Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

ILMU TERNAK PERAH

OLEH

Nama : Darussalam
Stambuk : I111 11 014
Kelompok : I (Satu)
Gelombang : II (Dua)
Asisten : Al Yuwardy A.K Yusuf

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan protein hewani nasional Indonesia dari tahun ke tahun terus

meningkatpesat. Rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia saat ini

baru 4,19 gr/kapita/ hari sedangkan standar kecukupan konsumsi protein hewani

masyarakat Indonesia menurut FAO adalah 6 gr/ kapita/ hari.

Konsumsi susu nasional Indonesia sampai saat ini belum dapat dipenuhi

melaluiproduksi dalam negeri, sebagai akibat lambannya perkembangan

agribisnis sapi perah.Kebutuhan susu secara nasional mencapai 4,5 juta

liter/hari, namun produksi susu saatini baru memenuhi 30% (1.350.000 juta

liter/hari) dari kebutuhan manusia danselebihnya 70% di impor dari luar negeri

Usaha ternak perah merupakan suatu kegiatan agribisnis karena

mencakup penyediaanbahan baku susu. Susu hasil dari pemerahan ternak

terutama dari sapi perah merupakansalah satu sumber pangan yang bergizi,

karena didalamnya terkandung zat-zat gizi yanglengkap yaitu protein, lemak,

vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan untukpertumbuhan serta

perkembangan tubuh.

Produksisusu dapat ditingkatkan dengan adanya manajemen yang baik

dalam usahapeternakan sapi perah, salah satu usaha yang dilakukan adalah

dengan pemberianpakan yang baik.Hal inilah yang melatarbelakangi

dilaksanakannya praktek lapang ilmu ternak perah di kabupaten Enrekang.

2
Rumusan Masalah

Adapun masalah yang kami temukan dalam Praktek Lapang Ilmu

Ternak Perah ini adalah sebagai berikut:

1. Masih kurangnya kesadaran masayarakat Sulawesi Selatan khususnya di

Kabupaten Enrekang untuk memanfaatkan sumber daya alam dalam

mengelola suatu usaha.

2. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memperhatikan perkembangan

peternakan rakyat sapi perah di Kabupaten Enrekang.

3. Sistem produksi untuk pemasaran hasil olahan susu sapi perah di Kabupaten

Enrekang masih tradisional.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah adalah untuk

mengetahui bentuk aspek hukum, aspek teknis dan produksi, aspek organisasi

dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha pada Usaha Peternakan

Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.

Kegunaan diadakannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu agar

kita dapat membandingkan antara teori yang didapatkan di perkuliahan dengan

Kelayakan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bangsa – Bangsa Sapi Perah

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada

dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi

yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok

dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal

dengan Bos Taurus(Anonima, 2010).

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi

Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat

Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red

Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia)(Anonima,2010).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah

yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah

Friesien Holstein(Anonima,2010).

Adapun Bangsa-Bangsa Sapi Perah yaitu(Anonima, 2010) :

 Menurut Asal-Usulnya, dari daerah:

a. Tropis : Sapi Sahiwal, Sapi Red Sindhi, Sapi Australian Milking Zebu

(AMZ), dan lain-lain.

b. Subtropis : Sapi Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Jersey, Sapi

Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Ayrshire, Sapi Milking Shorthorn, dan

lain-lain.

4
 Menurut Kemurniannya/Keasliannya, terbagi atas:

a. Pure Bread (Bangsa Asli/Murni) : Sapi Friesian Holland (FH), Sapi

Guernsey, Sapi Brown Swiss, Sapi Milking Shorthorn, dan sebagainya.

b. Silangan : Sapi Friesian Holland Grati (FH Grati), Sapi Jersey, Sapi

Ayrshire, Sapi Australian Milking Zebu (AMZ), dan sebagainya.

1. SapiSahiwal

Gambar 1. Sapi Sahiwal

Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini merupakan tipe perah dari

tropis yang terbaik didaerah asalnya. Kriteria sapi tersebut sebagai tersebut

(Anonima, 2010) :

 Potongan atau bentuk tubuh berat dan Kaki pendek.

 Warnanya kemerahan atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih.

 Persentase lemaknya 3,7%,

 Bulunya sangat halus, Ambing besar dan kadang-kadang bergantung

2. SapiRed Sindhi

Gambar 2.Sapi Red Sindhi

5
Sapi ini berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan

Sahiwal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil dengan kriteria sebagai

berikut(Anonima, 2010) :

 Bobot sapi betina dewasa 300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg.

 Bobot anak sapi betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan baru lahir 21-24

kg.

 Produksi rata-rata untuk satu masa laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per

hari.

 Kadar lemaknya 4,9%.

3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)

Gambar 3. Sapi Fries Holland (Holstein Friesian)

Sapi Friesian Holland sering dikenal dengan nama Friesien Irgistein

atau disingkat FH. Sapi ini berasal dari negara Belanda Utara. Tanda-tandanya

warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk

segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk pendek

serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa(Anonima, 2010).

Sifat sapi ini jinak dan tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak

tahan terhadap panas, tetapi lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan,

tetapi untuk sapi jantan biasanya menunjukkan sifat nakal dan agak ganas,

karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, bangsa sapi ini mudah

6
ditemui diseluruh penjuru dunia (Anonima, 2010).Adapun kriteria sapi FH

adalah sebagai berikut (Anonima, 2010):

 Bobot badan Ideal sapi FH betina dewasa seitar 682 kg dan jantan dewasa

sekitar 1000 kg.

 Produksi susu sapi FH di Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih

kurang 30.050 kg per laktasi.

 Kadar lemak susu FH 3,65% dengan rata-rata 7.245 kg per laktasi di Amerika

Serikat.

 Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil,

sehingga baik untuk konsumsi susu segar.

 Bulu sapi FH pada umumnya bewarna hitam dan putih, namun ada juga yang

bewarna merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas.

 Bobot anak sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 kg.

4. Sapi Jersey

Gambar 4.Sapi Jersey

Bangsa Sapi ini terbentuk di Pulau Jersey yang terletak di selat Channel

antara Prancis dan Inggris. Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos

(Taurus) Typicus Longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di

Paris dan Normandia (Prancis)(Anonima, 2010).

7
Kriteria sapi Jersey sebagai berikut (Anonima, 2010):

 Badan sapi Jersey memiliki badan paling kecil diantara bangsa sapi perah

lainnya.

 Kadar lemak susunya tinggi 4,85%

 Memiliki sifat nerveous atau gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan.

dengan kata lain sapi jersey tidak begitu jinak.

Asal sapi jersey dari Inggris bagian selatan. Tanda-tandanya warna

coklat muda terkadang ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak

merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna putihnya, yang

jantan warnanya agak lebih tua(Anonima, 2010).

Sifat-sifatnya kurang tenang dan lebih mudah terganggu oleh

perubahan-perubahan disekitarnya, tetapi lebih tahan panas. Sapi ini termasuk

bangsa sapi perah yang kecil tetapi bentuk badannya lebih baik dari pada sapi-

sapi yang lain(Anonima, 2010).

5. Sapi Guernsey

Gambar 5.SapiGuernsey

Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus

longifrons di pulau Guernsey (Inggris) terletak disebelah barat laut pulau Jersey,

di selat Channel. Warnanya kuning tua dengan belang-belang putih. Tanduknya

menjurus keatas dan agak condong kedepan, dengan ukuran sedang(Anonima,

2010).
8
Sapi Guernsey sifatnya lebih tenang dari sapi Jersey walaupun tak

setenang sapi FH. Badannya lebih besar dari pada sapi Jersey. Bentuknya

menyerupai Jersey, tetapi lebih kuat dan lebih besar(Anonima, 2010).

6. SapiBrown Swiss

Gambar 6.Sapi Brown Swiss

Sapi ini berasal dari Switzerland, tandanya coklat abu muda atau tua.

Pada umumnya coklat seperti warna tikus. Hidung bulu ekornya berwarna hitam.

Ukuran badan dan tulangnya cukup besar, hampir sama dengan FH. Sifatnya

jinak dan mudah dipelihara, produksi susunya dibawah sapi FH(Anonima, 2010).

Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal

dari spesies sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) TypicusLongifrons yang berasal

dari lereng-lereng gunung di Swiss.Kriteria sebagai berikut (Anonima, 2010) :

 Bobot badannya terberat kedua setelah sapi FH.

 Warna bulu cokelat dengan ragam dari cokelat terang sampai cokelat gelap.

 Susu sapi Brown Swiss biasanya diolah menjadi keju.

 Kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah.

 Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi.

9
7. Sapi Ayrshire

Gambar 7.SapiAyrshire

Sapi ini berasal dari Scotlandia selatan, warnanya belang merah atau

belang merah atau belang coklat dan putih, tanduknya agak panjang dan

menjurus keatas, sedikit lurus dengan kepala, sifatnya agak tenang. Badannya

lebih besar dari sapi Jersey, tetapi lebih kecil dari sapi FH. Sapi in pandai

merumput di padang rumput yang tidak terlalu besar(Anonima, 2010).

Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di bagian

barat daya Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput

relatif tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara

alamiah akan ketahanan serta kesanggupannya untuk merumput (Blakely dan

Bade, 1991).

Bangsa sapi Ayrshire terbentuk di Ayr yang terletak di barat daya

Skotlandia. Nenek moyang sapi Ayrshire adalah Bos (Taurus) Typicus

Primigenius dan Bos (Taurus) Typicus Longifrons(Anonima, 2010).

Warna sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai warna

mahagoni dan warna merahnya amat terang atau hampir hitam. Sifat sapi

Ayrshire sangat aktif, kurang tenang, peka dengan keadaan di sekitarnya dan

cerdik. Sapi Ayrshire cakap merumput karena stamina yang kuat dan

keaktifannya (Soetarno, 2003).

10
Sapi ayrshire memiliki kisaran berat badan untuk yang betina mencapai

1250 pound dan yang jantan mencapai 2300 pound (Prihadi, 1994).

Kriteria sapi Ayrshire adalah sebagai berikut(Anonima, 2010) :

 Badan sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey.

 warna bulu bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahoni dan putih.

Bobot badan betina 545 kg, jantan 841 kg dan bobot saat lahir 34 kg

8. SapiMilking Shorthorn

Gambar 8.SapiMilking Shorthorn

Sapi Milking Shorthorn termasuk bangsa sapi tertua yang terbentuk di

Inggris bagian timur laut di lembah Sungai Thames. Nenek moyang sapi ini

adalah bos (Taurus) Typicus Premigenius. Awal mulanya sapi ini dikenal

sebagai bangsa sapi tipe dwiguna(perah dan pedaging). Pada tahun 1969

peternak pembibit di Amerika Serikat menggunakan bangsa sapi ini hanya

sebagai sapi perah. Keriteria sapi ini sebagai berikut (Anonima, 2010):

 Warna bervariasi dari hampir putih sampai merah semua, dan ada yang

bewarna campuran merah dan putih.

 Bobot badan ideal jantan 955 kg.

 erat pada saat lahir 34 kg

 Kadar lemak susunya 3,65%.

 Produksi susunya 5.126 kg per laktasi.

11
9. Sapi Peranakan Fries Holland (PFH)

Gambar 9.Sapi Peranakan Fries Holland

Sapi ini adalah hasil persilangan antara sapi asli Indonesia yakni antara

sapi jawa atau Madura dengan sapi FH.Hasil persilangan tersebut kini popular

dengan sebutan sapi Grati.Sapi PFH ini banyak diternakkan di Jawa Timur

terutama di daerah Grati (AAK, 1995).

Tanda-tanda sapi Peranakan Fries Holland (PFH)menyerupai FH,

produksi relative lebih rendah dari pada FH sedang badannya pun lebih kecil

(AAK, 1995)

12
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia

Keberhasilan usaha ternak sapi perah tergantung dari faktor sumberdaya

manusia dan sumberdaya alam. Di samping itu juga, pengembangan usaha sapi

perah dan peningkatan produksi susu memerlukan dorongan baik dari pihak

pemerintah ataupun swasta seperti industri-industri persusuan dan sarana-sarana

lain yang diperlukan dan prospek atau masa depan pengembangan usaha ternak

sapi perah (Nurani, 2011).

Salah satu komoditas peternakan yang dikembangkan dengan prinsip

keterkaitan antara daerah yaitu sapi perah yang diusahakan dalam skala

peternakan rakyat dengan pola pengusahaan yang masih sebagai sambilan di

kabupaten Enrekang dimana saat ini populasi sapi perah telah mencapai 900

ekor yang bertujuan mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan

pengolahan dangke yang merupakan makanan khas Sulawesi Selatan khususnya

di Kabupaten Enrekang. Disamping nilai gizi yang tinggi, produk olahan susu ini

disukai oleh masyarakat kabupaten Enrekang karena penduduk Enrekang tidak

terbiasa mengkonsumsi susu segar (Nurani, 2011).

Sejak tahun 2001 pemerintah Sulawesi Selatan mencoba

mengembangkan sapi perah di kabupaten Sinjai melalui bantuan ternak dari

Direktorat Jenderal Peternakan dengan jumlah peternak yang semakin

meningkat dimana pada tahun 2004 berjumlah 40 orang dan tahun 2007

berjumlah 168 orang dengan kepemilikan sapi perah 330 ekor dan produksi susu

berfluktuasi sekitar 350 liter perhari, sasaran utama produksi adalah produk susu

pasteurisasi untuk konsumsi masyarakat sampai ke Kota Makassar (Nurani,

2011).
13
Variasi produksi yang tinggi dan penurunan ini sangat dipengaruhi oleh

pakan yang diberikan petani terutama yang berasal dari konsentrat. Petani yang

tidak mampu membeli konsentrat mempunyai produksi susu yang rendah,

demikian pula dengan penggantian komposisi dan peningkatan komponen lokal

bahan pakan menyebabkan penurunan produksi. Dengan demikian petani sangat

mengharapkanadanya pembinaan menyangkut perbaikan pakan tersebut (Nurani,

2011).

Adanya permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak

merupakan faktor kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam

maupun sumber daya manusia yang ada, maka itu perlu dilakukan usaha –

usaha berikut (Nurani, 2011) :

1. Dukungan Pemerintah

Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan

produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak. Daya saing

susu yang dihasilkan peternak hanya dapat ditingkatkan apabila produktivitas

dan kualitas tersebut ditingkatkan. Untuk itu, penelitian dan pengembangan

khususnya mengenai teknis dan manajemen produksi perlu ditingkatkan.

2. Perlu dibentuk wadah kemitraan

Sistem peternakan kontrak (contract farming) merupakan satu

mekanisme kelembagaan yang memperkuat posisi tawar menawar peternak

dengan cara mengkaitkannya secara langsung ataupun tidak langsung dengan

badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, peternak

kecil dapat beralih dari usaha tradisional/subsistem ke produksi yang bernilai

tinggi dan berorientasi ekspor.

14
3. Kemajuan koperasi susu

Koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan

pengolahan sederhana susu segar antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu

segar, pengolahan menjadi yogurt, keju dan sebagainya. Hal ini disertai dengan

program promosi secara luas kepada masyarakat terutama anak-anak tentang

manfaat mengkonsumsi susu segar dan produk-produk olahannya. Pendirian

pabrik pengolahan susu yang dimiliki koperasi juga perlu didorong. Langkah ini

diperlukan untuk mengantisipasi makin menguat dan relatif stabilnya nilai kurs

rupiah terhadap US dolar yang dapat mengakibatkan industri pengolahan susu

kembali mengimpor sebagian besar bahan baku susunya dari luar negeri.

4. Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pemerintah Pusat maupun Daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-

kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya

dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya. Ini antara lain

dapat dilakukan dengan menghapuskan retribusi yang menyebabkan ongkos

produksi bertambah mahal, menghapuskan pajak pertambahan nilai bila

pengolahan masih dilakukan oleh peternak serta pemberlakuan tarif bea masuk

terhadap susu impor untuk melindungi produksi dalam negeri.

Salah satu kunci keberhasilan pengembangan sapi perah yaitu

melakukan penguatan kelembagaan antara lain dengan peternakan kontrak yang

bertujuan adanya hubungan yang saling menguntungkan antara peternak dengan

perusahaan agribisnis, serta memberikan insentif kepada peternak untuk

meningkatkan produknya dengan memperbaiki grades dan standar (Nurani,

2011).

15
Selain itu, pemerintah mampu memperbaiki sarana dan iklim investasi

untuk bidang peternakan sapi perah, dan pemerintah menyediakan infrastruktur

publik seperti jalan, jembatan, listrik, telekomunikasi, pasar dan penegakan

hukum dalam perjanjianperjanjian usaha sehingga penggunaan/alokasi

sumberdaya pada usaha sapi perah tercipta secara efisien, merata dan

berkelanjutan (sustainable). Untuk melakukan penguatan kelembagaan pada

usaha sapi perah diperlukan kerjasama antara peternak,perusahaan dan

Pemerintah Daerah serta Pemerintah Pusat (Nurani, 2011).

16
C. Analisis Usaha

1. Aspek Umum dan Hukum

 Latar Belakang Usaha

Berusaha di bidang ternak perah harus mempunyai pengetahuan studi

kelayakan usaha untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Untung rugi

usaha ternak sapi perah akan mudah diketahui apabila biaya pokok untuk

menghasilkan per liter air susu dapat dihitung secara tepat (AAK, 1995).

 Maksud dan Tujuan

Maksud studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu untuk

mengetahui tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah pada tingkat

perusahaan khususnya pada aspek finansialnya (AAK, 1995).

Adapun tujuan studi kelayakan usaha peternakan sapi perah yaitu dapat

memberikan pengetahuan tentang cara-cara mengetahui tingkat kelayakan usaha

peternakan sapi perah terutama pada aspek financial (AAK, 1995).

 UU / Peraturan Pemerintah Pusat dan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan

(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3102) (AAK, 1995).

2. Aspek Ekonomi dan Pemasaran

 Kondisi Ekonomi

Menurut Ditjennak, Peningkatan konsumsi susu nasional tidak

diimbangi dengan peningkatan produksi susu nasional. Dimana konsumsi susu

masyarakat Indonesia terus meningkat (Pradana, 2009).

17
 Perkembangan Sapi Perah di Indonesia

Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia,

Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia,

Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal

dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak

susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu

berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit

unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang

mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Produksi

susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar

normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari) (Pradana, 2009).

Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan agribisnis

persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I

(periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II

(periode 1980-1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap

III (periode 1997-sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Stagnasi tersebut

menyebabkan sampai saat ini Indonesia belum mampu untuk memenuhi

kebutuhan susu dalam negeri (Pradana, 2009).

Adanya peristiwa ini terjadi akibat banyaknya kendala dalam

melakukan pengembangan usaha ternak sapi perah seperti keterbatasan modal,

tingginya harga pakan konsentrat, keterbatasan sumber daya dan juga lahan

untuk penyediaan hijauan, minimnya rantai pemasaran susu. Hal lain yang

menjadi kelemahan dalam usaha ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi

(Pradana, 2009).

18
 Strategi Pemasaran

Sektor industri peternakan sapi perah dapat menyerap cukup banyak

lapangan pekerjaan sekaligus mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu,

pemerintah diminta untuk lebih mendorong pemberdayaan industri hilir (up-

stream) atau pengolahan yang yang berbasis pada sumber daya lokal khususnya

agribisnis persusuan karena jika difasilitasi dengan baik, maka kita dapat

memenuhi permintaan susu dalam negeri secara maksimal tanpa harus

bergantung dengan produk susu impor yang harganya terkadang lebih murah

dari harga susu nasional (Pradana, 2009).

3. Aspek Finansial (Keuangan)

 Investasi

Besarnya pengeluaran tetap sangat bergantung dari besarnya modal

yang diinvestasikan untuk pembelian tanah, pembuatan kandang, peralatan dan

bibit. Untuk memperhitungkan ongkos tetap sebagai biaya produksi, peternak

harus mengetahui nilai depresiasi bangunan kandang / peralatan dan bibit serta

pengeluaran lain. Nilai depresiasi tersebut dapat dicari dengan cara membagi

jumlah seluruh investasi dengan jumlah daya pemakaiannya (AAK, 1995).

 Biaya Produksi

Biaya produksi dikelompokkan menjadi biaya tetap (fix cost) dan biaya

tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya-biaya yang tidak

terpengaruh dengan volume produksi.Biaya variable merupakan biaya yang

berubah-ubah sesuai dengan volume produksi (Pradana, 2009).

19
 Perkiraan Pemasukan

Hasil produksi susu diperkirakan 10 liter per hari. Apabila biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan susu per liter adalah Rp. 5.000,- per hari maka

biaya yang dikeluarkan adalah sekitar Rp. 50.000,- per hari. Jika harga susu per

liter adalah Rp. 10.000,- maka perkiraan pemasukan sekitar Rp. 100.000,-. Jadi,

perkiraaan pemasukan adalah Rp. 100.000 – Rp. 50.000 = Rp. 50.000 x 30 hari

= Rp. 1.500.000 (Pradana, 2009).

 Parameter Finansial

 Payback Record

Payback record merupakan suatu kondisi dimana diperoleh kalkulasi

yang menguntungkan atau sudah diperoleh pengembalian investasi (Pradana,

2009).

 Break Even Point (BEP)

BEP (Break Even Point) merupakan suatu kondisi dimana diperoleh

kalkulasi yang impas usaha agroindustri susu pada posisi tidak rugi dan tidak

untung. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan satuan harga dan jumlah

produk (Pradana, 2009).

4. Aspek Lingkungan dan Sosial Budaya

 Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Dalam pembangunan kandang harus menyediakan bangunan kandang

yang dapat mengamankan sapi terhadap kondisi lingkungan yang kurang

menguntungkan.Disamping itu, pembangunan peternakan sapi perah sebaiknya

tidak mencemari lingkungan sekitar rumah penduduk (Pradana, 2009).

20
 Dampak Usaha Peternakan Sapi Perah Terhadap Lingkungan Sekitar

Menurut Pradana (2009), hal lain yang menjadi kelemahan dalam usaha

ternak sapi perah adalah terbatasnya teknologi pengolahan kotoran hewan ternak

saat ini yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar area peternakan

sapi perah seperti air sungai, selokan dan sebagainya. Oleh karena itu, usaha

peternakan sapi perah sebaiknya tidak mencemari lingkungan sekitar rumah

penduduk .

21
D. Kualitas Susu

Susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan

merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana

susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera

sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang

mamalia. Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari

komposisi darah yang merupakan asal susu.Dalam Standar Nasional Indonesia

(SNI) susu segar No. 01-3141-1998 dijelaskan bahwa susu segar adalah susu

murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan

dan tanpa mempengaruhi kemurnianny (Dwi, 2011).

Dalam Undang-Undang Pangan Tahun 1996 dijelaskan bahwa standar

mutu pangan adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dilakukan tentang

mutu pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun

berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta aspek lain yang terkait. Pengawasan kualitas

susu merupakan suatu faktor penting dalam rangka penyediaan susu sehat bagi

konsumen dan hal ini sangat diperlukan untuk lebih memberi jaminan kepada

masyarakat bahwa susu yang dibeli telah memenuhi standar kualitas tertentu

(Dwi, 2011).

Susu segar memerlukan penanganan yang cukup kompleks agar

dihasilkan susu yang berkualitas baik sehingga dampak negatif yang ditimbulkan

sangat kecil. Susu dapat membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan

terhadap kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut (Dwi,

2011).
22
Mutu atau kerusakan air susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya

susu oleh mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen

lain yang berlebihan (gula, lemak nabati, pati, dll).sifat fisik susu meliputi

warna, bau dan rasa, berat jenis, titik didih, titik beku dankekentalannya. Warna

susu berkisar antara putih kebiruan hingga kuning keemasan akibat penyebaran

butiran koloid lemak, kalsium kaisenat serta bahan utama pemberi warna

kekuninganyaitu karoten dan riboflavin (Vit. B2). Aroma susu bersifat khas dan

mudah hilang apabila terjadikontak dengan udara. Cita rasa asli susu hampir

tidak dapat dideskripsikan tetapi secara umum agak manis dan agak asin. Rasa

manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dariklorida, sitrat dan

garam-garam mineral lainnya susu mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang

terkandung didalamnya (Dwi, 2011).

Pemeriksaan kulitas susu dapat dilakukan sebagai berikut (Dwi, 2011).:

1. Uji Reduktase dengan Methylen Blue

Bertujuan menentukan adanya kuman-kuman di dalam susu dalam

waktu cepat. Kualitas susu salah satunya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya.

Susu merupakan media pertumbuhan yang tepat untuk organisme perusak yang

umum. Perubahan yang tidak dikehendaki dalam susu dipengaruhi oleh

pertumbuhan mikroba dan metabolismenya. Susu rusak diakibatkan oleh

mikrorganisme yang dapat merombak senyawa di dalam susu. Misalnya bakteri

asam laktat yang merombak laktosa dalam susu menjadi asam laktat sehingga

susu menjadi basi.

23
2. Uji Warna,Bau,Rasa dan Kekentalan

Bertujuan mengetahui kelainan-kelainan pada susu secara organoleptik

(menggunakan panca indera). Adanya perubahan warna, bau, dan konsistensi

pada susu dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Warna susu

Warna susu yang baik adalah putih kekuning-kuningan. Warna putih

karena adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat

(dispersi koloid yang tidak tembus cahaya) sedangkan warna kekuning-kuningan

pada susu adalah adanya karoten(berasal dari pakan yang diberikan) dan

riboflavin. Sedangkan jika terjadi perubahan warna pada susu seperti kebiruan

karena adanya penambahan air atau pengurangan lemak. Warna kemerahan pada

susu terjadi karena susu mengandung darah dari sapi penderita mastitis. Variasi

warna ini terjadi karena faktor keturunan disamping juga karena faktor pakan

yang diberikan.

b. Bau

Lemak susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau

hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis, hal ini disebabkan

adanya perombakan protein menjadi asam-asam amino. Bau susu akan lebih

nyata jika susu dibiarkan beberapa jam terutama pada suhu kamar. Kandungan

laktosa yang tinggi dan kandungan klorida rendah diduga menyebabkan susu

berbau seperti garam.

24
c. Rasa

Rasa pahit bila terkontaminasi kuman pembentuk peptone,rasa lobak

bila terkontaminasi bakteri E.coli,rasa sabun bila terkontaminasi bakteri Bacillus

Lactis Saponei,rasa tengik karena kuman asam mentega,serta hanyir atau amis

oleh kuman-kuman lainnya.

d. Kekentalan (viskositas)

Susu akan berlendir bila terkontaminasi oleh kuman-kuman cocci dari

air,sisa makanan atau dari alat-alat susu.

e. Uji Konsistensi

Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini terlihat tidak adanya

butiran-butiran pada dinding tabung setelah tabung digoyang, susu yang baik

akan membasahi dinding tabung dengan tidak akan memperlihatkan bekas

berupa lendir atau butiran-butiran yang lama menghilang. Susu yang

konsistensinya tidak normal (berlendir) disebabkan oleh kegiatan enzim atau

penambahan asam, biasanya mikroba kokus yang berasal dari air, sisa makanan

atau alat-alat susu.

3. Uji Didih

Bertujuan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaman

susu.Kestabilan kasein susu berkurang bila susu menjadi asam sehingga akan

menggumpal bila susu dididihkan. Asam dalam susu diistilahkan dengan kata

“masam” dan rasa masam susu disebabkan karena adanya asam

laktat. Persyaratan yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998 untuk derajat asam

susuadalah 6-7 0SH.

25
4. Uji Alkohol

Bertujuan memeriksa dengan cepat derajat keasaman susu. Kestabilan

sifat koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air yang

menyelubunginya.Bila alcohol,yang mempunyai sifat dehidrasi dicampurkan

dengan susu maka protein akan dikoagulasikan sehingga akan tampak kepecahan

pada susu tersebut.Semakin tinggi derajat asam susu semakin berkurang jumlah

alcohol, dengan kepekatan yang dibutuhkan (70%),memecahkan susu yang sama

banyaknya.Percobaan ini mulai positif pada derajat asam 9-100 SH.Kecuali susu

asam kolostrum,dan perubahan fisiologis pada sapi dapat menyebabkan susu

pecah pada uji alkohol ini.

5. Uji Kebersihan atau Sedimentasi

Untuk mengetahui kebersihan penanganan susu ditempat

produksinya.Pada uji kebersihan susu tampak bersih dan putih,tidak ada kotoran

serta benda-benda asing yang terlihat dalam susu. Hal ini menunjukkan dalam

penanganannya susu tersebut bebas dari kontaminasi debu kotoran,alat/perkakas

dalam keadaan steril dan pekerja yang higienis.Kotoran yang tersangkut pada

saringan dapat berupa bulu sapi rumput sisa makanan,bagian tinja,dll.Hasil

positif(kotoran yang tersaring banyak) menunjukkan bahwa peternakan kurang

baik kebersihannyakarena kebersihan susu juga sangat tergantung bpada kondisi

kandang sapi perah juga kebersihan sapi sebelum pemerahan dilakukan.

26
6. Pemeriksaan Susunan Susu

 Penetapan Berat Jenis (BJ)

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis susu. Berat jenis

suatu bahan adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air

pada suhu dan volume yang sama. Berdasarkan batasan ini, maka berat Jenis

tidak ada satuannya. Berat jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan padatan

tanpa lemak. Kadar padatan total susu akan diketahui jika diketahui berat jenis

dan dan kadar lemaknya.

Berat jenis susu biasanya ditentukan dengan menggunakan lactometer.

Prinsip kerja alat ini mengikuti hokum Archimedes yaitu jika suatu benda

dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke

atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan atau diisi. Jika

lactometer dicelupkan ke dalam susu yang rendah berat jenisnya maka

lactometer akan tenggelam lebih dalam dibandingkan jika lactometer tersebut

dicelupkan dalam susu yang berat jenisnya tinggi. Laktodensimeter dimasukkan

kedalam gelas ukur, diputar-putar sepanjang dinding gelas ukur agar suhunya

merata, dan dicatat berat jenis dan suhu dari susu tersebut.

Berat jenis susu yang dipersyaratkan dalam SNI 01-3141-1998 adalah

minimal 1,0280 sehingga dapat diketahui bahwa susu tidak memenuhi syarat

yang ditetapkan oleh SNI 01-3141-1998. BJ yang lebih kecil disebabkan oleh

perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain

itu juga disebabkan oleh karena susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam

freezer dalam keadaan terbuka sehingga uap air masuk ke dalam susu.

27
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air

susu umumnya 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex

susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus

dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli

gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai

ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air

susu diperah.

 Uji Kadar Lemak

Lemak merupakan sumber utama dalam susu. Baik manusia maupun

sapi menyediakan sekitar 50 % energi sebagai lemak. Pada umumnya komposisi

susu sapi terdiri atas air dan bahan kering. Lemak termasuk ke dalam jenis bahan

kering susu. Lemak susu merupakan komponen yang penting seperti halnya

protein. Lemak dapat memberikan energi yang lebih besar daripada protein

maupun karbohidrat.

Di samping itu, di dalam susulemak terdapat globula atau emulsi, yaitu

bulatan-bulatan minyak atau lemak berukuran kecil didalam serum. Ruang

lingkup dari pemeriksaan kadar lemak yaitu menetapkan metode pemeriksaan

rutin untuk penentuan kadar lemak susu, misalnya susu yang dihomogenisasi

dengan metode Gerber. Pereaksi yang digunakan dalam penentuan kadar lemak

dengan metode Gerber yaitu asam sulfat 91-92 % dengan kenampakan tidak

berwarna atau lebih terang serta amil alkohol yang berwarna jernih.Pakan yang

diberikan pada sapi perah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kandungan

lemak dalam susu.

28
7. Uji Pemalsuan dan Pengawetan Susu

Pemalsuan yang sering dilakukan dengan cara menambah

air,mengurangu krim,menambah air dan skim milk,menambah air kelapa,air

santan,air beras/air tajin,dan menambah susu masak /susu kaleng. Perubahan

susunan susu akibat pemalsuan dengan:

 Pemalsuan dengan Air Beras/Air Tajin

Pemalsuan cara ini sering dilakukan karena murah dan bahannya

menyerupai susu.Pemalsuan ini dapat dibuktikan secara kimiawi atau

mikroskop. Di dalam tabung reaksi dicampur 10 cc susu dengan 0,5 cc larutan

acetic acid glacial, kemudian dipanaskan dan disaring dengan kertas saring.

Teteskan 4 tetes larutan Lugol dalam filtrat.Reaksi negatif, kalau warna cairan

tetap kuning, reaksi dubius kalau warna cairan menjadi hijau, reaksi positif,

kalau warna cairan menjadi biru.Dalam sediaan natif susu atau sedimennya

dapat dilihat butir-butir kristal amylumnya.

 Pengujian adanya bahan pengawet formalin

Tabung reaksi berisi 10 ml susu dibubuhi 1 tetes larutan KMnO4 1

N.Larutan susu yang putih akan menjadi pink.Lama waktu hilangnya warna pink

(warna merah jambu seulas) dari tetesan larutan Kalium permanganat kedalam

tabung reaksi berisi sample susu segar menjadi indikator kemungkinan

kandungan formalin didalam susu tersebut.Jika 1 jam tidak ada perubahan warna

(warna pink stabil) berarti susutidak mengandung formalin (atau lebih tepat

dikatakan tidak menggunakan formalin sebagai pengawet), dan dilanjutkan

dengan rangkaian uji lainnya sebelum dinyatakan dapat diterima sebagai bahan

baku.

29
Jika warna pink larutan kalium permanganat tersebut segera pudar/

hilang menjadi tak berwarna, berarti ada kemungkinan dalam sample susu

terkandung formalin yang bersifat bereaksi menghilangkan warna (mereduksi)

kalium permanganat. Menurut SNI-01-3141-1998 pengujian adanya formalin

dalam susu juga dapat dilakukan dengan larutan Asam Klorida (HCL)

mengandung besi yang kemudian dicampur dengan sampel susu kedalam tabung

reaksi kemudian di panaskan,biarkan mendidih selama 1 menit,kemudian amati

perubahan warna yang terjadi. Hasil uji dinyatakan positif mengandung formalin

apabila terbentuknya warna ungu pada sampel susu tersebut.

Adapun kriteria kulitas susu segar yang baik adalah sebagai berikut

(Dwi, 2011) :

1. Berat Jenis (pada suhu 27,5°C) minimum 1,0280 gr/cm.

2. Kadar lemak minimum 3,0 %, b/b3

3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %, b/b.

4. Kadar protein minimum 2,7 %, b/b.

5. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan.

6. Derajat asam 6 - 7°SH.

7. Uji alkohol (70 %) negatif .

8. Cemaran mikroba maksimum :

a. Total kuman Maksimum 1 x 10koloni/ml

b. Salmonella negatif

c. E. coli (patogen) negatif

d. Coliform maks 20/ml

e. S taphylococus aureus maks 1x102/ml

30
9. Cemaran logam berbahaya, maksimum :

a. Timbal (Pb) Maks 0,3 mg/kg

b. Seng (Zn) Maks 0,5 mg/kg

c. Merkuri (Hg) Maks 0,5 mg/kg

d. Arsen (As) Maks 0,5 mg/kg.

10. Kotoran dan benda asing dan uji pemalsuan negatif.

11. Titik beku -0,520°C s/d -0,560°C

12. Angka reduktase 2 - 5 (jam)

13. Uji Katalase Maksimal 3 ml

31
E. Hasil Ikutan

Susu sebagai cairan yang cukup mengandung banyak zat-zat nutrisi

yang dibutuhkan tubuh juga merupakan media yang sangat sangat disukai

oleh mikroorganisme. Oleh sebab itu, pada penanganan pasca panen susu perlu

dilakukan metode untuk memperpanjang daya simpan dari susu tersebut

sehingga juga dapat dilakukan pengolahan menjadi produk olahan susu seperti

keju, mentega, yoghurt, susu pasteurisasi, susu skim dan es krim (Malaka, 2010).

Hasil ikutan dari pemotongan ternak adalah kulit, tulang, bulu serta

kotoran (feses dan urin) ternak. Hasil ikutan ini bisa memiliki nilai ekonomis

dan dapat ditingkatkan kualitasnya apabila dilakukan penanganan yang baik,

sehingga memiliki daya guna dan memberikan nilai tambah (Saleh, 2012).

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh

induk betina. Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan

kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang

yang dihasilkan dari kotoran ternak (Anonimb, 2010).

c. Dangke

Dangke adalah makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten

Enrekang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Dangke terbuat dari fermentasi susu

kerbau yang diolah secara tradisional. Dangke memiliki tekstur seperti tahu dan

memiliki rasa yang mirip dengan keju.Dangke juga terkenal memiliki

kandungan protein betakaroten yang cukup tinggi (Irma, 2012).

Dangke dibuat dengan merebus campuran susu kerbau, garam, dan

sedikit getah buah pepaya. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring, dibuang

airnya, dan kemudian dicetak sesuai bentuk yang diinginkan (Irma, 2012).
32
Dangke dapat langsung disajikan atau diolah lagi menjadi variasi

makanan lain seperti dangke bakar dan sejenisnya. Dangke dibuat dengan cara

menambahkan getah pepaya pada susu sapi. Getah pepaya mengandung

enzim papain yang berfungsi memisahkan protein dengan air (Irma, 2012).

Menu olahan susu sapi menjadi dangke mulai dikembangkan oleh

kelompok tani di Enrekang yang sering membuat makanan yang terbuat dari

susu segar. Susu segar yang langsung diperah dari sapi lalu dituangkan kedalam

loyang kemudian di masak. Setelah panas maka dituangkan getah pepaya

sebanyak satu sendok teh sehingga membeku seperti tahu (Irma, 2012).

d. Krupuk Susu

Kerupuk susu termasuk dalam kelompok kerupuk bersumber protein

(kerupuk halus), kandungan protein minimal yang harus dipenuhi adalah 5%.

Agar kandungan protein pada kerupuk susu terpenuhi, digunakan curd kadar

protein 12 – 215 yang diperoleh dengan cara memisahkan protein susu (curd)

dari cairannya (whey) menggunakan enzim (Irma, 2012).

Protein dalam adonan disamping meningkatkan nilai gizi juga

mempengaruhi daya kembang kerupuk, demikian juga kadar lemak curd yang

tinggi akan mengganggu perkembangan granula pati sehingga untuk

meningkatkan daya kembang kerupuk disamping menurunkan kadar lemak juga

perlu penambahan bahan pengembang (Irma, 2012).

33
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK

Waktu dan Tempat

Praktek lapang Ilmu Ternak Perah pada hari jum’at - Sabtu 26 – 27

April 2013 bertempat di Peternakan Rakyat Milik Sunusi Dusun Talaga

Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi

Selatan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah alat

tulis – menulis, tranportasi, skop, selang air, milk can, mesin pemotong rumput,

karpet, laktodensimeter dan termometer.

Bahan yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah

kertas, data kuisioner, sapi, susu segar, hijauan, air, konsentrat, dedak, ampas

tahu dan kertas saring.

Metode Praktikum

Metode yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah

tinjauan langsung ke kandang lalu melakukan pembersihan kandang,

memandikan sapi, memberikan pakan, memerah susudan wawancara dengan

pemilik peternakan rakyat (Bapak Sunusi).

34
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bangsa-Bangsa Sapi Perah

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, maka dapat kita

ketahui pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak Sunusi yang

terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang

Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan terdapat beberapa jenis sapi perah,

diantaranya Sapi Peranakan Fries Holland (Holstein Friesian) dan Sapi Jersey.

Sapi PeranakanFries Holland (Holstein Friesian) ini adalah hasil

persilangan antara sapi jawa atau Madura dengan sapi FH. Hasil persilangan

tersebut kini popular dengan sebutan sapi Grati karena banyak diternakkan di

Jawa Timur terutama di daerah Grati.Tanda-tanda sapi Peranakan Fries

Hollandmenyerupai sapi FH, yaitu produksi relative lebih rendah dari pada FH

dan badannya pun lebih kecil. Hal ini sesuai dengan Anonima(2010) yang

menyatakan bahwa ciri sapi Peranakan Fries Hollandmenyerupai FH yaitu

warna belang hitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk

segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, tanduk pendek

serta menjurus kedepan, dan lambat dewasa.

Ditambahkan Blakely dan Bade (1991) bahwa sifat sapi Peranakan

Fries Hollandmenyerupai Fries Hollanddalam bertingkah laku, yaitu jinak dan

tenang, sehingga mudah untuk dikuasai, tidak tahan terhadap panas, tetapi lebih

mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.

35
SapiJersey berasal dari Inggris Selatan. Memiliki ciri-ciri warna coklat

muda terkadang ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak merah,

tetapi pada bagian-bagian tertentu terkadang ada warna putihnya, yang jantan

warnanya agak lebih tua. Hal ini sesuai denganAnonima (2010) yang

menyatakan, tanda-tandanya warna coklat muda terkadang ada yang hampir

putih atau kuning dan ada yang agak merah, tetapi pada bagian-bagian tertentu

terkadang ada warna putihnya, yang jantan warnanya agak lebih tua.

36
B. Potensi Sumber Daya Alam dan Manusia

Potensi sumber daya alam dan manusia di Dusun Talaga Kelurahan

Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yaitu

memiliki prospek yang sangat baik, akan tetapi proses untuk menunjang potensi

sumber daya alam dan manusia masih dalam skala yang kurang efektif,

misalnya salah satu komoditas peternakan yang dikembangkan dengan prinsip

keterkaitan antara daerah yaitu sapi perah yang diusahakan dalam skala

peternakan rakyat dengan pola pengusaha yang masih sebagai sambilan di

kabupaten Enrekang.

Permasalahanpola pengusaha peternakan sapi perah dipengangaruhi oleh

kurangnya sumbangsi pemerintah dalam memberikan dukungan nyata untuk

meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para

peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurani (2011) bahwa adanya

permasalahan-permasalahan yang dihadapi peternak merupakan faktor

kurangnya kesadaran dalam memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber

daya manusia yang ada, seperti pemerintah perlu memberikan dukungan nyata

untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para

peternak.

37
1. Potensi Sumber Daya Alam

Bahan baku pakan utama dari sumber daya alam yang digunakan pada

peternakan sapi perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga

Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi

Selatan ini adalah hijuan segar berupa rumput gajah (Pennisetumpurpureum)

yang diperoleh dari padang rumput di sekitar areal peternakan tersebut yang

ditanam sendiri.Hijauan rumput gajah (Pennisetumpurpureum) merupakan

makanan pokok bagi ternak sapi perah karena mengandung serat kasar yang

tinggi dengan poduksi persatuan luas yang sangat tinggi.

Kebutuhan rumput segar pada peternakan sapi perah Sunusi sekitar

1.500 kg/hari. Rumput ini dicincang terlebih dahulu, sesudah itu baru diberikan

kepada sapi perah. Rumput gajah memiliki produksi pertahun yang cukup tinggi

dan pada waktu masih muda nilai gizinya cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat AAK (1995), bahwa rumput gajah (Pennisetum purpureum) berumur

panjang dengan produksi persatuan luas yang sangat tinggi, pertumbuhannya

sangat cepat dan pada waktu masih muda memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.

Itulah sebabnya maka dianjurkan untuk melakukan pemotongan pada saat

tanaman ini masih muda atau menjelang berbunga.

Akan tetapi selama musim kemarau penyediaan hijauan menjadi

kendala terbesar dalam pemeliharaan sapi perah milik pak Sunusi. Olehnya itu,

untuk memenuhi kebutuhan pakan diberikan pakan tambahan seperti ampas tahu

dan dedak.

38
Ampas tahu kadang diberikan dan merupakan salah satu pakan

tambahan yang berasal dari sisa hasil pembuatan tahu yang dikombinasikan

dengan dedak yang memiliki kandungan energi metabolis yang tinggi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Anonimb (2010) yang menyatakan bahwa ampas tahu

merupakan hasil buangan dari proses pembuatan tahu yang kaya akan

kandungan protein dan mengandung pro vitamin A yang dapat merubah vitamin

A dalam tubuh makhluk hidup. Selanjutnya ditambahkan oleh Darmono (2010)

yang menyatakan bahwa dedak ini merupakan salah satu bahan pakan potensial

yang mengandung protein dan energi metabolis yang tinggi.

Lebih lanjut diungkapkan oleh Soetarno (2003) yang menyatakan

bahwa ampas tahu yang terbuat kedelai ini memiliki kandungan protein 41,7%,

lemak 3,5%, serat kasar 6,5% dan energi metabolisme 2.240Kcal/kg, sedangkan

untuk dedak memiliki kandungan protein 11,8%, lemak 3,0%, serat kasar 11,2%

dan energi metabolisme 1.140 Kcal/kg. Dedak memiliki kandungan energi

metabolisme yang tinggi.

Pemberian jumlah pakan setiap ternak disesuaikan berdasarkan umur

dari masing-masing ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan Bade

(1991) yang menyatakan bahwa umur saat penyapihan tergantung pada waktu

yang diperlukan oleh pedet-pedet itu untuk berkembangnya fungsi rumen dan

makan ransum starter sebanyak 0,75 - 1 kg perhari, untuk sapi dara (heifer)

pemberian pakan diberikan sebanyak 1,5 – 2 kg setiap hari, sedangkan untuk

sapi betina laktasi diberikan kombinasi hijauan dan konsentrat 1,25 – 1,8 kg

ransum kering untuk tiap 45 kg berat badan. Pemberian pakan konsentrat untuk

sapi betina kering sekitar 1,5 kg konsentrat untuk setiap 100 kg berat badan.

39
2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang digunakan pada usahapeternakan sapi

perah milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang

Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan ini adalah tenaga

kerja yang berasal dari keluarga sendiri dan tetangga sekitar. Masing – masing

tenaga kerja ini diberikan gaji ± Rp. 1.000.000,- /orang/bulan.

Setiap pagi dan sore tiga orang laki – laki melakukan pembersihaan

kandang dan melakukan pemerahan susu sapi kemudian diolah oleh dua tenaga

kerja perempuan yang lain menjadi dangke dan kerupuk susu. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ako (2010) bahwa usaha peternakan sapi perah modern harus

mempunyai tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman, seorang peternak

dapat memelihara 40-50 ekor sapi perah tanpa bantuan tenaga orang lain.

40
C. Analisis Usaha

1. Aspek Hukum dan Izin Usaha

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, diketahui bahwa

analisis usaha Peternakan Sapi Perah Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga

Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi

Selatan yaitu memiliki prospek yang sangat baik, karena aspek hukum dalam

izin usaha peternakan sapi perah Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi di

dapatkan dari kemitraan dengan Dinas Peternakan setempat dimana perijinan

usaha di Indonesia yang berskala menengah hingga besar harus melewati

beberapa proses tertentu sesuai dengan Perda yang berlaku ditempat perusahaan

tersebut.

Sertifikasi halal diperlukan untuk memasarkan produk ke pasaran luas

hal ini ditinjau langsung dari badan POM Indonesia.Ditetapkan peraturan ini

demi membantu dimanfaatkannya usaha kecil untuk memberikan kemudahan

dalam pendanaan dan berbagai upaya keringanan persyaratan dalam

pendanaan.Hal ini sesuai dengan pendapat Tohar (2000) yang menyatakan

bahwa pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil melalui

penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan.Perundang-

undangan dan kebijaksanaan tersebut mencakup aspek pendanaan itu

dimaksudkan untuk memperluas sumber pendanaan yang dapat dimanfaatkan

oleh usaha kecil dan untuk memberikan kemudahan dalam pendanaan dan

berbagai upaya pemberian keringanan persyaratan dalam pendanaan.

41
2. Ansalisis Finansial Dan Kelayakan Usaha

Dari hasil praktek lapang yang telah dilakukan, diperoleh hasil ansalisis

finansial dan kelayakan usaha Peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak Sunusi

yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang

Kabupaten Enrekang, Sulawesi sebagai berikut.

Tabel 1.Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha pada Peternakan Sapi


Perah Pak Sunusi.
Harga /
No URAIAN Satuan Volume NILAI (Rp)
Unit (Rp)
A. Penerimaan
a. Dangke Bungkus 30 15.000 135.000.000
b. Krupuk Bungkus 60 10.000 180.000.000
c. Pedet Ekor 12 4.000.000 48.000.000
Total Penerimaan 363 .000.000
B. Biaya
d. Biaya Tetap
Penyusutan 20 tahun 7.000.000 3.214.000
Kandang 5 tahun 350.000 1.800.000
Karpet 5.014.285
Total Biaya Tetap
e. Biaya Variabel Kg 35 5.00 52.500.000
3. Pakan Kg 1,4 4.00 1.680.000
Hijauan Kg 2 1.000 6.000.000
Ampas Tahu Kwh Bulan 1.000.000 450.000
Dedak - Bulan 100.000
4. Listrik Orang 5 5.000.000
5. Air
6. Tenaga Kerja 65.730.000
70.744.285
Total Biaya Variabel
Total Pengeluaran
C. Pendapatan (A-B) 292.255.715

D. R/C atau (A/B) 4,13

E. B/C 5,13

F. a. BEP Produksi 11.804,4

b. BEP Harga 12.792,0

Sumber : Data Primer Hasil Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah, 2013.

42
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas, maka dapat diketahui bahwa

aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan Sapi Perah Pak Sunusi, yang

berkaitan dengan analisis finansial dimana total penerimaan hanya bersumber

dari produksi susu namun yang dijual adalah produk olahan berupa dangke dan

krupuk susu ditambah dengan jumlah sapi pedet dengan total yaitu

Rp.363.000.000.Sedangkan total biaya pengeluaran sebesar

Rp.70.744.285dimana meliputi biaya variabel dan biaya tetap.

Maka, pendapatan/laba yang diperoleh Pak Sunusi sebesar

Rp.292.255.715dengan rasio BEP harga produksi12.792,0 ,- dan BEP volume

produksi 11.804,4. Sehingga aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan

sapi perah sangatlah bergantung pada banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan.

Seperti biaya penyusutan, biaya variabel serta serta biaya tetap dalam

menjalankan usaha peternakan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursam

(2006) bahwa dalam usaha peternakan terdapat pengeluaran tetap dan tidak tetap

(variable), yang digolongkan ongkos (pengeluaran) tetap adalah modal yang

diinvestasikan dan tak mudah hilang seperti tanah, bangunan kandang, dan

peralatannya. Besarnya ongkos tetap untuk pemeliharaan sapi perah adalah

tergantung pada jumlah investasi untuk tanah, kandang, peralatan dan lain-lain.

Pada usaha peternakan Pak Sunusi ini memperoleh BEP Harga

Produksi sebesar Rp.135.000.000 dan BEP Volume Produksi sebesar 30.Dengan

kecilnya angka BEP yang didapatkan Pak Sunusi pertahunnya sehingga

membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh keuntungan.

43
BEP (Break even point) berarti titik pulang pokok yang artinya

bagaiman hubungan antara pengeluaran serta pendapatan dalam suatu tingkatan

Produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003) bahwa titik pulang pokok

adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara

beberapa variable didalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau

tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan

yang diterima peruusahaan dari kegiatannya.

R/C (ratio) menunjukkkan perbandingan antara total produksi dengan

biaya produksi. Dimana, pada usaha ini diperoleh R/C yaitu 4,57. Nilai ini

berarti bahwa setiap Rp. 1 modal yang dikeluarkan maka Pak Sunusi

memperoleh keuntungan sebesar Rp 4,13. Hal ini menunjukkan bahwa usaha

tersebut memperoleh keuntungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar (2003),

bahwa jika R/C < 1 maka usaha tersebut dikatakan rugi, jika R/C > 1 maka

usaha tersebut dikatakan untung, sedangkan jika R/C = 1 maka usaha tersebut

dikatakan tidak untung dan juga tidak rugi. Pada dasarnya keuntungan yang

diperoleh dari Pak Sunusi sangatlah besar hal ini disebabkan karena pak Sunusi

menggunakan tenaga kerja dari sebagian keluarganya.

44
D. Kualitas Susu

Dari hasil praktek lapnag pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah

milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang

Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan diketahui kualitas

susu yang dihasilkan. Pengujian kualitas susu ini dilakukan dengan menentukan

berat jenis (BJ) susu dan uji kotoran melalui kertas saring. Berat jenis susuyang

diperoleh dari susu segar milik Pak Sunusi adalah 1,035 dengan suhu susu 31 0C.

Hasilpengujian ini menandakan bahwa susu yang diproduksi oleh peternakan

sapi Pak Sunusi sudah memenuhi kriteria sebagai susu layak konsumsi.

Kelayakan susu untuk dikonsumsi diketahui karena susu yang

dihasilakan dari sapi perah miliki pak Sunusi memiliki BJ 1,035 yang mana

standar BJ untuk susu layak konsumsi adalah 1,027 sampai 1,035 serta setelah

melalui uji dengan kertas saring tampak bahwa tidak ada kotoran yang

terkandung dalam susu. Hal ini didukung oleh pendapat Dwi (2011), bahwaair

susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air, yaitu umumnya

1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu

adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air

susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah disepakati para ahli gizi dan

kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau daerah mempunyai ketentuan-

ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah.

45
E. Hasil Ikutan

Hasil ikutan pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak

Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan

Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yaitu susu yang dalam sehari

seekor ternak dapat menghasilkan 16 liter susu dari 8 ekor sapi betinalaktasi.

Produksi susu ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena dilakukan

penangan yang baik, seperti pengolahan susu menjadi dangke dan krupuk

dangke yang memiliki nilai tambah.

Penggunaan susu sapi dalam pengolahan dangke harus dilakukan untuk

mempertahankan keberadaan dangke baik sebagai salah satu kekayaan budaya

asli Indonesia, maupun sebagai industri skala rumah tangga yang telah

memberikan sumbangan pendapatan, dan memiliki kandungan nutrisi yang

tinggi untuk sebagian masyarakat peternak di pedesaan Kabupaten Enrekang.

Sedangkan krupuk dangke merupakan hasil olahan susu yang difermentasikan

menjadi olahan dangke kemudiaan diolah lagi menjadi krupuk dangke dengan

berbagai rasa seperti rasa original, balado, dan rasa coklat.

Bahan dasar dari kerupuk susu yakni dangke, yang dihasilkan tidak

menggunakan susu sebagai bahan dasar pembuatan kerupuk ini, melainkan

dangke sehingga namanya kerupuk dangke. Hal ini sejalan dengan Nurani

(2011) bahwa Penggunaan susu sapi dalam pengolahan dangke harus dilakukan

dalam rangka mempertahankan keberadaan dangke baik sebagai salah satu

kekayaan budaya asli Indonesia, maupun sebagai industri skala rumah tangga

yang telah memberikan sumbangan pendapatan untuk sebagian masyarakat

peternak di pedesaan Kabupaten Enrekang.


46
Anonim (2012) menambahkan bahwa Bahan dasar dari kerupuk susu

yakni dangke, kerupuk yang dihasilkan tidak menggunakan susu sebagai bahan

dasar pembuatan kerupuk ini, melainkan dangke sehingga namanya kerupuk

dangke. untuk menghasilkan 1 kg krupuk dangke dibutuhkan sekitar 4 - 5 buah

dangke.

Pembuatan 1 bungkus dangke diperoleh dari susu segar sebanyak 1,5

liter. Proses pembuatan dangke yaitu: (1) Susu segar dimasak hingga mendidih,

(2) Memberi sedikit tambahan getah papaya (membuat lemak susu mengendap

dan memisah dari air susu), (3) Mengambil endapan susu yang telah terapung di

permukaan panci, (4) Mencetak pada tempurung kelapa, (5) Membungkus

dangke yang telah jadi menggunakan daun pisang, dan (6) Dangke siap untuk

dipasarkan. Produk susu yang satu ini dijual dengan harga Rp. 15.000.

Berbeda dengan pembuatan kerupuk susu. Prosesnya lebih mudah

yaitu: (1) Mencampurkan dangke (matang) dengan tepung beras, (2)

Memasukkan adonan kedalam cetakan krupuk, (3) Digoreng dengan minyak

panas, (4) Krupuk susu dibungkus dengan plastik dan diberi label, dan (5)

Krupuk susu siap untuk dipasarkan. Produk kerupuk susu ini dijual senilai Rp.

5.000 sampai Rp.15.000/ bungkus.

47
F. Proses Keluarnya Air Susu

Berdasarkan hasil praktek lapang yang telah dilakukan diketahui bahwa

pada Usaha peternakan Rakyat Sapi Perah milik Pak Sunusi yang terletak di

Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten

Enrekang, Sulawesi Selatan proses keluarnya air susu karena adanya gerakan

menyusui pada pedet, usapan atau basuhan air hangat pada ambing yang

merupakan rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf. Hal ini sesui Anonim b

(2010) bahwa air susu akan keluar apabila ada gerakan menyusui pada pedet,

usapan atau basuhan air hangat pada ambing merupakan rangsangan pada otak

melalui jaringan syaraf.

Air susu mengalir melalui saluran-saluran halus dari gelembung susu ke

ruang kisterna dan ruang puting susu. Dalam keadaan normal, lubang puting

susu akan tertutup. Lubang puting menjadi terbuka akibat rangsangan syaraf atau

tekanan sehingga air susu dari ruang kisterna dapat mengalir keluar. Gerakan

menyusui pada pedet, usapan atau basuhan air hangat pada ambing merupakan

rangsangan pada otak melalui jaringan syaraf. Selanjutnya otak akan

mengeluarkan hormon oksitosin ke dalam darah. Hormon oksitosin

menyebabkan otot-otot pada kelenjar susu bergerak dan lubang puting membuka

sehingga susu dapat mengalir keluar.

48
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan laporan Praktek Lapang Peternakan Rakyat

Sapi Perah Milik Pak Sunusi yang terletak di Dusun Talaga Kelurahan

Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan dapat

ditarik kesimpulan bahwa bangsa-bangsa sapi perah yang ada meliputi Sapi

Peranakan Fries Holland (Holstein Friesian), Sapi Peranakan Sahiwal, Sapi

Brown Swiss dan Sapi Jersey.

Potensi sumber daya alam dan manusia di Dusun Talaga Kelurahan

Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang yaitu memiliki prospek

yang sangat baik, akan tetapi proses untuk menunjang potensi sumber daya alam

dan manusia masih dalam skala yang kurang efektif.

Analisis usaha memiliki prospek yang sangat baik, karena aspek hukum

dalam izin usaha peternakan sapi perah di dapatkan dari kemitraan dengan Dinas

Peternakan setempat.Ditinjau dari aspek finansial dan kelayakan usaha,

peternakan sapi perah ini sudah memberikan keuntungan setiap laktasi bagi

peternak.

Ditinjau dari kualitas susu yang dihasilkan, sudah layak untuk

dikonsumsi karena memiliki BJ 1,035 dan bebas kotoran. Hasil ikutan dari Sapi

Perah Pak Sanusi adalahh susu yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena

dilakukan penangan yang baik, seperti pengolahan susu menjadi dangke dan

krupuk dangke yang memiliki nilai tambah.

49
Saran

Adapun saran kepada para peternak adalah agar sistem pemeliharaan

dapat ditingkatkan. Untuk meningkatkan produksi susu sebaiknya dilakukan

penambahan konsentrat pada ransum. Sehingga mendatangkan banyak

keuntungan.

50
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.


Makassar.

Anonima. 2010. Tentang Ternak Perah. http://anakkandang.multiply.com/


journal/item/ 2/tentang_ternak_perah. Diakses pada Diakses pada
tanggal 18 April 2013.

Anonim b. 2010.Ternak Perah.http://peternakan_sapi perah.co.id.Diakses pada


tanggal 18 April 2013.

Blakely, J dan Bade, D.1991. Ilmu Peternakan. UGM Press. Yogyakarta.

Darmono. 2010. Ternak Sapi.http://agromaret.com. Diakses pada tanggal 18


April 2013.

Dwi. 2011. Penentuan Kulitas Susu. http://Hariani_dwi.blogspot.com. Diakses


pada tanggal 24 April 2013.

Irma. 2012. Dangke. http://shamawar.wordpress.com/2012/12/04/gurihnya-si-


putih-dangke/. Diakses pada tanggal 29 April 2013.

Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Nurani, S. 2011. Potensi Peternakan di Sulawesi Selatan.http://ilmu


peternakan.co.id. Diakses pada tanggal 24 April 2013.

Nursam 2006.Analisis Kelayakan Financial Usaha Peternakan Ayam Petelur


pada UD. Cahaya Mario Rappang Kabupaten Sidrap (studi
kasus).FAPET UH.Makassar.

Pradana, M. N. 2009. Revitalisasi Peternakan Sapi Perah Harus Digalakkan.


http://disnakeswan.kalbarprov.go.id/index.php?option=com. Diakses
pada tanggal 24 April 2013.

Prihadi. S. 1994. Tata Laksana Dan produksi ternak Perah. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Saleh. 2012. Berbagai Produksi Hasil Ternak. http://


muhammad_saleh.com.Diakses pada tanggal 24 April 2013.

51
Soetarno, T. 2003. Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada.Yogyakarta.

Tohar.M 2000.Membuka usaha kecil. Kanisius, Yogyakarta.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

52

Anda mungkin juga menyukai