Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI REPRODUKSI

Dosen Pengampu:
Yulina Dwi Hastuty, S.Kep, Ners, M.Biomed

Disusun oleh :

Nama : Mifta Hulwardah


Nim : P07524422064
Prodi : Tk 1B D4 Kebidanan Medan

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KEMENKES RI MEDAN
TINGKAT 1 SEMESTER I TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan kesehatan dan kesempatan sehingga saya dapat menyusun laporan pratikum ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan Pratikum ini saya buat untuk melengkapi tugas
mata kuliah “ Biologi Reproduksi ” yang sedang saya tempuh laporan ini dibuat dengan berbagai
sumber kajian dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama mengerjakan laporan pratikum ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan pratikum ini. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan pada
laporan pratikum. Saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
proses penyelesain laporan pratikum ini, yang telah membimbing penyusun dalam pembuatan
laporan pratikum. Semoga laporan pratikum ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
para peserta didik.

Medan, Oktober
2022
Penulis,

Mifta Hulwardah
NIM P07524422064
BAB I
PENDAHULUAN
(SISTEM REPRODUKSI WANITA & PRIA)

1.1 Latar Belakang Masalah

Organ reproduksi merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan setiap manusia.
Dulu, pembicaraan tentang organ reproduksi masih sangat tabu, bukan berarti sekarang sudah
tidak lagi hanya saja masih ada kalangan orang yang menganggap hal itu tidak pantas untuk
dibicarakan. Promosi kesehatan reproduksi pada remajapun sering dikonotasikan sebagai
Pendidikan seks di mana sebagian masyarakat di Indonesia masih menganggap tabu hal ini.
Telah banyak berita-berita yang tersiar melalui media elektronik ataupun media cetak
yang memuat berita tentang kesehatan reproduksi dan kaitannya dengan seks. Sekarang,
informasi tentang seks dapat diperoleh dan diakses dengan mudah melalui internet. Bila tidak
didasari dengan pengetahuan yang cukup, mencoba hal baru yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi bisa memberikan dampak yang akan menghancurkan masa depan remaja
dan keluarga. Menurut Barbara Nash dan Patricia Gilbert, organ-organ reproduksi merupakan
subyek dari berbagai penyakit. Untuk mencegah hal tersebut pengetahuan dan pemahaman sejak
dini tentang organ reproduksi dan kesehatan reproduksinya merupakan hal yang sangat penting
bagi setiap remaja baik pria maupun wanita sehingga ia akan lebih mampu menjaga kesehatan
reproduksinya.
Untuk itu perempuan dan laki-laki perlu meningkatkan pengetahuannya mengenai
kesehatan reproduksi agar tercipta kondisi kesehatan reproduksi yang optimal. kesehatan
reproduksi yang dimaksud yaitu suatu keadaan yang sejahtera baik secara fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang
berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya.
Namun demikian, survei-survei telah banyak membeberkan pengabaian dan kecerobohan
untuk menghargai kesehatan organ reproduksi yang cenderung sering mengakibatkan
penderitaan fisik dan emosional dengan kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi-infeksi dan
penyakit-penyakit yang merusak sehingga berpotensi mengancam hidup merupakan konsekuensi
dari
kurangnya pengetahuan atau kesalahan dalam memperoleh informasi mengenai hal tersebut.
Mengenai permasalahan itu, sangat diharapkan setiap orang dari usia yang relative muda
(remaja) memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksinya. Elizabeth B. Hurlock menjelaskan bahwa rentangan usia
remaja antara 13-21 tahun; yang emudian dibagi pula menjadi 2 masa yaitu masa remaja awal
usia 13/14 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.
Ada pula ahli psikologi yang menganggap masa remaja sebagai peralihan dari masa anak
ke masa dewasa, yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak,
tetapi jika dilihat dari pertumbuhan fisiknya belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. pada
periode ini terjadi perubahan kejiwaan yang menimbulkan kebingungan di kalangan remaja
sehingga masa ini disebut oleh orang Barat sebagai periode strum and drang atau dikenal dengan
istilah "puber",
sedangkan orang Amerika menyebutnya "adolesensi". Sedangkan di negara Indonesia ada yang
menggunakan istilahakil balig", "pubertas" dan paling banyak menyebutnya "remaja".
Kata “pubertas” berasal dari kata Latin yang berarti usia menjadi individu yang sudah
mampu melaksanakan tugas biologis yaitu melanjutkan keturunannya. Dalam periode ini
terdapat perubahan biologis yaitu mulai bekerjanya organ-organ reproduktif yang disertai dengan
perubahan psikologis. Sedangkan Salzman mengemukakan bahwa remaja merupakan masa
perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian
(independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika
dan isu-isu moral.

1.2 Tujuan

Mempelajari sistem reproduksi pada manusia sangat penting karena proses


perkembangbiakan erat kaitannya dengan proses kedewasaan hingga dengan melahirkan. Jadi,
kita perlu mempelajari reproduksi agar mengetahui seluk beluk tentang proses
perkembangbiakan manusia.

1.3 Landasan Teori

Sistem reproduksi manusia


Sistem reproduksi merupakan salah satu komponen sistem tubuh yang penting meskipun
tidak berperan dalam homeostasis dan esensial bagi kehidupan sesorang. Pada manusia,
reproduksi berlangsung secara seksual. Organ reproduksi yang dimiliki manusia berbeda
antara pria dan wanita

1.3.1 Struktur dan fungsi organ reproduksi


Baik pria maupun wanita memiliki organ reproduksi yang terdiri dari dua bagian
berdasarkan letaknya, yaitu alat kelamin luar dan dalam.
a. Struktur dan fungsi organ reproduksi pada pria
Organ reproduksi pria berfungsi untuk menghasilkan sperma (gametogenesis) dan
menyalurkan sperma ke wanita.
Gambar 1. Sistem Reproduksi Pria
1) Alat Kelamin Luar
a. Penis berfungsi sebagai alat penetrasi pada vagina wanita saat kopulasi
(persetubuhan).
b. Uretra adalah saluran yang mengantarkan urin dan sperma.
c. Skrotum (zakar) merupakan suatu kantong kulit yang membungkus testis dan
epididimis.

2) Alat Kelamin Dalam


a. Testis
Testis pada pria berjumlah sepasang, berbentuk oval, dan terletak di skrotum.
Di dalam testis terjadi proses pembuatan sel kelamin jantan dan hormone
kelamin. Pada testis terdapat pembuluh halus (vas seminiferus) yang
mengandung calon sperma pada bagian dindingnya. Diantara vas seminiferus
terdapat sel bernama sel interstitial yang berfungsi menghasilkan hormon
kelamin, misalnya testosteron. Selain itu, terdapat sel besar, sel Sertoli yang
berguna untuk memberikan makanan bagi sperma.
b. Epididimis
Epididimis merupakan saluran reproduksi yang berfungsi sebagai tempat
pematangan sperma.Selain itu, epididimis dibentuk oleh saluran berlekuk-
lekuk yang tidak teratur dan juga menjadi tempat penyimpanan sperma
sementara. Saluran yang menghubungkan antara epididimis dan testis disebut
duktus eferen testis.
c. Vas deferens
Saluran ini merupakan lanjutan dari epididimis. Fungsinya adalah
mengangkut sperma menuju vesikula seminalis (kantong sperma).Vas
deferens dan saluran dari kelenjar kantong sperma akan bersatu membentuk
ductus ejakulatorius yang akhirnya bermuara di uretra.
d. Kelenjar Kelamin Kelenjar kelamin yang dimiliki oleh seorang pria adalah
vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretral (Cowper).
 Vesikula seminalis: sepasang kelenjar yang berfungsi
menghasilkan 50-60% dari volume total cairan semen yang berwarna
jernih dan kental. Komponen terpenting didalamnya adalah fruktosa
dan prostaglandin.
 Kelenjar prostat: kelenjar kelamin terbesar pada pria yang
menyumbang 15% dari volume total cairan semen dengan komponen
pentingnya adalah asam fosfatase, seng, sitrat, dan protease.
Kandungan tersebut membuat cairan semen menjadi lebih encer.
 Kelenjar bulbouretral (Cowper): sepasang kelenjar kecil
yang mengeluarkan cairan sebelum penis mengeluarkan sperma dan
semen.

b. Struktur dan fungsi organ reproduksi pada wanita

Gambar 2. Sistem Reproduksi Wanita

1. Alat Kelamin Luar


a) Labia mayora (bibir besar), yaitu struktur terbesar alat kelamin luar
perempuan yang tebal dan berlapiskan lemak. Labia mayora ini
mengelilingi organ pada alat kelamin luar lainnya dan berakhir menjadi
mons pubis.
b) Labia minora (bibir kecil) ialah lipatan kulit yang halus dan tidak
memiliki lapisan lemak.
c) Mons veneris adalah tonjolan lemak yang besar sebagai pertemuan antara
sepasang labia mayora.
d) Klitoris, disebut juga kelentit. Klitoris berupa tonjolan kecil dan
memanjang serta homolog dengan penis pada pria. Sebagian besar
tersembunyi di antara kedua labia minora.
e) Orificium urethrae adalah muara dari saluran kencing yang terleak di
bawah klitoris.
f) Himen sering disebut sebagai selaput dara.
g) Kelenjar reproduksi Sama halnya seperti pria, wanita juga memiliki
beberapa kelenjar reproduksi, di antaranya adalah kelenjar vestibulari
mayor dan minor serta parauretralis.

2. Alat Kelamin Dalam


a) Ovarium, disebut indung telur.
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk oval yang terletak di rongga perut.
Ovarium memiliki struktur berbentuk bulatan-bulatan yang disebut folikel.
Tiap folikel mengandung sel telur (oosit) yang berada pada lapisan tepi
ovarium. Fungsinya adalah memproduksi telur matang untuk pembuahan dan
produksi hormon steroid dalam jumlah besar.
b) Oviduk (Tuba Fallopi)
Oviduk merupakan saluran penghubung antara ovarium dan rahim (uterus).
Diujungnya terdapat fimbria yang menyerupai jari-jari untuk menangkap telur
yang matang. ini berfungsi untuk membawa sperma dan telur ketempat
terjadinya pembuahan, yaitu ampula tuba.
c) Rahim (Uterus)
Rahim pada wanita hanya ada satu dan tersusun atas otot yang tebal. Rahim
bagian bawah memiliki ukuran yang lebih kecil dan biasa disebut sebagai
leher rahim (cervix). Bagian yang besar dari uterus disebut dengan corpus
uteri. Terdapat tiga lapsan utama uterus, yaitu perimetrium, miometrium, dan
endometrium. Endometrium merupakan lapisan yang akan mengalami
penebalan dan pengelupasan apabila tidak ada pembuahan. Fungsi utamanya
adalah tempat menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin.
d) Vagina
Vagina merupakan alat kelamin wanita yang menghubungkan alat kelamin
luar dengan rahim. Vagina terdiri atas otot yang membujur ke arah belakang.
Dinding vagina banyak memiliki lipatan meskipun lebih tipis dari rahim.
Selain itu, lendir yang dihasilkan dari dindingnya berfungsi mempermudah
persalinan. Fungsi vagina adalah menahan penis saat berhubungan seksual
dan menyimpan semen sementara.
1.3.2 Organ yang menghasilkan hormon yang berperan pada sistem reproduksi

Hormon reproduksi erat kaitannya dengan kesehatan organ reproduksi seseorang.


Baik pada pria maupun wanita, hormon reproduksi terlibat dalam kesuburan dan
seksualitas. Hormon reproduksi mulai diproduksi dan berkerja mulai sejak memasuki
masa remaja. Saat itu, hormon-hormon ini memengaruhi perubahan fisik saat
memasuki masa pubertas, seperti payudara yang mulai membesar pada anak
perempuan dan dada yang lebih bidang pada anak laki-laki.

Macam-macam Hormon Reproduksi


Berikut ini adalah beberapa hormon reproduksi pada pria dan wanita yang perlu
Anda ketahui:
1. Follicle stimulating hormone (FSH)
Hormon reproduksi FSH diproduksi di kelenjar pituitari, yaitu kelenjar di
otak yang berukuran sebesar kacang polong. Hormon ini memiliki peranan
penting terhadap perkembangan seksual seseorang.
Selain memengaruhi perubahan fisik saat memasuki masa pubertas, hormon
FSH pada wanita juga memiliki peran terhadap proses pembentukan sel telur
di ovarium serta turut mengendalikan siklus menstruasi. Sementara pada pria,
hormon FSH berfungsi untuk mengendalikan produksi sperma dan
perkembangan organ kelamin.

2. Luteinizing hormone (LH)


Hormon LH juga diproduksi di kelenjar pituitari dan kerjanya saling
melengkapo dengan hormon FSH. Pada wanita, hormon reproduksi ini
memengaruhi kerja ovarium, pelepasan sel telur (ovulasi), siklus menstruasi,
dan kesuburan. Sementara pada pria, LH merangsang produksi testosteron,
yang memengaruhi tingkat produksi sperma pria.

3. Hormon testosterone
Kadar hormon testosteron pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Hormon ini akan mengalami peningkatan selama masa pubertas, kemudian
mulai menurun sejak memasuki usia 30 tahun.
Fungsi hormon testosteron pada pria antara lain mengendalikan gairah
seksual, produksi sperma, kepadatan tulang, dan juga massa otot, sehingga
hormon ini mampu memengaruhi perubahan fisik dan emosional pria secara
signifikan. Sementara itu, fungsi hormon testosteron pada wanita adalah
mengontrol suasana hati dan gairah seksual, menjaga tulang tetap kuat,
meringankan nyeri, dan menjaga kemampuan berpikir.

4. Hormon estrogen
Kadar hormon estrogen pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.  Hormon
estrogen pada wanita memiliki peran penting dalam perkembangan seksual
saat masa pubertas. Selain itu, hormon ini juga berperan mengendalikan
pertumbuhan dinding rahim selama siklus menstruasi dan masa awal
kehamilan, serta mengatur berbagai proses metabolisme, termasuk
pertumbuhan tulang dan kadar kolesterol. Sementara pada pria, salah satu
fungsi estrogen adalah mengontrol kesehatan sperma. Namun, jika kadar
estrogen pada pria terlalu tinggi, dapat terjadi penurunan kualitas sperma dan
disfungsi ereksi.

Kesehatan hormon reproduksi dapat dijaga dengan menerapkan gaya hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan sehat dan kaya nutrisi, melakukan olahraga dengan rutin,
mengelola stres dengan baik, dan memenuhi waktu tidur yang cukup.

Selain itu, bila Anda masih memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol,
dianjurkan untuk mulai meninggalkannya.

Ketidakseimbangan kadar hormon reproduksi dapat menyebabkan berbagai macam


masalah kesehatan, mulai dari obesitas hingga osteoporosis. Pada wanita, hal ini bisa
ditandai dengan tidak teraturnya siklus menstruasi, sedangkan pada pria bisa ditandai
dengan penurunan gairah seksual.

1.3.2 Persiapan Alat dan Bahan

1. Alat dan bahan


 2 buah Styrofoam
 Pensil
 Spidol
 Cat warna
 Lem fox
 Pisau curter
2, Cara kerja
 Siapkan styrofoam
 Gunakan pensil untuk menggambar bentuk sketsa gambar sistem reproduksi
pria dan wanita
 Setelah digambar, gambar dapat dipertegas dengan menggunakan spidol agar
tampak lebih jelas
 Setelah terbentuk gambar, maka diwarnai dengan kelir warna. Untuk
mempermudah, maka setiap bagian sistem diberi warna berbeda.
 Berikan nama pada bagian-bagian alat reproduksi pria dan wanita
 Setelah selesai semua ,kemudian beberapa bagian pada sterofoam
dipotong atau dikikis menggunakan pisau carter. Dengan tujuan nantinya
dapat di bongkar pasang.

1.3.3 interpretasi Hasil

1.4 Kesimpulan
Sistem reproduksi merupakan kegiatan berkembangbiak untuk melahirkan keturunan. Itu
bertujuan untuk mempertahankan proses keberlangsungan spesies di dunia. Alat reproduksi
pria berupa penis. Adapun kelenjar kelaminnya berupa testis sedangkan sel gametnya
adalah sperma. Pada alat reproduksi wanita berupa vagina. Adapun kelenjar kelaminnya
adalah ovarium, sedangkan sel gametnya adalah ovum.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyaroh, N. (2012). Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung
diterbitkan oleh Unissula.www.unissula.ac.id.

Brown, RG. Dermatologi. Jakarta; Erlangga. 2005. 40-38

Pribakti. Anatomi Organ reproduksi dan Fungsinya. Jakarta; Sagung Seto.


2010

Sherwood, L. 2011. Sistem Reproduksi. Dalam: Fisiologi Reproduksi Wanita.


Ed. 6. Jakarta: EGC, 833-848.

Tei, Yamanishi. Flavor Characteristic of various teas. World Tea.


International Symposium on tea Science. In Shizuoka Japan; 1991. 11-1
TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


NIP 19780701 2000 03 2001
MiftaHulwardah
NIM 2022202265

BAB II
PENDAHULUAN
(PEMERIKSAAN PLANOTEST)

2.1 Latar Belakang Masalah

Kehamilan merupakan suatu proses yang fisiologis dan alamiah yang dimulai dari
ovulasi, konsepsi, nidasi, berkembangnya embrio dalam uterus hingga masa aterm (Marbun,
2018). Lama kehamilan dibagi menjadi tiga triwulan yaitu 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) (Hikmatulloh et al., 2019). Kehamilan dapat dideteksi jika terdapat peningkatan hormon
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) di dalam urin pada kehamilan trimester pertama (Harti
et al., 2013). Setiap proses dari kehamilan merupakan kondisi yang memerlukan adaptasi
psikologis dan fisiologis terhadap pengaruh hormone kehamilan dan tekanan mekanis akibat
pembesaran uterus dan jaringan lain. Ibu hamil akan mengalami perubahan yang membuatnya
tidak nyaman. Salah satu perubahannya adalah mual muntah yang biasanya terjadi pada awal
kehamilan (Somoyani, 2018).
Mual dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang biasanya terjadi ketika
kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi ketika pagi hari, tetapi bisa juga terjadi
setiap saat. Gejala-gejala ini terjadi ketika 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama kurang lebih 10 minggu (Mariza & Ayuningtias, 2019). Kejadian parah
tidaknya mual muntah yang dialami ibu hamil dipengaruhi oleh adaptasi dan kadar hormon
(Kartikasari, 2018). Jika mual dan muntah berlebihan disebut hiperemesis gravidarum.
Dikatakan hiperemesis gravidarum jika terjadi mual-muntah terus menerus dan lebih dari 10 kali
dalam satu hari,sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari dan suasana menjadi buruk, hal ini
dapat berlangsung selama 4 bulan (Fitria, 2017).

Mual dan muntah disebabkan oleh virus gastroenteritis (R. Kusuma Wardani, 2020)
Faktor endokrin merupakan faktor yang paling mempengaruhi, terutama peningkatan hormon
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) di sebagian besar kasus (Derbent, 2011). Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) merupakan suatu hormon yang diproduksi oleh jaringan plasenta
muda yang kemudian dikeluarkan melalui urin. Hormon ini juga dapat diproduksi jika terdapat
proliferasi yang tidak normal dari jaringan epitel korion misalnya chorio carcinoma atau
molahidatidosa (Harti et al., 2013). Peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron yang
diproduksi oleh Human Chorionic Gonadotropine (HCG) dalam serum dari plasenta dapat
meningkatkan keasaman lambung yang membuat ibu hamil merasa mual (Irianti et al., 2014).

Selain peningkatan kadar hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG),emesis


gravidarum juga dipengaruhi oleh usia. Usia yang beresiko tinggi dalam kehamilan adalah
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Sari et al., 2021). Usia dibawah 20 tahun adalah
masa yang tidak cocok untuk hamil, karena organ-organ reproduksi belum sempurna sehingga
dapat menyebabkan mual dan muntah (Pinontoan & Tombokan, 2015). Mual muntah pada pada
usia kurang dari 20 tahun disebabkan oleh fisik dan mental yang belum matang dari calon ibu
sehingga dapat menyebabkan keraguan jasmani, cinta kasih, dan perawatan serta asuhan untuk
anak yang akan di lahirkan. Sedangkan mual dan muntah yang terjadi diatas umur 35 tahun
disebabkan oleh faktor psikologis, dimana ibu tidak siap hamil atau bahkan tidak ingin hamil lagi
sehingga akan merasa tertekan dan menimbulkan stres pada ibu hamil (Fania, 2011).

Mual merupakan suatu perasaan yang sangat tidak nyaman di belakang tenggorokan dan
epigastrium dan sering menyebabkan gejala muntah (Handayani & Afiyah, 2019). Ciri - cirinya
muka pucat, berkeringat dingin, liur berlebih, jantung berdebar dengan kencang, pernapasan
tidak terkontrol, pada keadaan ini lambung merenggang dan di usus halus muncul aktivitas anti
peristaltik yang menyalurkan isi usus halus ke bagian atas lambung. Gejala-gejala tersebut
kemudian di ikuti oleh menurunnya bagian pangkal tenggorokan, nafas ditahan, katup esophagus
dan lambung relaksasi. selanjutnya timbul kontraksi runtut dari diafragma serta otot-otot
pernafasan di ikuti oleh lambung yang memuntahkan isinya. Mual muntah pada kehamilan
trimester pertama umumnya bersifat ringan dan merupakan kondisi yang dapat diatur sesuai
dengan keadaan ibu hamil. Dampak dari mual muntah pada ibu hamil dapat menimbulkan
gangguan nutrisi, dehidrasi, kelemahan, penurunan berat badan, serta ketidakseimbangan
elektrolit, bila tidak ditangani mual muntah ini akan bertambah berat menjadi hiperemesis
gravidarum (Ardani, 2014).

Trimester pertama kehamilan merupakan masa yang penting ketika janin berada dalam
tahap awal pembentukan organ-organ tubuh (Juwita, 2015). Apabila janin mengalami
kekurangan gizi maka dapat mengganggu pertumbuhan organ. Selain itu juga dapat
mengakibatkan janin lahir dengan berat badan yang kurang. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi mual muntah pada masa kehamilan diantaranya farmakologis dengan memberikan
vitamin B6, tablet zat besi sebagai penambah darah, antihistamin, fenotiazin, metokploramid,
ondansentron, dan kortikosteroid. Efek samping dari vitamin B6 yaitu sakit kepala, mengantuk,
kesemutan pada tungkai (Haridawati, 2020). Non farmakologis dengan sering makan namun
dalam porsi kecil,menghindari makanan yang berbau menyengat, mengonsumsi makanan
berkarbohidrat tinggi, minum jus, mengurangi stress, dan komplementer (akupuntur,minum
peppermint tea,mengonsumsi permen mint,aromaterapi jahe,lemon,dan wedang jahe) (Tri
Susanti & Taqiyah, 2021).

Selama ini respon masyarakat terhadap masalah mual dan muntah (emesis gravidarum)
pada kehamilan trimeater pertama masih kurang, hal ini disebabkan karena masyarakat
menganggap mual muntah selama kehamilan merupakan hal biasa. Namun, sebagian besar ibu
hamil (80%) mengalami mual muntah setiap hari, sehingga mual muntah pada kehamilan muda
sangat mengganggu aktivitas sehari-hari karena tubuh akan menjadi lemas. Oleh karena itu,
penelitian dengan kasus emesis gravidarum sangat penting, karena emesis gravidarum
berdampak besar bagi ibu dan janin bahkan dapat menyebabkan kematian jika tidak segera
diatasi (Retni et al., 2020). Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
literature review terhadap artikel-artikel yang meneliti tentang pengaruh hormon Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) dan usia ibu hamil terhadap emesis gravidarum pada kehamilan
trimester pertama.

2.2 Tujuan
Mengonfirmasi kehamilan dengan cara mendeteksi ada atau tidaknya hormon kehamilan
(hCG). Human chorionic gonadotropin (hCG) adalah preparat hormon yang digunakan untuk
mengatasi infertilitas atau ketidaksuburan pada wanita. Obat ini tersedia dalam bentuk suntik.
Secara alami, hormone hCG akan dihasilkan oleh plasenta di awal kehamilan untuk menjaga
agar corpus luteum tetap memproduksi progesteron.

2.3 Landasan Teori


2.3.1 Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah suatu proses yang alamiah dan fisiologis,yang memiliki organ
reproduksi sehat, dan ketika seorang wanita melakukan hubungan seksual dengan
seorang pria yang mengakibatkan bertemunya sel telur dengan sel mani (sperma) yang
disebut pembuahan atau fertilisasi. Pembuahan (fertilisasi) ini terjadi pada ampula
tuba. Pada proses fertilisasi, sel telur dimasuki oleh sperma sehingga terjadi proses
interaksi hingga berkembangan menjadi embrio (Mandriwati dkk, 2017).
Kehamilan didefenisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu
atau 10 bulan lunar atau 9 bulan kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3
trisemester, dimana trimester satu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke 13hingga minggu ke 27) dan trimester ketiga ada 13 minggu
( minggu ke 28 hingga minggu ke 40) (sarwono, 2014).

2.3.2 Fisiologi Kehamilan


Sebelum mengetahui apakah seseorang hamil atau tidak, terlebih dahulu
harus mengetahui tanda dan gejala dalam kehamilan seperti tanda tidak pasti,
tanda kemungkinan, tanda pasti hamil sebagai berikut:
1. Tanda Tanda Kehamilan
Menurut (Kusmiyati, 2013) tanda gejala kehamilan adalah sebagai berikut
yakni:
a. Tanda yang tidak pasti (Probable Signs)
Tanda presumtif atau tanda tidak pasti kehamilan mempunyai ciri sebagai
berikut: Amenorhea (tidak mendapatkan haid) karena terjadi konsepsi dan
nidasi yang menyebabkan tidak terjadinya pembentukan folikel de graff dan
ovulasi dan membuat menstruasi tidak terjadi, Mual dan Muntah (merupakan
gejala umum, mulai dari rasa tidak enak sampai muntah yang
berkepanjangan), Mastodinia (rasa kencang dan sakit pada payudara
disebabkan payudara membesar karena pengaruh estrogen dan progesteron),
Konstipasi atau Obstipasi (yang menghambat peristaltic usus/ tonus otot
menurun sehingga kesulitan untuk BAB), gangguan kencing.

b. Tanda Kemungkinan Hamil (Probability Sign)


Tanda kemungkinan hamil menurut mempunyai ciri sebagai berikut :
 Tanda Hegar
Berupa perlunakan pada daerah isthmus uteri, sehingga daerah tersebut
pada penekanan mempunyai kesan lebih tipis dan uterus mudah
difleksikan. Tanda ini mulai terlihat pada minggu ke 6 dan menjadi nyata
pada minggu ke 7-8.
 Tanda Goodel
Adalah pelunakan serviks. pada wanita yang tidak hamil serviks seperti
ujung hidung, sedangkan pada wanita hamil melunak seperti bibir.
 Tanda Chadwick
Perubahan warna menjadi keunguan pada vulva dan mukosa vagina
termasuk juga porsio dan serviks.
 Tanda Mc Donald
Fundus uteri dan serviks bisa dengan mudah diflesikan satu sama lain
dan
tergantung pada lunak atau tidaknya jaringan isthimus
 Kontraksi Uterus
Tanda ini muncul belakangan dan pasien mengeluh perutnya kencang,
tetapi tidak disertai rasa sakit.
 Teraba Ballotement
Ketukan yang mendadak pada uterus menyebabkan janin bergerak dalam
cairan ketuban yang dapat dirasakan oleh tangan pemeriksa.
 Pemeriksaan tes biologis kehamilan (planotest) positif
Pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi adanya human
chorionicgonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh sinsiotropoblastik sel
selama kehamilan.
c. Tanda Pasti (Positif)
 Tanda pasti hamil adalah data atau kondisi yang mengindikasikan adanya
buah kehamilan atau bayi yang diketahui melalui pemeriksaan yang
direkam oleh pemeriksa. (Kusmiyati, 2013) Denyut jantung janin (DJJ)
Dapat didengar dengan stetoskop laenec pada minggu 17-18 pada orang
gemuk, lebih lambat. Dengan stetoskop ultrasonic (Doppler), DJJ dapat
didengarkan lebih awal lagi, sekitar minggu ke-12. Melakukan auskultasi
pada janin bisa juga mengidentifikasi bunyi-bunyi yang lain, seperti:
bising tali pusat, bising uterus dan nadi ibu.
 Gerakan janin dalam Rahim Gerakan janin bermula pada usia kehamilan
mencapai 12 minggu tetapi baru dapat dirasakan oleh ibu pada usia
kehamilan 16-20 minggu. Bagian tubuh janin juga dapat dipalpasi dengan
mudah mulai usia kehamilan 20 minggu.

2.3.3 Jenis-jenis plano test

Pengujian ini bisa dilakukan di rumah dengan alat tes kehamilan sederhana (test
pack atau strip test), maupun di rumah sakit dengan mengambil sampel darah yang
diperiksa di laboratorium. Jenis-jenis plano test adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel darah


Pada metode ini, tujuan plano test adalah untuk mengetahui kadar beta-
hCG di dalam tubuh Anda. Lewat tes ini, hCG sudah bisa terdeteksi secepat-
cepatnya 11 hari setelah pembuahan. Oleh karena itu, jenis tes memaparkan
hasil tes kehamilan secara tepat akurat dan tepat untuk dibandingkan dengan
test pack. Metode dengan sampel darah juga bisa mengetahui usia kehamilan,
mendeteksi kondisi abnormal (misalnya kehamilan ektopik), potensi
keguguran, hingga Sindrom Down pada janin. Lewat plano test ini, level hCG
di dalam tubuh Anda akan terlihat secara detail dan dinyatakan dalam mili-
unit internasional hormon hCG per mililiter darah (mIU/mL). Kadar hCG itu
bisa memperlihatkan usia kehamilan Anda, dengan acuan berikut ini:
 4 minggu: 0-750 mIU/mL
 5 minggu: 200-7.000 mIU/mL
 6 minggu: 200-32.000 mIU/mL
 7 minggu: 3.000-160.000 mIU/mL
 8-12 minggu: 32.000-210.000 mIU/mL
 13-16 minggu: 9.000-210.000 mIU/mL
 16-29 minggu: 1.400-53.000 mIU/mL

Jika Anda tidak hamil, kadar hCG seharusnya di bawah 10 mIU/mL. Apabila
hasil menunjukkan nilai hCG  di bawah rata-rata, kemungkinan ada yang
salah dengan perkiraan waktu konsepsi, potensi keguguran, hingga kehamilan
ektopik. Sebaliknya, jika hasil menunjukkan kadar hCG di atas rata-rata, bisa
jadi Anda mengalami kehamilan anggur atau kehamilan kembar (dua atau
lebih). Untuk memastikannya, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan
tambahan, seperti pemindaian ultrasonografi (USG).

2. Pemeriksaan urine
Selain mengalir dalam darah, hormon hCG juga dikeluarkan lewat urine.
Oleh karena itu, cara menggunakan plano test adalah dengan memakai alat
pemeriksaan tes rumahan alias test pack. Alat sederhana ini banyak dipilih
oleh wanita karena praktis, murah, dan mudah digunakan. Berdasarkan
penelitian yang dipaparkan pada Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, agar hasil
pemeriksaan kehamilan ini akurat, Anda harus mengikuti cara pakai yang
tertera di kemasan test pack. 

Biasanya, cara pakai uji kehamilan menggunakan urine adalah sebagai


berikut:
 Tampung sampel urine Anda di wadah
 Masukkan stik ke dalam sampel sampai tanda garis
 Diamkan sebentar hingga urine meresap dan naik ke bagian atas test
pack
 Angkat stik, kemudian baca hasilnya

Berbeda dari pengambilan sampel darah, hasil plano test dengan alat rumahan ini
hanya berupa tanda positif (atau dua garis) atau negatif. Jangan membaca hasil test
pack yang sudah didiamkan lebih dari 3 menit, karena bisa menunjukkan test pack
positif palsu. Yang dimaksud positif semu adalah hasil tes positif padahal Anda tidak
sedang hamil. Hasil ini bisa muncul karena adanya evaporasi yang mengakibatkan
munculnya hasil test pack samar.

Anda juga bisa mendapat hasil negatif, padahal positif hamil, jika kadar hCG dalam
urine masih sedikit (misalnya karena usia kehamilan masih sangat muda). Apabila
Anda yakin tengah hamil, lakukan pemeriksaan kembali dengan stik ini dalam
beberapa hari kemudian, atau kunjungi dokter untuk menjalani tes USG. Meski
demikian, jika digunakan dengan benar, test pack mampu menunjukkan akurasi
99.9%.

Faktor yang memengaruhi hasil plano test

Selalu ada risiko kesalahan hasil, baik itu dengan urine maupun darah. Pada tes
menggunakan darah misalnya, hasil Anda bisa menunjukkan positif semu maupun
negatif semu kehamilan jika:
1. Sedang mengonsumsi obat yang mengandung hCG
Adanya kandungan obat ini di dalam darah dapat menaikkan kadar hCG
Anda, meski tidak sedang hamil. Obat yang mengandung hCG misalnya obat
fertilitas, misalnya suntikan choriogonadotropin alfa.
2. Tumor sel germinal
Tumor ini bisa bersifat jinak atau malah berkembang menjadi kanker, dan
biasanya ditemukan pada organ reproduksi wanita.
3. Gangguan organ pituitari 
Organ ini bekerja dengan cara mensekresi hormon ke aliran darah pituitari
menghasilkan hormon untuk reproduksi wanita seperti FSH dan LH dimana
jika ia terganggu akan mempengaruhi kadar HCG.

Positif semu pada pemeriksaan dengan stik plano test memang jarang ditemui,
tetapi bisa saja terjadi karena alasan yang sama di atas. Kadar hCG juga biasanya
masih tinggi saat Anda baru keguguran atau mengalami hamil anggur.

2.3.4 Persiapan Alat dan Bahan


1. Alat dan bahan
a. Alat :
 Hand scoon
 Test pack
 Objek glass

b. Bahan :
 Urin pagi

2. Cara kerja/ metode pemeriksaan

Metode Strip Test


1) Persiapkan alat dan bahan serta dikondisikan pada suhu ruang (15-30oC).
2) Selanjutnya strip test dibuka dan diharapkan untuk sesegera mungkin
digunakan,
3) setelah itu strip test dicelupkan secara vertikal ke dalam urin dengan
tanda panah mengarah ke bawah dan saat pencelupan urin tidak boleh
melewati garis maksimal dari strip.
4) Setelah itu dicelupkan selama 10-15 detik, kemudian diangkat dan
diletakkan pada tempat datar dan kering untuk menghindari kontaminasi.
5) Hasil test diinterpretasikan dalam waktu 3 menit. Hasil yang dibaca lebih
dari 3 menit dapat menimbulkan negatif palsu.

1.3.5 Interpretasi hasil

a. Negatif: Hanya terdapat satu tanda merah yang muncul pada bagian control line
(C) dan tidak tampak garis merah pada bagian test line (T) (sensitiÞ tas 0 IU/ml)
b. Positif: terdapat 2 tanda merah, satu pada bagian test line (T) dan satu pada
bagian control line (C) (sensitiÞ tas 25 mIU/ml).

2.4 Kesimpulan
Plano test adalah pemeriksaan untuk mengkonfirmasi kehamilan dg cara mendeteksi
hormon hCG, dapat menggunakan sample darah atau urin. Plano test sebaiknya dilakukan 1-2
minggu sejak telat menstruasi untuk mendapatkan hasil tes yang akurat.
Berdasarkan hasil praktek kami pemeriksaan planotest yang diperiksa, didapatkan hasil
negative yang tidak mengandung HCG.
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, A. (2014). Perbandingan Efektifitas Pemberian Terapi Minuman Jahe Dengan Minuman
Kapulaga Terhadap Morning Sickness Pada Ibu Hamil Trimester I Di Kelurahan Ngempon
Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Journal Kebidanan, 1–11.

Derbent, A. U., Yanik, F. F., Simavli, S., Atasoy, L., Urün, E., Kuşçu, U. E., & Turhan, N. Ö.
(2011). First trimester maternal serum PAPP-A and free β-HCG levels in hyperemesis
gravidarum. Prenatal Diagnosis, 31(5), 450–453. https://doi.org/10.1002/pd.2715

Fania, P. (2011). Buku Pintar Hamil edisi pertama. In Second Hope.

Fitria, R. (2017). Pengalaman Ibu dengan Hiperemesis Gravidarum di Rumah Bersalin Sehat
Bondar Tambusai Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal, 2(2), 192–200.

Handayani, N., & Afiyah, R. K. (2019). Pengaruh Akupresur terhadap Penurunan Mual dan
Muntah pada Ibu Hamil di Praktek Mandiri Bidan Sidoarjo. Jurnal Kebidanan, XI(2), 102–
109.

Haridawati. (2020). Pengaruh Jahe (Zingiber Officinale) Hangat dalam Mengurangi Emesis
Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru. Jurnal Ilmu
Kebidanan (Journal of Midwifery Sciences), 9(1), 1–7.

Harti, A. S., Estuningsih, & Nurkusumawati, H. (2013). Pemeriksaan HCG (human chorionic
gonadotropin) untuk deteksi kehamilan dini secara immunokromatografi. Jurnal
Kesmadaska, 1(1), 1–4.

Hikmatulloh, Rahmawati, A., Wintana, D., & Ambarsari, D. A. (2019). Penerapan Algoritma
Iterative Dichotomiser Three (Id3) Dalam Mendiagnosa Kesehatan Kehamilan. Klik -
Kumpulan Jurnal Ilmu Komputer, 6(2), 116. https://doi.org/10.20527/klik.v6i2.189

Irianti, B., Halida, E. M., Fitra Duhita, F. P., Yulita, N., Hartiningtyaswati, S., & Anggraini, Y.
(2014). Asuhan kehamilan berbasis bukti. In Sagung Seto. Sagung Seto.
Juwita, L. (2015). Literatur Review: Terapi Komplementer Akupresur pada Titik Perikardium 6
dalam Mengatasi Mual dan Muntah pada Kehamilan. Jurnal Ners Lentera, 3(1), 40–50.

Kartikasari, R. I. (2018). Derajat Kecemasan Ibu Hamil Dengan Kejadian Mual Muntah Pada
Trimester 1. Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 2(2), 69–74.

Mariza, A., & Ayuningtias, L. (2019). Penerapan akupresur pada titik P6 terhadap emesis
gravidarum pada ibu hamil trimester 1. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(3), 218–224.
https://doi.org/10.33024/hjk.v13i3.1363

Retni, A., Handayani, F., & Mohamad, I. S. W. (2020). Literature Review : Pemberian
Aromaterapi Essential Oil Lavender Terhadap Emesis Gravidarum Pada Kehamilan.
Journal of Borneo Holistic Health, 3(2), 140–150.

Somoyani, N. K. (2018). Literature Review: Terapi Komplementer untuk Mengurangi Mual


Muntah pada Masa Kehamilan. Jurnal Ilmiah Kebidanan, 8(1), 10–17.

Tri Susanti, E., & Taqiyah, B. (2021). Literature Review : Pemberian Minuman Jahe Hangat
terhadap Frekuensi Mual dan amauntah pada Kehamilan Trimester I. Jurnal Keperawatan,
7(2), 24–36.

TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


MiftaHulwardah NIP 19780701 2000 03 2001
NIM 2022202265
BAB III
PENDAHULUAN
(PERKEMBANGAN JANIN)

3.1 Latar Belakang masalah


Beberapa pihak mungkin hingga saat ini masih berpendapat bahwa perkembangan anak
bermula ketika anak dilahirkan ke dunia. Namun faktanya, perkembangan individu bias diamati
sejak awal terjadinya ovulasi (Aprilia, 2020). Pendidikan anak juga eloknya dilakukan sedini
mungkin, sejak janin atau sejak anak dalam kandungan (Indrajati, 2017). Dengan kata lain, masa
mengandung/kehamilan atau periode pranatal digadang-gadang sebagai salah satu periode paling
penting sepanjang kehidupan seseorang. Banyak aspek perkembangan yang terbentuk sejak bayi
masih berada dalam kandungan.
Periode prenatal merupakan salah satu periode yang perlu mendapat perhatian lebih jika
ingin bayi dalam kandungan terlahir menjadi bayi yang sehat dan mampu mengikuti pola
perkembangan normal atau bahkan mencapai tumbuh kembang yang maksimal. Pada periode
pranatal terjadi perkembangan yang relatif singkat namun sangat cepat. Kondisi selama
kehamilan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada perkembangan janin dan pada
tahaptahap
perkembangan emosi dan intelektualnya kelak. Para ahlimenyebut masa ini sebagai masa
perubahan evolusi janin dalam kandungan. Kondisi janin dalam kandungan sangat rentan
terhadap
pengaruh lingkungan hidupnya. Pengaruh lingkungan hidup ini dapat berupa taraf kesehatan,
kebiasaan, serta perilaku baik dan tidak baik dari ibu (Kambali, 2018).
Pendidikan anak selama periode pranatal perlu diperhatikan karena dalam periode
tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan awal bagi anak (Hasanah et al., 2020).
Setyaningsih (2017) melakukan penelitian terkait stimulasi pada masa janin dan pengaruhnya
terhadap temperamen bayi yang dilahirkan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara pemberian stimulasi pada janin dalam kandungan terhadap
temperamen bayi yang dilahirkan. Ibu yang memberikan stimulasi pada janin selama masa
kehamilannya, memiliki peluang sebesar 5.611 kali untuk melahirkan bayi dengan temperamen
yang mudah. Sebaliknya, ibu yang tidak memberikan stimulasi janin selama masa pranatal
memiliki resiko 5.611 kali akan melahirkan bayi dengan temperamen yang tidak mudah
(Setyaningsih, 2017). Hasil penelitian-penelitian tersebut menggambarkan pentingnya
pemahaman tentang periode pranatal, pengaruhnya terhadap pola perkembangan anak
kedepannya, dan stimulasi masa pranatal untuk optimalisasi perkembangan anak kedepannya.
Hanya saja, tidak semua orang tua menyadari dan memiliki pengetahuan yang memadai terkait
hal tersebut. Hasil penelitian di Yogyakarta pada tahun 2017 menyimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang pendidikan anak dalam kandungan berada dalam kategori cukup,
sedangkan pengetahuan ibu hamil terkait tahap-tahap perkembangan pendidikan anak dalam
kandungan termasuk dalam kategori kurang (Rozalina, 2017).
Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa 16% anak usia di bawah lima tahun
mengalami gangguan perkembangan, seperti gangguan perkembangan motorik dan gangguan
keterlambatan bicara. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya stimulasi perkembangan,
dimana stimulasi perkembangan ini sebenarnya dapat dimulai sejak bayi masih dalam kandungan
(Khasanah et al., 2014). Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, tidak hanya para ibu untuk
mengetahui hal-hal penting terkait periode pranatal dan pengaruhnya terhadap pola
perkembangan anak kedepannya.
Keluarga dan lingkungan terdekat anak adalah pondasi awal bagi tumbuh kembang anak
(Ulfa & Na’imah, 2020). Dengan kata lain, orang tua dan lingkungan terdekat anak memiliki
dampak yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak (Irmaet al., 2019). Andil orang tua
sebagai guru utama dalam keluarga dapat menjadi maksimal jika disertai dengan keterampilan
orang tua dalam menerapkan pola asuh yang tepat (Wiguna, 2020).
Pola yang digunakan orang tua dalam mengasuh anak merupakan keseluruhan interaksi
orang tua dan anak, dengan tujuan memberikan stimulasi atau perangsangan kepada anak agar
dapat membentuk pengetahuan, tingkah laku, dan nilai-nilai yang dianggap baik oleh orang tua
(Sunariyadi & Yuni Andari, 2021). Hal ini dapat dilakukan sejak periode pranatal atau masa
kehamilan. Maka penting bagi orang tua dan keluarga untuk hadir dan memberikan perhatian
yang memadai pada proses tumbuh kembang anak-anak mereka.

3.2 Tujuan
Mendeskripsikan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan janin dengan benar.

3.3 Landasan Teori


3.3.1 Konsep Dasar Konsepsi
1. SEL TELUR (OVUM)
Saat ovulasi, ovum keluar dari folikel ovarium yang pecah. Kadar esterogen
yang tinggi meningkatkan gerakan tuba uterina, sehingga silia tuba tersebut
dapat, menangkap ovum dan menggerakkannya sepanjang tuba menunggu
rongga rahim. Ovum tidak dapat berjalan sendiri. Ada dua lapisan jaringan
pelindung yang mengelilingi ovum. Lapisan  pertama berupa membran tebal
tidak berbentuk, yang disebut zona pelusida. Lingkaran luar yang disebut
korona radiata, terdiri dari sel-sel oval yang dipersatukan oleh asam
hialuronat. Ovum dianggap subur selama 24 jam setelah ovulasi. Apabila
tidak difertilisasi oleh sperma, ovum bergenerasi dan direabrsorbsi.

2. SEL MANI (SPERMATOZOON)


 Bentuknya seperti kecebong, terdiri atas kepala: berbentuk lonjong
agak gepeng seperti inti (nukleus): leher yang menghubungkan kepala
dengan bagian tengah dan ekor yang dapat bergetar sehingga sperma
dapat bergerak dengan cepat. Panjang ekor kira-kira 10 kali bagian
kepala.
 Ejakulasi pada hubungan seksual dalam kondisi normal
mengakibatkan  pengeluaran semen yang mengandung 200 sampai
500 juta sperma ke dalam vagina.
 Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ovum adalah 4
sampai 6 jam. Sperma akan tetap hidup dalam sistem reproduksi
wanita selama 2 sampai 3 hari. Kebanyakan sperma akan hilang di
vagina, di dalam lendir serviks, di endometrium, sperma memasuki
saluran yang tidak memiliki ovum. Sewaktu sperma berjalan melalui
tuba uterina, enzim-enzim yang dihasilkan di sana akan membantu
kapasitasi sperma. Kapasitasi ialah perubahan fisiologi yang membuat
lapisan pelindung lepas dari kepala sperma. sehingga terbentuk lubang
kecil di akrosom, yang memungkinkan enzim (seperti hialuronidase)
keluar. Enzim-enzim ini dibutuhkan agar sperma dapat menembus
lapisan  pelindung ovum fertilisasi.

3. FERTILISASI DAN IMPLANTASI


 Fertilisasi
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma
dengan sel telur di tuba falopii.
Konsepsi: Konsepsi merupakan suatu penyatuan satu telur dan sperma
untuk menentukan awalnya kehamilan. Tetapi kejadian ini tidak
terjadi hanya dengan sendirinya. Rangkaian kejadian sebenarnya
terjadi didalamnya termasuk pembentukan gamet (telur dan sperma),
ovulasi (lepasnya telur), penyatuan gamet dan implantasi embrio pada
uterus. Hanya setelah seluruh kejadian ini berhasil maka proses
perkembangan embrio dan fetal dimulai.
 Implantasi
Implantasi atau nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil
konsepsi ke dalam endometrium. Pada akhir minggu pertama ( hari ke
5 sampai ke 7 ) zygot mencapai cavum uteri. Pada saat itu uterus
sedang  berada dalam fase sekresi lendir dibawah pengaruh
progesteron dari korpus luteum yang masih aktif. Sehingga lapisan
endometrium dinding rahim menjadi kaya pembuluh darah dan
banyak muara kelenjar selaput lendir rahim yang terbuka dan aktif.
Kontak antara zigot stadium  blastokista dengan dinding rahim pada
keadaan tersebut akan mencetuskan  berbagai reaksi seluler, sehingga
sel-sel trofoblast zigot tersebut akan menempel dan mengadakan
infiltrasi pada lapisan epitel endometrium uterus ( terjadi implantasi).

3.3.2 Perkembangan janin


Kehidupan janin di dalam rahim ibu (intrauterus) dibagi menjadi tiga fase
pertumbuhan yaitu fase germinal, embrional dan fetus (janin) :

1. Fase Germinal
Berlangsung pada waktu 10 -14 hari setelah pembuahan. Zigot (hasil
pembuahan) berkembang cepat 72 jam setelah pembuahan, membelah diri
menjadi 32 sel dan sehari kemudian sudah 72 sel. Pembelahan ini
berlangsung terus sampai menjadi 800 milyar sel atau lebih, dan dari sinilah
manusia tumbuh berkembang.
Dalam fase germinal ini terbentuklah saluran yang menempel pada uterus
yang dicapai selama 3-4 hari yang kemudian berubah bentuk menjadi
“blastocyst“ yang terapung bebas dalam uterus selama satu atau dua hari.
Beberapa sel sekitar pinggiran blastocyst membentuk piringan embrionik
(embryonic disk) merupakan massa sel yang tebal dan dari sinilah bayi akan
tumbuh. Massa ini mengalami deferensiasi menjadi tiga lapisan, bagian atas
yaitu ektoderm, bagian bawah endoderm dan lapisan tengah mesoderm.
 Ektoderm
Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku, rambut
gigi, organ perasa dan system syaraf termasuk otak dan sumsum
tulang belakang.
 Endoderm
Lapisan bagian bawah ini akan membentuk system pencernaan, hati,
pancreas, kelenjar ludah, system pernafasan.
 Mesoderm
Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan
berkembang dan berdeferensiasi menjadi lapisan kulit bagian dalam,
urat daging, kerangka, sistem ekskresi dan system sirkulasi.

2. Fase Embrional
Berkembang mulai pada 2 – 8 minggu setelah pembuahan. Selama fase ini
system pernafasan, pencernaan, system syaraf dan tubuh tumbuh dan
berkembang cepat. Pada periode pertumbuhan embrional ini sangatlah peka
terhadap pengaruh lingkungannya. Keadaan tidak normal atau cacat pada
waktu lahir dapat terjadi karena adanya gangguan pada masa kandungan tiga
bulan pertama.
Selama periode pertumbuhan embrio terjadi pembelahan sel, dan relatif
lebih cepat dari periode lainnya. Pertumbuhan embrio yang cepat tersebut
menunjukkan kebutuhan oksigen dan zat gizi tinggi untuk setiap unit massa
embrio. Hal ini menyebabkan embrio sensitif terhadap perubahan suplai gizi
dan oksigen. Pada saat ketersediaan oksigen menurun atau kekurangan zat
gizi tertentu dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan yang permanen
(Rosso, 1990)

3. Fase Fetus (Janin)


Berkembang delapan minggu setelah pembuahan. Sel tulang pertama
mulai tumbuh dan embrio menjadi janin. Dari periode ini sampai saat
kelahiran bentuk tubuh makin sempurna, bagian-bagian tubuh tumbuh dengan
laju yang berbeda-beda dan janin sendiri tumbuh memanjang sampai kira-kira
20 kalinya.
Selama janin tumbuh dan berkembang, total cairan tubuh menurun dari 92
menjadi 72 persen. Perubahan ini diikuti oleh peningkatan protein dan lemak
terutama selama dua bulan terkahir kehamilan, dimana peningkatan protein
lebih banyak dari pada lemak. Selain itu pada janin terjadi pula pertambahan
yang nyata pada natrium, kalsium dan besi. Natrium terutama terdapat dalam
cairan ekstraseluler dan dalam tulang, sedang kalium terdapat dalam cairan
intraseluler berkaitan dengan massa sel.
Kegiatan janin selama dalam kandungan selain menghisap zat gizi dan
bernafas, janin juga bergerak aktif seperti menyepak, berputar, melengkung
dan menggenggam. Selain itu janin mampu melakukan respon terhadap
rangsangan suara atau getaran. Janin juga peka terhadap kondisi kejiwaan
ibunya, misalnya ibu yang mengandung merasa takut, sedih atau cemas maka
janin akan melakukan gerakan-gerakan yang lebih cepat. Demikian pula
apabila si ibu kelelahan. Respon tersebut diduga karena adanya perubahan
sekresi kelenjar yang terjadi dalam tubuh ibunya.
3.3.3 Adaptasi Janin di Intrauteri Dan Ekstrauteri
1. Pengertian Pertumbuhan Janin Intrauteri
Pertambahan BB, TB, LK, LD atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel pada
tubuh merupakan pengertian dari pertumbuhan (Dewi, 2014). Pertumbuhan janin
tergantung pada nutrisi maternal yang tepat sehingga proses transfer nutrisi dan
oksigen terpenuhi ketika melintasi plasenta (Holmes, 2011).
Menurut Mochtar (2013) Pertumbuhan janin akan bertambah seiring dengan
pertambahan usia kehamilan sampai usia kehamilan matur. Kehamilan matur tterjadi
apabila umur kehamilan sekitar 280 hari atau 10 bulan Arab (lunar Months) yang
dihitung sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Perkembangan ovum yang telah
dibuahi pada 2 minggu pertama merupakan hasil dari konsepsi, sedangkan mingu
ketiga dan keenam disebut dengan embrio, serta disebut dengan fetus apabila >6
minggu.

Di Indonesia, kriteria janin matur atau cukup bulan adalah sebagai berikut :
1. Cukup bulan, yaitu 40 pekan lamanya dalam kandungan
2. Sehat dan sempurna, yaitu tumbuh dengan panjang 48-50 cm dan berat badan
2750 – 3000 gr Berikut adalah tabel perubahan-perubahan dan organogenesis
yang terjadi pada berbagai periode kehamilan.

Umur Kehamilan Panjang Fetus Pembentukan Organ

4 minggu 7,5 – 10 mm Rudimen mata, telinga dan hidung


Hidung, telinga, jari jemari mulai dibentuk.
8 minggu 2,5 cm
Kepala menekuk ke dada
Daun telinga lebih jelas, kelopak mata
melekat, leher mulai terbentuk, genetalia
12 minggu 9 cm
eksterna terbentuk tetapi
belum berdiferensiasi
Genetalia eksterna terbentuk dan dapat
16 minggu 16 – 18 cm
dikenal, kulit tipis dan warna merah
Kulit lebih tebal, rambut mulai tumbuh di
20 minggu 25 cm kepala, dan rambut halus (lanugo) tumbuh
dikulit
Kedua kelopak mata ditumbuhi alis dan bulu
mata serta kulit keriput. Kepala besar. Jika
24 minggu 30 – 32 cm
lahir, dapat bernafas tetapi hanya bertahan
hidup beberapa jam saja.
Kulit berwarna merah dan ditutupi verniks
28 minggu 35 cm kaseosa. Jika lahir dapat bernafas, menangis
pelan dan lemah. Bayi imatur
32 minggu 40 – 43 cm Kulit merah dan keriput. Jika lahir, tampak
seperti orang tua kecil (little old man)
36 minggu 46 cm Muka berseri tidak keriput. Bayi premature
Bayi cukup bulan. Kulit licin, verniks
kaseosa banyak, rambut kepala tumbuh baik,
organ-organ baik. Pada pria, testis sudah
sudah berada dalam skrotum, sedangkan
40 minggu 50 – 55 cm
pada wanita, labia mayora berkembang baik.
Tulang-tulang kepala menulang. Pada 80%
kasus, telah berbentuk pusat penulangan pada
epifisis tibia proksima
Sumber : Mochtar (2013)

2. Adaptasi ke kehidupan ekstrauterin


a. Setelah anak lahir anak bernapas untuk pertama kalinya.maka, terjadilah
penurunan tekanan dalam arteri pulmonalis sehingga banyak darah yang
mengalir ke paru-paru.
b. Ductus arteriosus tertutup satu sampai dua menit setelah anak bernapas
c. Dengan terguntingnya tali pusat, darah dalam vena cava inferior berkurang.
Dengan demikian, tekanan dalam atrium atau serambi kanan berkurang.
d. Sebaliknya, tekanan dalam atrium kiri bertambah sehingga menyebabkan
penutupan voramen ovale.
e. Sisa ductus arteri menjadi ligamentum arteriosus.
f. Sisa ductus venosus menjadi ligamentum teres hepatic.
g. Arteri umbilikal menjadi ligamentum pesikoumbilical lateral kiri dan kanan

3.3.4 Persiapan alat dan bahan


1. Alat dan Bahan
1. Alat
 Pisau curter
 Gunting

2. Bahan
 Steroform
 Karton
 Lem fox
 Stempel kertas

2. Cara kerja
1) Siapkan steroform dan kertas karton
2) Gambar perkembangan janin di karton
3) Kemudian gunting gambar yang sudah Digambar dan ditempelkan ke
steroformnya
4) Pada saat menempel gambarnya diberi sedikit lem agar merekat ke steroformnya
5) Setelah itu potong steroform sesuai dengan gambar yang sudah ditempelkan.

3.3.5 Interpretasi hasil

1. Trimester Pertama
 Pada minggu ke-3 kehamilan, sel telur yang telah dibuahi akan mulai berkembang
dan membentuk sebuah kantung yang berisi bakal janin (embrio) dan plasenta. Sel
darah janin pun mulai terbentuk dan ratusan sel lainnya ikut berkembang, lalu
sirkulasi darah pun dimulai.
 Pada akhir minggu ke-4, tabung jantung janin sudah ada dan dapat berdenyut
hingga 65 kali dalam satu menit. Di akhir bulan pertama kehamilan, janin sudah
berukuran sepanjang 0,6 cm, lebih kecil dari butiran nasi.Ibu hamil juga mulai
mengalami gejala kehamilan, seperti mudah lelah dan payudara yang membesar.
Peningkatan hormon kehamilan HCG juga menyebabkan menstruasi terhenti, dan
hal ini merupakan salah satu tanda awal kehamilan.
 Pada minggu ke-6, wajah dengan lingkaran besar untuk mata, hidung, mulut,
telinga serta rahang bawah dan tenggorokan sudah mulai terbentuk. Janin sudah
mulai terlihat melengkung seperti huruf C.
 Pada minggu ke-7, janin mulai membentuk tangan dan kaki, dan rahim kini telah
berukuran dua kali lipat.
 Pada minggu ke-8 hingga ke-10 kehamilan, janin telah berhasil melalui masa
kritis dari perkembangan organ dan struktur tubuhnya, telah berukuran hampir 3
cm panjangnya, semakin banyak bergerak, dan semakin terlihat seperti manusia.
Pada minggu ini, bayi dalam kandungan telah siap untuk berkembang.
 Pada minggu ke-11 hingga 13, otak bayi akan berkembang dengan pesat,
ginjalnya mulai mengeluarkan urine dan jari-jarinya telah bisa mengepal seperti
tinju. Memasuki minggu ke-12, alat kelamin bayi sudah mulai dibentuk. Panjang
bayi di trimester pertama ini akan mencapai 8 cm.

2. Trimester Kedua
 Pada minggu ke-14 hingga ke-15, indera perasanya terbentuk dan ia sudah mulai
bisa mendeteksi cahaya.
 Pada minggu ke-16 hingga ke-18, bayi akan mengalami lonjakan pertumbuhan
dan alat kelaminnya telah terbentuk dengan baik sehingga bisa terlihat saat
pemeriksaan USG.
 Pada minggu ke-19, bayi dalam kandungan sudah bisa mendengar suara Anda.
Memasuki minggu ke-20, bayi akan lebih banyak menelan dan memproduksi
kotoran atau mekonium.
 Pada minggu ke-21 hingga ke-22, bayi sangat aktif dan semakin terlihat seperti
manusia kecil. Bayi juga sudah mulai menumbuhkan alis dan rambut di usia
minggu ke-25, serta berat badannya semakin bertambah karena sudah memiliki
lemak.
 Pada minggu ke-26, bayi mulai bisa menghirup dan mengeluarkan cairan plasenta
(air ketuban) yang merupakan pertanda baik, karena dengan demikian ia sekaligus
berlatih untuk bernapas.
 Pada minggu ke-27, bayi dalam kandungan Anda telah bisa membuka dan
menutup matanya, menghisap jari-jarinya, bahkan cegukan. Anda mungkin
merasa geli ketika ia melakukan hal ini.

3. Trimester Ketiga
Memasuki trimester ketiga, berat bayi bisa mencapai 1 kg dengan otot dan paru-
paru yang makin berkembang. Kepalanya terus bertumbuh untuk mengikuti
perkembangan sel saraf di otaknya. Kulitnya yang keriput menjadi semakin halus akibat
lemak tubuhnya yang terus bertambah.
Ia sudah bisa berkedip, bulu mata dan kukunya tumbuh, dan rambutnya lebih banyak.
Pada trimester akhir ini, bayi akan lebih banyak menambah berat badannya, hingga secara
keseluruhan bisa mencapai sekitar 3 kg dengan panjang 48 cm.
 Pada minggu ke-31 hingga ke-33, tendangan bayi akan lebih terasa kuat dan Anda
mungkin mulai mengalami kontraksi palsu. Rahim yang kian membesar bisa
menyebabkan nyeri ulu hati dan sesak napas. Anda juga akan semakin merasa
tidak nyaman berada di tempat tidur.
 Pada minggu ke-34, sistem saraf pusat dan paru-parunya akan semakin matang
dan pergerakan tidak sesering atau seheboh sebelumnya. Bayi dalam kandungan
akan semakin turun ke area panggul pada minggu ke-36 seiring tanggal persalinan
mendekat.
 Pada minggu ke-37, Anda akan lebih sering mengalami keputihan dan kontraksi.
Selama kehamilan, Anda disarankan untuk mewaspadai gejala-gejala dari kondisi
yang bernama preeklamsia, yaitu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah, terdapat protein di urine, serta pembengkakan di
kaki.
 Air ketuban Anda mungkin akan pecah pada minggu ke-39. Jika ini terjadi,
artinya Anda ak (2022) (2022)an memasuki proses persalinan. Segera hubungi
dokter, bidan, atau rumah sakit tempat Anda berencana melahirkan untuk
mendapatkan pertolongan.

3.4 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat saya ambil Ketika berusia 9 bulan, tubuh janin sudah terbentuk
lebih sempurna. Mata dan telinga sudah dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Janin pun lebih
peka terhadap sentuhan dan cahaya serta bagian paru-parunya sudah hampir sempurna. Panjang
janin umumnya mencapai 46–51 cm, dengan berat kira-kira 2,5–3,2 kg.

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, W. (2020). Perkembangan Pada Masa Pranatal dan Kelahiran. Yaa Bunayya: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1). https://doi.org/https://doi.org/10.2 4853/yby.4.1.39-56

Hasanah, N. M., Fahmi A, D., & Febri H, A. (2020). Perkembangan Kognitif, Fisik, dan Emosi
Sosial Pada Masa Prenatal. Wisdom: Jurnal PendidikanAnak Usia Dini, 1(2), 22–43.
https://doi.org/https://doi.org/10.2 1154/wisdom.v1i2.2320

Indrajati, H. (2017). Perkembangan dan Pendidikan Masa Pranatal: Mendidik Anak Sejak
dalam Kandungan melalui Stimulasi Prenatal. KENCANA.
http://118.98.227.122/libdikbud/ind ex.php?p=show_detail&id=40122

Kambali, K. (2018). Pertumbuhan dan Perkembangan Emosional serta Intelektual di Masa


Prenatal. Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 4(2, Sept), 129–148.
https://doi.org/10.5281/zenodo.355 5419

Romauli, Suryati.2011.Buku Ajar Asuhan Kebidanan I Konsep Dasar Asuhan


Kehamilan.Yogyakarta;NuhaMedika

Rozalina, E. (2017). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang Pendidikan Anak dalam
Kandungan di Puskesmas Prambanan Sleman Yogyakarta. In Skripsi (Vol. 87¥, Issue 1,2).

Setyaningsih, M. M. (2017). Analisa Pengaruh Stimulasi Janin terhadap Temperamen Bayi


(Suatu Penelitian Retrospektif pada Bayi Berusia 2-3 Bulan). Jurnal Keperawatan Malang
(JKM), 2(1), 8–17.
Sunariyadi, N. S., & Yuni Andari, I. A. M. (2021). Implikasi Pola Asuh Orang Tua Dalam
Penumbuhkembangan Karakter Anak Usia Dini. Kumarottama: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 1(1), 49–60. https://doi.org/10.53977/kumarotta ma.v1i1.266

Tresnawati,Frisca.2012.Asuhan Kebidanan Jilid 1 Panduan Lengkap Menjadi Bidan


Profesional.Jakarta: Prestasi Pustakarya

Wiguna, I. B. A. A. (2020). Pola Asuhdalam Penumbuhkembangan Karakter Toleransi Anak


Usia Dini di Lingkungan Minoritas. Prosiding STHD Klaten Jawa Tengah.

TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


MiftaHulwardah NIP 19780701 2000 03 2001
NIM 2022202265

BAB IV
PENDAHULUAN
(PROSES LAKTASI)

4.1 Latar Belakang Masalah


Peningkatan program ASI eksklusif merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah
dalam hal pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2014 mengenai
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Fakta di Indonesia menunjukkan bahwa cakupan ASI
eksklusif sebagai salah satu bentuk peningkatan gizi bayi cenderung menurun pada 3 tahun
terakhir ini (Depkes, 2011).
ASI merupakan makanan yang utama dan paling sempurna bagi bayi. Dimana ASI
mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai dengan kubutuhan bayi untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal (Perinasia, 2004). Badan kesehatan dunia (WHO)
merekomendasikan bahwa pemberian ASI harus dilakukan secara eksklusif, yakni pemberian
ASI selama 6 bulan pertama kehidupan bayi tanpa disertai makanan tambahan apapun (Roesli,
2011).
Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi dan
cenderung menurun 3 tahun terakhir (Depkes, 2011). Di Jawa Barat sendiri jumlah bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif terus menurun hanya sekitar 24% saja (Siswandi, 2010).
Proses pemberian ASI dilakukan melalui kegiatan laktasi. Proses laktasi merupakan
proses produksi dan sekresi ASI (Johnson & Wendy, 2005). Secara fisiologis, laktasi bergantung
pada 4 proses, yaitu proses pengembangan jaringan penghasil ASI dalam payudara, proses yang
memicu produksi ASI setelah melahirkan, proses untuk mempertahankan produksi ASI dan
proses sekresi ASI. Proses-proses ini berlangsung dari masa kehamilan hingga melahirkan dan
akhirnya menyusui (Farrer, 2001).
Melihat proses fisiologi dari laktasi itu sendiri yakni produksi dan sekresi ASI, maka
faktor-faktor yang berpengaruh pada proses laktasi antara lain posisi dan fiksasi bayi yang benar
pada payudara serta frekuensi dan durasi menyusui (Johnson & Wendy, 2005). Selain itu, nutrisi,
keadaan kesehatan ibu baik fisik maupun psikis serta keadaan payudara juga mempengaruhi
proses laktasi. Karena, proses laktasi merupakan hasil interaksi kompleks antara status nutrisi,
keadaan
kesehatan serta keadaan payudara ibu yang nantinya akan berpengaruh pada produksi dan
pengeluaran ASI (Carpenito, 2009).
Banyak faktor yang menyebabkan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif tidak
terlaksana dengan baik. Salah satunya adalah kesalahan pada tata laksana laktasi, yang
menyebabkan penurunan produksi ASI (sindrom ASI kurang). Sebagian besar ibu yang tidak
menyusui bayinya, bukan karena gangguan fisik melainkan lebih banyak karena kesalahan tata
laksana laktasi. Infant Feeding Survey pada tahun 200 menyebutkan bahwa sebesar 35% ibu
menyusui melaporkan mengalami masalah menyusui antara lain puting susu yang luka dan
masalah penempelan mulut bayi ke payudara. Sementara itu, sebagian besar ibu yang berhenti
menyusui di minggu kedua setelah melahirkan bukan karena faktor fisik dan psikologi ibu
melainkan karena masalah-masalah seperti adanya nyeri payudara saat menyusui, bayi sulit
menghisap karena kesalahan posisi, serta penjadwalan pemberian ASI karena menganggap
bahwa menyusui merupakan kegiatan yang menghabiskan waktu (Carlson, 2008).
Kesalahan-kesalahan tersebut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses
laktasi yang dijalani ibu dimana pada akhirnya membuat penurunan produksi ASI yang membuat

ibu terpaksa menghentikan pemberian ASInya.

4.2 Tujuan
Untuk mengetahui anatomi payudara dan bagaimana payudara menghasilkan ASI dan
akan sangat membantu para ibu mengerti proses kerja menyusui yang pada akhirnya dapat
menyusui secara eksklusif.

4.3 Landasan Teori


4.3.1 Konsep Laktasi
1. Pengertian Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai
proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari
siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi bertujuan untuk
meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak
umur 2 tahun
secara baik dan benar serta anak mendapat kekebalan tubuh secara alami
(Ambarwati, 2012).
2. Fisiologi Laktasi
Menurut Dewi (2011), laktasi atau proses menyusui merupakan suatu interaksi yang
sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan beberapa jenis hormon.
Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi 3 bagian
yaitu:
1) Pembentukan kelenjar payudara
1. Masa kehamilan
Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus yang
baru, percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh hormon plasenta
dan korpus luteum. Hormon yang ikut membantu mempercepat
pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropin,
insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratoroid, hormon pertumbuhan.
2. Pada 3 bulan kehamilan
Prolaktin dari adenohipofise atau hipofise anterior mulai merangsang
kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum.
Pada masa ini pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan
progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitas dalam
pembuatan kolostrum yang ditekan.
3. Pada trimester kedua kehamilan
Laktogen plasenta mulai merangsang untuk pembuatan kolostrum.
Keaktifan dari rangsangan hormon terhadap pengeluaran air susu telah
didemontrasikan kebenaranya bahwa seorang Ibu yang melahirkan bayi
berumur 4 bulan dimana bayinya meninggal, tetap keluar kolostrum.
2) Produksi ASI
Pada proses laktasi tedapat 2 refleks yang berperan yaitu reflex prolaktin
dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting karena isapan bayi.
 Refleks prolactin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk
membuat kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolactin dihambat
oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan,
yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum
maka estrogen dan progesteron menjadi berkurang. Isapan bayi akan
merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung saraf
sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Isapan bayi akan
merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung saraf
sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini
dilanjutkan ke hipotalamus malalui medulla spinalis hipotalamus dan
akan menekan pengeluaran factor penghambat sekresi prolaktin dan
sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin.
Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui
akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan
anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin
walau ada isapan bayi, namun pengeluaran ASI tetap berlangsung.
Produksi hormon prolactin akan meningkat dalam keadaan seperti
anastesi, operasi, stress atau pengaruh psikis, hubungan seks,
rangsangan puting susu. Sedangkan keadaan yang menghambat
pengeluaran hormon prolaktin adalah gizi ibu yang jelek serta
penggunaan obat-obatan (KB).
 Refleks aliran (let down refleks)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise
posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah,
hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.
Kontaraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat keluar
dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir
melalui ductus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor yang
meningkatkan let down refleks adalah; melihat bayi, mendengarkan
suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Sedangkan faktor yang menghambat refleks let down adalah keadaan
bingung / pikiran kacau, takut dan cemas.
3) Pengeluaran ASI
Apabila bayi disusui maka gerakan menghisap yang beriramamakan
menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada glandulapituitaria
posterior sehingga keluar hormon oksitosin. Hal inimmenyebabkan sel-sel
miopitel disekitar alveoli akan berkontraksimdan mendorong ASI masuk
alam pembuluh ampula. Pengeluaranmoksitosin selain dipengarui oleh isapan
bayi, juga oleh reseptor yang terletak pada duktus. Bila ductus melebar, maka
secara reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis.

4) Jenis ASI
1) ASI Pertama (Kolostrum)
Kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar
payudara dari hari pertama sampai hari keempat. Cairan sifatnya kental
dan berwarna kekuningan karena mengandung beta karoten dan
dibutuhkan oleh bayi baru lahir. Kolostrum berwarna kuning keemasan
disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum
merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan
mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan
siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada
minggu pertama sering defekasi dan feces berwarna hitam (Bobak,
2014).
2.) ASI Peralihan
ASI peralihan diproduksi pada hari keempat sampai hari kesepuluh.
Komposisi ASI Peralihan memiliki protein makin rendah, sedangkan
lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan jumlahvolume ASI semakin
meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktvitas bayi yang
mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Pada
masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu.
Keluhan
nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu
ditingkatkan adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu
(Soetjiningsih, 2012). ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah
kolustrum (8- 20 hari) dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan
kadar protein, mineral lebih rendah. ASI antara, mulai berwarna bening
dengan susunan yang disesuaikan kebutuhan bayi dan kemampuan
mencerna usus bayi. ASI transisi memiliki komposisi Kadar protein
rendah sedangkan kadar lemak dan karbohidrat tinggi (Hapsari, 2013).
3.) ASI Matur (ASI Sempurna)
Air susu matur disekresi dari hari kesepuluh sampai seterusnya.
Air Susu Matur merupakan nutrisi yang terus berubah disesuaikan
dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan. Air Susu Matur
merupakan cairan yang berwarna kekuning- kuningan yang diakibatkan
warna garam dan kalsium caseinat, riboflavin dan karoten. Air Susu
Matur ini mengandung antibodi, enzim, hormon dan memiliki sifat
biokimia yang khas yaitu kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus (Soetjiningsih, 2012). ASI matur atau disebut sempurna adalah
ASI yang
dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu
300-850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi.
Pengeluaran ASI penuh sesuai dengan perkembangan usus bayi, sehingga
dapat menerima susunan ASI sempurna (Hapsari, 2013).
4.3.2 Persiapan Alat & Bahan
1. Alat dan Bahan
a) Alat
 Pisau curter
 Gunting
b) Bahan
 Steroform
 Karton
 Lem fox
 Stempel kertas
2. Cara Kerja
1) Siapkan steroform dan kertas karton
2) Gambar payudara di karton
3) Kemudian gunting gambar yang sudah Digambar dan ditempelkan ke
steroformnya
4) Pada saat menempel gambarnya diberi sedikit lem agar merekat ke steroformnya
5) Setelah itu potong steroform sesuai dengan gambar yang sudah ditempelkan.

4.3.3 Interpretasi hasil

4.4 Kesimpulan
Hormon prolaktin adalah hormon protein yang memiliki pengaruh besar dalam tubuh
manusia, baik pada pria maupun pada wanita. Produksi prolaktin dikendalikan oleh
dua hormon utama, yaitu dopamin dan estrogen. Kedua hormon tersebut mengirim
pesan ke kelenjar hipofisis untuk memulai atau menghentikan produksi hormon
prolaktin.

DAFTAR PUSTAKA

Carlson, C. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi dan Praktik Klinis. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2011. Available at http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658 (diakses tanggal 16
Maret 2012)
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Johnson, R & Taylor, W. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC
Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agrudaya . 2011. ASI Eksklusif.
Surabaya: Niaga Swadaya
Perinasia. 2004 Manajemen Laktasi: Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru Lahir Sehat
cetakan ke dua. Jakarta. Perinasia

TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


NIP 19780701 2000 03 2001
MiftaHulwardah
NIM 2022202265

BAB V
PENDAHULUAN
(PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH & RHESUS)

5.1 Latar Belakang Masalah


Golongan darah merupakan sistem pengelompokkan darah yang didasarkan pada jenis
antigen yang dimilikinya. Antigen tersebut dapat berupa karbohidrat dan protein (Nadia et al,
2010). Sistem penggolongan darah ABO pertama kali ditemukan oleh Karl Landsteiner pada
tahun 1900 dengan mencampur eritrosit dan serum darah para stafnya. Dari percobaan tersebut,
Landsteiner menemukan 3 dari 4 jenis golongan darah dalam sistem ABO, yaitu A, B, O.
Golongan darah yang keempat, yaitu AB ditemukan pada tahun 1901 (Farhud et al, 2013).

Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan mempersingkat waktu


dalam identifikasi. Golongan darah penting untuk diketahui dalam hal kepentingan transfusi,
donor yang tepat serta identifikasi pada kasus kedokteran forensik seperti identifikasi pada
beberapa kasus kriminal (Azmielvita, 2009). Pemeriksaan golongan darah ABO dilakukan untuk
menentukan jenis golongan darah pada manusia. Penetuan golongan darah ABO pada umumnya
dengan menggunakan metode slide. Metode slide merupakan salah satu metode yang sederhana,
cepat dan mudah untuk pemeriksaan golongan darah (Chandra, 2008). Pemeriksaan golongan
darah untuk mendeteksi keberadaan antigen di permukaan membran sel darah merah dengan cara
mereaksikan darah manusia dengan anti-sera A dan antisera B (Yuniar et al, 2014).
Penggunaan serum untuk pemeriksaan golongan darah sebenarnya jarang dilakukan,
karena biasanya pemeriksaan golongan darah sistem ABO 2 menggunakan reagen antisera. Pada
prinsipnya pemeriksaan golongan darah yaitu antigen yang direaksikan dengan antibodi yang
sama maka akan terbentuk aglutinasi. Di dalam serum terdapat antibodi karena antibodi
golongan darah
merupakan protein globulin yang bertanggung jawab sebagai komponen kekebalan tubuh
alamiah (Subrata, 2004).

Golongan darah ABO pada manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan
antibodi yang terkandung dalam darahnya, yaitu golongan darah A memiliki sel darah merah
dengan antigen A dipermukaan eritrositnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya, golongan darah B memiliki antigen B di permukaan eritrositnya dan
menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya, golongan darah AB memiliki
sel darah merah dengan antigen A dan B di permukaan eritrositnya serta tidak menghasilkan
antibody terhadap antigen A dan antigen B di serum darahnya, sedangkan golongan darah
O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B dalam
serum darahnya. (Nadia et al, 2010).

Serum adalah darah tanpa antikoagulan yang tertampung di tabung atau wadah jika
dibiarkan selama 15 menit akan mengalami proses pembekuan akibat terperasnya cairan dalam
bekuan, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 15 menit sehingga akan
terbentuk tiga bagian yaitu serum, buffycoat dan eritrosit (Widman, 2000). Dalam serum terdapat
antibodi untuk menghancurkan protein asing (antigen, artinya zat yang merangsang
pembentukan zat antibodi) yang masuk dalam tubuh (Pearce, 2008).

Penentuan golongan darah ABO metode slide pada umumnya dengan menggunakan
reagen Anti-sera, pada penelitian ini selain menggunakan reagen Anti-sera juga dapat
menggunakan serum yang nantinya akan dibedakan hasil pemeriksaan golongan darahnya
dengan menggunakan reagen Anti-sera. Prinsip pemeriksaan golongan darah adalah reaksi antara
antigen yang terdapat pada permukaan eritrosit dengan reagen anti-sera anti A dan anti B, maka
penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah menggunakan anti-sera A
dan anti-sera B yang diperoleh dari darah manusia yang mempunyai golongan darah A, golongan
darah B dan golongan darah O.

5.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan golongan darah sistem
ABO menggunakan serum dan reagen dengan metode slide.

5.3 landasan Teori


5.3.1 Pemeriksaan Golongan Darah
Yang dimaksud dengan pemeriksaan golongan darah yaitu suatu prosedur laboratorium
yang dilakukan untuk menentukan jenis golongan darah. Pada uji pratransfusi, pemeriksaan
golongan darah minimal yang harus dikerjakan yaitu golongan darah sistem ABO dan
Rhesus. Pemeriksaan golongan darah dilakukan baik pada pasien maupun pendonor
(Mulyantari dan Yasa, 2017).
1. Sistem Antigen dan Antibodi pada Golongan Darah
Antigen adalah setiap zat yang dianggap sebagai benda asing yang masuk
kedalam tubuh dan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk merespon
masuknya antigen tersebut. Antibodi adalah produk dari respon imun dan akan
bereaksi dengan antigen dengan beberapa cara yang dapat diamati. Nama lain dari
antibodi adalah Imunoglobulin (Ig) dan merupakan bagian dari protein plasma.
Ada 5 jenis imunoglobulin yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, IgE tetapi yang banyak
berperan dalam sistem golongan darah adalah IgG dan IgM (Mulyantari dan Yasa,
2017).
Antigen dan antibodi dapat berpengaruh dalam pemeriksaan golongan
darah.Aspek paling praktis antigen eritrosit adalah kemampuannya memicu
pembentukan antibodi apabila kepada resipien (Maharani dan Noviar, 2018).

Gambar 1. Struktur molekul IgG dan IgM (Sumber : Maharani dan Noviar,
2018).

Jika antibodi pada sampel berlebihan dibandingkan konsentrasi antigen


pada reagen, maka akan terjadi fenomena prozone yang memberikan dampak
hasil negatif palsu. Demikian juga pada kondisi terbalik, jika antigen yang
berlebihan akan terjadi postzone yang juga memberikan dampak hasil negative
palsu. Rasio yang ideal adalah 2 tetes serum ditambah 1 tetes suspensi eritrosit
sehingga memberikan zone of equivalence (Mulyantari dan Yasa, 2017).

2. Aglutinasi
Aglutinasi adalah penggumpalan sel darah merah yang disebabkan oleh
ikatan antibodi dengan antigen pada sel darah merah sehingga menghasilkan
ikatan yang menggandeng beberapa sel secara bersama-sama. Ada 2 tahap
pembentukan aglutinasi, yaitu :
Tahap 1 : antibodi mengikat antigen sel darah merah segera setelah terjadi kontak
antigen antibodi, ikatan tersebut belum menimbulkan aglutinasi. Hanya sebatas
melapisi atau mensensitisasi sel.
Tahap 2 : pembentukan lattice yang menghasilkan gumpalan atau aglutinasi,
merupakan lanjutan dari tahap 1 (Mulyantari dan Yasa, 2017)

1) Pemeriksaan Golongan Darah untuk Transfusi


Penentuan golongan darah ada dua metode manual yang dapat digunakan saat
melakukan pengelompokan darah, yaitu :

a. Metode slide atau tile method


Teknik ini dapat digunakan untuk tes pengelompokan ABO dan rhesus dalam
keadaan darurat atau pengelompokan awal. Metode ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan rutin karena tidak dapat diandalkan dikarenakan :
 Reaksi antigen lemah pada sel
 Kelompok serum dengan titer antigen yang rendah
 Metode ini kurang sensitif dibandingkan metode tabung, proses pengeringan
pada campuran dapat menyebabkan reaksi agregasi sel, sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu (Mulyantari dan Yasa, 2017).
Keuntungannya dari metode slide, yaitu :
 Cara yang sederhana
 Tidak membutuhkan waktu yang lama
 Mudah dan murah
Cara membaca hasil dari metode slide, yaitu :
( - ) tidak terjadi aglutinasi
( + ) terjadi aglutinasi

Gambar 2. Interpretasi hasil metode slide (Sumber : Mulyantari dan Yasa, 2017).
b. Metode Tabung
Tabung reaksi baik dari kaca atau plastik dapat digunakan. Teknik tabung lebih
sensitif dibandingkan teknik slide untuk penentuan golongan darah ABO dan rhesus.
Kekurangan dari metode tabung, yaitu:
 Membutuhkan waktu lama
 Membutuhkan alat-alat yang lebih banyak
Keuntungan dari metode tabung, yaitu :
 Memungkinkan untuk dilakukan inkubasi
 Bersih, lebih higienis
 Memerlukan volume reagen yang lebih kecil
 Lebih sensitif dibandingkan teknik slide (Mulyantari dan Yasa, 2017).
Cara pembacaan hasil dari metode tabung, yaitu :
( +4 ) Terdapat satu gumpalan besar
( +3 ) Terdapat 2 atau 3 gumpalan
( +2 ) Sejumlah gumpalan kecil dengan supernatan yang jernih
( +1 ) Sejumlah gumpalan kecil dengan supernatan yang keruh
( - ) Suspensi sel halus
Hemolisis : hemolisis parsial atau komplit menunjukkan reaksi positif.

Gambar 3. Interpretasi hasil metode tabung (Sumber : Mulyantari dan Yasa, 2017).

5.3.2 Pemeriksaan rhesus


Sistem Rhesus (Rh) merupakan golongan darah yang mempunyai makna klinis
terpenting selain sistem ABO. Tidak seperti halnya anti-A dan anti-B yang selalu ada
pada orang normal, anti-Rhesus tidak terdapat dalam darah seseorang tanpa
rangsangan imunisasi. Antigen utama dalam sistem Rh adalah antigen D, yang mampu
merangsang pembentukan antibodi bila eritrosit dengan antigen itu dimasukkan dalam
sirkulasi seorang yang tidak mempunyai antigen Rh. Tidak ada golongan darah lain
yang mempunyai potensi merangsang pembentukan antibody melebihi potensi yang
dimiliki oleh golongan Rhesus ( Widmann, 1995).
Rhesus adalah suatu faktor yang terdapat pada sel darah merah yang ditemukan
pertama kali oleh Landsteiner dan Liner pada tahun 1940 melalui injeksi darah merah
kera Rhesus ke tubuh kelinci. Zat anti yang ditemukan dalam tubuh kelinci itu
kemudian dinamakan anti Rhesus dan ternyata anti Rhesus ini juga dapat
mengaglutinasikan sel darah merah sebagian besar manusia. Seseorang yang darahnya
teraglutinasi bila direaksikan dengan anti Rhesus ini dikatakan antigen Rhesus
(Maharani dan Noviar, 2018).
Sel darah manusia yang menimbulkan reaksi aglutinasi terhadap anti D dinamakan
Rhesus positif, dan yang tidak beraglutinasi dinamakan Rhesus negatif. Ini berarti
bahwa Rhesus positif mengandung antigen (D) yang bersamaan dengan antigen
Rhesus. Menurut penelitian di Amerika penduduknya 85% Rhesus positif dan 15%
Rhesus negatif (Mbalibulha, 2018).
Sistem rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak
perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur, maupun interaksi
antigeniknya. Pentingnya golongan darah Rh berkaitan dengan fakta bahwa antigen Rh
sangat imunogenik. Dalam kasus antigen D, individu yang tidak menghasilkan antigen
D akan memproduksi anti-D jika mereka menghadapi antigen D pada sel darah merah
yang ditransfusikan. Hal ini menyebabkan transfusi hemolitik, atau sel darah merah
pada janin menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (Hemolytic Disease
of Newborn, HDN). Untuk alasan ini, status Rh secara rutin ditentukan dalam donor
darah, penerima transfusi, dan pada ibu kepada janin (Kiswari, 2014).
Anti-D merupakan antibodi imun tipe Imunoglobulin G (IgG) dengan berat molekul
160.000, daya endap 7 detik, bersifat termostabil dan selain dalam serum juga dapat
ditemukan dalam cairan tubuh, misalnya air ketuban, air susu, dan air liur. Antibodi
IgG dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat
mengalami hemolisis. Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir adalah anemia
hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG
antibodi golongan darah ABO) yang merupakan salah satu komplikasi kehamilan.
Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai
reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus
adalah aliran transplasenta, yaitu antibodi ibu yang merusak eritrosit janin (Kiswari,
2014).

5.3.3 Persiapan Alat & Bahan


1. alat dan bahan
Alat
 Kartu tes golongan darah (jika tidak ada bisa diganti objek glass)
 Tusuk gigi
 Blood lancet (Alat Penusuk)
Bahan
 Serum A dan B
 Alkohol 70 %
 Kapas
 Darah segar manusia

2. cara kerja
 Siapkan kartu uji atau object glass yang telah di beri nomor 1 - 4
 Sterilkan salah satu ujung jari dengan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol
70%
 Tusukkan lancet dengan hati-hati dan mantap ke ujung jari yang telah steril, lalu
tekanlah ujung jari hingga darah keluar
 Teteskan darah pada kartu uji atau object glass sebanyak 4 kali pada tempat yang
berbeda sesuai nomor
 Teteskan serum alfa sebanyak 1 tetes pada sampel darah pertama, lalu aduklah
dengan gerakan memutar menggunakan tusuk gigi. Amatilah apa yang terjadi.
 Lakukan langkah nomor 5 untuk serum beta, serum alfa-beta, dan serum anti
Rhesus

5.3.4 interpretasi hasil

5.4 Kesimpulan

Pemeriksaan golongan darah menggunakan reagen anti-sera didapatkan hasil positif 4


(+4) dan negatif, karena di dalam reagen anti-sera berisi antibodi yang murni dan
spesifik. Pemeriksaan golongan darah menggunakan serum didapatkan hasil aglutinasi
positif 1 (+1) dan positif tiga (+3). Grade aglutinasi yang dihasilkan oleh serum berbeda
dengan reagen anti-sera, karena di dalam serum tidak hanya berisi antibodi tetapi ada
komposisi yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Azmielvita 2009. Genetika Dasar. FK UNRI 5 Maret 2018. Dibaca pada
http://yayanakhyar.wordpress.com
Chandra, S. 2008. Pengenalan Golongan Darah Jenis ABO denganmMempergunakan Pemodelan
Hidden Markov, Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Farhud, D.D. & Yeganeh, M.Z.,2013. A Brief History Of Human Blood Groups. Iranian J Publ
Health, Vol. 42, No 1, Pp.1-
Nadia, B. & Handayani, D. & Rismiati, R., 2010. Hidup Sehat Berdasarkan Golongan Darah.
Jakarta: Dukom Publisher.
Pearce, E.C., 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Subrata, G., 2004. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Widman, F.K., 2000. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
ECG: Jakarta.
Yuniar, H. & Muhiddin, R. & Arif, M., 2014. Perbedaan Golongan Darah ABO di
Anemia Hemolitik Autoimun.(Discrepancy of Blood Group ABO in Auto
Immune Haemolytic). Indonesian Journal Of Clinical Pathologi and
Medical Laboratory. Vol.20, No.3.

TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

MiftaHulwardah
NIM 2022202265 YULINA DH Skep.Ners,M .biomed
NIP 19780701 2000 03 2001

BAB VI
PENDAHULUAN
(PEMERIKSAAN LEUKOSIT)

6.1 Latar Belakang Masalah


Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat
penting dalam membantu diagnosis suatu penyakit. Pelayanan pemeriksaan laboratorium klinik
biasanya dilakukan sesuai dengan permintaan dokter sehubungan dengan gejala klinis dari
penderita. Pemeriksaan darah rutin merupakan pemeriksaan yang sering diminta oleh klinisi
karena dengan melakukan pemeriksaan darah rutin dapat terdiagnosis beberapa penyakit
kelainan
darah dan dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut (Hardjono, 2003).
Penyakit tertentu, terjadi perubahan jumlah leukosit dalam darah. Sebagai contoh, pada
mononucleosis infeksiosadan infeksi bakterial, jumlah leukosit meningkat secara bermakna,
sebaliknya pada demam tifoid, jumlahnya menurun secara bermakna, maka dari itu pemeriksaan
hitung jumlah leukosit dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi atau inflamasi pada
pasien (Kee, 2008).
Pemeriksaan hitung jumlah leukosit merupakan pemeriksaan darah rutin yang dilakukan
di laboratorium klinik. Lekosit berfungsi sebagai sel pertahanan tubuh dari penyakit infeksi atau
inflamasi. Jumlah lekosit pada darah orang dewasa normal berkisar antara 5.000 – 11.000/mm3
darah. Lekosit pada umumnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok granulosit dan

agranulosit. Granulosit terdiri atas basofil, eosinofil, netrofil batang, dan netrofil segmen,
sedangkan agranulosit terdiri atas monosit dan limfosit. (Wirawan, 2004).
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Differential Count) digunakan untuk mengetahui
jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat lima jenis leukosit yang masing-masing memiliki fungsi
yang khusus. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basophil ( Azis &
Wahyu,2015).
Hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit normal sekaligus
memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam darah tepi atau perifer. Sel
lekosit normal merupakan sel lekosit yang sudah matur atau dewasa yang beredar pada darah
perifer dan terdiri dari basofil, eosinofil, netrofil batang, netrofil segmen, limposit dan monosit
(Santosa B, 2010).
Hitung jumlah sel berinti dianggap sebagai jumlah lekosit. Sedangkan pada hitung jenis
lekosit menyatakan persentase berbagai jenis lekosit yang ada dalam darah.Hitung jenis ini
kadang diabaikan bila jumlah lekosit normal dan tidak ada kelainan hematologik baik klinis
maupun laboratoris. Namun demikian banyak kelainan seperti keganasan, inflamasi dan kelainan
imunologik menyebabkan perubahan presentase ini meskipun jumlahnya normal (Sadikin M,
2002).
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Diagnosis
rutin pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan dengan mesin penghitung sel. Teknologi yang
digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis bergantung pada tipe mesin, dengan mengenali
berbagai karakteristik sel, sepertiukuran, pembiasan optik, impedansi dan sebagian juga
menurutpulasan sitokimiawi. Namun bila hal tersebut berkenaan dengan pengenalan sel-sel
patologis, validitas jenis pemeriksaan diferensiasi tersebut sebagian besar terbatas. Karena itu
penilaian morfologis sediaan apus darah dengan menggunakan mikroskop masih menjadi dasar
diagnosis hematologi. (Freud, 2012)
Pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang menggunakan alat
hematology analyzerbekerja berdasarkan prinsip impedance, pada impedance, jenis-jenis leukosit
dibedakanmenurut ukurannya saja, sehingga hanya bisa membedakan 3 (tiga) jenis leukosit yaitu
sel yangberukuran kecil dimasukkan dalam kelompok limfosit, sel yang berukuran besar
dimasukkankelompok granulosit dan sel yang berukuran sedang dimasukkan dalam kelompok
mid-cells, medium sel terdiri dari basofil eosinofil dan monosit. (Wahid, 2015)
Kondisi di lapangan tidak semua pemeriksaan hitung jenis leukosit berlangsung lancar
seperti yang diharapkan. Terkadang alat tidak dapat membaca karena berbagai faktor sehingga
diperlukan teknik lain, teknik lain yang digunakan untuk melakukan perhitungan jenis leukosit
adalah dengan cara manual yaitu dengan membuat sediaan apus darah tepi. Pembuatan preparat
sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit,
trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, microfilaria dan lain sebagainya. Bahan
pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena
dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/ cc darah. (Wahid, 2008)
Permasalahan dapat terjadi jika ada ketidakstabilan atau kerusakan alat, petugas
laboratorium memakai cara manual atau cara automatik. Perbedaan metode serta adanya
kelebihan dan kekurangan dalam pemeriksaan lekosit ini, kemungkinan besar akan menjadikan
hasil hitung jenis lekosit medium sel menjadi berbeda. Latar belakang ini yang menjadi dasar
untuk melakukan penelitian mengenai perbandingan diffcount medium sel menggunakan metode
manual dan metode impedansi.

6.2 Tujuan
Mengetahui ada tidaknya perbedaan medium cells lekosit menggunakan metode manual
dan metode impedansi.

6.3 landasan Teori


6.3.1 Definisi Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti dan disebut sebagai sel darah putih. Di
dalam darah manusia normal didapati jumlah leukosit rata-rata 4.500-11.000 setiap
mikroliter darah. Dilihat dengan mikroskop cahaya, sel darah putih mempunyai granula
spesifik (granulose) yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, mempunyai
bentuk inti yang bervariasi dan sitoplasmanya homogen (Abbes et al.,2012 ; Effendi, 2003).
Leukosit terbagi atas dua kelompok, yaitu leukosit granulosit polimorfonukleut (sel yang
mengandung dan memiliki banyak bentuk nukleus) dan agranulosit mononuklease (sel tanpa
granula dan satu nukleus). Jenis leukosit granulosit yaitu neutrofil, basofil dan eosinofil,
sedangkan jenis leukosit agranulosit yaitu limfosit dan monosit (Sherwood, 2001). Jumlah
leukosit yang terlalu tinggi dalam darah disebut dengan leucositosys, sedangkan jika jumlah
terlalu rendah disebut dengan leucopenia. Leucositosys terjadi karena adanya infeksi
yang disebabkan oleh bakteri atau virus di dalam tubuh. Leucopenia dapat terjadi karena
beberapa hal seperti defisiensi imun, kerusakan hati atau kerusakan limpa (Vieira, 2011).

Sel darah putih berperan dalam melawan masuknya benda asing (mikroorganisme) ke
dalam tubuh atau dapat dikatakan sebagai salah satu sistem imun. Ketika terdapat
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, leukosit akan memakan mikroorganisme
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sel leukosit memiliki sifat fagositosis. Selain sifat
fagosit yang dimiliki oleh leukosit, leukosit juga memiliki sifat amuboid yaitu dapat
bergerak bebas di dalam dan dapat keluar pembuluh darah yang mempermudah dalam
perlawanan terhadap mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.

Sel leukosit Nilai Normal


Jumlah Leukosit 4.000-10.000 per μl darah
Basofil ≤1%
Eosinofil 2–4%
Neutrofil Stab 2–6%
Neutrofil Segmen 50 – 70 %
Limfosit 20 – 40 %
Monosit 2–9%

6.3.2 Fungsi Lekosit


Lekosit memiliki fungsi defensif dan reparatif. Defensif artinya dapat mempertahankan
tubuh terhadap benda asing termasuk bakteri penyebab infeksi atau penyakit melalui proses
fagositosis, imunitas humoral dan seluler. Lekosit yang berperan dalam fungsi defensif
adalah monosit, netrofil dan limfosit. Fungsi reparatif, artinya lekosit dapat memperbaiki
dan mencegah terjadinya kerusakan terutama kerusakan vaskuler. Sel lekosit yang berperan
dalam proses reparative adalah sel basofil (Evelyn, 2009).
6.3.2Pengertian Hitung Jenis Leukosit
Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang ada dalam darah
berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Untuk
mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relative (%) dikalikan
jumlah leukosit total (sel/μl). Sebagai contohnya, dengan limfosit 30% dan leukosit 10.000,
limfosit mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000. Hasil pemeriksaan ini dapat
menggambarkan secara spesifik kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama
penyakit infeksi. Tipe leukosit yang dihitung ada 5 yaitu basofil, eosinofil, neutrofil,
monosit, dan limfosit. Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan
apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di
bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel
darah putih dinyatakan dalam persen (%).
6.3.3 Cara Kerja Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit
Cara membuat sediaan apus darah tepi (SADT).
 Pilihlah kaca obyek yang bertepi betul-betul rata untuk digunakan sebgai
"kaca penghapus" atau boleh digunakan "spreader".
 Letakkan satu tetes kecil darah pada +- 2-3 MM dari ujung kaca
objek di depan tetes darah.
 Tarik spreader ke belakang sehingga menyentuh tetes darah, tunggu
sampai darah menyebar pada sudut tersebut.
 Dengan gerak yang mantap doronglah spreader sehingga terbentuk
apusan darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek. Darah harus habis
sebelum spreader mencapai ujung lain dari kaca objek.
 Hapusan darah tidak boleh terlalu tipis atau terlalu teba;( ketebalan
ini dapat diatur dengan menggunakan sudut antara kedua kaca objek dan
kecepatan menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat menggeser,
makin tipis apusan darah yang dihasilkan).
 f. Biarkan apusan darah mengering di udara.
Pewarnaan Giemsa
 Letakkan sediaan apusan darah yang telah kering pada rak pengecatan.
 Genangi dengan methanol selama 2 menit.
 Buang sisa cat dan cuci dengan air mengalir.
 Genangi dengan larutan giemsa 5% selama 15 menit.
 Buang sisa cat dan cuci dengan air mengalir.
 Kering anginkan.
 Periksa di bawah mikroskop obyektif 40 x atau 100 x + emersi oil dalam
100 sel leukosit.
6.3.4 Persiapan Alat & Bahan
Pemeriksaan jumlah leukosit
1. alat dan bahan
Alat
 Pipet thoma leukosit
 Mikroskop
 Kaca penutup
 Rak pengecat
Bahan
 Kamar hitung improved naubeauer
 Darah dengan antikoagulan EDTA
Larutan Turk, dengan komposisi :
 Larutan Gentian Violet 1% dalam air 1 ml
 Asam Asetat Glacial 1 ml
 Aquadest add 100 ml
Cat Pewarna :
 Cat Giemsa
 Metil alcohol

2. Cara Kerja

 Pemeriksaan jumlah leukosit


A. Mengisi Pipet Thoma Leukosit
1. Menghisap darah sampai garis tanda 0,5 tepat.
2. Menghapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet.
3. Memasukkan ujung pipet dalam larutan Turk sambal menahan darah pada
garis tanda tadi. Memegang pipet dengan sudut 45o dan menghisap larutan
Turk perlahanlahan sampai garis tanda 11. Hati-hati jangan sampai terjadi
gelembung udara.
4. Mengangkat pipet dari cairan, menutup ujung pipet dengan ujung jari lalu
melepas karet penghisap.
5. Mengocok pipet selama 15-30 detik. Jika tidak segera dihitung,
meletakkan dalam sikap horizontal (Gandasoebrata, 2007, hal. 16).
B. Mengisi Kamar Hitung
1. Meletakkan kamar hitung yang bersih dengan kaca penutupnya terpasang
mendatar di atas meja.
2. Mengocok pipet yang diisi tadi selama 3 menit secara terusmenerus.
Menjaga jangan sampai ada cairan yang terbuang dari dalam pipet itu
waktu mengocok.
3. Membuang cairan yang ada di dalam batang kapiler pipet sebanyak 3 atau
tetes dan segera menyentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 30o pada
permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup.
Membiarkan kamar hitung itu terisi cairan perlahan-lahan dengan daya
kapilaritasnya sendiri.
4. Membiarkan kamar hitung itu selama 2 atau 3 menit supaya leukosit-
leukosit dapat mengendap. Jika tidak segera dihitung segera menyimpan
kamar hitung itu dalam sebuah cawan petri tertutup yang berisi segumpal
kapas basah (Gandasoebrata, 2007, hal. 16).
C. Menghitung Jumlah Sel
1. Memakai lensa objektif kecil, yaitu dengan pembesaran 10x. menurunkan
lensa kondensator atau mengecilkan diafragma. Meja mikroskop sikapnya
harus datar.
2. Meletakkan kamar hitung dengan bidang bergarisnya di bawah objektif
dan fokus mikroskop diarahkan kepada garisgaris bagi itu. Dengan
sendirinya leukosit-leukosit jelas terlihat.
3. Menghitung semua leukosit yang terdapat dalam keempat “bidang besar”
pada sudut-sudut “seluruh permukaan yang dibagi”.
4. Memulai menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun
ke bawah dan dari kanan ke kiri, lalu turun lagi ke bawah dan mulai lagi
dari kiri ke kanan. Melakukan cara seperti ini pada keempat “bidang
besar”.
5. Kadang-kadang ada sel-sel yang letaknya menyinggung garis batas suatu
bidang. Sel-sel yang menyinggung garis-garis batas sebelah kiri atau garis-
atas haruslah dihitung. Sebaiknya sel-sel yang menyinggung garisbatas
sebelah kanan atau bawah tidak boleh dihitung (Gandasoebrata, 2007, hal.
16-17).
Perhitungan
Pengenceran yang terjadi dalam pipet ialah 20 kali. Jumlah semua sel yang
dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah leukosit
dalam 0,1 μl. Kalikan angka itu dengan 10 (untuk tinggi) dan 20 (untuk
pengenceran) untuk mendapat jumlah leukosit dalam 1 μl darah. Singkat :
jumlah sel yang dihitung kali 50 = jumlah leukosit per μl darah
(Gandasoebrata, 2007, hal. 17).

 Hitung jenis leukosit


A. Membuat sediaan apusan darah
1. Meletakkan setetes darah pada kaca objek di sebelah kanan.
2. Mengambil kaca penggeser dengan tangan kanan dan meletakkan kaca
objek penggeser di sebelah kiri dan menggerakkan ke kanan hingga
mengenai tetesan darah.
3. Tetesan darah akan menyebar pada sisi kaca penggeser. Segera
menggeserkan kaca penggeser ke kiri dengan kemiringan 300 sampai
450. Jangan menekan kaca penggeser ke bawah.
4. Membiarkan sediaan tersebut kering di udara (Gandasoebrata, 2007).
B. Mengecat sediaan
1. Meletakkan sediaan yang akan dicat pada rak pengecat, dengan lapisan
darahnya menghadap ke atas.
2. Meneteskan methyl alkohol ke atas sediaan tersebut hingga menutupi
sediaan. Membiarkan selama 5 menit.
3. Menuang kelebihan methyl alkohol dari kaca objek.
4. Menuangi sediaan dengan cat giemsa yang telah diencerkan dengan
larutan penyangga dan Membiarkan selama 20 menit.
5. Membilas sediaan dengan air mengalir.
6. Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan sediaan
mengering di udara.

C. Menghitung jenis sel darah putih


1. Memastikan mikroskop siap untuk digunakan.
2. Meletakkan sediaan yang telah di cat di atas meja mikroskop.
3. Meneteskan oil imersi di atas sediaan.
4. Mengatur fokus lensa hingga sel terlihat jelas dengan perbesaran 100
kali.
5. Menghitung jenis leukosit dalam 100 leukosit.

6.3.5 interpretasi hasil

Leukosit Eusinofil

Limfosit Monosit

6.4 Kesimpulan
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi
untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan
tubuh. Berdasarkan granulasi sitoplasmanya, leukosit dibedakan menjadi granuler meliputi
Basofil, Eosinofil, dan Neutrofil serta agranuler meliputi Limfosit dan Monosit.
Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang ada dalam darah
berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, et. al. 2012. Cellular and Molecular Immunology 7th Edition. Elsevier. USA.

Freud M, Hecner F, Dany F alih bahasa. 2012. Atlas Hematologi. Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta

Kee, JL. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.Alih bahasa Sari

Kurnianingsih et,al. Edisi 6. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC Kedokteran. Jakarta.

Wahid AA, Purwaganda, W. 2015. Jurnal Ilmu-ilmu Kesehatan. Jurnal Kesehatan Rajawali.

5(9):3-6.

TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai


YULINA DH Skep.Ners,M .biomed
NIP 19780701 2000 03 2001
MiftaHulwardah
NIM 2022202265
BAB VII
PENDAHULUAN
(ISOLASI DNA)

7.1 Latar Belakang Masalah


DNA merupakan informasi genetik pada makhluk hidup yang dapat diwariskan dari
generasi ke generasi dan berupa untai ganda yang berpilin. Gen disusun oleh suatu substansi
yang disebut dengan deoxyribonucleic acid atau disingkat DNA. DNA merupakan material
genetik yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Setiap penelitian manipulasi
gen memerlukan sumber asam nukleat, dalam bentuk DNA atau RNA. Pengisolasian
komponen tersebut dari sel penting dilakukan dengan menggunakan metode yang tersedia. DNA
pada sel hewan terdapat di nukleus dan mitokondria, juga kloroplas pada sel tumbuhan. DNA
dapat ditemukan pada darah, semen, urin, saliva, rambut, kuku, gigi, tulang, jaringan maupun
feses. DNA dapat dipelajari dengan menggunakan metode isolasi DNA, yaitu teknik yang
dilakukan untuk memisahkan DNA dengan zat lain dari suatu sel. Prinsip kerja dari isolasi DNA
adalah isolasi jaringan atau sampel, pelisisan dinding dan membran sel, ekstraksi DNA,
pengendapan DNA, pemurnian DNA, dan pengawetan DNA. Telah dilakukan praktikum isolasi
DNA darah dengan menggunakan medium darah.
Isolasi DNA merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan dalam proses
pemeriksaan DNA. Sampai saat ini, pemeriksaan terhadap DNA sudah banyak dilakukan di
berbagai institusi, tidak hanya yang bersifat penelitian, tetapi juga sudah mulai dilakukan
untuk pelayanan kesehatan.
Dalam upaya pengembangan ilmu di bidang pemeriksaan DNA ini, tentunya harus sudah
dimulai pada institusi pendidikan kesehatan, terutama pada institusi Pendidikan kedokteran.
Mahasiswa kedokteran sudah seharusnya mendapatkan pembelajaran tentang pemeriksaan DNA,
dimulai dari teknik isolasi DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sebagainya.
Pengisolasian komponen tersebut dari sel penting dilakukan dengan menggunakan
metode yang tersedia. DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan
berfungsi untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan. DNA terdapat di
nukleus, mitokondria, dan kloroplas. Ada perbedaan di antara ketiga lokasi DNA ini, yaitu: DNA
nukleus berbentuk linear dan berhubungan sangat erat dengan protein histon, sedangkan DNA
mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan tidak berhubungan dengan protein histon.
DNA memiliki struktur helix utas ganda, yang mengandung komponen-komponen gula
pentose (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa. Satu sel memiliki DNA yang
merupakan materi genetik dan akan diturunkan pada keturunannya (Yuwono, 2010).
7.2 Tujuan
Praktikan mampu menjalankan tahapan-tahapan isolasi DNA dengan benar dan mampu
mengisolasi dan mendeteksi DNA pada sampel darah.

7.3 Landasan Teori


Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus
menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; metodenya harus efektif
dan bisa dilakukan untuk semua spesies metode yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur
dan fungsi molekul DNA; dan metodenya harus sederhana dan cepat. Tahap pertama dalam
isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding sel. Pemecahan
sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel.
Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa cara yakni dengan cara fisik seperti
menggerus sampel dengan menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan
menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi. Cara lain yakni dengan menggunakan
kimiawi maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi seperti
penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada membran sel sehingga terjadi
destabilisasi membran sel. Penghangatan sampel darah dalam waterbath berfungsi untuk
memaksimalkan kerja dari larutan buffer untuk pemisahan dan pengendapan asam nukleat dan
polisakarida asam yang menempel pada DNA. (Corkill dan Rapley, 2011).

Sentrifuge dilakukan dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit pada suhu
rendah yaitu 4°C. Proses sentrifugasi membutuhkan keseimbangan antar microtu satu denga
lain. Jadi pemasangan microtube pada centrifuge berdasarkan berat microtube tersebut. Tutup
microtube juga harus diperhatikan bahwa microtube sudah tertutup rapat. Karena jika tidak,
saat alat berputar tutup yang tidak rapat bisa terbuka dan menumpahkan larutan. Sentrifuge
berfungsi untuk mengendapkan kotoran akibat lisis sel. Selain itu, supernatan atau fase cair
yang berisi yang berisi DNA juga terbentuk setelah sentrifuge. Setelah sentrifugasi, laerutan
supernatan atau fase cair dapat dipindahkan ke microtube 1,5 ml. Saat pemindahan supernatan
ini harus hati-hati agar larutan yang berada di bawah microtube tidak ikut terambil.
Pemindahan dilakukan menggunakan micropipet 200 ml yang diatur volumenya sesuai volume
supernatan yang diperoleh. Volume supernatan kemudian dicatat karena volume supernatan yang
diperoleh mempengaruhi jumlah larutan isopropanol dan Na-asetat yang akan ditambahkan.
Proses ini juga disebut sebagai Presipitasi DNA atau pengendapan DNA. DNA bisa tampak
sebelum disentrifugasi. Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari
residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa. Residu tersebut juga mengalami koagulasi
namun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular. Pada saat
etanol dibuang dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung
adalah DNA pekat. Proses presipitasikembali dengan etanol atau isopropanol sebelum pellet
dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Bettelheim dan
Landesberg, 2009).

DNA doubel helix. (a) Pengaturan gula, kelompok fosfat dan basa dalam DNA. (b) Letak
atom-atom dan ikatan-ikatan dalam DNA. Basa-basa berpasangan dalam posisi mendatar,
(c) Diagram yang menunjukkan DNA dalam konformasi B (Wolf, 1993).

Pencucian kembali pellet yang dipresipitasi oleh isopropanol dengan menggunakan


etanol bertujuan untuk menghilangkan residu-residu garam yang masih tersisa. Garam-garam
yang terlibat dalam proses ekstraksi bersifat kurang larut dalam isopropanol sehingga dapat
terpresipitasi bersama DNA, oleh sebab itu dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol
setelah presipitasi dengan isopropanol untuk menghilangkan residu garam. DNA kemudian
dicuci dengan etanol yang berfungsi melarutkan berbagai macam kotoran yang tercampur pada
DNA yang diperoleh. (Ausubel et al., 2013).
Fungsi larutan buffer adalah untuk menjaga struktur DNA selama proses penghancuran
dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan protein dan RNA serta mencegah
aktivitas enzim pendegradasi DNA dan mencegah perubahan pada molekul DNA. Buffer
bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-
minggu. Pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang
mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan
tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan
terpresipitasi pada suhu -20ºC. (Verkuil, 2014).
Kegiatan praktikum isolasi DNA menggunakan sampel darah. Darah manusia
memiliki banyak kesamaan dengan darah mamalia lainnya, terutama dengan darah primata,
namun perbedaan dari hewan lain akan penting untuk diketahui. Namun, ada beberapa
spesialisasi dalam darah manusia dari darah mamalia. Darah manusia terutama terdiri dari tiga
jenis sel yang dikenal sebagai sel darah merah (atau Eritrosit), sel darah putih (atau Leukosit),
dan trombosit (Platelet). Sel darah ini hadir dalam medium plasma cair. Ini akan menjadi penting
untuk diketahui bahwa tidak ada inti yang hadir dalam sel darah merah matang. Ada
variabilitas besar di antara darah hewan. Namun, banyak hewan, terutama primata dan
mamalia, memiliki banyak kesamaan dalam komponen yang hadir dalam darah mereka dengan
manusia. Namun demikian, arthropoda, moluska, dan beberapa invertebrata memiliki beberapa
darah jauh berbeda dari mamalia. Darah mamalia dan burung yang selalu hangat, karena
aktivitas metabolisme mereka selalu aktif. Vertebrata biasanya memiliki tiga jenis sel
darah yang dikenal sebagai eritrosit, leukosit, dan trombosit mereka penting karena gerbong
oksigen, kekebalan, dan pemeliharaan aliran darah masing-masing. Oksigen sebagai kereta
dalam darah manusia adalah hemoglobin, tetapi bervariasi pada hewan lain. Namun, buaya
tidak memiliki satupun sel darah merah atau hemoglobin, dan eritrosit burung yang berinti. Jenis
darah yang berbeda berdasarkan pada ada atau tidaknya A, B, dan faktor Rhesus (Rh) yang hadir
pada mamalia tetapi, tidak pada hewan tingkat rendah. Ini akan menjadi penting untuk
menyatakan bahwa darah tidak selalu beredar ke seluruh tubuh melalui sistem
pembuluh tertutup, tapi haemolimp pada arthropoda adalah sistem terbuka (Nicholl, 2012).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi DNA yaitu kadar air pada
sampel mempengaruhi banyaknya DNA yang terdapat dalam sampel, suhu etanol dapat
mempengaruhi hasil karena dapat menghambat proses pemekatan sampel saat disentrifuge,
urutan untuk memasukkan larutan serta proses pegambilan dan pembuangan pellet
dan supernatant juga dapat mempengaruhi keberhasilan dalam praktikum dan kebersihan ketika
melakukan kegiatan praktikum. Ketika kegiatan praktikum dilakukan, pada proses
lisis praktikan mengambil supernatan dan membuang pelet yang dimana pelet dari sampel
tersebut merupakan pekatan dari DNA yang telah terkumpul. Pembuangan pelet
tersebut dapat
menyebabkan kegagalan dalam kegiatan percobaan isolasi DNA.

7.3.1 Persiapan Alat & Bahan


1. Alat dan Bahan
Alat
 sarung tangan
 waterbath
 centrifuge
 mikrotube,
 mikro
 pipet
 tip
 microtube 1,5 ml (ependorf)
 rak microtube
 box ice
 vortex
 sentrifuge
 spidol/pen waterproof
 water bath
 lemari asam dan label

Bahan
 sampel darah
 buffer A
 buffer B
 buffer C
 buffer D,
 fenol
 fenol-kloroform
 etanol 70% etanol absolut dan akuades.

2. Cara kerja
Tahap Lisis
Pertama, praktikan menyiapkan sampel dalam box ice dan menyiapkan
microtube lalu praktikan memberi label sesuai sampel. Praktikan mengambil buffer A
sebanyak 500 µl, lalu memasukkannya dalam microtube 1,5 ml yang telah praktikan
labeli. Praktikan mengambil sampel darah sebanyak 500 µl dan masukkan dalam
microtube yang berisis buffer A bolak balik dengan kuat sampai larutan larut dan
bercampur. Kemudian praktikan menginkubasinya di suhu ruang selama 10 menit.
Praktikan mengsentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm dan suhu 4 C selama 2⁰
menit. Praktikan membuang supernatan (bagian atas) dengan hati-hati, kemudian
menyisahkan pelet yang ada di dasar microtube lalu praktikan menambahkan buffer B
sebanyak 500 µl dan membolak-baliknya kemudian vortex tabung dengan kuat
selama 2 menit sampai larut. Lalu praktikan menambahkan buffer C sebanyak 500 µl dan
menginkubasi di watter bath dengan suhu 37 C selama 15 menit kemudian⁰
membolak-balik menggunakan vortex dengan kuat selama 2 menit sampai larut.

Tahap Presipitasi dan Pemurnian


Setelah sampel tercerna semua, praktikan menambahkan 200 µl fenol.
Kegiatan ini praktikan lakukan di lemari asam. Praktikan membolak-balik kemudian
vortex dengan kuat selama 5 menit. Menggunakan sentrifuge dengan kecepatan
13.000 rpm dan suhu 4 C selama 3 menit. Kemudian ambil supernatant (bagian atas)⁰
menggunakan mikro pipet, lalu memindahkan dengan hati-hati ke microtube 1,5 ml yang
baru. Praktikan menambahkan 400 µl fenol: kloroform (1:1), sebelumnya larutan fenol-
kloroform harus mengocoknya terlebih dahulu. Praktikan melakukannya di lemari asam.
Praktikan membolak-balik secara perlahan sampai semua larutan tercampur dengan
baik Vortex secara perlahan selama 5 menit. Praktikan mensentrifuge dengan
kecepatan 13.000 rpm dan suhu 4 C selama 2 menit sampai⁰ larutan terpisah menjadi 2
bagian. Praktikan mengambil supernatant (bagian atas) menggunakan mikro pipet,
kemudian praktikan memindahkan dengan hati-hati ke microtube 1,5 ml yang
baru. Untuk pemurnian, praktikan menambahkan etanol absolut sebanyak 500 µl
kemudian praktikan memolak-balik selama 10 menit, akan terlihat lapisan benang-
benang putih. Praktikan mensentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm dan suhu 4 C
selama 2 menit sampai terlihat pelet kecil berwarna putih⁰ pada bagian bawah microtube.
Kemudian praktikan membuang supernatan (etanol absolut) secara hati-hati, jangan
sampai larutan teraduk dan menyebabkan pelet larut kembali dan terbuang. Praktikan
menambahkan etanol 70% sebanyak 500 µl. praktikan membolak-balik secara
perlahan untuk mencuci pelet DNA. Kemudian mensentrifuge dengan kecepatan
13.000 rpm dan suhu 4 C selama 1 menit sampai⁰ terlihat pelet kecil berwarna putih.
Kemudian praktikan membuang etanol secara hati- hati, jangan sampai pelet terbuang.
mengeringkan dan menganginkan selama 2 menit. Praktikan menambahkan buffer D
sebanyak 100 µl dan menyimpan sampel DNA pada temperatur 20 C, siap untuk
analisis berikutnya.

7.3.2 Interpretasi hasil

7.4 Kesimpulan
Kegiatan praktikum isolasi DNA ini, dapat disimpulkan bahwa pada saat praktikum
berlangsung, prinsip-prinsip isolasi DNA selalu diterapkan praktikan. Prinsip-prinsip DNA
tersebut adalah penghilangan protein dan RNA menggunakan beberapa larutan buffer,
menginkubasi sampel yang telah dimasukkan larutan buffer, proses memisahkan pelet dan
supernatant atau mensentrifuge sampel, kemudian melakukan tahap presipitas dan pemurnian
sampel. Melalui prinsip isolasi DNA tersebut jika dilakukan dengan baik, akan menghasilkan
kuantitas dan kualitas DNA yang baik. Dapat dikatakan baik jika DNA yang diperoleh banyak
dan sudah tampak keberadaan benang-benang halus ketika sentrifuge terakhir. Kemudian warna
DNA yang baik adalah yang berwarna putih. Jika warna DNA selain berwarna putih, berarti
DNA masih kotor akibat proses pencucian yang kurang bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Ausubel, F. M. et al. 2013. Current Protocols in Molecular Biology. Person Education Inc, San

Fransisco
Bettelheim & Landesberg. 2009. Molecular Genetic Analysis of Populations. Laboratory

experiments for general organic and biochemistry. Germany


Corkill, G., Rapley, R. 2011. The Manipulation of Nucleic Acids: Basic Tools and Techiques in

Molecular Biomethods Handbook Second Edition. Ed: Walker, J.M., Rapley, R. Humana
Press, NJ, USA.
Karp, Gerald. 2009. Cell and Molecular Biology. USA
Verkuil. 2014. Biokimia Harper. ECG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Nicholl DST. 2012. An introduction to genetic engineering. Crambridge: Cambridge University
Press.
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 2012. Molecular cloning: a laboratory manual. Cold Spring
Harbor Laboratory Press. New York
Yuwono, T., 2010. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta.
TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

MiftaHulwardah YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


NIM 2022202265 NIP 19780701 2000 03 2001

BAB VIII
PENDAHULUAN
(PENGAMBILAN DARAH UNTUK PEMERIKSAAN LAB)

8.1 Latar Belakang Masalah


Pengambilan darah merupakan proses pengeluaran darah dari lengan pendonor dengan
cara phlebotomi melalui vena cubiti dengan volume yang sudah ditetapkan. Volume kantong
darah yang digunakan dalam pengambilan darah donor yaitu 350 ml dan 450 ml. Setelah proses
pengambilan darah donor beserta sampel donor selesai selanjutnya darah yang ada di selang
diserut dengan handsealer kearah kantong darah, kemudian kantong darah digoyangkan secara
perlahan agar darah yang ada diselang tercampur secara homogen dengan antikoagulan lalu
darah dan sampel disimpan pada suhu 2oC sampai 6oC setelah pengambilan (Maharani &
Ganjar, 2018).
Darah yang disimpan diluar tubuh (dalam kantong darah) akan mengalami beberapa
perubahan karena kondisi lingkungan yang berbeda. Berbagai perubahan yang terjadi selama
penyimpanan in vitro di antaranya perubahan daya hidup sel darah merah. Pada saat penyadapan
dalam kantong darah, 1- 5% sel darah merah rusak. Setelah darah disimpan dengan antikoagulan
CPDA selama 2 minggu, meskipun hampir semua sel darah merah hidup normal, namun setelah
ditransfusikan kira-kira 10% musnah dalam waktu 24 jam. Setelah penyimpanan dengan
antikoagulan CPDA selama 4 minggu, tingkat kelangsungan hidup setelah transfusi menurun
sebanyak 25% danel darah merah musnah dalam satu jam pertama setelah transfusi (Maharani &
Ganjar, 2018; Sumoko, 2008). Di UDD PMI Kabupaten Tulungagung whole blood disimpan
selama 35 hari, akan tetapi sebelum 35 hari darah sudah diditribusikan dikarenakan banyaknya
permintaan.
Semakin lama darah disimpan, maka semakin banyak sel darah merah yang hancur dan
semakin kecil jumlah sel darah merah yang bisa bertahan hidup. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya sel eritrosit yang lisis sehingga semakin besar terjadinya kenaikan kadar hemoglobin
pada darah yang disimpan dan akan sangat mengurangi kualitas mutu darah transfusi, karena
apabila darah ini ditransfusikan maka kurang dapat memperbaiki kondisi anemia (Naim, 2014).
Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang berperan sebagai pengangkut
oksigen dari paru- paru ke dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan serta membawa
karbon dioksida dari jaringan tubuh ke paru- paru (Sumoko, 2008).
Pada riset yang telah dilakukan oleh Saidjao et al., pada tahun 2019, menunjukkan bahwa
tidak ada kenaikan kadar hemoglobin yang signifikan pada kantong darah whole blood selama
penyimpanan hari ke 1 dan hari ke 15 dengan nilai rata-rata kenaikan sebesar 0, 16 g/dL. Nilai
rata–rata kandungan Hb hari ke- 1 sebesar 13, 93 g/ dL serta nilai rata- rata kadar Hb hari ke-15
sebesar 14,1 g/dL. Pada tahun 2019, riset yang dilakukan oleh Saragih et al., menunjukkan
bahwa kadar rata-rata hemoglobin yang diperoleh berdasarkan hari menunjukkan kandungan
hemoglobin paling besar pada hari ketujuh ( 15, 7±1, 9 g/dL) serta terendah pada hari
pertama( 14, 9±1, 9 g/dL) meskipun tidak terdapat perbandingan bermakna. Tidak hanya itu,
riset yang dilakukan oleh Unit et al., pada tahun 2021 menunjukkan hasil pemeriksaan
kandungan hemoglobin pada darah donor terhadap lama penyimpanan menunjukkan dari 13
sampel, didapatkan nilai rata- rata kandungan hemoglobin paling tinggi pada minggu IV adalah
17, 1 g/ dL sebaliknya nilai rata- rata kandungan hemoglobin terendah pada hari kesatu adalah
14, 9 g/ dL.

8.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan mengidentifikasi pengaruh lama penyimpanan darah terhadap kadar
hemoglobin pada komponen whole blood.

8.3 Landasan Teori


8.3.1 Definisi Pengambilan darah
Pengambilan darah di laboratorium sering diasumsikan dengan nama, flebotomi.
flebotomi (bahasa inggris 5 phlebotomy) berasal dari kata yunani phleb dan tomia. Phleb
berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”) (faizatul
ulya, 2019).
Tujuan phlebotomy adalah memperoleh sampel darah dalam volume yang cukup
untuk pemeriksaan yang dibutuhkan, dengan menusuk vena (venipunctur) dengan jarum
dan peralatan pendukungnya. Agar mendapatkandarah untuk pemeriksaan laboratorium
maka harus memperhatikan proses pengambilan darah tersebut diantaranya yaitu
peralatan yang akan dipakai, lokasi pengambilan darah vena yang umunya didaerah vena
fossacubiti yaitu vena cubiti atau didaerah pergelangan tangan, selain itu vena yang
dipilih tidak didaerah infuse yang terpasang (Sega F. Andriani, 2016)
Darah adalah produk terapeutik dan harus diambil memenuhi sistem manajemen
mutu untuk unit penyedia darah untuk menjamin mutu dan keamanannya dan untuk
meminimalkan potensi kontaminasi bakteri atau mikroorganisma lainnya. Hanya donor
yang telah diperiksa sesaat sebelum penyumbangan dan memenuhi kriteria seleksi donor
yang ditetapkan UTD yang diperbolehkan untuk menyumbangkan darah. Mereka harus di
identifikasi kembali sebelum penusukan dimulai dan darahnya ditampung di dalam
kantong darah steril yang telah disetujui oleh petugas kompeten terlatih menggunakan
prosedur yang telah divalidasi (Permenkes 91 tahun 2015).
Aftap adalah proses pengeluaran atau penyadapan darah dari lengan pendonor dengan
cara phlebotomi melalui vena cubitti. Proses penyadapan darah biasanya melalui
beberapa tahap di antaranya Seleksi donor darah merupakan upaya untuk menjaga
keselamatan donor darah dan untuk menjaga keselamatan penerima darah/resipien
(Anonymous,2018). Phlebotomy atau flebotomi adalah prosedur laboratorium yang
dilakukan dengan mengeluarkan sejumlah darah. Jadi, flebotomi dilakukan dengan cara
memasukkan jarum ke dalam pembuluh darah vena guna mengeluarkan darah dari dalam
tubuh ( Setiaputri.K.A,2020).
Phlebotomist adalah seorang tenaga kesehatan medis yang telah mendapat
kompetensi dari pendidikan/pendidikan dan kewenangan dari pemegang otoritas dibidang
tersebut melalui pemberian izin yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk
melakukan pengambilan darah (sampling) dan menampung specimen darah dari
pembuluh darah (vena, kapiler, dan arteri) (Ardyansyah.A ,2020).

8.3.2 Komplikasi pengambilan darah


Phlebotomy juga dapat menyebabkan komplikasi pada beberapa pasien yang
sensitif. Adapun komplikasi-komplikasi yang biasa di alami pasien adalah sebagai
berikut:
 Hematoma (terkumpulnya massa darah dalam jaringan akibat robeknya pembuluh
darah). Hematoma terjadi pada lokasi penusukan yang sama, kelainan dinding
darah, jarum hanya menembus sebagian dan atau seluruh dinding vena, serta
jarum yang dilepaskan pada saat torniquet masih terpasang di lengan.
 Rasa nyeri (timbul akibat alkohol yang belum kering atau akibat dari penarikan
jarum yang terlalu kuat).
 Alergi (terjadi karena pasien sensitif terhadap bahan-bahan yang dipakai pada saat
phlebotomy).
 Anemia (terjadi karena pengambilan darah yang berulang-ulang).
 Hemodilusi (terjadi karena pengambilan darah di lengan yang terdapat pemberian
cairan infus).
 Syncope (keadaan dimana pasien kehilangan kesadaran beberapa saat akibat
menurunnya tekanan darah) (Ardyansyah A,2020).

8.3.3 Teknik pengambilan darah


Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual menggunakan
alat suntik (syring) dan cara vakum menggunakan tabung vakum (vacutainer). Seiring
dengan perkembangan teknologi pengambilan darah menggunakan alat suntik telah
tergantikan oleh kehadiran tabung vacutainer, kelebihannya yaitu tabung tersebut
memiliki konsentrasi antikoagulan yang sesuai pada komposisi pengambilan darah dan
mengurangi terjadinya hemolisis (Ardyansyah .A,2020).
Menurut (Permenkes 91 tahun 2015) Tekanan harus dilakukan untuk
mengidentifikasi vena yang akan ditusuk. Lokasi penusukan kemudian dipersiapkan
menggunakan desinfektan yang telah disetujui dengan prosedur yang telah divalidasi
yang akan meminimalkan kontaminasi bakteri. Desinfektan harus dibiarkan mengering
dengan sempurna dan tidak boleh dilakukan perabaan ulang terhadap vena di area yang
telah dipersiapkan sebelum penusukan jarum, kecuali dipakai sarung tangan steril yang
baru. Penusukan vena harus dilakukan secara aseptik dan sekali darah telah memasuki
kantong darah, tekanan harus dilepaskan perlahan-lahan. Kantong darah harus digoyang
dengan interval yang reguler untuk menjamin antikoagulan tercampur dengan darah dan
ditimbang sepanjang proses hingga berat (volume) yang ditargetkan telah tercapai.
Aliran darah harus besar dan tidak terganggu. Jika aliran darah lambat, diperkenankan
untuk mereposisi sedikit dari jarum untuk pengambilan darah lengkap. Pada kondisi
tertentu, tusukan kedua diperkenankan.
Setelah proses penyumbangan darah dimulai dan sebelum selesai, label nomor
donasi yang unik harus ditempelkan pada tabung sampel dan semua kantong darah yang
akan diisi komponen darah pada tahapan proses pengolahan. Pada akhir penyumbangan,
darah di dalam selang harus diserut balik ke arah kantong dan ujung selang yang
dipotong harus sesegera mungkin di seal/direkatkan. Sampel darah untuk uji saring
harus diambil pada setiap penyumbangan dan jika tabung dengan antikoagulan yang
digunakan, maka harus dicampur dengan baik sesegera mungkin. Waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pengambilan darah harus dicatat dan digunakan untuk
menetapkan jenis komponen darah yang akan dibuat darinya. Darah yang
disumbangkan harus dibuang jika beratnya kurang atau lebih secara signifikan, atau jika
melebihi waktu pengambilan darah maksimal yang diperbolehkan.

8.3.4 Persiapan Alat & Bahan


1. Alat dan Bahan
Alat
 Spuit 1 ml
 TorniAuet
 Kapas Alkohol
 Kapas kering
 Tabung
 Plester
 Safety Box.
Bahan
 Alkohol 70%

2. Cara Kerja
 Dilakukan persiapan kerja seperti alat-alat yang akan digunakan.
 Posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkok siku, pilih lengan yang
paling banyak melakukan aktivitas, letakan tangan diatas meja.
 Melakukan perabaan (palfasi) pada lokasi vena yang akan ditusuk, pasien diminta,
untuk mengepalkan tangan.
 Pasang tourniquet lebih kurang 3 jari diatas liat siku.
 Lokasi vena yang akan ditusuk didesinveksi dengan kapas alkohol 70% dengan
sekali usap.
 Tusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap keatas dengan
kemiriringan antara jarum dan kulit 15-30 derajat.
 Setelah volume darah cukup, dilepaskan tourniquet dan pasien diminta membuka
kepalan tangannya.
 Lepaskan atau tarik jarum dan segera letakan kapas alcohol 70% diatas bekas
suntikan untuk menekan bagian tersebut dan ditutup dengan plester atau hepavyx.
 Memindahkan sampel darah dari dalam spuit ketabung dengan cara melepaskan
jarum lalu mengalirkan darah perlahan melalui dinding tabung.
 Jika sampel harus diberi anti koagulan, maka segera mungkin darah dimasukan
kedalam tabung dengan antikoagulan (EDTA, Ditras) campur dengan membolak-
balikan tabung beberapa kali.
8.3.5 Interpretasi Hasil

8.4 Kesimpulan
Pada akhir penyumbangan, darah di dalam selang harus diserut balik ke arah kantong dan
ujung selang yang dipotong harus sesegera mungkin di seal/direkatkan. Sampel darah untuk uji
saring harus diambil pada setiap penyumbangan dan jika tabung dengan antikoagulan yang
digunakan, maka harus dicampur dengan baik sesegera mungkin. Dan darah yang disumbangkan
harus dibuang jika beratnya kurang atau lebih secara signifikan, atau jika melebihi waktu
pengambilan darah maksimal yang diperbolehkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bain, B. J. 2014. Hematologi : kurikulum inti. Cetakan 20. Edited by A. S. Y.Joko Suyono,
Ferdy Sandra. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI.2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.Jakarta : Badan Penlitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Mahyaningsih, T. I. (2018). Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Darah yang Berpengaruh
Terhadap Kualitas Spesimen di Laboratorium RSUD Kota Bandung. Bandung: Poltekkes
Kemenkes Bandung.
Organization WH.A global brief on Hypertension silent killer, global public health crises (World
Health day 2015). Geneva: WHO. 2015.
Prasetya, D. (2018). Phlebotomi, Pengertian, Metode dan Tindakan Pengambilan Darah. Dipetik
Desember 8, 2019, dari https://www.hallosehat.com.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT. Alfabeta.
TTD Mahasiswa TTD Dosen Pengampu Nilai

YULINA DH Skep.Ners,M .biomed


NIP 19780701 2000 03 2001
MiftaHulwardah
NIM 2022202265

Anda mungkin juga menyukai