Anda di halaman 1dari 7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hukum Kesehatan

1. Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan adalah hukum yang mengatur segala aspek yang

berkaitan dengan usaha-usaha dan pemeliharaan hukum kesehatan. Hukum

kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja tetapi juga

pendapat para ahli hukum maupun kedokteran. Adapun dasar-dasar

peraturan penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit yaitu:

a. UU No. 7/1971 tentang ketentuan-ketentuan pokok kearsipan.

b. UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.

c. UU No. 44Tahun 2009 tentang rumah sakit.

d. PP No. 10 Tahun1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.

e. KEPMENKES RI No. 377/MENKES/SK/III/2007 tentang standar

profesi rekam medis dan informatika kesehatan.

f. PERMENKES RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam

medis.

g. PERMENKES No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan

tindakan kedokteran.

h. SE DIRJEN YANMED No. HK.00.06.1.5.01160 tentang petunjuk teknis

pengadaan formulir rekam medis dasar dan pemusnahan arsip rekam

medis di rumah sakit.


i. SE DIRJEN YANMED No: YM 02.04.3.5.2504 tentang pedoman hak

dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit.

j. SE DIRJEN YANMED No. HK 00.06.6.5.1866 tentang pedoman

persetujuan tindakan medis.

k. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang rekam medis.

2. Kerahasiaan Rekam Medis

Secara garis besar kerahasiaan rekam medis dalam Permenkes

tersebut diatur sebagai berikut:

a. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat

pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga

kerahasiannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu,

petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (pasal

10). Pasal tersebut mempunyai maksud agar data riwayat penyakit,

riwayat pemeriksaan,dan riwayat pengobatan pasien yang dicatat agar

tetap terjaga dan terjamin kerahasiaanya. Rekam medis itu bersifat

rahasia. Artinya tidak semua orang bisa membaca dan mengetahuinya.

Setiap PPA (Profesional Pemberi Asuhan) wajib merahasiakan segala

sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien

tersebut meninggal dunia.

b. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama,

waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan

tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung (pasal


5 ayat 4), hal ini diperlukan untuk memudahkan sistem

pertanggungjawaban atas pencatatan tersebut.

3. Kepemilikan Rekam Medis

Pada permenkes RI Nmor 269/Menkes/Per/III/2008 disebutkan

bahwa DRM (Dokumen Rekam Medis) adalah milik sarana pelayanan

kesehatan (pasal 12 ayat 1)dan isinya milik pasien (pasal 12 ayat 2).

Apabila pasien meminta isi rekam medis maka dapat diberikan dalam

bentuk ringkasan rekam medis (pasal 12 ayat 3). Ringkasan rekam medis

dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi

kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang

berhak untuk itu (pasal 12 ayat4).

Kesimpulan dari uraian diatas adalah rekam medis merupakan

milik saranapelayanan kesehatan (health care provider) sedangkan isinya

pasien berhak tahu atau diberi tahu sesuai dengan penjelasan pasal 57 UU

No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan serta berhak memanfaatkan rekam

medis untuk dapat menunjang kepentingannya.

Implementasi dari pasal dapat diklarifikasikan sebagai berikut:

a. Hak Health Care Provider

1) Merancang desain rekam medis.

2) Berhak menguasai rekam medis.

3) Menggunakan isi rekam medis untuk kepentinggannya.

4) Memusnahkan isi rekam medis sesuai ketentuan.


5) Menyerahkan berkas rekam medis yang sudah kadaluwarsa kepada

pasien. Kebijakan ini lebih baik dari pada memusnahkannya sebab

tidak tertutup kemungkinan rekam medis tersebut sangat berguna

sebagai acuan di luar masa kadaluwarsa.

b. Kewajiban Health Care Provider

1) Menyimpan berkas dengan baik sebab didalamnya terdapat data

tentang pasien yang sewaktu-waktu diperlukan.

2) Menjagadari kerusakan atau kehilangan.

3) Melaporkan berita acara pemusnahan berkas kepada Dirjen

Pelayanan Medis.

4. Kerahasiaan Rekam Medis

Kerahasiaan rekam medis diatur dalam Undang-Undang No 29

tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 47 ayat (2) yang menyatakan

bahwa “rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh

dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan”. Hal yang sama

dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1996 pasal 11

tentang wajib simpan rahasia kedokteran. Selanjutnya, dalam Peraturan

Pemerintah No 10 tahun 1996 pasal 1 menyatakan bahwa “yang dimaksud

dengan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui oleh

orang-orang dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan

pekerjaannya dalam lapangan kedokteran”.

Pada bagian penyimpanan rekam medis harus diutamakan

beberapa faktor diantaranya penerangan lampu yang cukup baik, dapat


menghindarkan kelelahan pengelihatan petugas dan perlu diperhatikan

pengaturan suhu ruangan, kelembaban, pencegahan debu dan pencegahan

bahaya kebakaran. (Depkes RI, 2006).

5. Pemanfaatan Data Rekam Medis

Pada hakikatnya Rekam Medis merupakan sumber data yang

dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan. Seperti

yang tercantum pada pasal 13 ayat 1 Permenkes 269 tahun 2008

disebutkan bahwa pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran

dan kedokterangigi dan penegakan etika kedokteran dan

etika kedokteran gigi.

c. Keperluan pendidikan dan penelitian.

d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

e. Data statistik kesehatan.

Sedangkan Secara garis besar kerahasiaan rekam medis dalam

MKI KARS tersebut diatur sebagai berikut:

1) Standar MKI.10 tentang kerahasiaan dan privasi informasi yang


dijaga.

Rumah sakit menjaga privasi dan kerahasiaan data serta

informasi dan secara khusus dalam menjaga data dan informasi

yang sensitif. Keseimbangan antara berbagi (sharing) data dan

kerahasiaan data diatur. Rumah sakit menetapkan tingkat privasi


dan kerahasiaan yang dijaga untuk kategori beragam informasi

(misalnya : rekam medis pasien, data riset, dan lainnya).

2) Standar MKI.11
Kebijakan dan prosedur mengatur prosedur pengamanan

yang memperbolehkan hanya staff yang mendapat kewenangan

(otoritas) untuk bisa mengakses data dan informasi. Akses terhadap

informasi dari kategori yang berbeda didasarkan pada kebutuhan

dan dijabarkan dalam jabatan dan fungsi, termasuk mahasiswa

dilingkungan akademis. Proses yang efektif menetapkan:

a) Siapa yang mempunyai akses pada informasi.

b) Informasi dimana seseorang individu mempunyai akses.

c) Kewajiban pengguna untuk menjaga kerahasiaan informasi.

d) Proses yang harus diikuti ketika terjadi pelanggaran terhadap

kerahasiaan dan keamanan.

Salah satu aspek untuk menjaga keamanan informasi

pasien adalah dengan menentukan siapayang berwenang untuk

mendapatkan berkas rekam medis klinis pasien dan melakukan

pengisian berkas ke dalam rekam medis pasien tersebut.

Rumah sakit mengembangkan suatu kebijakan dalam

memberikan kewenangan pada seseorang individu dan

mengidentifikasi isi dan format pengisian berkas rekam medis

klinis pasien. Ada suatu proses untuk menjamin bahwa hanya


individu yang diberi otorisasi / kewenangan yang melakukan

pengisian berkas rekam medis klinis pasien.

6.

Anda mungkin juga menyukai