Anda di halaman 1dari 3

Perencanaan Dimensi Vertikal

Dimensi vertikal yaitu jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah yang dapat
memberikan ekspresi normal pada wajah seseorang. Hubungan vertikal dari rahang
bawah dan rahang atas yang ditentukan berdasarkan muskulus mandibula dan oklusal
stop dari gigi. Dimensi vertikal pada pasien yang kehilangan gigi sebagian
merupakan hubungan antara satu gigi dengan yang lainnya secara vertikal pada saat
gigi beroklusi. Pada penderita yang sudah kehilangan gigi pada satu lengkung rahang
secara praktis sudah kehilangan dimensi vertikal, keadaan ini harus ditentukan
kembali dengan berbagai cara agar sama dengan dimensi vertikal saat gigi masih
lengkap. Untuk mengetahui apakah dimensi vertikal sudah tepat, dapat diketahui dari
fonetik dan estetik. Gigi tiruan harus dapat digunakan penderita dengan baik pada
saat mengunyah, berbicara tanpa kesukaran dan memberikan ekspresi wajah yang
normal (Satrio dkk., 2019). Dimensi vertikal ada dua, yaitu :
a. Dimensi Vertikal Rest Posisi (DVR) adalah suatu hubungan rahang atas dimana
otot-otot membuka dan menutup mulut dalam keadaan seimbang. Dimensi vertikal
ini diukur pada waktu rahang bawah dalam keadaan istirahat fisiologis.
b. Dimensi Vertikal Oklusi (DVO) adalah suatu hubungan rahang bawah terhadap
rahang atas, gigi geligi atau oklusal rim dioklusikan. Dimensi vertikal ini diukur
sewaktu gigi dalam oklusi sentrik (Sofia, 2015).
Selisih antara dimensi vertikal posisi istirahat dengan dimensi vertikal oklusi
disebut dengan Free Way Space (FWS) dengan keadaan normal berkisar antara 2-4
mm. Free Way Space adalah celah yang terdapat antara rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan istirahat yang merupakan selisih antara dimensi vertikal
istirahat dan dimensi vertikal oklusi (Chairani dan Rahmi, 2016).
Cara pengukuran dimensi vertikal dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Dimensi vertikal posisi istirahat
1) Pasien diminta untuk menggigit bite rim pada rahang atas dan rahang bawah.
2) Dimensi vertikal diukur dengan cara mengukur jarak pupil dengan sudut mulut
(PM) sama dengan jarak dasar hidung dengan dasar dagu (HD).
3) Pada posisi istirahat, PM = HD (Yunisa, dkk., 2019).
b. Dimensi vertikal oklusi
1) Dilakukan dengan cara mengukur jarak dasar hidung dengan dasar dagu
dikurangi besar free way space (HD-FWS), sebesar 2-4 mm.
2) FWS didapatkan dengan mengurangi permukaan oklusal bite rim rahang
bawah.
3) Untuk mengetahui apakah pengukuran dimensi vertikal sudah benar, ada 2 cara
yaitu pasien diminta mengucapkan huruf “s” berulang dan pasien diminta
menelan ludah berulang-ulang sampai tidak ada halangan atau kesulitan dalam
gerakan menelan ludah.
4) Bila hal ini sudah dapat dilakukan dengan baik maka pengukuran dimensi
vertikal sudah benar (Yunisa, dkk., 2019).
Oklusi Sentrik
Oklusi sentrik dapat didefinisikan sebagai hubungan antara mandibula
terhadap maksila pada keadaan prossesus condyleudeus berada pada kedudukan yang
tidak tegang dan terletak paling belakang di dalam fossa glenoidalis (Satrio dkk.,
2019).
Cara menentukan oklusi sentrik :
a. Pertama, dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
prosesus condyloideus akan tertarik ke posisi paling posterior pada fossa
Glenoidea karena tarikan dari otot.
b. Kedua, dengan cara pasien disuruh Menelan ludah berulang-ulang sampai
ditemukan relasi sentrik yang diinginkan menetap, kemudian ditandai pada bite
rim. Dapat dilakukan bersamaan dengan penentuan median line (Yunisa, dkk.,
2019).

Akibat kesalahan dalam menentukan dimensi vertikal atau oklusi sentrik yaitu :
a. Dimensi vertikal terlalu tinggi
1) Mulut seolah-olah penuh
2) Adanya prematur kontak pada rahang atas dan rahang bawah (gigi berkontak
sewaktu berbicara).
3) Rasa sakit pada TMJ
4) Tekanan daya kunyah berlebihan
b. Dimensi vertikal yang terlalu rendah
1) Sudut mulut turun
2) Telinga berdengung
3) Efisiensi daya kunyah berkurang
4) Pipi/bibir dan lidah sering tergigit
5) Sakit pada TMJ (Sembiring dan Syafrinani, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
Chairani, C.N., dan Rahmi, E. 2016. Korelasi antara dimensi vertikal oklusi dengan
panjang jari kelingking pada sub-ras Deutro Melayu. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. 2(3): 155-163.
Satrio, R., Djati, F.K., dan Zahra, A.F. 2019. Dimensi vertikal oklusal, posisi
kondilus mandibula terhadap fossa glenoidalis, dan kurva Spee sebelum dan
sesudah insersi gigi tiruan lengkap. Jurnal Kedokteran Gigi Unpad. 31(2): 120-
127.
Sembiring, N.P., dan Syafrinani. 2015. Overdenture dengan Koping Dome-Shaped
untuk Menambah Dukungan Gigi Tiruan dan Mencegah Resorpsi Linggir
Alveolar: Laporan Kasus. Cakradonya Dental Journal. 7(2): 819-824.
Sofia, P.A. 2015. Gigi Tiruan Sebagian Overlay: Laporan Kasus. Cakradonya Dental
Journal. 7(2): 813-818.
Yunisa, F., Sulistinah., Sarjono, G.S., Pintadi, H. 2019. Modul Dental Prosthetic.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai