Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Hardiyani Windari
1111013000084
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAIIAN SKRIPSI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tmbiyah dan Keguruan
untuk lvIerlen&hi Persyaratan Memperoleh Gelar Ssrlarn Peadidika$ (S,Pd.)
Oleh
Hardivani Wi*dari
I\rIM. 1111013000084
Mengetahui,
Dosen Pemlfmhing
A
/l
/ ,.4
/'l\
/ [c,
Ahmrd Bahtier. M.Eum.
IIIIP. r97501182m9n tD02
JAKARTA
2015
LE',MBAR PENGESAHA}I
Skripsi beq'udul 66Analisis Latar dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya
Mochtar Lubis serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Sastra di
SMA", disusun oleh Hardiyani Windari, Nomor Induk Mahasiswa:
1111013000084, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqosah pada
tanggal 12 Oktober 2075, di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar Sarjana S-1 (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Penguji II
Rosida Erowati, M.Hum.
NIP. 19771030 200801 2 009
23/,o us
Mengetahui:
KEiIENTERTAN AGAITiA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA
FORM (FR)
Tgl.Terbit : 1Maret2010
FITK No. Revisi: : 01
Jt. lr. H. Jtflda tlo S5 eiilnd 15412 ln&nega Hal 1t1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
NIM I l l r013000084
Judul Skripsi Analisis Latar dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya
Mochtar Lubis serta Implikasinya terhadap Pembelajaran
Apresiasi Sasta di SekolahMenengah Atas (SMA)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
NIM. r1r1013000084
ABSTRAK
Kata Kunci: Latar, Novel Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis.
i
ABSTRACT
This study aims to describe the setting reflected in the novel A Road with
No End novel by Mochtar Lubis did an analysis of the objective and the
implications for learning literature in school. The methods used in this research is
descriptive, qualitative approach. While the approach used in the analysis of the
novel A Road with No End is an objective approach with literaty sociology study.
Based on the results of the research that has been done, it was found that the
setting is not just about place, time and social circumstances in the novel. But
also with regard to the character of the character in the story, the setting related to
time and events in the novel A Road with No End of social setting about economy
and also political conditions. Reviewed by sociology of literature there is
relevance to the events outside of literary works that are a reflection of events
taking place during the novel A Road with No End is created. Through these
studies the learners will know in understanding a novel, the setting can create
each occurrence of the events in the story in the novel. Research about analysis
setting can be implied in a literary appreciation of learning in Senior High School
in an effort to give more in-depth knowledge against the setting of the intrinsic
elements of the analysis in the material.
ii
KATA PENGANTAR
iii
2. Makyun Subuki, M. Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ahmad Bahtiar, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan
bimbingan dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
4. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan
senang hati membagi ilmu dan memberikan arahan kepada penulis selama
penyusunan skripsi.
5. Bapak Harno dan Ibu Sri Winda, orangtuaku tercinta, yang selalu menguatkan
hati dan pikiran ketika lemah dan lelah, yang tak hentinya memberikan kasih
sayang, perhatian, pengertian, motivasi, semangat, serta doa untuk setiap
langkah penulis dalam menuntut ilmu dan menyelesaikan skripsi. Terimakasih
yang tak terhingga untuk mereka.
6. Dhandi Laksono, Haris Tri Suseto dan Bayu Adji Ramadhan, adik-adikku
tersayang terima kasih atas waktu canda dan tawa ketika rasa penat
menghampiri.
7. Said Kurniawan, S.Kom., yang selalu memberikan perhatian, dukungan, doa
dan juga meluangkan waktunya untuk membantu penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini.
8. Risma Nurpadilah dan Aprilia Dwi Permatasari, sahabat yang selalu
meluangkan waktu, teman berbagi keluh kesah terima kasih atas saran,
dukungan dan doa kalian.
9. Sahabat-sahabat tercinta dan seperjuangan Widiyowati Tria Rani Astuti, Rifqi
Faizah, Amanah Ari Rachmanita, Aminah Ratna Ningsih, Silviani Marlinda
dan Hadiyati Wulan Dani yang telah meluangkan waktu untuk saling
mendoakan dan saling membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Teman-teman mahasiswa Jurusan PBSI, khususnya kelas C angkatan 2011
atas segala pengalaman, dukungan dan doa.
iv
Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu proses
penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga
Allah membalas kebaikan yang telah diberikan serta senantiasa memberikan
kemudahan bagi kita semua. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca, serta dapat memberikan sumbangsih bagi
khazanah ilmu pengetahuan.
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT.. ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.. .................................................................................. iii
DAFTAR ISI.. ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR... ................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Identitas Masalah…. ................................................................ 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................ 6
D. Perumusan Masalah ................................................................. 6
E. Tujuan Penulisan ...................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
G. Metode Penelitian..................................................................... 8
1. Sumber Data/Objek Penelitian. .......................................... 9
2. Teknik Pengumpulan Data. ................................................ 9
3. Teknik Analisis Data. ......................................................... 9
vi
BAB III BIOGRAFI PENGARANG
A. Biografi Pengarang................................................................... 30
B. Penghargaan ............................................................................. 31
C. Pemikiran Mochtar Lubis......................................................... 32
D. Pembicaraan Beberapa Karya Mochtar Lubis.......................... 35
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................... 89
B. Saran ......................................................................................... 90
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra harus dipandang dalam hubungan yang tak terpisahkan
dengan kehidupan masyarakat, latar belakang unsur sejarah dan sosial
yang mempengaruhi pengarang.1Karya sastra merupakan suatu cerminan
atau gambaran keadaan yang terjadi di masyarakat. Seorang pengarang
membuat karya sastra karena ia menangkap keadaan di masyarakat.
Masyarakat dan kehidupannya ini dijadikan suatu sumber data untuk
penulisan karya sastra. Realita yang ada dalam masyarakat diangkat dan
diceritakan dalam sebuah karya sastra.
Proses penciptaan (produksi karya sastra) serta penyebaran dan
penggandaannya sastra melibatkan berbagai macam pihak. Pencipta karya
sastra, yakni pengarang, berdasarkan kreativitas, imajinasi, dan kerjanya
menuliskan atau menciptakan suatu karya. Bagi banyak orang, karya sastra
menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran, tentang apa
yang baik dan buruk. Ada pesan yang sangat jelas disampaikan, ada pula
yang bersifat tersirat secara halus. Karya sastra juga dapat dipakai untuk
menggambarkan apa yang ditangkap sang pengarang tentang kehidupan di
sekitarnya. Sastra merupakan media komunikasi, yang melibatkan tiga
komponen, yakni pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai
pesan itu sendiri, dan penerima pesan yakni pembaca karya sastra maupun
pembaca yang tersirat dalam teks atau yang dibayangkan oleh
pengarangnya.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara
langsung turut serta membangun cerita. Unsur yang dimaksud, misalnya
peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan,
bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
1
Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, terj. Ida Sundari Husen, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005) h. 8
1
2
2
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI.
(Jakarta: Balai Pustaka, 2008) h.186
3
George McTurnan Kahin. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia, terj. Tim Komunitas Bambu
, (Depok: Komunitas Baru, 2013) h.305
3
Pada karya Mochtar Lubis yang berjudul Jalan Tak Ada Ujung,
penulis mengkaji analisis latar (setting) dalam novel tersebut dengan
menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Dengan latar (setting) dalam novel
tersebut, Mochtar Lubis ingin menceritakan tentang apa yang terjadi di
Indonesia pada masa setelah proklamasi. Melalui karya sastra yang dibuat
dengan latar cerita tentang pascakemerdekaan bangsa Indonesia akan
memberikan pengetahuan lebih kepada pembaca, tentang fakta yang
disampaikan melalui karya sastra.
Terkait analisis novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis
yang pernah dilakukan sebelumnya, terdapat tesis dan skripsi yang
menjadikan novel JTAU karya Mochtar Lubis sebagai objek penelitian.
Dengan judul “Pandangan Kemanusiaan Mochtar Lubis”, “Tinjauan
Psikologis Tokoh”, dan “Patriotisme dalam Novel JTAU”.4 Terdapat jurnal
yang menganalisis novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.
Jurnal tersebut menganalisa pola struktur cerita dari Jalan Tak Ada Ujung
karya Mochtar Lubis. Dari sisi struktur ceritanya, plot dari JTAU dan
kesatuan maknanya dihasilkan dengan menghubungkan bagian peristiwa,
orang dan latar belakang secara dekat. Makna kehidupan diinterpretasikan
Guru Isa sebagai ketakutan yang amat sangat dapat mengembangkan
makna lebih lanjut dan selanjutnya menghadirkan makna kehidupan
merusak pikiran.5
Sastra mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata,
maka pengajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting
yang patut menduduki tempat yang selayaknya. Pengajaran sastra jika
dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga
memberikan sumbangan terhadap keberhasilan dalam proses belajar dan
mengajar. 6 Hal ini juga berhubungan dengan konsep Horace tentang
dulce dan utile, yakni bahwa sastra itu indah dan bermanfaat. Maka dalam
hal ini, sastra dapat berguna untuk mengajarkan sesuatu, yaitu melalui
pendidikan sastra khususnya di mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di sekolah.
4
Tesis, Agus R. Sarjono, “Citra Rumah dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis dan
Keluarga Gerilya Pramoedya Ananta Toer” Program Studi Ilmu Susastra, Universitas Indonesia,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. 2002. Selanjutnya mengenai Judul Skripsi lainnya terdapat
dalam BAB II pada penelitian relevan.
5
Charles Butar-butar, Analisis Struktur pada Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis, Indonesia Scientific Journal Database, 6, 2008, h.338
6
B. Rahmanto. Metode Pengajaran Sastra. (Yogyakarta: Kanisius, 1988) h.15
4
7
Depdiknas, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 107.
8
Sugihastuti. Teori Apresiasi Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) h.168
5
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang tersebut, penelitian ini difokuskan pada
latar yang tergambarkan dalam cerita pada novel Jalan Tak Ada Ujung
karya Mochtar Lubis yang menggambarkan Indonesia di tahun 1946-1947
atau tepatnya saat Indonesia pascakemerdekaan.
1. Belum adanya analisis novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis terkait latar fisik maupun latar sosial Indonesia
pascakemerdekaan.
2. Belum adanya analisis karya sastra mengenai perjuangan
pergerakan nasional bangsa Indonesia yang tergambarkan dalam
latar (setting) yang terdapat dalam novel Jalan Tak Ada Ujung
karya Mochtar Lubis.
3. Kurangnya metode yang dilakukan guru dalam materi
pembelajaran apresiasi sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
4. Kurangnya bahan pembelajaran apresiasi sastra Indonesia di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
6
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah,
pembatasan masalah pada penelitian ini adalah, penulis mengkaji dan
memaparkan “Analisis Latar dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya
Mochtar Lubis serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Sastra
di SMA”
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah seperti telah diuraikan di atas maka diperlukan suatu perumusan
masalah dalam penelitian ini, adapun perumusan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana latar yang tergambarkan dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung karya Mochtar Lubis?
2. Bagaimana implikasi novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis terhadap pembelajaran Apresiasi Sastra Indonesia di SMA?
E. Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan latar yang tergambarkan dalam novel Jalan Tak
Ada Ujung karya Mochtar Lubis.
2. Mendeskripsikan implikasi novel Jalan Tak Ada Ujung karya
Mochtar Lubis terhadap pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan pengetahuan dalam mengkaji salah satu unsur
pembangun cerita novel yakni latar yang terdapat dalam novel
Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis.
7
2. Manfaat Praktis
a. Siswa SMA, dengan adanya pembelajaran karya sastra diharapkan
meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis sebuah karya
sastra yang berhubungan dengan keadaan sosial di luar karya sastra
tersebut.
b. Diharapkan penelitian ini juga berguna bagi para peneliti lain yang
ingin melakukan penelitian dengan tema yang sejenis.
c. Dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai alternatif bahan
pembelajaran apresiasi sastra di sekolah/madrasah, untuk
meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam pembelajaran
sastra. Terutama dalam mengapresiasi sebuah karya yang diangkat
berdasarkan sejarah yang terjadi di Indonesia dan dapat menambah
pengetahuan bagi siswa.
d. Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang kesusastraan
pascakemerdekaan.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara,
8
9
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009) h.
4&11
9
KAJIAN TEORI
A. Novel
Dalam pembicaraan karya sastra rekaan atau imajinasi kita dapat
membaginya menjadi tiga bagian, yakni fiksi, puisi, dan drama. Orang
sering menggolongkan hasil-hasil sastra menjadi prosa dan puisi.
Termasuk prosa di dalamnya adalah novel, cerita pendek, dan esai.
1. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari kata Latin novellus yang diturunkan pula
dari kata novies yang berarti “baru”. Dikatakan baru karena bila
dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama,
dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.1 Novel
merupakan suatu bentuk karya sastra. Novel atau prosa rekaan adalah
kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu, dengan
peranan, latar serta tahapan dalam rangkaian cerita tertentu yang
bertolak dari hasil imajinasi (dan kenyataan) sehingga menjalin suatu
cerita.2 Novel adalah suatu cerita yang fiktif dalam panjang yang
tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan,
yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak
kacau atau kusut.3
Pada hakikatnya sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan
kehidupan itu sendiri dan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial
dan fenomena sosial itu bersifat konkret yang terjadi di sekeliling kita
sehari-hari. Karya sastra adalah karya yang dimaksudkan oleh
pengarang sebagai karya sastra, berwujud karya sastra, dan diterima
1
Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 2011) h.167
2
Aminuddin dalam Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT. Grasindo, 2008)
h. 125-126
3
Tarigan, op.cit., h,164
11
12
2. Jenis-jenis Novel
Menurut Mochtar Lubis, novel itu ada bermacam-macam, antara
lain:7
a. Novel Avontur
Dalam KBBI, avontur berarti petualangan. Novel avontur
adalah novel yang menjelaskan cerita dengan memusatkan pada
seorang lakon atau pemeran utama. Pengalaman pemeran utama
dinilai dari awal hingga akhir.
A B C---------------------------- Z
* * * * * *
Gambar 1. Alur novel avontur
4
Wahyudi Siswanto. op.cit., h. 92.
5
Jan Van Luxemburg, dkk., Pengantar Ilmu Sastra, Terj. Dick Hartoko, (Jakarta: Gramedia,
1996) h.23
6
Wijaya Heru Santosa dan Sri Wahyuningtyas, Pengantar Apresiasi Prosa, (Surakarta: Yuma
Pustaka, 2010) h.47
7
Tarigan, op.cit., h.165-169
13
b. Novel Psikologis
Novel psikologis berisi cerita mengutamakan pemeriksaan
seluruhnya dari pikiran-pikiran para pelakunya.
A B C D E
* * * * *
Gambar 2. Alur novel psikologis
Gambar di atas menunjukkan bentuk novel psikologis.
Perhatian tidak ditujukan pada avontur yang berturut-turut terjadi
(baik avontur lahir maupun rohani), tetapi lebih diutamakan
pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku,
yang dalam gambar ditunjukkan oleh A, B, C, D, E, dan
seterusnya. Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis
termasuk dalam novel psikologis.
c. Novel Detektif
Dalam novel ini, mengungkapkan bagian-bagian cerita untuk
membongkar rahasia kejahatan dan bukti-bukti yang dijadikan
jalan untuk mencapai penyelesaian cerita. Dalam cerita
mengutamakan pelacakan (clue) atau tanda bukti.
14
e. Novel Kolektif
Novel kolektif merupakan bentuk novel yang paling sukar dan
banyak seluk-beluknya.
……………………………………………………..
……………………………………………………..
……………………………………………………..
b. Tema
Brooks dalam Tarigan mengatakan bahwa tema adalah
pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai
kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau
membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.10
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema
berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan
karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan
hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan
pengarangnya.11 Tema merupakan gagasan pokok yang ingin
disampaikan pengarang dalam karya sastranya. Tema biasanya
8
Siswanto, Op. Cit. h. 142
9
Robert Stanton, Teori Fiksi, terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007) h.33
10
Tarigan, op. cit., h.125
11
Siswanto, op. cit., h. 161
17
12
Ibid, h.159
18
4) Tahap Klimaks
Bagian alur cerita yang melukiskan puncak ketegangan,
terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca.
5) Tahap Peleraian
Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi
menunjukkan perkembangan ke arah penyelesaian.
6) Tahap Penyelesaian
Tahap akhir suatu cerita rekaan. Dalam tahap ini semua
masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan.
13
Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990) h.62
14
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010) h.74
19
1) Hakikat Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.15 Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dapat
merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi
latar yang diceritakan.
4) Unsur Latar
Latar memiliki tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan
sosial yang masing-masing menawarkan permasalahan yang
berbeda, namun ketiganya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Ketiga unsur pokok tersebut sebagai berikut:21
18
Heru Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2012) h. 3
19
Nurgiantoro. op.cit., h.313
20
Ibid, h.315
21
Ibid, h.227-237
21
a) Latar Fisik
Latar fisik adalah tempat dalam wujud fisik yaitu
bangunan, daerah, dan sebagiannya. Latar fisik dibagi
menjadi dua bagian yaitu latar tempat dan latar waktu.
Karena latar tempat secara jelas menunjuk pada lokasi
tertentu, yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya,
disebut sebagai latar fisik. Keadaan yang agak berbeda
adalah latar yang dihubungkan dengan waktu. Latar waktu
jelas tidak dapat dilihat, namun bekas kehadirannya dapat
dilihat pada tempat-tempat tertentu berdasarkan waktu
kesejarahannya.22
(1) Latar tempat. Dalam sebuah novel, latar menyarankan
kepada lokasi terjadinya peristiwa. Tempat yang
dipergunakan biasanya menggunakan nama-nama
tertentu, inisial tertentu, juga mungkin lokasi tertentu
tanpa nama jelas.
(2) Latar waktu. Berhubungan dengan “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Masalah “kapan”
dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang
berkaitan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dapat
bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu
penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di lain pihak
menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi
dan dikisahkan dalam cerita.
b) Latar sosial. Unsur ini menyaran pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat
di suatu tempat, berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap, serta keadaan sosial lainnya seperti status sosial
tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau
atas.
22
Ibid, h.304
22
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang
ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh,
peristiwa, tempat, waktu dan gayanya sendiri.23
Sudut pandang memiliki tipe tersendiri sesuai dengan
tujuannya, tipe-tipe sudut pandang tersebut, yaitu:24
1) Orang Pertama-utama, yaitu sang karakter utama bercerita
dengan kata-katanya sendiri.
2) Orang Pertama-sampingan, adalah cerita dituturkan oleh
satu karakter bukan utama (sampingan)
3) Orang Ketiga-terbatas, yaitu dengan cara pengarang
mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai
orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat
dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter
saja.
4) Orang Ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu kepada
setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga
dengan begitu pengarang juga dapat membuat beberapa
karakter, seperti melihat mendengar atau berpikir.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah
yang mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat
menyentuh emosi pembaca.25
23
Siswanto, op.cit., h.151
24
Stanton, op.cit., h.53-54
25
Siswanto, op.cit., h.158
23
g. Amanat
Amanat adalah pesan atau nasihat merupakan kesan yang
ditangkap pembaca setelah membacanya.26 Saat
mengungkapkan masalah apa yang terjadi kehidupan dan
kemanusiaan lewat karya prosanya, pengarang berusaha
memahami secara dalam keseluruhan masalah itu secara
internal yang dihubungkannya dengan keberadaan suatu
individu maupun dalam hubungan antara individu dengan
kelompok masyarakatnya.
5. Sosiologi Sastra
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk
mengkaji novel yang akan diteliti, maka dari itu perlu dijelaskan
mengenai sosiologi sastra.
Terlebih dahulu akan dibahas pengertian dari sosiologi. Secara
etimologi kata sosiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu sosio/socius
(yang berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman, masyarakat) dan
logi/logos (bersabda, perkataan, perumpamaan). Jadi, sosiologi
merupakan ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan masyarakat atau
ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antar manusia dalam
masyarakat yang bersifat umum, rasional dan empiris.29
Sedangkan kata sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) yang
berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi.
Akhiran tra yang berarti latar atau sasaran. Jadi, sastra merupakan
kumpulan atal untuk mengajar, atau dengan kata lain, sastra sebagai
buku petunjuk juga sebagai buku pengajaran yang baik.30
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat
reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin
melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar
penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam
29
Nyoman Khuta Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
cet.II, h.1
30
Ibid.,
25
31
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra. (Yogyakarta: CAPS. 2013), h.77
32
Kurniawan, op.cit., h. 11
33
Nyoman Khuta Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h.339-340
26
B. Penelitian Relevan
Penelitian terhadap novel Jalan Tak Ada Ujung pernah dilakukan
oleh mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan judul skripsinya
“Pandangan Kemanusiaan Mochtar Lubis dalam Novel Jalan Tak Ada
Ujung: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra” oleh Raden Rosa Dewi
mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma tahun 2007. Hasil dari penelitiannya adalah sebagai
berikut: (1) struktur tekstual (alur). Berdasarkan struktur lahir novel Jalan
Tak Ada Ujung memiliki 35 sekuen dan alur yang digunakan adalah maju.
(2) pandangan kemanusiaan Mochtar Lubis dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung, meliputi nilai kemanusiaan utama dan nilai kemanusiaan
pendukung. Nilai kemanusiaan utama yaitu nilai keberanian, yang meliputi
(a) nilai kemanusiaan Guru Isa menghadapi perjuangan, (b) nilai
keberanian Guru Isa menghadapi krisis ekonomi, (c) nilai keberanian Guru
Isa menghadapi impotensinya, dan (d) nilai keberanian Guru Isa
menghadapi perselingkuhan.
34
Endraswara, op.cit., h.79
27
Penelitian terhadap novel Jalan Tak Ada Ujung juga pernah diteliti
oleh mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal dengan judul skripsinya
adalah “Tinjauan Psikologis Tokoh Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya
Mochtar Lubis dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra Di SMA”
yang ditulis Aditya Candra Jun Soekarno mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma tahun 2014. Kajian psikologi yang
menonjol dalam novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis adalah
aspek psikologi kepribadian tokoh dengan jumlah kutipan tujuh belas
kutipan, aspek psikologi tingkah laku tokoh dengan jumlah tiga kutipan,
dan aspek psikologi sifat tokoh dengan jumlah dua puluh kutipan.
Penelitian terhadap novel Jalan Tak Ada Ujung juga pernah diteliti
oleh mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo dengan judul skripsinya
adalah “Patriotisme dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar
Lubis” yang ditulis Asni Alimun mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Negeri Gorontalo tahun 2014. Hasil dari penelitiannya adalah tokoh Hazil
dan Rachmat yang berani melemparkan bom pada para tentara Belanda,
dan Tuan Hamidy sebagai juragan beras yang menyumbangkan truknya
untuk kepentingan kemerdekaan. Para tokoh menggambarkan memiliki
sikap patriotisme. Sikap patriotisme yaitu rela berkorban, menempatkan
persatuan dan kesatuan, berjiwa pembaharu dan tidak kenal menyerah.
Penelitian lain terkait novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar
Lubis juga pernah dilakukan pada Tesis yang ditulis oleh Agus R. Sarjono
berjudul “Citra rumah dalam novel 'Jalan tak ada ujung' Mochtar Lubis
dan 'Keluarga Gerilya' Pramoedya Ananta Toer” Universitas Indonesia,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, tahun 2002. Hasil penelitiannya yaitu,
Rumah dalam KG bukan rumah yang baik. Buruknya rumah KG
disebabkan oleh perilaku dan sosok kaum tua keluarga Gerilya, yakni
kopral Paidjan (sang ayah) dan Amilah (Sang Ibu). Meskipun demikian,
peluang untuk menjadikan rumah keluarga gerilya sebagai rumah yang
baik dan membuat krasan masih terbuka di tangan kaum muda. Namun,
revolusi kemerdekaan membuat semua kaum muda keluarga gerilya
memilih untuk merelakan hancurnya rumah mereka demi rumah yang
lebih besar dan lebih mulia yakni nasion. Hal yang berbeda terjadi pada
JTU. Pada dasarnya rumah keluarga Guru Isa adalah rumah yang baik.
28
A. Biografi Pengarang
Mochtar Lubis, pengarang ternama ini dilahirkan pada 7 Maret
1922 di Padang. Setelah tamat HIS Sungai Penuh, Mochtar Lubis sekolah
ekonomi di Kayutanam pimpinan M. Syafei, di Kayutanam diajarkan pula
untuk mengembangkan bakat melukis, mematung, bermusik dan
sebagainya. Sejak zaman Jepang ia telah aktif dalam lapangan penerangan.
Ia turut mendirikan Kantor Berita ‘Antara’, kemudian mendirikan dan
memimpin Harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia
mendirikan majalah sastra Horison bersama kawan-kawannya. Pada waktu
pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir 9
tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966.
Selain sebagai wartawan, ia dikenal sebagai sastrawan. Mochtar
Lubis merupakan pengarang yang karya-karyanya harus dilihat dalam
hubungan dengan Angkatan 45. Cerita-cerita pendeknya dikumpulkan
dalam buku Si Jamal (1950) dan Perempuan (1956). Sedangkan novelnya
yang telah terbit: Tidak Ada Esok (1950), Jalan Tak Ada Ujung (1952)
yang mendapat hadiah sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan
Nasional (BMKN), Senja di Jakarta yang mula-mula terbit dalam bahasa
Inggris dengan judul Twilight in Jakarta (1963) dan terbit dalam bahasa
Melayu pada tahun 1964. Selain itu, romannya yang mendapat sambutan
luas dengan judul Harimau! Harimau! (Pustaka Jaya 1975) telah
mendapat hadiah dari Yayasan Buku Utama sebagai buku terbaik tahun
1975. Sedangkan Maut dan Cinta (Pustaka Jaya 1971) mendapat hadiah
Yayasan Jaya Raya.
Kadang-kadang ia pun menulis esai dengan nama samaran Savitri
dan juga menterjemahkan beberapa karya sastra asing seperti Tiga Cerita
dari Negeri Dollar (1950), Kisah-kisah dari Eropa (1952). Pada 1950 ia
29
30
B. Penghargaan
1. Bidang Pers
Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2004,
menganugerahkan bintang tanda jasa kepada tokoh pers Mochtar Lubis
(alm). Mochtar Lubis dinilai telah memberikan pengabdian luar biasa
kepada Negara. Tanda Bintang Mahaputera merupakan tanda jasa
tertinggi setelah Bintang Republik Indonesia. Ia diberi penghargaan
tidak dinilai berdasarkan pengabdiannya kepada pemerintah, tetapi
kepada negara.3
1
Mochtar Lubis. Jalan Tak Ada Ujung. (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.2003) h. 166-167
2
A. Teeuw. Sastra Baru Indonesia. Cet. 1 (Flores: Indonesia Nusa Indah, 1980) h.261
3
Harian Tempo, “Mochtar Lubis Dianugerahi Bintang Mahaputera”, edisi Minggu, 15
Agustus 2004.
31
2. Bidang Sastra
Mochtar Lubis terpilih sebagai sastrawan pertama penerima Hadiah
Sastra “Chairil Anwar” yang baru pertama kali diselenggarakan.
Hadiah ini merupakan penghargaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ),
bahkan sebagai pengakuan atas mutu karya-karyanya. Penyerahan
hadiah berlangsung dalam sebuah upacara yang dirancang khusus di
Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. 4
Menurut pihak DKJ, Mochtar Lubis terpilih sebagai orang pertama
penerima hadiah karena dua alasan. Alasan pertama adalah, totalitas
karya-karyanya telah sangat memperkaya khazanah sastra Indonesia.
Alasan kedua yaitu karya-karyanya secara khusus memuat realita
sosial, diwarnai dengan wawasan tentang manusia Indonesia dengan
berbagai dimensinya yang digambarkan cukup tajam dengan
penguasaan masalah hampir tanpa cacat.
Buku fiksinya Jalan Tak Ada Ujung meraih Hadiah Sastra BMKN,
disusul hadiah sama untuk Perempuan-Perempuan. Bukunya
Harimau-Harimau mendapat Hadiah Sastra Yayasan Buku Utama.
4
Kompas, “Hadiah Sastra Chairil Anwar untuk Sastrawan Mochtar Lubis”, edisi Sabtu, 15
Agustus 1992.
32
berani menulisnya,” tuturnya. “Itu sebabnya tak ada kita baca karya
fiksi yang menyoroti realita sosial semacam itu, yang bisa menciptakan
gambaran nyata tentang kondisi sosial budaya kita.” Sastrawan dan
wartawan terkemuka yang juga melukis ini, mengatakan berbagai
hambatan itu bukan kesalahan 25 tahun orde baru saja, tapi juga Orde
Lama selama 20 tahun. Keduanya melakukan hal serupa, misalnya
melarang berbagai buku.
Meski demikian, ia optimis sastra Indonesia modern tetap
berkembang dengan munculnya banyak pengarang baru yang berbakat.
Ia mengharapkan agar majalah sastra tidak lagi hanya sebuah yaitu
Horison saja, tetapi muncul berbagai majalah sastra yang terbit dari
berbagai kota seperti Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan
Ujungpandang. Dengan demikian walaupun baru merupakan “sastra
media masa” perkembangannya bisa dipercepat. “Bagaimana
pengarang muda bergairah kalau menunggu lebih dari satu tahun untuk
melihat karyanya terbit?” katanya.5
2. Hadiah Sastra
Menurut pihak Dewan Keseniasn Jakarta (DKJ), alasan pokok
penyelenggaraan hadiah sastra adalah bahwa sastra akan terus
memberi kontribusinya dalam kehidupan sosial, khususnya bagi
dinamika kehidupan intelektual. Mereka juga mengharap hadiah ini
menjadi semacam simbol, bahwa kehadiran sastra bermakna dan
penting dalam kehidupan sosial. Isma Savitri, ingin menyelenggarakan
hadiah sastra ini menjadi tradisi.
Sebelum ini DKJ memang pernah menyelenggarakan Hadiah
Sastra, tapi tidak rutin, dengan model memilih karya terbaik pada
tahun yang berjalan. Untuk membuat penyelenggaraan menjadi tradisi
bukan saja dibutuhkan dana, tapi juga aturan main termasuk kriteria
pemilihan yang lebih sempurna. Dengan demikian, kata Sawitri,
5
Ibid
33
6
Ibid
34
7
Harian Sinar Harapan, “Idealisme Bersastra dan Melawan Takut: Pelajaran dari Mochtar
Lubis”, edisi Sabtu, 14 Agustus 2004.
35
8
Pedoman Rakyat, 02 Februari 1984. “Pembicaraan Singkat Beberapa Karya Mochtar
Lubis”.
36
9
Harian Sinar Harapan, Loc.cit.
BAB IV
37
38
B. Analisis Objektif Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis
1. Tema
Tema dari novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis adalah
mengenai rasa takut tentang eksistensi sebagai manusia. Manusia
selalu ketakutan dalam hidupnya, takut terhadap banyak hal dan hal
tersebut juga dapat dilihat dengan jelas pada semboyan buku itu yang
dipetik dari Jules Romains yang terdapat pada halaman awal.
“Apakah yang harus kita punyai, agar kita bebas dari ketakutan?”
Dalam hal ini, rasa takut itu ialah rasa takut yang terdapat dalam
kehidupan Guru Isa, seorang guru biasa yang dengan tidak sepenuh
hati terpaksa turut serta dalam perjuangan rahasia menentang musuh-
musuh asing. Ketakutan yang dialami Guru Isa lantaran keadaan sosial
pada saat itu yang membuat ia terpaksa menahan rasa takutnya.
“Engkau tahu mengapa akau terima? Bukan karena semangat
revolusiku berapi-api, semangat cinta tanah airku berapi-api, aku
memang cinta tanah air, tetapi dalam darahku tidak ada atau belum
ada itu tradisi yang mendorong aku berkorban darah dan jiwa untuk
tanah air, untuk itu aku belum pernah hidup dalam tanah air yang
mesti dibela dengan darah, jadi jika ada orang berkata mempunyai
semangat seperti ini, maka itu semangat palsu dan dibikin-bikin.
Aku terima karena aku takut. Dan aku bertambah takut setelah
menerimanya.”1
1
Mochtar Lubis, Op. Cit, h.74
40
2
Ibid, h.153
3
Ibid, h. 20
4
Ibid, h.20
41
2. Alur
Alur dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis
adalah alur maju, atau dapat dikatakan alur yang menceritakan
rangkaian peristiwa kejadian yang akan datang.
a. Pengenalan Cerita
Pengenalan cerita dalam novel ini adalah diawali dengan
keterangan waktu yaitu pada Jakarta tahun 1946. Dalam
pengenalan cerita dalan novel JTAU sudah menggambarkan
kondisi Jakarta yang penuh ancaman.
“jalan-jalan kosong dan sepi. Beberapa orang bergegas lari dari
hujan. Dan lari dari ancaman yang telah lama memeluk seluruh
kota.”5
5
Ibid, h.1
6
Ibid, h.3
7
Ibid, h.3
42
yang tidak tentu arah, tidak peduli kepada siapa pun peluru yang
mereka hempaskan bersarang.
“Tiba-tiba suara gemuruh mengejutkan, orang berteriak, siaap!
Siaaapp! Dari arah Kebon Sirih dua buah truk penuh berisi
serdadu memakai topi masuk ke Gang Jaksa.”8
8
Ibid, h.5
9
Ibid, h.6
10
Ibid, h.6
43
Ketika itu terjadi pula penembakan dan kali ini serangan yang
dilakukan oleh serdadu Belanda tidak hanya lewat peluru-peluru
yang ditembaki tak tentu arah dari truk, mereka juga melakukan
penggeledahan ke dalam rumah.
“Hands up!” perintah serdadu Sikh dengan garang. Belum
sempat Guru Isa berdiri dan menaikkan tangannya, ketika pintu
belakang ditendang pula terbuka, dan tiga orang serdadu masuk.
Guru Isa berdiri mengangkat tangannya, dan dengan cepat
seorang serdadu menggeledah badannya. Isa tidak membawa
senjata, dan dia disuruh berdiri di tengah kamar.11
c. Komplikasi
Dalam tahapan ini konflik yang terjadi semakin tajam karena
berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap
tokoh. Di dalam novel JTAU tahap komplikasi terjadi ketika Guru
Isa mengenal Hazil seorang pemuda pemberani bersenjata pistol
dan mereka berteman karena keduanya memiliki selera musik yang
sama. Dari pertemanan mereka Hazil mengajak Guru Isa hadir
dalam rapat untuk berperang melawan kebengisan serdadu
Belanda yang selama ini mengancam kota. Hazil sudah resah dia
ingin segera membalaskan dendamnya dengan menyerang balik
serdadu Belanda.
“Tidak banyak yang diingatnya dari rapat yang penuh
bersemangat itu. Semua orang bersumpah berani mati dan berani
berkorban untuk kemerdekaan.”12
11
Ibid, h.11
12
Ibid, h.39
44
d. Klimaks
Klimaks pada novel ini adalah pada saat serdadu melakukan
penyerangan tanggal dua puluh satu. Hazil melakukan balas
dendam. Hazil, Rakhmat dan juga Guru Isa melaksanakan
pembalasan dari yang sudah mereka rencanakan. Mereka akan
melempar granat atau bom tangan ke bioskop Rex di Pasar Senen.
Di tempat itu terdapat beberapa serdadu Belanda, Hazil dan
Rakhmat pun melempar granat itu dan mengenai beberapa serdadu
Belanda.
“Mereka akan melempar granat tangan itu bersama-sama, dan
kemudian lari. Melempar granat ke tengah-tengah serdadu
Belanda yang berdesak-desak keluar dari bioskop.”14
13
Ibid, h.78
14
Ibid, h.129
15
Ibid, h.148
45
Tidak lama dari berita yang dibaca Guru Isa tentang pelaku
pelemparan granat yang tertangkap. Guru Isa dijemput oleh polisi
militer dan membawanya ke sebuah markas, Guru Isa pun sadar
mengapa ia dibawa, di sana ia diberikan banyak pertanyaan tentang
penyerangan-penyerangan yang dilakukannya bersama Hazil. dan
ditahan dalam sebuah ruangan, di ruangan tersebut ia melihat Hazil
dengan muka yang pucat, penuh bekas pukulan.
“Mulutnya telah pecah-pecah. Dua buah giginya atas telah
hilang. Dikeningnya luka besar yang mongering. Dan mukanya
pucat dan kurus. Matanya merah, urat-uratnya gembung
berdarah.” 16
16
Ibid, h.158
17
Ibid, h.160
18
Ibid, h.162
46
f. Penyelesaian
Tahap penyelesaian dalam novel ini adalah terlepasnya rasa
takut yang dimiliki oleh Guru Isa. Dia seperti telah belajar hidup
bersama rasa takut seolah-olah sepak-terjang musuhnya itu
merupakan pembebasan bagi dirinya, dan dia dibebaskan dari
penjara. Seperti pada kutipan berikut:
“Dan ketika Guru Isa mendengar derap sepatu datang ke pintu
kamar mereka, dia merasa damai dengan rasa takutnya yang
timbul. Dia tahu teror mereka tidak akan bisa menyentuhnya
lagi. Dia telah bebas.”20
19
Ibid, h.164
20
Ibid, h.165
21
Ibid, h.25
47
22
Ibid, h.39
23
Ibid, h. 28
48
Ketakutan yang dialami oleh Guru Isa tidak hanya saat Guru
Isa dalam keadaan sadar, saat dalam keadaan tertidur, istrinya
sering mendengar Guru Isa menjerit ketakutan.
“Dia tidak tahu bahwa aku sering mendengar dia menjerit
dalam mimpinya dan mengucapkan kata-kata yang
menunjukkan ketakutannya.”24
b. Fatimah
Fatimah adalah istri Guru Isa, Fatimah adalah orang yang
bersikap kasihan termasuk kepada suaminya sendiri, walau
hubungan Fatimah dan Guru Isa tidak lagi harmonis namun
Fatimah masih menghormati Guru Isa sebagai suaminya. Fatimah
selalu bersikap baik, walau sebenarnya dia tidak bahagia hidup
bersama Guru Isa.
“Dia amat benci dan sedih melihat sinar mata Fatimah yang
tiada mengandung kasih dan cinta. Hanya sinar mata seorang
asing yang merasa belas kasihan kepada orang lain. Tidak ada
lagi yang lain. Yang lebih dalam dan lebih mesra.”26
24
Ibid, h. 119
25
Ibid, h.124
26
Ibid, h.59
49
c. Hazil
Hazil adalah seorang pemuda pemberani, keras kepala dan
memiliki tekad yang kuat, Hazil juga digambarkan mempunyai
badan yang kurus dan perokok. Hazil adalah pemuda yang
27
Ibid, h.61
28
Ibid, h.118
50
Hazil juga memiliki rasa takut, hanya saja Hazil mampu untuk
melawan takutnya, dalam perjuangan dia bukanlah seseorang yang
ingin menuai pujian dari apa yang dilakukannya.
“Saya juga takut mana ada orang yang tidak takut? Tapi ini
perjuangan harus dijalankan. Karena pemberontakan terus biar
dibawa mati, adalah satu kemenangan. Musuh tidak bisa kuasai
selama-lamanya.”
29
Ibid, h. 20
30
Ibid, h. 49
31
Ibid, h. 30
51
32
Ibid, h. 143-144
33
Ibid, h. 80
52
h. Abdullah
Supir yang membawa truk Tuan Hamidi untuk mengantarkan
Guru Isa dan Hazil membawa senjata. Dullah tidak takut dan tidak
keberatan membantu mereka membawa senjata walau apa yang
dilakukannya itu berbahaya jika ketahuan oleh serdadu NICA.
“Engkau tahu kita mau bawa apa?”
Dullah tertawa menyeringai, hingga keluar giginya yang besar-
besar dan kuning kotor. Dia meludah ke jalan, memukul
tangannya ke setir, dan berkata, “Bawa apa saja, saya ikut pak!”
“Ini bisa berbahaya,” kata Hazil, “kita pergi mengambil senjata
dan membawanya ke Manggarai. Di sana kita sembunyikan dan
kemudian akan diselundupkan ke Karawang. Engkau masih
berani?”
Dullah berkata, “Kalau Bapak Guru dan Bapak berani mengapa
saya tidak berani?”40
Keberanian Abdullah membantu Hazil dalam menyeludupkan
senjata, secara tidak langsung menjadi seseorang yang ikut
membantu dan terlibat dalam revolusi.
i. Ontong, Kiran, dan Imam
Teman Hazil dan Rakhmat yang membantu menyembunyikan
senjata. Namun Ontong mempunyai sikap seperti algojo,
membunuh orang tanpa jelas alasannya, hanya karena Ontong
mengganggap orang yang dibunuh merupakan mata-mata.
Sedangkan Kiran dan Imam tidak banyak digambarkan tentang
mereka, mereka adalah pengikut Ontong yang menuruti perintah
Ontong.
“Ontong yang duduk di sebelah kiri Hazil adalah rupa buaya
Senen yang jika dibayangkan oleh Guru Isa haruslah berupa si
Ontong ini. Raut muka yang kasar, hampir persegi empat,
kening yang sempit, rambut yang lurus dan kasar seperti ijuk,
bibir yang tebal lonjong, dan mata yang merah berapi-api. Dia
hanya memakai celana katok hitam, dan kemeja seperti kemeja
kelasi berstrip-strip yang telah using. Pahanya yang besar dan
39
Ibid, h.11
40
Ibid, h.78
54
j. Kapten Muda
Sesampainya Guru Isa di markas polisi militer, dibawanya Guru
Isa kesebuah ruangan yang sudah ada kapten muda yag siap
memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai penyerangan di
bioskop rex. Kapten muda ini siap memberikan pukulan jika Guru
Isa tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.
“Kita sudah tahu semuanya,” katanya memberi ingat, suaranya
menajam dan mengandung ancaman, “kamu lebih baik
mengaku. Kawan yang sudah tertangkap telah mengakui
semuanya.”
4. Latar
a. Latar Waktu
1) September-Desember 1946
Pada tahun 1946 keadaan Kota Jakarta yang sedang
menghadapi ancaman dari NICA, penyerangan dan
penembakan gencar dilakukan oleh NICA.
“Jakarta. Bulan September 1946. Pagi. Tiga orang kanak-
kanak kecil sedang bermain-main di jalan Gang Jaksa.”44
“Melihat mereka lari, serdadu-serdadu di atas truk itu mulai
menembak. Letusan senapan dan sten mengoyak udara jalan
yang sunyi itu.”45
44
Ibid, h.2
45
Ibid, h.6
46
Ibid, h.4
47
Ibid,
56
48
Ibid, h.37
49
Ibid, h.38
50
Ibid, h.78
51
Ibid, h.27
57
2) Januari-April 1947
Pada awal tahun 1947, semakin banyak orang-orang yang
mengatasnamakan perjuangan tetapi mereka malah mencari
keuntungan untuk dirinya sendiri. Bahkan mereka juga
memeras sesama rakyat Indonesia yang sedang berjuang
membebaskan diri dari Belanda.
“Tapi perlahan-lahan aku lihat bertambah banyak orang yang
memakai perjuangan untuk kedok mencari untung bagi
dirinya sendiri. Banyak pula yang telah mulai memeras
rakyat, minta beras, sapi, uang. Dan kekejaman-kekejaman
yang berlaku.”53
52
Ibid, h.46
53
Ibid, h.97
54
Ibid, h.94
58
3) Pagi
Saat pagi hari, waktu saat banyak orang ingin menghirup
udara pagi dengan santai, tapi hal ini tidak terjadi karena
serdadu NICA menyerang tanpa mengenal waktu. Saat itu Mr.
Kamarudin ingin menikmati pagi dengan duduk di teras
rumahnya, menghirup udara pagi yang sejuk, tapi yang di dapat
55
Ibid, h.108
56
Ibid, h.100
59
4) Siang
Ketika Hazil, Guru Isa, dan Rakhmat hendak
menyelundupkan senjata untuk dibawa ke Karawang, mereka
mengatur siasat agar penyelundupan senjata ini berhasil,
mereka tidak melakukannya pada siang hari.
“Jika kita angkat terang-terang, siang-siang, maka tidak
seorang juga serdadu Inggris yang akan curiga kita membawa
mesiu,” tulis Hazil dalam suratnya.”59
5) Malam
Pada waktu malam hari, saat semua orang ingin melepaskan
penatnya dan menghilangkan lelahnya setelah sehari
57
Ibid, h.19
58
Ibid, h.102
59
Ibid, h.72
60
60
Ibid, h.63
61
Ibid, h.128-129
61
b. Latar Tempat
Jakarta, kota besar yang penuh ancaman dari serdadu NICA.
Kedatangan mereka menjadi ancaman bagi siapa saja yang tak
bersalah, serdadu NICA tidak mengenal ampun, di Jakarta, saat
waktu bermain bagi anak-anak pun, mereka bermain dengan penuh
ancaman penyerangan yang dilakukan oleh serdadu NICA.
“Jakarta. Bulan September 1946. Pagi. Tiga orang kanak-
kanak kecil sedang bermain-main di jalan Gang Jaksa.”62
“Melihat mereka lari, serdadu-serdadu di atas truk itu mulai
menembak. Letusan senapan dan sten mengoyak udara jalan
yang sunyi itu.”63
1) Kebon Sirih
Di jalan tidak luput dari serangan yang dilakukan oleh
serdadu NICA, penembakan yang dilakukan oleh serdadu itu
menewaskan satu anak kecil yang sedang bermain layang-
layang.
“Kebon Sirih ketika orang mulai berteriak siap. Dengan
tidak berpikir mereka melompat, hendak lari masuk ke
pekarangan rumah di tepi jalan. Melihat mereka lari, serdadu-
serdadu di atas truk itu mulai menembak.”64
“Seorang mengangkat anak kecil yang kena tembak itu dan
membaringkannya di atas pinggir jalan. Benang layang-
layangnya masih tergenggam dalam tangannya yang kecil
dan kotor itu. Dia tidak bergerak-gerak lagi.”65
62
Ibid, h.2
63
Ibid, h.6
64
Ibid, h.6
65
Ibid, h.7
62
2) Tanah Tinggi
Menjadi salah satu tempat yang diserang oleh serdadu NICA.
3) Gang Jaksa
Tempat penyerangan yang dilakukan oleh NICA.
“Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah
kesunyian pagi Guru Isa sedang berjalan kaki menuju
sekolahnya di Tanah Abang.”68
66
Ibid, h.3
67
Ibid, h.4
68
Ibid, h.5
69
Ibid, h.7
70
Ibid, h.8
63
6) Tanah Abang
Tempat Guru Isa menjual buku tulis yang ada di sekolah. Hal
ini dia lakukan karena untuk mendapatkan uang,
memberikannya kepada Fatimah untuk biaya makan sehari-
hari.
“Setelah menjual buku tulis kepada warung Tionhoa di Pasar
Tanah Abang, Guru Isa bergegas pulang.”71
7) Sekolah
Selama penyerangan yang dilakukan oleh serdadu NICA,
Guru Isa selalu mendapati sekolah tempat ia mengajar sepi,
tidak ada murid yang datang, teman-teman sesama guru pun
lekas pulang.
“Guru Isa memejamkan telinganya. Sekolah itu sepi. Guru-
guru lain sudah pulang. Dia merasa kepalanya agak
pening.”72
8) Di Kelas
Saat Guru Isa masuk ke dalam kelas, ia mendapati kelas
kosong tidak ada satu murid pun yang masuk, hal ini terjadi
karena serdadu NICA sering kali melakukan penyerangan.
“Langkahnya agak tegap, ketika dia masuk ke dalam kelas.
Seakan-akan kelas itu tidak kosong, tetapi penuh dengan
murid-murid yang menunggu kedatangannya. Perasaannya
yang segar itu tidak berkurang melihat kelas yang kosong dan
sepi.”73
71
Ibid, h.99
72
Ibid, h.23
73
Ibid, h.25
64
12) Manggarai
Setelah mengambil senjata di Asam Reges kemudian mereka
menaruhnya kembali di rumah seorang kawan di Manggarai,
dari situ akan dibawa dengan kereta menuju Karawang Bekasi.
“Truk disuruh berhenti oleh Hazil di sebuah rumah di jalan
samping di belakang tempat pemandian Manggarai.”79
74
Ibid, h.3
75
Ibid, h.3
76
Ibid, h.39
77
Ibid, h.72
78
Ibid, h.77
79
Ibid, h.86
65
13) Karet
Tempat serdadu NICA melakukan penyerangan tidak hanya
kepada rakyat biasa, namun juga kepada polisi.
“Engkau ingat serbuan NICA ke dalam pos pilisi di Karet?
Aku ada di sana. Semua polisi yang dalam pos itu habis
ditembak dan dipancung.”80
15) Restoran
Tempat Hazil, Rakhmat, dan Guru Isa menunggu untuk
melancarkan aksinya di bioskop Rex.
“Guru Isa telah lama merasa perutnya dingin. Dia ingin dia
seribu kilo meter jauhnya dari restoran itu, dan dari bioskop
Rex.”82
80
Ibid, h.92
81
Ibid, h.113
82
Ibid,
66
83
Ibid, h.128
84
Ibid, h.129
85
Ibid, h.155
86
Ibid, h.157
67
c. Latar Sosial
Latar sosial pada novel ini adalah keadaan sosial yang
menunjukkan kondisi pada waktu itu harga sembako yaitu beras
87
Nurgiyantoro, op. cit., h.308
88
George McTurnan Kahin. loc.cit.
68
yang makin mahal untuk dibeli oleh rakyat, bukan hanya itu
beraspun susah untuk di dapat. Seperti pada kutipan berikut.
“Kasih saya beras dua liter,” katanya pada anak Baba Tan yang
menjaga warung. Anak itu membungkus beras dua liter dan
diletakkannya di atas meja di depan perempuan itu.
“Enam rupiah!”
“Ah, naik lagi. Kemaren dulu juga seringgit,” bantah perempuan
itu.
“Beras susah masuk sekarang,” anak itu membela harganya.89
89
Lubis, op.cit, h.5
90
Ibid, h.39
69
5. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya.
Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa,
tempat, waktu dengan gayanya sendiri.92 Sudut pandang novel ini
adalah orang ketiga serba tahu. Mochtar Lubis sebagai pengarang
berada di luar cerita tetapi mengetahui semua yang ada dalam novel
ini, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, dan
tindakan. Seperti contoh berikut:
“Sebenarnya dia tidak suka dan amat enggan hadir. Tidak ada
dalam jiwanya kegembiraan membicarakan cara-cara mengawal
kampung pada malam hari, mengatur siasat pembelaan, dan
sebagainya. Melihat anak-anak muda itu membawa pistol timbul
rasa kecut hatinya. Tetapi, bagaimana dia akan menolak? Jika
ditolaknya, dia akan disyak dan dimusuhi orang sekampung. Lebih
hebat dia mungkin dituduh mata-mata musuh.”93
91
Ibid, h.82
92
Nurgiyantoro, op. cit., hlm 151
93
Lubis. op.cit. h.38
70
6. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam novel JTAU karya Mochtar Lubis
adalah bahasa keseharian. Tidak banyak kata atau kaliamat-kalimat
yang menggunakan perumpamaan atau bahasa yang indah dalam setiap
dialog atau saat mendeskripsikan keadaan. Penggunaan perumpamaan
lebih tepatnya dalah penggunaan majas personifikasi terdapat di
dalamnya saat menggambarkan kekhawatiran yang dirasakan Guru Isa.
Seperti pada kutipan berikut:
“Kemudian dia sadar, bahwa suara berisik-bisik yang didengarnya
hanyalah desau angin dan nangka yang bergeser-geser dihembus
angin”95
94
Ibid, h.129
95
Ibid, h.142
71
7. Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah selama kita
memiliki sebuah keinginan, cita-cita, ataupun sebuah pengharapan
selama itu pula terdapat jalan yang harus dilalui walau tidak mudah,
tetap harus yakin bahwa kita akan mendapatkan hasil dari apa yang
kita perjuangkan. Jangan biarkan rasa takut menghentikan kita dalam
sebuah perjuangan, karena rasa takut yang muncul bukan hanya faktor
yang sedang terjadi tetapi juga rasa takut itu mucul dari dalam diri
kita. Bahwa setiap orang memiliki rasa takutnya masing-masing,
hanya bagaimana caranya kita dapat mengatasi ketakutan yang hadir
dalam diri sendiri dan melawannya, mengatasi dengan melakukan
yang terbaik sebisa yang dapat kita lakukan. Seperti pada kutipan
berikut:
“Manusia mesti belajar menguasai ketakutannya. Merasa takut
adalah satu perasaan yang sehat, dan kerja kita adalah melawan
rasa takut.”98
96
Ibid, h.6
97
Ibid, h.19
98
Ibid, h.120
72
C. Analisis Latar dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar
Lubis
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal itu
penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan
suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Latar juga
mempunyai hubungan dengan unsur novel yang lain.
1. Hubungan dengan Tema
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan
yang diciptakan.99
Kaitan tema dengan latar tempat yaitu Kota Jakarta yang diliputi
ancaman penyerangan dan penyerbuan yang dilakukan oleh serdadu
Belanda pada tahun 1946-1947. Rasa takut dialami oleh Guru Saleh
dan juga Tuan Hamidi.
“Saya maksud mau pindah saja ke Purwakarta. Sama orang tua.
Tidak tahan terus-terus begini. Saban malam tidak bisa tidur.
Sebentar-sebentar geledahan.”100
“Is, engkau tahu, Tuan Hamidi di sebelah telah pergi mengungsi ke
Yogya. Hanya tinggal pamannya yang menjaga rumah.”101
2. Hubungan Penokohan
Latar yang dimaksudkan adalah tempat dan suasana lingkungan
yang mewarnai peristiwa. Ke dalamnya tercakup lokasi peristiwa,
suasana lokasi, sosial budaya setempat, dan bahkan suasana hati
tokoh. Yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara latar dengan
peran yang dimainkan oleh tokoh.102 Karakter seseorang akan
dibentuk oleh keadaan latarnya. Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung
berlatarkan cerita pada saat awal revolusi yaitu tepatnya pada tahun
1946-1947, di mana serdadu Belanda atau lebih dikenal dengan NICA
menjadi ancaman di Jakarta, novel ini yang lebih mendominasi adalah
tokoh Guru Isa dan Hazil, mereka memiliki karakter yang berbeda.
Guru Isa seorang yang menginginkan ketenangan. Hazil, pemuda yang
pemberontak dan memiliki semangat untuk perjuangan yang
dipilihnya.
“Melihat anak-anak muda itu membawa pistol tumbuh rasa kecut
hatinya. Tetapi bagaimana ia akan menolak? Jika ditolaknya, dia
akan disyak dan dimusuhi orang sekampung. Lebih hebat dia
mungkin dituduh mata-mata musuh.”103
102
Atmazaki. loc. cit,
103
Lubis, op. cit, h.38
74
tidak tahu. Tetapi kalau tidak ikut, engkau tahu apa akan kata
orang.”
“Tidak perlu engkau takut, Is,” kata Fatimah membalas, “bukankah
semua orang ikut? Kalau engkau tidak ikut, jangan-jangan nanti
kita di cap mata-mata musuh lagi. Engkau tahu betapa mudahnya
orang dipotong kerena soal yang bukan-bukan saja.”104
Karakter Guru Isa selain berkaitan dengan latar cerita yang terjadi
pada novel JTAU, juga berkaitan dengan profesinya sebagai seorang
Guru. Pendidikan dan tugas Guru menyebabkan ia mengutamakan
sikap-sikap tertentu. Misalnya, Guru Isa mengutamakan pengajaran
yang lemah lembut. Ia mesti mengutamakan pendidikan ke arah
kebaikan, sehingga pembunuhan binatang pun akan dianggap kejam
olehnya.
“Engkau lihat, aku seorang Guru. Aku tidak suka pada kekerasan.
Semenjak dahulu aku tidak pernah ikut berkelahi. Aku benci
berkelahi. Aku anggap berkelahi pekerjaan kasar dan orang biadab.
Tetapi mereka pilih aku menjadi salah seorang pemimpin.” 105
104
Ibid, h.39
105
Ibid, h.73
75
Aku terima karena aku takut. Dan aku bertambah takut setelah
menerimanya.”106
Di satu sisi yang lain profesi Guru Isa dapat menguntungkan bagi
organisasi yang dipelopori oleh Hazil. Profesinya sebagai guru
memungkinkan gerak-gerik yang dilakukan Guru Isa dalam
perjuangan melawan Belanda tidaklah diketahui atau dicurigai.
“Dia ikut jadi anggota jaga kampung. Malahan karena
kedudukannya sebagai guru, maka dia menjadi wakil ketua panitia
keamanan rakyat di kampungnya, dan menjadi penasehat Badan
Keamanan Rakyat, lebih terkenal dengan nama BKR.”107
“Alangkah terkejutnya dia, ketika dia terpilih menjadi kurir,
pengantar senjata dan surat-surat di dalam kota Jakarta. Alasan-
alasan pemuda-pemuda itu ialah, karena dia guru sekolah, maka
orang tidak akan curiga padanya.”108
106
Ibid, h.74
107
Ibid, h.27
108
Ibid, h.39
109
Ibid, h.20
110
Ibid, h.46
76
111
Ibid, h.47
112
Ibid, h.78
113
Ibid, h.131
77
114
Jacob Sumardjo. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. (Bandung: Alumni, 1999)
h.41
115
Lubis. op.cit, h.122
78
Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Dalam novel ini keadaan
ekonomi yang karut marut sesuai dengan keadaan kondisi ekonomi
masyarakat pada saat itu, yang tejadi adalah kekurangan akan
kebutuhan pokok mengakibatkan barang susah didapat seperti halnya
beras dan mengalami lonjakan harga yang tinggi. Seperti pada kutipan
berikut;
“Kasih saya beras dua liter,” katanya pada anak Baba Tan yang
menjaga warung.
“Enam rupiah!”
“Ah, naik lagi. Kemaren dulu juga seringgit.” Bantah perempuan
itu.
“Beras susah masuk sekarang.”118
Keadaan sulit seperti itu juga dirasakan oleh Guru Isa yang
merupakan seorang guru namun gajinya tidak cukup untuk untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Belum lagi setiap hendak berangkat
118
Lubis. Op.Cit, h. 5
119
Ibid, h.66
120
Ibid, h.5
80
121
Ibid, h.65
81
122
Ibid, h.68-69
82
127
Kahin, Op.Cit., h.278-279
84
dijabarkan oleh guru menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang hasil
pencapaiannya akan menghasilkan berbagai aspek unit pengajaran yang
menyarankan aktivitas siswa.128
Mengekspresikan karya sastra dengan demikian berarti menanggapi
sastra dengan kemampuan afektif yang di satu pihak peka terhadap nilai-
nilai yang dikandung karya yang bersangkutan, baik yang tersurat maupun
yang tersirat. Di lain pihak, kepekaan tanggapan tersebut berupaya
memahami nilai yang diperoleh dari bacaan dengan konteks
persoalannya.129
Pembelajaran apresiasi karya sastra, khususnya pada novel berfungsi
sebagai cara memotivasi siswa agar dapat belajar secara optimal.
Penggunaan novel JTAU sebagai bahan pembelajaran menarik siswa untuk
mengetahui keadaan sejarah pada masa setelah kemerdekaan. Siswa
diharapkan agar dapat lebih tertarik untuk mengembangkan daya
imajinasinya dengan bahan pembelajaran karya sastra bernuansa sejarah
yang belum diketahui sebelumnya, terlebih lagi siswa dapat mengkaitkan
latar pada novel JTAU dengan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa itu. Dari segi latar waktu, tempat dan juga latar sosial pada
novel JTAU menceritakan tentang keadaan masyarakat pada tahun 1946-
1947, tidak hanya itu dalam kurun waktu yang terdapat dalam novel JTAU
mereka juga mendapatkan semangat dalam mempertahankan kemerdekaan
yang sudah didapat Indonesia namun Belanda atau NICA datang kembali
dan melakukan penyerangan terhadap rakyat sipil. Dalam proses
mengapresiasi sastra siswa akan mengetahui bahwa karya sastra bukan
hanya karya rekaan atau fiksi yang dibuat, tetapi juga dapat berisikan
informasi sejarah atau merefleksikan berdasarkan zaman sastra itu dibuat.
Hakikat pengajaran ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai
yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati
128
Mukhsin Ahmadi. Strategi Belajar-Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi
Sastra. (Malang: Yayasan Asah Asuh Asih, 1990) h.87-88
129
Bambang Kaswanti Purwo. Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa. (Yogyakarta: Kanisius, 1991) h.
58
85
130
Ibid, h.61
86
PENUTUP
A. Simpulan
Dari sejumlah uraian yang dilakukan oleh penulis, mengenai latar atau
setting dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis dan
pemanfaatannya sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah
Menengah Atas (SMA), maka dapat disimpulkan:
1. Novel Jalan Tak Ada Ujung (JTAU) karya Mochtar Lubis berhasil
merefleksikan zaman revolusi melalui latar atau setting pada tahun
1946-1947, pada saat itu adalah masa kembalinya Belanda atau NICA
yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah Indonesia merdeka.
Novel JTAU dapat dikatakan sebagai dokumen sejarah bangsa
Indonesia berupa karya sastra, pada saat itu latar atau setting yang
terdapat dalam novel memaparkan banyak tentang peristiwa yang
terjadi di berbagai tempat dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun
saat keberadaan NICA di Indonesia, tidak hanya itu dalam novel JTAU
juga menjelaskan latar sosial berupa keadaan ekonomi dan politik pada
saat kembalinya Belanda ke Indonesia. Pada saat itu pergerakan
nasional dilakukan oleh kaum muda untuk memberontak dan melawan
serdadu NICA, para kaum revolusioner pada saat itu membentuk
kelompok perlawanan dengan mendirikan sebuah organisasi. Bentuk
perlawanan lainnya adalah dengan berjuang melawan serdadu NICA
dengan aksi penyerangan yang dilakukan kaum revolusioner pada
masa itu.
2. Karya sastra sebagai salah satu bahan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia memiliki peran yang cukup besar dalam menyampaikan
pesan atau amanat yang ingin disampaikan penulisnya kepada
pembaca. Amanat itu antara lain, semangat perjuangan nasional
terhadap bangsa dan Negara kepada peserta didik. Salah satu
87
88
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka ada beberapa saran
yang penulis ajukan:
1. Penelitian yang membahas tentang latar atau setting yang terdapat
dalam novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu penelitian-penelitian yang mengangkat
masalah serupa masih perlu dilakukan. Pernyataan tersebut berkaitkan
dengan esensi penelitian yang pada hakekatnya adalah suatu
penyempurnaan yang bersifat melengkapi penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.
2. Guru diharapkan tuntas dalam menyampaikan teori mengenai analisis
unsur intrinsik karya sastra, karena pembahasan mengenai karya sastra
tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur pembentuknya.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006.
Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra, terj. Ida Sundari Husen. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 2005.
Hardjana, Andre. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. 1983.
Harian Sinar Harapan. “Idealisme Bersastra dan Melawan Takut: Pelajaran dari
Mochtar Lubis”. Edisi Sabtu, 14 Agustus 2004.
Luxemburg, Jan Van dkk. Pengantar Ilmu Sastra. Terj. Dick Hartoko. Jakarta:
Gramedia. 1996.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009.
89
90
Stanton, Robert. Teori Fiksi. Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Sugihastuti. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Teeuw, A. Sastra Baru Indonesia. Cet. 1. Flores: Indonesia Nusa Indah. 1980.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
A. Standar kompetensi
6. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan.
B. Kompetensi dasar
6.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Indonesia/novel terjemahan.
C. Indikator KD
1. Siswa mampu menganalisis unsur-unsur intrinsik (alur, tema, penokohan,
sudut pandang, gaya bahasa, latar, dan amanat) novel Jalan Tak Ada Ujung
karya Mochtar Lubis
2. Siswa mampu memahami latar yang terjadi dalam cerita pada novel Jalan Tak
Ada Ujung karya Mochtar Lubis dan mengkaitkan peristiwa yang terjadi pada
tahun 1946-1947.
3. Siswa mampu mengkaitkan latar yang terdapat dalam novel dengan peristiwa
yang benar terjadi dalam sejarah Indonesia.
D. Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu menganalisis unsur-unsur intrinsic dan mampu memahami latar
yang terjadi pada cerita dalam novel JTAU dan mengetahui apa saja peristiwa
yang terjadi pada latar waktu novel tersebut.
E. Target Penanaman Karakter
Dapat dipercaya (Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian (Respect)
Tekun (Diligence)
Tanggung jawab (Responsibility)
Berani (Courage)
Percaya diri (Self-Confident)
Santun (Polite)
E. Materi Pembelajaran
Memahami novel dan unsur-unsur yang terdapat dalam novel.
F. Metode Pembelajaran
1. Metode : Ceramah, diskusi, tanya jawab dan penugasan.
2. Strategi : observasi, eksplorasi, dan implementasi.
G. Langkah-langkah Pembelajaran
Pertemuan 1
Tahap Kegiatan Waktu
(menit)
Kegiatan Guru memberi salam dan memeriksa kesiapan
Awal kelas.
Guru menjelaskan materi yang akan dibahas dan
tujuannya. 10’
Guru memberikan apersepsi.
Guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok.
Kegiatan Guru menjelaskan tentang novel Indonesia
Inti Guru menjelaskan tentang unsur intrinsik novel 55’
dan mengklasifikasikan latar yang terdapat dalam
novel.
Guru dan siswa bertanya jawab mengenai unsur
intrinsik novel dan klasifikasikan latar yang
terdapat dalam novel
Guru memberikan contoh penggalan novel untuk
dianalisis unsur-unsur intrinsiknya
Guru menjelaskan cara mengklasifikasikan latar
yang terdapat dalam novel.
Siswa secara berkelompok membaca novel
kemudian menentukan unsur intrinsik dan latar
yang terdapat dalam novel.
Guru menugaskan kepada siswa secara
berkelompok untuk menganalisis unsur-unsur
intrinsik dan latar yang terdapat dalam novel Jalan
Tak Ada Ujung.
Guru memberikan novel Jalan Tak Ada Ujung
untuk tugas kelompok.
Perwakilan kelompok menyampaikan hasil kerja
kelompoknya.
Guru memberi penguatan terhadap hasil kerja
yang disampaikan siswa.
Kegiatan Siswa dan guru membuat kesimpulan akhir materi
Akhir hari ini
Guru menindaklanjuti pelajaran pada pertemuan
berikutnya. 10’
Guru menyampaikan salam penutup
Guru dan siswa merancang pembelajaran yang
akan datang.
Pertemuan 2
Kegiatan Waktu
Kegiatan Guru memberi salam dan memeriksa kesiapan 10’
Awal kelas
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai
Guru dan siswa bertanya jawab tentang tugas
kelompok yang diberikan pada pertemuan
sebelumnya
Kegiatan Siswa berkelompok mendiskusikan tugas 55’
Inti rumahnya dengan bimbingan guru
Guru mengarahkan proses diskusi
Masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil tugas rumahnya secara bergantian
Kelompok lain memberikan tanggapan tentang
hasil analisis dari kelompok lain
Seluruh siswa bertanya jawab mengenai hasil
analisis
Kegiatan Guru memberikan penilaian 15’
Penutup Siswa dan guru membuat kesimpulan akhir materi
hari ini
Guru menyampaikan salam penutup
H. Sumber Belajar/ Alat/ Bahan
1. Buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas XI
2. Novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis
3. Sumber lain yang mendukung, seperti buku, majalah, artikel dll.
I. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian
Indikator Teknik Bentuk Instrumen
Instrumen
1. Siswa menganalisis unsur- 1. Bacalah novel
unsur intrinsik novel Tes Penugasan Jalan Tak Ada
2. Siswa dapat Tertulis Ujung, kemudian
mengidentifikasi latar atau menganalisis
setting yang terdapat dalam unsur intrinsik
novel 2. Kemukakan latar
3. Mampu mengkaitkan yang terdapat
peristiwa yang benar-benar dalam novel
terjadi berdasarkan latar 3. Mengkaitkan
waktu pada novel latar dengan
peristiwa sejarah
yang benar terjadi
3. Peristiwa apa saja yang terdapat dalam novel yang sesuai dengan peristiwa
sejarah!
No. Aspek Skor
1. Tepat dan disertai kutipan 5
2. Tepat dan tidak disertai kutipan 4
3. Kurang tepat dan disertai kutipan 3
4. Kurang tepat dan tidak disertai kutipan 2
Kepada Yth.
Ahmad Bahtiar, M. Hum
Pembimbing Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Bimbingan skripsi ini diharapkan setesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang
selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat.perpanjangan.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Ketua Jurusan
. Buhuru dan Sastraj nesla
\
Tembusan:
1. Dekan FITK
2. Mahasiswa ybs
l
lr
f;.'r
6.
In'
V
LEMBAR UJI RDFERENSI
i:
it
ls
Seluruh referensi yang digsnakan dalam penelitian slaipsi berjudul "Analisis
Latar dalm Novel Jalan Tak Ada (IjungKarya Mochar Lubis serta lmplikasinya
terhadap Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolatr Menengah Atas (SMA)" yang
disusun oleh HARDIYANI WINDARI, NIM 11il013000084, Jurusan
Perdidikan Bahasa dan Sastra Indonesiq Fakultas Ihnu Tarbiyah dan Kegrruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah disetujui
kebenarannya oleh dosen pembimbing skrip'si pada selasa, 15 September 2015.
DosenPembimbing
I
!::.
/(L^
.: t.
ii,
"i
t
/ t(, 'l
Ahmad Bahtiar. M.Hum.
NIP. 19760118 200912 I 002
I
!
:" $'
' Daftar Referensi
3.
1:^i^L f,r.^l^
\JA.J.III
Marwati Djoened
r,JtlrVvrtraJ/ rT)-^^^
MA.rr4 rT-.:-,^-^:+-, nn ra
rv!D, /-WLJ.
Poesponegoro
ano 11r
JVA.J IJ
1
dan Nugroho Notosusanto. Sejamh 96
Nasionai lncionesia t/l. (Jakarta:
Balai Pustaka, 2008)
i.
,+
9. Henry Guntur Tarigan. Prinsip-
Prinsip Dasar Sastra, Bandung: 12s &,164-t69
Angkasa,2011.
/-,
10, Wahyudi Siswanto. Pengantar 92, 142,151, 159-159
Teori Sastra. Jakarta: PT. & t6t
Grasindo,2008.
A
11. Jan Yan Luxqmburg, dkk.
Pengantar llmu Sastra. Terj. Dick
12.
Hartoko. Jakarta: Gramedia" 1996.
I?
Apresiasi Prosa. Surakarta: Yuma
Pustaka.2010.
4
R.obert Stanton, Tccri Fihc;, teq.
Sugihastuti dan Rossi Abi Al 33 & 53-54
Irsyad. Yogyakarta:
Pelajar,20A7.
Pustaka
fr
t4. Atmazaki. Ilmu Sastra: Teori dan
Terapan. Padang: Angkasa Raya, 62
1990.
E
15. Furqonul Aziez dan Abdul Hasim,
Mengonalisis Fiksi: Sebuah 74
Pengantar. Bogor:
Indonesia,20i0.
Ghalia
E
16. Heru Kurniawan, Tenri, Metode,
dan Aplikasi Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: Graha llmu, 20 I 2.
3& t1
E
17. Andre Hardjana. Kritik Sastra.
Sebuah Pengantar. Jakarta 78
Gramedia, 1983.
A
18. Nyoman Khuta Ratna, Paradigma
Sos i ol ogi Sastr a, Yogyakarta: I
Pustaka Pelaiar. 20A9. cet.Il.
:F
ii
i
s
f.
t
rD
i 19. Suwardi Endraswara, Metadologi
ti Penelrtian Sastra. Yogyakarta: 77-79
CAPS.2OI3,
A
20. Nyoman Khuta Ratna, Teori,
Metode, dan Telmik Penelitian 339-340
Sastra, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2009. A
21. Mochtar Lubis. Jhlan Tak Ada 1-8, 11, lg-20,23,25,
Wmg Jakarta:Yayasan Obor 27-28,30,37-39,46-
lndonesia.2003. 47,59,61,65-66,69-
69,73-74,7',1,79,79,
80 82 86 e? 94 e7
99, 100, 102, 106, ,4
107, 109, 113, 119,
l22,l2g-129, 131,
'14? 14R 1{r 1{{
157, 164-165, 166-
t 167
A. Teeuw Sastra Baru Indonesia.
I
22.
(aat 1
\-/vL. r, Itrl^-^^.
lvrvD, f-,{^-^^:^
itriJiJiiusiai IrL,^^
i.tUsA 141I
/,w
Indah, 1980.
./.). l-{tgiau
,rq, turt tT^*^^
etttpu. "\l[^^L+^o
rVlvvttai'a T.rLi-
iJijuis t
4
I
Dianugerahi Bintang Mahaputera",
edisi Minggu, 15 Agustus 2004.
[*
fi
ff'n
E
Ic
t,r
g5
I
t
26. Pedoman Rakyat. " Pembicaraan
laL Singkat Beberapa Karya Fiksi I
h
Mochtar Lubis". Edisi 02 Februari
i
::
I
1984. A
27. Jacob Sumardio. Konteks Sosial
Novel Indonesia
Bandung: Alumni, 1999.
1920-1977. 4t
A
28 M.C. Ricklefs. Sejarah Indonesia
Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, I 995.
338
A
29. M,:khsin Alumadi. St"at egi Be I aj ar-
Me ngaj ar K e t eramp i I an B erb ahas a
dan Apresiasi Sastra. Malang:
Yayasan Asah Asuh Asih, 1990.
57-58
h
I
1
Kas'wanti Pui**o (ed). Bulir-Bulir
Sastra dan Bahasa. Yogyakartra:
Kanisius, 1991.
\
PROFIL PENULIS