Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SISTEM MANAJEMEN MUTU

“Manajemen Utilisasi”

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Edy Candra
2. Indah Chairunnisa
3. Retno Winarni Wahyuning Tyas
4. Faturrahman
5. Yaumul Magfirah
6. Ayu Hasrianti Wulandari
7. Suharti
8. Diah Kusmilatun

PROGRAM STUDI DIII REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

POLITEKNIK MEDICA FARMA HUSADA MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan mampu untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas dari mata
kuliah Sistem Manajemen Mutu “Manajemen Utilisasi” yang diampu oleh Ibu Reni
Chairunnisah, SKM.,M.Kes.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Mataram, Desember 2019

Tim
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................

1.1. Latar Belakang ...............................................................................................


1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................
1.3. Tujuan ............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Managemen Utilisasi ......................................................................


2.2 Teknik-Teknik Managemen Utilisasi ...............................................................
2.3 Pelaksanaan Managemen Utilisasi...................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................
3.2 Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia telah menerapkan reformasi pelayanan kesehatan melalui program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pelaksanaanya pada tanggal 1 Januari 2014
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang bertujuan agar semua
masyarakat di Indonesia terlindung dalan sistem jaminan sosial dan sistem asuransi, sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak. Program JKN di Indonesia dalam
pelaksanaanya di selenggarakan oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS), menggunakan
sistem managed care yang memiliki ciri-ciri, antara lain telaah utilisasi yang menyeluruh
(utilization review), memantau dan menganalisa pola-pola praktek dokter, menggunakan
dokter primer dan provider untuk melayani pasien, menggiring pasien ke provider yang
efisien dan bermutu, program perbaikan mutu, dan sistem pembayaran yang membuat dokter,
rumah sakit, dan provider lainnya akuntabel dalam segi biaya maupun mutu pelayanan
kesehatan. Managed care juga menerapkan manajemen utilisasi (utilization management)
yang merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memastikan peserta jaminan kesehatan
mendapatkan pelayanan yang diperlukan sesuai kebutuhan medis dan bermutu tinggi dengan
biaya yang efisien (Thabrany et al., 2008).

Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, pada pasal 24 ayat 3 disebutkan
bahwa BPJS mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan,
dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Peraturan Presiden No 111 tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Presiden No 12 tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 42 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan kepada
peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek
keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta efisiensi
biaya. Penerapan sistem kendali mutu pelayanan Jaminan Kesehatan dilakukan secara
menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses
pelayanan kesehatan berjalan sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap
luaran kesehatan peserta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada JKN pasal 38 berisi tentang
penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 36 dilakukan melalui pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan,
pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan, dan pemantauan terhadap luaran kesehatan
peserta. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan
kendali biaya dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari
unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis yang dapat melakukan sosialisasi
kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, telaah
utilisasi, dan audit medis, pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.
Peraturan BPJS No 1 tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan pada pasal
2 disebutkan bahwa penyelenggaraan jaminan kesehatan meliputi kepesertaan, iuran
kepesertaan, penyelenggara pelayanan kesehatan, kendali mutu dan kendali biaya, serta
pelaporan dan telaah utilisasi. Pasal 89, fasilitas kesehatan wajib menerapkan telaah utilisasi
secara berkala dan berkesinambungan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
melakukan pelaksanaan telaah utilisasi dengan mengukur pemanfaatan pelayanan
berdasarkan indikator rate, ratio, dan, unit cost serta melakukan evaluasi dan umpan balik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Utilisasi?
2. Apa saja teknik-teknik dalam Manajemen Utilisasi pada Asuransi Kesehatan ?
3. Bagaimana pelaksanaan Managemen Utilisasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pegertian Manajemen Utilisasi.
2. Untuk mengetahui teknik-teknik dalam Manajemen Utilisasi.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan Managemen Utilisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Utilisasi


Pada pembahasan tentang moral hazard disebutkan ada beberapa cara untuk mengurangi
dampak moral hazard antara lain coinsurance, copayment, deductible, dan monitoring. Tiga
cara pertama ditentukan saat insurer dan insured menandatangani kontrak asuransi,
sedangkan monitoring dilakukan setelah kontrak disepakati. Metode monitoring ini dalam
asuransi kesehatan disebut juga dengan Utilization Management (UM) atau manajemen
utilitas atau Utilization Review (UR).
Morissey (2008) dalam bukunya yang berjudul “Health Insurance” menyatakan
“Utilization management (UM) consists of a variety of mechanisms to deal with the moral
hazard problem by using clinical judgment to determine whether particular health services
are worth their cost for specific patients” atau secara bebas dapat diterjemahkan sebagai
berikut Manajemen Utilitas pada asuransi kesehatan merupakan mekanisme atau metode
untuk mengatasi permasalahan moral hazard dengan menggunakan pertimbangan klinis untuk
mengetahui apakah pelayanan kesehatan yang diberikan memiliki biaya yang efisien pada
pasien tertentu.
Sementara itu Green & Rowell (2011) mendefinisikan manajemen utilitas sebagai berikut:
“a method of controlling healthcare costs and quality of care by reviewing the appropriateness
and necessity of care provided to patients prior to the administration of care (prospective review)
or after care has been provided (retrospective review)”. Jadi dalam manajemen utilitas terdapat
dua metode review yaitu prospektif yang dilakukan sebelum pelayanan, dan restrospektif yang
dilakukan setelah menjalani pelayanan kesehatan. Dengan demikian dari definisi tersebut,
Manajemen Utilisasi pada asuransi kesehatan memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1. Moral hazard
Dampak dari moral hazard adalah terjadi kelebihan utilisasi (over utilization) terhadap
pelayanan kesehatan, sehingga harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan pembiayaan yang efisien.
2. Pertimbangan klinis
Manajemen utilitas menggunakan pembatasan-pembatasan secara klinis terhadap
penentuan utilitas pelayanan dengan memberikan persetejuan atau penolakan terhadap
perawatan yang dibuat berdasarkan kepentingan medis.
3. Pelayanan kesehatan yang efisien biaya
Manajemen utilitas pada prinsipnya bukan menghalangi seseorang mendapatkan
pelayanan kesehatan, melainkan metode ini menginformasikan kepada insurer bahwa
pelayanan kesehatan yang diberikan secara biaya tidak efisien.

2.2 TEKNIK-TEKNIK UTILIZATION MANAGEMENT


Samuel (2012) membagi teknik utilization management ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Prospective
Teknik ini terdiri dari tiga jenis yaitu 1) Referrals; 2) Precertification atau
authorization; dan 3) Second surgical opinion
2. Concurrent
Teknik ini terdiri dari tiga jenis yaitu 1) Concurrent length-of-stay review; 2)
Discharge planning; dan 3) Case management
3. Retrospective
Teknik ini terdiri dari: Pattern analysis, Medical record review, Appropriateness
review, Procedures code review, Bill audits, Restrospective claim review, dan
Identifikasi terhadap klaim provider yang terindikasi ada kecurangan.
Sementara beberapa teknik manajemen utilisasi yang sering digunakan menurut
Morissey (2008) antara lain: Gatekeeping, Preadmission certification, Concurrent review,
Retrospective review, Denial of payment, Discharge planning, Mandatory second surgical
opinion, Case management, Intensive case management, dan Disease management.
Pada artikel ini penulis membagi teknik Utilization Management berdasarkan urutan proses
pelayanan mulai dari pasien mejalani pemeriksaan di fasilitas kesehatan primer hingga
dinyatakan sembuh/pulang atau meninggal dunia. Bila digambarkan menurut proses
pelayanannya, akan tampak seperti gambar 1 berikut.
Pemeriksaan
dokter primer Gatekeeping

Preadmission certificate

Addmision Discharge planning

Concurrent review

Mandatory second opinion


Retrospective
Rawat Inap
Retrospective review

Denial payment

Case management
Sembuh/
pulang Intensive case management

Disease management

Gambar 1. Jenis Manajemen Utilitas Asuransi Kesehatan menurut Proses Pelayanan

Berdasarkan gambar 1 di atas, teknik utilization management terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Dilakukan saat pasien menerima pelayanan pemeriksaan di faskes primer hingga akan
menjalani proses admission di faskes lanjutan; 2) Dilakukan saat pasien selesai melakukan
proses admission hingga menjalani perawatan; dan 3) Dilakukan saat pasien menjalani
perawatan hinggi dinyatakan sembuh atau pulang.

Teknik-teknik UM tahap awal pada prinsipnya adalah ingin melakukan skrinin terhadap
kasus penyakit yang bisa dilakukan di faskes primer agar tidak dirujuk ke faskes sekunder dan
memastikan bahwa pihak insurer menyetujui proses rujukan tersebut. Teknik ini umunya tidak
berlaku pada pasien-pasien yang dikirim ke faskes sekunder dengan kondisi emergency atau
butuh pertolongan tetap. Teknik tersebut antara lain gatekeeping dan pre-admission certificate.

a. Gatekeeping
Disebut teknik Referrals (Samuel, 2012). Teknik ini mewajibkan dokter
pelayanan kesehatan primer (atau FKTP) memberikan persetujuan kepada pasien yang
akan melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter spesialis. Jika pasien menjalankan
pemeriksaan spesialis tanpa persetujuan, maka ia wajib membayar sendiri
pemeriksaan. Gatekeeping berusaha agar pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter spesialis atau yankes tingkat lanjut dapat dikendalikan sehingga tidak semua
kasus penyakit langsung dirujuk.
Dalam asuransi kesehatan sosial di Indonesia, peran gatekeeper dilakukan oleh
Puskesmas. Namun peran ini masih belum maksimal. Hasil penelitian yang dilakukan
pada Puskesmas di wilayah kabupaten Bogor tahun 2014 menunjukkan terdapat 144
jenis diagnosis yang seharusnya bisa ditangani oleh Puskesmas, namun dirujuk ke
rumah sakit (Ursila & Iljanto, 2015). Bahkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Sumbersari Bantul pada tahun 2013 menunjukkan beberapa dokter belum memahami
peran gatekeeper dalam jaminan kesehatan (Wulandari & Hafizurrachman, 2013).
b. Preadmission Certificate
Disebut juga Pre-admission review atau Prospective authorizations atau
Setifikasi Pre Rawat Inap atau Surat Jaminan Asuransi. Teknik ini mengharuskan
insured mengajukan ijin masuk rumah sakit yang telah disetujui insurer sebelum
pasien dilayani oleh rumah sakit (kecuali kasus emergency). Studi menunjukkan
bahwa program manajemen utilitas akan efektif jika pelayanan kesehatan menerapkan
sistem admisi yang ketat.
Termasuk dalam teknik ini adalah pre-authorisation review yaitu evaluasi
kebutuhan bentuk diagnosis dan terapi pada layanan rujukan, yang terfokus pada
pemeriksaan kesehatan dengan biaya tinggi seperti pelayanan MRI (Amelung, 2013).
Teknik ini selain dijalankan pada pasien rawat inap, juga diberlakukan pada pasien
rawat jalan (Samuel, 2012).
Teknik-teknik UM berikutnya dilakukan pada pasien yang telah menjalani
proses admission atau pada pasien yang tidak memerlukan proses admission misalnya
pada pasien dengan kegawatdaruratan (emergency). Tujuan dari teknik-teknik ini
adalah menilai berdasarkan pertimbangan medis apakah pasien medapatkan
penggantian biaya pelayanan kesehatan oleh insurer. Teknik tersebut terdiri dari
empat yaitu discharge planning, concurrent review, mandatory second opinion dan
retrospective review.
1. Discharge Planning
Pada dasarnya tujuan utama dari discharge planning adalah memperpendek
lama hari rawat inap atau Length of Stay pasien (Amelung, 2013). Teknik ini
mewajibkan pemberi pelayanan kesehatan atau rumah sakit melakukan evaluasi
terhadap kebutuhan medis pasien sehingga dapat ditentukan perawatan yang sesuai
setelah pasien pulang dari rumah sakit (Marcinko & Hetico, 2006). Dengan demikian
pemberi pelayanan kesehatan memiliki rencana jumlah hari rawat inap dan wajib
disampaikan kepada pasien saat menjalani perawatan termasuk perencanaan
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang sesuai setelah pasien pulang ke rumah,
misalnya menjalankan home care.
2. Concurrent Review
Pada concurrent review, pemberi pelayanan kesehatan menyetujui proses
admission dan pemberian perawatan kepada pasien, namun setelah itu dilakukan
peninjauan sesuai dengan pertimbangan medis (Amelung, 2013). Samuel (2012)
menekankan concurrent review pada lama hari rawat inap sehingga menyebut teknik
ini sebagai concurrent length-of-stay (Samuel, 2012).
Teknik ini merupakan metode evaluasi persetujuan pelayanan kesehatan yang
dijalankan secara paralel (konkuren) dengan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien, misalnya mengharuskan pasien mendapat persetujuan dari insurer
mengenai jumlah hari rawat inap bila melebihi ketentuan atau kontrak asuransi
kesehatan dan sesuai dengan saran/petunjuk dokter pemeriksa. Jika seorang pasien
diharuskan oleh dokter pemeriksa menjalani rawat inap 10 hari, padahal menurut
kontrak hanya 3 hari rawat inap, maka hal ini harus medapat persetujuan dari
perusahaan asuransi.
3. Mandatory Second Opinion
Disebut juga second opnion programe. Prosedur ini adalah upaya agar pasien
wajib mendapatkan opini kedua (second opinion) dari dokter lain sebelum
mendapatkan tindakan medis, seperti tindakan operasi/bedah (kecuali kasus
emergency). Bila hasil dari second opinion tidak merekomendasikan pasien untuk
menjalani tindakan operasi, maka insured diminta memilih tindakan yang harus
dijalankan. Bila tetap harus menjalani tindakan operasi, maka pasien menanggung
biaya pelayanan tersebut.
Disamping untuk mengawasi pelaksanaan tindakan medis agar sesuai dengan
dengan prosedur yang berlaku (sebagai instrumen kontrol), second opinion program
dapat digunakan sebagai pengendalian kualitas pelayanan (Amelung, 2013).
4. Retrospective review
Disebut juga discharge review dan merupakan teknik klasik dalam UM untuk
mengontrol pemberian pelayanan kesehatan (Amelung, 2013). Teknik ini dijalankan
setelah pasien diijinkan dirawat inap di pelayanan kesehatan. Pemberi pelayanan
kesehatan harus mengikuti ketentuan yang dibuat oleh insurer jika ternyata pasien
tidak diijinkan mendapatkan pelayanan atau tidak diperbolehkan dirawat inap terlalu
lama.
Samuel (2012) menyebutkan ada tujuh metode yang dilakukan dalam
retrospective review, antara lain:
 Pattern analyisis, yaitu analisis yang dilakukan secara intensif terhadap
pola pemeriksaan terhadap pasien serta mengidentifikasi permasalahan-
permasalahan yang kemungkinan timbul
 Medical record review, yaitu peninjauan terhadap data-data rekam medis
(status pasien) untuk menentukan pelayanan kesehatan yang sesuai
 Appropriateness review, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian antara klaim
asuransi kesehatan dengan standar perawatan dan merupakan dasar untuk
menentukan pembayaran klaim
 Procedure code review, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian antara klaim
asuransi kesehatan dengan kode diagnosa penyakit yang ditetapkan oleh
provider, biasanya menggunakan aplikasi komputer. Dari peninjauan ini
diputuskan apakah klaim dilakukan coding ulang atau ditahan.
 Bill Audits, yaitu peninjauan terhadap kesesuaian klaim asuransi kesehatan
terhadap prosedur penagihan, kesalahan pembayaran, dan pelayanan
kesehatan yang sesuai. Peninjauan ini ditujukan untuk menghindari
duplikasi klaim dan pelayanan kesehatan yang berbiaya tinggi.
 Retrospective claim review, yaitu peninjauan terhadap pembayaran klaim
secara statustik untuk mengidentifikasi ketidakwajaran pola pelayanan
kesehatan yang dilakukan provider atau pasien.
 Identification of fraudulent bills submitted by providers, yaitu prosedur
mengidentifikasi penagihan yang terindikasi kecurangan oleh provider.

Teknik-teknik UM yang terakhir dilakukan saat pasien menjalani perawatan di faskes


sekunder hingga dinyatakan sembuh dan boleh pulang, atau meninggal dunia. Tujuan teknik
ini sama dengan teknik sebelumnya yaitu memastikan dengan pertimbangan medis mengenai
kelayakan pembayaran ganti rugi pelayanan kesehatan oleh insurer. Teknik tersebut terdiri
dari empat macam yaitu denial of payment, case management, intensive case management,
dan disease management.
a. Denial of payment
Teknik ini merupakan metode evaluasi persetujuan pelayanan yang dijalankan
secara paralel dengan retrospective review. Bila insurer menetapkan bahwa pasien
tidak diijinkan mendapatkan pelayanan atau tidak diperbolehkan dirawat inap
melebihi ketentuan, maka pasien harus membayar biaya pendaftaran dan rawat inap di
luar ketentuan.
b. Case management
Teknik case management dilakukan umunya berdasarkan hasil dari discharge
planning yang telah dilakukan (Rickel & Wise, 2000). Tujuan case mangement adalah
menerapkan pelayanan kesehatan yang berbiaya rendah dan memberikan pelayanan
kesehatan yang sesuai (Samuel, 2012).
Prosedur ini adalah upaya insurer untuk mengindentifikasi pelayanan
kesehatan berbiaya tinggi yang dilakukan oleh seorang Case Coordinator atau
Manajer Kasus. Case Coordinator memiliki kewenangan untuk menyetujui
penggantian biaya pelayanan pengganti atau cakupan pelayanan lainnya yang tidak
ditanggung, sedemikian rupa sehingga penggantian pelayanan tersebut memiliki biaya
yang minimal atau minimal sama dengan cakupan pelayaan yang ditanggung.
Contohnya persetujuan pelayanan Home Care untuk menggantikan jumlah hari rawat
inap tambahan di rumah sakit.
c. Intensive case management
Teknik ini merupakan upaya yang dijalankan secara individual pada pasien
tertentu yang memiliki biaya pelayanan tinggi dan dengan kondisi medis yang
kompleks dan komplikatif.
d. Disease management
Prosedur ini merupakan teknik koordinasi antar pelayanan kesehatan bagi
pasien dengan penyakit kronis untuk memastikan agar praktik kedokteran dijalankan
sesuai pedoman medis.

2.3. PELAKSANAAN UTILIZATION MANAGEMENT


Sepintas manajemen utilisasi hampir mirip dengan penilaian klaim (claim adjudication),
namun keduanya secara prinsip memiliki perbedaan. Manajemen utilitas merupakan prosedur
untuk menentukan kebutuhan medis pada pelayanan kesehatan yang ditanggung, sedangkan
penilaian klaim menentukan pelayanan kesehatan yang ditanggung (Morissey, 2008).
Pelaksanaan Utilization Management oleh perusahaan asuransi kesehatan swasta di
Indonesia masing mengalami kendala terutama disebabkan oleh SDM dan kepatuhan pada
prosedur operasionalnya. Studi yang dilakukan Handayani pada tahun 2012 pada perusahaan
asuransi kesehatan swasta di tiga wilayah yaitu Tangerang, Bontang, dan Palembang
menunjukkan pelaksanaan utilization review mengalami kendala pada ketersediaan dan
komptensi SDM serta penerapan SOP yang kurang baik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Moral hazard dalam pelaksanaan asuransi kesehatan menimbulkan inefisiensi terhadap


biaya pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan dilakukan pada dua kondisi yaitu saat polis
asuransi kesehatan belum disetujui kedua belah pihak, dan saat polis sudah disetujui kedua
pihak. Utilization Management merupakan teknik monitoring dan pengendalian akibat moral
hazard yag dilakukan setelah polis asuransi disetujui kedua pihak.

Ciri khas utama dari Utilization Management adalah adanya pertimbangan klinis (clinical
judgment) dari dokter atau tenaga medis yang ditetapkan perusahaan asurasi. Dengan
demikian, UM berbeda dengan proses claim adjudication yang semata hanya mengetahui
pelayanan kesehatan yang ditanggung dan tidak ditanggung tanapa pertimbangan medis.

Teknik UM dapa dilakukan saat pasien menjalani pemeriksaan di faskes primer hingga
menjalankan admission di faskes sekunde (gatekeeping, dan pre-admission certificate), saat
pasien melakukan admission hingga menjalani perawatan di faskes sekuder (discharge
planning, concurrent review, dan mandatory second opinion), dan saat pasien menjalani
perawatan hingga dinyatakan sembuh/pulang atau meninggal dunia (retrospective review,
denial of payment, case management, intensive case management, dan disease management).

3.2. Saran
1. Bagi Mahasiswa

Di harapkan dengan makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang


pelaporan / analising reporting di rumah sakit.

2. Bagi Dosen
Kami mengharapkan kritik dan saran supaya bisa membuat makalah yang lebih baik
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Amelung, Volker Eric. 2013. Healthcare Management: Managed Care Organisations and
Instruments, Heidelberg: Springer-Verlag Berlin
Marcinko, David Edward dan Hope Rachel Hetico, 2006. Dictionary of Health Insurance and
Managed Care, New York: Springer Publishing
Morissey, Michael A. 2008. Health Insurance, Washington: AUPHA Press
Rickel, Annette U, dan Thomas N Wise, 2000. Understanding Managed Care: An
Introduction for Health Care Professional, Switzerland: Karger AG
Samuel, David I, 2012. Managed Healthcare in the New Millenium: Innovative Financial
Modeling for the 21st Century, CRC Press
Yuniarti, Evi dan Ali Ghufron Mukti, 2011. “Evaluasi Pelaksanaan Utilization Review Badan
Pengelola Jaminan Kesehatan Sosial Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta” dalam Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol.14 No.3 September 2011

Anda mungkin juga menyukai