GANGGUAN ELEKTOLIT
I. Pendahuluan
Elektrolit memiliki peranan penting pada berbagai fungsi fisiologi di
dalam tubuh. Berbagai proses metabolisme dan fungsi organ normal
ditentukan oleh konsentrasi elektrolit baik intraseluler maupun ekstraseluler. 1,2
Keseimbangan air dan elektrolit natrium (Na), kalium (K) dan kalsium (Ca) di
atur melalui suatu sistem mekanisme yang kompleks, melibatkan berbagai
hormon dan organ yang berbeda.1,3 Berbagai Keadaan kritis seperti sepsis, luka
bakar berat, trauma, kerusakan otak dan gagal jantung sering menyebabkan
gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.2,3
Gangguan elektrolit hiponatremia sering terjadi selama masa
perawatan anak dengan kejadian hospital acquired hyponatremia sebesar
30%.4 Prevalensi hipernatremia 1,5-20% dengan mortalitas 20%, hiperkalemia
1-10% dan hipokalemia >20%.2,5,6 Prevalensi hipokalsemia sekitar 15-20%
sedangkan hiperkalsemia 15%.2 Gangguan berbagai elektrolit ini akan
memberikan konsekuensi yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas.6
Pengetahuan mengenai terapi cairan dan elektrolit merupakan salah
satu komponen penting dalam perawatan anak sakit kritis. Intervensi yang
rasional dalam tatalaksana gangguan cairan dan elektrolit paling baik
didasarkan pada pemahaman mengenai patofisiologi gangguan cairan dan
elektrolit.6,7 Dalam sari kepustakaan ini akan dibahas mengenai fisiologi,
patofisiologi dan tatalaksana gangguan cairan dan elektrolit yang sering
terjadi.
2
Gambar 1. (A). Kompartemen cairan di dalam tubuh (B). Total body water
menurut usia.
Sumber : Davison1
terjadi ekspansi volume, LFG akan meningkat, sehingga ekskresi natrium dan air
juga meningkat untuk mengembalikan cairan intravaskuler ke batas normal.
Sebaliknya, bila terjadi pengurangan volume, LFG akan menurun, sehingga
natrium dan air lebih banyak dipertahankan untuk mengisi volume
intravaskuler.10,12
Eksresi natrium di ginjal di kontrol oleh aldosteron, sekresi
aldosteron dipicu oleh penurunan kadar natrium serum, aldosteron menyebabkan
retensi natrium dan air.13,14 Faktor natriuretik diproduksi di hipotalamus dan
dinding atrium jantung. Bila atrium meregang akibat kelebihan cairan, maka
faktor natriuretik akan dilepaskan dan menghambat reabsorpsi natrium di ginjal.
Keseimbangan cairan diatur melalui Antidiuretic hormone (ADH) atau
vasopressin yang di atur oleh osmoreseptor hipotalamus,
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis posterior ketika volume cairan di
sirkulasi berkurang, bekerja pada duktus kolektivus ginjal untuk
meningkatkan reabsorpsi air secara selektif, tanpa diikuti oleh reabsorpsi natrium.
Terdapat 3 stimulus utama yang memicu sekresi ADH, yaitu: (1) peningkatan
osmolalitas plasma, (2) peningkatan tekanan osmotik ECF (misalnya
hiperglikemia, hipernatremia), dan (3) penurunan tekanan darah atau
berkurangnya volume darah. Beberapa stimulus lain yang juga dapat
meningkatkan sekresi ADH adalah angiotensin II, stres, dan nyeri hebat.12
Tabel 2. Kebutuhan elektrolit normal
Berat Cairan Natrium Kalium Energi Protein
badan (ml/kg/hari) (mmol/kg/hari) (mmol/kg/hari) (kcal/hari) (gram/hari)
10 kg 100 2-4 1.5-2.5 110 3.00
>10-20 50 1-2 0.5-1.5 75 1.5
kg
Berat 20 0,5-1 0.2-0.7 30 0.75
tambahan
Sumber : Samuels M, Wieteska S.9
3. Homeostasis Kalium
Kalium merupakan kation utama dalam cairan intraseluler. Kalium
berperan penting dalam regulasi potensial aksi sistem saraf, kulit dan otot polos,
serta sistem konduksi jantung. Kadar normal kalium serum dipertahankan antara
6
4. Homeostasis Kalsium
Kalsium adalah salah satu elektrolit yang banyak di dalam tubuh. Kalsium
dalam tubuh terdapat dalam 3 bentuk, yaitu: (1) terikat dengan protein (40%), (2)
kompleks dengan anion, termasuk sitrat, fosfat, dan sulfat (10%), dan (3) bentuk
ion bebas (50%), mayoritas kalsium ekstraseluler tersimpan di dalam tulang. Nilai
kisaran konsentrasi kalsium normal bervariasi menurut usia, nilai normal
(normokalsemia) antara 8,5 – 10,5 mg/dl.
Kalsium merupakan komponen penting untuk berbagai sistem organ dan
dalam proses intraseluler. Kontraksi otot skeletal, miokardial dan otot polos
tergantung kepada kalsium, serta memiliki peranan penting pada aktivitas
neurohormonal, respon koagulasi dan menjaga struktur tulang serta integritas
membran, akan tetapi kelebihan kalsium bebas intraseluler berhubungan dengan
gangguan metabolik yang dapat menyebabkan kematian sel.10,12,17
Homeostasis kalsium terutama diregulasi oleh hormon paratiroid dan
vitamin D. Kadar ion kalsium serum yang rendah akan menstimulasi reseptor
kalsium di kelenjar paratiroid, dan terjadi sekresi hormon paratiroid. Hormon
paratiroid mempertahankan kadar normal kalsium melalui 3 mekanisme, yaitu:
(1)pelepasan kalsium dari tulang oleh osteoclast, (2) meningkatkan resorpsi
7
kalsium di tubulus ginjal, bersamaan dengan peningkatan ekskresi fosfat, dan (3)
meningkatkan absorpsi kalsium di usus yang dibantu oleh vitamin D. Vitamin D
di dapatkan eksogen dari diet atau dibuat endogen di kulit dari sinar ultraviolet.12,17
5. Homeostasis Fosfat
Fosfat merupakan anion utama di intraseluler dalam tubuh, sekitar 85%
fosfat tubuh terdapat dalam tulang, sedang sisanya terdapat dalam jaringan lunak,
otot dan darah. Fosfat adalah elemen penting dari asam nukleat, nukleoprotein dan
membran seluler. Kadar fosfat dalam serum tidak merefleksikan kadar fosfat total
di dalam tubuh, karena kadar fosfat intraseluler 100 kali lebih besar dibanding
kadar fosfat ekstraseluler, 2/3 fosfat berada dalam bentuk organik, sisanya
anorganik. Bentuk anorganik dalam bentuk fosfat bebas ( 85%) atau berikatan
dengan kalsium, magnesium dan natrium. Jalur pesan intraseluler, sistem pH
buffer, imunitas dan proses koagulasi juga dipengaruhi oleh fosfat. Peranan paling
penting dari fosfat adalah sebagai sumber produksi adenosin trifosfat (ATP), yang
mengendalikan kontraktilitas otot, transmisi saraf, dan transpor elektrolit. Kadar
fosfat dalam serum pada anak lebih tinggi dibanding dewasa karena tingginya
kecepatan pertumbuhan tulang. Kadar normal fosfat serum pada bayi dan anak
dapat mencapai 6 mg/dL dibandingkan 4,5 mg/dL pada orang dewasa.17,18
Homeostasis fosfat terutama diregulasi oleh ginjal, hampir 90% fosfat
akan difiltrasi. Penurunan kadar fosfat serum akan menstimulasi enzim
hidroksilase 1-alfa yang akan mengubah calcidiol menjadi calcitriol dan
meningkatkan absorpsi fosfat di usus, mengurangi ekskresi di ginjal, serta
menstimulasi resorpsi dari tulang, sedangkan peningkatan kadar fosfat serum akan
menstimulasi hormon paratiroid untuk meningkatkan ekskresi di ginjal.17,18
6. Homeostasis Magnesium
Magnesium merupakan kation intraseluler terbanyak kedua setelah kalium.
Magnesium berperan penting dalam berbagai proses fisiologis. Lebih dari 300
reaksi enzimatis melibatkan magnesium sebagai kofaktor. Magnesium juga
berperan dalam regulasi ion intraseluler untuk metabolisme dan konduksi seluler.
Sekitar 53% magnesium disimpan dalam tulang, sisanya di dalam otot (27%),
8
jaringan lunak (19%), eritrosit (0,5%), dan serum (0,3%). Magnesium serum
terdapat dalam bentuk ion (65%), terikat dengan protein (27%), dan kompleks
dengan substrat lain misalnya fosfat, sitrat (8%).17,18
Terdapat 3 organ yang terlibat dalam homeostasis magnesium, yaitu
tulang, saluran pencernaan dan ginjal. Ginjal merupakan organ utama dalam
homeostasis magnesium, sekitar 75% magnesium serum difiltrasi oleh ginjal
kemudian >50% magnesium yang telah difiltrasi akan diresorbsi di ansa Henle,
15–25% akan diresorbsi di tubulus kontortus proksimal dan 5% sisanya akan
diekskresi.17,18
1. Natrium
Konsentrasi natrium dalam darah normalnya 135-145 mEq/L.
kondisi dysnatremia berupa hyponatremia maupun hypernatremia dapat
terjadi.3 Jika terjadi hyponatremia akan merangsang terjadinya edema
cerebri sedangkan hypernatremia dapat mengakibatkan penyusutan
otak.17konsentrasi utama natrium terdapat pada cairan plasma, oleh karena
itu kadar natrium sangat dipengaruhi oleh cairan yang masuk, insessible
loss, dan dilusi urin. Hal lain yang dapat mepengaruhi kadar natrium
plasma yaitu Hormone vasopressin, dimana berperan sebagai perangsang
reabsorbsi air pada tubulus ginjal. 17
A. Hyponatremia
Hyponatremia merupakan kelainan elektrolit yang paling sering
didiagnosis, dengan kadar plasma kurang dari 130 mEq/L atau kurang dari
18
135 mmol/L. Hyponatremia berat jika kadar plasma < 120 mEq/L atau <
18
125 mmol/L, sekitar 3% pasien dirumah sakit. keadaan hiponatremia
merupakan suatu indicator dari underlying disease yang dapat berpotensi
sebagai morbiditas dan mortalitas, oleh sebab itu pencegahan sangat
diperlukan. 18
berkembangnya hyponatremia dihubungkan dengan penyakit
inflamasi seperti pneumonia, acute respiratory distress, tuberculosis,
9
2. Kalium
A. Hypokalemia
12
3. Magnesium
Magnesium merupakan kation ke empat dan yang kedua paling
sering intraseluler elektrolit.adapun fungsinya memfasilitasi aktivitas 300
sistem enzim dan secara tepat fungsi DNA.24 Adapun fungsi utama dari
magnesium adalah menyeimbangkan aktivitas calcium cairan intraceluler
yang mempengaruhi beberapa organ.seperti pesarafan pusat dan system
cardiovaskuler dan neuromuscular junction.24
Hypermagnesium merupakan keadaaan yang jarang terjadi.
Hypermagnesium yang menimbulkan gejala biasanya terjadi pada pasien
24
yang lebih tua dan penyakit usus dan insufisiensi renal. munculnya
gejala pada hypermanesium tergantung kadar serumnya. Hypermagnesia
ringan berupa kemerahan, hangat, mual, nyeri kepala, pusing. Jika kadar
14
4. Calcium
Kalsium menetap ditulang. Serum kalsium dapat berikatan dengan
albumin sebanyak 40% berikatan dengan bikarbonat < 10%, dan ion bebas
sekitar 50%.2 Ion kalsium yang aktif < 1% total keseluruhan. 16
B. Hypercalcemia
Keadaan ini selalu pada anak dengan kadar kalsium> 2.5
mmol/L. adapun gejalanya (batu, tulang, psikiatrik, perut)
berupa renal calculi, osteoporosis, kista tulang, manifestasi
psikiatrik, kelemahan, pancreatitis, ulkus peptikum,16 adapun
penatalaksanaan berupa eliminasi penyebab (thiazide, vit A dan
D), peningkatan eksresi urin dengan rehidrasi saline dengan
furosemide diuresis, menurunkan resopsi tulang dengan
memberikan calcitonin dan bisphosphonates, meningkatkan
absorbs intestinal dengan diet tinggi pospat dan
glucokortikoid.20
16
komplikasi
1. Encephalopathy hiponatremi
Keadaan ini merupakan komplikasi natrium yang paling serius. Berikut
gejala encephalopathy dan factor resiko encephalopathy hiponatremia. 25
17
1. Davison D, Basu RK, Goldstein SL, Cha wla LS. Fluid Management in
Adults and Children: Core Curriculum 2014. Am J Kidney Dis.
2014;63(4):700-712.
2. Buckley MS, LeBlanc JM, Cawley MJ. Electrolyte disturbances associated
with commonly prescribed medications in the intensive care unit. Crit Care
Med 2010; 38 :253–64.
3. Lee JW. Fluid and Electrolyte Disturbances in Critically ill Patients.
Electrolyte Blood Press. 2010;8:72-81.
4. Carandang, Anglemyer A,Longhurst CA, Association between Maintenance
Fluid Tonicity and Hospital-Acquired Hyponatremia. J Pediatr
2013;163:1646-51.
5. Elenberg E, Corden T. Pediatric hypernatremia. 2014. Diunduh februari
2015.Tersedia dari:http//emedicine.medscape.com/article/907653-overview.
6. Mahoney BA, Smith WAD, Tonelli M, Clase C. Emergency interventions for
hyperkalaemia.Review.The Cochrane Collaboration. 2009. 1-66.
7. Edward MR, Mythen MG. Fluid therapy in critical illness. Extreme
Physiology and Medicine. 2014; 3 (16). 1-9.
8. Thomas EY. Fluids and Elecrolytes. Dalam:The Harriete Lane
Handbook.Engord B,Flerlage J. penyunting. Elsevier Saunders. Edisi ke-
20.2015. h. 246-67.
9. Samuels M, Wieteska S. Fluid and electolyte management. Advanced
Paediatric Life Support. Edisi ke-5. Blackwell Publishing. 2011.h.279-89.
10 Kelly A, Moshang T. Disorders of water, sodium, and potassium homeostasis.
Dalam : Nichols D, penyunting. Rogers’ textbook of pediatric intensive care.
Edisi ke-4. Philadelphia:lippincott. 2008; h.1615-34.
11. Myburgh JA, Mythen MG, Finfer SR. Resuscitation Fluids. N Engl J Med
2013;369:1243-51.
19
12. Lynch RE, Wood EG. Fluid and electrolyte issues in pediatric critical illness.
Dalam: Fuhrman B, Zimmerman J, penyunting. Pediatric Critical Care.
Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011; hlm. 944–62.
13. Moritz ML Ayus JC. New aspects in the pathogenesis, prevention, and
treatment of hyponatremic encephalopathy in children. Pediatr Nephrol.
2010; 25:1225–1238
14. Mejia R, Fields A, Greenwald BM, Stein F, penyunting. Pediatric
Fundamental Critical Care Support. USA: Society of Critical Care Medicine;
2008. 9.1 – 23.
15. Aaron Friedman (2010). Fluid and Electrolyte therapy: a primer: Pediatric
Nephrol. 25:843-846
17. Mario G Biancheti, Emilio F Fosali, Alberto bettineli, et all. 2010. Body Fluid
and Salt Metabolisme-part II. Italian journal of pediatric. 36 : 78
18. Jae II Shin, Se jin park (2013). Review article Inflammation and hyponatremia:
an underrecognized condition?. Korean Jpediatric. 56: 519-522.
19. Scott M. Sutherland, Gia J. Oh. (2015). Perioperative Fluid Management and
post operative hyponatremia in children. Pediatric Nephrol. DOI
10.1007/s00477-015-3081-y
21. Michael L. Moritz, Juan carlos Ayus. (2002). Article review: Disorder of water
metabolism in children: hyponatremia and Hypernatremia. American Academy of
Pediatric. 23: 371
20
22. Qurratul ain merchant, Naveed ur Rehman Siddiqui, Amina Rehmat, et all.
(2014). Omparison of enteral versus intravenous potassium supementation in
hypokalemia in postcardiac surgery pediatric cardiac intensive care patients:
prospective open label randomized control trial (EIPS). British medical journal.
4: e005124
23. APA. (2007). Consensus guideline on perioperative fluid management in
children . APAGBI
24. Yong seo park, seong jong park, young A kim, et all. (2013). Case report:
Severe hypermagnesemia presenting with abnormal electrocardiagraphic
finding similar to those of hyperkalemia in a child undergoing peritoneal
dialysis. Korean j pediatric. 56(7):308-311