Anda di halaman 1dari 14

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah

Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan

dibandingkan ternak lainnya. Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan

ternak berupa konsentrat dan hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi

kesehatan. Di negara-negara maju, sapi perah dipelihara dalam populasi tertinggi,

karena merupakan salah satu sumber kekuatan ekonomi bangsa. Sapi perah

menghasilkan susu dengan keseimbangan nutrisi sempurna yang tidak dapat

digantikan bahan makanan lain (Shiddieqy, 2007).

Sapi perah yang ada di Indonesia merupakan sapi impor dan hasil

persilangan sapi impor dengan sapi lokal. Menurut Prihadi (1997), sapi perah di

Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kemurnian

bangsanya :

1. Sapi Pure Breed

Termasuk jenis ini adalah sapi FH murni yang diimpor langsung dari

breeder, juga sapi kelahiran Indonesia yang induknya FH murni serta

pejantannya juga FH murni.

2. Sapi Cross Breed

Sapi ini merupakan persilangan antara sapi murni FH dengan sapi

lokal dan diketahui tingkat kemurniannya (berapa persen darah FH nya).

1
2

3. Sapi Non Discript

Sapi yang termasuk non discript adalah sapi-sapi yang jelas bukan sapi

FH murni, tetapi tidak diketahui dengan jelas tingkat kemurnian darah FH

nya dan tidak mempunyai ciri-ciri seperti FH.

Mardiningsih (2007) menyatakan bahwa sapi perah yang dipelihara di

Indonesia pada umumnya adalah bangsa Friesian Holstein (FH) dan keturunannya

atau persilangannya yang dikenal dengan Peranakan Friesian Holstein (PFH).

Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam

dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna

coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih,

bagian bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk pendek serta menjurus

kedepan (Makin, 2011).

Sementara menurut Sudono, dkk., (2003) sapi FH adalah sapi perah yang

produksi susunya paling tinggi dengan kadar lemak susu yang rendah

dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya di daerah tropis maupun

subtropis. Bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah 682 kg dan jantan

dewasa 1.000 kg. Sapi FH dapat digunakan sebagai sapi pedaging karena

pertumbuhan cepat, selain itu lemak daging anak sapi berwarna putih, sehingga

baik untuk produksi daging anak sapi. Di Indonesia sapi jenis FH ini dapat

menghasilkan susu 20 liter/hari, tetapi rata-rata produksi 10 liter/hari atau 3.050

kg susu 1 kali masa laktasi. Sapi jantan jenis FH ini dapat mencapai berat badan

1.000 kg, dan berat badan ideal betina adalah 635 kg. Di Amerika sapi FH ini

dapat memproduksi lebih dari 7.000 kg susu dalam 1 kali masa laktasi.
3

Hadisutanto (2008) menyatakan bahwa sapi Perah Fries Holland telah

diternakkan lebih dari 2000 tahun yang lalu dan berasal dari North Holland dan

West Friesland. Menurut sejarahnya bahwa bangsa sapi Fries Holland berasal

dari Boss Taurus yang mendiami daerah beriklim sedang di dataran Eropa.

Sebagian besar sapi tersebut memiliki warna bulu hitam dengan bercak-bercak

putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari corpus (bagian kaki)

berwarna putih atau hitam dari atas terus ke bawah dan di Belanda sendiri ada

Fries Holland yang mempunyai warna coklat/merah dengan bercak-bercak putih.

Menurut Zainudin (2014), sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH)

merupakan salah satu sapi perah di Indonesia yang merupakan hasil persilangan dari

sapi perah Friesian Holstein (FH) dengan sapi lokal. Sapi PFH mewarisi sifat bobot

badan cukup tinggi dan mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis dengan produksi

susu yang relatif tinggi. Sapi PFH memiliki ciri-ciri bulu belang hitam putih atau

merah putih, punggung agak melengkung ke atas, ambing seperti cawan, puting

susu yang kebanyakan kecil serta bulu putih yang berbentuk segitiga di dahi

(Wijaya, 2008).

Menurut Soetarno (2003), sejak tersebarnya sapi FH dibeberapa daerah di

Indonesia khususnya pulau Jawa, telah terjadi perkawinan secara tidak terencana

antara sapi FH dengan sapi lokal dan menghasilkan keturunan yang disebut

Peranakan Friesian Holstein (PFH).

Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) mempunyai karakteristik yang

berbeda dengan jenis sapi perah lainnya yaitu :

1. Kulit berwarna belang-belang hitam dan putih


4

2. Ekor berwarna putih

3. Terdapat warna putih berbentuk segitiga di dahi

4. Kepalanya panjang, sempit dan lurus

5. Tanduk mengarah ke depan membengkok ke dalam

6. Mempunyai kemampuan menghasilkan air susu lebih banyak daripada bangsa

sapi perah lainnya yaitu mencapai 5982/liter/laktasi (Santosa et al., 2013).

Produksi susunya terkenal tinggi, di Indonesia rerata produksi susunya

berkisar 2.500 sampai 3.500 kg per laktasi. Sebagai hasil persilangan antara sapi

FH dengan sapi lokal, maka dihasilkan sapi PFH. Salah satu sapi PFH yang

terkenal adalah sapi Grati dari Pasuruan, Jawa Timur (Mukhtar, 2006).

Produksi Susu Sapi Perah

Susu didefinisikan sebagai suatu sekresi normal dari kelenjar susu hewan

mamalia yang tidak ditambah atau dikurangi komponen-komponen lain. Sapi

perah termasuk ruminan dengan memiliki empat perut berupa rumen, retikulum,

omasum, dan abomasum dan fungsi utamanya adalah menghasilkan susu. Susu

dihasilkan oleh kelenjar ambing. Ambing terdiri dari dua bagian terpisah kiri dan

kanan yang dipisahkan oleh membran dan diperkuat oleh ligamen serta melekat

memanjang pada tubuh sapi. Bagian kiri dan kanan dibagi oleh selaput membran

menjadi kuartir depan dan belakang (De Laval, 2005).

Menurut Soeharsono (2008) proses pembentukan air susu dalam ambing

dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu :


5

1. Suplai prekursor susu oleh aliran darah

Proses yang terjadi dimulai dengan mengalirnya darah memasuki

kelenjar air susu melalui arteria mammaria yang cabang-cabang dan

kapilernya memasuki setiap sel di seluruh kelenjar mammae dan mensuplai

nutrien ke setiap sel kelenjar, misalnya ke dalam sel-sel alveoli. Setelah

mensuplai nutrien yang diperlukan, darah kembali ke jantung melalui vena

mammaria sehingga disini darah merupakan alat angkut bahan baku air susu

dan alat angkut produk sampingan yang perlu dibuang.

2. Konversi bahan baku ke dalam konstituen air susu oleh sel-sel kelenjar susu

Proses pembentukan susu dan sekresinya sangat bergantung kepada

jumlah bahan baku yang tepat ke dalam kelenjar susu dan konversinya

melalui proses metabolisme oleh sel-sel kelenjar, kecepatan proses

pengeluaran produk sampingannya dari kelenjar.

Sapi FH mampu memproduksi susu yang lebih tinggi dibanding bangsa

sapi perah lain, yaitu mencapai 5.750-6.250 kg/laktasi dengan persentase kadar

lemak rendah (3,7%). Lemak susunya berwarna kuning dengan butiran-butirannya

yang kecil dan tidak merata sehingga sukar pemisahannya untuk dibuat mentega.

Akan tetapi kecilnya butiran lemak susu sangat baik untuk dikonsumsi sebagai

susu segar karena tidak mudah pecah (Mukhtar, 2006).

Sudono, dkk., (2003) menambahkan bahwa pada umumnya produktivitas

sapi FH di Indonesia masih rendah, dimana produksi susu rata-rata 10

liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi. Produksi susu yang rendah ini

disebabkan mutu ternak rendah ataupun makanan yang diberikan baik kualitas
6

maupun kuantitasnya kurang baik. Kemampuan sapi perah menghasilkan susu

merupakan sifat yang menurun dan berbeda pada setiap bangsa. Demikian juga

antar bangsa dalam spesies yang sama mempunyai karakteristik masing-masing,

baik dalam besar dan postur tubuhnya, warna bulunya, sifat produksi, reproduksi,

dan ciri-ciri lainnya, sehingga nampak jelas perbedaannya. (Makin, 2011).

Menurut Dairy Herd Improvement Letter (Vol. 59 (4): July 1983) melaporkan

kemajuan produksi susu rata-rata sapi perah Holstein di Amerika selama 10 tahun

meningkat dari 6.743 kg/ekor/laktasi menjadi 7.781 kg/ekor/laktasi (Mukhtar,

2006). Rekor produksi susu bernama Beecher Arlinda Ellen (yang merupakan

keturunan sapi FH) milik Herold Beecher family, Rochester, Indiana, yang

produksi susu 365 hari dengan pemerahan dua kali sehari menghasilkan susu

55.662 pound ( 27.830 kg) dan lemak 1.572 pound (713 kg) atau 2,8 persen.

Apabila dihitung produksi susu setiap harinya rata – rata 74 liter/ekor/hari dengan

produksi susu bulan pertama dan kedua setelah melahirkan rata – rata 90,8

liter/ekor/hari (Soetarno, 2003).

Periode Laktasi

Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi

setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan,

produksi susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Namun,

sampai dengan 4–5 hari yang pertama produksi susu tersebut masih berupa

colostrum yang tidak boleh dikonsumsi manusia. Tetapi colostrum tersebut


7

khusus untuk pedet, karena kandungan zat-zatnya sangat sesuai untuk

pertumbuhan dan kehidupan awal (Anonimous, 2012ª).

Dari sejak melahirkan, produksi susu akan meningkat dengan cepat sampai

mencapai puncak produksi pada 35-50 hari setelah melahirkan. Setelah mencapai

puncak produksi, produksi susu harian akan mengalami penurunan rata-rata 2,5%

perminggu. Lama diperah atau lama laktasi yang paling ideal adalah 305 hari atau

sekitar 10 bulan. Sapi perah yang laktasinya lebih singkat atau lebih panjang dari

10 bulan akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi yang

berikutnya (Siregar, 1993).

Menurut Tillman dkk., (1991), bahwa masa laktasi normal sapi yang tiap

tahunnya dikawinkan dan mengandung adalah selama sekitar 44 minggu atau 305

hari. Perkawinan yang lebih lambat dalam periode laktasi akan memungkinkan

periode laktasi lebih panjang. Selain itu dikatakan bahwa umur sapi adalah suatu

faktor yang mempengaruhi produksi air susu. Pada umumnya, produksi pada

laktasi pertama adalah terendah dan akan meningkat pada periode-periode laktasi

berikutnya. Namun faktor-faktor lain seperti makanan, kesehatan, frekuensi

pemerahan, dapat lebih berpengaruh terhadap produksi air susu dibandingkan

faktor umur sapi.

Lama laktasi induk sapi perah umumnya bergantung pada keefisienan

reproduksi ternak sapi tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat menjadi bunting

menyebabkan calving interval diperpanjang sehingga lama laktasi menjadi

panjang karena induk sapi perah akan terus diperah selama belum terjadi

kebuntingan (Hadisutanto, 2008).


8

Produksi susu induk sapi perah periode laktasi sangatlah bervariasi. Hal ini

disebabkan oleh perubahan keadaan lingkungan yang umumnya bersifat temporer

seperti perubahan manajemen terutama pakan, iklim dan kesehatan sapi perah.

Kondisi iklim di lokasi induk sapi perah dipelihara sangat berpengaruh terhadap

kesehatan dan produksi susu. Suhu lingkungan yang ideal bagi ternak sapi perah

adalah 15,5ºC karena pada kondisi suhu tersebut pencapaian produksi susu dapat

optimal (Hadisutanto, 2008).

Kualitas Susu

Kualitas susu selalu ditetapkan oleh Codex susu. Codex susu adalah suatu

daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini

telah dispakati para ahli gizi dan kesehatan dunia walaupun disetiap negara atau

daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri (Saleh, 2009).

Persyaratan kualitas susu antara Codex dan SNI sebenarnya tidak jauh

berbeda, namun pada umumnya orang-orang lebih sering menjadikan SNI sebagai

standar tolak ukur mutu suatu pangan. Namun demikian standar yang ditetapkan

oleh Codex dengan SNI tidak terlalu berbeda. Syarat mutu susu segar yang harus

dipenuhi menurut SNI (2011) adalah sebagai berikut :


9

Tabel 1. Syarat mutu susu segar menurut SNI

No. Karakteristik Satuan Syarat


a. Berat Jenis (pada suhu 27,5ºC) g/ml 1,0270
minimum
b. Kadar lemak minimum % 3,0
c. Kadar bahan kering tanpa lemak % 7,8
minimum
d. Kadar protein minimum % 2,8
e. Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
f. Derajat asam ºSH 6,0-7,5
g. pH - 6,3-6,8
h. Uji alkohol (70%) v/v - Negatif
i. Cemaran mikroba, maksimum :
1. Total Plate Count CFU/ml 1x106
2. Staphylococcus aureus CFU/ml 1x102
3. Enterobacteriaceae CFU/ml 1x103
j. Jumlah sel somatis maksimum sel/ml 4x105
k. Residu antibiotika (golongan penisilin, - Negatif
tetrasiklin, aminoglikosida, dan
makrolida)
l. Uji pemalsuan - Negatif
m. Titik beku ºC -0,520 s.d. -0,560
n. Uji peroxsida - Positif
o. Cemaran logam berat, maksimum :
1. Timbal (Pb) µg/ml 0,02
2. Merkuri (Hg) µg/ml 0,03
3. Arsen (As) µg/ml 0,1
(SNI, 2011)

Pengujian Kualitas Susu Segar

Pengujian mutu sangat penting untuk menghindari pemalsuan ataupun

sebab-sebab lain yang mengakibatkan mutu susu segar mutunya menurun atau
10

bahkan tidak layak untuk dikonsumsi. Uji kualitas susu dilakukan untuk

menentukan sifat-sifat kimia dan biologik susu.

Uji Berat Jenis Susu

Susu mempunyai berat jenis yang lebih berat dari air. Berat jenis susu

bervariasi antara 1,027-1,032 pada temperatur 20ºC dan untuk daerah tropis perlu

dikonversi ke suhu 27ºC. Pengukuran berat jenis menggunakan laktodensimeter.

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan susu. Faktor-faktor yang

mempengaruhi berat jenis adalah susu, waktu dan komposisi. Berat jenis harus

ditetapkan paling lama 3 jam sesudah pemerahan, sebab bila melebihi 3 jam akan

dijumpai berat jenis yang berbeda ataupun berubah. Hal ini disebabkan karena

adanya perubahan kadar lemak dan gas yang keluar dari susu (Nurwantoro dan

Mulyani, 2003).

Uji Alkohol

Uji alkohol bertujuan untuk menentukan kualitas susu segar (raw milk)

layak untuk diproses atau didistribusikan. Bakteri yang ada di dalam susu mentah

akan mampu mengubah komposisi susu sampai pada tahap penggumpalan bila

diberi akohol 70%. Bila terjadi koagulasi berarti hasilnya positif yang artinya susu

ditolak untuk diproses lebih lanjut atau tidak layak dipasarkan (Deptan, 2004).

Menurut Buckle et al. (1987) dalam Ekawasti (2008), uji alkohol bertujuan untuk

memeriksa dengan cepat tingkat keasaman susu. Susu yang mengandung

keasaman 0,21% akan terkoagulasi dengan penambahan alkohol 70%. Dengan


11

demikian apabila alkohol menunjukkan hasil positif dimana susu terkoagulasi

dengan penambahan alkohol 70%, maka susu dalam keadaan tidak baik. Uji

alkohol menurut SNI (2011) adalah harus negatif dengan konsentrasi alkohol

sebesar 70%.

Uji Bahan Kering

Bahan kering yang terkandung dalam susu merupakan bahan pangan yang

sangat penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah banyak. Dimana bahan

kering tersebut terdiri dari lemak, protein, laktosa, mineral, enzim, gas, vitamin

dan asam (sitrat, asetat, laktat dan oksalat). Dalam tubuh, bahan kering ini sangat

berfungsi untuk membantu seluruh proses fisiologis tubuh.

Kadar bahan kering pada susu segar dipengaruhi oleh faktor umur,

makanan dan manajemen sapi perah yang baik. Menurut Codex nilai bahan kering

yang baik adalah 12,20%.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu

Menurut Utomo, dkk. (2000), kemampuan sapi perah dalam menampilkan

produksi susu tergantung pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu

bangsa dan besarnya tubuh sapi, sedangkan faktor eksternal yaitu pakan,

ketinggian tempat, dan lama kering kandang. Beberapa faktor yang

mempengaruhi produksi dan susunan susu, diantaranya :

1. Genetik (sifat keturunan)


12

Variasi produksi susu seekor sapi 30% dipengaruhi oleh genetik,

sehingga seekor sapi betina yang berasal dari bapak dan induk yang berdaya

produksi susu tinggi akan menghasilkan produksi susu yang tinggi pula.

2. Lama bunting

Sapi yang telah bunting akan menghasilkan susu yang lebih rendah

dibandingkan sapi yang tidak bunting. Tetapi sebenarnya masa kebuntingan

sampai 5 bulan tidak nampak mempengaruhi produksi susu bila sapi telah

bunting 6-7 bulan sampai beranak.

3. Masa Laktasi

Masa laktasi merupakan masa ketika sapi tersebut sedang

menghasilkan susu dari waktu beranak sampai sapi dikeringkan. Pada masa

laktasi produksi susu perhari seekor sapi mencapai puncaknya kira-kira 3-6

minggu sesudah beranak, kemudian menurun sampai akhir laktasi.

4. Masa kering

Produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya sangat dipengaruhi

oleh lamanya masa kering sebelumnya. Untuk setiap individu sapi betina

produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering hingga 7-8

minggu, tetapi dengan masa kering yang lebih lama lagi produksi susunya

tidak akan bertambah.

5. Birahi

Ketika sapi berahi terdapat perubahan-perubahan faali yang

mempengaruhi kuantitas dan susunan air susu yang dihasilkan. Beberapa sapi

menunjukan gejala gelisah dan mudah terkejut, sehingga nafsu makan


13

menurun bahkan tidak mau makan, yang mengakibatkan produksi susu

menurun. Namun ada juga sapi yang tidak banyak dipengaruhi oleh masa

berahinya. Bila kadar produksi susu menurun banyak maka kadar lemak naik

dan susunan air susu akan berubah.

6. Frekuensi pemerahan

Waktu pemerahan yang baik memberi kesempatan bagi pembentukan

air susu di dalam ambing secara berkesinambungan, tidak ada saat berhenti

untuk mensintesa air susu sehingga produksi susunya maksimal. Umumnya

pemerahan dilakukan 2 kali sehari dengan selang waktu yang sama antar

pemerahan, maka sedikit sekali perubahan susunan air susu yang dihasilkan.

Makin sering sapi itu diperah, produksi susu akan naik, bila sapi diperah 3

kali sehari produksi susu naik 10-20%, dan jika diperah 4 kali sehari akan

naik lebih dari 25% daripada diperah 2 kali sehari.

7. Manajemen pakan

Sapi perah yang mempunyai kemampuan berproduksi susu tinggi

membutuhkan zat gizi yang relatif banyak dalam pakannya. Pemberian pakan

dua kali dalam sehari menyebabkan ketidakmampuan sapi perah untuk

mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal ini sebenarnya

dapat ditanggulangi dengan meningkatkan frekuensi pemberian pakan lebih

dari dua kali dalam sehari. Pakan untuk sapi perah dapat dikelompokan

menjadi 2 bagian, yaitu pakan hijauan dan pakan tambahan berupa

konsentrat. Pakan hijauan adalah pakan yang berasal dari tumbuhan, baik

berasal dari berbagai jenis rumput, maupun kacang-kacangan atau disebut


14

juga leguminosa (Imelda dan Edward, 2007). Sedangkan konsentrat

merupakan pakan tambahan yang dibuat dari campuran beberapa bahan pakan

seperti jagung, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, air

mineral, dan lain-lain. Konsentrat merupakan bahan pakan sumber protein

bagi ternak, kandungan protein kasarnya bervariasi miniml sebanyak 15%

(Imelda dan Edward, 2007).

8. Persistensi

Menurut Soeharsono (2008), persistensi adalah tingkat kemampuan

seekor sapi perah untuk mempertahankan produksi susu dalam setiap periode

laktasi. Sapi yang memiliki persistensi yang tinggi tentunya lebih

menguntungkan dibanding sapi yang memiliki persistensi yang rendah.

9. Temperatur Lingkungan

Peningkatan temperatur akan meningkatkan pernafasan, hal ini

terutama pada bangsa sapi Eropa yang tidak tahan panas. Produksi air susu

dan konsumsi makanan secara otomatis direduksi dalam usaha mengurangi

produksi panas tubuh bila temperatur meningkat. Pada kenyataannya terutama

penurunan nafsu makan menyebabkan produksi air susu direduksi. Stress

panas lebih mempengaruhi terhadap sapi produksi tinggi daripada sapi

produksi rendah, terutama pada produksi puncak (Makin, 2011).

Suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan penurunan nafsu makan dan

mengurangi konsumsi ransum serta meningkatkan konsumsi air minum. Hal

tersebut akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan penurunan produksi

susu (Makin, 2011).

Anda mungkin juga menyukai