Anda di halaman 1dari 53

Tugas

HIGIENE INDUSTRI
(Suhu)

DISUSUN OLEH:
KELAS B 2017
KELOMPOK IV

Andi Ramlah Avianti (J1A117179) Nur Aulia Nissa (J1A117096)

Apriani (J1A117184) Saleha Nurrisky Amalia (J1A117126)

Arliani Bahtiar (J1A117185) Siti Hijriaty (J1A117133)

Ina Nirwana (J1A117221) Winda Sukma Dewi (J1A117162)

Indah Asriani (J1A117096) Erwin (J1A117202)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt. karena atas berkat
rahmatNya yang berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Suhu” dalam waktu yang tepat.

Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada nabi besar Muhammad
Saw. yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang seperti saat ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca.

Kendari, 2 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................................... 5
1.4.2 Manfaat Bagi Penulis .............................................................................. 5
1.5 Ruang Lingkup ............................................................................................... 5
1.6 Organisasi/Sistematika ................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Suhu .............................................................................................. 6
2.2 Transmisi Suhu Tubuh ................................................................................... 7
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu ...................................................... 9
2.4 Nilai Ambang Batas Suhu ............................................................................ 14
2.5 Cara Pengendalian Suhu ............................................................................... 16

BAB III PEMBAHASAN


4.1 Contoh Kasus Penyakit Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja .......... 20
4.2 Dampak Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja Terhadap Kesehatan 22

iii
4.3 Mekanisme Terjadinya Dampak Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja
Terhadap Kesehatan ................................................................................................ 27
4.4 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja .............................................................. 29
4.5 Alat Ukur Suhu ............................................................................................. 31
4.6 Mekanisme Kerjanya Alat Ukur Suhu ......................................................... 37

BAB IV PENUTUP
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 42
5.2 Saran ............................................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 45

iv
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan Bola

(ISBB) Yang Diperkenankan………………………………….. 15

2.1 Kelebihan dan Kekurangan dari Empat Lokasi Pengukuran

Suhu Tubuh……………………………………………………. 32

v
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1 Termometer Digital………………………………………… 33

1.2 Termometer Six-Bellani……………………………………. 33

1.3 Termometer Ruang…………………………………………. 34

1.4 Termometer Klinis………………………………………….. 34

1.5 Termometer Laboratorium…………………………………. 35

1.6 Termometer Bimetal………………………………………... 35

1.7 Termometer Data Loggers…………………………………. 35

1.8 Termometer Termokopel (Thermocouple) ………………… 35

1.9 Mekanisme Kerja Termokopel (Thermocouple) ……………. 40

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja adalah hak asasi manusia dan oleh karena itu menjadi hal yang

wajib dilaksanakan di tempat kerja oleh seluruh pihak pelaksana pekerja. Dalam

pelaksanaan kesehatan kerja, selalu terdapat berbagai potensi bahaya dan risiko

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Salah satu faktor fisik yang

berpotensi mengganggu produktivitas pekerja dan lebih jauh lagi dapat

menimbulkan gangguan kesehatan adalah suhu (temperature) di lingkungan kerja.

(Maulidiani dan Meily, 2013)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang

Keselamatan Kerja pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa yang dimaksudkan

dengan tempat kerja adalah ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja atau sering dimasuki oleh tenaga kerja

untuk keperluan suatu usaha dan sumber-sumber bahaya. Sumber bahaya di tempat

kerja pun cukup beragam, salah satunya adalah bahaya fi sik berupa iklim kerja

panas. Penggunaan berbagai alat dan mesin serta material dalam proses produksi

telah menjadi salah satu sumber iklim kerja panas bagi tenaga kerja yang dapat

dijumpai di berbagai industri di Indonesia. (Ramli, 2013 dalam Wulandari dan

Meirina, 2017)

1
2

Berdasarkan data dari OSHA (2014), Centers for Disease Control and

Prevention pada tahun 2012-2013 terdapat banyak kasus pada pekerja yang

terpapar panas. Dalam 13 kasus terdapat pekerja meninggal, 7 kasus dimana

pekerja mengalami gejala heat strain dengan beban kerja sedang dan berat. Pada

penelitian Rahardian (2016) di PT X Sidoarjo diketahui bahwa iklim kerja di area

BRF dan TFH telah melebihi NAB yang diperkenankan yaitu 34,6°C dan 34,5°C

dengan beban kerja berat. Pada keadaan tersebut terdapat hubungan antara tekanan

panas dengan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi dimana semakin tinggi

tekanan panas maka semakin meningkat denyut nadi dan tekanan darah tenaga

kerja. (Wulandari dan Meirina, 2017)

Indonesia termasuk negara dengan tingkat keselamatan kerja yang tergolong

rendah. Ratarata 99.000 kasus kecelakaan kerja setiap tahunnya terjadi di

Indonesia. Sekitar 70% dari total tersebut berakibat kematian dan cacat seumur

hidup. Data dari Kemenakertrans menyebutkan sampai tahun 2013 di Indonesia

tidak kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan

kerja. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan negara Eropa yang hanya 2

orang meninggal per hari karena kecelakaan kerja. (Indra, dkk, 2014)

Salah satu faktor fisik yang sering ditemui oleh pekerja adalah suhu. Kondisi

suhu lingkungan kerja yang terlalu panas dapat menimbulkan masalah kesehatan

dan keselamatan pada pekerja. Penelitian Donoghue dan Bates pada pekerja

tambang besi bawah tanah di Australia, dengan rentang ISBB 26.0o -28.0oC,

ditemukan sebanyak 65 kasus acute heat exhaustion. Menurut Randell dan Wexler,
3

sekitar 6 juta pekerja di Amerika Serikat terkena stres akibat panas dengan kasus

kematian terbanyak dilaporkan terjadi di bidang konstruksi, pertanian, kehutanan,

perikanan, dan manufaktur. Penelitian yang dilakukan oleh Tawatsupa dkk di

Thailand menemukan hampir 20% respondennya mengalami paparan panas.

Setelah dianalisis secara statistik, didapatkan bahwa paparan panas memiliki

hubungan secara signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja. (Indra, dkk, 2014)

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang

suhu terhadap kaitannya dengan kesehatan dan lingkungan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penulisan makalah ini adalah:

1. Bagaimana contoh kasus penyakit akibat keadaan suhu di lingkungan kerja?

2. Apa saja dampak akibat keadaan suhu di lingkungan kerja terhadap kesehatan?

3. Bagaimana mekanisme terjadinya dampak akibat keadaan suhu di lingkungan

kerja terhadap kesehatan?

4. Apa saja alat ukur suhu?

5. Bagaimana mekanisme kerja alat ukur suhu?


4

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk

meningkatkan pengetahuan tentang keadaan suhu sebagai cakupan dari higiene

industri, terutama tentang dampak keadaan suhu terhadap kesehatan pekerja

maupun orang-orang disekitar lingkungan kerja, sebagai alat

antisipasi/pencegahan terhadap risiko dan bahaya yang akan ditimbulkan dari

berbagai pekerjaan di lapangan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pada penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui contoh kasus penyakit akibat keadaan suhu di

lingkungan kerja.

2. Untuk mengetahui dampak akibat keadaan suhu di lingkungan kerja

terhadap kesehatan.

3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya dampak akibat keadaan suhu di

lingkungan kerja terhadap kesehatan.

4. Untuk mengetahui alat ukur suhu.

5. Untuk mengetahui mekanisme kerja alat ukur suhu.


5

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah serta memperluas

khasanah ilmu pengetahuan serta sebagai bahan acuan bagi penulis makalah

selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Bagi Penulis

a. Sebagai sarana pembelajaran sebelum menyusun tugas akhir.

b. Untuk menambah pengalaman dan kemampuan, sesuai dengan ilmu yang

didapat.

1.5 Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup pada penulisan makalah ini adalah suhu yang ada di

lingkungan kerja dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

1.6 Organisasi/Sistematika

Penulisan makalah ini berjudul tentang suhu sebagai cakupan dari higiene

industri yang diarahkan oleh ibu Arum Dian Pratiwi, S.KM., M.Sc.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Suhu

Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda atau

sistem. Suhu di definisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki bersama

antara dua benda atau lebih yang berada dalam kesetimbangan termal (Putra dalam

Supu, dkk, 2016).

Suhu adalah suat ukuran dingin atau panasnya keadaan atau suatu lainnya.

Satuan ukuran dari temperature yang banyak digunakan di Indonesia adalah °C

(DERAJAT CELCIUS). Semenara satuan ukuran yang banyak digunakan diluar

negeri adalah derajat Fahrenheit. (Sarsinta dalam Supu, dkk, 2016)

Suhu adalah besaran termodinamika yang menunjukkan besarnya energi

kinetik translasi rata-rata molekul dalam sistem gas; suhu diukur dengan

menggunakan termometer (kamus kimia alai pustaka dalam Ardyanto, 2005)

Suhu adalah suatu besaran yang menunjukan derajat panas dingin dari suatu

benda. Benda yang memiliki panas akan menunjukan suhu yang tinggi daripada

benda dingin.

6
7

2.2 Transmisi Suhu Tubuh

Terdapat tiga cara transfer panas : konduksi , konveksi , dan radiasi. Ketiga cara

ini penting untuk memahami hilangnya panas tubuh dan bagaimana

mengontrolnya (Meri dan Hendra, 2016):

1. Konduksi

Konduksi adalah transfer panas dalam zat padat,cair, dan gas (atau dari

suatu zat ke zat lain melalui kontak).karena adanya tubukan antar molekul maka

terjadi transfer energi panas melalui zat tersebut.melalui proses ini,energi panas

akan berpindah dari era yang lebih dingin transfer pnas ini terjadi dengan cepat

pada logam yang merupakan konduktor panas yang baik.

Sebagian besar materi lain selain logam bukan merupakan konduktor

yang baik dan disebut isolator panas. Ini mudah dimengerti jika anda

mmbandingkan mengambil panci panas yang mempunyai pegangan kayu atau

plastik.kayu atau plastik tidak mengkonduksi panas dari panci karna merupakan

insolator panas.

Ukuran efisiensi suatu zat tertentu dalam transfer panas disebut juga

konduktivitas termal. Logam memiliki nilai konduktivitas termal yang tinggi

dan terasa dingin disentuh karena konduksi panas yang cepat dari panas yang

dirasakan di kulit.walaupun hilangnya panas secra konduksi dari tubuh manusia

hanya sedikit, pencegahan dengan menutup tubuh dengan materi insulator

cukup signifikan. Udara merupakan insulator yang baik-pakaian yang longgar


8

dan selimut yang menyediakan selapis udara disekitar pasien akan mengurangi

hilangnya panasdengan signifikan.

2. Konveksi

Konveksi merupakan transfer panas dimana panas berjalan karena

adanya gerakan aktual dari suatu fluida (cairan atau gas). Pergerakan ini terjadi

jika suatu fluida dipanaskan, atau kepadatannya berkurang ,kemudian mengalir

keatas dan digantikan fluida lain yang lebih dingin dan menyebabkan arus

konveksi. Efek ini bisa dilihat jika air dipanaskan dalam katel listrik atau panci

sehingga pergerekan air bisa dilihat.jika suatu benda yang dapat bergerak

diletakan diatas api atau radiator,maka gerakan benda tersebut menunjukan

turbulensi udara yang menyebabkan arus konveksi udara yang lebih panas.

Sebagian pelepasan panas tubuh lebih hangat dibandingkan lingkungan

sekitarnya.

3. Radiasi

Benda yang panas terutama diatas seratus dejat celcius,akan

memancarkan sinar (sinar infra merah),yang bila mengenai benda lain akan

diabsorpsi dan menyebabkan peningkatan temperatur. Contoh yang jelas adalah

efek pemanasan dari sinar matahari Anda juga dapat merasakan efek radiasi

panas jika duduk dekat api yang panas.

Karena memiliki temperatur kurang dari seratus derajat celcius ,tubuh

manusia tidak memancarkan radiasi panas yang besar. Tetapi berbagai jenis
9

permukaan menyerap radiasi lebih banyak daripada benda yang terang atau

putih, radiasi juga dapat dipantulkan oleh permukaan yang mengkilap.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu

Suhu merupakan besaran energi panas yang terkandung dalam suatu media dan

dinyatakan dengan satuan derajat. Teori temperatur udara (Lippsmeier, 1994)

menyatakan umumnya daerah yang paling panas adalah daerah khatulistiwa,

karena paling banyak menerima radiasi matahari. Tetapi, tempertaur udara juga

dipengaruhi oleh factor derajat linang (musim), atmosfer, serta daratan dan air.

Temperature terendah pada 1-2 jam sebelum matahari terbit dan temperature

tertinggi pada 1-2 jam setelah posisi matahari tertinggi, dengan 43% radiasi

matahari dipantulkan kembali, 43% diserap oleh permukaan bumi dan 14% diserap

oleh atmosfer. (Tika, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara disuatu daerah

(Tika, 2010):

1. Sudut datang sinar matahari, semakin tegak sudut pandang sinar matahari maka

energi panas yang diterima semakin besar.

2. Cerah semakin besar, semakin cerah cuaca, energi yang sampai ke permukaan

bumi semakin banyak.

3. Lama penyinaran matahari, daerah yang lebih lama menerima radiasi maka

derah tersebut akan semakin panas.


10

4. Letak lintang, semakin dekat dengan eguator, suhu udara semakin panas.

5. Ketinggian tempat, semakin mendekati daerah pantai maka suhu udara akan

semakin panas.

Adapun factor-faktor yang berhubungan dan mempengaruhi suhu tubuh adalah

(Fauzi, 2013):

1. Tekanan Panas (Heat Stress)

Tekanan panas adalah total panas tubuh seseorang yang berasal dari

kombinasi panas metabolik (internal) dan panas lingkungan (eksternal). Yang

dimaksud dengan panas metabolik adalah hasil sampingan (by-product) dari

proseskimia yang terjadi pada sel, jaringan dan organ (Fundamentals of

industrial Hygiene, 4 th edition, Thermal stress). Panas yang dihasilkan dari

proses metabolisme tersebut berasal dari aktivitas manusia. Tekanan panas

merupakan faktor penyebab utama naiknya suhu tubuh. Menurut penelitian

Fanani (2011) dalam Fauzi (2013), pekerja industri krupuk yang mengeluhkan

gejala heat strain (suhu tubuh tinggi, kelelahan dan pusing), terpapar tekanan

panas selama bekerja. Dalam penelitian Sari (2007) dalam Fauzi (2013)

disebutkan ada hubungan antara tekanan panas dengan peningkatan suhu tubuh.

2. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dikontrol. Walaupun

tidak banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penyesuaian terhadap


11

lingkungan baik panas maupun dingin bergantung pada usia seseorang, akan

tetapi beberapa pengamatan menunjukkan usia seseorang berhubungan

terhadap penurunan aktivitas fisik yang terkait dengan penyesuaian tubuh

dengan lingkungan panas. Rentang suhu normal turun secara berangsur sampai

seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang

lebih sempit daripada dewasa awal. Lansia sensitif terhadap suhu eskrim,

karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor,

penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas kelenjar, dan

penurunan metabolisme (Pearce, 1990 dalam Fauzi,2013).

Menurut Bartnicki dalam Fauzi (2013), usia optimum seseorang

menyesuaikan diri dengan panas adalah 31-35 tahun, di atas usia 40 tahun

tingkat toleransi terhadap panas menurun. Hal ini juga didukung oleh NIOSH

(1986) dalam Fauzi (2013) yang menyatakan usia di atas 40 tahun terkait

dengan respon fisiologis kelenjar keringat yang sudah menurun.

3. Jenis Kelamin

Menurut Yousef dalam Fauzi (2013), tingkat toleransi perempuan

terhadap termoregulasi lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian

ini didukung juga oleh Hertig, Wyndham dan Fox dalam Bishop, 1997 bahwa

tingkat produksi keringat pada perempuan lebih sedikit dibanding laki-laki.

Ada beberapa perbedaan fisiologis mendasar antara perempuan dan laki-laki

yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat aklimatisasi.


12

Diantara perbedaan fisiologis mendasar antara pria dan wanita yaitu

fluktuasi hormon estrogen dan progesteron terkait dengan siklus menstruasi

yang dapat mengubah kinerja dan toleransi terhadap lingkungan panas (Lindle

dkk, 1997 dalam Fauzi 2013). Nunneley (1978) dalam Fauzi (2013)

menyimpulkan bahwa dibandingkan laki-laki yang sama-sama dalam tekanan

panas, perempuan memiliki suhu inti dan suhu kulit yang lebih tinggi, denyut

jantung yang lebih cepat dan tingkat berkeringat yang lebih rendah.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Menurut Cheung (2000) dalam Fauzi (2013), Individu dengan proporsi

lemak tubuh yang lebih tinggi memiliki toleransi panas yang lebih rendah

karena penurunan kemampuan menyimpan panas tubuh. Secara sederhana

orang yang tidak gemuk mempunyai luas permukaan tubuh lebih kecil daripada

orang yang gemuk sehingga panas yang hilang dari tubuh akibat evaporasi lebih

sedikit. Selain itu orang yang gemuk mempunyai fungsi sirkulasi yang lebih

buruk daripada orang yang tidak gemuk. Orang yang tidak berbadan gemuk

relatif lebih tahan panas pada saat melakukan pekerjaan mulai dari kapasitas

kerja minimum sampai kapasitas kerja maksimum. Pekerja dengan berat badan

berlebih mempunyai risiko tinggi dalam lingkungan panas maupun dingin

karena ketidakseimbangan transfer panas tubuh (MBIE, 2012 dalam Fauzi

2013).
13

5. Kondisi Kesehatan

Pekerja yang sakit berisiko tinggi terkena stress lingkungan kerja.

Menurut Bishop (1997) dalam Fauzi (2013), demam dapat menimbulkan efek

pada sistem saraf dan suhu tubuh di atas kondisi nomal. Ini artinya beberapa

pekerja yang demam akan menghasilkan penyimpanan panas lebih tinggi dari

kondisi normal dan ini sangat berbahaya bagi pekerja.

6. Tingkat Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah penyesuaian tubuh terhadap panas. Diantara faktor-

faktor yang dapat dikontrol, yang paling penting adalah aklimatisasi. Ketika

pekerja terpapar kondisi lingkungan kerja panas 1 sampai 6 minggu, orang

tersebut akan secara perlahan-lahan berkeringat lebih banyak, seringkali

meningkatkan sekresi maksimal keringat 2 sampai 3 liter/jam (Guyton, 1997

dalam Fauzi 2013). Evaporasi keringat yang lebih bayak ini dapat memudahkan

panas dari tubuh dengan kecepatan lebih dari 10 kali kecepatan pembentukan

panas basa normal. Peningkatan efektivitas mekanisme berkeringat ini

disebabkan oleh peningkatan langsung pada kemampuan kelenjar keringat itu

sendiri.

7. Konsumsi Alkohol

Menurut NIOSH (1986) dalam Fauzi (2013), alkohol merusak fungsi

susunan saraf pusat dan tepi, serta berpengaruh terhadap terjadinya


14

hypohidration dengan menekan poduksi hormon ADH. Mengkonsumsi alkohol

selarna bekerja sebaiknya dilarang, karena mengurangi toleransi tubuh terhadap

panas dan menaikkan risiko terjadinya heat illness.

8. Pakaian Kerja

Pakaian kerja merupakan alat pelindung diri yang sangat penting jika

pekerja berada di daerah dengan suhu tinggi. Dengan media perantara, jumlah

paparan panas ke kulit dapat dikurangi. Pekerjaan dengan pancaran panas yang

tinggi, seringkali tergantung kepada pantulan pakaian yang digunakan

(Alpaugh, 1988 dalam Fauzi 2013). Efek dari pakaian sulit untuk dikaji sejak

terjadinya penurunan kehilangan panas melalui radiasi dan konveksi.

Terjadinya penurunan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara

lain ketebalan bahan pakaian, warna, dan apakah pakaian tersebut longgar atau

tidak.

2.4 Nilai Ambang Batas Suhu

Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor

tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau

gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8

jam sehari atau 40 jam seminggu. Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja
15

yang bersifat fisika yang dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan,

getaran, gelombang mikro dan sinar ultra ungu.

Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan

udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja

sebagai akibat dari pekerjaannya. Suhu kering (Dry Bulb Temperature) adalah

suhu yang ditunjukan oleh thermometer suhu kering. Suhu basah alami (Natural

Wet Bulb Temperature) adalah suhu yang ditunjukan oleh termometer bola basah

alami (Natural Wet Bulb Thermometer). Suhu bola (Globe Temperature) adalah

suhu yang ditunjukan oleh termometer bola (Globe Thermometer). Indeks Suhu

Basah dan Bola (Wet Bulb Globe Temperature Index) yang disingkat ISBB adalah

parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan

antara suhu udara kering, suhu basah alami dan suhu bola.

Tebel 1.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan Bola (ISBB)

Yang Diperkenankan.

Pengaturan Waktu Kerja Setiap Hari (0C)


Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus menerus - 30,0 26,7 25,0
(8 Jam/hari)
75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor:
Kep.51/Men/1999 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja
16

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi:

ISBB : 0,7 suhu basah alami + 0,2 suhu bola + 0,1 suhu kering

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas

radiasi:

ISBB : 0,7 suhu basah alami + 0,3 suhu bola

Catatan :

a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100 – 200 Kilo kalori/jam

b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori >200 – 350 Kilo kalori/jam

c. Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 Kilo kalori/jam

2.5 Cara Pengendalian Suhu

Pengendalian suhu adalah suatu bentuk tindakan dalam melakukan penyesuain

dan pengarahan terhadap keadaan suhu di sekitar. Pengendalian terhadap heat

stress dan heat strain dilaksanakan dalam rangka perlindungan keselamatan

dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Apabila heat stress

tidak dilakukan upaya pengendaliannya dapat mengakibatkan kedaruratan heat

stress yaitu: heat rash, heat cramps, exhaustion dan heat stroke(Suma’mur

dalam Fajrianti, dkk, 2017).

Upaya pengendalian dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Ardyanto, 2005):


17

1. Pengendalian secara teknik

Pengukuran suhu bola atau suhu radiasi di dapatkan angka yang tinggi.

Hal ini memang terjadi karena pabrik tersebut merupakan pabrik peleburan

untuk menghasilkan baja. Dalam proses produksi, pabrik tersebut

membutuhkan bara api dengan suhu yang sangat tinggi kurang lebih sebesar

17000C. Pengadaan ventilasi umum diharapkan panas yang menyebar secara

radiasi, konduksi dan konveksi ke seluruh ruang kerja dapat mengalir keluar

dimana suhu udaranya lebih rendah. Tetapi yang terjadi secara terus menerus

dan kontinyu, sehingga pengadaan ventilasi umum dirasakan kurang. Untuk

itu perusahaan membuat fan dengan tujuan mengalirkan panas secara konveksi

ke tempat dengan suhu udara yang lebih rendah.

2. Pengendalian secara administrarif

Kerja yang panas membutuhkan tenaga kerja yang fit, kesegaran

jasmani baik, status kesehatan baik dan status gizi baik. Berdasar data yang

didapat bahwa tenaga kerja yang bekerja tidak di periksa kesehatannya saat

baru masuk kerja.Sebaiknya pemeriksaan kesehatan awal diberikan terhadap

tenaga kerja yang baru masuk agar tenaga kerja sesuai dengan pekerjaannya

(the right man on the right job).

Peleburan baja merupakan perusahaan dengan kategori perusahaan

berat dengan jumlah tenaga kerja secara keseluruhan lebih dari 500 orang

sehingga pengadaan poliklinik harus ada disertai dengan dokter penuh waktu

dan dibantu dengan paramedis penuh waktu Pemberian asuransi terhadap


18

tenaga kerja dengan kategori perusahaan berat harus ada, perusahaan tersebut

telah mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam Jamsostek dengan program

seperti pada hasil. Kamar mandi yang tersedia untuk tenaga kerja yang banyak

tersebut tergolong cukup.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Perburuhan no. 7 tahun 1964,

dikatakan bahwa kakus untuk tenaga kerja sebesar 81–100 orang harus tersedia

sebanyak 6 kakus diikutindengan syarat kesehatan lainnya.Organisasi

ketenaga kerjaan di perusahaan tersebut telah terbentuk yaitu P2K3 (Panitia

Pembina Keselamatan Dan KesehatanKerja) dan SPSI. Organisasi ini dibentuk

berdasarkan komitmen direktur terhadap tenaga kerjanya. P2K3 diketuai oleh

direktur dengan anggota para tenaga kerja. Dengan adanya organisasi ini

diharapkan masalah yang berhubungan dengan K3 dapat diatasi. Sehingga

pengendalian secara administratif yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan

kesehatan berkala, poliklinik dibuka selama 7 hari/minggu, dokter perusahaan

hadir paruh waktu (3hari/minggu), paramedis hadir penuh waktu, tenaga kerja

ikut menjadi peserta Jamsostek (JKK, JK, JHT, JPK), jam kerja selama 8

jam/hari atau 40 jam/minggu, jam istirahat selama 1 jam/hari,adanya

organisasi P2K3 dan SPSI, tenaga kerja mendapat makan dan minum berkaitan

dengan tempat kerja yang panas, perusahaan memiliki ruang makan untuk

tenaga kerja,kamar mandi sebanyak 6 buah untuk pria dan sebuah untuk

wanitadengan jumlah tenaga kerja keseluruhan 470 tenaga kerja pria dan 13

wanita.
19

3. Penggunaan alat pelindung diri

Pengadaan alat pelindung diri (APD) dirasakan kurang. Helm sebaiknya

harus diberi bila ada kerusakan, tidak hanya diberi 1 saja selam tenaga kerja

bekerja di perusahaan tersebut. Masker penutup hidung dan mulut sebaiknya

diberi setiap hari. Masker yang terbuat dari kain serap akan cepat lusuh dan

rusak bila dipakai seharian apalagi perusahaan tersebut menghasilkan debu.

Demikian pula dengan sepatu dan pakaian kerja. Khususnya sepatu kerja

sebaiknya diberi saat tenaga kerja tersebut mengeluh sepatunya rusak akibat

adanya letikan api dari peleburan metal. Pemberian APD hendaknyadiberi

konsisten dan konsekuen agar tenaga kerja terhindar daribahaya di tempat

kerja.Pemberian pakaian kerja setiap enam bulan sekali.


BAB III

PEMBAHASAN

4.1 Contoh Kasus Penyakit Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja

1. Pajanan Suhu Dingin Dan Kejadian Hipotermia Pada Pekerja Cold Storage

(Studi di Cold Storage Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan)

Perkembangan industri di Indonesia saat ini mengalami kemajuan pesat

terutama pada sektor industri pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di

Indonesia telah banyak didirikan industri-industri pangan, baik berskala rumah

tangga (home industry) maupun berskala besar. Salah satu industri yang

mengalami perkembangan pesat adalah industri cold storage. Penelitian ini

dilakukan di cold storage yang ada di Kecamatan Brondong Kabupaten

Lamongan. Dalam proses produksinya di dalam cold storage ini menggunakan

tiga ruangan yaitu Air Blast Freezing (-38oC sampai -40oC), Cool Room (-

17oC sampai -20oC), dan Anti Room (-5oC sampai -10oC). Suhu tersebut

berada dibawah standar suhu nyaman bekerja bagi orang Indonesia. Pekerja

yang terpajan suhu dingin yang ekstrim di lingkungan kerja dapat berisiko

mengalami gangguan kesehatan pada tubuh seperti penurunan suhu tubuh

hingga mencapai cold stress (hipotermia) yang disertai dengan keluhan akibat

terpajan suhu dingin. erdasarkan hasil analisis crosstab antara usia, indeks masa

tubuh, riwayat penyakit, gejala hipotermia, tekanan darah, lama pajanan, lama

istirahat, masa kerja, penggunaan APD, suhu lingkungan dan kejadian

20
21

hipotermia menunjukkan bahwa 47,9% pekerja mengalami penurunan suhu

tubuh hingga mencapai hipotermia sedang. (Rahmawati, 2017)

2. Determinan Keluhan Akibat Tekanan Panas Pada Pekerja Bagian Dapur Rumah

Sakit Di Kota Makasssar

Suhu merupakan faktor fisik yang dapat menimbulkan masalah

kesehatan dan keselamatan pada pekerja. Tercatat 380 orang pekerja dapur

rumah sakit di Makassar terpapar panas setiap harinya dalam setahun terakhir.

keluhan akibat tekanan panas sedangkan umur (p=0,447), kebiasaan minum air

(p=0,281), lama kerja (0,432) dan waktu istirahat (p=0,990) tidak berhubungan

dengan keluhan akibat tekanan panas. Kesimpulan dari penelitian bahwa ada

hubungan antara keluhan akibat tekanan panas dengan suhu ruangan, dan masa

kerja pada pekerja dapur rumah sakit di Makassar. (Indra, dkk, 2014)

3. Efek Iklim kerja panas (Heat Stress) Pada Respon Fisiologis Tenaga Kerja Di

Ruang Terbatas

Iklim kerja panas (Heat Stress) dapat menyebabkan respons fi siologis

seperti peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah dan juga penurunan

berat badan. Hasil menunjukkan bahwa rerata suhu tubuh sebelum bekerja

adalah 36,73°C dan sesudah bekerja adalah 38,13°C. Rerata denyut nadi

sebelum bekerja adalah 90,85 denyut per menit dan sesudah bekerja adalah 96,1

denyut per menit. Kemudian rerata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum

bekerja adalah 124,85 mmHg dan 72,05 mmHg, dan rerata sesudah bekerja

adalah 126,06 mmHg dan 72,45 mmHg. Selain itu rerata berat badan sebelum
22

bekerja adalah 59,85 kg dan sesudah bekerja adalah 58,3 kg. Oleh karena itu,

terdapat perbedaan antara suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah (sistolik dan

diastolik) dan berat badan sebelum dan sesudah bekerja di CS heater.

(Wulandari dan Meirina, 2017)

4.2 Dampak Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja Terhadap Kesehatan

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,

alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit

Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit

Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit

yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi

sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja.

(Ashar, dkk, 2017)

WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja (Ashar, dkk, 2017):

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkhogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-

faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

sebelumnya, misalnya asma.


23

Faktor penyebab penyakit akibat kerja tergantung pada bahan yang digunakan

dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga tidak mungkin

disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan

dalam 5 golongan (Ashar, dkk, 2017):

1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang

sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.

2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,

maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,

gas, larutan, awan atau kabut.

3. Golongan biologis: bakteri, virus atau jamur.

4. Golongan fisiologis: biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara

kerja.

5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh keadaan suhu adalah (Nugroho,

2009):

1. Suhu rendah

a. Hipotermia yaitu perasaan yang sangat dingin sampai menggigil dan

menyebabkan denyut jantung pelan dan kadang-kadang tidak teratur,

tekanan darah lemah, kulit dingin, pernapasan tidak teratur, dan bisa terjadi

kolaps. Hal ini terjadi pada temperatur 2-100C, pengruh tersebut juga

tergantung dari keadaan individu yaitu: tergantung dari daya tahan tubuh,

keadaan fitness, umur dan budaya.


24

b. Raynound’s phenomenon adalah keadaan pucat pada daerah jari.

Raynound’s phenomenon ini dikaitkan dengan jumlah penyakit termasuk

sistemik skleroderma, pulmonary hipertension, multiple sklerosis yang

juga disebut penyakit Raynound’s.

c. Chilblains adalah kelainan pada bagian-bagian tubuh menjadi bengkak,

merah, panas, dan sakit yang diselingi dengan gatal-gatal.

d. Trench foot adalah kerusakan anggota tubuh terutama pada kaki oleh

kelembaban yang dingin.

e. Frostbite adalah akibat terpapar temperatur yang sangat dingin dan dapat

menimbulkan gangren.

Keadaan Tubuh Saat Kondisi Dingin (Nugroho, 2009):

a. 37°C (98.6°F) – Suhu tubuh normal (36-37.5°C / 96.8-99.5°F).

b. 36°C (96.8°F) – Menggigil ringan hingga sedang.

c. 35°C (95.0°F) – (Hipotermia suhu kurang dari 35°C / 95.0°F) –

Menggigil keras, kulit menjadi biru/keabuan. Jantung menjadi berdegup.

d. 34°C (93.2°F) – Mengggil yang sanagat keras, jari kaku, kebiruan dan

bingung. Terjadi perubahan perilaku.

e. 33°C (91.4°F) – Bingung sedang hingga parah, mengantuk, depresi,

berhenti menggigil, denyut jantung lemah, napas pendek dan tidak

mampu merespon rangsangan.


25

f. 32°C (89.6°F) – Kondisi gawat. Halusinasi, gangguan hebat, sangat

bingung, tidur yang dalam dan menuju koma, detak jantung rendah , tidak

menggigil.

g. 31°C (87.8°F) – Comatose, tidak sadar, tidak memiliki reflex, jantung

sangat lamabat. Terjadi gangguan irama jantung yangs serius.

h. 28°C (82.4°F) – Jantung berhenti berdetak pasien menuju kematian.

i. 24-26°C (75.2-78.8°F) or less – Terjadi kematian namun beberapa pasien

ada yang mampu bertahan hidup hinggan dibawah 24-26°C (75.2-

78.8°F).

2. Suhu Tinggi (Heat Stress)

a. Heat Train adalah serangkaian respon fisiologis terhadap heat stres yang

direfleksikan pada derajat heat stres yang dapat menimbulkan gangguan

perasaan tidak nyaman sampai terjadi heat disorder.

b. Heat Rash merupakan gejala awal dari yang berpotensi menimbulkan

penyakit akibat tekanan panas. Penyakit ini berkaitan dengan panas,

kondisi lembab dimana keringat tidak mampu menguap dari kulit dan

pakaian. Penyakit ini mungkin terjadi pada sebgaian kecil area kulit atau

bagian tubuh. Meskipun telah diobati pada area yang sakit produksi

keringat tidak akan kembali normal untuk 4 sampai 6 minggu.

c. Heat Syncope adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius. Ciri dari

gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berada dalam lingkungan

panas pada waktu yang cukup lama.


26

d. Heat Cramp merupakan penyakit yang menimbulkan gejala seperti rasa

nyeri dan kejang pada kakai, tangan dan abdomen banyak mengeluarkan

keringat. Hal ini disebabkan karena ketidak seimbangan cairan dan garam

selama melakukan kerja fisik yang berat di lingkungan yang panas.

e. Heat Exhaustion merupakan penyakit yang diakibatkan oleh berkurangnya

cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang

dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena

panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah,

pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu

tubuh antara (37°C – 40°C).

f. Heat Stroke merupakan penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa

yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab.

Penyakit ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit

ini adalah detak jantung cepat, suhu tubuh tinggi 40o C atau lebih, panas,

kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, tidak ada keringat di

tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, kebingungan mental dan

pingsan.

Keadaan Kondisi Tubuh Saat Kondisi Panas (Nugroho, 2009):

a. 37°C (98.6°F) – Suhu tubuh normal (36-37.5°C / 96.8-99.5°F).

b. 38°C (100.4°F) – berkeringat, sangat tidak nyaman, sedikit lapar.

c. 39°C (102.2°F) – Berkeringat, kulit merah dan basah, napas dan jantung

bedenyut kencang, kelelahan, merangsang kambuhnya epilepsi.


27

d. 40°C (104°F) – Pingsang, dehidrasi, lemah, sakit kepala, muntah, pening

dan berkeringat.

e. 41°C (105.8°F) – Keadaan gawat. Pingsan, pening, bingung, sakit kepala,

halusinasi, napas sesak, mengantuk mata kabur, jantung berdebar.

f. 42°C (107.6°F) – Pucat kulit memerah dan basah, koma, mata gelap,

muntah dan terjadi gangguan hebat. Tekanan darah menjadi tinggi/rendah

dan detak jantung cepat.

g. 43°C (109.4°F) – Umumnya meninggal, kerusakan otak, gangguan dan

goncangan hebat terus menerus, fungsi pernafasan kolaps.

g. 44°C (111.2°F) or more – Hampir dipastikan meninggal namun ada

beberapa pasien yang mampu bertahan hingga diatas 46°C (114.8°F).

4.3 Mekanisme Terjadinya Dampak Akibat Keadaan Suhu di Lingkungan Kerja

Terhadap Kesehatan

Secara mekanisme, gangguan-gangguan tersebut dapat terjadi dikarenakan,

hipotalamus otak manusia mengatur suhu inti tubuh dalam merespon suhu baik

panas maupun dingin. Hipotalamus bertanggung jawab untuk menjalankan sistem

pertahanan suhu tubuh untuk melawan dingin, yaitu vasokontriksi peripheral dan

menggigil. Tubuh dapat mengatur suhu intinya dengan menurunkan hilangnya

panas (vasokontriksi peripheral) dan meningkatkan produksi panas (menggigil).


28

Memperbanyak aktivitas fisik juga dapat meningkatkan produksi panas (Nugroho,

2009).

Vasokontriksi peripheral adalah respon yang dilakukan untuk menurunkan

suhu kulit. Vasokontriksi mengarahkan darah menjauh dari permukaan kulit

menuju inti tubuh, dimana panas lebih mudah dijaga. Menggigil dihasilkan dari

kontraksi otot voluntari dan menghasilkan peningkatan produksi panas metabolik,

yang dapat menggantikan panas yang hilang. Ada hubungan antara kecepatan

bernapas dan detak jantung. Menggigil dapat meningkatkan metabolic rate 2-5 kali

lipat (Wald Peter H, 2002:151).

Bagaimanapun juga apabila suhu inti tubuh menurun karena terpajan dingin

terus menerus, metabolik tubuh, pernapasan dan detak jantung akan menurun.

Gejala yang muncul dari penderita hipotermia adalah menggigil, ketidakmampuan

dalam mengerjakan pekerjaan motorik, kelesuan dan kebingungan ringan. Ini

terjadi disaat suhu inti tubuh menurun hingga sekitar 35o C (95o F). Selama suhu

tubuh terus menurun, hipotermia semakin bertambah parah. Individu tersebut akan

jatuh dalam keadaan linglung atau tak sadar, tidak berhasil dalam menyelesaikan

tugas, walau hanya pekerjaan motorik yang sederhana. Cara berbicara korban

hipotermia akan menyatu (tidak jelas) dan kebiasaan individu tersebut akan tidak

rasional (OSHA, 1998).

Keadaan yang paling parah terjadi ketika suhu tubuh berada di bawah 32o C

(90o F). Hasilnya tubuh berubah ke dalam keadaan tidur (hibernasi), melambatnya
29

detak jantung, aliran darah, dan bernafas. Ketidaksadaran dan gagal jantung dapat

terjadi dalam keadaan yang benar-benar hipotermik. (OSHA, 1998).

Dehidrasi mengakibatkan menurunnya ketahanan mental, menurnnya kapasitas

kerja, menurunkan kemampuan tekanan darah saat suhu tubuh turun. Alkohol, obat

perangsang, dan obat dari resep dokter juga berefek pada mekanisme adaptasi

tubuh terhadap dingin. Alkohol mengganggu pengambilan keputusan,

berkurangnya kesadaran akan tanda dan gejala cold injury (Nugroho, 2009).

Hal ini akan menyebabkan vasodilasi peripheral bersamaan dengan

vasokontriksi peripheral akan meningkatkan hilangnya panas tubuh. Alkohol juga

dapat meningkatkan produksi urin dan memperburuk dehidrasi. Kafein mungkin

juga punya efek yang sama pada pembuluh darah dan produksi urin. Nikotin

meningkatkan risiko cold injury peripheral dengan mempengaruhi vasokontriksi,

dengan meningkatkan kecepatan pendinginan kulit. Penggunaan obat penenang

(misal: phenotiazines) juga meningkatkan risiko terkena cold injury (Nugroho,

2009).

4.4 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Beberapa cara dalam mencegah penyakit akibat kerja, diantaranya (Nugroho,

2009):

1. Pakailah alat pelindung diri secara benar dan teratur.

2. Kenali resiko pekerjaan dan cegah agar tidak terjadi lebih lanjut.
30

3. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang

berkelanjutan.

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar

bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit.

1. Pencegahan Pimer (Healt Promotion)

a. Perilaku kesehatan

b. Faktor bahaya di tempat kerja

c. Perilaku kerja yang baik

d. Olahraga

e. Gizi

2. Pencegahan Skunder (Specifict Protection)

a. Pengendalian melalui perundang-undangan

b. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasn jam kerja

c. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)

d. Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

3. Pencegahan Tersier

a. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

c. Pemeriksaan lingkungan secara berkala

d. Surveilans

e. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada kerja

f. Pengendalian segera ditempat kerja


31

4.5 Alat Ukur Suhu

Secara kualitatif, suhu dapat diketahui melalui sensasi dingin atau hangatnya

sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, suhu dapat

diketahui dengan menggunakan termometer. Kata termometer ini diambil dari dua

kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to

measure). (Supu, dkk, 2016)

Nilai suhu tubuh juga ditentukan oleh lokasi pengukuran, pengukuran suhu

bertujuan memperoleh nilai suhu jaringan dalam tubuh. Lokasi pengukuran untuk

suhu inti yaitu rektum, membran timpani, arteri temporalis, arteri pulmonalis,

esophagus dan kandung kemih. Lokasi pengukuran suhu permukaan yaitu kulit,

oral dan aksila (Potter & Perry dalam Syahhaq, 2018).

Suhu Tubuh Normal Suhu tubuh yang normal adalah 35,8°C – 37,5°C. Pada

pagi hari suhu akan mendekati 35,5°C, sedangkan pada malam hari mendekati

37,7°C. Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi 0,5°-l°C, dibandingkan

suhu mulut dan suhu mulut 0,5°C lebih tinggi dibandingkan suhu aksila (Sherwood

dalam Syahhaq, 2018).

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan dari Empat Lokasi Pengukuran Suhu

Tubuh.

Lokasi Kelebihan Kekurangan


Oral Mudah diakses dan Nilai tidak akurat apabila
nyaman pasien baru saja
mengkonsumsi cairan atau
32

makanan yang dingin atau


panas.
Rektal Hasil reliable Tidak nyaman dan lebih
tidak menyenangkan bagi
pasien, sulit dilakukan pada
pasien yang tidak dapat
miring kiri kanan, dan dapat
melukai rektum. Adanya
feses dapat mengganggu
penempatan termometer.
Apabila feses lunak,
termometer dapat masuk ke
dalam feses bukan ke
dinding rectum
Aksila Aman dan non Termometer harus dipasang
invasive dalam waktu yang lama agar
memperoleh hasil yang
akurat.
Membran timpani Mudah diakses, Dapat menimbulkan rasa
mencerminkan tidak nyaman dan beresiko
suhu inti, sangat terjadi perlukaan apabila
cepat termometer diletakkan
terlalu dalam ke lubang
telinga. Pengukuran
berulang dapat
menunjukkan hasil yang
berbeda. Adanya serumen
dapat mempengaruhi bacaan
hasil.
Sumber: Syahhaq, 2018

Beberapa alat pengukur suhu adalah (Anonymous, 2014):

1. Termometer Digital

Digunakan untuk mengetahui suhu objek benda atau tubuh.


33

Gambar 1.1 Thermometer digital

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)

2. Termometer Six-Bellani

Digunakan untuk mengukur suhu maksimum dan minimum suatu

tempat.

Gambar 1.2 Termometer Six-Bellani

Sumbe: Google.com (Sasrawan, 2017)

3. Termometer Ruang

Digunakan untuk mengukur suhu suatu ruangan


34

Gambar 1.3 Termometer ruang

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)

4. Termometer Klinis

Termometer Klinis biasanya digunakan untuk mengukur suhu tubuh

manusia.

Gambar 1.4 Termometer klinis

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)

5. Termometer Laboratorium

Termometer Laboratorium digunakan untuk perlengkapan praktikum di

laboratorium.
35

Gambar 1.5 Thermometer laboratorium

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)

6. Termometer Bimetal

Termometer bimetal mekanik adalah sebuah termometer yang terbuat

dari dau buah kepingan logam yang memiliki koefisien muai berbeda yang

dikeling (dipelat) menjadi satu. Kata bimetal sendiri memiliki arti yaitu bi

berarti dua sedangkan kata metal berarti logam, sehingga bimetal berarti “dua

logam”.

Gambar 1.6 Termometer bimetal

Sumber: Google.com (Ruangguru.co.id, 2018)


36

7. Temperatur Data Loggers

Gambar 1.7 Termometer data loggers

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)

8. Termometer termokopel (Thermocouple)

Gambar 1.8 Termometer termokopel

Sumber: Google.com (Anonymous, 2014)


37

4.6 Mekanisme Kerjanya Alat Ukur Suhu

Adapun mekanisme kerja alat ukur suhu adalah (Anonymous, 2014):

1. Termometer Digital

Cara Menggunakannya adalah Termometer digital biasanya

menggunakan termokopel sebagai sensornya untuk membaca perubahan nilai

tahanan. Secara sederhana termokopel berupa dua buah kabel dari jenis logam

yang berbeda yang ujungnya, hanya ujungnya saja, disatukan (dilas). Titik

penyatuan ini disebut hot junction. Prinsip kerjanya memanfaatkan

karakteristik hubungan antara tegangan (volt) dengan temperatur.

Skala Suhunya 32oC – 42oC / 90oF – 107.6oF. Kelebihannya pada

termometer digital menggunakan logam sebagai sensor suhunya yang

kemudian memuai dan pemuaiannya ini diterjemahkan oleh rangkaian

elektronik dan ditampilkan dalam bentuk angka yang langsung bisa dibaca.

2. Termometer Six-Bellani

Cara Menggunakannya ketika suhu udara turun, alkohol di ruang A

(tengah) menyusut sehingga raksa di ruang B naik dan mendorong keping baja

untuk menunjukkan angka minimum. Sebaliknya jika suhu udara naik,

alkohol diruang A memuai dan mendesak raksa di ruang B turun, sedangkan

raksa di ruang C naik untuk mendorong paku baja menunjukkan angka

maksimum. Untuk mengembalikan keping baja pada posisi semula digunakan

magnet tetap.
38

Skala suhunya -20°C sampai dengan 50°C. Jenis zat muainya adalah

alkohol dan raksa. Kelebihannya adalah dilengkapi magnet tetap untuk

menarik keping baja turun melekat pada raksa.

3. Termometer Ruang

Cara Menggunakannya untuk mengukur suhu suatu ruangan,

biasanya thermometer ini digabungkan dengan berbagai alat lain misalnya:

alat penunjuk waktu, hiasan dinding, dan lain sebagainya.

Skala Suhunya -50 samapai dengan 50. Jenis Zat Muainya

menggunakan zat muai logam (sebagian raksa). Kelebihannya merupakan

termometer maksimum dan ukuran tandon dibuat besar agar menjadi lebih

peka terhadap perubahan suhu.

4. Termometer Klinis

Cara menggunakannya mula-mula, periksa terlebih dahulu apakah

termometer sudah menunjukkan suhu dibawah 35°C. Jika belum, termometer

kita kibas-kibaskan sehingga menunjukkan suhu kurang dari 35°C.

Selanjutnya, pasang thermometer itu di bawah ketiak atau lipatan tubuh

selama kira-kira 5 menit. Setelah itu, ambil thermometer dari tubuh dan baca

pada skala termometer. Skala yang ditunjukkan termometer menunjukkan

suhu tubuh pasien pada keadaan itu.

Skala Suhunya 35°C sampai dengan 42°C. Jenis zat muainya adalah

raksa atau alkohol. Tingkat Ketelitiannya adalah 0,1°C. Kelebihannya adalah

termometer ini mempunyai lekukan sempit diatas wadahnya yang berfungsi


39

untuk menjaga supaya suhu yang ditunjukkan setelah pengukuran tidak

berubah setelah termometer diangkat dari badan pasien. Kekurangannya

adalah termometer klinis harus dikibas-kibaskan terlebih dahulu sebelum

digunakan agar kembali ke posisi normal.

5. Termometer Laboratorium

Cara Menggunakannya adalah ukur suhu objek benda yang akan diukur

(misalnya: cairan), jika cairan bertambah panas maka raksa atau alkhohol akan

memuai sehingga skalanya bertambah. Agar termometer sensitif terhadap

suhu maka ukuran pipa harus dibuat kecil (pipa kapiler) dan agar peka

terhadap perubahan suhu maka dinding termometer (reservoir) dibuat setipis

mungkin dan bila memungkinkan dibuat dari bahan yang konduktor.

Jenis Zat Muainya adalah cairan raksa atau alkohol. Kelebihannya

adalah skala ukurnya luas hingga di bawah nol.

6. Termometer Bimetal

Cara kerjanya adalah keping bimetal sengaja dibuat memiliki dua buah

keping logam karena kepingan ini dapat melengkung jika terjadi perubahan

suhu. Prinsipnya, apabila suhu berubah menjadi tinggi, keping bimetal akan

melengkung ke arah logam yang keoefisien muainya lebih rendah, sedangkan

jika suhu menjadi rendah, keping bimetal akan melengkung ke arah logam

yang keofisien muainya lebih tinggi. Logam dengan koefisien muai lebih

besar (tinggi) akan lebih cepat memanjang sehingga kepingan akan

membengkok (melengkung) sebab logam yang satunya lagi tidak ikut


40

memanjang. Biasanya keping bimetal ini terbuat dari logam yang koefisien

muainya jauh berbeda, seperti besi dan tembaga. Pada termometer, keping

bimetal dapat difungsikan sebagai penunjuk arah karena jika kepingan

menerima rangsangan berupa suhu, maka keping akan langsung melengkung

karena pemuaian panjang pada logam.

7. Temperatur Data Loggers

Temperatur Data Loggers atau Microlite digunakan untuk mengukur

dan melogger kondisi lingkungan seperti temperatur (suhu). Microlite adalah

berupa instrument temperature logger yang berupa USB berukuran mini untuk

memantau dan merekam temperatur dalam kondisi lingkungan apapun.

Mudah penggunaannya cukup plug and play, data temperatur suhu akan

ditampilkan pada layar berupa angka.

8. Termometer termokopel (Thermocouple)

Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya

Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis

dan digabungkan ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada

Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap)

sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu

panas.
41

Gambar 1.9 Mekanisme kerja termokopel

Sumber: Google.com (Ruangguru.co.id, 2018)

Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction

memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang

melalui dua persimpangan tersebut adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi,

ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas

atau dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu

diantara dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan

listrik yang nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1

– V2. Tegangan Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV –

70µV pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan

sesuai dengan Tabel referensi yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan

pengukuran yang dapat dimengerti oleh kita.


42

BAB IV

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut, simpulan yang dapat penulis berikan adalah

sebagai berikut:

1. Contoh kasus penyakit akibat keadaan suhu di lingkungan kerja adalah pajanan

suhu dingin dan kejadian hipotermia pada pekerja cold storage, determinan

keluhan akibat tekanan panas pada pekerja bagian dapur rumah sakit di kota

Makasssar dan efek iklim kerja panas (Heat Stress) pada respon fisiologis

tenaga kerja di ruang terbatas.

2. Beberapa dampak yang disebabkan oleh keadaan suhu adalah hipotermia,

Raynound’s phenomenon, Chilblains, Trench foot, Frostbite, Heat Train, Heat

Rash, Heat Syncope, Heat Cramp, Heat Exhaustion dan Heat Stroke.

3. Secara mekanisme, gangguan-gangguan tersebut dapat terjadi dikarenakan,

hipotalamus otak manusia mengatur suhu inti tubuh dalam merespon suhu baik

panas maupun dingin. Hipotalamus bertanggung jawab untuk menjalankan

sistem pertahanan suhu tubuh untuk melawan dingin, yaitu vasokontriksi

peripheral dan menggigil.

4. Beberapa cara dalam mencegah penyakit akibat kerja, diantaranya memakai

alat pelindung diri secara benar dan teratur, mengenali resiko pekerjaan dan

42
43

cegah agar tidak terjadi lebih lanjut dan sgara akses tempat kesehatan terdekat

apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

5. Secara kualitatif, suhu dapat diketahui melalui sensasi dingin atau hangatnya

sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, suhu

dapat diketahui dengan menggunakan termometer. Kata termometer ini diambil

dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur

(to measure).

6. Mekanisme kerja salah satu jenis alat ukur suhu yaitu termometer klinis, cara

menggunakannya mula-mula, periksa terlebih dahulu apakah termometer sudah

menunjukkan suhu dibawah 35°C. Jika belum, termometer kita kibas-kibaskan

sehingga menunjukkan suhu kurang dari 35°C. Selanjutnya, pasang

thermometer itu di bawah ketiak atau lipatan tubuh selama kira-kira 5 menit.

Setelah itu, ambil thermometer dari tubuh dan baca pada skala termometer.

Skala yang ditunjukkan termometer menunjukkan suhu tubuh pasien pada

keadaan itu.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan adalah:

1. Tenaga kesehatan sebagai fasilitator dan pemberi pelayanan terdepan harus

mampu memberikan informasi yang tepat kepada para pekerja agar dapat

melakukan pencegahan ataupun pengendalian terhadap risiko dan atau bahaya


44

yang bisa saja terjadi di lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan

keadaan suhu di lingkungan kerja.

2. Membiasakan untuk menerapkan pola hidup sehat sebagai perlindungan dasar

yang ada dalam diri untuk pertahanan terhadap berbagai gangguan kesehatan

yang bisa menyerang kapan saja dan di mana saja terutama pada saat bekerja.

3. Sebagai mahasiswa harus lebih peduli dan peka terhadap permasalahan

kesehatan yang terjadi di lingkungan sekitar seperti pada keluarga atau

masyarakat.
45

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2014. Jenis-Jenis Termometer dan Cara Menggunakannya. (Online)


http://dimasmochamad.blogspot.com/2014/08/termometer-1.html?m=0.
Diakses pada tanggal 4 Mei 2019.

Ardyanto, Y. Denny. 2005. Lingkungan Pada Perusahaan Peleburan Baja Di


Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Hal 142-150. (Online)
http://journal.unair.ac.id/KESLING@potret-iklim-kerja-dan-upaya-
pengendalian-lingkungan-pada-perusahaan-peleburan-baja-di-sidoarjo-
article-476-media-5-category-3.html. Diakses pada tanggal 28 April 2019.

Fauzi, Zahro Abdani. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Suhu Tubuh
Pekerja Pabrik Tahu di Kecamatan Ciputat Tahun 2013. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. (Online)
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24297/1/Zahro%
20Abdani%20Fauzi-fkik.pdf. Diakses pada tanggal 28 April 2019.

Indra, dkk, 2014. Determinan Keluhan Akibat Tekanan Panas Pada Pekerja Bagian
Dapur Rumah Sakit di Kota Makasssar. (Online)
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10692/INDRA%
20K11110913.pdf?sequence=1. Diakses pada tanggal 28 April 2019.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor : Kep.51/Men/1999


Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja. Nilai Ambang
Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah Dan Bola (Isbb) Yang Diperkenankan.
16 April 1999. Jakarta.

Maulidiani, alwina fitria dan L. Meily Kurniawidjaja. 2013. Gambaran Keluhan


Subjektif Pekerja Akibat Tekanan Panas di Area Peleburan, Proses
Sekunder dan Pengecoran Slab Steel Plant (SSP) PT Krakatau Steel

45
46

Cilegon, Banten Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia. (Online) http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-
09/S45178-Alwina%20Fitria%20Maulidiani. Diakses pada tanggal 28 April
2019.

Meri, Mufrida dan Hendra Risda Eka Putra. 2016. Pengendalian Tekanan Panas (Heat
Stress) Lingkungan Kerja Berdasarkan Metode Isbb. National Conference
of Applied Sciences, Engineering, Business and Information Technology.
Politeknik Negeri Padang. (Online)
http://repo.polinpdg.ac.id/619/1/ASCNITech_2016_REKAYASAMufrida_
Meri%2C_Hendra_Risda_Eka_Putra.pdf. Diakses pada tanggal 28 April
2019.

Nugroho, S. 2009. Gambaran Pajanan Suhu Dingin Terhadap Kejadian Hipotermia


Pada Pekerja Operator Distribution Control System Di Ruang Kontrol
Gedung CCB Kujang 1B PT. Pupuk Kujang Cikampek Kabupaten
Karawang Tahun 2009. Skripsi. Depok. Universitas Indonesia : Fakultas
Kesehatan Masyarakat.

OSHA. 2000. Ergonomics : The Study Of Work. U.S. Department Of Labour. (Online)
www.dlt.ri.gov/arrigan/pdfs/studyofwork.pdf. Diakses pada tanggal 4 Mei
2019.

Rahmawati, Dian Eka. 2017. Pajanan Suhu Dingin dan Kejadian Hipotermia Pada
Pekerja Cold Storage (Studi di Cold Storage Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan). Skripsi. Universitas Jember. (Online)
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/81245. Diakses pada tanggal
28 April 2019.

Ruang guru. 2018. Pengertian Bimetal dan Contohnya (Termometer Bimetal). (Online)
https://www.ruangguru.co.id/pengertian-bimetal-dan-contohnya-
termometer-bimetal/. Diakses pada tanggal 4 Mei 2019.
47

Sasrawan, Hedi. 2017. 10 Jenis Termometer (Beserta Jenis dan Gambar). (Online)
https://hedisasrawan.blogspot.com/2017/04/10-jenis-termometer-beserta-
fungsi-dan.html?m=1. Diakses pada tanggal 4 Mei 2019.

Supu, Idawati, dkk. 2016. Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada
Material yang Berbeda. Jurnal Dinamika vol. 07. No. 162. Hal. 62-73. ISSN
2087 – 7889. (Online)
https://journal.uncp.ac.id/index.php/dinamika/article/view/612/530.
Diakses pada tanggal 28 April 2019.

Syahhaq, Muhammida Fahriana. 2018. Pengaruh Ekstrak Daun Pandan Wangi


(Pandanus Amaryllifolius Roxb) Terhadap Penurunan Suhu Tikus Putih
Jantan (Rattus Norvegicus) Yang Diinduksi Vaksin DPT. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. (Online)
http://eprints.umm.ac.id/39379/1/PENDAHULUAN.pdf. Diakses pada
tanggal 28 April 2019.

Tika, Iqlimah Idayah. 2010. Variasi Suhu dan Kelembaban Udara di Taman Suropati
dan Sekitarnya. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. (Online) http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-
7/20181757-S34217-Iqlima%20Idayah%20Tika.pdf. Diakses pada tanggal
28 April 2019.

Wald, Peter H. 2002. Physical and Biological Hazards Of The Workplace 2nd Edition.
(Online) https://www.amazon.com/physycal-biological-hazard-workplace-
peter/dp/0471386472. Diakses pada tanggal 4 Mei 2019.

Wulandari, Jesika dan Meirina Ernawati. 2018. Efek Iklim Kerja Panas Pada Respon
Fisiologis Tenaga Kerja di Ruang Terbatas. The Indonesian Journal of
Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2, hal 207–215. (Online)
https://e-journal.unair.ac.id/IJOSH/article/download/4164/pdf. Diakses
pada tanggal 28 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai