Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIKUMTATALAKSANA PADANG

PENGGEMBALAAN PETERNAKANRAKYAT

PRAKTKUM VII
PENGUKURAN KAPASITAS TAMPUNG

OLEH
NAMA : TITIN EKA CAKRAWATI

NIM : I 111 14 54

KELOMPOK : V (LIMA)

GELOMBANG :

ASISTEN :

LABORATORIUM TANAMAN PAKAN DAN MANAJEMEN


PADANG PENGGEMBALAAN RAKYAT
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Padang penggembalaan merupakan suatu areal yang ditumbuhi vegetasi

dominant famili Gramineae dan mungkin juga terdapat jenis tumbuhan lainya

seperti legume, dan herba lainya yang digunakan untuk makanan ternak. Padang

penggembalaan daerah tropic biasanya menghasilkan hijauan yang melimpah

pada musim hujan, pada saat sesudah itu tunas tanaman biji tumbuh dan

berkembang dengan baik dan cepat.

Hijauan makanan ternak memegang peranan penting bagi ternak Ruminansia,

besarnya  sumbangan hijauan bagi ternak Ruminasia 74-94% atau bisa mencapai

100% . Untuk memenuhi kebutuhan ternak maka dibutuhkan hijauan yang

mempunyai kualitas tinggi, kuantitas yang cukup serta ketersediaan dapat

berkelanjutan. Penyediaan pada padang pengembalaan dapat berupa rumput dan

legume dengan komposisi rumput 60% dan legume 40%

Upaya peningkatan produksi ternak harus seiring dengan peningkatan kualitas

dan kuantitas pakan hijauan. Karena pakan hijauan dapat  juga berfungsi sebagai

Bulk dan juga sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.

Pertambahan populasi yang begitu pesat akan menyebabkan peningkatan

kebutuhan suplai pakan hijauan, hal ini akan mengakibatkan lebih banyak sumber

daya lahan yang diperlukan untuk dijadikan sebagai tempat penggembalaan

ternak.
Untuk menjaga agar ketersediaan akan hijauan pakan ternak jangan sampai

kekurangan maka salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan

memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami sebagai padang pengembalaan

dan integrasi ternak terhadap Tanaman makanan ternak kedalam pola perkebunan

dan pertanian setempat, selain itu perlu adanya pembuatan kebun rumput atau

padang penggembalaan yang dapat menyediakan berbagai jenis hijauan unggul

serta  disesuaikan dengan kapasitas tampung terhadap jumlah ternak

Indonesia merupakan Negara agraris (daerah tropic) yang sebagian besar

penduduknya hidup dari usaha pertanian. Diversifikasi tanaman padi dan tanaman

pangan lainnya sangat lainnya sangat membantu pemerintah dalam mendukung

pembangunan pertanian. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

protein hewani bagi tubuh disertai perbaikan sosial ekonomi masyarakat

menyebabkan permintaan bahan pangan yang berasal dari ternak semakin

meningkat, sehingga menuntut peningkatan produksi dibidang peternakan.

Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia,

(Reksohadiprodjo et al, 1995), karena pakan yang dikonsumsi oleh sapi, kerbau,

kambing, dan domba sebagian besar dalam bentuk hijauan, tetapi ketersediaannya

baik kualitas, kuantitas, maupun kontinyuitasnya masih sangat terbatas. Petani

pada umumnya memberikan pakan pada ternak tidak ditentukan jumlahnya,

sehingga masih kurang atau terlalu banyak sisa terbuang. Oleh karena itu

diperlukan suatu cara untuk mengoptimalkan penggunaan pakan yang diberikan

pada ternak tersebut. Optimalisasi dan efesiensi tersebut dapat dilakukan apabila

diketahui besarnya kandungan nutrient, konsumsi, dan kecernaan bahan pakan


tersebut. Pakan merupakan aspek penunjang dalam peningkatan produktivitas

ternak. Jenis makanan ternak secara umum dikenal tiga kelompok besar yaitu

hijauan, non hijauan dan limbah pertanian. Hijauan adalah semua bahan makanan

ternak yang diberikan dalam bentuk segar. Hijauan dapat berupa tanaman rumput-

rumputan, kacang-kacangan, semak, perdu, atau pohon yang dapat dimanfaatkan

sebagai pakan terutama ternak herbivore.

Peningkatan produksi ternak khususnya ternak ruminansia akan berhasil

dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat dipenuhi

secara kualitas dan kuantitas dan tersedia secara kontinyu. Hijauan makanan

ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman

hijauan makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi

ekologi dan iklim di suatu wilayah. Ketersediaan hijauan pakan ternak di

Indonesia tidak tersedia sepanjang tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala

yang perlu dipecahkan..


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Penggunaan Padang Penggembalaan

Padang Penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh

tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat menyenggutnya

menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan tersebut bisa

terdiri dari rumput atau leguminosa, tetapi suatu padang rumput yang baik

ekonomis adalah yang terdiri dari rumput dan leguminosa (Anonimous, 1995).

            Perluasan areal padang penggembalaan adalah upaya memperluas padang

penggembalaan guna meningkatkan produksi hijauan makanan ternak yang

berkualitas (Reksohadiprodjo, 1985).

            Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput

unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan

ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak (Yunus, 1997).

            Usaha  padang  penggembalaan adalah suatu bentuk usaha peternakan

(ternak ruminansia) yang menggunakan padang penggembalaan, dengan landasan

kapasitas tampung (carrying capacity) (Reksohadiprodjo, 1985).

            Fungsi padang penggembalaan adalah untuk menyediakan bahan makanan

bagi hewan yang paling murah, karena hanya membutuhkan tenaga kerja sedikit,

sedangkan ternak menyenggut sendiri makanannya di padang penggembalaan.

Rumput yang ada didalamnya dapat memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini

disebabkan pengaruh tanaman rumput pada tanah, rumput yang dimakan oleh

ternak dikembalikan ke padang penggembalaan sebagai kotoran yang


menyuburkan dan menstabilkan produktivitasnya dari tanah itu sendiri

(Anonimous, 1990).

            Syarat padang penggembalaan yang baik adalah produksi hijauan tinggi

dan kualitasnya baik, persistensi biasa ditanam dengan tanaman yang lain yang

mudah dikembangbiakkan. Pastura yang baik nilai cernanya adalah pastura yang

tinggi canopinya yait u 25 – 30 cm setelah dipotong (Utomo, 1983).

B. Gambaran umum Kapasitas Tampung

Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk

menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang

digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan

untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1985). Kapasitas tampung

juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung

ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas

padang penggembalaan (Subagiyo dan Kusmartono, 1988).

            Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rale)

yaitu jumlah ternak atau unit ternak persatuan luas padang penggembalaan

(Anonimous, 1979 dalam Mudumi 1990).

            Identifikasi tanaman bertujuan untuk mengetahui jenis – jenis tanaman

rumput dan legume secara tepat dan cepat (Reksohadiprodjo, 1985).

C. Gambaran Animal unit

Carrying Capacity (CC) adalah kemampuan untuk menampung ternak

per unit per satuan luas sehingga memberikan hasil yang optimum atau daya

tampung padang penggembalaan untuk mencukupi kebutuhan pakan hijauan


yang dihitung dalam animal unit(AU) (Winarto, 2009).

Perhitungan mengenai kapasitas tampung (Carrying Capacity) suatu lahan

terhadap jumlah ternak yang dipelihara adalah berdasarkan pada produksi

hijauan makanan ternak yang tersedia. Dalam perhitungan ini digunakan norma

Satuan Ternak (ST) yaitu ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat

badan ternak dengan jumlahmakanan ternak yang dikonsumsi.

a. Satuan Ternak

Satuan Ternak (ST) adalah ukuran yang digunakan untuk

menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah makanan ternak yang

dikonsumsi. Norma/ standar kebutuhan hijauan makanan ternak berdasarkan

Satuan Ternak adalah sebagai berikut

 Ternak dewasa (1 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 35 kg/ekor/hari.

 Ternak muda (0,50 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 15 – 17,5

kg/ekor/hari.

 Anak ternak (0,25 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 7,5 – 9

kg/ekor/hari

d. Intensitas Penggembalaan

E. Metode penentuan daya-tampung - Berdasarkan hijauan tersedia - Berdasarkan

produksi ternak

Pemanfaatan pastura yang optimal dapat dilakukan dengan mengatur

imbangan yang serasi antara kuantitas hijauan yang tersedia dengan jumlah ternak

yang digembalakan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan suatu

pengetahuan untuk memperkirakan produksi suatu padangan, sehingga secara


tepat dapat memperkirakan jumlah ternak yang dapat dimasukkan ke dalam

pastura.

Kemampuan masing-masing pastura` dalam menampung ternak berbeda-

beda karena adanya perbedaan-perbedaan dalam hal-hal produktivitas tanah, curah

hujan dan penyebarannya, topografi dan hal-hal lain. Oleh karena itu setiap

pastura sebaiknya digembalai menurut kemampuan masing-masing.

Taksiran daya tampung menurut Halls et al. (1964) dapat didekati dengan

jumlah hijauan tersedia di pastura tersebut. Namun demikian untuk mengamati

setiap bagian dari pastura tersebut sangat sulit dan bahkan tidak mungkin dapat

dikerjakan, sehingga cara pengambilan cuplikan sebagai contoh (sample)

memegang peranan penting dalam pengukuran produksi hijauan. Ada beberapa

metoda untuk menentukan letak petak-petak cuplikan agar produksi hijauan dapat

ditaksir dengan benar. Metoda-metoda yang mungkin dapat dipilih adalah sebagai

berikut :

1. Dengan pengacakan

2. Dengan stratifikasi

3. Secara sistematik (dimulai dari titik yang telah ditentukan dan kemudian

cuplikan-cuplikan diambil pada jarak-jarak tertentu sepanjang garis yang

memotong padang rumput).

Setiap metoda pengambilan cuplikan tersebut mempunyai kebaikan dan

keburukan tetapi bila dilakukan dengan baik dan penuh komitmen tinggi maka

dapat memberikan gambaran yang cukup obyektif.


Cara yang baik dalam pengambilan cuplikan misalnya dengan

menggunakan dua angka dari daftar angka random sebagai koordinat tempat

cuplikan. Koordinat tersebut tidak perlu dimulai dari sudut pastura sebagai titik

nol tetapi dapat dimulai dari letak cuplikan yang sebelumnya. Jumlah cuplikan

yang diperlukan tergantung dari ketidak seragaman pastura, alat-alat yang

digunakan, tujuan pengambilan data, tingkat ketelitian yang dikehendaki serta

biaya atau fasilitas yang tersedia.

Menurut Halls et al. (1964) mengukur daya tampung pastura sebagai

berikut: petak cuplikan pertama ditentukan secara acak seluas 1 m2 bujur sangkar

atau dalam bentuk lingkaran dengan garis tengah 1 m. Petak cuplikan kedua

diambil pada jarak lurus 10 langkah ke kanan dari petak cuplikan pertama dengan

luas yang sama. Kedua petak cuplikan yang berturut-turut tersebut membentuk

satu kumpulan (cluster). Cluster selanjutnya diambil pada jarak lurus 125 m dari

cluster sebelumnya. Dalam hal ini terdapat beberapa kemungkinan modifikasi

yang dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan sehingga diperoleh cuplikan

yang diperlukan. Untuk lapangan seluas 160 acre (± 65 ha) diperlukan paling

sedikit 50 cluster.

Setelah petak cuplikan ditentukan semua hijauan yang terdapat didalam

petak tersebut dipotong sedekat mungkin dengan tanah termasuk dipotong juga

bagai tanaman pohon-pohonan yang mungkin dapat dimakan ternak sampai

setingggi 1,5 m. Hijauan tersebut kemudian dimasukkan kedalam kantung-

kantung dan ditimbang bobot segarnya. Apabila petak cuplikan jatuh pada batu-

batu atau pohon-pohon besar usahakan jangan menghindar, dan petak yang
kosong tersebut nantinya juga digunakan pembagi untuk mendapatkan nilai rata-

rata.

Dari catatan bobot segar hasil cuplikan maka dapat diketahui produksi

hijauan segar per m2. Namun demikian perlu dipertimbangkan bahwa tidak

seluruh hijauan tersebut dapat terkonsumsi ternak karena sebagian dari bagian

tanaman harus ditinggalkan untuk menjamin regrowth. Jadi harus diperhitungkan

proper use factor (PUF). Besarnya proper use factor tersebut antara lain

dipengaruhi oleh :

1.      Erodibilitas lahan

Pada pastura yang mudah mengalami erosi karena topografi miring atau hamparan

vegetasi yang rendah (tumbuhnya jarang), maka sebaiknya hijauan tidak

semuanya dipanen.

2.      Pola regrowth tanaman

Tidak semua jenis tanaman mempunyai kecepatan pertumbuhan kembali yang

sama setelah dipanen, oleh karena itu pada tanaman yang mempunyai pola

regrowth lamban sebaiknya tidak semua hijauan yang dapat dipanen semuanya

untuk ternak.

3.      Jenis dan jumlah ternak

Pada dasarnya semakn banyak atau semakin besar jenis ternak yang dipelihara

maka semakin banyak pula tanaman yang terinjak, sehingga tidak semua hijauan

yang dipanen dapat dimanfaatkan untuk ternak. Pada umumnya tanaman yang

sudah terinjak-injak akan dikonsumsi belakangan setelah tidak ada hijauan lain

yang disukai, tetapi pada tanaman yang sudah terkena kotoran (feses dan urin)
maka hijauan tersebut tidak akan dikonsumsi ternak dalam waktu yang cukup

lama. Pada beberapa hari pertama setelah tanaman terkena kotoran segar, maka

tanaman terlihat mulai menguning karena kotoran tersebut mengalami proses

fermentasi sehingga panas yang ditimbulkan merupakan cekaman bagi tanaman.

Selanjutnya setelah kotoran tersebut mengalami pelapukan, maka terlihat tanaman

tersebut tumbuh subur dibandingkan tanaman lainnya. Oleh karena itu di pastura

sering terlihat tanaman yang bergerumpul rimbun yang dari kejauhan seperti titik-

titik hijau, hal ini adalah kelompok tanaman yang subur akibat terkena kotoran

ternak dan ternak tidak mau mengkonsumsinya.

4.      Keadaan musim/ketersediaan pengairan

Pertimbangan regrowth tetap menjadi faktor dominan terhadap pemanfaatan

hijauan. Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa pada musim kemarau dimana

air merupakan faktor pembatas pertumbuhan tanaman, maka regrowth tanaman

akan lamban, oleh karena itu pemanfaatan hijauan yang ada juga perlu disisakan

untuk menjamin kepentingan regrowth tanaman.

Pada dasarnya makin besar kemungkinan terjadinya erosi atau faktor-

faktor yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada suatu pastura, maka

PUF semakin kecil. Untuk penggunaan pastura yang ringan besarnya PUF adalah

25-30%, penggunaan medium 40-45%, sedang untuk penggunaan yang berat 60-

70%.

Sebagai contoh penentuan kapasitas tampung:

Suatu misal produksi hijauan segar hasil cuplikan rata-rata per m 2 = 2 kg, maka

produksi hijauan dalam pastura per Ha itu ditaksair 2 x 10.000 = 20.000 kg = 20


ton, dengan menggunakan PUF 40 % maka jumlah hijauan yang tersedia untuk

ternak per Ha 40% x 20 ton = 8 ton/ha.. Apabila kebutuhan hijauan 40 kg

segar/ekor/hari maka kebutuhan luas tanah per bulan (30 hari) =

ha/ekor/bulan = 0.15 ha/ekor/bulan.

Berkaitan dengan musim dan regrowth hijauan setelah dipanen, maka dapat

dimaklumi bahwa suatu padangan memerlukan suatu masa istirahat agar hijauan

yang telah dikonsumsi ternak tumbuh kembali dan siap untuk digembalai lagi.

Masa ini disebut sebagai periode istirahat (rest). Pada umumnya, padang rumput

tropika membutuhkan waktu 70 hari istirahat setelah digembalai (stay) selama 30

hari. Hal ini tergantung spesies tanaman dan musim.

Untuk menaksir kebutuhan luas lahan per tahun dapat dimanfaatkan rumus

Voisin sebagai berikut :

[y–1]s=r

y = angka konversi luas tanah yang dibutuhkan per ekor sapi per tahun terhadap

kebutuhannya per bulan.

s = periode merumput [s = stay]

r = periode istirahat [r = rest]

Dengan memasukkan nilai r = 70 dan s = 30 pada rumus diatas maka

diperoleh

y= = 3,3
Dengan nilai y = 3,3. serta diketahuinya kebutuhan luas pastura per bulan 0,15 ha,

maka kebutuhan luas padangan yang diperlukan per tahun adalah 3,3 x 0,15 ha =

0,495 hektar untuk per ekor sapi. Dengan kata lain, berarti satu Ha pastura per

tahun dapat menampung 2 ekor sapi dewasa yang setiap hari dengan konsumsi 40

kg rumput pada tingkat penggembalaan sedang.

Kesimpulan dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas

tampung pastura adalah 2 ekor / ha, dengan catatan sapi dewasa yang tiap hari

mengkonsumsi hijauan segar 40 kg. Dari hasil tersebut timbul pertanyaan,

bagaimana kalau sapi yang digembalakan tersebut pedet atau sapi dewasa yang

konsumsinya hanya 30 kg hijauan segar per hari. Selanjutnya bagaimana kalau

hasil pehitungan ternyata diperoleh kapasitas tampung suatu pastura 2,5 ekor/ha

Dengan melihat kasus tersebut, maka satuan kapasitas tampung pastura yang

dinyatakan dengan ekor/ha belum operasional, dengan demikian memerlukan

suatu standar yang memadai dan mudah dioperasionalkan. Untuk itu satuan

kapasitas tampung secara internasional dinyatakan dalam Animal Unit (AU) atau

Satuan Ternak (ST). Adapun pengertian dari Satuan Ternak adalah kemampuan

ternak dalam mengkonsumsi hijauan yang perlu distandarisasi. Secara umum 1

Satuan Ternak adalah ternak yang dapat mengkonsumsi hijauan segar 40 sampai

45 kg atau 8 sampai 9 kg bahan kering per hari. Variasi ini tergantung pada rata-

rata ternak dewasa dalam suatu wilayah. Untuk daerah tropis seperti Indonesia, 1

ST setara dengan sapi dewasa yang dapat mengkonsumsi hijauan 8 kg/ekor/hari.

Dengan demikian bila kemampuan konsumsi bahan kering sapi sekitar 2,75

persen dari bobot badan ternak, maka 1 ST setara dengan sapi yang mempunyai
bobot badan 290 kg. Satuan ini lebih operasional, karena bila nantinya ditemui

kapasitas tampung suatu pastura adalah 2,5 ST, artinya dalam pastura tersebut

dapat digembalai ternak yang total berat badannya 2,5 x 290 kg = 725 kg yang

bisa terdiri dari 2 ekor sapi besar atau 4 sampai 5 sapi kecil, yang terpenting

adalah total jumlah berat badan semua ternak yang digembalakan sekitar 725 kg.

Pendekatan satuan ternak ini juga berlaku untuk jenis ternak lain baik ternak

ruminansia kecil (domba, kambing) atau kerbau dan kuda.


BAB III
METODE PELAKSANAAN PRAKTEK

A. Waktu dan Tempat

Praktek lapang Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat pada hari sabtu -

minggu 29 – 1 April dan Mei 2016 bertempat di peternakan sapi di kabupaten Sidrap,

Sulawesi Selatan,. Di peternakan sapi milik anak perusahaan dari PT Berdikari (Persero)

yaitu PT Berdikari United Livestock (PT BULI).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktek Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat

lapang Perah adalah alat tulis – menulis tranportasi, gunting, pisau, kayu,timbangan, ,dll

Bahan yang digunakan pada praktek lapang Ilmu Ternak Perah adalah kertas,

kantongan,kertas koran.

B. Metode Praktikum

C.. Parameter yang di amati

,,,,,,

D.Rumus mengukur paramater

..............
LAPORAN PRAKTIKUM TATALAKSANA PADANG
PENGGEMBALAAN PETERNAKAN RAKYAT

PENENTUAN KOMPOSISI BOTANIS

OLEH

NAMA : TITIN EKA CAKRAWATI

NIM : I 111 14 534

KELOMPOK : V (LIMA)

GELOMBANG : I (SATU)

ASISTEN : SEMA

\
LABORATORIUM TANAMAN PAKAN DAN MANAJEMEN
PADANG PENGGEMBALAAN RAKYAT
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LatarBelakang

Pakan hijauan yang diberikan pada ternak dapat diperoleh dari berbagai

sumber, padang penggembalaan atau pastura merupakan sebagai salah satu

contohnya. Padang penggembalaan atau pasture merupakan tempat

menggembalakan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi

ini telah ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang

tahan terhadap injakan ternak). Tujuan utama dalam pembuatan padang

penggembalaan adalah menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas,

efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun.

Untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas padang penggembalaan

sebagai penyedia hijauan makanan ternak perlu diadakannya evalusi terhadap

padang penggembalaan tersebut. Di samping itu alas an dilakukannya evalusai

adalah untuk mengotrol perkembangan pastura, mempertahankan komposisi

botani sesuai yang diharapkan, mempertahankan persediaan hijauan selama

mungkin, dan memperhatikan pula kelestarian lingkungan.

Pengukuran pada pasture merupakan cara evalusi yang cukup akurat baik

dengan metode langsung maupun tidak langsung. Pengukuran pasture secara

langsung akan lebih memberikan gambaran akan keadaan pasture sebenarnya,

metode ini dapat dilakukan dengan penghitungan komposisi botani dengan

beberapa caranya, dengan mengukur produktivitasnya dan juga penghitungan

komposisi kimianya.
I.2 Tujuan dan kegunaan

Tujuan dilakukannya praktikum mengenai Penentuan Komposisi Botanis

adalah untuk mengetahui komposisi botani / hijauan pakan dan untuk

mengevaluasi keadaan pastura yang ada di area PT. Berdikari United Livestock di

Kabupaten Sidrap.

Kegunaan dilakukannya praktikum  mengenai Penentuan Komposisi

Botanis adalah agar mengetahui komposisi botani / hijauan pakan dan dapat

mengevaluasi keadaan pastura yang ada di area PT. Berdikari United Livestock di

Kabupaten Sidrap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

.A.Gambaran Umum Penggunaan Padang Penggembalaan

Padang Penggembalaan (Pasture) Menurut Reksohadiprodjo (1994)

padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman

makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut

kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan adalah tempat atau

lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang

tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak

(Yunus, 1997).

Pasture adalah suatu lapangan terpagar yang ditumbuhi hijauan dengan kualitas

unggul dan digunakan untuk menggembalakan ternak ruminansia (Parakkasi,

1999), sehingga dapat disebut sebagai padang penggembalaan. Sebelum adanya

mekanisasi pertanian, padang rumput adalah sumber makanan utama untuk

penggembalaan ternak seperti kuda dan sapi. Hal tersebut masih digunakan secara

ekstensif, terutama sekali di daerah kering apabila padang rumput daratan tidak

cocok untuk produksi pertanian. Di daerah yang lebih lembab, padang

penggembalaan dimanfaatkan secara ekstensif dalam bentuk “free range” dan

pertanian organik. Pasture terdiri dari rumput-rumputan, leguminosa maupun

hijauan lain (Wikipedia, 2008).

Menurut Reksohadiprodjo (1985), pasture (padang penggembalaan) terdiri dari

beberapa macam, yaitu :


1. Padang Penggembalaan (Pasture) Alam ; merupakan padangan yang

terdiri dari tanaman dominan yang berupa rumput perennial, sedikit atau

tidak ada sama sekali belukar gulma (weed), tidak ada pohon, sering

disebut padang penggembalaan permanen, tidak ada campur tangan

manusia terhadap susunan floranya, tetapi hanya mengawasi ternak yang

digembalakan.

2. Padang Penggembalaan (Pasture) Alam Yang Sudah Ditingkatkan ;

merupakan padangan yang terdiri dari spesies – spesies hijauan makanan

ternak alami, namun komposisi botaninya telah diubah oleh manusia

sehingga didapat spesies hijauan yang produktif dan menguntungkan

dengan jalan mengatur pemotongan (defoliasi).

3. Padang Penggembalaan (Pasture) Buatan/Temporer) ; merupakan

padangan yang vegetasinya sudah dipilih/ditentukan dari varietas tanaman

yang unggul. Tanaman makanan ternak dalam padangan telah ditanam,

disebar dan dikembangkan oleh manusia. Padangan buatan/temporer dapat

menjadi padangan permanen atau diseling dengan tanaman pertanian.

4. Padang Penggembalaan (Pasture) Dengan Irigasi ; merupakan padangan

yang biasanya terdapat di daerah sepanjang sungai atau dekat sumber air.

Penggembalaan dijalankan setelah padangan menerima pengairan selama 2

sampai 4 hari.

Pemilihan jenis rumput dan legume yang akan ditanam pada padang

penggembalaan (pasture)   bergantung kepada jenis ternak, keadaan topografi dan


jenis tanah, kegunaan (disengut langsung oleh ternak / dipotong), metode

penggembalaan yang akan digunakan.

B.Gambaran umum komposisi botanis

Analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura

yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis

komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung

komposisi botani yang ada di suatu pastura. Namun hal ini tentu akan menjadi

masalah dalam menentukan akurasi jenis botani dan waktu yang diperlukan untuk

melihat kondisi botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi botani

yang ada secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan metode analisis

komposisi botani hijauan makanan ternak yang cepat dan tepat. (Kusmartono

1988).

C. Kualitas hijauan pada padang penggembalaan

Peningkatan produksi dan produktivitas ternak terutama ternak ruminansia,

harus seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pakan hijauan. Hal ini

dikarenakan pakan hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak

ruminansia. Pakan hijauan selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok ternak ruminansia, juga merupakan sumber karbohidrat, protein, vitamin

dan mineral. Salah satu factor penting yang perlu diperhatikan dalam menjaga

ketersediaan hijauan pakan ternak secara kontinu baik dari segi kualitas dan

kuantitas adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami pada

padang penggembalaan (pasture).


Padang penggembalaan (pasture) merupakan suatu areal yang ditumbuhi

vegetasi dominan famili rumput – rumputan (graminae) serta tumbuhan lainnya

seperti legume yang digunakan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Padang

penggembalaan yang baik, mampu menyediakan hijauan berupa rumput dan

leguminosa sebagai sumber pakan utama ternak ruminansia.

Beberapa tahun terakhir ini, terdapat kecenderungan menurunnya

produktivitas padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan dan basis

ekologi untuk ternak khususnya ternak ruminansia akibat tata laksana padang

penggembalaan yang buruk serta beberapa factor lainnya seperti perubahan fungsi

lahan. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan terhadap tata laksana padang

penggembalaan yang ada serta melakukan perluasan areal padang penggembalaan

baru terhadap lahan yang belum dimanfaatkan sehingga kebutuhan akan pakan

hijauan baik dari segi kualitas dan kuantitas dapat tersedia secara kontinu.

D. Komponen spesies rumput, legum dan gulma pada padang penggembalaan

Komponen iklim yang terpenting untuk daerah tropik adalah curah hujan,

tinggi rendahnya curah hujan disuatu daerah berpengaruh langsung terhadap

tingkat kesuburan dan pertumbuhan tanaman, bila pertumbuhan tanaman

terganggu maka produksinya terganggu pula( Syarief, 1980 )

            Kompetisi adalah salah satu corak hubungan antara keadaan

lingkungan di sekitarnya yang berinteraksi dan selanjutnya keadaan

lingkungan tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan yang lain.

( Tjitrosoedirjo, 1983 )
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetisi adalah spesies tanaman,

kepadatan/kerapatan tanam, persaingan cahaya, persaingan air dan persaingan

nutrisi ( Moenandir, 1988 )

            Kebanyakan cultivar tanaman, panjang siang hari atau panjang malam

hari penting untuk terjadinya bunga dan adanya reaksi kekuatan untuk

berbunga. Stylo merupakan legum yang tidak tolerant terhadap naungan.

(Reksohadiprodjo, 1981 )

E. Metode rangking penentuan komposisi botanis

Beberapa metoda analisis komposisi botani yang dikenal diantaranya 

metoda langsung yaitu pemisahan dengan menggunakan tangan dan penimbangan

hijauan makanan ternak yang ternak yang telah dipotong. Metode ini paling teliti

jika digunakan jumlah sampel yang cukup banyak, tetapi memerlukan waktu yang

lama dengan fasilitas pengeringan yang memadai. Metoda pendugaan, diantaranya

estimasi persentase berat pada hijauan makanan ternak yang telah dipotong,

estimasi persentase berat “in situ” di kebun/lapangan, estimasi unit berat dari tiap-

tiap spesies di kebun/lapangan.

Metode-metode tersebut lebih cepat tetapi kurang teliti karena faktor-faktor

subyektif. Dalam perkembangannya, diperkenalkan metode “rank” atau

perbandingan yang memberikan persentase relatif tentang kedudukan masing-

masing spesies (relative importance percentage). Metode ini digunakan untuk

menaksir komposisi botani pada rumput atas dasar bahan kering tanpa melakukan

pemotongan dan pemisahan spesies hijauan.


BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM

II.1 Waktu dan Tempat                                                       

Praktikum mengenai Penentuan Komposisi Botanis, dilaksanakan pada

hari Sabtu, 29-1April-Mei 2016  pukul 10.00 wita - selesai, bertempat di Lahan

Pastura PT.BULS Kabupaten Sidrap dan Laboratorium Tanaman Pakan, Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

II.2 Materi Praktikum

            Adapun alat yang digunakan dalam melakukan praktikum mengenai

Penentuan Komposisi Botanis adalah parang/gunting, meteran, kuadrat dan

timbangan,

Adapun bahan yang digunakan dalam melakukan praktikum mengenai

Penentuan Komposisi Botanisadalah koran dan alat tulis.

II. 3 Metode Praktikum

Berat Komponen Spesies

            Melemparkan kuadrat secara acak di padang penggembalaan, memotong

semua hijauan di dalam kuadrat sampai permukaan tanah, memotong hijauan dan

menyebarkan di atas koran, memisahkan satu spesies dari spesies  lainnya

kemudian menimbang masing-masing spesies, mengambil  sampel masing-masing

spesies untuk  menentukan kadar bahan kering dengan memasukkan sampel

kedalam oven pada temperature 100 oC selama 24 jam, kemudian menentukan

kadar bahan kering dan berat kering masing-masings pesies/komponen.


Metode ranking berdasarkan bahan kering

            Melemparkan kuadrat secara acak pada padang rumput dan mencatat

semua spesies yang ada. Ukuran kuadrat tidak terlalu kritis tetapi asalak cukup

luas sehingga sekurang-kurangnya tiga spesies yang masuk di dalamnya . Untuk

padang penggembalaan tropis, kuadrat dengan ukuran 4,9,25 atau 40 dm2 cukup

baik digunakan, memeperkirakan spesies yang menempati ranking pertama kedua

dan ketiga dalam hal produksi bahan kering.Apabila tidak ada perbedaan ranking

pertama dan kedua, renking kedua dan ketiga secara sama pada kedua atau ketiga

spesies, kemudian mengulang prosedur di atas banyak kali, lebih disukai antara

50-100 kali sehingga menghasilkan sekumpulan data, kemudian data ditabulasi

untuk memberikan proporsi kuadrat dimana tiap spesies menempati ranking

pertama, kedua dan ketikga. Proporsi kuadrat dimana spesies menempati ranking

pertama, kedua dan ketiga masing-masing dikalikan dengan faktor 70, 19, 21, 0,

dan 73, kemudian jumlah proporsi kuadrat suatu spesies setelah dikalikan dengan

faktor tersebut merupakan komposisi botanis spesies tersebut.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

              Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti pada

tabel di bawah ini.

A.           Hasil

Kuadra Spesies
t Rumput Legum Gulma
1. 1 2 3
2. 1 2 3
3. 1 2 3
4. 1 2 3
5 1 3 2
6 1 3 2
7 2 3 1
8 1 2 3
9 3 1 2
10 1 2 3
Sumber: Hasil Praktek Lapang  Tata Laksana Padang Pengembalaan Rakyat 
PT.Buls,  2015
            Berdasarkan hasil Praktek Lapang Tata Laksana Padang Pengembalaan

Peternakan Rakyat  PT.Buli di  Kab. Sidrap dapat dilhat bahwa  pada pelemparan 

kuadrat pertama yang ranking pertama dengan jumlah spesies yang banyak 

adalah  rumput, kemudian ranking kedua legum dan ranking ketiga adalah gulma,

kemudian pada pelemparan kuadrat kedua, ketiga dan keempat rumput tetap

berada pada ranking pertama , kemudian legum dan yang terakhir adalah gulma.

Papa pelemparan kuadrat yang ke 5 dan 6 yang ranking pertama berdasrkan

jumlah spesies yang banyak adalah rumput, gulma dan legum. Pada pellemparan
kuadrat yang ke 7 dan 8  yang ranking pertama dengan dengan jumlah spesies

yang banyak adalah gulma, rumput dan yang tearkhir adalah legum. Pada

pelemparan kuadrat 9 yang renking pertama dengan jumlah spesies ya ng banyak

adalah rumput kemudian legum dan yang terakhir adalah gulma. Dan peda

pelemperan kuadrat yang ke sepuluh yang menempati ranking pertama dengan

jumlah spesies yang banyak adalah legum, kemudian gulma dan yang terkhir

adalah rumput.

            Dari hasil  Praktek Lapang Tata Laksana Padang Pengembalaan Rakyat di

PT.Buli Kab Sidrap mengenai  Penentuan Komposisi  Botanis  yaitu melalui

metode ranking berdasarkan jumlah spesies tanaman dapat diketahui bahwa yang 

berada pada ranking pertama dalam jumlah spesies tanaman adalah rumput,

kemudian yang kedua legum dan yang terakhir adalah legum.

B.       Pembahasan

Pada Praktek Lapang Tata Laksana Padang Pengembalaan Peternakan 

Rakyat  PT.Berdikari Unit Live Stock di Kabupataen Sidrap  mengenai

Penenetuan Komposisi Botanis melalui metode ranking berdasarkan jumlah

spesies tanaman dapat diketahu bahwa spesies tanaman yang paling banyak

adalah graminae (rumput), hal ini disebabkan karena pakan ternak dapat

bersumber dari rumput budidaya di samping bersumber dari areal padang

penggembalaan sebagai ajang penggembalaan ternak. Hijauan dapat diperoleh

dari hasil penanaman maupun rumput lapang yang tersedia tanpa budidaya.

Rumput lapang umumnya berkembang di lahan di luar usaha tanaman pangan

maupun pada areal padang penggembalaan. Padang penggembalaan adalah daerah


padangan tempat tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang

dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat.

Hal ini sesuai pendapat Direktorat Perluasan Area (2009) yang menyatakn

bahwa padang penggembalaan di Indonesia secara umum merupakan padang

penggembalaan alam yang didominasi oleh tanaman perenial, sedikit atau tidak

terdapat semak belukar, gulma (weed) dan tidak ada pohon, dan tidak ada

pengaruh tangan manusia terhadap susunan floranya. Sumber lain menyatakan

bahwa tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis

rumput/legume yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk

menggembalakan ternak.

 Menurut Mahardi (2009) padang penggembalaan potensial yang

terintervensi oleh gulma dapat menjadi tanah kritis. Kerusakan padang

penggembalaan tersebut antara lain disebabkan karena hijauan asli setempat

produksi dan kualitasnya menjadi rendah, serta kurang responsif terhadap

perbaikan unsur hara tanah.Bagi daerah yang memiliki budaya memelihara ternak

secara ekstensif, padang penggembalaan sangat diperlukan dan menjadi faktor

penentu pengembangan peternakan (ternak ruminansia besar).

PT.Buli Kabupataen Sidrap melaksanakan pengembalaan ternak dengan

cara diumbar di lahan  dengan peroide tertentu karena jika diumbar ternak lebih

mudah dan bebas mencari makanannya dan dapat lebih mudah berinyeraksi

dengan teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pendapatDiwyanto dan

Handiwirawan, (2004) yang menyatakan bahwa secara umum, padang

penggembalaan adalah areal untuk menggembalakan ternak ruminansia dengan


manajemen pemeliharaan diliarkan (grazing) dalam mendukung efisiensi tenaga

kerja dalam budidaya ternak. Dengan sistem ternak diumbar di lahan tertentu pada

periode tertentu, ternak bebas memilih hijauan yang dibutuhkan, sehingga

memacu produktivitas ternak itu sendiri. Untuk mendukung pengembangan

peternakan dalam antisipasi ketersediaan daya dukung pakan yang semakin

terbatas, saat ini telah berkembang teknologi model integrasi ternak-tanaman

(Crop Livestock System/CLS), yakni ternak diintegrasikan dengan komoditas

tanaman untuk mencapai kombinasi optimal, sehingga input produksi menjadi

lebih rendah (low input) dengan tidak mengganggu tingkat produksi yang

dihasilkan. Prinsip dan kelestarian sumber daya lahan menjadi titik perhatian

dalam model ini.

 Dan menurut Priyanto dan Yulistiani, (2005) Pada konsep pengembangan

pola pembibitan, faktor input produksi (biaya) dapat ditekan, karena output yang

diterima peternak adalah produksi anak dalam jangka panjang. Ketergantungan

terhadap hijauan pakan murah sangat dibutuhkan, khususnya yang bersumber dari

padang penggembalaan. Dengan sistem penggembalaan (ektensif), peternak akan

mampu memelihara ternak dengan skala besar dan memperoleh keuntungan

optimal dibandingkan pola intensif.


BAB IV
PENUTUP

A.           Kesimpulan

Berdasarkan  Praktek Lapang Tata Lakasana  Padang Pengembalaan

Peternakan Rakyat  mengenai Penentuan Komposisi Botanis dapat disimpulkan

bahwa berdasarkan metode ranking berdasarkan bahan kering dan jumlah spesies

bahwa jumlah spesies yang terbanyak adalah rumput kemudian legum dan yang

terakhir adalah gulma , hal ini disebabkan karena pakan ternak dapat bersumber

dari rumput budidaya di samping bersumber dari areal padang penggembalaan

sebagai ajang penggembalaan ternak. Hijauan dapat diperoleh dari hasil

penanaman maupun rumput lapang yang tersedia tanpa budidaya.

B.       Saran

Sebaiknya asisten dan praktikan saling bekerja sama agar praktek lapang

berjalan sesuai dengan baik. Dan sebaiknya peternak lebih memperhatikan kondisi

ternaknya agar ternaknya mendapatkan nutrisi dan bobot badannya

bertambah/gemuk.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Perluasan Areal, 2009. Pedoman Teknis Perluasan ArealPadang


Penggembalaan. Direktorat Perluasan Areal. Direktorat JenderaL
PengelolaanLahan Dan Air Departemen Pertanian.

Diwyanto, K. Dan E. Handiwirawan. 2004. Peran Litbang Dalam Mendukung


Usaha Agribisnis Pola Integrasi Tanaman-Ternak. Prosiding Sistem
Integrasi Tanaman dan Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bali dan Crop-Animal Systems Research Network(CASREN). Bali : hlm.
63-80.

Marhadi.2009.Peremajaan Padang Pengembalaan.http//marhadinutrisi06.blogspot.


  com/2009/12/Padang-Penggembalaan/html.

Priyanto, D. Dan D. Yulistiani. 2005. Estimasi Dampak Ekonomi Penelitian


Partisipatif Penggunaan Obat Cacing dalam Meningkatkan Pendapatan
Peternak Domba di Jawa Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor,
hlm 512-520.

Mc Llroy, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang rumput Tropika. Pradnya


Paramita, Jakarta.

Reksohadiprojo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.


BFFE, Yogyakarta.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Subagyo I, Kusmartono 1988. Ilmu Kultur Padangan. Malang: Nuffic, Fakultas


Peternakan Universitas Brawijaya.

Susetyo, I. Kismono dan B. Suwardi. 1981. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat


Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.

Tandi, Ismail. 2010. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali dengan
Sistem Penggembalaan di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa.
Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1ISSN 2089-0036.
LAPORAN PRAKTIKUMTATALAKSANA PADANG
PENGGEMBALAAN PETERNAKANRAKYAT

LAPORAN PRAKTKUM V
PENGUKURAN PRODUKSI HIJAUAN

OLEH

NAMA : TITIN EKA CAKRAWATI

NIM : I 111 14 534

KELOMPOK : V (LIMA)

GELOMBANG :

ASISTEN :

LABORATORIUM TANAMAN PAKAN DAN MANAJEMEN


PADANG PENGGEMBALAAN RAKYAT
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Salah satu alternatif untuk menjaga agar ketersediaan akan hijauan pakan

ternak jangan sampai kekurangan adalah dengan memanfaatkan hijauan yang

tumbuh secara alami sebagai padang pengembalaan dan integrasi ternak terhadap

tanaman makanan ternak kedalam pola perkebunan dan pertanian setempat. Selain

itu perlu adanya pembuatan kebun rumput atau padang penggembalaan yang

dapat menyediakan berbagai jenis hijauan unggul serta disesuaikan dengan

kapasitas tampung terhadap jumlah ternak. Indonesia merupakan Negara agraris

(daerah tropic) yang sebagian besar penduduknya hidup dari usaha pertanian.

Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk

memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul

dan atau legum dengan jenis rumput atau legum yang tahan terhadap injakan

ternak. Peningkatan pertumbuhan tanaman sejalan dengan peningkatan intensitas

cahaya. Jumlah energi matahari yang diterima seawal mungkin pada saat

munculnya sampai periode pemasakan adalah penting untuk akumulasi berat

kering selama periode tersebut, kompetisi zat – zat makanan. Kompetisi terjadi

antara “Companion Crop” dengan tanaman utama, kekompakan tanah. Pastura

yang digembala dengan stocking rate yang tinggi (8 sampai 10 ekor/ha) akan

menyebabkan tanah menjadi kompak, padat dan berakibat mengurangi aerasi akar

dan daya tembus air. Pastura yang terlalu tinggi menyebabkan sulit untuk

mengumpulkan biji atau buah yang dipetik yang berjatuhan ke tanah


Produksi hijauan pakan ternak merupakan bahan pakan yang diberikan

pada ternak untuk mencukupi kebutuhan nutrisi ternak. Hijauan merupakan bahan

makanan utama ternak ruminanasia karena berfungsi sebagai pengenyang (bulky)

dan sebagai sumber karboihidrat, protein, vitamin dan mineral. untuk memperoleh

produksi hijauan yang tinggi, dengan kualitas, kuantitas serta kontinuitas  yang

terjamin maka perlu di rancang dan di rencanakan sesuai dengan kondisi

lingkungan klimatologi yg terdapat di daerah dimana sebuah lahan yang akan di

jadikankan sebagai  lahan pastura untuk memproduksi hiauan pakan ternak

dengan hasil yang optimal dengan  media penanaman yang maximal, hal tersebut

akan dicapai apabila diikuti dengan perencanaan yang matang dan tekhnik

budidaya serta pengembangan hijauan yang tepat dan sesuai dengan keadaan

setempat. Produksi suatu hijauan dipengaruhi oleh iklim dan unsur hara yang

terdapat dalam tanah.

B.       Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktek lapang ini adalah untuk mengetahui cara mengukur

produksi hijauan dan untuk mengetahui persentase kadar bahan kering yang ada

pada padang penggembalaan PT. BULS di Kabupaten Sidrap.

Kegunaan dari praktek lapang ini adalah sebagai sumber informasi bagi

praktikan dan masyarakat cara mengukur produksi dan persentase kadar bahan

kering yang ada pada padang penggembalaan PT. BULS di Kabupaten Sidrap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Gambaran umum penggunaan padang penggembalaan

Padang Penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh

tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat menyenggutnya

menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan tersebut bisa

terdiri dari rumput atau leguminosa, tetapi suatu padang rumput yang baik

ekonomis adalah yang terdiri dari rumput dan leguminosa (Anonimous, 1995).

            Perluasan areal padang penggembalaan adalah upaya memperluas padang

penggembalaan guna meningkatkan produksi hijauan makanan ternak yang

berkualitas (Reksohadiprodjo, 1985).

            Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput

unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan

ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak (Yunus, 1997).

            Usaha  padang  penggembalaan adalah suatu bentuk usaha peternakan

(ternak ruminansia) yang menggunakan padang penggembalaan, dengan landasan

kapasitas tampung (carrying capacity) (Reksohadiprodjo, 1985).

            Fungsi padang penggembalaan adalah untuk menyediakan bahan makanan

bagi hewan yang paling murah, karena hanya membutuhkan tenaga kerja sedikit,

sedangkan ternak menyenggut sendiri makanannya di padang penggembalaan.

Rumput yang ada didalamnya dapat memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini

disebabkan pengaruh tanaman rumput pada tanah, rumput yang dimakan oleh

ternak dikembalikan ke padang penggembalaan sebagai kotoran yang


menyuburkan dan menstabilkan produktivitasnya dari tanah itu sendiri

(Anonimous, 1990).

            Syarat padang penggembalaan yang baik adalah produksi hijauan tinggi

dan kualitasnya baik, persistensi biasa ditanam dengan tanaman yang lain yang

mudah dikembangbiakkan. Pastura yang baik nilai cernanya adalah pastura yang

tinggi canopinya yait u 25 – 30 cm setelah dipotong (Utomo, 1983).

B.Metode pengukuran - Metode destruktif - Metode non-destruktif

Metode destruktif

Menyiapkan kuadrat ukuran 1 x 1 m. Kemudian melemparkan kuadrat secara

acak dengan luasan 1 – 2% dari padang rumput. Lalu memotong semua hijauan

yang berada dalam kuadrat tepat dipermukaan tanah. Kemudian menimbang

hijauan yang telah dipotong. Menghitung rata-rata berat hijauan yang ada didalam

semua kuadrat. Mengambil sampel dan menaruhnya didalam kantong plastik

untuk analisis di laboratorium. Di laboratorium, memasukkan sampel kedalam

oven pada temperature 100OC selama 24 jam dan menghitung kadar bahan

keringnya. Kemudian menghitung produksi kering spesies hijauan per m 2.

Kemudian menghitung produksi bahan kering spesie per ha. Anonimous, 1990).

Metode non-destruktif

Pertama-tama menimbang tripleks. Kemudian melemparkan tripleks secara acak

kedalam padang penggembalaan. Mengukur jarak ke empat sudut tripleks dari

permukaan tanah. Lalu memotong dan menimbang hijauan yang ada dibawah

tripleks dari permukaan tanah. Mencatat ketinggian keempat sudut tripleks,

pemotongan, dan penimbangan produksi hijauan disetiap pelemparan kuadrat.


Menghitung persamaan regresi antara jumlah tinggi keempat sudut tripleks

dengan berat hijauan yang ada dibawah tripleks. Memproyeksikan produksi

hijauan berdasarkan jumlah tinggi keempat sudut tripleks dari permukaan tanah.

(Anonimous, 1990).

C.Produksi hijauan pada padang penggembalaan

Peningkatan produksi dan produktivitas ternak terutama ternak

ruminansia, harus seiring dengan peningkatan kualitas dan kuantitas pakan

hijauan. Hal ini dikarenakan pakan hijauan merupakan sumber pakan utama bagi

ternak ruminansia. Pakan hijauan selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan

hidup pokok ternak ruminansia, juga merupakan sumber karbohidrat, protein,

vitamin dan mineral. Salah satu factor penting yang perlu diperhatikan dalam

menjaga ketersediaan hijauan pakan ternak secara kontinu baik dari segi kualitas

dan kuantitas adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami

pada padang penggembalaan (pasture).( Anonim.2012

Padang penggembalaan (pasture) merupakan suatu areal yang ditumbuhi vegetasi

dominan famili rumput – rumputan (graminae) serta tumbuhan lainnya seperti

legume yang digunakan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Padang

penggembalaan yang baik, mampu menyediakan hijauan berupa rumput dan

leguminosa sebagai sumber pakan utama ternak ruminansia. (Utomo, 1983).

Beberapa tahun terakhir ini, terdapat kecenderungan menurunnya produktivitas

padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan dan basis ekologi untuk

ternak khususnya ternak ruminansia akibat tata laksana padang penggembalaan

yang buruk serta beberapa factor lainnya seperti perubahan fungsi lahan. Oleh
karena itu perlu adanya upaya perbaikan terhadap tata laksana padang

penggembalaan yang ada serta melakukan perluasan areal padang penggembalaan

baru terhadap lahan yang belum dimanfaatkan sehingga kebutuhan akan pakan

hijauan baik dari segi kualitas dan kuantitas dapat tersedia secara kontinu.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A.      Waktu dan Tempat                                                       

Praktikum Tatalaksana Padang Penggembalaan Peternakan Rakyat

mengenai Pengukuran Produksi Hijauan, dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 April

2015  pukul 10.00 WITA - Selesai, bertempat di Lahan Pastura di Kabupaten

Sidrap dan Laboratorium Tanaman Pakan, Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

B.       Materi Praktikum

            Alat yang digunakan dalam praktikum Tatalaksana Padang

Penggembalaan Peternakan Rakyat mengenai Pengukuran Produksi Hijauan yaitu

kudrat, gunting, meteran, dan timbangan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum Tatalaksana Padang

Penggembalaan Peternakan Rakyat mengenai Pengukuran Produksi Hijauan yaitu

alat tulis menulis, kantong plastik dan tali rafia.

C.      Metode Praktikum

Metode destruktif

Menyiapkan kuadrat ukuran 1 x 1 m. Kemudian melemparkan kuadrat secara

acak dengan luasan 1 – 2% dari padang rumput. Lalu memotong semua hijauan

yang berada dalam kuadrat tepat dipermukaan tanah. Kemudian menimbang

hijauan yang telah dipotong. Menghitung rata-rata berat hijauan yang ada didalam

semua kuadrat. Mengambil sampel dan menaruhnya didalam kantong plastik

untuk analisis di laboratorium. Di laboratorium, memasukkan sampel kedalam


oven pada temperature 100OC selama 24 jam dan menghitung kadar bahan

keringnya. Kemudian menghitung produksi kering spesies hijauan per m 2.

Kemudian menghitung produksi bahan kering spesie per ha.

Metode non-destruktif

Pertama-tama menimbang tripleks. Kemudian melemparkan tripleks

secara acak kedalam padang penggembalaan. Mengukur jarak ke empat sudut

tripleks dari permukaan tanah. Lalu memotong dan menimbang hijauan yang ada

dibawah tripleks dari permukaan tanah. Mencatat ketinggian keempat sudut

tripleks, pemotongan, dan penimbangan produksi hijauan disetiap pelemparan

kuadrat. Menghitung persamaan regresi antara jumlah tinggi keempat sudut

tripleks dengan berat hijauan yang ada dibawah tripleks. Memproyeksikan

produksi hijauan berdasarkan jumlah tinggi keempat sudut tripleks dari

permukaan tanah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

                   Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil seperti

pada tabel 6.

Tabel 6. Pengamatan Produksi Bahan Kering


Berat Berat Berat Berat Berat Berat
Padang
segar segar sampel sampel Kering kering Keterangan
rumput
(/m2) (/ha) segar kering (/m2) (/ha)
A 780 7800 100 70 546 5460
B 361 3610 100 62 223,82 2238,2
Sumber : Hasil Praktek Lapang  Tatalaksana Padang Pengembalaan Rakyat 
PT.Buli,  2015

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pada padang rumput A memiliki

berat segar 780 gram/m2 dan memiliki berat kering 70 gram setiap 100 gram

sampel. Sedangkan pada padang rumput B memiliki berat segar 361 gram/m2 dan

memiliki berat kering 62 gram setiap 100 gram sampel. Adanya perbedaan ini

disebabkan oleh berbagai faktor seperti jenis rumput yang berbeda pada

pengambilan sampel dan fase pertumbuhan tanaman yang berbeda-beda. Hal ini

sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1994) yang menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering antara lain jenis tanaman, fase

pertumbuhan, saat pemotongan, air tanah serta kesuburan tanah. Kandungan

bahan kering tanaman pada musim penghujan relatif rendah karena pertumbuhan

tanaman lebih cepat, air tercukupi dan kondisi lingkungan lembab sehingga

transpirasi berkurang. Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat Haryanti

(2012) yang menyatakan bahwabahan kering tanaman seiring dengan

pertumbuhan tanaman, pertumbuhan tanaman tergantung faktor-faktor iklim


seperti suhu, panjang hari dan persediaan air, produksi bahan kering tanaman

tergantung dari penerimaan penyinaran matahari dan pengambilan karbondioksida

dan air dalam tumbuhan.


BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

persentase kadar bahan kering disetiap padang rumput yang berada pada PT.

BULS memiliki perbedaan persentase yang disebabkan oleh kandungan unsur

hara yang ada dalam tanah, iklim, dan fase pertumbuhan tanaman pada saat

pemotongan.

B.       Saran

Saran untuk praktek lapang ini yaitu sebaiknya praktek lapang dilakukan

pada saat pagi atau sore hari agar proses praktikum berjalan sesuai yang

diinginkan.

Saran untuk asisten yaitu sebaiknya dalam praktikum dan asistensi, asisten

dapat mendampingi dan membantu praktikan.


DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, S dan T. Meirina. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun


Kedelai (Glycine max (L) merril) ada Pagi Hari dan Sore. 11 (1): 18-23.

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.


Edisi Ketiga. BPFE. Gajah Mada, Yogyakarta.

Anonim.2012 a.rudhy-aja.blogspot.com/2011/10/pengelolaan-padang-
penggembalaan.Diakses pada tanggal 1 Juni 2012.
Anonim.2012 b.litbang.deptan.go.id/padang-penggembalaan-untuk-ternak-
kambing. Diakses pada tanggal 1 Juni 2012.
Anonim.2012 c.intannursiam.wordpress.com/2011/01/10/kapasitas-tampung-
padang-penggembalaan/ub Sektor Peternakan. Diakses pada tanggal 1
Juni 2012.
Anonim.2012 d .census-sitorus.blogspot.com/2011/12/padang-pengembalaan.
Diakses pada tanggal 1 Juni 2012.

Anda mungkin juga menyukai