tampak basah dan tidak berbulu. Setelah berumur 3 hari, tali pusar terasa lunak jika diraba, umur
4- 5 hari tali pusar mulai mengering, dan umur 7 hari tali pusar sudah mulai lepas serta sudah mulai
ditumbuhi bulu (Yulianto dan Cahyo, 2014).
2.4 Uji Dalam Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Uji Gumba
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah, Teuku, and Tongku Nizwan Siregar Al-Azhar. 2011. Analisis isozim untuk
mengetahui variasi genetik sebagai upaya pemurnian ras sapi Aceh. Jurnal Veteriner
Desember. (12)4 : 254-262.
Awaluddin, Aan., Yudhi Ratna Nugraheni, dan Suluh Nusantoro. 2017.Teknik Handling Dan
Penyembelihan Hewan Qurban.Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan. 2(2):84-97
Damayanti R. 2016. Penyakit Malignant Catarrhal Fever di Indonesia dan Upaya Pengendaliannya
(Malignant Catarrhal Fever in Indonesia and Its Control Strategy). WARTAZOA. 26(3):
103-114.
Depison, D., Crisdayanti, S., Gushairiyanto, G., & Erina, S. 2020. Identifikasi Karakteristik
Morfometrik Sapi Bali dan Sapi Brahman Cross di Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten
Merangin. Jurnal Peternakan Sriwijaya, 9(2), 11-20.
Hikmawaty, H., Gunawan, A., Noor, R. R., & Jakaria, J. (2014). Identifikasi ukuran tubuh dan
bentuk tubuh sapi bali di beberapa pusat pembibitan melalui pendekatan analisis komponen
utama. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 2(1), 231-237.
Yulianto, P. dan Cahyo S. 2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadaya: Semarang.
Amiano, Satata B., dan Imamuel R. 2018.STATUS FISIOLOGIS TERNAK SAPI BALI (Bos
sondaicus) BETINA YANG DIPELIHARA PADA LAHAN GAMBUT
(Physiological Status of Bali Cattle (Bos sondaicus)Maintained on Peatlands). Jurnal AGRI PET.
19(2): 94 - 101
Pramono Udy. 2019. Buku Informasi Memeriksa Fisik Hewan. Direktorat Jendral Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
putra, Andhika., Alfath Rusdhi, dan Fahri Gunawan. 2020. PENENTUAN BOBOT BADAN SAPI
PERANAKAN ONGOLE (PO) JANTAN BERDASARKAN PROFIL BODY
CONDITION SCORE (BCS) DI KECAMATAN HAMPARAN PERAK
KABUPATEN DELI SERDANG. Seminar of Social Sciences Engineering &
Humaniora. 1 (1): 80-91
Braun U, Gerspach C, Ohlerth S, Warislohner S dan Nuss K. 2020. Aetiology, Diagnosis,
Treatment and Outcome of Traumatic Reticuloperitonitis in Cattle. The Veterinary Journal.
255(1). 1-11.