KAJIAN KEPUSTAKAAN
bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah rata-rata
Indonesia pada umumnya adalah bangsa Fries Holland (FH) dan keturunannya atau
persilangannya yang dikenal dengan Peranakan Fries Holland (PFH). Sapi perah
FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan
bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna coklat ataupun
merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki
berwarna putih, dan tanduk pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011). sapi
Perah Fries Holland telah diternakkan lebih dari 2000 tahun yang lalu dan berasal
dari North Holland dan West Friesland. Menurut sejarahnya bahwa bangsa sapi
Fries Holland berasal dari Bos Taurus yang mendiami daerah beriklim sedang di
Sapi FH termasuk salah satu jenis sapi perah yang banyak dipelihara karena
Holland mempunyai masa laktasi panjang dan produksi susu tinggi, serta
persistensi produksi susu yang baik. Selain itu sapi perah FH juga merupakan jenis
sapi perah yang cocok untuk daerah Indonesia. Namun demikian produksi susu per
ekor per hari pada sapi perah FH di Indonesia relatif rendah jika dibandingkan
dengan produksi susu di negara asalnya (Atabany, dkk., 2008). Sapi FH memiliki
FH adalah 750 kg dengan tinggi bahu 139,65 cm. Kemampuan produksi susu sapi
FH lebih tinggi dibandingkan bangsa sapi perah yang lain. Untuk mencapai
produksi yang optimal sapi perah sebaiknya dipelihara di tempat yang bersuhu
rendah. Suhu lingkungan yang optimum untuk sapi perah dewasa berkisar antara 5-
mengelilingi dada, kegunaan lingkar dada pada sapi perah adalah untuk
mengestimasikan bobot badan. Lingkar dada pada hewan yang sedang tumbuh
dapat dikatakan bahwa setiap lingkar dada bertambah 1% maka bobot badan
bertambah lebih kurang 3% (Permadi dan Aryanto, 2011). Lingkar dada ada
Ukuran perut sangat penting untuk menampung pakan berupa hijauan sebagai
menyatakan bahwa lingkar dada dapat digunakan sebagai penduga produksi susu.
Bobot badan sapi perah memiliki korelasi positif dengan produksi susu
(Budimulyati, dkk., 2014). Saputra, dkk., (2013) menyatakan bahwa ukuran lingkar
Semakin besar ukuran ternak, kemampuan mengkonsumsi pakan semakin besar dan
asupan nutrisi untuk produksi susu meningkat. Murti (2014) menyebutkan bahwa
bobot badan sapi dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan berkisar antara 1 - 3%
bobot badan. Menurut Sitorus (1967), sapi perah Fries Holland mempunyai
hubungan antara produksi susu dengan lingkar dada dengan nilai korelasi 0,3,
10
sedangkan menurut Makin, dkk., (1982), nilai korelasi antara lingkar dada dengan
produksi susu pada laktasi pertama yaitu sebesar 0,86 – 0,89. Ukuran lingkar dada
yang besar menentukan produksi susu yang tinggi karena adanya proses
metabolisme yang lebih baik. Lingkar dada yang besar menunjukan pergerakan
yang cepat dan proses keluar masuknya udara lebih besar (Samimowski, 1987).
Tinggi pundak adalah jarak tegak lurus dari jarak tertinggi pundak sampai
ditunjukkan dengan keadaan pundak yang baik, tajam, dan tinggi. Hal ini di
adanya lemak denga daging cukup, tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk,
sehingga pakan yang dikonsumsi oleh sapi perah digunakan bukan untuk menjadi
lemak tubuh melainkan untuk produksi susu (Blakely dan Blade, 1998).
Tinggi pundak menentukan besarnya tubuh sapi, semakin tinggi sapi berarti
sapi tersebut termasuk ke dalam sapi yang besar. Menurut Samimowski (1987)
bahwa untuk menentukan besarnya sapi berdasarkan ukuran tinggi pundak, untuk
ukuran kurang dari 100 cm termasuk ukuran sangat kecil, antara 101 – 120 cm
termasuk kecil, antara 121 – 135 cm termasuk medium, antara 136 – 150 cm
termasuk bertubuh besar, dan lebih besar dari 150 cm termasuk sangat besar.
Hubungan antara produksi susu sapi perah Fries Holland dengan tinggi pundak
mempunyai nilai korelasi 0,444 (Sitorus, 1967). Sedangkan menurut Makin, dkk.,
(1982) nilai korelasi yang di dapat antara produksi susu sapi perah Fries Holland
Panjang badan adalah jarak dari bongkol bahu (tuberositas humeri) sampai
ujung tulang duduk (tuber ischii). Ukuran panjang badan dan lingkar dada erat
kaitannya dengan komponen tubuh, ukuran permukaan, bagian tubuh ternak serta
badan dan karkas (Santosa, 2008). Panjang badan sapi berkaitan dengan kapasitas
perut yang dimilikinya sehingga apabila sapi mempunyai badan yang lebih panjang,
kapasitas pencernaan (Kidwell, 1995). Ditinjau dari aspek pakan apabila diinginkan
produksi susu yang maksimal sesuai dengan potensi genetik nya, pemenuhan
nutrien sapi perah yang bersumber dari hijauan dan limbah pertanian saja tidak akan
tercukupi. Oleh karena itu penambahan nutrien selain dari hijauan perlu dilakukan
susu dengan panjang badan mendapatkan nilai korelasi sebesar 0,58 (Sitorus, 1967)
Susu didefinisikan sebagai suatu sekresi normal dari kelenjar susu hewan
adalah bahan makanan yang mempunyai kandungan gizi cukup tinggi karena
mengandung zat makanan seperti protein, lemak, karbohidrat yang seimbang, serta
mengandung banyak vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan bagi kesehatan.
penting yaitu kalsium, protein, dan lemak (Leondro, 2009). Produksi susu sapi FH
Produksi susu sapi perah sampai saat ini belum mampu memenuhi
kebutuhan susu dalam negeri, sehingga masih mengimport susu sebanyak 60–70%,
perah (Anggraeni, dkk., 2001). Penampilan produksi susu sapi FH dipengaruhi oleh
terutama iklim mikro yaitu suhu, kelembaban, radiasi, dan kecepatan angin. Sapi
FH sebagai sapi yang berasal dari iklim subtropis memerlukan suhu yang optimum
Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi hingga
berumur 7-8 tahun. Setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi
sedikit sampai berumur 11-12 tahun. Turunnya hasil susu pada hewan yang sudah
2003). Produksi susu pada seekor sapi dipengaruhi pula oleh ukuran tubuh. Sapi
yang memiliki ukuran badan besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak, dari
pada sapi yang berbadan kecil dalam bangsa dan umur yang sama. Hal ini
disebabkan sapi yang berbadan besar akan mengkonsumsi pakan lebih banyak
Masa laktasi yang pertama dalam kehidupan seekor sapi induk dimulai sejak
mulai beranak. Peristiwa ini akan dialami sebagai suatu siklus berulang dalam
kenyamanannya terutama pada saat sapi sedang diperah (Akoso, 2012). Lama
laktasi induk sapi perah umumnya bergantung pada keefisienan reproduksi ternak
sapi tersebut. Ternak sapi perah yang terlambat menjadi bunting menyebabkan
calving interval diperpanjang sehingga lama laktasi menjadi panjang karena induk
sapi perah akan terus diperah selama belum terjadi kebuntingan (Hadisusanto,
2008).
Sapi perah pada umumnya memiliki lama laktasi sekitar 305 hari (8 bulan)
dengan produksi susu semakin meningkat setelah sapi beranak, lama laktasi
sebaiknya tidak dibiarkan terlalu lama, hal ini disebabkan karena setelah mencapai
(Didin, dkk., 2020). Sapi perah yang laktasi nya lebih singkat atau lebih panjang
dari 10 bulan akan berakibat terhadap produksi susu yang menurun pada laktasi
yang berikutnya (Siregar, 1993). Beberapa faktor yang mempengaruhi lama laktasi
adalah umur sapi yang berkaitan dengan frekuensi laktasi, kondisi sapi saat beranak,
lama masa kering sebelumnya serta kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan
2.7 Pakan
berproduksi sapi perah, Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah
pokok, kebuntingan, dan produksi susu bagi induk, serta kebutuhan untuk
pertumbuhan bagi ternak muda. Produksi optimal dapat tercapai dengan cara
menyediakan cukup pakan, baik kuantitas maupun kualitasnya, serta terpenuhi nya
Pemberian pakan pada sapi yang sedang berproduksi atau sedang laktasi
harus memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, jika jumlah dan mutu
yang diberikan kurang, maka hasil produksi susu tidak akan maksimal. Pemberian
konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari produksi susu, sedangkan hijaun
pemberiannya 10% dari bobot badan. Pemberian pakan hijauan yang berlebihan
konsumsi protein yang dapat menurunkan kinerja reproduksi sapi induk (Sudono,
dkk., 2003).
Hubungan korelasi antara pakan hijauan dengan produksi susu sapi perah
yaitu sebesar 0,920, sedangkan korelasi antara pakan konsentrat dengan produksi
susu sapi perah yaitu sebesar 0,631. Angka ini menunjukan bahwa antara pakan
hijauan dan pakan konsentrat dengan produksi susu sapi memiliki hubungan atau
korelasi sangat kuat, searah dan signifikan (Adinegoro, dkk., 2017). Konsumsi
hijauan wilayah dataran rendah cenderung lebih sedikit dibanding dengan wilayah
dataran tinggi.
15