Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kepaniteraan bagian Ilmu Penyakit Mulut

REFERAT
Kelainan Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Lansia

Oleh:
Caroline Manuela
14/362589/KG/9889

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ABSTRAK

Kelainan pertumbuhan dan perkembangan bisa disebabkan karena kelainan pada


herediter, pada lingkungan, maupun kombinasi dari keduanya. Anomali perkembangan
dalam bentuk apapun harus segera dideteksi agar memberikan rencana perawatan yang
lebih baik.
Terdapat beberapa jenis kelainan pertumbuhan dan perkembangan. Kelainan
pertumbuhan dan perkembangan ini dapat bermanifestasi pada gigi geligi, mukosa oral,
gingiva, serta lidah. Beberapa kondisi ini merupakan kondisi yang didapat sejak lahir, dan
juga ada kondisi yang baru didapat setelah usia lanjut.
Pasien usia lanjut memiliki beberapa hal yang berbeda dari pasien usia muda,
antara lain yaitu intake nutrisi yang berbeda. Perawatan pencegahan yang komprehensif
pada lansia diperlukan karena perawatan oral pada lansia memiliki tantangannya sendiri.
Kata Kunci: pertumbuhan, perkembangan, herediter, lingkungan, lansia

2
PENDAHULUAN

Pertumbuhan prenatal manusia dimulai dari bertemunya sperma dan ovum pada
uterine tube yang mengakibatkan terjadinya fertilisasi dan menghasilkan ovum atau zigot
yang ter fertilisasi, yang kemudian membelah dengan cepat sambil bergerak kea rah
uterus. Pit oral primitive, atau stomodeum, adalah invaginasi dari epitel permukaan yang
terletak di anterior antara forebrain dengan jantung yang sedang berkembang ke arah
ventral (Avery, 2002).

Penyebab munculnya malformasi kongenital bisa jadi karena herediter maupun


karena factor lingkungan (genetic dan epigenetic). Mayoritas dari kelainan kongenital
disebabkan karena interaksi antara factor herediter dan factor lingkungan yang terjadu
pada saat tertentu pada masa pertumbuhan dan perkembangan (Avery, 2002). Anomali
dalam perkembangan ini seringkali memunculkan implikasi yang serius terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organ terkait dalam masa tertentu dalam hidup (Purkait,
2011).

Evaluasi pasien dengan multiple congenital anomalies (MCAs) sangat penting


karena semua aberasi kromosomal autosomal yang tidak seimbang dan sebagian besar
mutasi gen dan teratogen menghasilkan sindrom. Oleh karena itu, MCA adalah indikator
sensitif dari germinal mutagen dan teratogen. Studi epidemiologis telah menunjukkan
peningkatan frekuensi terjadinya anomali perkembangan gigi dari rongga mulut pada
semua populasi. Risiko anomali perkembangan gigi terkait dengan faktor sosial, masalah
gizi, paparan berlebihan terhadap fluoride dan penyakit infeksi, terjadi selama periode
amelogenesis pra dan pasca natal. Namun, mekanisme yang tepat dan faktor etiologi tidak
sepenuhnya dipahami. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa konsumsi zat-zat
kimia seperti fluorida, tetrasiklin dan thalidomide dikaitkan dengan prevalensi anomali
perkembangan gigi yang lebih tinggi. Bukti di atas menunjukkan bahwa anomali
perkembangan adalah faktor risiko penting untuk berbagai masalah gigi baik di gigi primer
maupun permanen, sehingga penelitian ini dilakukan untuk menemukan Prevalensi
perkembangan anomali gigi anak-anak hingga usia 15 tahun (Jitender dkk., 2014)

Deteksi dini perkembangan anomali gigi dapat mengarah pada hasil pengobatan
yang lebih baik untuk pasien. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jitender, dkk. (2004)
prevalensi terjadinya kelainan pertumbuhan gigi geligi sebesar 28,8%. Dari total kelainan

3
pertumbuhan tersebut 47,1% menderita hypoplasia. Dalam penelitian tersebut juga
disebutkan bahwa lesi terkait dengan lidah pada anak-anak sebesar 8%, yang mendukung
penelitian lain yang menyatakan prevalensinya berkisar antara 4.95% hingga 35,11%.
Prevalensi gigi bercelah pada penelitian tersebut sebesar 2,9% dan geographic tongue
sebesar 6,25%.

4
PEMBAHASAN

Terdapat beberapa tipe dari kelainan perkembangan:

1. Kelainan kongenital: kelainan ini sudah ditemukan saat kelahiran atau sebelum
kelahiran selama intrauterine
2. Kelainan perkembangan hereditary: saat kelainan tertentu didapatkan secara turun
temurun dari orang tua, anomali seperti ini selalu diturunkan melalui gen
3. Anomali acquired/didapatkan: kelainan ini berkembang selama masa intrauterine
karena suatu kondisi lingkungan patologis tertentu. Hal ini tidak disalurkan melalui
gen
4. Anomali Hamartomatous: hamartoma dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan
yang berlebihan dari sel dan jaringan normal dewasa yang berasal dari lokasi
anatomis tertentu.
5. Anomali idiopatik: kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hal yang tidak
diketahui penyebabnya
(Purkait, 2011)

Kelainan pertumbuhan dan perkembangan dapat bermanifestasi pada mukosa oral,


gingiva dan lidah. Berikut contoh anomali-anomali yang dapat terjadi:

A. Kelainan pertumbuhan pada mukosa oral


a. Fordyce’s Granules
Fordyce’s granules merupakan glandula sebasea normal yang
ditemukan pada mukosa oral. Fordyce’s granules dapat ditemukan pada
80% populasi dewasa. Jarang ditemukan pada anak-anak dan lebih banyak
ditemukan pada dewasa laki-laki karena glandula sebasea berkembang
secara sepenuhnya ketika dipengaruhi oleh hormon androgenic yang
diproduksi saat puber. Fordyce’s granules muncul sebagai papula kuning
atau putih kekuningan yang sedikit meninggi dengan diameter 1-2 mm
(DeLong, Burkhart, 2008).

5
Gambar 1. Fordyce’s Granules (DeLong, Burkhart, 2008)
b. Focal epithelial hyperplasia (Heck Disease)
Disebut juga sebagai multifocal epithelial hyperplasia. Kondisi ini
jinak atau benign. Merupakan proliferasi epitel mukosa oral yang terkait
dengan HPV tipe 13 dan 32. Bisa juga disebabkan karena HPV genotip
yang lain seperti 1,6, 11, 16, 18, 55, lebih dari 1 genotip dapat dideteksi
pada 1 pasien yang sama (Thompson & Wenig, 2016).
Kebanyakan kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak 2-13
tahun, dan lebih banyak terjadi pada wanita dengan persentase 5:1.
Tampakan klinisnya berupa papula multipel lunak sewarna mukosa
dengan ukuran 0,3-1,0 cm. papula-papula tersebut dapat berkumpul
menjadi sebuah kumpulan dengan penampilan seperti cobblestone.
Biasanya muncul pada mukosa labial, bukal dan lidah. Lesi ini dapat
menghilang dengan sendirinya (Thompson & Wenig, 2016)

Gambar 2. Focal Epithel Hiperplasia (Thompson & Wenig, 2016)


c. White sponge nevus
White sponge nevus diawali dari mutasi gen pengkode keratin epitel
tipe K4 dan K13. Pada tikus dengan defisiensi K4 tampak gangguan epitel
yang kompatibel dengan white sponge nevus. Kondisi ini telah dilaporkan
sebagai kelainan yang jarang terjadi, kelainan ini biasanya muncul pada

6
usia remaja, dan persebaran antar gender dilaporkan merata (Greenberg,
dkk., 2008)
Secara klinis white sponge nevus tampak sebagai lesi putih
meninggi dan ireguler terdiri dari pembentukan fisur atau plak. Lokasi
predileksi lesi ini adalah mukosa bukal, namun lesi ini dapat ditemukan
juga pada area lain, tertutup oleh epitel parakeratin atau nonkeratin.
Kelainan ini dapat juga melibatkan ekstraoral seperti esophagus, dan
mukosa anogenital. Meskipun lesi ini tidak memiliki gejala apapun,
namun dapat menyebabkan disfagia ketika melibatkan esophagus
(Greenberg, dkk., 2008).

Gambar 3. White Sponge Nevus (Laskaris, 2003)


d. Leukoedema
Leukoedema merupakan kondisi oral mukosa yang sering
ditemukan tanpa penyebab yang jelas. Kebanyakan muncul pada orang
berkulit hitam daripada putih, mendukung kemungkinan adanya
predisposisi etnis pada perkembangannya. Secara klinis leukoedema
tampak sebagai tampakan difus bewarna keabuan, seperti susu.
Permukaannya seeringkali terlipat, menghasilkan keriput atau garis putih.
Lesi ini tidak dapat dikeruk. Leukoedema biasanya muncul secara bilateral
dan dapat meluas hingga ke mukosa labial. Pada kondisi yang jarang terjadi
juga dapat melibatkan dasar mulut dan jaringan palatofaringeal.
Leukoedema dapat didiagnosis dengan mudah karena ketika pipi ditarik
atau ditegangkan lesi putih tersebut menghilang (Neville, dkk., 2016)

7
Gambar 4. Leukoedema (Neville, dkk., 2016)

e. Caliber-persistent artery
Caliber-persistent artery adalah kondisi yang hamper selalu terjadi
pada mukosa bibir. Baik bibir atas maupun bawah dapat terkena, beberapa
pasien terkena kondisi ini pada kedua bibirnya. Lesi ini muncul sebagai lesi
linear, arcuate, atau popular yang meninggi yang berwarna pucat, sewarna
mukosa hingga kebiruan. Meregangkan bibir biasanya menyebabkan arteri
menjadi tidak mencolok. Tampakan khas pada lesi ini adalah adanya denyut
tidak hanya secar vertical tapi bisa juga secara lateral. Namun, biasanya
denyut tersebut tidak dapat dirasakan dengan jari yang tertutup sarung
tangan (Neville, dkk., 2009)

Gambar 5. Caliber-persistent artery (Neville, dkk., 2009)

B. Kelainan pertumbuhan pada gingiva


a. Fibromatosis Gingiva
Fibromatosis gingiva merupakan komponen dari beberapa sindrom
yang diturunkan. Pembesaran gingiva biasanya dimulai sejak awal
kehidupan, dan dalam beberapa tahun gigi geliginya akan tertutup secara
keseluruhan. Fibromatosis ini terdiri dari jaringan yang keras dengan
permukaan granulasi bergelombang. Secara umum berwarna lebih pucat

8
daripada gingiva normal sebagai hasil dari kolagenisasi dari jaringan
konektif fibrosa. Pembesaran gingiva yang berlebihan dapat menyebabkan
protrusi bibir. Kelainan ini dapat berdiri sendiri atau disebut sebgai isolated
gingival fibromatosis yang memiliki pola penurunan dengan autosomal-
dominan, atau berkaitan dengan kelainan lain berupa sindrom (Ibsen &
Phelan, 2014).

Gambar 6. Isolated gingival fibromatosis (Ibsen & Phelan, 2014)


b. Retrocuspid Papilla
Papila Retrokuspid merupakan papul berukuran 2-4 mm yang
berlokasi bilateral pada gingiva cekat arah lingual, posterior dari kuspid
secara langsung. Secara klinis lunak, sewarna mukosa, dan tidak terkait
dengan factor penyebab apapun. Papula kecil ini dapat dikira sebagai
parulis atau fistula, tapi tidak adanya sumber infeksi dan lokasinya yang
bilateral dapat digunakan sebagai petunjuk menegakkan diagnosis
(Eversole, 2011)

Gambar 7. Retrokuspid Papilla (Eversole, 2011)

C. Kelainan pertumbuhan pada lidah


a. Mikroglosia
Disebut juga hipoglosia, merupakan kondisi yang jarang terjadi
dengan penyebab yang kurang jelas, memiliki karakteristik lidah yang kecil.
Pada kondisi yang sangat jarang lidah secara keseluruhan tidak tampak atau

9
disebut juga aglosia. Mikroglosia seringkali dikaitkan dengan hipoplasi
mandibular, dan gigi incisivus bagian bawah dapat menghilang. Beberapa
pasien lain memiliki kelainan lain seperti celah langit-langit, intraoral
bands, dan situs inversus. (Neville, dkk., 2016)
Mikroglosia merupakan kondisi anomali kongenital yang jarang
ditemukan. Meskipun mikroglosia berkembang sebagai kasus tersendiri
namun pada kebanyakan kasus tumbuh berasosiasi dengan anomaly
kongenital yang lain seperti sindrom hipogenesis oromandibular limb atau
sindrom hipoglosia-hipodactylia (Purkait, 2011)

Gambar 8. Mikroglosia (Neville, dkk., 2016)


b. Makroglosia
Makroglosia merupakan kondisi yang jarang terjadi yang memiliki
karakteristik membesarnya lidah. Pembesaran ini dapat disebabkan oleh
beberapa kondisi, antara lain malformasi kongenital dan penyakit yang
didapatkan. Penyebab yang paling sering adalah malformasi vascular dan
hipertrofi muskulus. Makroglosi umumnya terjadi pada anak-anak dan
berkisar antara ringan sampai berat. Pada bayi dapat bermanifestasi sebagai
nafas yang berbunyi keras, drooling dan kesulitan makan. Pembesaran ini
dapat berakibat lisping speech. Tekanan yang diberikan oleh lidah pada
mandibular dan gigi dapat menyebabkan tepi lidah terkretinasi, open bite,
dan prognatisme mandibular. Apabila lidah protrisi secara terus menerus
dari mulut maka dapat menyebabkan terjadinya ulserasi dan memungkinkan
munculnya infeksi dan nekrosis (Neville, dkk., 2016).

10
Gambar 9. Makroglosia (Neville, dkk., 2016).
c. Ankiloglosia
Kondisi ini merupakan kondisi kelainan perkembangan kongenital
(Purkait, 2011). Isolated partial ankiloglosia adalah frenulum dengan ukuran
yang bervariasi, umumnya terletak pada midventral lidah, yang memanjang
dari mukosa gingival lidah hingga hamper ke ujung lidah. Frenulum ini
membatasi gerakan dan menghambat protrusi dari ujung lidah melebihi
vermilion border dari bibir bawah. (Stevenson & Hall, 2006).
Ankiloglosi dapat diamati secara klinis terdapat frenulum yang
tebal,pendek, dan tidak mampu menjulurkan lidah. Ketika lidah dijulurkan
frenulum yang pendek tersebut membuat lekukan kecil pada ujung lidah,
menyerupai bifid tongue. Perubahan suara ketika berbicara juga dapat
ditemui, yaitu ketika mengartikulasikan t,d,l,th, dan s. (Stevenson & Hall,
2006).

Gambar 10. Ankiloglosia (Stevenson & Hall, 2006)

d. Bifid Tongue
Bifid tongue adalah kelainan perkembangan yang dapat muncul
dalam bentuk komplit maupun inkomplit. Bentuk inkomplit termanifestasi
sebgaai celah dalam pada midline pada dorsum lidah atau sebagai 2 ujung
lidah. Keadaan ini biasanya asimtomatik dan tidak memerlukan terapi
(Laskaris, 2003)

Gambar 11. Bifid Tongue (Laskaris, 2003)

11
e. Fissured Tongue
Fisur pada lidah merupakan kondisi yang sering ditemukan yang
memiliki karakteristik alur atau fisur yang banyak pada permukaan dorsal
lidah. Penyebabnya belum jelas, namun dicurigai herediter memiliki
peranan penting. Terbukti bahwa kondisi ini dapat terjadi karena polygenic
trait atau keturunan autosomal dominan dengan incomplete penetrance.
Penuaan atau factor lingkungan local dapat berperan dalam perkembangan
(Neville, dkk., 2009). Fisur lidah atau disebut juga scrotal tongue
merupakan kondisi malformasi yang disebabkan oleh kongenital (Purkait,
2011).

Gambar 12. Fissure Tongue (Neville, dkk., 2009)

f. Median Rhomboid Glossitis


Kondisi ini dapat ditemukan pada dorsum lidah. Memiliki
karakteristik kronis, atrofik, eritematus, depapilasi pada posterior midline
pada lidah yang berukuran diameter 0,25 hingga 2,0 cm. Walaupun
kebanyakan kasus asimtomatik, terkadang terdapat ketidaknyamanan,
spesifik pada area atrofik tersebut. Meski demikian, gejala tersebut dating
dan pergi dan jarang bertahan dalam waktu yang lama. Jaringan tersebut
rawan terhadap infeksi jamur berulang karena menipisnya epitel. Sehingga
ketika pasien mengeluhkan adanya rasa tidak nyaman pada median
rhomboid glossitis maka first line treatment berupa terapi antifungan topical
maupun sistemik (Bruch & Treister, 2010).
Pada masa lalu kondisi ini diperkirakan disebabkan karena kelainan
perkembangan pada lidah yang kemungkinan disebabkan oleh persistensi
dari ‘tuberculum impar’ yang berada pada dorsum lidah. Pada
embryogenesis normal tuberculum impar ini seharusnya retrusi dan tertutup
oleh pertumbuhan lateral lidah. Namun, saat ini beberapa penelitian

12
memercayai bahwa median rhomboid glossitis disebabkan karena infeksi
kronis dari Candida albicans (Purkait, 2011).
Lesi ini lebih banyak ditemukan pada dewasa 30-50 tahun dan
jarang ditemukan pada anak-anak, serta lebih banyak ditemukan pada laki-
laki daripada perempuan (Purkait, 2011).

Gambar 13. Median Rhomboid Glossitis

g. Geographic Tongue
Geographic tongue (erythema migrans, benign migratory glossitis,
erythema areata migrans, stomatitis areata migrans) adalah kondisi benigna
yang umum ditemukan pada dorsal lidah. Insidensinya berkisar antara 2%
hingga 16% tergantung antar populasi. Kondisi ini biasanya asimtomatik,
namun pada suatu penelitian pasien mengeluhkan rasa terbakar. Lesi pada
lidah ini biasanya dapat ditemukan juga pada palatum, mukosa bukal, atau
gingiva, hal ini disebut erythema cincinata migrans atau ektopik geographic
tongue (Greenberg, dkk., 2008)

Gambar 14. Geographic tongue (Greenberg, dkk., 2008)

h. Lingual Varices
Varix adalah vena yang terdilatasi, dan berliku-liku, seringkali
merupakan vena yang terkena peningkatan tekanan hidrostatik namun tidak

13
didukung oleh jaringan sekitar. Varices yang melibatkan vena ranine lingual
sering ditemukan, muncul sebagai gumpalan merah atau ungu seperti
sekumpulan pembuluh darah pada permukaan ventral dan lateral dari lidah
serta pada dasar mulut. Namun, varices bisa juga muncul pada tempat lain
seperti pada bibir atas maupun bawah, mukosa bukal dan komisura bukal
(DeLong & Burkhart, 2008).
Varix pada lidah umumnya terjadi pada orang dengan usia diatas 50
tahun dan varices ini biasanya tampak lebih menonjol seiring berjalannya
usia. Keberadaan lesi ini sebelum usia 50 tahun menunjukkan penuaan dini.
(Purkait, 2011).

Gambar 15. Varix (DeLong & Burkhart, 2008)

Pada lansia nutrisi yang adekuat merupakan faktor penting bagi kesehatan dan
kebaikan. Nutrisi yang tidak adekuat bisa menyebabkan degenerasi fisik dan mental yang
lebih cepat. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa seiring berjalannya usia
maka mukosa oral menjadi lebih tipis, halus dan memiliki tampakan edematous dan
kehilangan elastisitas serta stippling nya (Razak, dkk., 2014).

Lidah menunjukkan perubahan yang dapat diamati secara klinis yaitu menjadi lebih
halus dan kehilangan papilla filiformisnya. Serta seiring berjalannya usia maka terdapat
tendensi untuk berkembangnya sublingual varices dan meningkatnya kerentanan terhadap
kondisi patologis seperti infeksi Candidal dan menurunnya kemampuan penyembuhan
luka. Komplikasi lainnya adalah lansia menggunakan gigi tiruan yang memiliki potensi
untuk mengganggu integritas dari mukosa apabila tidak dijaga dengan baik (Razak, 2014).

14
KESIMPULAN

1. Terdapat beberapa jenis kelainan pertumbuhan dan perkembangan, baik yang


bawaan secara kongenital, genetik, maupun lingkungan
2. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan ini dapat muncul baik pada mukosa,
gingiva, maupun lidah.
3. Pada lansia memerlukan perhatian khusus karena keadaan lansia yang lebih rentan
sehingga harus diterapkan rencana perawatan maupun pencegahan yang
komprehensif.

15
DAFTAR PUSTAKA

Avery, J.K., 2002, Oral Development and Histology, Stuttgart, Thieme.

Bruch, J.M., & Treister, N.S., 2010, Clinical Oral Medicine and Pathology, New York,
Springer.

DeLong, L., & Burkhart, N.W., 2008, General and Oral Pathology for the Dental
Hygienist, Philadelphia, Wolters Kluwer.

Eversole, L.R., 2011, Clinical Outline of Oral Pathology: Diagnosis and Treatment,
Shelton, People’s Medical Publishing House.

Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A. 2008, Burket’s Oral Medicine, Hamilton, BC
Decker.

Ibsen, O.A.C., Phelan, J.A., 2014, Oral Pathology for the Dental Hygienist-E-Book, St.
Louis, Elsevier Saunders.

Jitender, S., Gupta, S., Singh, R., Vyas, R., Khetan, J., 2014, Developmental Dental
Disorders and Tongue Lesions in Pediatrics of Western India: A Prevelance Study,
Occupational Medicine & Health Affairs, 2:183.

Laskaris, G., 2003, Color Altlas of Oral Disease, Stuttgart, Thieme.

Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2009, Oral and Maxillofacial
Pathology Third Edition, St. Louis, Elsevier.

Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Chi, A.C., 2016, Oral and Maxillofacial
Pathology Fourth Edition, St. Louis, Elsevier.

Purkait, S.K., 2011, Essentials of Oral Pathology Third Edition, New Delhi, Jaypee
Brothers.

Razak, P.A, Richard, K.M.J., Thankachan, R.P., Hafiz, K.A.A., Kumar, K.N., & Sameer,
K.M., 2014, Geriatric Oral Health: A Review Article, J Int Oral Health 6(6):110-
116.

Stevenson, R.E., Hall, J.G., 2006, Human malformations and Related Anomalies, Oxford,
Oxford University Press.

16
Thompson, L.D.R., & Wenig, B.M., 2016, Diagnostic Pathology: Head and Neck E-Book,
Philadelphia, Elsevier.

17

Anda mungkin juga menyukai