Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)


ISSBN : 978-602-71928-1-2

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK AIR, EKSTRAK ETANOL DAN


EKSTRAK ETANOL TERPURIFIKASI KROKOT (Portulaca oleracea Linn.) ASAL
SULAWESI TENGGARA DENGAN METODE DPPH

Fery Indradewi A.1, Sandra A. M.2, Irnawati, Didi D. H3., Mustakim Hamid4
123
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Kendari
E-mail : feryia74@gmail.com

ABSTRAKS
Krokot merupakan salah satu tumbuhan yang dikenal memiliki banyak aktivitas farmakologis, antara lain
sebagai antioksidan. Aktivitas farmakologi tersebut disebabkan adanya berbagai macam komponen kimia yang
terkandung di dalam tumbuhan krokot. Seperti asam-asam organik, alkaloid, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
kalsium, besi, fosfor, senyawa golongan fenol, flavonoid, tanin, saponin, glikosida, noradrenalin, dopamin,
dopa, asam lemak omega 3, gluthatione. Senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan dalam tumbuhan krokot
tersebar dalam golongan senyawa polar, semi polar dan non polar. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan aktivitas antioksidan dari ekstrak air, ekstrak etanol dan ekstrak etanol terpurifikasi herba
krokot. Metode ekstraksi yang digunakan adalah infusa dan dekokta untuk ekstrak air dan maserasi untuk
ekstrak etanol. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas
antioksidan ekstrak air metode infusa 192,28 µg/mL, ekstrak etanol 136,26 µg/mL, dan ekstrak etanol
terpurifikasi 143,13 µg/mL sedangkan ekstrak air dengan metode dekok tidak memiliki aktivitas antioksidan
(565,28 µg/mL).

Kata Kunci : Krokot (Portulaca Oleracea), Ekstrak, Antioksidan, Dpph.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan krokot sejak lama telah dikenal sebagai bahan baku obat maupun kosmetik. Di Cina krokot
dikenal dengan nama Ma-Chi-Xian merupakan salah satu tumbuhan penting dalam pengobatan tradisional Cina.
WHO mencatat krokot sebagai salah satu tumbuhan obat yang paling banyak digunakan dan secara tradisional
dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit sehingga dimasukkan dalam kelompok “Global
Panacea”. (Zhou, 2015). Di banyak negara seperti India, Persia dan Eropa krokot dikenal sebagai tanaman jenis
sayur-sayuran (Syed, 2016). Walaupun demikian di Indonesia tumbuhan krokot belum banyak digunakan.
Tumbuhan ini lebih sering dinilai sebagai gulma atau tumbuhan liar (Ningsih, 2016). Krokot sendiri menduduki
urutan ke-9 sebagai gulma pengganggu pada 45 jenis tumbuhan pertanian di 81 negara (Cahyanti et al, 2005),
merupakan gulma lahan kering yang tumbuh baik di daerah terbuka maupun di bawah naungan tanaman
lainnya, banyak dijumpai di sela-sela tanaman palawija seperti kedelai, kacang tanah, ubi jalar, kentang, cabe,
tomat, dan tanaman sayuran serta palawija lainnya. (Warta, 2007 dalam Sudaryati et al, 2017).
Aktivitas farmakologis dari tumbuhan krokot meliputi efek neurofarmakologis, analgesik dan antiinflamasi,
antimikroba, antifertilitas, bronkodilator, neuroprotektif, hipokolesteromik, aktivitas pengobatan luka,
antihipertensi, antiulserogenik lambung, antiparasit pada usus halus, “urinary problems”, “hypoxia tolerance”,
penghambatan TNF-a dan 1L-6, hepatoprotektif, antihiperglikemik, “anti-phenolic endocrine disruptors”,
relaksan otot skeletal dan antioksidan (Masodi et al, 2011).
Banyaknya aktivitas farmakologi disebabkan kandungan kimia yang beragam dari krokot meliputi protein
(gluthatione), karbohidrat, mineral seperti kalcium, magnesium, asam oksalat, thiamine, riboflavin, asam
nikotinat, dan vitamin; carotene (sebagai vitamin A), vitamin E, asam-asam lemak. Asam lemak yang banyak
terkandung dalam krokot adalah asam lemak omega-3. Selain itu juga krokot mengandung tanin, saponin dan
beberapa senyawa organik alkaloid, komarin, flavonoid, cardiac glycosides, anthraquinone glycosidess, fenol,
dan alanin (Hariana, 2005; Mohammad dkk, 2004; Xin dkk, 2008; Masoodi, 2011; Wasnik, 2014). Beberapa
penelitian menunjukkan adanya flavonoid sebagai bioaktif utama dari kandungan krokot (Sicari, 2018).
Senyawa flavonoid ini merupakan antioksidan kuat yang dapat mencegah terbentuknya radikal bebas
(Sakihama, 2002). Karlina dkk, (2013) mengungkapkan bahwa senyawa metabolit sekunder flavonoid yang
terkandung di ekstrak herba krokot bersifat polar. Flavonoid merupakan golongan fitokimia yang bersifat polar
karena memiliki gugus hidroksil sehingga flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan larut pada
pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, air, dan lain-lain (Melodita, 2011). Efisiensi ekstraksi bervariasi
tergantung pada polaritas pelarut, pH, suhu, waktu ekstraksi dan komposisi sampel (Sicari et al, 2018). Dalam
penelitian ini ekstraksi dilakukan pada sampel krokot menggunakan dua pelarut yang berbeda dan dengan
metode yang berbeda, yaitu etanol dan air. Air merupakan pelarut dengan sifat polaritas yang tinggi sedangkan

SNT2BKL-ST-1 490
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

etanol memiliki sifat polaritas yang luas. Pelarut etanol memiliki dua sisi yang terdiri dari gugus -OH yang
bersifat polar dan gugus CH2CH3 yang bersifat non polar, sifat non polar inilah yang membuat etanol mampu
mengekstrak senyawa yang bersifat non polar (Azis dkk., 2014). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
aktivitas antioksidan krokot menggunakan pelarut air dan etanol dengan metode ekstraksi yang berbeda (metode
panas infusa dan dekokta untuk pelarut air, metode dingin maserasi dilanjutkan dengan purifikasi untuk pelarut
etanol).

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Tumbuhan Portulaca oleracea
Suryati dan Tenriulo (2013) menjelaskan krokot (Portulaca oleracea Linn) merupakan tumbuhan yang
diperkirakan berasal dari daratan Brasil. Krokot dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 1800
mdpl. Pada dasarnya, krokot hanyalah gulma pada tanaman pekarangan ataupun perkebunan. Krokot berbentuk
terna dengan batang berwarna ungu, bulat, dan mulai muncul percabangan pada pangkal batang yang
bersingungan dengan tanah. Daun krokot berwarna hijau untuk permukaan atas dan berwarna sedikit kemerahan
pada bagian permukaan bawah, berair, agak tebal dan tunggal. Sebagai bahan obat, semua bagian tanaman
krokot dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut
Klasifikasi krokot (Portulaca oleracea Linn.) adalah sebagai berikut (Backer dan Bakhuizen, 1965; Steenis,
2005) :
Regnum : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Order : Caryophylales
Family : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Species : Portulaca oleracea Linn.

Gambar 1. Tumbuhan krokot (Portulaca oleracea L.)


Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung banyak komponen senyawa aktif. Beberapa
senyawa yang telah dilaporkan mencakup omega-3, vitamin (A, B dan C), asam organik (asam oksalat, asam
kafein, asam malat, dan asam sitrat), alkaloid, komarin, flavonoid, glikosida jantung, glikosida antrakuinon,
alanin, katekolamin, saponin, dan tannin (Mohammad dkk., 2004 ; Xin dkk., 2008). Hasil penelitian (Wasnik,
2014) menunjukkan portulaca mengandung saponin, glikosida, alkaloid, steroid, flavonoid, senyawa fenol, di
dan triterpene, tanin dan protein. Menurut (Sicari, 2018) jenis flavonoid dalam portulaca adalah apigenin,
kaempferol, luteolin, quersetin, isorhamnetin dan kaempferol 3-O-glikosida. Sedangkan senyawa fenol terdiri
atas asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat.
Analisis pada daun menunjukkan adanya protein, karbohidrat, bahan mineral, kalsium, magnesium, asam
oksalat, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, karoten (sebagai vitamin A), vitamin E, asam lemak,
termasuk asam lemak omega 3 (asam linolenat). Daun juga mengandung musilago yang mengandung residu
asam galakturonat, arabinosa, galaktosa, dan rhamnosa. Ekstrak biji mengandung asam-asam lemak (asam
palmitat, stearat, behenat, oleat, linoleat, dan linolenat), sitosterol, protein (1-noradrenaline, dopamine, dopa,
catechol), flavonoid liquiritin, beta karoten. Ekstrak metanol mengandung glikosida monoterpen, portulosida A,
sitosterol, allantoin, betanin dan betasianin (Masoodi, 2011)

1.2.2. Metode Ekstraksi


Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan
yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes, 2000). Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat

SNT2BKL-ST-1 491
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada polar, seperti metanol, etanol,
butanol dan air. Senyawa non polar hanya akan larut pada pelarut non polar, seperti kloroform dan heksana
(Gritter dkk., 1991). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut
yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkan, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak
toksik dan tidak mudah terbakar (Harborne, 1987).
Metode ekstraksi dapat digolongkan menjadi :
1. Ekstraksi menggunakan cara dingin, misalnya maserasi dan perkolasi
2. Ekstraksi menggunakan cara panas, misalnya refluks, soxhlet, digesti, infundasi, dekok. (Depkes RI, 2000)

1.2.3. Purifikasi Ekstrak


Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi simplisia tanaman obat dengan menggunakan pelarut organik
atau air seringkali mengandung senyawa yang tidak diinginkan seperti zat warna (pigmen), karbohidrat, lilin,
resin dan sejenisnya. Keberadaan senyawa tersebut seringkali merugikan pada kestabilan dan mengurangi kadar
senyawa aktif di dalam ekstrak sehingga harus dihilangkan. Purifikasi ekstrak diharapkan dapat meningkatkan
khasiat ekstrak disamping memperkecil jumlah dosisnya. Selain itu, tujuan purifikasi ekstrak yaitu untuk
menghilangkan senyawa-senyawa pengganggu namun tetap mempertahankan senyawa aktifnya (Warditiani
dkk., 2014).
Ekstrak dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu ekstrak kasar dan ekstrak dimurnikan. Ekstrak kasar artinya
ekstrak yang mengandung semua bahan yang tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak
dimurnikan adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawa-senyawa inert melalui proses
penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau adsorben. Ekstrak murni lebih disukai karena
mempunyai bahan aktif atau komponen kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai contoh
kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah dimurnikan senyawa aktif akan meningkat menjadi
60 %. Produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih
lanjut dari ekstrak kasar (Hernani, 2007). Proses pemurnian memiliki tujuan untuk menghilangkan atau
memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa
kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni (Depkes, 2000).
Beberapa metode ekstraksi bahan alam menggunakan penyari yang bersifat sangat non polar seperti
petroleum eter dan n-heksan untuk purifikasi ekstrak. Tahapan ini merupakan tahapan untuk menghilangkan
senyawa-senyawa yang bersifat sangat non polar seperti lemak pada biji-bijian, klorofil pada daun dan batang
atau zat warna pada bunga. Senyawa-senyawa tadi secara umum banyak dikategorikan sebagai senyawa ballast
(zat pengganggu). Oleh karena itu untuk memperoleh ekstrak dengan kadar zat aktif yang tinggi, zat ballast
yang terdapat dalam bahan dihilangkan dulu. Setelah proses tersebut, residu akan diekstraksi dengan etanol
sebagaimana proses pada pembuatan ekstrak etanol dengan satu tahap ekstraksi (Pramono, 2015).

1.2.4. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu zat yang memiliki kemampuan untuk memperlambat proses oksidasi yang
berdampak negatif di dalam tubuh seperti merusak sel sehingga mempercepat penuaan dini pada kulit,
mengakibatkan kanker, penyakit jantung, dan sebagainya. Antioksidan yang terdapat pada tanaman digunakan
untuk menangkal radikal bebas, tanaman yang dapat dijadikan antioksidan tersebut biasanya mengandung
senyawa karotenoid, flavonoid, polifenol dan sulfide alil. Antioksidan ini banyak ditemukan pada buah-buahan,
sayuran dan biji-bijian. Warna buah-buahan dan sayuran merupakan pigmen yang bermanfaat sebagai
antioksidan. Pigmen warna merah mengandung likopen dan antosianin, pigmen warna biru atau ungu juga
mengandung antosinin yang bermanfaat untuk melindungi sel tubuh dari kerusakan, membuat awet muda dan
meningkatkan daya ingat. Antioksidan dapat membantu peremajaan sel-sel tubuh sehingga sel tubuh dapat
beregenerasi. Tumor dan kanker kulit merupakan penyakit kulit yang diakibatkan oleh paparan radikal bebas
yang berasal dari sinar matahari maupun polutan udara, faktor lain yang mempengaruhi yaitu terpapar zat
karsinogen, faktor genetik dan jenis kulit terutama kulit putih. Antioksidan dapat melindungi kulit dari efek
negatif radikal bebas yang dapat mengakibatkan penyakit kulit. Jenis antioksidan yang dapat bermanfaat untuk
kulit yaitu vitamin A, vitamin E, karotenoid, betakaroten, likopen, polifenol, flavonoid dan lutein (Widyastuti
dkk., 2016).
Metode yang dapat dilakukan untuk uji aktivitas antioksidan adalah metode DPPH (1,1-Difenil-2-
pikrilhidrazil). Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil.
Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dipilih karena ujinya sederhana, mudah, cepat dan peka
sera hanya memerlukan sedikit sampel (Hanani dkk., 2005). Radikal stabil memiliki warna violet intens yang
berkurang dengan kehadiran antioksidan (yang mampu menangkap elektron bebas) atau radikal lain, yang
memungkinkan mengukur efek bleaching yang disebabkan oleh senyawa tertentu (Izzati, 2014).
Ketika larutan DPPH dicampur dengan zat yang dapat menyumbangkan atom hidrogen, maka ini
menimbulkan bentuk tereduksi dengan hilangnya warna ungu. Mewakili radikal DPPH dengan Z• dan pendonor
molekul dengan AH, reaksi utama yang terjadi adalah:

SNT2BKL-ST-1 492
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Z• +AH = ZH+A• (1)

dimana ZH adalah bentuk tereduksi dan A• adalah radikal bebas yang diproduksi di langkah pertama ini.
Radikal bebas ini kemudian akan mengalami reaksi lebih lanjut yang mengontrol stoikiometri keseluruhan,
yaitu, jumlah molekul DPPH tereduksi (decolorised) oleh satu molekul reduktan (Molyneux, 2004).
Aktivitas penghambatan radikal bebas (%) dapat dihitung sebagai berikut :
𝐴𝑜−𝐴1
% Inhibisi = X 100 % (2)
𝐴𝑜

(Ohkawa dkk, 1997).


Keterangan :
% inhibisi = persentase penghambatan antioksidan
Ao = serapan kontrol
A1 = serapan sampel
Asam askorbat digunakan sebagai kontrol positif.
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50 “Inhibition Concentration”. IC50 adalah
konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Zat antioksidan yang
mempunyai aktivitas antioksidan tinggi akan mempunyai nilai IC50 yang rendah (Izzati, 2014). Nilai IC50
diperoleh dari perpotongan garis antara daya hambatan dan sumbu konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan y = ax + b, dimana y = 50 dan nilai x menunjukkan IC50 (Hanani dkk, 2005).
Kategori aktivitas antioksidan berdasar nilai IC50 dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Kategori aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50
No. IC50 (µg/mL) Aktivitas antioksidan
1 < 50 Sangat kuat
2 51 – 100 Kuat
3 101 – 250 Sedang
4 251 – 500 Lemah
5 > 500 Tidak aktif
Sumber : Blois, 1958

1.3 Metodologi Penelitian


1.3.1 Alat dan Bahan
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2017 sampai dengan April 2018, bertempat di
Laboratorium Farmasi Universitas Halu Oleo.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPPH (1,1diphenyl-2-picryl-hydrazyl)(Sigma®),
etanol 96% teknis dan p.a, n-heksan dan akuades, Rotary evaporator (Buchi®), seperangkat peralatan gelas
(Pyrex®), batang pengaduk, kertas saring, spektrofotometer UV-Vis (Spectronic 20D®), dan waterbath.

1.3.2. Penyiapan Sampel


Sampel tumbuhan krokot (Portulaca oleracea L.) yang digunakan adalah seluruh tumbuhan (herba).
Sebelum dianalisis sampel terlebih dahulu disortasi awal yaitu memisahkan tumbuhan sampel dari bahan asing
seperti kotoran hewan, tanah, kerikil, rumput, bagian tumbuhan lain yang mungkin melekat atau ikut terambil
pada waktu pengumpulan tumbuhan krokot, dan juga bahan pengotor lain lalu dibersihkan dengan air yang
mengalir hingga bersih, lalu ditiriskan dan dipotong kecil-kecil. Setelah itu dikering anginkan dibawah sinar
matahari dengan ditutup kain hitam dalam keadaan bersih. Indikator simplisia yang sudah kering adalah apabila
bahan dipatahkan dengan mudah dan apabila diremas berubah menjadi serpihan. Setelah itu dilanjutkan dengan
penghalusan sampel tanaman krokot dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Sampel yang sudah
diserbukkan dipindahkan ke wadah toples untuk selanjutnya diekstraksi.
1.3.3. Ekstraksi Sampel
Sampel yang telah diserbukkan diekstraksi dengan beberapa prosedur : a) ekstraksi dengan pelarut air
menggunakan metode panas (infundasi dan dekok) dan b) ekstraksi dengan pelarut etanol 96% menggunakan
metode maserasi dilanjutkan dengan purifikasi ekstrak menggunakan n-heksan. Infusa dan dekok dibuat dalam
konsentrasi 10%. Pada infundasi pemanasan dilakukan pada suhu 90 oC selama 15 menit, sedangkan pada dekok
suhu perlakuan sama dengan pemanasan selama 30 menit. Ekstraksi secara maserasi dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:7 selama 3 x 24 dengan pengadukan dan

SNT2BKL-ST-1 493
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

penyaringan dilakukan tiap 24 jam. filtrat yang diperoleh dari masing-masing metode diuapkan sehingga
diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh siap dianalisis kecuali untuk ekstrak kental etanol
sebagian dilanjutkan dengan purifikasi menggunakan n-heksan untuk selanjutnya dianalisis.
1.3.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Pegujian dilakukan dengan mengukur blanko (larutan DPPH) kemudian divortex dan diinkubasi pada suhu
37ºC pada ruang gelap selama 30 menit. Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-800
nm (Brand-Williams dkk., 1995).
1.3.5. Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan emnggunakan metode DPPH. Aktivitas penangkapan radikal
DPPH dari ekstrak krokot merujuk cara yang dilakukan oleh Brand-Williams (1995) pada panjang gelombang
517 nm (λ max) menggunakan Spectronic 20D. Aktivitas penangkapan radikal DPPH dihitung menggunakan
persamaan (1). Sebagai kontrol positif digunakan vitamin C.

1.3.6. Bagan alur penelitian :

• diekstraksi
• disortasi basah dengan metode
SERBUK panas dan dingin
dan kering EKSTRAK UJI ANTIOKSIDAN
KROKOT • dikeringkan SIMPLISIA • untuk ekstrak (DPPH)
etanol selanjutnya KROKOT
• diserbukkan KROKOT
sebagian
dipurifikasi

Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Krokot

2. PEMBAHASAN KARAKTERISTIK EKSTRAK KROKOT


Ekstrak krokot memiliki karakteristik yang berbeda saat diekstraksi dengan jenis pelarut yang berbeda. Hasil
pengamatan karakteristik ekstrak krokot dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik ekstrak krokot
Metode ekstraksi Pelarut Warna Kekentalan
Infundasi Air Coklat kemerahan Kental
Dekok Air Coklat kehitaman Kental
Maserasi Etanol Hijau kehitaman Kental
Purifikasi Etanol Hijau tua Kental

Ekstrak krokot dengan pelarut air dan etanol memiliki warna yang hampir sama yaitu gelap dan kental,
sedangkan ekstrak etanol yang telah dipurifikasi memiliki warna yang sedikit lebih cerah yaitu hijau tua.
Perbedaan warna ini disebabkan karena tiap pelarut memiliki kemampuan untuk menarik zat aktif yang berbeda
dengan kadar yang berbeda pula. Pelarut air bersifat sangat polar sehingga mampu menarik zat-zat yang
memiliki bersifat polar seperti senyawa antosianin, tanin, saponin, terpenoid, lektin, dan polipeptida. Sedangkan
etanol mampu menarik senyawa aktif seperti tanin, sterol, polifenol, flavonol, terpenoid, alkaloid (Tiwari et al,
2011).
Warna ekstrak air dengan metode dekok memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan metode
infundasi, kemungkinan disebabkan penggunaan panas yang lebih lama sehingga menyebabkan lebih banyak
senyawa yang terekstraksi. Namun ekstraksi dengan suhu tinggi yang lama juga dapat merusak beberapa jenis
senyawa aktif. Adanya suhu tinggi yang diperpanjang mempercepat terjadinya proses oksidasi, misalnya reaksi
pencoklatan. Reaksi pencoklatan biasa terjadi pada buah - buahan dan sayur - sayuran yang memiliki senyawa
fenolik. Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase
atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi Quinon dan
kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Makfoeld,2008). Warna ekstrak
etanol terpurifikasi lebih cerah dibandingkan dengan sebelum dipurifikasi. Hal ini disebabkan karena proses
purifikasi menggunakan n-heksan mengakibatkan sebagian zat-zat berwarna seperti klorofil yang bersifat polar
terlarut dalam n-heksan. Klorofil adalah zat warna yang memberi warna hijau pada daun.

SNT2BKL-ST-1 494
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Dalam penelitian ini digunakan metode DPPH untuk menguji kapasitas antioksidan dari ekstrak krokot
dengan berbagai cara ekstraksi dan menggunakan dua pelarut yaitu air dan etanol 70%. Metode DPPH sering
digunakan untuk menguji sejauhmana aktivitas sampel dapat beraksi sebagai penangkap radikal bebas dari
donor hidrogen dan dihitung sebagai antioksidan dalam sistem yang kompleks (Sicari, 2018). Ekstrak etanol
memiliki nilai aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 sebesar 132,26 µg/mL dan ekstrak air dengan
metode dekok memiliki aktivitas terendah dengan nilai IC50 sebesar 565,28 µg/mL (Tabel 3).

Tabel 3.Aktivitas Antioksidan Ekstrak Krokot


Sampel Pelarut Metode IC50 (µg/mL)
Infundasi 192,28
Air
Dekok 565,28
Krokot
Maserasi 132,26
Etanol
Purifikasi 143,13
Vitamin C (kontrol positif) 3,98

Menurut Blois (1958) kisaran aktivitas antioksidan suatu bahan sangat kuat bila nilai IC 50 < 50 ppm, kuat
bila nilai IC50 bernilai 51-100 ppm, sedang bila nilai IC50 bernilai 101-250 ppm, lemah bila nilai IC50 bernilai
251-500 ppm dan tidak aktif bila nilai IC50 bernilai >500. Berdasarkan kisaran tersebut, ekstrak air dengan
metode infundasi, ekstrak etanol dan ekstrak etanol terpurifikasi memiliki aktivitas antioksidan yang sedang.
Sedangkan ekstrak air dengan metode dekok tidak memiliki nilai aktivitas antioksidan karena memiliki nilai
IC50 di atas 500 µg/mL.
Hilangnya aktivitas antioksidan pada ekstrak air dengan metode dekok menunjukkan bahwa senyawa yang
bertanggung jawab terhadap adanya aktivitas antioksidan merupakan senyawa yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Pemasanan yang diperpanjang selain membuat warna ekstrak menjadi semakin gelap juga membuat
aktivitas antioksidannya hilang. Hal ini disebabkan rusaknya senyawa akibat adanya pemanasan. Senyawa
antioksidan yang dapat rusak akibat pemanasan antara lain vitamin C, protein, senyawa fenol dan antosianin.
Aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Etanol merupakan
senyawa semipolar karena adanya gugus hidroksil yang bersifat polar dan adanya rantai hidrokarbon yang
bersifat non polar. Dengan demikian selain bisa mengekstraksi senyawa antioksidan yang bersifat polar juga
bisa mengekstraksi senyawa antioksidan yang bersifat non polar pada tumbuhan krokot. Hal ini diperkuat
dengan hasil uji aktivitas antioksidn pada ekstrak etanol terpurifikasi. Berkurangnya aktivitas antioksidan
ekstrak ketika dilakukan purifikasi ditandai dengan nilai IC50 ekstrak etanol terpurifikasi lebih tinggi daripada
nilai IC50 ekstrak etanol kasar. Makin tinggi nilai IC50 suatu sampel maka makin rendah aktivitas
antioksidannya. Purifikasi ekstrak etanol menggunakan pelarut n-heksan yang bersifat non polar sehingga
senyawa-senyawa non polar sebagian tertarik dalam pelarut tersebut. Senyawa antioksidan bersifat nonpolar
yang terdapat dalam tumbuhan krokot antara lain asam lemak omega-3, karoten.

3. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan:
1. Ekstrak krokot dengan pelarut etanol dan air mengandung senyawa aktif yang dapat berperan sebagai
senyawa antioksidan namun ekstrak air yang dibuat dengan metode dekok kehilangan aktivitas
antioksidannya.
2. aktivitas antioksidan terbesar dimiliki oleh ekstrak etanol dengan nilai IC50 132,26 µg/mL diikuti ekstrak
etanol terpurifikasi (IC50 143,13), ekstrak air metode infundasi (IC50 192,28 µg/mL) dan ekstrak air metode
dekok (IC50 565,28 µg/mL)’
3. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak air krokot termasuk dalam kategori aktivitas antioksidan
sedang.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih pada Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo Kendari atas fasilitas yang sudah diberikan.

SNT2BKL-ST-1 495
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

DAFTAR PUSTAKA

Azis, T., Sendry F., dan Aris D. M., 2014, Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Persen Yield alkaloid dari Daun
Salam India (Murraya koenigii), Teknik Kimia, Vol. 20 (2).

Blois, M.S., 1958, Antioxidant Determinations By The Use of A Stable Free Radical, Nature, 181: 1199-1200.

Brand Williams, W., Cuvelier M.E., dan C. Berset., 1995. Use of A Free Radical Method to Evaluate
Antioksidant Avtivity. Food science and technology, 28 (1) : 25-30.

Cahyanti, I.D., Endang, A., Widya, M., 2005, Pertumbuhan, Kadar Klorofil dan Nitrogen Total Gulma Krokot
(Portulaca oleracea Linn.) pada Pemberian Ekstrak Anting-anting (Acalypha indica Linn.), Biosmart,
Vol. 7(1).

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 9-11,16 .

Hanani, E., Mun’im A., Sekarini, R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam Spons Callyspongia SP dari
Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2, No.3, 127-133.

Harborne J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Ed. II.
Diterjemahkan oleh Padmawinata K, Sudiro I, ITB, Bandung.

Hariana A, 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta: Pesebar Swadaya.

Hernani TM dan Christina W. 2007, Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia Galanga)
secara Ekstraksi. Jurnal Pascapanen. Vol. 4 (1):1-8.

Karlina, C. Yudha., M. Ibrahim, G. Trimulyono. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Krokot (Portulaca
oleracea L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Universitas Negeri Surabaya. ISSN:
2252-3979

Izzati, 2014, Formulasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Masker Peel-Off Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.), Skripsi, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan.

Makfoeld, D. 2008. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Melodita, R., 2011, Identifikasi Pendahuluan Senyawa Fitokimia dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Cincau Hitam dengan Perlakuan Jenis Pelarut, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya, Malang.

Ningsih. 2016. Uji Antioksidan Teh Kombinasi Krokot (Portulaca oleracea L.) Dan Daun Kelor Dengan
Variasi Suhu Pengeringan, Skripsi, Muhammadiyah Surakarta.

Masodi, M.H., Ahmad, B., Mir, S.R., Zargar, B.A., Tabasum, N., 2011, Portulaca oleracea L. A review,
Journal of Pharmacy Research, 4(9),3044-3048, ISSN: 0974-6943, www.jpronline.info

Mohammad T.B., Mohammad H.B., dan Farhad M. 2004. Antitussive effect of Portulaca oleracea L. in Guinea
Pigs. Iran. J. Pharmaceut. Res. 3:187-90.

Molyneux, P., 2004, The Use Of Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for Estimating
Antioxidant activity, Songklanakrin Journal Of Science and Technology, 26 : 211-219.

Ohkawa, H., Ohisini, N., Yagi K., 1997, Assay lipid peroxides in animal tissues by thiobarbituric acid reaction.
Anal. Biochem. 95: 353-358.

Sakihama, Y., dkk, 2002, Plant Phenolic Antioxidant and Prooxidant activities ; phenolics-induced oidative
Damage mediated by metals in plants, Toxicology, 177, hal : 67-68.

SNT2BKL-ST-1 496
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Sicari, V., Loizzo, M.R., Tundis, R., Mincione, A., Pellicano, T.M., (2018), Portulaca oleracea L. (Purslane)
Extracts display antioxidant and Hypoglycaemic effect, Journal of Applied Botany and Food Quality, 91,
39 - 46 (2018), DOI:10.5073/JABFQ.2018.091.006

Sudaryati dan Nusandari, R., 2017. Karakteristik Fitokimia dan Aktivitas Antimikroba Krokot (Portulaca
oleracea L), Prosiding Seminar nasional FKPT-TPI, September 2017, Kendari, 318.

Syed, S., Fatima, N., Kabeer, G., 2016, Portulaca oleracea L. : A Mini Review on Phytochemistry and
Pharmacology, International Journal of Biology and Biotechnology, 13(4), 637-641

Wasnik, D. D. and Tumane, P. M., 2014, Preliminary Phytochemical Screening and Evaluation of Antibacterial
Activity of Portulaca oleracea L. Against Multiple Drug Resistant (MDR) Pathogens Isolated From
Clinical Specimen, World Journal of Pharmaceutical Research, Vo. 3 Issue 10, ISSN 2277-7105, 920-
931.

Widyastuti, Ariya E. K. dan Nurlaili, F. S., 2016, Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak Etanol Daun
Stroberi (Fragaria x ananassa A.N. Duchesne), Jurnal Sains Farmasi & Klinis, Vol. 3(1), 19-24.

Xin H.L., Xu Y.F., Yue X.Q., Hou Y.H., Li M., and Ling C.Q, 2008, Analysis of chemical constituents in
extract from Portulaca oleracea L. with GC-MS method (in Chinese), Pharmaceut. J. Chin. People's
Liberat. Army, 24:133-6.

Zhou, Y., Xin, H., Rahman, K., Wang, S., Peng, C., & Zhang, H. (2015). Portulaca oleracea L.: a review of
phytochemistry and pharmacological effects. Biomed Research International, 2015925631.
doi:10.1155/2015/925631

SNT2BKL-ST-1 497

Anda mungkin juga menyukai