2. Mekanisme kerja: Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein, terutama pada tahap transkripsi. Rifampisin menghalangi pelekatan enzim RNA polimerase dengan berikatan dengan sisi aktif enzim tersebut. 3. Farmakokinetik Absorbsi: Obat diabsorpsi secara baik per oral, dengan bioavailabilitas 90‒ 95%. Namun, makanan dapat menghambat penyerapan obat, atau menurunkan konsentrasi puncak plasma sekitar 30%. Waktu pencapaian konsentrasi puncak obat dalam plasma darah adalah sekitar 2‒4 jam setelah konsumsi per oral. Konsumsi 600 mg rifampicin per oral pada orang dewasa sehat, akan memberikan konsentrasi puncak obat dalam serum, rata-rata 7 mcg/mL dengan kisaran 4‒32 mcg/mL Distribusi: Obat bersifat tinggi lipofilik. Rifampicin terdistribusi secara luas ke seluruh tubuh, dengan konsentrasi efektif pada banyak organ, dan cairan tubuh. Melewati sawar otak, obat juga terdistribusi ke dalam cairan serebrospinal. Ikatan obat dengan protein adalah 80%. Fraksi obat yang tidak terikat protein, kebanyakan tidak terionisasi, dan karenanya dapat berdifusi secara bebas ke dalam jaringan tubuh. Metabolisme: Metabolisme rifampicin terjadi di hepar dan dinding intestinal. Obat menjalani proses resirkulasi enterohepatik. Pada siklus tersebut, obat terhidrolisis pada cairan empedu, dan dikatalisis dalam substrat esterase dengan pH tinggi. Setelah sekitar 6 jam, hampir semua obat sudah menjalani proses deasetilasi yang progresif. Meski dalam bentuk deasetilasi, rifampicin tetap poten sebagai antibiotik, yang memiliki aktivitas antibakteri. Eksresi: Setelah menjalani proses deasetilasi, obat tidak lagi direabsorpsi di interstisial. Hal ini akan memfasilitasi proses eliminasi. Sebagian besar eleminasi obat terjadi di cairan empedu, yaitu sekitar 60‒65% diekskresikan ke feses. Sekitar 30% obat diekskresikan di urine. Hanya sekitar 7% dari obat yang dikonsumsi, diekskresikan ke urine dalam bentuk utuh, tidak berubah. 4. Dosis: Dosis dewasa: 8–12 mg/kgBB per hari. Dosis maksimal bagi pasien dengan berat badan <50 kg adalah 450 mg per hari, sedangkan bagi pasien dengan berat ≥50 kg adalah 600 mg per hari. Dosis anak-anak: 10–20 mg/kgBB per hari. Dosis maksimal adalah 600 mg per hari. 5. Bentuk sediaan obat: Tablet dan sirup 6. Indikasi: Indikasi rifampicin yang dikenal juga sebagai rifampin untuk pengobatan tuberkulosis paru yang diberikan bersama dengan obat antituberkulosis lainnya. Rifampicin juga diindikasikan untuk penanganan lepra dan sebagai profilaksis terhadap meningitis bakterial 7. Kontra indikasi: Kontraindikasi rifampicin, disebut juga sebagai rifampin, adalah riwayat hipersensitivitas dengan obat ini, atau komponennya. Peringatan kehati-hatian penggunaan obat ini pada seseorang dengan gangguan fungsi hati. 8. Efek Non terapi: Penggunaan rifampicin bisa menyebabkan munculnya efek non terapi. Efek samping yang bisa timbul dapat berupa: Gangguan saluran cerna, seperti mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak nafsu makan, diare, radang usus. Gangguan pada fungsi hati, seperti hepatitis, penyakit kuning, hingga kerusakan hati. 9. Interaksi obat: Peningkatan risiko kerusakan hati jika digunakan bersama dengan ritonavir, halothane, dan isoniazid. Penurunan efektivitas phenytoin dan teofilin. Penurunan efektivitas ketoconazole dan enalapril. Penurunan efektivitas rifampicin jika digunakan bersama antasida.