Anda di halaman 1dari 72

i

PENGELOLAAN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROJO MAGELANG
Tinjauan Terhadap Hukum Kesehatan, Ergonomi, ICD-10 dan ICD-9-CM

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN


SEMESTER V TAHUN AKADEMIK 2017 / 2018

Disusun Oleh :
Ratih Atmaningrum 2015180
Shofiya Widyawati S 2015182
Intan Aspermatasari 2015217
Nia Rizki Rinaldhi 2015258
Nisa Rachmawati 2015260
Ratih Anggita H D 2015265

AKADEMI PEREKAM MEDIK DAN INFORMATIKA KESEHATAN


APIKES CITRA MEDIKA SURAKARTA
2017

i
ii

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya serta petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Pratek Lapangan Siklus 4 / Semester V yang telah

dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang dengan lancar.

Terselesainya laporan ini tidak lepas dari dukungan orang-orang disekitar

penulis. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu dr. Endang Widyaswati, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Jiwa Prof.

dr. Soerojo Magelang yang telah memberikan ijin sehingga penulis dapat

melaksanakan praktek lapangan siklus IV di rumah sakit tersebut.

2. Bapak Tominanto, S.Kom., M.Cs selaku Direktur APIKES Citra Medika

Surakarta.

3. Ibu Eti Kurniawati, S.Sos selaku Kepala Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

4. Bapak Rudi Eko Sigit Santoso, Amd selaku pembimbing lapangan Rumah

Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang yang telah membimbing penulis

selama pelaksanaan praktek lapangan.

5. Ibu Riska Rosita S.KM., M.PH selaku pembimbing materi yang telah

membimbing penulis dalam menyusun laporan praktek lapangan ini sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan dengan baik.

6. Seluruh staf dan karyawan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

yang telah membantu kami selama melakukan praktek lapangan.

iii
iv

7. Bapak/Ibu dosen dan karyawan APIKES Citra Medika Surakarta yang telah

membantu kami membuat laporan.

8. Keluarga dan rekan-rekan mahasiswa APIKES Citra Medika Surakarta dalam

membantu pembuatan laporan praktik lapangan ini.

Demikian laporan praktek lapangan ini penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan

kritik yang membangun untuk penulis diharapkan guna penyempurnaan laporan

ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, November 2017

iv
v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3

C. Tujuan .......................................................................................... 3

D. Manfaat ........................................................................................ 4

E. Ruang Lingkup ............................................................................ 5

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Hukum Kesehatan ....................................................................... 6

B. Ergonomi ..................................................................................... 12

C. Internasional Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problems Tenth Revision (ICD-10) ................................. 19

D. International Classification of Diseases Clinical Modification

Ninth Revision (ICD-9CM) ......................................................... 31

v
vi

BAB III : HASIL PENGAMATAN

A. Sejarah RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ..................................... 35

B. Hukum Kesehatan Kerahasiaan Dokumen Rekam Medis di RSJ

Prof. dr. Soerojo Magelang ......................................................... 41

C. Kebutuhan Rak di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang .................... 44

D. ICD-10 dan ICD-9-CM ............................................................... 48

BAB IV : PEMBAHASAN

A. Hukum Kesehatan di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ............... 54

B. Analisis Kebutuhan Rak Rekam Medis tahun 2017-2020 di RSJ

Prof. dr. Soerojo Magelang ......................................................... 55

C. Analisis Keakuratan Kode Diagnosa dan Tindakan Pada Kasus

Neoplasma di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang .... 55

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 58

B. Saran ............................................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Dokumen Rekam Medis Pasien Baru tahun 2015-2017 ...... 45

Tabel 3.2 Perhitungan Prediksi Pertambahan Pasien Baru tahun 2018, 2019

dan 2020 Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil .......................... 46

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Prediksi Jumlah Dokumen Rekam Medis Pasien

Baru tahun 2017, 2018, dan 2019 ..................................................... 46

Tabel 3.4 Tabel Dimensi Ukuran Rak............................................................... 47

Tabel 3.5 Kebutuhan Rak Penyimpanan Dokumen Rekam Medis 2017, 2018,

dan 2019 ........................................................................................... 47

Tabel 3.6 Keakuratan Kode Diagnosa Tumor Mammae di

RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ...................................................... 49

Tabel 3.7 Keakuratan Kode Tindakan Diagnosa Tumor Mammae Pada 10

Dokumen Rekam Medis di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang .......... 50

Tabel 3.8 Keakuratan Kode Diagnosa Tuberculosis Paru pada 10 Dokumen

Rekam Medis di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ............................ 51

Tabel 3.9 Keakuratan Kode Tindakan Chest X-Ray pada 10 Dokumen Rekam

Medis di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ....................................... 52

vii
viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Filling kabinet ................................................................................. 14

Gambar 2.2 Lateral filling .................................................................................. 14

Gambar 3.1 Keamanan Ruang Filling di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang ........ 42

viii
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pernyataan Peminjaman Dokumen Rekam Medis

Lampiran 2 Dokumentasi

Lampiran 3 Data Kunjungan Pasien Baru Rawat Jalan dan Rawat Inap

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU No. 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat. Untuk mencapai hal tersebut, maka pengambilan keputusan dalam

organisasi rumah sakit memerlukan informasi yang akurat, tepat waktu, dapat

dipercaya, masuk akal dan mudah dimengerti dalam berbagai keperluan

pengelolaan rumah sakit, dalam menghadapi era globalisasi yang akan

memasuki semua bidang termasuk bidang kesehatan, maka rumah sakit perlu

mempersiapkan pelayanan agar mampu bersaing dengan peningkatan mutu

pelayanan rumah sakit, khususnya pada mutu pelayanan rekam medis.

Menurut PerMenKes No 269/MENKES/PER/III/2008 rekam medis

adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan

kepada pasien. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi

tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka

pemberian pelayanan kesehatan.

Catatan yang berisi informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat

penyakit riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga

kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas

pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan

1
2

tersebut salah satunya adalah rekam medis dan petugas pengelola yang

dimaksud adalah petugas filing.

Menurut PerMenKes No. 269/MENKES/PER/III/2008 Bab III, pasal 7

bahwa sarana pelayanan kesehatan wajib menyediakan fasilitas yang

diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis. Pelayanan Rekam

medis diselenggarakan oleh Unit Rekam Medis salah satunya adalah bagian

filing yang merupakan tempat penyimpanan dokumen rekam medis yang

berfungsi sebagai penyimpan, penyedia dan pelindung dokumen rekam medis

dengan tujuan memudahkan penyimpanan dan pengambilan kembali

dokumen rekam medis di ruang filing. Dokumen rekam medis meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan pasien sehingga kapasitas

rak penyimpanan dokumen rekam medis harus mampu menampung

keseluruhan dokumen rekam medis pasien yang datang berkunjung. Hal ini

menyebabkan rumah sakit perlu untuk menambah rak penyimpanan agar

seluruh dokumen rekam medis pasien tertampung tanpa ada yang tercecer.

Pengelolaan rekam medis juga terdapat bagian yang penting dalam

coding yang bertugas meneliti dan mengkode diagnosis penyakit dengan

ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problems Tenth Revision), ICD-9-CM (International Classification Of

Diseases Clanical Modification Ninth Revition) untuk memastikan kode

operasi dan prosedur medis.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengambil judul

“Pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan di Rumah Sakit Jiwa


3

Prof. dr. Soerojo Magelang Tinjauan Terhadap Hukum Kesehatan, Ergonomi,

ICD-10 dan ICD-9-CM”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang ditinjau dari aspek hukum

kesehatan, ergonomi, ICD-10 dan ICD-9-CM?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui secara umum sistem pengolahan rekam medis dan

informasi kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang di

tinjauan dari aspek hukum kesehatan, ergonomi, ICD-10 dan ICD-9-CM.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tentang hukum kesehatan khususnya pada kerahasiaan

Dokumen Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang.

b. Mengetahui dan menganalisis ergonomi khususnya pada perhitungan

kebutuhan rak filing rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.

Soerojo Magelang.

c. Menganalisis keakuratan penyakit dan tindakan berdasarkan ICD-10

dan ICD-9-CM di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang.


4

D. Manfaat

1. Bagi Akademik

Sebagai referensi perpustakaan APIKES Citra Medika Surakarta

guna pengembangan ilmu rekam medis dan menambah wawasan tentang

dunia kerja bagi mahasiswa.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dan pertimbangan dalam peningkatan pelayanan

kesehatan di rumah sakit dalam bidang pengelolaan rekam medis.

3. Bagi Mahasiswa

a. Menambah pengalaman dan dapat membandingkan antara teori yang

diajarkan dengan keadaan di lapangan.

b. Menambah wawasan keilmuan rekam medis lebih luas dengan

melihat kondisi yang ada di lapangan.

c. Menambah pengetahuan serta pelatihan pengelolaan rekam medis

dan informasi kesehatan tentang dunia kerja rekam medis.


5

E. Ruang Lingkup

1. Lingkup Keilmuan : Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

2. Lingkup Materi : Pengelolaan rekam medis tinjauan terhadap

Hukum Kesehatan, Ergonomi, ICD-10 dan ICD-

9-CM.

3. Lingkup Lokasi : Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

4. Lingkup Objek : Unit Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof.

dr. Soerojo Magelang.

5. Lingkup Waktu : Praktik Lapangan Siklus 4 dilaksanakan tanggal

13 November – 09 Desember 2017.

6. Lingkup Metode : Observasi dan Wawancara


6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan adalah hukum yang mengatur segala aspek yang

berkaitan dengan usaha-usaha dan pemeliharaan hukum kesehatan. Hukum

kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga

pendapat para ahli hukum maupun kedokteran. Adapun dasar-dasar peraturan

penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit yaitu:

1. UU No. 7/1971 tentang ketentuan-ketentuan pokok kearsipan.

2. UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

3. UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.

4. PP No. 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.

5. KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/III/2007 tentang standar

profesi rekam medis dan informatika kesehatan.

6. PERMENKES RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam

medis.

7. PERMENKES No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan

tindakan kedokteran.

8. SE DIRJEN YANMED No. HK.00.06.1.5.01160 tentang petunjuk teknis

pengadaan formulir rekam medis dasar dan pemusnahan arsip rekam

medis di rumah sakit.

6
7

9. SE DIRJEN YANMED No: YM 02.04.3.5.2504 tentang pedoman hak

dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit.

10. SE DIRJEN YANMED No. HK 00.06.6.5.1866 tentang pedoman

persetujuan tindakan medis.

11. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang rekam medis.

Secara garis besar kerahasiaan rekam medis dalam Permenkes tersebut

diatur sebagai berikut:

1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat

pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiannya

oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan

pimpinan sarana pelayanan kesehatan (pasal 10). Pasal tersebut

mempunyai maksud agar data riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan,

dan riwayat pengobatan pasien yang dicatat agar tetap terjaga dan

terjamin kerahasiaanya. Rekam medis itu bersifat rahasia. Artinya tidak

semua orang bisa membaca dan mengetahuinya. Setiap PPA (Profesional

Pemberi Asuhan) wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

tentang pasien, bahkan juga setelah pasien tersebut meninggal dunia.

2. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,

dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang

memberikan pelayanan kesehatan secara langsung (pasal 5 ayat 4), hal ini

diperlukan untuk memudahkan sistem pertanggungjawaban atas

pencatatan tersebut.
8

3. Kepemilikan Rekam Medis

Pada permenkes RI Nmor 269/Menkes/Per/III/2008 disebutkan

bahwa DRM (Dokumen Rekam Medis) adalah milik sarana pelayanan

kesehatan (pasal 12 ayat 1) dan isinya milik pasien (pasal 12 ayat 2).

Apabila pasien meminta isi rekam medis maka dapat diberikan dalam

bentuk ringkasan rekam medis (pasal 12 ayat 3). Ringkasan rekam medis

dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi

kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang

berhak untuk itu (pasal 12 ayat 4).

Kesimpulan dari uraian diatas adalah rekam medis merupakan milik

sarana pelayanan kesehatan (health care provider) sedangkan isinya

pasien berhak tahu atau diberi tahu sesuai dengan penjelasan pasal 57 UU

No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam

medis untuk dapat menunjang kepentingannya.

Implementasi dari pasal dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

a. Hak Health Care Provider

1) Merancang desain rekam medis.

2) Berhak menguasai rekam medis.

3) Menggunakan isi rekam medis untuk kepentinggannya.

4) Memusnahkan isi rekam medis sesuai ketentuan.

5) Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa

kepada pasien. Kebijakan ini lebih baik daripada

memusnahkannya sebab tidak tertutup kemungkinan rekam


9

medis tersebut sangat berguna sebagai acuan di luar masa

kadaluwarsa.

b. Kewajiban Health Care Provider

1) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data

tentang pasien yang sewaktu-waktu diperlukan.

2) Menjaga dari kerusakan atau kehilangan.

3) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen

Pelayanan Medis.

4. Kerahasiaan Rekam Medis

Kerahasiaan rekam medis diatur dalam Undang-Undang No 29

tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 47 ayat (2) yang

menyatakan bahwa “rekam medis harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana

kesehatan”. Hal yang sama dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah No

10 tahun 1996 pasal 11 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1996 pasal 1

menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah

segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang dalam pasal 3 pada

waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan

kedokteran”.

Pada bagian penyimpanan rekam medis harus diutamakan beberapa

faktor diantaranya penerangan lampu yang cukup baik, dapat

menghindarkan kelelahan pengelihatan petugas dan perlu diperhatikan


10

pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu dan pencegahan

bahaya kebakaran. (Depkes RI, 2006)

5. Pemanfaatan Data Rekam Medis

Pada hakikatnya Rekam Medis merupakan sumber data yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Seperti yang

tercantum pada pasal 13 ayat 1 Permenkes 269 tahun 2008 disebutkan

bahwa pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan

kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika

kedokteran gigi.

c. Keperluan pendidikan dan penelitian.

d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

e. Data statistik kesehatan.

Sedangkan Secara garis besar kerahasiaan rekam medis dalam MKI

KARS tersebut diatur sebagai berikut:

1) Standar MKI.10 tentang kerahasiaan dan privasi informasi yang

dijaga.

Rumah sakit menjaga privasi dan kerahasiaan data serta informasi

dan secara khusus dalam menjaga data dan informasi yang sensitif.

Keseimbangan antara berbagi (sharing)data dan kerahasiaan data

diatur. Rumah sakit menetapkan tingkat privasi dan kerahasiaan


11

yang dijaga untuk kategori beragam informasi (misalnya : rekam

medis pasien, data riset, dan lainnya)

2) Standar MKI.11

Kebijakan dan prosedur mengatur prosedur pengamanan yang

memperbolehkan hanya staff yang mendapat kewenangan (otoritas)

untuk bisa mengakses data dan informasi. Akses terhadap informasi

dari kategori yang berbeda didasarkan pada kebutuhan dan

dijabarkan dalam jabatan dan fungsi, termasuk mahasiswa

dilingkungan akademis. Proses yang efektif menetapkan :

a) Siapa yang mempunyai akses pada informasi

b) Informasi dimana seseorang individu mempunyai akses

c) Kewajiban pengguna untuk menjaga kerahasiaan informasi

d) Proses yang harus diikuti ketika terjadi pelanggaran terhadap

kerahasiaan dan keamanan

Salah satu aspek untuk menjaga keamanan informasi pasien

adalah dengan menentukan siapa yang berwenang untuk

mendapatkan berkas rekam medis klinis pasien dan melakukan

pengisian berkas ke dalam rekam medis pasien tersebut. Rumah sakit

mengembangkan suatu kebijakan dalam memberikan kewenangan

pada seseorang individu dan mengidentifikasi isi dan format

pengisian berkas rekam medis klinis pasien. Ada suatu proses untuk

menjamin bahwa hanya individu yang diberi otorisasi / kewenangan

yang melakukan pengisian berkas rekam medis klinis pasien.


12

B. Ergonomi

1. Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergo (kerja) dan Nomos

(hukum), dengan demikian ergonomi dapat diartikan sebagai suatu sistem

yang berorientasi kepada disiplin ilmu diterapkan pada hampir semua

aspek kehidupan atau kegiatan manusia (Tarwaka, 2015 : 10)

Ergonomi adalah penerapan ilmu–ilmu biologis tentang manusia

dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian

secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, diukur dengan

defisiensi dan kesejahteraan sosial (Suma’mur, 2013 : 379).

Ergonomi dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi

berkurang. Dengan evaluasi fisiologis, psikologis atau cara-cara tak

langsung, beban kerja diukur dan dianjurkan modefikasi yang sesuai

antara kapasitas fisik dan mental tenaga kerja dengan beban kerja yang

disebabkan oleh pekerjaan dan beban tambahan dari aneka faktor

lingkungan. Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya

pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

kerja fisik maupun mental, mengupayakan promosi dan kepuasan

kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna


13

serta meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia

produktif maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan antara berbagai aspek yaitu aspek

teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja

yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup

yang tinggi (Tarwaka, 2015).

2. Peralatan Penyimpanan atau Rak Penyimpanan

Rak penyimpanan adalah rakitan dari beberapa sub rak yang terbuat

dari papan kemudian diberi tiang untuk menaruh atau untuk menyimpan

berkas yang disusun secara vertikal maupun horizontal. Berkas akan

ditempatkan pada rak penyimpanan dari ujung kiri dari rak penyimpanan

paling atas dan dilanjutkan ke sub rak berikutnya.

a. Tipe peralatan penyimpanan

Tipe peralatan penyimpanan dapat dikelompokkan menjadi 4

macam yaitu:

1) Vertical filing

Adalah jenis alat penyimpanan yang umum dipergunakan dalam

kegiatan pengurusan arsip dan alat ini sering disebut filing

cabinet. Untuk penggunaan filing cabinet adalah penyimpanan

dokumen dengan bentuk peralatan tertentu.


14

Filing Cabinet :
Terdiri dari 3 tipe :
FD 102 (2 Laci)
H 700 X W465 X
D620
FD 103 (3 Laci)
H 1000 X W465 X
D620
FD 104 (4 Laci)

Gambar 2.1 Filing Cabinet

2) Lateral Filing

Gambar 2.2 Lateral Filing


Peralatan yang digunakan untuk menyimpan arsip

diletakkan secara vertikal, akan tetapi peralatan ini tetap disebut

sebagai file lateral. Hal ini dikarenakan letak map atau arsip

menyamping sehingga alat ini dapat menghemat tempat

dibandingkan dengan file cabinet selain itu ada kegunaan yang

lain yaitu mempercepat dalam penemuan arsip atau dokumen.


15

3) Power filing

Alat penyimpanan ini dipergunakan untuk menyimpan arsip

atau dokumen dengan cara kerja secara elektronik atau otomatis.

Terdiri dari 3 model dasar yaitu :

a) Filing kartu

Tempat penyimpanan filing yang dibuat secara khusus

untukmenyimpan kartu formulir dengan ukuran tertentu.

b) Filing structural

Filing yang dipergunakan untuk menyimpan semua

jenis ukuran formulir atau arsip. Model filing ini sering

digunakan untuk bagian penyimpanan dokumen dengan

kapasitas yang lebih besar dan dapat ditemukan pada rumah

sakit khususnya bagian filing.

c) Filing mobil atau bergerak

Keuntungan dari filing mobil adalah menghemat

pemakaian keuangan dan terletak diatas semacam rel yang

mempermudah gerakan ke depan dan ke belakang.

Sehingga dapat dibuat gang atau sela diantara dua rak untuk

tempat berdiri petugas yangsedang mencari dokumen.

d) Rotary filing

Rotary filing adalah suatu sistem pengarsipan secara

melingkar dan dapat berputar, yang dapat menghemat ruang

pada lantai dan dinding hingga 60%. Pada rotary filing,


16

map-map yang disimpan akan disusun secara melingkar,

sehingga terhindar dari ruang yang tidak terpakai.

Keuntungan lain yang diperoleh yaitu memudahkan dalam

mengambil dan mengembalikan berkas yang diperlukan.

Hal tersebut dikarenakan rotary filing ini memiliki map–

map yang memiliki kode – kode warna, angka, susunan dan

urutannya teratur sehingga sangat membantu dalam

pemakaian. Dalam setiap satu putaran dapat menyimpan

map–map tersebut setara dengan satu filing kabinet empat

tingkat. dimana, satu rotary filing memiliki empat hingga

enam tingkat sehingga satu rotary filing menghemat

penggunaan filing kabinet sebanyak 4 sampai 6 unit.

4) Rak Roll O’pack (Lemari Bergerak)

Bentuk lemari ini merupakan modifikasi dan

pengembangan dari lemari rak terbuka. bedanya adalah bahwa

modal roll o’pack mudah digeser-geser karena memiliki roda

atau rel dengan kemudahan digeser ini maka penataan ruang

filling bisa lebih hemat tempat karena tidak perlu menyediakan

jarak antara lemari satu dengan lainnya (gang) yang statis pada

modal lainnya. pada suatu saat cukup tersedia satu atau dua gang

saja yang aktif sedangkan lemari yang lain bisa dihimpitkan.

pada saat dibutuhkan, lemari ini bisa digeser membentuk gang

baru. untuk memdahkan penggeseran, biasanya disediakan


17

semacam tuas untuk menarik / mendorong lemari atau tuas putar

yang menyebabkan lemari bergeser. dengan menghemat area

yang dijadikan gang ini maka daya tampung ruang filling secara

keseluruhan menjadi lebih besar. (Sudra, 2014).

Keuntungan dari rak roll o’pack :

a) Sistem modern untuk penyimpanan arsip dan barang yang

menghasilkan ekstra kapasitas ruang, ekonomis dan efisien.

b) Mengurangi beban kerja petugas dalam hal membuka

menutup rak apabila mudah ditarik dan digeser.

c) Karena tempat penyimpanan dapat dicapai lebih singkat,

sehingga menambah efisiensi kerja.

d) Dapat melindungi berkas rekam medis dari bahaya kimiawi

dan fisik seperti anti rayap, anti kelembaban, anti api dan

anti karat.

Kerugian menggunakan rak roll o’pack diantaranya adalah :

a) Membutuhkan biaya yang banyak untuk pengadaan roll

o’pack.

b) Harus disesuaikan sumber daya petugas.

c) Membutuhkan perawatan khusus sehubungan dengan

pengadaan dan perawatan rak roll o’pack. (Depkes, RI.

1997).
18

2. Bahan rak penyimpanan

Rak penyimpanan dapat terbuat dari bahan kayu, ada pula yang

terbuat dari besi atau baja. Adapun almari yang terbuat dari bahan baja

khusus maka dilihat dari segi keamanan mempunyai keuntungan yaitu :

a. Bor tidak mampu menembus almari.

b. Las tidak mampu melumerkan almari.

c. Tahan dari gedoran palu besi.

d. Rata–rata bahan rak file atau penyimpanan yang ada di rumah sakit

terbuat dari besi, dengan alasan dapat dibongkar pasang sewaktu –

waktu sesuai kebutuhan sehingga mudah dilakukan pembongkaran

dan bila terbuat dari bahan kayu tidak tahan lama, tidak praktis dan

mudah rapuh (Depkes, RI. 1997).

3. Metode Penghitungan Kebutuhan Rak Penyimpanan Dokumen Rekam

Medis

Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil, yang

merupakan metode murni matematika dengan persamaan rumus Y = a +

bx. Rumus tersebut digunakan untuk mengolah data dalam memprediksi

peningkatan jumlah pasien dari satu Rumah Sakit terhadap penambahan

suatu berkas rekam medis pasien dari waktu ke waktu.

Y : Nilai variabel y pada suatu waktu tertentu.

a : Pemotongan antara garis trend dengan sumbu tegak (x) a = nilai

Y, jika x = 0

b : Kemiringan garis trend, besarnya perubahan variabel y yang


19

terjadi pada setiap perubahan satu unit variabel x.

x : Periode waktu secara berkala.

Untuk penghitungan rata-rata ketebalan dokumen rekam medis yang

dapat digunakan di bagian unit filing, dapat digunakan rumus sebagai

berikut:

Perhitungan Ketebalan DRM =

Selain itu dihitung juga perencanan rak penyimpanan untuk

menghitung prediksi rak file 5 tahun yang akan datang di bagian unit

filing, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Perhitungan rak penyimpanan

Untuk penghitungan perkiraan kebutuhan rak penyimpanan 5 tahun

yang akan datang di bagian filing dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Perhitungan Kebutuhan rak

C. Internasional Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems Tenth Revision (ICD-10)

ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problems 10th Revision) adalah buku mengenai pengkodean atas

penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan


20

keadaan social dan eksternal menyebabkan cedera atau penyakit seperti yang

diklasifikasikan oleh (WHO, 2010).

1. Tujuan ICD-10

a. Mendapatkan rekaman sistematik, melakukan analisis, interpretasi

serta membandingkan data morbiditas dan mortalitas dari negara

yang berbeda atau antar wilayah dan pada waktu yang berbeda.

b. Menerjemahkan diagnose penyakit dan masalah kesehatan dari kata-

kata menjadi kode alphanumeric yang akan memudahkan

penyimpanan, mendapatkan data kembali dan analis data.

c. Untuk klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang terdapat

pada beberapa macam rekaman tentang kesehatan dan rekaman vital.

2. Struktur ICD-10

Menurut Depkes RI struktur ICD terdiri atas tiga volume yaitu:

a. Volume 1 adalah daftar tabulasi yang berupa daftar alphanumeric,

penyakit, kelompok penyakit beserta catatan “inclusion” dan

“ecslusion” dan beberapa pemberian kode.

b. Volume 2 berisi tentang pengenalan dan petujuk bagaimana

menggunakan volume 1 dan volume 2, petunjuk membuat sertifikat

dan aturan kode mortalitas, serta sebagai petunjuk mencatat dan

mengkode mortalitas.

c. Volume 3 adalah indeks abjad dari penyakit dan kondisi yang

terdapat pada daftar tabulasi. Volume 3 terdiri dari:

1) Pendahuluan, menerangkan kegunaan indeks secara umum.


21

2) Bagian I adalah daftar istilah abjad yang berhubungan dengan

penyakit, sifat cedera akibat kontak dengan pelayanan kesehatan

dan faktor yang mempengaruhi seseorang sehat.

3) Bagian II adalah daftar abjad sebab luar cedera morbiditas dan

mortalitas.

4) Bagian III adalah susunan abjad obat-obatan dan bahan kimia.

3. Konvensi atau Tanda Baca ICD-10

Tanda baca (konvensi) dalam ICD-10 untuk daftar tabulasi pada jilid

I menurut Depkes RI (1999) adalah sebagai berikut :

a. Istilah “Inclusion” (Termasuk)

Beberapa pokok bahasan pada tiga atau empat karakter,

seringkali ditemukan sejumlah istilah diagnostik lain yang disebut

sebagai “inclusion terms” (artinya, kira-kira: termasuk) dimaksudkan

sebagai tambahan diagnostik yang dapat diklasifikasikan ke dalam

kelompok yang bersangkutan

Istilah pada “inclusion” dapat juga dipakai untuk kondisi yang

berbeda atau sinonimnya (sesuai dengan catatan pada “inclusion”)

yang bukan subklasifikasi kelompok tersebut, digunakan sebagai

pedoman rubrik.

b. Istilah “Exclusion” (Tak Termasuk)

Beberapa pokok bahasan tertentu berisi kondisi yang didahului

dengan kata “exclusion”. Istilah ini menunjukkan kode ditempat lain,


22

tidak didalam kategori ini. Kode yang benar adalah yang diberi tanda

dalam kurung yang mengikuti istilah itu.

c. Penjelasan Kata Istilah (Glossary)

Bab V : Gangguan Mental dan Perilaku, menggunakan

penjelasan glossary untuk menunjukkan isi rubrik ini. Hal ini

digunakan karena terminologi gangguan mental bervariasi, terutama

pada perbedaan diantara Negara. Glossary tidak diperuntukkan

untuk penggunaan kode diagnosis. Tetapi diperuntukkan sebagai

petunjuk dokter klinik.

d. Kode Ganda Sistem Dagger (Sangkur) dan Asteris (Bintang)

Sistem kode ganda dari kombinasi kode melalui tambahan tanda

sangkur (†) dan tanda bintang (*) telah digunakan pada ICD-10, jadi

membolehkan penjelasan kondisi dalam istilah yang mendasari

penyebab atau etiologi (†) dan manifestasi (*). Kode primer untuk

penyakit yangmendasari penyebab ditandai dengan tanda sangkur

(†).

Kode untuk manifestasi ditandai dengan tanda bintang (*).

Prinsip dasar dari ICD-10 adalah kode sangkur yaitu kode primer

dan harus selalu digunakan untuk kondisi tunggal. Kode bintang (*)

tidak pernah digunakan sendirian.

e. Tanda kurung / Parentheses ( )

Tanda kurung digunakan dalam jilid I dalam 4 cara yaitu :


23

1) Untuk menyertakan kata-kata tambahan, yang akan mengikuti

istilah diagnostik tanpa mempengaruhi angka kode yang dirujuk

oleh kata diluar kurung.

2) Untuk menyertakan kode yang dimaksud dalam istilah

“exclusion”.

3) Untuk menyertakan kode tiga karakter dari kategori blok

tertentu.

4) Untuk menyertakan kode sangkur dalam kategori bintang dalam

istilah sangkur.

f. Kurung besar / Square brackets [ ]

Tanda ini digunakan untuk :

1) Untuk menyertakan sinonim, kata-kata alternatif atau kalimat

penjelas.

2) Untuk merujuk pada catatan.

3) Untuk merujuk ke kelompok subdivisi karakter ke empat yang

dinyatakan sebelumnya.

g. Titik 2 / Colon ( : )

Titik dua digunakan dalam daftar istilah “inclusion” dan

“exclusion”, jika kata yang mendahului tidak lengkap penetapan

istilahnya dalam rubrik.

h. Tanda kurung besar / Brace }

Tanda kurung besar digunakan dalam istilah “inclusion” dan

“exclusion” untuk menunjukkan bahwa baik kata terdahulu maupun


24

kata sesudahnya adalah istilah lengkap. Semua istilah dibelakang

tanda kurung kurawal, seharusnya dikualifikasi oleh satu atau lebih

istilah yang mengikutinya.

i. NOS (Yang Tidak Ditentukan)

NOS adalah singkatan dari “Not Otherwise Specified” artinya

“tidak dispesifikasikan” atau “tidak diklasifikasikan”. Pemberi kode

sebaiknya berhati-hati untuk memberi kode suatu istilah tidak

dikualifikasikan kalau informasi yang diberikan tidak begitu jelas.

j. NEC (kondisi tertentu dan spesifik tedapat pada bagian lain dari

klasifikasi).

NEC adalah singkatan dari “Not Elsewhere Classified”, apabila

digunakan judul pada kategori tiga karakter, NEC merupakan

sebagai peringatan bahwa beberapa jenis tertentu dari kondisi yang

tercantum dalam rubrik tersebut, bias saja terdapat pada klasifikasi

lain.

k. Pemakaian “and” dalam judul

Pada ICD-10 “and” berarti “dan/ atau”.Contoh : (Q10 - Q18)

Congenital malfarmations of eye, ear, face, and neck, yang berarti

kelaianan yang dibawa sejak lahir berupa mata, telinga, wajah dan

atau leher.

l. Titik strip / Poin dash (.-)

Digunakan sebagai pengganti karakter keempat dari satu

kategori, titik strip (.-) menunjukkan pada pemberi kode bahwa ada
25

satu karakter keempat dan sebaiknya dicari dalam kategori yang

cocok pada daftar tabulari.

m. Rujuk Silang (Cross-Reference)

Rujuk silang digunakan untuk menghindari duplikasi istilah

yang diperlukan dalam indeks, dalam Depkes RI (1999) tercantum

sebagai berikut :

1) ”See” yaitu Coder diminta menunjuk keistilah lain.

2) ”See Also” yaitu Coder diminta langsung untuk menunjuk ke

istilah lain dalam indeks jika pernyataan kode berisi informasi

lain yang tidak ditemukan di bawah istilah ”see also”.

4. Standar Profesi Petugas Coding

Menurut PERMENKES NO 55 TAHUN 2013 Pasal 3, pendidikan

perekam medis termasuk petugas coding dikualifikasikan sebagai

berikut:

a. Standar kelulusan Diploma tiga sebagai Ahli Madya Rekam Medis

dan Informasi Kesehatan.

b. Standar kelulusan Diploma empat sebagai Sarjana Terapan Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan.

c. Standar kelulusan Sarjana sebagai Sarjana Rekam Medis dan

Informasi Kesehatan.

d. Standar kelulusan magister sebagai Magister Rekam Medis dan

Informasi Kesehatan
26

5. Langkah-langkah Kodefikasi International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problem Tenth Revision (ICD-10)

Beberapa petunjuk sederhana dalam menggunakan International

Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth

Revision (ICD-10) untuk mendapatkan kode penyakit dengan tepat,

antara lain : (Depkes, 1999: 15)

a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume 3

alphabetical index (kamus).

b. Lihat lead term. Untuk penyakit dan cedera biasanya kata benda

untuk kondisi patalogis. Walaupun begitu, kondisi diekspresikan

sebagai kata sifat (adjective) atau eponym (menggunakan nama

penemu) yang terdapat dalam indeks sebagai lead term.

c. Baca secara seksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah term.

d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “( )” sesudah lead

term (kata dalam tanda kurung = modifier), itu tidak mempengaruhi

nomor kode. Istilah lainnya yang terletak dibawah lead term (dengan

tanda minus atau idem atau indent) dapat mempengaruhi nomor

kode, sehingga semua kata-kata diagnostik harus diperhitungkan.

e. Ikuti secara hati-hati setiap tunjuk silang (cross references) dan lihat

“see” dan “see also” yang terdapat dalam indeks.

f. Lihat tabular list (vol.1) untuk melihat kode yang tepat. Lihat kode

tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada posisi ke empat


27

yang berarti bahwa isian untuk kode ke empat adalah dalam volume

1 dan merupakan posisi karakter tambahan yang tidak ada dalam

indeks (volume 3).

g. Ikuti pedoman “inclusions” dan “exclusions” pada kode yang

dipilih atau dibagian bawah suatu bab (chapter), blok atau judul

kategori.

h. Cantumkan kode yang dipilih.

6. Neoplasma

Neoplasm adalah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan,

tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus meskipun

stimulasi yang menimbulkannya telah hilang.

7. Klasifikasi neoplasma

Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor yang

bersifat jinak (tumor jinak) dan tumor yang bersifat ganas (tumor ganas)

dan tumor yang terletak antara jinak dan ganas disebut “intermediate”.

a. Tumor jinak (benigna)

Tumor jinak memiliki ciri pertumbuhan yang lambat dan

biasanya mempunyai kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak

jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat

yang jauh.
28

b. Tumor ganas (malignant)

Tumor ganas memiliki ciri pertumbuhan yang cepat dan

infiltratif. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tumbuh melalui

aliran limfe atau aliran darah yang sering menimbulkan kematian.

c. Tumor intermediate

Diantara dua kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat

segolongan tumor kecil yang mempunyai sifat infasive lokal tetapi

kemampuan metastasisnya kecil. Tumor intermediate disebut juga

tumor agresif lokal atau tumor ganas derajat rendah.

8. Chapter code neoplasm

a. C00-C75 : neoplasm malignant, dinyatakan atau diduga primer, asal

dari site tertentu yang diketahui, kecuali jaringan

limphoid, hematophoitik dan jaringan terkait;

b. C00-C14 : lip (bibir), oral cavity (ronnga mulut) and pharynx (faring

tenggorokan);

c. C15-C26 : digestive organ (organ-organ pencernaan);

d. C30-C39 : respiratory and intratoracik organ (organ pernafasan dan

organ didalam rongga dada);

e. C40-C41 : bone and articular cartilage (tulang dan tulang rawan

persendian);

f. C43-C44 : skin (kulit);

g. C45-C49 : mesotelial and soft tissue (jaringan mesotelial dan

jaringan lunak);
29

h. C50 : breast (payudara);

i. C51-C58 : female genital organ (organ-organ kelamin wanita);

j. C60-C63 : male genital organs (organ kelamin laki-laki);

k. C64-C68 : urinari tract (saluran kemih);

l. C69-C72 : eye, brain and other parts of central nervous system

(mata, otak dan bagian lain sistem saraf pusat);

m. C73-C75 : tiroid and other endokrin glands (kelenjar tiroid dan

kelenjar endokrin lain-lain);

n. C76-C80: malignant neoplasm of ill-defined, secondary and

specified sites (neoplasm dinyatakan ganas, sekunder dan

tidak atau rincian site primernya);

o. C81-C96 : malignant neoplasm, stated or resumed to be primery of

limphoid, hematophoietik, and related tissue (neoplasm

ganas dinyatakan atau diduga primer dari jaringan

limfoid, hemapoitik dan jaringan yang terkait);

p. C97 : malignant neoplasm of independent (primery) multiple site

(neoplasm ganas yang independen (primer) terkait sites

multiple);

q. D00-D09 : insitu neoplasm (neoplasm insitu);

r. D10-C36 : benign neoplasm (neoplasma jinak);

s. D37-D48 : neoplasm of uncertain or unknown behaviour (neoplasma

yang bersifat belum dapat ditentukan)


30

9. Panduan dasar menentukan kode penyakit

a. Jenis pernyataan section pada index alfabet

b. Penyakit atau cidera (bab1-XIX) bagian I dari index

c. Penyebab luar cidera (bab XX) bagian II dari index

d. Prosedur operasi intervensi lain ICD-9-CM

e. Tentukan “leadterm”

f. Kata benda untuk kondisi patalogis.

10. Penyakit Neoplasma

a. Tumor Payudara

Salah satu penyakit dari neoplasma adalah Tumor Payudara atau

Tumor Mamae. Tumor mammae adalah adalah karsinoma yang

berasal dari parenkim, stroma, areola dan papilla mamma. (Lab. UPF

Bedah RSDS, 2010). Tumor mammae adalah pertumbuhan sel–sel

yang abnormal yang menggangu pertumbuhan jaringan tubuh

terutama pada sel epitel di mammae ( Price,1995 ) Tumor mammae

adalah adanya ketidakseimbangan yang dapat terjadi pada suatu sel /

jaringan di dalam mammae dimanba ia tumbuh secara liar dan tidak

bias dikontol (Junaedi,2007 ).

b. Macam Tumor Mammae

1) Tumor jinak

Hanya tumbuh membesar, tidak terlalu berbahaya dan tidak

menyebar keluar jaringan


31

2) Tumor ganas

Kanker adalah sel yang telah kehilangn kendali danb mekanisme

normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak wajar , lair ,

dan kerap kali menyebar jauh ke sel jaringan lain serta merusak

c. Tanda Dan Gejala

Keluhan penderita kanker payudara (Lab. UPF Bedah RSDS, 2010):

1) Mungkin tidak ada

2) Tumor mammae umumnya tidak nyeri

3) Ulkus/perdarahan dari ulkus

4) Erosi puting susu

5) Perdarahan.keluar cairan dari puting susu

6) Kelainan bentuk payudara

7) Keluhan karena metastase

D. International Classification of Diseases Clinical Modification Ninth

Revision (ICD-9CM)

ICD-9-CM dirancang untuk klasifikasi morbiditas dan mortalitas

informasi untuk keperluan statistik, untuk pengindekan catatan rumah sakit

penyakit dan operasi, untuk penyimpanan data dan pengambilan. ICD-9-CM

merupakan modifikasi klinis Organisasi Kesehatan Dunia Internasional

Klasifikasi Penyakit, Revisi ke 9 ( ICD 9 - CM ). Istilah " klinis " digunakan

untuk menekankan maksud modifikasi ini yaitu untuk melayani sebagai alat

yang berguna di bidang klasifikasi data kesakitan untuk pengindekan catatan


32

medis, review perawatan medis, dan program perawatan medis rawat jalan

dan lainnya, serta untuk dasar statistik kesehatan. Untuk menggambarkan

gambaran klinis pasien, kode harus lebih tepat daripada yang diperlukan

hanya untuk pengelompokan statistik.

1. Konvensi Yang Digunakan Dalam Daftar tabular .

ICD-9-CM Tabel Daftar untuk kedua Penyakit dan Prosedur

Klasifikasi memanfaatkan singkatan tertentu, tanda baca dan konvensi

lainnya yang perlu dipahami dengan jelas.

a. Singkatan dalam ICD

1) NEC : Tidak diklasifikasikan di tempat lain. Jumlah kategori

untuk jangka termasuk NEC akan digunakan hanya ketika coder

tidak memiliki informasi yang diperlukan untuk kode istilah

untuk kategori yang lebih spesifik.

2) NOS : Tidak dinyatakan spesifik. Singkatan ini adalah setara

dengan “tidak ditentukan".

b. Tanda Baca

1) { } Kurung digunakan untuk menyertakan sinonim, susunan kata

alternatif, atau pharases jelas.

2) ( ) Kurung digunakan untuk melampirkan kata tambahan yang

mungkin ada atau tidak ada dalam laporan penyakit atau

prosedur tanpa mempengaruhi jumlah kode untuk yang

ditugaskan.
33

3) : Colons digunakan dalam Daftar Tabel setelah jangka

incomplate yang membutuhkan satu atau lebih dari para

modifikator yang mengikuti untuk membuat dialihkan untukk

kategori tertentu.

c. Konvensi Lainnya

1) Format : ICD - 9 - CM menggunakan format indentasi untuk

kemudahan dalam referensi.

2) Instruksional Notasi, termasuk :

Catatan ini muncul segera di bawah judul kode tiga digit

untuk selanjutnya menentukan, atau memberikan contoh, isi

kategori.

3) Excludes :Istilah berikut kata " tidak termasuk " harus diberi

kode di tempat lain. Dalam artian tidak termasuk istilah yang

termasuk berarti "Tidak dikode disini ".

4) Gunakan kode tambahan :

Instruksi ini ditempatkan di Daftar Tabel, kategori dimana

pengguna perlu menambahkan informasi lebih lanjut (dengan

menggunakan kode tambahan) untuk memberikan gambaran

lengkap lebih dari diagnosis atau prosedur.

d. Pedoman Penggunaan ICD-9-CM

Untuk kode secara akurat, perlu untuk memiliki pengetahuan

tentang istilah medis dan memahami sifat, terminologi, dan konvensi

yang terdapat dalam ICD-9-CM. Transformasi dari deskripsi verbal


34

penyakit, cedera, kondisi, dan prosedur dalam sebutan numerik

(coding) adalah kegiatan yang kompleks dan tidak boleh dilakukan

tanpa pelatihan yang tepat .

Awalnya coding dicapai untuk menyediakan akses ke catatan

medis oleh diagnosis sebuah operasi melalui pengambilan untuk

penelitian medis, pendidikan dan administrasi. Kode medis saat ini

digunakan untuk memfasilitasi pembayaran pelayanan kesehatan,

untuk mengevaluasi pola pemanfaatan, dan mempelajari kesesuaian

biaya perawatan kesehatan. Coding menyediakan dasar untuk studi

epidemiologi dan penelitian kualitas pelayanan kesehatan. Coding

harus dilakukan dengan benar dan konsisten untuk menghasilkan

statistik bermakna untuk membantu dalam perencanaan untuk

kebutuhan kesehatan Bangsa. (ICD-9-CM).


34

BAB III

HASIL PENGAMATAN

A. Sejarah Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

1. Sejarah Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Pada tahun 1916, Scholtens merencanakan untuk membangun suatu

“Krankzinningengesticht” ( Rumah Sakit Jiwa ) di Jawa Tengah.

Membutuhkan waktu 7 tahun untuk meyakinkan pemerintah Hindia

Belanda bahwa ini layak sebagai rumah sakit, akhirnya pada tahun 1923

diresmikan sebagai Rumah Sakit Jiwa.

Rumah Sakit Jiwa Magelang terletak 4 kilometer dari pusat kota

Magelang, ditepi jalan raya yang menghubungkan kota-kota :

Yogyakarta, Semarang dan Purworejo, dikelilingi Gunung-gunung

Merapi, Merbabu, Andong dan Telomoyo disebelah timur, Ungaran

disebelah utara, Sumbing serta Menoreh disebelah barat dan bukit Tidar

(Pakunya pulau Jawa ) disebelah selatan.

Semula adalah “Krankzinningengesticht Kramat”. Setelah beberapa

perubahan sesuai dengan perkembangan waktu, baik sebelum dan

sesudah kemerdekaan, namanya kemudian menjadi “Rumah Sakit Jiwa

Magelang”.

Sepanjang berdirinya Rumah Sakit Jiwa Magelang cukup banyak

mengalami masa-masa sulit dan kejadian yang pahit dan

memprihatinkan, diantaranya:

35
36

a. Pada tahun 1930, waktu Gunung Merapi meletus dengan hebatnya,

maka beberapa bangsal harus dikosongkan untuk menampung para

korban letusan Merapi itu, namun akibatnya banyak terjadi

kerusakan pada bangunan dan peralatan, bahkan juga yang hilang.

b. Pada tanggal 22 April 1942, semua tenaga kerja warga negara

Belanda, termasuk direkturnya dr. P.J. Stigter, ditahan oleh tentara

Jepang sehingga terjadi kekosongan yang mengacau pengelolaan

Rumah Sakit. Pimpinan Rumah Sakit pada waktu jaman Jepang

dipegang oleh dr. Soeroyo.

c. Pada waktu jaman setelah Proklamasi Kemerdekaan, tentara

pendudukan Inggris-Gurkha-Nica masuk ke Magelang. Suasana

tegang menyelimuti Rumah Sakit Jiwa Magelang, pegawai dan

penduduk berjaga-jaga dengan bambu runcing, Rumah Sakit Jiwa

Magelang digunakan sebagai pos PMI cabang Magelang utara.

Rumah direktur dipergunakan markas TKR pada waktu pertempuran

di Secang dan Ambarawa terjadi, Rumah Sakit Jiwa Magelang

mengirimkan obat-obatan dan tenaga kesehatan.

d. Pada tahun 1946-1950 Rumah Sakit Jiwa Magelang masih diliputi

suasana yang tak menentu fungsi Rumah Sakit Jiwa tidak dapat

berjalan sebagaimana mestinya, beberapa bangsal terutama bagian

depan dalam tahun-tahun tersebut pernah dipergunakan untuk

asrama TKR, ALRI, tempat penampungan keluarga Kereta Api,

tempat pengungsian penduduk sekitar Rumah Sakit.


37

e. Disebutkan pula bahwa, kantor Hygiene pernah pula berkedudukan

di Rumah Sakit Jiwa Magelang selama masa tersebut Rumah Sakit

Jiwa Magelang kadang-kadang tidak luput sebagai ajang

pertempuran maupun kekacauan. Semua keadaan ini menyebabkan

kerusakan bangunan, hancurnya areal perkebunan (kopi, tebu),

hilangnya pakaian pasien, perlengkapan terapi kerja dan alat hiburan

seperti wayang dan gamelan.

f. Pada masa Trikora dan Dwikora juga cukup terasa di Rumah Sakit

Jiwa Magelang akibat penghematan Anggaran Belanja. Sampai-

sampai halaman disekitar bangsal perlu ditanami ubi, kacang, dsb.

Untuk tambahan bahan makanan juga sebagian tanah (kebun kopi)

diambil alih oleh pihak Hankam, sehingga mulai saat itu luas areal

yang semula 82.975 Ha menjadi 74.138 Ha.

g. Namun kemudian, dengan adanya Repelita, keadaan Rumah Sakit

Jiwa Magelang pun berangsur-angsur membaik praktis disegala

bidang. Akan tetapi, masih ada yang belum dapat dikembalikan

seperti keadaan semula, misalnya : Perikanan belum dapat

dilaksanakan lagi karena areal Rumah Sakit Jiwa Magelang tidak

lagi dapat mencapai aliran irigasi yang memadai. Dalam rangka

Repelita Rumah Sakit Jiwa Magelang mendapat areal tanah untuk

penyediaan air bersih 0,945 Ha. Sebelumnya air bersih didapatkan

dari PAM Magelang tetapi sejak jaman Jepang tidak berjalan lagi.
38

h. Areal Rumah Sakit Jiwa Magelang pada tahun 1993 berkurang lagi

dari 74.138 Ha sekarang tinggal kurang lebih 40 Ha, hal ini

disebabkan adanya kebijakan pemerintah (dalam hal ini Departeman

Kesehatan) untuk memberikan kesejahteraan kepada pegawai. Areal

tersebut dibangun dibangun perumahan yang diperuntukan bagi

pegawai Departeman Kesehatan.

i. Pada tahun 1978 Rumah Sakit Jiwa Magelang ditetapkan oleh

Pemerintah sebagai Rumah Sakit Jiwa Pusat kelas A dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.135/Menkes/SK/IV/1978.

Sebagai Unit Pelaksana Teknis dari departeman Kesehatan Rumah

Sakit Jiwa Magelang mempunyai tugas menyelenggarakan dan

melaksanakan pelayanan kesehatan, pencegahan gangguan jiwa,

pemulihan dan rehabilitasi dibidang kesehatan jiwa.

j. Pada tanggal 6 April 2001 secara resmi nama Rumah Sakit Jiwa

Magelang telah berubah menjadi Rumah Sakit Prof. dr. Soeroyo

Magelang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

No.1684/MENKES-KESSOS/SK/XI/2000.

k. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.278/KMK.05/2007

tanggal 21 Juni 2007 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.756/Men.Kes/SK/VI/2007 tgl 26 Juni 2007, Rumah Sakit Jiwa.

Prof. dr. Soeroyo Magelang menjadi Instansi Pemerintah dibawah

Dep.Kes. RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum ( PPK BLU ).


39

l. Tahun 2009 adanya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang komprehensif direspon oleh Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang dengan membuka pelayanan

kesehatan non jiwa. Hal ini diperkuat oleh Surat Keputusan Direktur

Jenderal Bina pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI,

No.HK.03.05/I/441/09 Tentang Ijin Melaksanakan Pelayanan

Kesehatan Umum di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo Magelang.

Surat Keputusan ini mengatur Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soeroyo

Magelang untuk membuka pelayanan kesehatan umum sejumlah 15

% dari Tempat Tidur yang tersedia. Pelayanan ini telah dilengkapi

dengan tenaga medik spesialistik meliputi: dokter spesialis bedah,

dokter spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis kebidanan

dan kandungan, spesialis saraf, spesialis Radiologi dan spesialis

anestesi. Pelayanan ini didukung juga dengan telah di operasikannya

dua (2) ruang untuk rawat inap, kamar operasi, kamar bersalin dan

fasilitas pendukung yang lain. Namun demikian Rumah Sakit Jiwa

Prof.dr. Soeroyo Magelang tetap menjalankan kegiatan utama dalam

bidang pelayanan kesehatan jiwa. Kondisi Rumah Sakit Jiwa Prof.

dr. Soerojo Magelang saat ini, Luas tanah : 409.450 m Luas

bangunan : 27.724 m Kapasitas : 800 tempat tidur Pelayanan

Unggulan Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Sebagai Rumah Sakit

jaringan pendidikan Sebagai Situs Cagar Budaya.


40

2. Visi dan Misi Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Visi Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Menjadi pusat Unggulan

Pelayanan dan Pendidikan Kesehatan Jiwa Secara Holistik di tingkat

Nasional 2015 dan ASEAN 2018 (UN5A8).

Misi Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo :

a. Melaksanakan pelayanan prima kesehatan jiwa terpadu dan

komprehensif;

b. Melaksanakan pendidikan dan penelitian kesehatan jiwa terpadu dan

komprehensif;

c. Mengembangkan pelayanan berdasarkan mutu dan profesionalisme;

d. Mengembangkan model pelayanan, pendidikan, dan penilitian di

bidang kesehatan jiwa yang terpadu dan komprehensif melalui

pendekatan seni budaya;

e. Melaksanakan tata kelola rumah sakit yang baik (Good Corporate

Governance).

3. Tujuan Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Terciptanya keadaan harmonis antara rumah sakit dengan instansi

pemerintah/swasta, LSM, dunia usaha , media massa, dan masyarakat

untuk menuju:

a. Tercapainya kualitas pelayanan kesehatan jiwa dan umum yang

prima dan memuaskan pelanggan;

b. Terwujudnya pelayanan kesehatan jiwa spesialistik dan sub

spesialistik yang akan dikembangkan menjadi produk unggulan;


41

c. Terciptanya pelayanan kesehatan yang komprehensif dan paripurna

selaras dengan pengembangan sumber daya, sarana, dan prasarana

rumah sakit;

d. Terwujudnya peningkatan kualitas, dan kesejahteraan sumber daya

manusia yang kompeten dan profesional.

B. Hukum Kesehatan Kerahasiaan Dokumen Rekam Medis di Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Kerahasian dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang tertuang dalam kebijakan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Surat Keputusan Direktur Utama Hk.02.04/III/0728/2015 tentang kebijakan

pelayanan Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang. Standar Operasional Prosedur (SOP) ini diterbitkan pada tanggal

31 Juli 2015, ditetapkan oleh direktur utama dr. Bambang Prabowo M.Kes,

memiliki 1 lembar halaman dengan nomor dokumen HK.01.08/III/1331/2015,

dan Standar Operasional Prosedur (SOP) ini belum pernah mengalami revisi.

Pengertian dari kerahasian dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa

Prof. dr. Soerojo Magelang yang tertuang dalam Standar Operasional

Prosedur (SOP) yaitu memelihara dan melindungi dokumen rekam medis

agar tertera dengan baik, tersimpan dengan aman dan terlindungi dari

kehilangan atau kerusakan data serta kerahasiaan terjamin.

Tujuan dari kerahasiaan rekam medis ini yaitu agar informasi-informasi

penting yang terdapat dalam dokumen rekam medis isinya dapat selalu
42

digunakan setiap saat dalam pelayanan kesehatan atau keperluan lainnya.

Prosedur dalam perlindungan dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa

Prof. dr. Soerojo Magelang ada 2 macam yaitu :

1. Perlindungan fisik dokumen rekam medis, meliputi pembersihan ruangan

penyimpanan dokumen rekam medis yang dilakukan setiap hari,

tersedianya alarm kebakaran, APAR, AC, vacum cleaner, dan dilengkapi

dengan exhaust pada ruangan penyimpanan dokumen rekam medis dan

pemeliharaan rak dokumen rekam medis dilakukan secara periodik satu

bulan sekali dilakukan pengelolaan atau kontrol. Perlindungan informasi

dokumen rekam medis, meliputi perlindungan terhadap kerahasiaan

dokumen rekam medis. Contohnya pada pintu masuk bagian ruang

penyimpanan dokumen rekan medis dilengkapi dengan finger print yang

hanya bisa diakses oleh petugas rekam medis.

Gambar 3.1 Keamanan Ruang Filling di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang
43

2. Kerahasiaan dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.

Soerojo Magelang sangat terjaga dari pihak manapun. Seluruh pihak

yang berkepentingan untuk meminjam dan menggunakan dokumen

rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang harus

sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit. Pihak peminjam

yang dimaksud adalah:

a. Mahasiswa praktik, yaitu mahasiswa yang sedang melakukan praktik

lapangan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

Mahasiswa pratik yang meminjam dokumen rekam medis harus

mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditentukan yang meliputi:

1) Mengisi dan menandatangani surat pernyataan peminjaman

dokumen rekam medis.

2) Tidak akan membawa dokumen rekam medis keluar dari ruang

filing.

3) Tidak akan memfoto dan menggandakan data yang ada di

dokumen rekam medis.

4) Menjaga kerahasiaan semua informasi yang ada di dalam

dokumen rekam medis.

5) Mengembalikan dokumen rekam medis apabila sudah selesai.

b. Peneliti, yaitu orang yang akan melakukan penelitian di Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. Peneliti yang akan meminjam

dokumen rekam medis harus mematuhi peraturan-peraturan yang

telah ditentukan yang meliputi:


44

1) Mengajukan surat permohonan penelitian ke bagian diklat

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang untuk tembusan

ke direktur dan diberikan ke bagian instalasi rekam medis.

2) Mengisi dan menandatangani surat pernyataan peminjaman

dokumen rekam medis.

3) Tidak akan membawa dokumen rekam medis keluar dari ruang

filing.

4) Tidak akan memfoto dan menggandakan data yang ada di

dokumen rekam medis.

5) Menjaga kerahasiaan semua informasi yang ada di dalam

dokumen rekam medis.

6) Mengembalikan dokumen rekam medis apabila sudah selesai.

C. Kebutuhan Rak (Roll O’pack) di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo
Magelang
Berikut prediksi kebutuhan rak penyimpanan dokumen rekam medis di

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang :

1. Dimensi Dokumen Rekam Medis (Rata-rata ketebalan DRM)

a. Total ketebalan dari 100 sampel tersebut adalah 117,2 cm.

b. Rata-rata ketebalan dokumen

Jumlah tebal DRM sampel


Rata-rata tebal dokumen =
Jumlah sampel

= 117,2
100
45

= 1,172 cm

= 1,2 cm

2. Jumlah DRM Pasien Tahun 2015-2017

Berikut ini adalah table jumlah kunjungan rawat jalan dan IGD di

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang selama tahun 2015-2017.

Data tersebut digunakan untuk menghitung prediksi pertambahan pasien

baru untuk tahun-tahun berikutnya.

Tabel 3.1
Jumlah Dokumen Rekam Medis Pasien Baru tahun 2015-2017
Jumlah kunjungan Pasien Baru
Tahun RJ dan IGD

2015 16897

2016 16601

2017 18370

Sumber :Data Kunjungan Pasien di Rumah Sakit Jiwa Prof.


dr Soerojo Magelang tahun 2015-2017

Prediksi pertambahan jumlah DRM pasien tahun 2018, 2019, dan

2020, pertambahan ini dihitung dengan menggunakan metode kuadran

kecil. Prediksi pertambahan pasien tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut :
46

Tabel 3.2
Perhitungan Prediksi Pertambahan Pasien Baru Tahun 2018, 2019, Dan
2020 Menggunakan Metode Kuadrat Terkecil
JUMLAH X.Y
TAHUN X X2
DRM (y)
2015 16897 -1 1 -16897

2016 16601 0 0 0

2017 18370 1 1 18370

TOTAL 51868 0 2 1473

Sumber : Hasil Penelitian

Prediksi perhitungan pasien baru dapat dihitung dengan rumus Y =

a+bx, dimana nilai a dan b adalah :

Y = a+bx

a= b =

1
= =
3

= 17289,3 = 736,5

Jadi perhitungan prediksi penambahan DRM pasien baru 3 tahun

kedepan dapat dilihat di tabel di bawah ini.

Tabel 3.3
Hasil perhitungan prediksi jumlah Dokumen Rekam Medis pasien baru
tahun 2017, 2018, dan 2019
TAHUN Y=a+bx DRM

2018 Y= 17289,3 + 736,5(2) 18762

2019 Y= 17289,3 + 736,5(3) 19499

2020 Y= 17289,3 + 736,5(4) 20235

Sumber :Hasil Pengamatan terhadap roll o’pack di Rumah Sakit Jiwa Prof.
dr. Soerojo Magelang.
47

3. Ukuran Dimensi rak penyimpanan

Adapun ukuran rak penyimpanan sebagai berikut :

Tabel 3.4
Tabel Dimensi Ukuran roll o’pack
Panjang Lebar Tinggi
Dimensi Rak (cm)
(cm) (cm)

Ukuran Rak 200 cm 40 cm 200 cm

Ukuran Sub Rak 100 cm 40 cm 50 cm

Sumber : Hasil Pengamatan terhadap rak rekam medis di Rumah


Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

Panjang Pengarsipan (PP) dalam 1 rak :

= Panjang sub rak x jumlah sub rak x jumlah sisi

= 100 x 10 x 2

= 2000 cm

4. Kebutuhan Rak Penyimpanan DRM Tahun 2018, 2019, dan 2020

Tabel 3.5
Kebutuhan Rak Penyimpanan Dokumen Rekam Medis 2017, 2018, dan 2019
Tahun Jumlah Panjang File Total Komulatif Kebutuhan ∑Unit
DRM Pengarsipan Expansion Panjang PP (cm) Rak File Roll
(A) Sementara(cm) A X 25% Pengarsipan (E) (E/2000) o’pack
A x 1,2 (C) B+C (F) (F/5)
(B) (D)
2015 16897 14080,83 4224,25 18305,08 18305,08 10 2

2016 16601 13834,16 4150,25 17984,41 36289,49 19 4

2017 18370 15308,33 4592,5 19900,83 56190,32 29 6

2018 18762 15635 4690,5 20325,5 76515,82 39 8

2019 19499 16249,16 4874,75 21123,91 97639,73 49 10

2020 20235 16862,5 5058,75 21921,25 119560,98 60 12

Sumber :Hasil Pengamatan Terhadap Roll O’pack Rekam Medis di Rumah Sakit
Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang
48

Keterangan :

A : Jumlah DRM = Jumlah Pasien Tahun 2015-2020

B : Panjang Pengarsipan Sementara = Jumlah DRM x rata-rata tebal

DRM

C : File Expansion = panjang pengarsipan x 25%

D : Total PP = PP sementara + File Expansion

E : Komulatif Panjang Pengarsipan = PP Tahun sebelumnya + PP Tahun

tersebut

F : Kebutuhan Rak File =

Jadi, prediksi kebutuhan rak penyimpanan dokumen rekam medis

hingga tahun 2020 di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang yaitu

60 rak (12 unit roll o’pack) dan rak yang tersedia di rumah Sakit Jiwa

Prof. dr. Soerojo Magelang sampai saat ini ada 20 rak (4 unit roll

o’pack). Jadi penambahan roll o’pack di tahun 2020 adalah 60-20= 40

rak (8 unit roll o’pack).

D. ICD-10 dan ICD-9-CM

Pengkodean penyakit dan tindakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang menggunakan ICD-10 dan ICD-9-CM. Pengkodean ICD-10 dan

ICD-9-CM di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang menggunakan

ICD elektronik.

Berdasarkan praktik lapangan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang, penulis mengambil 1 sampel penyakit dan tindakannya pada kasus


49

neoplasma dan infeksi. Penulis mengambil 10 dokumen rekam medis untuk

diteliti keakuratan kode penyakit dan tindakannya pada kasus neoplasma dan

infeksi Berikut ini keakuratan kode diagnosis penyakit pada kasus neoplasma

dan infeksi dari 10 dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.

Soerojo Magelang.

1. Kasus Neoplasma

Tabel 3.6
Keakuratan Kode Diagnosa Tumor Mammae di Rumah Sakit Jiwa Prof.
dr. Soerojo Magelang

Kode Kode Akura Tidak


No. RM Diagnosis Ket
RS Peneliti Morfologi t akurat
Tumor
144453 D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
Tumor
144456 D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
Tumor
144744 D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
Tumor
129694 D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
Tumor
148733 D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
151849 Tumor D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
076664 Tumor D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
117556 Tumor D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
104872 Tumor D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
154703 Tumor D48.6 D48.6 M8000/1 √ - Akurat
Mammae
Sumber: Unit Pelaporan Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.
Soerojo Magelang
50

Tabel 3.7
Keakuratan Kode tindakan diagnosa Tumor Mammae Pada 10 Dokumen
Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

Kode Tidak
No. RM Diagnosis akurat Ket
RS Peneliti akurat

144453 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

144456 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

144744 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

129694 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

148733 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

151849 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

076664 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

117556 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

104872 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

154703 Lumpectomy 85.21 85.21 √ - Akurat

Sumber: Unit Pelaporan Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.
Soerojo Magelang
51

2. Kasus Infeksi

Tabel 3.8
Keakuratan Kode Diagnosa Tuberculosis Paru Pada 10 Dokumen Rekam
Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang.

Kode Tidak
No. RM Diagnosis akurat Ket
RS Peneliti akurat
152212 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
153966 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
154080 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
113755 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
152614 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
154094 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
154842 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
155164 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
127084 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
81846 Tuberculosis
A16.2 A16.2 √ - Akurat
Paru
Sumber: Unit Pelaporan Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.
Soerojo Magelang
52

Tabel 3.9
Keakuratan kode tindakan Chest X-Ray pada 10 Dokumen Rekam Medis
di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Kode Tidak
No. RM Diagnosis akurat Ket
RS Peneliti akurat

152212 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

153966 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

154080 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

113755 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

152614 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

154094 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

154842 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

155164 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

127084 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

81846 Chest X-Ray 87.44 87.44 √ - Akurat

Sumber: Unit Pelaporan Rekam Medis di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.
Soerojo Magelang

Petugas Coding di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

terdapat 3 petugas yang terdiri dari 2 petugas coding rawat jalan dan 1

petugas coding rawat inap Keakuratan kode diagnosa dan kode tindakan

ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu:

a. Pendidikan, seluruh petugas coding baik coding rawat jalan maupun

rawat inap memiliki latar belakang pendidikan dengan lulusan D3

Rekam Medis.
53

b. Pengalaman kerja, petugas coding rawat jalan A selama lebih dari 5

tahun, petugas coding rawat jalan B selama lebih dari 1 tahun,

petugas coding rawat inap selama lebih dari 2 tahun.

c. Pelatihan coding, masing-masing petugas coding telah mengikuti

pelatihan kurang lebih 1 kali dalam satu tahun.

d. Ruangan, menciptakan ruangan yang sudah ergonomis sehingga

dapat membuat petugas coding merasa nyaman. Hal tersebut dapat

mempengaruhi keakuratan kode diagnosa dan kode tindakan.


54

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hukum Kesehatan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Kerahasiaan rekam medis diatur dalam Undang-Undang No 29 tahun

2004 tentang praktik kedokteran pasal 47 ayat (2) yang menyatakan bahwa

“rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau

dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan”. Hal yang sama dikemukakan

dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1996 pasal 11 tentang wajib simpan

rahasia kedokteran. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun

1996 pasal 1 menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan rahasia kedokteran

adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang dalam pasal 3 pada

waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran”.

Keamanan penyimpanan rekam medis diatur dalam Depkes tahun 2006 yaitu

pada bagian penyimpanan rekam medis harus diutamakan beberapa faktor

diantaranya penerangan lampu yang cukup baik, dapat menghindarkan

kelelahan pengelihatan petugas dan perlu diperhatikan pengaturan suhu

ruangan, kelembaban, pencegahan debu dan pencegahan bahaya kebakaran.

Berdasarkan hasil pengamatan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang diperoleh hasil yaitu pelaksanaan hukum kesehatan berdasarkan

aspek kerahasiaan rekam medis telah sesuai dengan Undang-Undang No 29

tahun 2004 tentang praktik kedokteran, Peraturan Pemerintah No 10 tahun

1996, dan Depkes RI tahun 2006.

54
55

B. Analisis Kebutuhan Rak Rekam Medis tahun 2018-2020 di Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pada tahun 2017 telah

memiliki rak penyimpan doukumen rekam medis sebanyak 20 rak. Pada

setiap tahunnya pasien yang berkunjung di Rumah Sakit Jiwa dr. Prof.

Soerojo Magelang selalu mengalami peningkatan sehingga memerlukan

penambahan rak. Penambahan rak tersebut bertujuan agar penataan dokumen

rekam medis pasien lebih efektif dan efisien sehingga dokumen rekam medis

terjaga dan tidak mudah rusak atau robek.

Menurut perhitungan kebutuhan rak penyimpanan untuk prediksi

kebutuhan rak penyimpanan dokumen rekam medis hingga tahun 2020 di

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang yaitu 60 rak (12 unit roll

o’pack), dan rak yang tersedia di rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang sampai saat ini ada 20 rak (4 unit roll o’packi). Jadi penambahan

rak rekam medis di tahun 2020 adalah 40 rak (8 unit roll o’pack). Tetapi,

penambahan roll o’pack tersebut berlaku apabila Rumah Sakit Jiwa Prof. dr.

Soerojo Magelang tidak melakukan retensi.

C. Analisis Keakuratan Kode Diagnosa dan Tindakan Pada Kasus

Neoplasma di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

Hasil dari pengamatan mengenai keakuratan kode diagnosis pada ICD

10 dan kode tindakan pada ICD 9-CM yaitu :


56

1. Analisa Keakuratan Kode Diagnosa Pada Kasus Penyakit Tumor

Mammae dan Tuberculosis Paru ICD-10

Di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pengkodean

diagnosa dilakukan dengan ICD-10 elektronik berbasis komputerisasi.

Sekarang lebih mudah dalam pencarian kode dan efisiensi waktu.

Tingkat keakuratan kode diagnosis penyakit Tumor Mammae dan

Tuberculosis Paru dari 10 dokumen rekam medis yang dijadikan sampel,

kode yang di gunakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

adalah D48.6 dan A16.2, dan peneliti menggunakan kode D48.6 dan

A16.2 Sehingga menunjukkan angka keakuratan 100% dan angka

ketidakakuratan 0%.

2. Analisa Keakuratan Kode Tindakan Pada Kasus dengan Tindakan

Lumpectomy dan Chest X-Ray Berdasarkan ICD-9-CM

Di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang pengkodean

tindakan dilakukan dengan ICD-9-CM elektronik berbasis komputerisasi.

Sekarang lebih mudah dalam pencarian kode dan efisiensi waktu.

Tingkat keakuratan kode diagnosis tindakan Lumpectomy dan Chest X-

Ray dari 10 dokumen rekam medis yang dijadikan sampel, kode yang di

gunakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang adalah 85.21

dan peneliti menggunakan kode 85.21 Sehingga menunjukkan angka

keakuratan 100% dan angka ketidakakuratan 0%. Sedangkan untuk

Tingkat keakuratan kode diagnosis tindakan Chest X-Ray dari 10

dokumen rekam medis yang dijadikan sampel, kode yang di gunakan di


57

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang adalah 87.44 dan peneliti

menggunakan kode 87.44 Sehingga menunjukkan angka keakuratan

100% dan angka ketidakakuratan 0%

Berdasarkan uraian diatas, angka keakuratan kode diagnosa dan

tindakan 100% dipengaruhi karena pendidikan petugas coding yang

lulusan D3 Rekam Medis serta adanya pengembangan kualitas di bidang

coding dengan mengikuti pelatihan coding 1 kali dalam 1 tahun. Hal ini

sesuai dengan PERMENKES NO 55 TAHUN 2013 Pasal 3 tentang

kualifikasi Perekam Medik.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan tentang hukum kesehatan, ergonomi,

ICD-10, dan ICD 9 CM di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan kerahasiaan dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa


Prof. Dr Soerojo Magelang telah dilaksanakan dengan baik dan telah

dijalankan. Sehingga pelaksanaan kerahasiaan dokumen rekam medis di

Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang sudah sesuai dengan

Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, Peraturan

Pemerintah No 10 tahun 1996 dan Depkes RI tahun 2006.

2. Perhitungan kebutuhan rak penyimpanan untuk prediksi kebutuhan rak

penyimpanan dokumen rekam medis hingga tahun 2020 di Rumah Sakit

Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang yaitu 60 rak (12 unit roll o’pack), dan

rak yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang

sampai saat ini ada 20 rak (4 unit roll o’pack). Jadi penambahan rak

rekam medis pada tahun 2020 di Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo

Magelang tanpa melakukan retensi adalah 40 rak (8 unit roll o’pack).

3. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis keakuratan kode penyakit dan

tindakan dari kasus Tumor Mammae, Tuberculosis Paru, Lumpectomy

dan Chest X-Ray yang terdapat pada dokumen rekam medis di Rumah

58
59

Sakit Jiwa Prof.dr. Soerojo Magelang dihasilkan prosentase keakuratan

kode sebesar 100% akurat.

B. Saran

1. Pelaksanaan kerahasiaan dokumen rekam medis di Rumah Sakit Jiwa

Prof. dr. Soerojo Magelang sudah dijalankan dengan baik sehingga perlu

dipertahankan dan ditingkatkan.

2. Untuk mengoptimalkan penyimpanan Dokumen Rekam Medis sebaiknya

dilakukannya penambahan rak file.

3. Pelaksanaan pengkodean penyakit dan tindakan di Rumah Sakit Jiwa

Prof. dr. Soerojo Magelang sudah akurat sesuai dengan ICD 10 volume 1

dan volume 3 untuk kode penyakit dan ICD 9 CM untuk kode tindakan,

sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Serta petugas perlu

menambahkan kode morfologi untuk penyakit neoplasma untuk

menunjang penegakan doagnosis penyakit.


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1997. Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di


Indonesia. Jakarta
Depkes RI. 1999. Pedoman Penggunaan ICD 10. Jakarta
Depkes RI. 2006. Penyelenggaraan Rekam Medis di Rumah Sakit. Jakarta
Junaedi, Iskandar dr. 2007. Kanker. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer
KARS. 2012. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar Akreditasi Versi
2012. Jakarta : KARS
Lap. UPF Bedah RSDS. 2010. Laporan Pendahuluan Tumor Mammae.
Surabaya
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4 Buku 2. Jakarta : EGC
Republik Indonesia. 1966. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966
tentang wajib simpan rahasia kedokteran. Jakarta
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran. Jakarta
Republik Indonesia. 2008. PERMENKES RI No. 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis. Jakarta
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 114
Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Lembaran Negara RI tahun 2009, 0.153. Jakarta
Republik Indonesia. 2013. PERMENKES Nomor 55 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta.
Rumah Sakit Jiwa Prof. dr. Soerojo Magelang. 2016. Profil Rumah Sakit Jiwa
Prof. dr. Soerojo Magelang. Magelang : Rumah Sakit Jiwa Prof.
dr. Soerojo Magelang
Sudra, Rano Indradi. 2014. Rekam Medis. Banten : Universitas Terbuka
Suma’mur. 2013. Higine Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES)
Edisi 2. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung
Tarwaka. 2015. Ergonomi Industri Dasar–Dasar Pengetahuan Ergonomic
Dan Aplikasi Di Tempat Kerja Edisi II. Surakarta: Harapan Press
WHO.2010.ICD-10 International Statistical Classification and Related Helth
Problem 10th Revision Geneva
WHO.2011.ICD-9-CM International Classification of Disease Clinical
Modification 9th Revision
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai