Anda di halaman 1dari 23

Frenectomy and Frenotomy

Lidah adalah salah satu organ di rongga mulut yang paling peka pada perubahan
yang terjadi di dalam tubuh. Lidah memiliki beberapa fungsi penting yaitu membantu dalam
proses pengecapan, mengatur arah makanan ketika dikunyah, membantu proses
penelanan, mendorong makanan ke dalam faring (ketika menelan), membersihkan mulut,
dan membantu proses berbicara (Susan, 2008). Lidah adalah suatu organ yang ditutupi oleh
lapisan pelindung dari epitel skuamosa berlapis. Lidah memiliki peran yang penting dalam
proses penelanan, pengecapan dan bicara.

Fre
num adalah lipatan selaput lendir yang berisi otot dan serat jaringan ikat yang menempelkan
bibir dan pipi ke mukosa alveolar, gingiva dan periosteum di bawahnya. Knox dan Young
secara histologis mempelajari frenulum, dan mereka telah melakukannya melaporkan serat
elastis dan otot (Orbicularis oris – horizontal pita dan serat miring). Namun, Henry, Levin dan
Tsaknis punya ditemukan jaringan kolagen yang sangat padat dan serat elastis tetapi tidak
ada serat otot di frenulum.
Frenulum lingualis adalah lipatan membran mukosa yang menghubungkan lidah ke
dasar rongga mulut dan tulang mandibula. Frenulum lingualis terbentuk dari jaringan ikat
fibrosa yang padat dan serat superior dari otot genioglossus. Frenulum lingualis bermigrasi
menuju posisi sentral untuk menempati posisi definitif seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan tulang dan erupsi gigi. Ketika frenulum lingualis tebal, kencang dan atau
perlekatan dari lidah terbatas dapat mengakibatkan ankyloglossia (Olivi dan Signore A,
2012).

Diagnosis Frena abnormal dideteksi secara visual dengan memberikan tekanan


pada frenum untuk melihat pergerakan ujung papiler atau pucat yang dihasilkan karena
iskemia di daerah tersebut. Frenum dicirikan sebagai patogen jika sangat lebar atau jika
tidak ada zona yang jelas dari gingiva yang menempel di sepanjang garis tengah atau
papilla interdental bergeser saat frenum diperpanjang.
Diagnosis dan manajemen ankyloglossia (tongue-tie) masih tetap kontroversial sejak
isu ini kembali diangkat sebagai penyebab kegagalan menyusui pada awal tahun 2000-an.
Fenomena menarik dari isu tersebut adalah adanya perbedaan opini antar profesi kesehatan
mengenai dampak ankyloglossia terhadap menyusui. Hampir 99% konsultan laktasi
mempercayai bahwa ankyloglossia adalah pemicu kesulitan menyusui yang dapat
diselesaikan dengan tindakan frenotomi, sedangkan hanya 30% dokter spesialis THTKL dan
10% dokter spesialis anak menyetujui pendapat tersebut.

American Academy of Pediatrics (AAP) mengakui bahwa ankyloglossia adalah


entitas klinis yang ikut menentukan keberhasilan menyusui dan perlu tatalaksana untuk
meminimalkan masalah menyusui. Dengan mempertimbangkan segala kebaikan menyusui,
penting bagi dokter spesialis anak untuk memahami tatalaksana sedini mungkin dari kondisi
apapun yang berpotensi mengganggu proses menyusui.

Ankyloglossia didefinisikan sebagai sisa embriologis dari jaringan membran frenulum


di garis tengah antara permukaan bawah lidah dan dasar mulut – yang pendek, tebal, dan
tidak elastis sehingga membatasi gerakan lidah normal (International Affiliation of Tongue-
Tie Professionals = IATP, 2011). Insidens ankyloglossia dilaporkan berkisar 4,2-10,7% pada
bayi baru lahir, dan hanya sekitar 25% dari keseluruhan kasus mengalami kesulitan
menyusui. Kondisi ankyloglossia dapat merupakan varian genetik dalam keluarga. Diagnosis
Diagnosis ankyloglossia berdasarkan klasifikasi anatomis dibagi menjadi:

Tipe I : insersi frenulum pada ujung permukaan bawah lidah

• Tipe II : insersi frenulum di belakang ujung permukaan lidah

• Tipe III : frenulum tebal dan ketat (tidak elastis)

• Tipe IV : frenulum ketat di pangkal lidah Ankyloglossia tipe I dan II dikenal dengan
ankyloglossia anterior, tipe III disebut ankyloglossia posterior, dan tipe IV tergolong
ankyloglossia submukosa.

Ankyloglossia biasanya merupakan kelainan kongenital dengan tanda klinis frenulum


lingualis rendah yang dapat mempengaruhi terbatasnya pergerakan lidah, kesulitan bicara
dan menelan, menyusui serta sulit untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan masalah
lingkungan sosial, kondisi ini disebabkan frenulum yang pendek pada lidah atau frenulum
melekat sampai keujung lidah.

Ankyloglossia terjadi karena kegagalan dalam degenerasi sel yang mengarah pada
hubungan antara lidah dengan dasar mulut. Insidensi dari tongue tie bervariasi dari 0,2- 5%.
Ankyloglossia dapat mempengaruhi cara bicara (terutama sulit untuk mengucapkan huruf t,
d, l, th, dan s), mastikasi, menyusui untuk bayi, kebersihan mulut dan lingkungan sosial.
Ankyloglossia yang sudah parah sering menyebabkan diastema midline mandibular,
kerusakan periodontal seperti resesi gingiva disekitar gigi insisivus sentral rahang bawah
atau diastema karena adanya tegangan akibat tarikan jaringan dibelakang insisivus
mandibula, fungsi lidah yang abnormal pada saat menelan, kesulitan saat makan atau
minum, kesulitan dalam memainkan instrumen tiup, kesulitan dalam menjilat makanan
seperti es krim, kesulitan menjulurkan lidah sehingga tidak dapat membersihkan makanan
yang berada di palatal atau di sulkus labiobukal, dapat mempengaruhi stabilisasi dan
adaptasi dari gigi tiruan.

Fungsi orofasial dapat diubah sesuai dengan tingkat perubahan dari frenulum lingual.
Evaluasi frenulum lingual diperlukan, pembedahan diindikasikan bila terdapat keterbatasan
pada pergerakan lidah. Frenektomi adalah prosedur yang biasa dilakukan untuk
membebaskan frenulum lingual agar lidah dapat bergerak bebas.

Banyaknya dampak negatif yang muncul dengan adanya perlekatan frenulum tinggi
menjadi dasar untuk perawatan. Perawatan frenulum tinggi diatasi dengan pemotongan
frenulum (frenotomi) atau dengan membuang seluruh bagian dari frenulum (frenektomi).
Frenektomi dan frenotomi merupakan suatu prosedur bedah muko gingival yang paling
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau electrosurgery dengan
memotong dan atau mengangkat frenulum dari tempat insersi. Penghilangan frenulum yang
menyeluruh, termasuk perlekatan ke dasar tulang dapat dilakukan untuk mengoreksi
diastema antara insisivus sentralis maksila
Treatment

Frenulum yang menyimpang dapat diobati dengan frenektomi atau prosedur frenotomi.
Frenektomi adalah pengangkatan total frenulum, termasuk perlekatannya ke tulang di
bawahnya, sedangkan frenotomi adalah sayatan dan relokasi perlekatan frenulum.

FRENEKTOMI

Frenektomi adalah salah satu prosedur bedah pre prostetik, prosedur sederhana
dimana sebagian atau seluruh frenulum yang bermasalah dibuang secara bedah dengan
tujuan untuk mengembalikan keseimbangan kesehatan mulut dan retensi dan stabilitas gigi
tiruan. Umumnya dilakukan dengan lokal anestesi. Perlekatan frenulum labial, terdiri dari
kumpulan jaringan fibrosa tipis yang ditutupi mukosa, memanjang dari bibir dan pipi ke
periosteum alveolar. Level perlekatan frenulum bervariasi dari tinggi vestibulum sampai
puncak ridge alveolar dan bahkan ke daerah insisal papila di maksila anterior. Pembuangan
frenulum lingual di bawah lidah disebut lingual frenektomi (ankilotomi) yang dilakukan pada
penderita tongue tie (ankiloglosia) (Iskandar, 2011).
Tujuan Frenektomi adalah untuk kepentingan estetik, membantu memelihara dan
memperbaiki oral hygiene, menurunkan resiko kerusakan jaringan periodontal, menghindari
relaps (diastema sentral) paska perawatan orto. Indikasi dilakukannya frenektomi adalah
perlekatan frenulum yang tinggi, yang memperparah inflamasi gingiva dan poket, diastema
sentral, resesi gingiva dan gangguan pada pemeliharaan oral hygiene, mengganggu
adaptasi dan stabilisasi dari gigi tiruan. Indikasi frenotomi ditegakkan berdasar penilaian
tampilan struktur dan fungsi frenulum lingual. Kriteria diagnostik bervariasi dari inspeksi
visual yang sederhana hingga sistem klasifikasi menggunakan instrumen Hazelbaker’s
Assessment Tool for Lingual Frenulum Function (ATLFF). Instrument ATLFF telah teruji
sebagai alat skrining yang reliabel untuk penilaian bayi di bawah usia 3 (tiga) bulan.

• Skor ATLFF 14 menunjukkan fungsi frenulum yang sempurna dan tidak memerlukan
tindakan frenotomi

• Skor ATLFF 11-13 masih dapat ditoleransi, apabila skor penampilan  10

• Skor ATLFF

Kontraindikasi untuk dilakukan frenektomi adalah pasien dengan riwayat penyakit


sistemik seperti diabetes melitus dan hemofilia serta farkto psikologis pasien yang tidak baik.
Frenektomi frenulum lingualis pada anak-anak dianjurkan sedini mungkin karena
akan membantu proses bicara, perkembangan rahang dan menghilangkan gangguan fungsi
yang mungkin terjadi. Neonatal frenetomy merupakan perawatan ankyloglossia bukan hal
baru. Ketika diindikasikan frenotomi neonatal merupakan prosedur sederhana dan dapat
dilakukan pada klinik gigi. Bayi diijinkan untuk menyusui setelah prosedur dan jarang terjadi
komplikasi. Sedangkan pada orang dewasa jika tidak dilakukan dapat mengakibatkan oral
hygiene yang buruk.

Pemeriksaan klinis: Blanch Test


Menarik frenulum labialis ke atas. Perhatikan papilla interdental di daerah palatal. Jika di
daerah tersebut tampak pucat (ischemia), maka diastema tersebut disebabkan oleh
migrasi frenulum labialis ke arah palatum.
(Singh, 2007)

Pemeriksaan fungsi bicara

Secara umum, apabila jaringan melekat terlalu dekat dengan ujung lidah maka dapat
mengganggu fungsi bicara dan fungsi gigi sebenarnya (Fitri, 2014).
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebelum dilakukan frenektomi, yaitu:
- Radiografi
a. Panoramik
b. Periapikal untuk mengetahui penyebab diastema sentral, misalnya melihat bentukan
frenulum yang abnormal
- Vital sign: tekanan darah, nadi, respirasi, suhu badan
- Pemeriksaan darah: pemeriksaan darah lengkap untuk memungkinkan penanganan
prabedah dan pasca bedah yang tepat bagi pasien-pasien dengan kelainan sistemik.
(Singh, 2007)
A. Diagnosis
Frenektomi dilakukan apabila:
1. Adanya anomali pada perlekatan frenulum yang menyebabkan diastema pada midline.
2. Frenulum lingualis yang terlalu pendek.
3. Frenulum labialis yang terlalu tinggi.
4. Ditemukan adanya papilla yang rata dengan frenulum dan melekat erat pada gingival
margin. Hal ini menyebabkan resesi gingiva dan menjadi hambatan dalam menjaga
kebersihan mulut.
5. Terlihat adanya anomali perlekatan frenulum yang kurang melekat pada gingiva, dan
dasar vestibulum yang dangkal.
(Devishree dkk., 2012)
B. Prosedur Pembedahan
Adapun teknik yang digunakan adalah:
• Frenektomi Konvensional (Klasik)
• Teknik Miller
• V-Y Plasty
• Z Plasty
• Frenektomi yang dilakukan dengan menggunakan elektrokauter

1. Frenektomi pada frenulum labialis


Classical Frenectomy.
Teknik klasik diperkenalkan oleh Archer (1961) dan Kruger (1964). Pendekatan
ini dianjurkan pada kasus diastema garis tengah dengan frenum yang
menyimpang untuk memastikan pengangkatan serat otot yang diduga
menghubungkan orbicularis oris dengan papilla palatine. Teknik ini merupakan
frenektomi tipe eksisi yang meliputi jaringan interdental dan papilla palatine
bersama dengan frenulum.
Armamentarium - Haemostat, scalpel blade no.15, gauze sponges, 4-0
black silk sutures, suture pliers, scissors, and a periodontal dressing (Coe-pak).
Kasus ini adalah tipe papilla dari perlekatan frenalis. Area tersebut dianestesi
dengan infiltrasi lokal menggunakan lignokain 2% dengan adrenalin 1: 80000.
Frenum dipasangkan dengan haemostat yang dimasukkan ke dalam hemostat
vestibulum sampai haemostat bebas. Bagian triangular resected dari frenum
dengan haemostat telah diangkat. Diseksi tumpul dilakukan pada tulang untuk
menghilangkan perlekatan fibrosa.
Tepi luka berbentuk intan dijahit dengan sutra hitam 4-0 dengan jahitan
terputus. Area tersebut ditutupi dengan paket periodontal. Paket dan jahitan
dilepas 1 minggu pasca operasi. Gejala sisa pasca operasi pada 1 bulan masa
tindak lanjut termasuk jaringan parut yang tidak estetik atau jaringan labial.
a. One Hemostat Technique
Frenektomi yang dilakukan dengan menggunakan teknik ini adalah dengan
menggunakan satu hemostat yang memegang frenulum labialis.Tahap-tahapnya adalah
sebagai berikut:

- Frenulum dan gingiva di sekitarnya di anestesi serta pada bagian palatalnya


- Frenulum dijepit dengan menggunakan satu hemostat
- Frenulum dipotong dengan menggunakan scalpel dengan hasil pemotongan
berbentuk elips
- Kemudian dilakukan penjahitan luka bedah. Untuk penutupan luka bedah
dilakukan dengan cara jahitan terputus (interupted) karena bila ada salah satu
jahitan yang harus dilepas tidak perlu menganggu seluruh deretan jahitan yang
ada dan bila disalah satu jahitan ada yang infeksi maka infeksi tidak dijalarkan
kejahitan pada deretan lainnya.
- Serabut frenulum yang ada di interdental gigi dipotong dengan scalpel juga di
bagian palatalnya
- Setelah semua jaringan bersih, daerah operasi diirigasi dengan larutan salin dan
diberi iod
- Daerah operasi ditutup dengan periodontal pack dan kontrol satu minggu
kemudian  
(Afandi, 2010)
b. Two Hemostat Technique
Prosedur yang digunakan menggunakan dua hemostat adalah sebagai berikut:
- Setelah dilakukan anestesi lokal, bibir ditarik ke atas, dan frenum digenggam
dengan menggunakan dua hemostat yang berada pada dinding superior dan
inferior.
- Kemudian bibir ditarik dan insisi jaringan dengan menggunakan pisau scalpel tipis
di balik hemostat tersebut, dimulai dari bawah hemostat yang memegang dinding
inferior frenulum dan kemudian dilanjutkan sampai ke bawah hemostat yang
memegang dinding superior.
- Jika frenum mengalami hipertropi dan terdapat diastema antara gigi insisivus
central, jaringan yang terdapat di antara dan di belakang gigi insisivus sentral juga
diangkat.
- Jahitan ditempatkan sepanjang tepi lateral luka secara linear setelah mukosa
pada tepi luka dipisahkan dengan jaringan dibawahnya dengan menggunakan
gunting.
- Lakukan Kontrol
(Fragiskos, 2007)

c. Z-plasty Technique
Teknik ini diindikasikan bila ada hipertrofi frenum dengan insersi rendah, yang
berhubungan dengan diastema antar insisivus.
Armamentarium - Pisau bedah no. 15, spons kasa, tang jaringan, jahitan vicryl 5-0,
tang jahitan, gunting, dan pembalut periodontal (Coe-pak). Kasus jenis perlekatan frenal
yang dilekatkan hipertrofik dioperasi dengan menggunakan teknik Z-plasty.
Area tersebut dianestesi dengan infiltrasi lokal menggunakan lignokain 2% dengan
adrenalin 1: 80000. Panjang frenum diinsisi dengan pisau bedah dan pada setiap ujungnya,
anggota badan di antara angulasi 60º dan 90º, sayatan dibuat dengan panjang yang sama
dengan pita. Dengan menggunakan forsep jaringan halus, dengan hati-hati agar tidak
merusak apeks dari flap, jaringan submukosa dibedah di luar dasar setiap flap, ke dalam
bidang jaringan yang tidak terikat. Dengan demikian, diperoleh flap rotasi ganda dengan
panjang minimal 1 cm. Flap resultan yang dibuat dimobilisasi dan dialihkan melalui 90º
untuk menutup sayatan vertikal secara horizontal.
Jahitan vicryl 5-0 yang dapat diserap ditempatkan, pertama melalui apeks dari flap,
untuk memastikan kecukupan reposisi flap dan kemudian ditempatkan secara merata di
sepanjang tepi flap, untuk menutup luka di sepanjang tepi potong dari mukoperiosteum yang
terpasang dan mukosa labial. Pembalut periodontal dipasang. Setelah 1 minggu, balutan
dilepas, sementara sisa jahitan dibiarkan, karena jahitan resorbable digunakan. Pada 1
bulan masa tindak lanjut. penyembuhan ditemukan berjalan lancar, tanpa pembentukan
parut hipertrofik dan ketegangan di area frenum.

Teknik Miller. Teknik Miller didukung oleh Miller PD pada tahun 1985. Teknik ini
diusulkan untuk kasus diastema pasca-ortodontik. Waktu ideal untuk melakukan operasi ini
adalah setelah gerakan ortodontik selesai dan sekitar 6 minggu sebelum peralatan dilepas.
Armamentarium - Haemostat, scalpel blade no.15, gauze sponges, 5-0 black silk
sutures, suture pliers, scissors, and a periodontal dressing (Coe-pakJenis perlekatan frenal
terpasang diobati dengan prosedur pembedahan berikut setelah area tersebut dianestesi
dengan infiltrasi lokal dengan menggunakan lignokain 2% dengan adrenalin 1: 80000: •
Eksisi frenulum dan eksposur dari tulang alveolar labial di garis tengah. • Sayatan horizontal
dibuat untuk memisahkan frenulum dari papilla interdental. • Cangkok pedikel yang
diposisikan secara lateral (ketebalan split) diperoleh dan dijahit di garis tengah. • Balutan
periodontal dipasang.
Perawatan harus diambil untuk memperpanjang sayatan ke bibir sejauh yang
diperlukan, untuk memastikan bahwa sisa frenulum tidak tertinggal di bibir. Setelah 1
minggu, penutup periodontal dilepas, sementara sisa jahitan dibiarkan, karena jahitan
resorbable digunakan. Pada 1 bulan masa tindak lanjut, ada gingiva di garis tengah dan
papilla interdental dipertahankan.

V-Y Plasty. V-Y plasty dapat digunakan untuk memperpanjang area lokal, seperti frenulum
luas di area premolar-molar. Armamentarium: Haemostat, pisau scalpel no. 15, spons kasa,
jahitan sutra hitam 4-0, tang jahitan, gunting, dan pembalut periodontal (Coe-pak).
Teknik ini digunakan pada kasus perlekatan frenal tipe papilla. Setelah daerah
tersebut dianestesi dengan infiltrasi lokal menggunakan lignokain 2% dengan adrenalin 1:
80000, frenum ditahan dengan haemostat dan dibuat sayatan berbentuk V pada permukaan
bawah frenalis. Lampiran. Frenum dipindahkan pada posisi apikal dan sayatan berbentuk V
diubah menjadi Y, sementara itu dijahit dengan jahitan sutra 4-0. Paket periodontal
dipasang. Paket periodontal dan jahitan dilepas pada 1 minggu masa tindak lanjut. Pada 1
bulan masa tindak lanjut perlekatan frenal ditemukan dipindahkan ke posisi apikal, dengan
penyembuhan yang lancar.
Bedah Elektro. Bedah listrik direkomendasikan dalam kasus pasien dengan
gangguan perdarahan, di mana teknik pisau bedah konvensional memiliki risiko lebih tinggi
yang dikaitkan dengan masalah dalam mencapai hemostasis dan juga pada pasien yang
tidak patuh.
Armamentarium: Unit elektrokauter dengan loop elektroda dan haemostat.
Pendekatan konvensional dengan pisau bedah memang menawarkan beberapa kelemahan.
Untuk mengatasi hal ini, kasus perlekatan frenal tipe terpasang didekati dengan
elektrokauter. Setelah area tersebut dianestesi dengan infiltrasi lokal menggunakan
lignokain 2% dengan adrenalin 1: 80000, frenum ditahan dengan haemostat dan dengan
menggunakan ujung elektroda loop, dipotong. Elektrokauter menawarkan keuntungan dari
perdarahan prosedural minimal dan tidak perlu jahitan. Penyembuhan dilakukan dengan niat
sekunder, karena tepi luka tidak diperkirakan dengan jahitan.
Namun demikian, terlepas dari berbagai modifikasi yang telah diusulkan untuk
frenektomi, prosedur yang banyak diikuti yang tersisa adalah teknik klasik. Teknik klasik
meninggalkan sayatan bedah longitudinal dan jaringan parut, yang dapat menyebabkan
masalah periodontal dan penampilan yang tidak estetik, sehingga memerlukan modifikasi
lain. Di antara semua pendekatan untuk frenektomi yang digunakan dalam rangkaian kasus
ini, prosedur elektrokauter menawarkan keuntungan dari konsumsi waktu yang minimal dan
bidang tanpa darah selama prosedur pembedahan, tanpa memerlukan jahitan.
Teknik seperti eksisi sederhana dan modifikasi V-rhomboplasty gagal memberikan
hasil estetika yang memuaskan dalam kasus frenum hipertrofi yang tebal dan lebar. Ini
mungkin karena ketidakmampuan untuk mencapai penutupan primer di bagian tengah,
akibatnya mengarah ke penyembuhan niat sekunder pada luka yang terbuka lebar. Hal ini
dapat menjadi perhatian dalam kasus garis senyum tinggi yang mengekspos gingiva
anterior.
Teknik Miller menawarkan keuntungan sebagai berikut:
1. Pasca operasi, pada penyembuhan, terdapat pita kolagen gingiva yang terus
menerus di sepanjang garis tengah, yang memberikan efek penyangga daripada jaringan
“parut”, sehingga mencegah kekambuhan ortodontik.
2. Serat transseptal tidak terganggu dengan pembedahan sehingga tidak ada papilla
interdental yang hilang.
3. Mendapatkan stabilitas ortodontik tanpa pengorbanan estetika. Dengan demikian,
teknik Miller tidak menyebabkan hilangnya papilla interdental dan tidak ada jaringan parut.
Oleh karena itu, paling cocok untuk mencegah kekambuhan ortodontik. Teknik Z-plasty
ditemukan ideal untuk frenum hipertrofik yang lebar dan tebal dengan insersi rendah, yang
dikaitkan dengan diastema antar insisivus dan ruang depan yang pendek. Ini mencapai
penghapusan pita fibrosa dan pemanjangan vertikal dari ruang depan.
2. Frenektomi pada frenulum lingialis
a. Teknik menggunakan Hemostat
Prosedurnya adalah:
- Setelah dilakukan anestesi lokal, lidah ditarik ke atas dan ke posterior
menggunakan benang yang melewati ujung lidah.
- Kemudian bagian tengah frenulum dijepit dengan menggunakan hemostat yang
sejajar dengan dasar mulut.
- Dengan menggunakan scalpel, potong jaringan di atas hemostat dengan sposisi
scalpel yang menyentuh hemostat.
- Potong frenulum di bagian bawah hemostat menggunakan scalpel.
- Hasil sayatan setelah frenulum dibuang.
- Selanjutnya, mukosa di bawah tepi sayatan dikurangi dengan menggunakan
gunting bedah.
- Lakukan penjahitan dengan teknik interrupted suture.
(Fragiskos, 2007)

(Gans, 1972)

b. Teknik tanpa bantuan hemostat


- Angkat lidah ke atas
- Selanjutnya, lakukan eksisi frenulum dengan konvergensi sayatan tehadap
dasar lidah
- Mukosa di bawah tepi sayatan dikurangi dengan menggunakan gunting bedah
- Lakukan penjahitan

(Fragiskos, 2007)

FRENOTOMI
A. Pengertian
Frenotomi adalah pengobatan yang efektif dengan prosedur sederhana dan
aman untuk frenulum anterior tipis. Frenotomi merupakan prosedur untuk
melepaskan lidah dasi dan meningkatkan fungsi lidah dengan cara menorehkan
frenum tanpa memotong (mengambil sebagian jaringan) sehingga frenum lebih
panjang. Frenotomi biasanya dilakukan pada frenulum lingualis yang mengalami
lidah dasi atau ankiloglossia (Knox, 2010).
Lidah dasi atau ankiloglossia ini biasanya sudah nampak sejak lahir dan
menyebabkan bayi kesulitan menyusui sehingga asupan asi menjadi kurang. Oleh
karena itu prosedur frenotomi pada bayi harus diikuti dengan keterampilan menyusui
dan dukungan pengembangan keterampilan lisan sampai menyusui didirikan kembali
(Knox, 2010).

Frenotomi dipertimbangkan apabila terdapat masalah menyusui pada bayi


dengan kondisi ankyloglossia yang simtomatik. Untuk menentukan indikasi frenotomi
direkomendasikan pendampingan sekitar 2-3 minggu sambil memperbaiki proses
menyusu, memantau keluhan yang dirasakan ibu, serta menilai status kesehatan
dan pertumbuhan bayi. Tindakan yang diambil bergantung kondisi sebagai berikut:
[Level IIA]
Frenotomi dipertimbangkan apabila terdapat masalah menyusui pada bayi
dengan kondisi ankyloglossia yang simtomatik. Untuk menentukan indikasi frenotomi
direkomendasikan pendampingan sekitar 2-3 minggu sambil memperbaiki proses
menyusu, memantau keluhan yang dirasakan ibu, serta menilai status kesehatan
dan pertumbuhan bayi. Tindakan yang diambil bergantung kondisi sebagai berikut:
[Level IIA]
Data perbaikan skor LATCH, IBFAT, BSES pasca frenotomi dilaporkan
inkonsisten. Tidak cukup data untuk membuktikan frenotomi menentukan durasi dan
keberhasilan menyusui jangka panjang. Keluhan menyusui yang menetap pasca
frenotomi memerlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab yang
lain. Prognosis Sekitar 25% bayi dengan ankyloglossia mungkin mengalami kesulitan
pelekatan saat menyusu, sehingga terjadi perlukaan dan nyeri pada putting ibu, yang
menyebabkan penurunan suplai ASI karena pengosongan kurang optimal, mastitis,
kenaikan berat badan bayi lambat, gagal tumbuh dan penyapihan dini.
Pada anak yang lebih besar, ankyloglossia dapat menyebabkan kesulitan
artikulasi (huruf D, N, L, S, T), susunan gigi yang abnormal, kebersihan mulut yang
buruk, dan gangguan rasa percaya diri akibat kendala pergaulan sosial. Kondisi
ankyloglossia tidak menyebabkan keterlambatan bicara dan berbahasa, namun
kendala artikulasi mungkin menimbulkan masalah sosialpergaulan. Tidak cukup data
untuk membuktikan bahwa frenulum bibir atau Lip-Tie (LT) juga menyebabkan
gangguan pelekatan saat bayi menyusui.

B. Cara Pemeriksaan
Frenotomi merupakan suatu prosedur bedah yang digunakan untuk melepaskan
perlekatan abnormal frenulum terhadap lidah. Perlekatan abnormal itu dikenal sebagai
ankyloglossia (Colyar & Erhardt, 2004). Pemeriksaan pada tongue tie atau ankyloglossia
dapat dilakukan melalui inspeksi klinis. Pada pemeriksaan fisik, bayi biasanya mengalami
kesulitan saat menyusu, anak mengalami kesukaran dalam bicara, kata-kata yang
diucapkan tidak jelas, penderita tidak dapat menjulurkan lidahnya keluar dari mulut, ujung
lidah hanya biasa dijulurkan sampai pada deretan gigi insisivus mandibula, ujung lidah
terdapat lekukan di midline sehingga terlihat seperti gambaran terbelah dua atau berbentuk
hati pada ujung lidah saat dijulurkan, gerakan lidah ke arah lateral dan superior sangat
terbatas karena tertahan oleh frenulum lingual yang hampir mencapai ujung lidah (Kummer,
2014).
Klasifikasi:
Jarak normal lidah bebas yang secara klinis adalah lebih dari 16 mm. Klasifikasi
ankyloglossia berdasarkan morfologinya yaitu :
1. Kelas I : Ankyloglossia ringan, 12-16 mm
2. Kelas II : Ankyloglossia sedang, 8-11 mm
3. Kelas III : Ankyloglossia berat, 3-7 mm
4. Kelas IV: Ankyloglossia total, kurang dari 3 mm (Olivi dkk, 2012)
Penilaian klinis juga dapat dilakukan dengan kriteria Kotlow yang menilai
jarak pergerakan normal lidah, alat penilaian Hazelbaker untuk mengamati pergerakan
fungsional dan penampilan lidah, serta analisis pengucapan untuk mengenali dan meralat
gangguan pengucapan.

(Ballard, dkk., 2002)


C. Diagnosis
Lingual frenotomy diperlukan pada penderita ankiglossia ketika sang penderita sulit
untuk mengunyah makanan ataupun adanya masalah artikulasi. Ankiglossia atau tongue-tie
disebut ketika frenulum lingual bagian inferior terikat dengan bagian dasar dari lidah dan
mengakibatkan terbatasnya pergerakan dari lidah. Kondisi ini dapat menggangu mobilitas
normal dari lidah dan menggangu fungsi bicara atau makan dari bayi yang baru lahir.
Burky et al (2011) mencatat bahwa ankiglossia telah dikaitkan dengan berbagai
masalah menyusui bayi dan frenotomi biasanya dilakukan untuk meghilangkan ankyglossia.
Menurut Steehler et al (2012), frenotomi dipercaya bermanfaat terhadap kemampuan bayi
untuk menyusui. Frenotomi dilakukan pada saat masa neonatal dengan keadaan
ankyglossia dan kesulitan dalam menyusui pada minggu pertama saat bayi itu lahir.
Kriteria klinis digunakan untuk mendiagnosis ankyglossia pada tabel berikut (Segal et
al, 2007):
Menurut (Segal et al, 2007) kriteria ini digunakan untuk identifikasi variasi dari
ankyglossia. Banyak penulis yang menggunakan kriteria ini berdasarkan karakteristik fisik
dan anatomi mulut bayi. Pada umumnya frenulum terlihat tidak normal, pendek dan tebal,
dimana ini akan menyebabkan lidah terlihat seperti heart-shaped ketika lidah diangkat.
Kriteria tersebut menjadi tanda dari terganggunya fungsi lidah seperti ketidakmampuan
untuk menjulurkan lidah, indikasi mobilitas lidah menurut.
Beberapa penulis juga mengutip bahwa efek dari ankyglossia pada saat menyusui
adalah menyebabkan rasa sakit pada putih ibu sehingga menyebabkan trauma puting. Tidak
ada satupun kriteria yang telah divalidasi dan tidak ada satupun dari studi secara prospektif
untuk membandingkan standar dari kriteria serta tidak adanya studi untuk menilai metode
diagnostik secara internal dan eksternal.
Klasifikasi ankyglossi berdasarkan panjangnya lidah menurut Kupietzky dan Botzer
(2005):

Menurut Kupietzky dan Botzer (2005) tidak ada perawatan dari ankyglosssia dengan
lidah yang pendek tanpa adanya gangguan pembicaraan, kecuali jika ada gangguan maka
perawatan harus dilakukan. Perawatan tersebut bermacam-macam seperti observasi,
speech therapy, frenotomi tanpa anastesi, dan frenektomi dengan general anasthesia.

D. Prosedur Pembedahan
1. Pasien dalam posisi yang nyaman dan dengan akses mudah ke mulut
2. Cari letak frenulum
3. Meletakkan Cotton tipped applicators yang telah diberi benzocaine ke frenulum
lingualis

4. Menarik dan menstabilkan lidah pasien

5. Menggunakan ujung hemostat, pegang area frenulum yang akan diikat, kemudian
menjepit dan mengurangi kedalaman frrenulum yang dibutuhkan

6. Setelah beberapa detik, lepaskan dan mengangkat hemostat


7. Berikan tekanan dengan Cotton tipped applicators
8. Jika perdarahan berlangsung, letakkan Cotton tipped applicators yang telah diberi
1% lidokain dengan epineprin sampai perdarahan berhenti
(Colyar dan Ehrhardth, 2004)
Komplikasi
Frenektomi dapat dilakukan baik dengan teknik pisau bedah rutin, bedah listrik atau
dengan menggunakan laser. Teknik konvensional melibatkan eksisi frenum dengan
menggunakan pisau bedah. Namun, hal itu membawa risiko rutin operasi seperti perdarahan
dan kepatuhan pasien. Penggunaan bedah elektro dan laser juga telah diusulkan untuk
frenektomi. Para peneliti telah menganjurkan penggunaan probe elektrokauter karena
kemanjurannya dan karena keamanan prosedur, perdarahan ringan dan tidak adanya
komplikasi pasca operasi. Namun, ini terkait dengan komplikasi tertentu yang meliputi luka
bakar, risiko ledakan jika menggunakan gas yang mudah terbakar, gangguan pada alat pacu
jantung, dan produksi asap bedah.
Komplikasi ini belum dilaporkan dengan perbaikan baru dalam teknik bedah elektro,
seperti Argon Beam Coagulation (ABC). Baru-baru ini, penggunaan laser CO2 dalam
frenektomi lingual telah dilaporkan sebagai prosedur yang aman dan efektif dengan
keuntungan durasi pembedahan yang lebih singkat, kesederhanaan prosedur, tidak adanya
infeksi pasca operasi, nyeri yang lebih ringan, pembengkakan dan adanya kecil atau tidak
ada bekas luka. Penyembuhan yang tertunda dibandingkan dengan teknik scalpel
konvensional, presisi bedah berkurang yang mengakibatkan nekrosis termal yang diinduksi
laser secara tidak sengaja dan / atau cedera akustik foto, adalah beberapa komplikasi yang
terkait dengan laser. Penerapan laser dioda dan Er: YAG pada frenektomi labial pada bayi
dan laser Er, Cr: YSGG pada frenektomi labial pada remaja dan populasi pra-puber juga
telah dilaporkan. Sejak prosedur konvensional frenektomi pertama kali diusulkan, sejumlah
modifikasi dari berbagai teknik bedah seperti teknik Miller, VY plasty dan Z-plasty telah
dikembangkan untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh frenum labial yang
abnormal.
Komplikasi yang dapat terjadi pada saat pembedahan adalah kerusakan pada
struktur lidah. Selain itu, suturing pada permukaan ventral lidah dapat menyebabkan
terhambatnya wharton’s duct dan menyebabkan pembengkakan daerah submandibula.
Manipulasi pembedahan pada bagian ventral lidah dapat juga melukai nervus lingualis dan
dapat menyebabkan mati rasa pada ujung lidah. Suturing dapat juga menghasilkan
kontaminasi dari daerah luka karena efek jahitan yang menyebabkan infeksi sekunder yang
dapat di hindari dengan antibiotik profilaksis.
v
v

Anda mungkin juga menyukai