Anda di halaman 1dari 20

1

Referat Ilmu Bedah Anak


Sub Divisi Neonatus
Oleh : dr. Miftahurrahmah
Pembimbing : dr. Dikki Drajat Kusmayadi,Sp.B(K)BA
Hari/ Tanggal : Jumat/ 02 Oktober 2015

GANGGUAN ELEKTOLIT

I. Pendahuluan
Elektrolit memiliki peranan penting pada berbagai fungsi fisiologi di
dalam tubuh. Berbagai proses metabolisme dan fungsi organ normal
ditentukan oleh konsentrasi elektrolit baik intraseluler maupun ekstraseluler. 1,2
Keseimbangan air dan elektrolit natrium (Na), kalium (K) dan kalsium (Ca) di
atur melalui suatu sistem mekanisme yang kompleks, melibatkan berbagai
hormon dan organ yang berbeda.1,3 Berbagai Keadaan kritis seperti sepsis, luka
bakar berat, trauma, kerusakan otak dan gagal jantung sering menyebabkan
gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.2,3
Gangguan elektrolit hiponatremia sering terjadi selama masa
perawatan anak dengan kejadian hospital acquired hyponatremia sebesar
30%.4 Prevalensi hipernatremia 1,5-20% dengan mortalitas 20%, hiperkalemia
1-10% dan hipokalemia >20%.2,5,6 Prevalensi hipokalsemia sekitar 15-20%
sedangkan hiperkalsemia 15%.2 Gangguan berbagai elektrolit ini akan
memberikan konsekuensi yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas.6
Pengetahuan mengenai terapi cairan dan elektrolit merupakan salah
satu komponen penting dalam perawatan anak sakit kritis. Intervensi yang
rasional dalam tatalaksana gangguan cairan dan elektrolit paling baik
didasarkan pada pemahaman mengenai patofisiologi gangguan cairan dan
elektrolit.6,7 Dalam sari kepustakaan ini akan dibahas mengenai fisiologi,
patofisiologi dan tatalaksana gangguan cairan dan elektrolit yang sering
terjadi.
2

B.HOMEOSTASIS AIR DAN ELEKTROLIT


1. Homeostasis air
Total cairan tubuh 60% dari total berat tubuh dan bisa menjadi lebih besar
pada bayi baru lahir yaitu sekitar 70%. Ditribusi cairan terdiri dari 2/3 cairan
terdapat pada intra celuler dan 1/3 terdapat pada ekstraseluler. 1,2 Ekstraseluler
terdiri dari dua yaitu interstisiel sebanyak 75% dan plasma sebanyak 25%.15
Pada pertengahan abad 20, Gamble, darrow, dkk mengatakan bahwa
elektolit terdapat pada ekstraseluler,intraseluler dan interstisiel.15,16 Adapun
kandungan Elektolit tersebut memiliki perbedaan pada tiap kompartement. Pada
cairan Intraceluler mengandung tinggi kalium sebagai kation primer dan
phosphate sebagai anion primer, sedangkan ekstraseluler tinggi natrium sebagai
kation primer dengan clorida dan bicarbonate anion primer .15,16

Diagram .1. kompartemen cairan tubuh

Tabel 1. kandungan elekrolit dalam kompartemen


3

Kompartemen intravaskuler dan interstitial dipisahkan oleh membran


kapiler. Tahun 1896 Ernest Starling menggambarkan model klasik fungsi barrier
vaskuler, secara spesifik proses filtrasi antara plasma dan interstitium ditentukan
oleh beberapa faktor fisik antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik dan
permiabilitas antara membran yang memisahkan. Prinsip Starling menyatakan
bahwa fungsi barrier vaskuler adalah yang paling bertanggungjawab, akan tetapi
dari berbagai data terbaru yang didapatkan menyatakan bahwa endothelial yang
sehat dilapisi oleh barrier lain yang disebut glycocalyx. Glycocalyx memiliki
ketebalan ~ 1 um dan mengikat protein sehingga meningkatkan tekanan onkotik
di dalam permukaan endotelial dan mencegah perpindahan cairan ke dalam
interstitial.1,11

Gambar 1. (A). Kompartemen cairan di dalam tubuh (B). Total body water
menurut usia.
Sumber : Davison1

Berbagai bentuk gangguan glyxocalyx akan menyebabkan peningkatan


permiabilitas transendotelial dan menyebabkan edema interstitial. Tumor necrosis
factors α (TNF α) dan sitokin lain diketahui berkaitan dengan inflamasi
sistemik,berhubungan dengan penurunan ketebalan dan pemecahan glycocalyx
menyebabkan peningkatan permiabilitas vaskuler. Pengeluaran atrial natriuretic
4

peptida sekunder akibat resusitasi volume yang berlebih dapat menyebabkan


kerusakan kedua barrier dan mengakibatkan bertambahnya edema jaringan.11
Perpindahan cairan dan zat terlarut tertentu dari satu kompartemen ke
kompartemen lainnya dapat terjadi melalui 4 cara, yaitu osmosis, difusi, transpor
aktif, dan filtrasi. Perpindahan cairan ini melewati membran yang permeabel
secara selektif, serta ditentukan oleh osmolalitas dan fungsi ginjal. Cairan
bergerak secara konstan dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya, dan
kemudian bertahan dalam satu kompartemen sampai terjadi suatu
ketidakseimbangan kadar elektrolit yang mempengaruhi osmolalitas sehingga
terjadi pergerakan cairan. Sebagai contoh, air akan berpindah dari kompartemen
ECF ke ICF jika osmolalitas ICF meningkat. Sebaliknya, jika osmolalitas ECF
meningkat, maka air akan berpindah dari ICF ke ECF.10,11
2. Homeostasis Natrium
Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan kadarnya
dipertahankan antara 135–145 mEq/L. Lebih dari 85% osmolalitas plasma terdiri
dari natrium. Natrium berperan dalam mempertahankan tonisitas, sehingga
mengendalikan pergerakan cairan melewati membran sel dan mengatur volume
cairan ekstraseluler. Selain itu, natrium berperan dalam regulasi voltase potensial
aksi dari otot skelet, serabut saraf, dan otot jantung serta berperan penting dalam
keseimbangan asam-basa dalam ikatannya dengan anion seperti klorida dan
bikarbonat.10,12 Homeostasis air dan natrium saling berkaitan satu sama lain dalam
regulasi cairan tubuh, karena natrium mengatur volume cairan ekstraseluler,
sedang air mengatur volume cairan intraseluler. Homeostasis air dan natrium
mempertahankan stabilitas osmolalitas serum antara 270–290 mOsm/L, melalui
beberapa mekanisme, yaitu (1) regulasi oleh ginjal yang merupakan mekanisme
paling penting dalam regulasi cairan tubuh, (2) antidiuretic hormone, (3)
aldosteron, (4) faktor natriuretik.10,12
Natrium secara primer dieksresikan melalui ginjal, awalnya
natrium difiltrasi di glomerulus dan 99% natrium yang melewati filtrasi
glomerulus akan direabsorbsi di tubulus ginjal. Perubahan laju filtrasi glomerulus
(LFG) akan mempengaruhi jumlah natrium yang direabsorbsi atau diekskresi. Bila
5

terjadi ekspansi volume, LFG akan meningkat, sehingga ekskresi natrium dan air
juga meningkat untuk mengembalikan cairan intravaskuler ke batas normal.
Sebaliknya, bila terjadi pengurangan volume, LFG akan menurun, sehingga
natrium dan air lebih banyak dipertahankan untuk mengisi volume
intravaskuler.10,12
Eksresi natrium di ginjal di kontrol oleh aldosteron, sekresi
aldosteron dipicu oleh penurunan kadar natrium serum, aldosteron menyebabkan
retensi natrium dan air.13,14 Faktor natriuretik diproduksi di hipotalamus dan
dinding atrium jantung. Bila atrium meregang akibat kelebihan cairan, maka
faktor natriuretik akan dilepaskan dan menghambat reabsorpsi natrium di ginjal.
Keseimbangan cairan diatur melalui Antidiuretic hormone (ADH) atau
vasopressin yang di atur oleh osmoreseptor hipotalamus,
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis posterior ketika volume cairan di
sirkulasi berkurang, bekerja pada duktus kolektivus ginjal untuk
meningkatkan reabsorpsi air secara selektif, tanpa diikuti oleh reabsorpsi natrium.
Terdapat 3 stimulus utama yang memicu sekresi ADH, yaitu: (1) peningkatan
osmolalitas plasma, (2) peningkatan tekanan osmotik ECF (misalnya
hiperglikemia, hipernatremia), dan (3) penurunan tekanan darah atau
berkurangnya volume darah. Beberapa stimulus lain yang juga dapat
meningkatkan sekresi ADH adalah angiotensin II, stres, dan nyeri hebat.12
Tabel 2. Kebutuhan elektrolit normal
Berat Cairan Natrium Kalium Energi Protein
badan (ml/kg/hari) (mmol/kg/hari) (mmol/kg/hari) (kcal/hari) (gram/hari)
10 kg 100 2-4 1.5-2.5 110 3.00
>10-20 50 1-2 0.5-1.5 75 1.5
kg
Berat 20 0,5-1 0.2-0.7 30 0.75
tambahan
Sumber : Samuels M, Wieteska S.9

3. Homeostasis Kalium
Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler. Kalium
berperan penting dalam regulasi potensial aksi sistem saraf, kulit dan otot polos,
serta sistem konduksi jantung. Kadar normal kalium serum dipertahankan antara
6

3,5–5,5 mEq/L di ekstraseluler dan 150 mEq/L intraseluler. Mekanisme


homeostasis kalium adalah dengan regulasi perpindahan kalium dari ruang
ekstraseluler masuk ke dalam sel, serta meningkatkan eliminasi kalium melalui
ginjal dan feses. Komponen kunci dalam perpindahan kalium transeluler adalah
1.insulin, 2.Katekolamin adrenergik-beta dan 3. aldosteron ( dengan
dukungan angiotensin II). Ketiga komponen tersebut menstimulasi pompa
Na/K ATPase dan menyebabkan masuknya kalium ke dalam sel. Aldosteron akan
meningkatkan ekskresi kalium di duktus kolektivus ginjal, memengaruhi
eksresi oleh ginjal. Keseimbangan homeostasis kalium
berdasarkan mekanisme umpan balik insulin dan aldosteron,
peningkatan atau pengurangan konsentrasi kalium ekstraseluler
menstimulasi pengeluaran kedua hormon. 12,16

4. Homeostasis Kalsium
Kalsium adalah salah satu elektrolit yang banyak di dalam tubuh. Kalsium
dalam tubuh terdapat dalam 3 bentuk, yaitu: (1) terikat dengan protein (40%), (2)
kompleks dengan anion, termasuk sitrat, fosfat, dan sulfat (10%), dan (3) bentuk
ion bebas (50%), mayoritas kalsium ekstraseluler tersimpan di dalam tulang. Nilai
kisaran konsentrasi kalsium normal bervariasi menurut usia, nilai normal
(normokalsemia) antara 8,5 – 10,5 mg/dl.
Kalsium merupakan komponen penting untuk berbagai sistem organ dan
dalam proses intraseluler. Kontraksi otot skeletal, miokardial dan otot polos
tergantung kepada kalsium, serta memiliki peranan penting pada aktivitas
neurohormonal, respon koagulasi dan menjaga struktur tulang serta integritas
membran, akan tetapi kelebihan kalsium bebas intraseluler berhubungan dengan
gangguan metabolik yang dapat menyebabkan kematian sel.10,12,17
Homeostasis kalsium terutama diregulasi oleh hormon paratiroid dan
vitamin D. Kadar ion kalsium serum yang rendah akan menstimulasi reseptor
kalsium di kelenjar paratiroid, dan terjadi sekresi hormon paratiroid. Hormon
paratiroid mempertahankan kadar normal kalsium melalui 3 mekanisme, yaitu:
(1)pelepasan kalsium dari tulang oleh osteoclast, (2) meningkatkan resorpsi
7

kalsium di tubulus ginjal, bersamaan dengan peningkatan ekskresi fosfat, dan (3)
meningkatkan absorpsi kalsium di usus yang dibantu oleh vitamin D. Vitamin D
di dapatkan eksogen dari diet atau dibuat endogen di kulit dari sinar ultraviolet.12,17

5. Homeostasis Fosfat
Fosfat merupakan anion utama di intraseluler dalam tubuh, sekitar 85%
fosfat tubuh terdapat dalam tulang, sedang sisanya terdapat dalam jaringan lunak,
otot dan darah. Fosfat adalah elemen penting dari asam nukleat, nukleoprotein dan
membran seluler. Kadar fosfat dalam serum tidak merefleksikan kadar fosfat total
di dalam tubuh, karena kadar fosfat intraseluler 100 kali lebih besar dibanding
kadar fosfat ekstraseluler, 2/3 fosfat berada dalam bentuk organik, sisanya
anorganik. Bentuk anorganik dalam bentuk fosfat bebas ( 85%) atau berikatan
dengan kalsium, magnesium dan natrium. Jalur pesan intraseluler, sistem pH
buffer, imunitas dan proses koagulasi juga dipengaruhi oleh fosfat. Peranan paling
penting dari fosfat adalah sebagai sumber produksi adenosin trifosfat (ATP), yang
mengendalikan kontraktilitas otot, transmisi saraf, dan transpor elektrolit. Kadar
fosfat dalam serum pada anak lebih tinggi dibanding dewasa karena tingginya
kecepatan pertumbuhan tulang. Kadar normal fosfat serum pada bayi dan anak
dapat mencapai 6 mg/dL dibandingkan 4,5 mg/dL pada orang dewasa.17,18
Homeostasis fosfat terutama diregulasi oleh ginjal, hampir 90% fosfat
akan difiltrasi. Penurunan kadar fosfat serum akan menstimulasi enzim
hidroksilase 1-alfa yang akan mengubah calcidiol menjadi calcitriol dan
meningkatkan absorpsi fosfat di usus, mengurangi ekskresi di ginjal, serta
menstimulasi resorpsi dari tulang, sedangkan peningkatan kadar fosfat serum akan
menstimulasi hormon paratiroid untuk meningkatkan ekskresi di ginjal.17,18

6. Homeostasis Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler terbanyak kedua setelah kalium.
Magnesium berperan penting dalam berbagai proses fisiologis. Lebih dari 300
reaksi enzimatis melibatkan magnesium sebagai kofaktor. Magnesium juga
berperan dalam regulasi ion intraseluler untuk metabolisme dan konduksi seluler.
Sekitar 53% magnesium disimpan dalam tulang, sisanya di dalam otot (27%),
8

jaringan lunak (19%), eritrosit (0,5%), dan serum (0,3%). Magnesium serum
terdapat dalam bentuk ion (65%), terikat dengan protein (27%), dan kompleks
dengan substrat lain misalnya fosfat, sitrat (8%).17,18
Terdapat 3 organ yang terlibat dalam homeostasis magnesium, yaitu
tulang, saluran pencernaan dan ginjal. Ginjal merupakan organ utama dalam
homeostasis magnesium, sekitar 75% magnesium serum difiltrasi oleh ginjal
kemudian >50% magnesium yang telah difiltrasi akan diresorbsi di ansa Henle,
15–25% akan diresorbsi di tubulus kontortus proksimal dan 5% sisanya akan
diekskresi.17,18

II. Jenis gangguan elektrolit

1. Natrium
Konsentrasi natrium dalam darah normalnya 135-145 mEq/L.
kondisi dysnatremia berupa hyponatremia maupun hypernatremia dapat
terjadi.3 Jika terjadi hyponatremia akan merangsang terjadinya edema
cerebri sedangkan hypernatremia dapat mengakibatkan penyusutan
otak.17konsentrasi utama natrium terdapat pada cairan plasma, oleh karena
itu kadar natrium sangat dipengaruhi oleh cairan yang masuk, insessible
loss, dan dilusi urin. Hal lain yang dapat mepengaruhi kadar natrium
plasma yaitu Hormone vasopressin, dimana berperan sebagai perangsang
reabsorbsi air pada tubulus ginjal. 17
A. Hyponatremia
Hyponatremia merupakan kelainan elektrolit yang paling sering
didiagnosis, dengan kadar plasma kurang dari 130 mEq/L atau kurang dari
18
135 mmol/L. Hyponatremia berat jika kadar plasma < 120 mEq/L atau <
18
125 mmol/L, sekitar 3% pasien dirumah sakit. keadaan hiponatremia
merupakan suatu indicator dari underlying disease yang dapat berpotensi
sebagai morbiditas dan mortalitas, oleh sebab itu pencegahan sangat
diperlukan. 18
berkembangnya hyponatremia dihubungkan dengan penyakit
inflamasi seperti pneumonia, acute respiratory distress, tuberculosis,
9

meningitis, encephalitis, infeksi HIV dan malaria. Hal ini dikarenakan

cytokine dari proses IL 1ᵦ dan IL 16 meningkatkan sekresi ADH. Penelitian

lain mengatakan sitokin inflamasi berupa IL 1ᵦ dapat meningkatkan kadar


vasopressin.18 keadaan hiponatremia pada pasien pediatric setelah dilakukan
operasi 21% dalam 12 jam dan 31% dalam 24 jam. 19

Tabel. 2. Penyebab Hiponatremia

Klasifikasi hyponatremia berdasarkan keadaan cairan ekstraceluler


a. Hyponatremia hypovolemic (depletional hyponatremia) Pada keadaan ini
Vasopressin dilepaskan, hal ini dikarenakan low effective arterial blood
volume, keaadaan ini dikenal dengan syndrome inappropriate antidiuresis. 18
b. Hyponatremia normovolemic-hypervolemic (dilutional hyponatremia)
c. .Dilutional Hyponatremia Normovolemic merupakan keadaan terminal dari
syndrome inappropriate antidiuresis. 18
Gejala hyponatremia:18
a. Mual dan malaise dengan kadar natrium 125-130 mmol/L.
10

b. Nyeri kepala, letargis, gelisah, disorientasi dengan kadar sodium 115-120


mmol/L
c. Penurunan kadar natrium secara cepat dan berat dapat mengakibatkan
Kejang, koma, kerusakan otak menetap, herniasi batang otak dan kematian.
d. Penurunan kadar natrium secara perlahan dapat terjadai edema otak
beberapa jam sampai beberapa hari kemudian. Hal ini dikarenakan
perpindahan dari natrium, clorida, dan kalium dan kemudian cairan seperti
glutamate, taurine, myoinositol, dan glutamin dari kompartemen intraseluler
ke ekstraseluler.
Penatalaksanaan Hyponatremia
a. Koreksi natrium20
[normal Na(mEq/L)-measured Na(mEq/L)]xTBW(L)
Kadar Natrium normal: 135 Meq/L
TBW: 0.6L/kg x BB(kg)
b. Hiponatremia simptomatik
Hiponatremi dengan kadar Natrium < 120 mEq/L dengan kejang atau
perubahan status mental dapat diberikan saline hypertonic NaCl 3% (513
mEq/L) adapun batas natrium tidak melebihi 3mEq/L/Jam diberikan 3-4
jam.20
B. Hypernatremia
Hypernatremia dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami
hypernatremia.17 Keadaan ini dihubungkan dengan kematian sebanyak 15%
pada anak, dimana 15 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien yang
dirawat di rumah sakit.21 Keadaan ini merupakan gambaran kehilangan cairan
atau hypertonic sodium. Kadar sodium lebih dari 150 mEq/L sudah
dikategorikan sebagai hipernatremia.20 kadar natrium > 160 mEq/L dapat
menunjukkan gangguan neurologis seperti terjadi penurunan status mental,
coma, stupor, lethargis. Adapun gejala awal hypernatremia berupa anorexia,
mual, muntah, kelemahan otot.20
11

Tabel. 2. penyebab Hypernatremia

Penatalaksanaan hipernatremi dapat dikoreksi dengan free water


Beberapapa pilihan cairan untuk mengkoreksi hypernatremia adalah 1 L
NaCl 0,45% mengandung 500 mL free water, 1 L NaCl 0,225%
mengandung 750 mL free water, dan 1 L D5%+NaCl 0,225%
mengandung 400 mL free water. Adapun perhitungan free water dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: 20
Free water deficit: [(Na sekarang/ Na normal) x TBW] – TBW
Na normal: 145 mEq/L
TBW: 0.6L/Kg x BB kg
Penyebab Penatalaksanaan
A. Sodium dan kehilangan cairan NaCl 0.45% dalam Dextrose 5 % dalam air
(gastroenteritis)
B. Kehilangan cairan utama NaCl 0.2% dalam dextrose 5% dalam air
(ineffective breast feeding)
C. Nephrogenic diabetes insipidus NaCl 0.1% dalam dextrose 2.5% dalam air
D. Central diabetes insipidus Desmopressin asetat
E. Overload sodium Dextrose 5% dalam air
Diuretic atau dialysis bila diperlukan
Tabel. 3. Penatalaksanaa hipernatremi

2. Kalium
A. Hypokalemia
12

Keadaan dengan serum kalium < 3.5mEql/L. adapun penyebabnya


berupa fistula, dehidrasi. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gelombang T
datar, gelombang U dan defek AV.16 penatalaksanaan dengan memberikan
KCL 0.51 mmol/kg/h IV.16
penatalaksanaan hypokalemia dapat menggunakan oral ataupun
parenteral.22 koreksi hipokalemi dengan parenteral dapat menggunakan
potassium clorida 25 mEq/25 ml. untuk anak dosis maksimumnya 3
mEq/kg/hari. Pemberian peroral dapat menggunakan sirup yang
mengandung 13.33 mEq/ 5 ml dengan dosis maksimum 240 mEq/24 jam
dibagi dalam 3 dosis.
Koreksi hypokalemia secara parenteral dapat melalui jalur perifer
maupun jalur central.22 Jalur perifer digunakan pada keadaan hypokalemia
ringan dan sedang. Sedankan hipokalemi berat sebaiknya menggunakan
jalur central.22 Dosis maksimun yang direkomendasikan untuk jalur perifer
8 mEq/100 ml (80 mEq/L) dengan jumlah rerata infusan perjam 10
mEq/jam (hipokalemi ringan dan sedang). Dosis maksimum Jalur central
15 mEq/100 ml (150 mEq) dan tidak melebihi 20 mEq/100 ml atau 200
mEq /Ldengan rerata infusan dengan rerata infusan tidak melebihi 15 mEq
dalam 1-2 jam maksimal 20 mEq 1-2 jam. 22

Tabel. 4. Protokol Koreksi Kalium


B. Hyperkalemia
Keadaan dengan serum kalium > 5.5 mmol/L. adapun
penyebabnya dahidrasi, gagal ginjal, tranfusi, tumor lisis syndrome,
16
rhabdomyolisis. Pada pemeriksaan ECG akan didapatkan T waves,
peningkatan PR interval peningkatan QRS complex.16
13

Penatalaksanaan tergantung kadar kalium dan gambaran EKG. Jika


kadar kalium < 7.0 mEq/L dan EKG normal maka dikategorikan
hiperkalemi ringan.6 Jika kadar kalium >7 mEq/L dana atau EKG abnormal
merupakan hipokalemi berat. 20
Penatalaksanaan hiperkalemi berat:
a. Pemberian Ca glukconas 10% sebanyak 100 mg/kg IV diberikan tidak
lebih dari 5-10 menit.6,9 Ca glukonas bersifat short lived sehingga
dapat dilakukan pengulangan setelah 5 menit jika EKG menetap atau
berulang.16,20,23
b. pemberian sodium bicarbonate 1-2 mEq/kg IV tidak melebihi 5-10
menit atau 0.3-0.5 g/kg/jam Glukosa dengan insulin 1 unit setiap 5
gram dekstrose.20,23
c. Atau nebulisasi dengan salbutamol 2.5-5mg atau pada neonates 5
mikrogram/kg pada neonates intra vena.16,23
d. pemberian calcium resonium per-rectal atau oral 125-250 mg/kg
dengan menggunakan furosemide 1mg/kg. 23
penatalaksanaan hiperkalemi ringan dengan pemberian kayexalate
1mg/kg/dosis. pemberian per oral 1mg/kg dalam 20% sorbitol atau
perektal dalam 70% sorbitol.16

3. Magnesium
Magnesium merupakan kation ke empat dan yang kedua paling
sering intraseluler elektrolit.adapun fungsinya memfasilitasi aktivitas 300
sistem enzim dan secara tepat fungsi DNA.24 Adapun fungsi utama dari
magnesium adalah menyeimbangkan aktivitas calcium cairan intraceluler
yang mempengaruhi beberapa organ.seperti pesarafan pusat dan system
cardiovaskuler dan neuromuscular junction.24
Hypermagnesium merupakan keadaaan yang jarang terjadi.
Hypermagnesium yang menimbulkan gejala biasanya terjadi pada pasien
24
yang lebih tua dan penyakit usus dan insufisiensi renal. munculnya
gejala pada hypermanesium tergantung kadar serumnya. Hypermagnesia
ringan berupa kemerahan, hangat, mual, nyeri kepala, pusing. Jika kadar
14

magnesium 6-12 mg/dl (5-10 mEq/L) terjadi perubahan EKG berupa


pemanjangan PR interval, peningkatan durasi QRS kompleks,
pemanjangan dari QT interval. Peningkatan tinggi gelomang T.
Hypermagnesium dengan kadar 9-12 mg/dl dapat menimbulkan
samnolen, penurunan reflex tendon, dan hypotensi. Kadar > 12 mg/dl
mengakibatkan sinoatrial dan atrioventricular blok, ventricular aritmia,
paralise otot, hypoventilasi dan stupor. Serum magnesium > 15.6 mg/dl
24
(13 mEq/L) mengakibatkan cardiac asystole, koma dan henti nafas.
adapun penatalaksanaan hypermagnesium dengan pemberian supplement
calcium, repiratory dan henodinamik support, memberhentikan sumber
magnesium. 24

penatalaksanaan hipomagnesium berupa oral protein magnesium


complex tablet (133 mg elemental). pemberian oral dapat menggunakan
magnesium sulfate 50%. adapun dosis yang diguakan 6-15 mg/kg/ hari
dengan pemberian 4 kali sehari.20

4. Calcium
Kalsium menetap ditulang. Serum kalsium dapat berikatan dengan
albumin sebanyak 40% berikatan dengan bikarbonat < 10%, dan ion bebas
sekitar 50%.2 Ion kalsium yang aktif < 1% total keseluruhan. 16

Keseimbangan kalsium dihubungkan dengan pengaturan parathormone


dan keseimbangan asam basa.16 pada keadaan hypocalcemia harus
disertakan dengan pemerksaan magnesium. 16
A. Hypocalcemia
Keadaan ini biasanya pada neonates dengan kadar calcium < 2.0
mmol/L. gejala yang ditimbulkan berupa tetani, iritabilitas otot.
Penatalaksanaan dengan pemberian calcium gluconate10% secara intra
vena., suplemen calcium yang diberikan secara oral, dan metabolit vitamin
D. Pemberian peroral dengan dosis 45-65 mg/kg/hari dibagi menjadi
empat dosis.25 pemberian intra vena perlu diperhatkan jika pasien disertai
dengan hipoalbumin.25
15

Koreksi calcium mmol:


calcium terukur mmol + [(40- serum albumin g/L)x0.02]

Tabel. 5. Formularium intravena sediaan calcium

Tabel. 6. Formularium oral sediaan calcium

Cadiac arrest Maintenance


Calcium glukonas 100 mg/kg/dosis diulang 100 mg/kg/dosis 4 kali
10% sebanyak 4x setiap 10 menit. sehari
Calcium chloride 20 mg/kg/dosis selama 5 menit 20 mg/kg sebanyak 4
10% (vena central) diulang sebanyak 4 kali setiap kali
10 menit.
Table. 7. pemberian parenteral Calcium

B. Hypercalcemia
Keadaan ini selalu pada anak dengan kadar kalsium> 2.5
mmol/L. adapun gejalanya (batu, tulang, psikiatrik, perut)
berupa renal calculi, osteoporosis, kista tulang, manifestasi
psikiatrik, kelemahan, pancreatitis, ulkus peptikum,16 adapun
penatalaksanaan berupa eliminasi penyebab (thiazide, vit A dan
D), peningkatan eksresi urin dengan rehidrasi saline dengan
furosemide diuresis, menurunkan resopsi tulang dengan
memberikan calcitonin dan bisphosphonates, meningkatkan
absorbs intestinal dengan diet tinggi pospat dan
glucokortikoid.20
16

komplikasi
1. Encephalopathy hiponatremi
Keadaan ini merupakan komplikasi natrium yang paling serius. Berikut
gejala encephalopathy dan factor resiko encephalopathy hiponatremia. 25
17

Pencegahan gangguan elektrolit


1. pencegahan hiponatremia
sebagian besar morbiditas dan mortalitas dari hiponatremia
encephalopathy merupakan pasien yang dirawat dirumah sakit
yang mendapatkan cairan hipotonik. 25
18

1. Davison D, Basu RK, Goldstein SL, Cha wla LS. Fluid Management in
Adults and Children: Core Curriculum 2014. Am J Kidney Dis.
2014;63(4):700-712.
2. Buckley MS, LeBlanc JM, Cawley MJ. Electrolyte disturbances associated
with commonly prescribed medications in the intensive care unit. Crit Care
Med 2010; 38 :253–64.
3. Lee JW. Fluid and Electrolyte Disturbances in Critically ill Patients.
Electrolyte Blood Press. 2010;8:72-81.
4. Carandang, Anglemyer A,Longhurst CA, Association between Maintenance
Fluid Tonicity and Hospital-Acquired Hyponatremia. J Pediatr
2013;163:1646-51.
5. Elenberg E, Corden T. Pediatric hypernatremia. 2014. Diunduh februari
2015.Tersedia dari:http//emedicine.medscape.com/article/907653-overview.
6. Mahoney BA, Smith WAD, Tonelli M, Clase C. Emergency interventions for
hyperkalaemia.Review.The Cochrane Collaboration. 2009. 1-66.
7. Edward MR, Mythen MG. Fluid therapy in critical illness. Extreme
Physiology and Medicine. 2014; 3 (16). 1-9.
8. Thomas EY. Fluids and Elecrolytes. Dalam:The Harriete Lane
Handbook.Engord B,Flerlage J. penyunting. Elsevier Saunders. Edisi ke-
20.2015. h. 246-67.
9. Samuels M, Wieteska S. Fluid and electolyte management. Advanced
Paediatric Life Support. Edisi ke-5. Blackwell Publishing. 2011.h.279-89.
10 Kelly A, Moshang T. Disorders of water, sodium, and potassium homeostasis.
Dalam : Nichols D, penyunting. Rogers’ textbook of pediatric intensive care.
Edisi ke-4. Philadelphia:lippincott. 2008; h.1615-34.
11. Myburgh JA, Mythen MG, Finfer SR. Resuscitation Fluids. N Engl J Med
2013;369:1243-51.
19

12. Lynch RE, Wood EG. Fluid and electrolyte issues in pediatric critical illness.
Dalam: Fuhrman B, Zimmerman J, penyunting. Pediatric Critical Care.
Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011; hlm. 944–62.
13. Moritz ML Ayus JC. New aspects in the pathogenesis, prevention, and
treatment of hyponatremic encephalopathy in children. Pediatr Nephrol.
2010; 25:1225–1238
14. Mejia R, Fields A, Greenwald BM, Stein F, penyunting. Pediatric
Fundamental Critical Care Support. USA: Society of Critical Care Medicine;
2008. 9.1 – 23.

15. Aaron Friedman (2010). Fluid and Electrolyte therapy: a primer: Pediatric
Nephrol. 25:843-846

16. Mark Davenport, S.H.S.Syed (2010). Fluid, Electrolyte, and dehydration.


Handbook of pediatric surgery. Chapter 2.1. springer. London.

17. Mario G Biancheti, Emilio F Fosali, Alberto bettineli, et all. 2010. Body Fluid
and Salt Metabolisme-part II. Italian journal of pediatric. 36 : 78

18. Jae II Shin, Se jin park (2013). Review article Inflammation and hyponatremia:
an underrecognized condition?. Korean Jpediatric. 56: 519-522.

19. Scott M. Sutherland, Gia J. Oh. (2015). Perioperative Fluid Management and
post operative hyponatremia in children. Pediatric Nephrol. DOI
10.1007/s00477-015-3081-y

20. Children Hospital and regional medical center.(2011)guide line of care


parenteral nutrition.
http://child/departments/iicu/documents/IICU-Nutrit Guidelines%20rev
%2011-18.00 doc

21. Michael L. Moritz, Juan carlos Ayus. (2002). Article review: Disorder of water
metabolism in children: hyponatremia and Hypernatremia. American Academy of
Pediatric. 23: 371
20

22. Qurratul ain merchant, Naveed ur Rehman Siddiqui, Amina Rehmat, et all.
(2014). Omparison of enteral versus intravenous potassium supementation in
hypokalemia in postcardiac surgery pediatric cardiac intensive care patients:
prospective open label randomized control trial (EIPS). British medical journal.
4: e005124
23. APA. (2007). Consensus guideline on perioperative fluid management in
children . APAGBI

24. Yong seo park, seong jong park, young A kim, et all. (2013). Case report:
Severe hypermagnesemia presenting with abnormal electrocardiagraphic
finding similar to those of hyperkalemia in a child undergoing peritoneal
dialysis. Korean j pediatric. 56(7):308-311

25. HDH/KGH pharmaceutical and therapeutic committee. (2003). Hypocalcemia:


treatment guide lines.

Anda mungkin juga menyukai