Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM

IKLIM KERJA

KELOMPOK III

SEFTHI ANINDRA MARA 21101083


SEVI DAMAYANTI 21101005
SANTI WAHYUNI 21121035
AINUN KINANTI 21101068
MUHAMMAD FAJRIA NOR 21101106
ANITA ALFI RAHMAH 21101086
FEBBY OKTAMASYA 20101006
SOHRAYANTI 20101001
MUHAMMAD AJI PRATAMA 21101114
ZAINUL MUTTAQIN 21101048

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKILTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

MAKASSAR
2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga Laporan Lengkap Praktikum ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun sebagai Praktikum Iklim Kerja. Praktikan menyadari

bahwa penyelesaian laporan ini tidak luput dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, yang telah memberikan masukan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Oleh karena itu, praktikan mengucapkan banyak terima kasih

kepada dosen pembimbing dan asisten laboratorium Praktikum Iklim Kerja.

Praktikan menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik

dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan

pengalaman praktikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

praktikan harapkan.

Makassar, 24 Agustus 2023

Praktikan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perindustrian di Indonesia sudah dirasakan pada

saat ini. Dengan adanya perkembangan industri yang begitu pesat maka

tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa tersebut akan menimbulkan

dampak bagi kehidupan manusia baik dampak positif maupun dampak

negatif. Dampak positif yang dapat dirasakan adalah kondisi negara yang

mengalami kemajuan dan dapat bersaing dengan negara lain, pertumbuhan

ekonomi yang terus meningkat serta penyediaan lapangan pekejaan.

Sedangkan dampak negatif yang dapat dirasakan yaitu terjadinya polusi

udara akibat dari asap pabrik, kondisi lingkungan yang tercemar seperti

temperatur suhu udara yang panas, limbah dan lain sebagainya.

Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, terutama pada

era industrialisasi yang ditandai adanya proses mekanisme, elektrifikasi

dan modernisasi serta transformasi globalisasi. Keadaan tersebut

menyebabkan penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-


bahan berbahaya akan terus meningkat sesuai kebutuhan industrialisasi.

Selain memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya efek

samping yang tidak dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan

ragam sumber bahaya bagi pengguna teknologi itu sendiri (Puspita, 2014).

Kesehatan adalah faktor yang sangat penting bagi produktivitas

dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya manusia.

Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih

produktivitas kerja yang baik pula. Pekerjaan yang menuntut produktivitas

kerja yang tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi

kesehatan prima. Sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan

menyebabkan tenaga kerja tidak atau kurang produktif dalam melakukan

pekerjaannya. Untuk bekerja produktif, pekerjaan harus dilakukan dengan

cara kerja dan pada lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan

(Suma’mur, 2009).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan upaya, pemikiran

serta penerapannya ditujukan untuk menjamin keutuhan dan

kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja khususnya

dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan

kesejahteraan tenaga kerja. Perkembangan industri di Indonesia saat ini

semakin maju tetapi perkembangan itu belum diimbangi dengan kesadaran

untuk memahami dan melaksanakan keselamatan kerja secara benar untuk

mencegah kecelakaan yang sering terjadi di tempat kerja (Sucipto, 2014).


Kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman dapat disebabkan

antara lain oleh adanya paparan panas di lingkungan kerja. Paparan panas

terjadi ketika tubuh menyerap atau memproduksi panas lebih besar dari

pada yang diterima melalui proses regulasi termal (Imam, 2013).

Lingkungan kerja yang nyaman dapat dilihat dari kondisi iklim di

tempat kerja yang sesuai. Iklim kerja di tempat kerja mempengaruhi

kondisi tenaga kerjanya. Temperatur yang terlalu panas dapat

menimbulkan efek fisiologis pada tubuh seperti meningkatnya kelelahan,

efisiensi kerja fisik dan mental menurun,denyut jantung dan tekanan darah

meningkat, aktivitas organ-organ pencernaan menurun, suhu tubuh

meningkat dan produksi keringat bertambah. Sebaliknya temperatur yang

terlalu dingin mengurangi daya atensi, mengurangi efisiensi, keluhan kaku

atau kurang koordinasi otot dan ketidaktenangan yang berpengaruh negatif

terutama pada kerja mental. Dengan demikian penyimpangan dari batas

kenyamanan suhu baik diatas maupun dibawah nyaman akan berdampak

buruk pada produktivitas kerja. Temperatur yang dianjurkan di tempat

kerja yaitu sekitar 24°C-26°C (suhu dingin) dan kelembaban 65%-95%.

Suhu tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Tarwaka, dkk, 2004).

Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi

menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang ekstrim

panas dan dingin dengan kadar yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

yang diperkenankan menurut standar kesehatan. Kondisi temperatur


lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas dan dingin yang berada di

luar batas standar kesehatan dapat menyebabkan meningkatnya

pengeluaran cairan tubuh melalui keringat sehingga bisa terjadi dehidrasi

dan gangguan kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan tentang

bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah

ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk

beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun

demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan manusia

untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang

ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur

lingkungan (Suma’mur, 2009).

Penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa terjadi 400 kasus

kematian per tahun karena tekanan panas. Menurut Biro Statistik Tenaga

Kerja Departemen Tenaga Kerja AS, pada tahun 2003-2008 terdapat 177

kematian dan 13.580 pekerja yang tidak masuk kerja karena paparan panas

lingkungan pada angkatan kerja sektor swasta. Selain itu sejak tahun 2001-

2003 di Jepang terdapat 483 pekerja tidak masuk kerja selama 4 hari dan

sebanyak 63 pekerja meninggal dunia karena heat illness (Yoshi dan

Hiroshi, 2006 dalam Dawudi, 2015).

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, dapat dilihat iklim kerja

merupakan salah satu faktor lingkungan fisik yang dapat mengganggu kondisi

keselamatan dan kesehatan kerja sehingga perlu dilakukan praktikum untuk

mengetahui tekanan panas yang ada dilingkungan kerja dengan uji coba
pengukuran iklim dengan melakukan pengukuran ISBB yang di lakukan di dua

tempat yakni ruang laboratorium terpadu FKM dan di luar laboratorium yaitu

Kantin Safira, dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu The WIBGET Heat Stress

Monitor RSS-214 untuk mengukur ISBB, Anemometer Lutron LM-8000A untuk

mengukur kecepatan angin dan Hygrometer Lutron LM8000A untuk mengukur

kelembaban udara. Maka praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

tekanan panas dari lingkungan kerja yang disesuaikan dengan beban kerja atau

pengaturan waktu lama kerja.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara pengukuran iklim kerja dengan

menggunakan Alat The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214,

Anemometer Lutron LM-8000A, dan Hygrometer Lutron LM-

8000A.

2. Untuk mengetahui ISBB, kecepatan angin kelembaban uadara

pada lingkungan di dalam ruangan Laboratorium Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan di luar

ruangan Laboratorium.

3. Untuk mengetahui intensitas Iklim Kerja di tempat kerja.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Iklim Kerja

Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan

udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat

faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang

disebut tekanan panas (Putra, 2011).

Manusia dapat mempertahankan kestabilan suhu yang ada

dengan berbagai macam cara diantaranya adalah mengeluarkan

keringat, karena adanya sistem pengatur suhu tubuh

(thermoregulatory system) maka suhu tubu manusia akan tetap stabil

atau homeostatis (Suma’mur, 2013).

Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja,

kelembaban udara, kecepatan gerakan udara, dan suhu radiasi pada

suatu tempat kerja. Iklim kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai

dengan syarat yang ditentukan dapat menurunkan kapasitas kerja

yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktifitas kerja.Suhu

udara yang dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah berkisar

240C–260C dan selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih

dari 50C.Batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5

m/dtk (Putra 2011).


Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun

2011 tentang Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu,

kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan

tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat

pekerjaannya. Menurut Suma’mur (2009) iklim kerja adalah

kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan

dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut bila

dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh dapat disebut

dengan tekanan panas. Indeks tekanan panas disuatu lingkungan

kerja adalah perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara,

kecepatan gerakan udara, dan panas metabolisme sebagai hasil

aktivitas seseorang.

Suhu udara dapat diukur dengan thermometer biasa

(thermometer suhu kering) dan suhu demikian disebut suhu kering.

Kelembaban udara diukur dengan menggunakan Hygrometer Lutron

LM-8000A. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama-

sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling

psychometer dan Arsmann psychometer yang juga menunjukkan

suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan

suatu thermometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya

dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif

udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan suatu

Anemometer Lutron LM-8000A. (Suma’mur, 2009).


B. Tinjauan Umum Tentang Jenis-jenis Iklim Kerja

Kemajuan teknologi dan proses produksi didalam industri

telah menimbulkan sesuatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim

dan cuaca tertentu yang dapat berupa iklim kerja panas dan iklim

kerja dingin (Putra, 2011).

1. Iklim Kerja Panas.

Menurut Budiono dalam Putra (2011) mengatakan bahwa iklim

kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat

disebabkan oleh gerakan angin, kelmbaban, suhu udara, suhu radiasi,

sinar matahari. Tempat kerja yang terpapar suhu panas dapat

meningkatkan peluang terjadinya masalah kesehatan kerja dan

keamanan (Jiangjun et all, 2014).

Panas sebenarnya merupakan energi kinetik gerak molekul yang

secara terus-menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil samping

metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan ke lingkungan

sekitar.Agar tetap seimbang anatara pengeluaran dan pembentukan

panas maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke

lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara konduksi, konveksi,

radiasi, dan evaporasi (Suma’mur, 2009).


Salah satu kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja yang terlalu

tinggi adalah apa yang dinamakan dengan heat stress (tekanan

panas). Tekanan panas adalah keseluruhan beban panas yang

diterima tubuh yang merupakan kombinasi dari kerja fisik, faktor

lingkungan (suhu udara, tekanan uap air, pergerakan udara,

perubahan panas radiasi) dan faktor pakaian. Efek tekanan panas

akan berdampak pada terjadinya (Putra, 2011) :

a. Dehidrasi

Penguapan yang berlebihan akan mengurangi volume darah

dan pada tingkat awal aliran darah akan menurun dan otak akan

kekurangan oksigen.

b. Heat Rash

Yang paling umum adalah prickly heat yang terlihat sebagai

papula merah, hal ini terjadi akibat sumbatan kelenjar keringat dan

retensi keringat. Gejala bias berupa lecet terus-menerus dan panas

disertai gatal yang menyengat.

c. Heat Fatigue

Gangguan pada kemampuan motorik dalam kondisi panas.

Gerakan tubuh menjadi lambat, kurang waspada terhadap tugas.

Diketahui bahwa stroke panas dikaitkan dengan cedera beberapa

jaringan dan organ sebagai akibat tidak hanya dari efek sitotoksik

panas, tetapi juga dari respon inflamasi dan koagulasi.

d. Heat Cramps
Kekejangan otot yang diikuti penurunan sodium klorida dalam darah

sampai di bawah tingkat kritis. Dapat terjadi sendiri atau bersama

dengan kelelahan panas, kekejangan timbul secara mendadak.

2. Iklim Kerja Dingin

Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi dengan

keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot.Sedangkan pengaruh

suhu ruangan sangat rendah terhadap kesehatan dapat

mengakibatkan penyakit yang terkenal yang disebut dengan

chilblains, trench foot, dan frostbite.

Pencegahan terhadap gangguan kesehatan akibat iklim kerja

suhu dingin dilakukan melalui seleksi pekerja yang fit dan

penggunaan pakaian pelindung yang baik. Disamping itu,

pemeriksaan kesehatan perlu juga dilakukan secara periodik

(Budiono, 2008).

Reaksi setiap orang dengan orang lain berbeda-beda

walaupun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Purwanto, 2010) :

1. Umur

Pada orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap cuaca

panas bila dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini

disebabkan karena pada orang usia lanjut kemampuan berkeringat

lebih lambat dibandingkan dengan orang muda dan kemampuan tubuh

untuk orang berusia lanjut dalam mengembalikan suhu tubuh menjadi


normal lebih lambat dibandingkan dengan orang yang berusia lebih

muda.

2. Jenis Kelamin

Pada iklim panas, kemampuan berkeringat laki-laki dan perempuan

hampir sama, tetapi kemampuan beraklimatisasi wanita tidak sebaik

laki-laki, wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada terhadap

suhu panas. Hal tersebut mungkin disebabkan kapasitas kardiovasa

pada wanita lebih kecil.

3. Kebiasaan

Seorang tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih dapat

menyesuaikan diri dibandingkan tenaga kerja yang tidak terbiasa.

4. Ukuran Tubuh

Orang yang ukuran tubuh lebih kecil mengalami tekanan panas yang

relatif lebih besar tingkatannya karena adanya kapasitas kerja

maksimum yang lebih kecil. Sedangkan orang gemuk lebih mudah

meninggal karena tekanan panas dibandingkan orang yang kurus.Hal

ini karena orang yang gemuk mempunyai rasio luas permukaan badan

dengan berat badan lebih kecil di samping kurang baiknya fungsi

sirkulasi.

5. Aklimatisasi

Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri

seseorang terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya


frekuensi denyut nadi dan suhu mulut atau suhu badan akibat

pembentukan keringat. Aklimatisasi dapat diperoleh dengan bekerja

pada suatu lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa waktu yang

lama.Biasanya aklimatisasi terhadap panas tercapai sesudah dua

minggu bekerja di tempat itu.Sedangkan meningkatnya pembentukan

keringat tergantung pada kenaikan suhu.

6. Suhu Udara

Suhu nikmat sekitar 24°C-26°C, bagi orang-orang Indonesia suhu

panas berakibat menurunnya prestasi kerja, cara berpikir. Penurunan

sangat hebat sesudah 32°C.

7. Masa Kerja

Secara umum lamanya seseorang menjalani suatu pekerjaan akan

mempengaruhi sikap dan tindakan dalam bekerja. Semakin lama

seseorang menekuni suatu pekerjaan maka penyesuaian diri dengan

lingkungan kerjanya semakin baik.

8. Lama kerja

Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitas.

Segi terpenting dari persoalan waktu kerja meliputi:

1) Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik.

2) Hubungan antara waktu bekerja dan istirahat.

3) Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang

(pagi, siang, sore) dan malam.


C. Tinjauan Umum Tentang Sumber Iklim Kerja

Subaris (2007) mengatakan bahwa proses pertukaran panas

antara tubuh dengan lingkungan terjadi melalui mekanisme

konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Apabila seseorang

sedang bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan interaksi

dengan keadaan lingkungan yang terdiri dari suhu udara,

kelembaban dan gerakan atau aliran udara. Proses metabolisme

tubuh yang berinteraksi dengan panas di lingkungannya akan

mengakibatkan pekerja mengalami tekanan panas. Tekanan panas ini

dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun karena

ventilasi yang tidak baik.

Wahyu (2003) mengatakan mekanisme pertukaran panas

sebagai berikut:

1. Konduksi

Konduksi ialah pertukaran panas antara tubuh dengan benda-

benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung.

Konduksi dapat menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-

benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas

kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh.

2. Konveksi
Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan

melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas

yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat

terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari

suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya

peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan.

Konveksi apat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh.

3. Evaporasi

Proses penguapan air dari kulit sebagai akibat perbedaan

tekanan uap air antara kulit dan udara sekitar. Evaporasi atau yang

biasa disebut dengan penguapan adalah proses pelepasan panas dan

lembab yang berada di permukaan kulit diganti dengan suhu yang

lebih dingin. Salah satu cara penurunan suhu tubuh adalah dengan

evaporasi, evaporasi merupakan proses perubahan sifat dari bentuk

air, menjadi gas (uap). Pada tubuh manusia, penguapan terjadi pada

proses pernapasan (paru-paru) dan keringat (kulit). Penguapan

terbanyak adalah melalui kulit. Keringat yang keluar akan cepat

menguap bila kelembaban udara rendah. Penguapan ini terjadi

mengambil panas tubuh. Jadi berkeringat dapat menurunkan suhu

tubuh, namun terjadi bila ada penguapan. Pada lingkungan dengan

kelembaban tinggi, seseorang dapat berkeringat tanpa memperoleh

efek pendinginan. Keringat tidak menguap tapi menetes.


4. Radiasi

Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang

panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau

kehilangan panas lewat mekanisme radiasi.

D. Tinjauan Umum Tentang Nilai Ambang Atas Iklim Kerja

1. Iklim kerja

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang

Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja, diatur mengenai Nilai

Ambang Batas iklim kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

yang diperkenankan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah

dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan

Pengaturan ISBB (˚C )

waktu kerja Beban Kerja

setiap jam Ringan Sedang Berat

75% - 100% 31,0 28,0 -

50 % - 75% 31,0 29,0 27, 5

25% - 50% 32,0 30,0 29,0


0% - 25% 32,2 31,1 30,5

Sumber: Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2011

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas

radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu radiasi

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan

tanpa panas radiasi :

ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola

Catatan :

a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 Kkal /jam

b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan

kurang dari 350 Kkal/jam

c. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan

kurang dari 500 Kkal/jam.

Tabel 2.2

Paparan panas WBGT yang diperkenankan sebagai NAB (WBGT dalam oC)
Work Acclimatized Unacclimatized
Demands Very Very
Light Moderate Heavy Light Moderate Heavy
Heavy Heavy

100% work 29.5 27.5 26 - 27.5 25 22.5 -

75% work
30.5 28.5 27.5 - 29 26.5 24.5 -
25% rest

50% work
31.5 29.5 28.5 27.5 30 28 26.5 25
50% rest
25% rest
32.5 31 30 29.5 31 29 28 26.5
75% work

Sumber : ACGIH, 2005

Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas) dengan Indeks Suhu Basah dan Bola

(ISBB) tidak diperkenankan melebihi :

1.      Jenis pekerjaan ringan,WBGTI 30,0˚C

2.      Jenis pekerjaan sedang, WBGTI 26,7˚C

3.      Jenis pekerjaan berat,WBGTI 25,0˚C

Catatan :

1. Nilai pada tabel di atas berlaku untuk waktu kerja 8 jam sehari, 5

hari seminggu dengan waktu istirahat pada umumnya.

2. Nilai kriteria untuk pekerjaan terus menerus dan 25% istirahat untuk

kerja sangat berat tidak diberikan, mengingat efek biologis (tanpa

melihat WBGT) pekerjaan tersebut pada tenaga kerja yang memiliki

kondisi kesehatan kurang baik.


Tabel 2.3

Kategori Beban Kerja Dengan Kategori Tingkat Metabolisme

Kategori Jenis Aktivitas

Resting Duduk dengan tenang

Duduk dengan sedikit gerakan

Light Duduk dengan sedikit gerakan tangan dan kaki

Berdiri dengan pekerjaan yang ringan pada mesin atau

meja serta banyak gerakan lengan

Menggunakan gergaji meja (table saw)

Berdiri dengan pekerjaan yang ringan/sedang pada mesin

atau meja serta sedikit berjalan

Moderate Menggosok atau menyikat dengan posisi berdiri

Berjalan dengan mengangkat atau menekan dengan beban

sedang

Berjalan pada 6 km/jam dengan membawa beban 3 kg

Heavy Mengergaji dengan tangan

Menyekop pasir kering

Pekerjaan perakitan yang berat pada basis yang tidak terus-

menerus

Sebentar-sebentar mengangkat dengan mendorong atau

menekan beban yang berat

Very Heavy Menyekop pasir basah

Sumber: ACGIH,2005
2. Kecepatan angin

Menurut standar baku mutu Kepmenkes No 261 tahun 1998, kecepatan

aliran udara berkisar antara 0,15 m/s - 0,25 m/s. Prasasti (2005) menyatakan

bahwa kecepatan aliran udara < 0,1 m/s atau lebih rendah menjadikan ruangan

tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan

udara terlalu tinggi akan menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam

ruangan.

Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu

Anemometer Lutron LM-8000A, sedangkan kecepatan kecil dapat diukur

dengan termometer (Suma’mur, 2009).

3. Kelembaban Udara

Suma’mur (2009), Kelembaban udara dapat di bedakan menjadi:

a) Kelembaban Absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara

(misalnya sekian gram air per satu liter udara).

b) Kelembaban Relatif, yaitu rasio dari banyaknya uap air dalam udara

pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air dalam udara telah

jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut yang dinyatakan dalam

persen

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405

Tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran

dan industri ditetapkan bahwa nilai kelembaban lingkungan kerja ruang


kantoran yang nyaman berkisar 40-60%. Dalam aturan ini pun dijelaskan

bila kelembaban udara ruang kerja > 60% perlu menggunakan alat

dehumidifier, sedangkan kelembaban udara ruang kerja jika < 40 % perlu

menggunakan humidifier (misalnya mesin pembentuk aerosol). Adapun

untuk lingkungan kerja ruangan industri, nilai kelembaban yang nyaman

bagi pekerja berkisar 65%-95%, dengan penggunaan dehumidifer jika

kelembabannya > 95 %, dan penggunaan humidifer jika kelembabannya

< 65%.

E. Tinjauan Umum Tentang Dampak Iklim Kerja

Budiono (2008) menyatakan bahwa iklim kerja panas merupakan

meteorologi dari lingkungan kerja yang dapat disebabkan oleh

gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar

matahari. Efek dari iklim kerja yang tidak sesuai dengan kapasitas

manusia juga dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan

antara lain:

1. Dehidrasi adalah tubuh letih, lesu, lemas karena tubuh kekurangan

cairan akibat keringat berlebih.

2. Heat stroke merupakan heat stress yang paling berat, mengakibatkan

thermoregulatory terganggu, jantung  berdebar, nafas pendek dan

cepat,tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu berkeringat,

suhu badan tinggi, hilang kesadaran.

3. Heat exhaustion adalah perubahan aliran darah kulit menjadi lebih

rendah dari suhu tubuh sehingga membutuhkn volume darah lebih


banyak. Kejadian ini biasanya terjadi bersamaan dengan kehilangan

cairan akibat keringat berlebihan dan cenderung menyebabkan

kolapsnya sirkulasi darah. Korban merasa fatigue (lelah berlebihan)

dan lemah sebelum kolaps dan akhirnya pingsan.

4. Heat cramps adalah kejang otot karena kehilangan cairan dan garam

akibat keringat berlebihan yang menyebabkan kecenderungan jantung

kurang adequate. Timbulnya kelainan seperti otot kejang dan sakit,

terutama otot anggota badan atas dan bawah.

5. Preckly heat/ heat rash/miliaria rubra adalah timbulnya bintik-bintik

merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi kelenjar

keringat.

6. Suhu inti tubuh lebih dari 38 oC dapat mengakibatkan kemandulan

bagi pria maupun wanita.

Depkes RI (2003) menyatakan bahwa dampak tekanan panas

bagi tubuh sebagai berikut:

1. Heat Cramps

Merupakan kejang-kejang otot tubuh dan perut yang dapat

menimbulkan rasa sakit, pingsan, lemah, neg dan muntah-muntah.

2. Heat Exhaustion

Biasanya mengeluarkan keringat sangat banyak, mulut kering,

sangat haus, lemah dan sangat lemah. Dapat terjadi pada keadaan

dehidrasi.

3. Heat Stroke
Suhu badan naik, kulit kering dan panas, tremor. Keadaan ini

disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar

aliran darah di bawa kepermukaan kulit yang disebabkan karena

pemaparan suhu tinggi.

4. Miliaria

Miliaria adalah kelainan kulit sebagai akibat keluarnya keringat

yang berlebihan. Tampak adanya bintik kemerahan pada kulit yang

terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan

kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan

F. Tinjauan Umum Tentang Pengendalian

Risiko gangguan kesehatan akibat bekerja dilingkungan panas

yang terlalu tinggi dapat dikurangi dengan cara (Harrianto, 2010) :

1. Upaya pengendalian General controls

a) Menyediakan instruksi yang jelas secara verbal dan tertulis,

program pelatihan rutin, serta informasi lain tentang heat stress.

b) Menyarankan minum air putih dingin walaupun sedikit (sekitar

150 ml) setiap 20 menit.

c) Pemberian ijin pada pekerja untuk membatasi paparan panas

terhadap dirinya.

d) Menganjurkan teman sekerja mendeteksi tanda dan gejala heat

strain.

2. Upaya pengendalian Job-spesific controls


a) Mempertimbangkan kontrol teknik untuk mengurangi kecepatan

metabolisme.

b) Menyediakan pergerakan udara general, mengurangi proses

panas dan pelepasan uap air, serta perlindungan/penyekatan

sumber panas.

c) Mempertimbangkan kontrol administratif.

d) Mempertimbangkan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

3. Upaya Pengendalian Eliminasi

a) Menutup area kerja yang bersuhu tinggi.

b) Menghilangkan sunber-sumber menyebabkan iklim melewati

NAB.

4. Upaya Pengendalian Subtitusi

a) Pengaturan sistem kerja di area yang bertekanan tinggi.

b) Mengganti mesin yang menghasilkan tekanan panas dengan

mesin yang lebih rendah menghasilkan tekanan panas.

c) Mengubah aliran atau jalur kerja agar pekerja tidak berada di

area kerja dengan suhu yang tinggi.

5. Upaya Pengendalian Teknik

a) Menguangi produksi panas metabolik tubuh.

b) Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisir

kebutuhan kerja fisik para pekerja.

c) Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-

benda yang panas.


d) Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk

meningkatkan kecepatan gerak udara diruang kerja yang panas.

e) Mengurangi kelembapan.

6. Upaya Pengendalian Administratif

a) Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanankan beban

kerja yang penuh.

b) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang

pendek tetapi sering dang rotasi pekerja yang memadai.

c) Penyediaan air minum yang cukup

7. Alat Pelindung Diri

a) Untuk bekerja ditempat kerja yang panas dan lembap, perlu

disediakan baju yang tipis dan berwarna tenang hingga

pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat

menjadi lebih efisien.

b) Kaca mata dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat

dengan benda-benda yang sangat panas.


BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Metode Praktikum

Praktikum ini menggunakan metode praktikum

observasional dengan pendekatan deskriptif berupa gambaran

umum, potensi-potensi bahaya, jenis- jenis, kesesuaian dengan

undang-undang, serta teori-teori terkait tentang percobaan iklim

kerja yang dilakukan di Laboratorium Biofisik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.

B. Lokasi dan Waktu Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biofisik

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada

hari Kamis tanggal 24 Agustus 2023 pukul 08.00-16.00 WITA.


C. Instrumen Praktikum

1. Alat Praktikum

Alat yang digunakan ada 3 macam, yaitu :

a. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214 RSS-214,

terdiri dari 3 termometer yaitu :

1. Termometer Basah/Wet Bulb Temperature

2. Termometer Bola/Globe Bulb Temperature

3. Termometer Kering/Dry Bulb Temperature

Gambar 1. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214

Sumber : Data Primer, 2023

b. Anemometer dan Hygrometer Lutron LM-8000A


Gambar 2. Anemometer dan Hygrometer Lutron LM-8000A

Sumber : Data Primer, 2023

c. Stopwatch

Gambar 3. Stopwatch

Sumber : Data Primer, 2023

2. Bahan Praktikum

a. Demineralizer

b. Aquades
c. Gabus

Gambar 4. Demineralizer

Sumber : Data Primer, 2023

D. Prinsip Kerja

Terdapat prinsip kerja dari masing-masing alat yang

digunakan dalam praktikum Iklim Kerja, yaitu :

a. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214

Alat The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214

memiliki fungsi untuk mengukur Indeks Suhu Basah dan

Bola (ISBB). Pada The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-

214 terdapat tombol Power yang berfungi untuk

mengaktifkan alat, lalu terdapat tombol select yang

berfungsi untuk memilih satuan derajat yang diinginkan

(dalam praktikum ini, menggunakan satuan oC), dan adapula

tombol view yang memiliki fungsi untuk melihat


pengukuran suhu basah (WB), suhu bola (GT), suhu kering

(DB) serta pengukuran ISBB (WBGT) baik indoor maupun

outdoor.

b. Anemometer Lutron LM-8000A

Alat ini berfungsi untuk mengukur kecepatan angin dan

suhu. Pada alat ini terdapat tombol Power yang berfungsi

untuk mengaktifkan alat. Kemudian, terdapat tombol rec

untuk merekam hasil pengukuran kecepatan angin dan suhu

serta tombol display yang berfungsi untuk melihat hasil

pengukuran kecepatan angin.

c. Hygrometer Lutron LM-8000A

Alat ini berfungsi untuk mengukur kelembaban udara

dan suhu. Pada Hygrometer Lutron LM-8000A terdapat

tombol power untuk mengaktifkan alat, lalu terdapat tombol

rec yang berfungsi untuk merekam hasil kelembaban udara

dan suhu serta tombol display yang memiliki fungsi untuk

melihat hasil pengukuran kelembaban udara.

E. Prosedur Kerja

Dalam praktikum Iklim Kerja ada beberapa langkah yang

dilakukan, yaitu:

1. The WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214

a) Ketiga termometer dipasang ke alat sesuai dengan pot

antena masing-masing.
b) Gabus dan sumbu dipasang pada termometer suhu basa

kemudian ditetesi dengan campuran Aquades dan

Demineralizer secukupnya.

c) Tombol Power dinyalakan.

d) Tombol select ditekan untuk menentukan derajat yang

ingin digunakan (dalam praktikum ini, menggunakan

satuan ℃ )

e) Untuk mengukur ISBB dalam ruangan, tombol view

ditekan sampai muncul kode WBGT in pada monitor,

lalu ditunggu selama tiga menit kemudian nilai WBGT

pada monitor dicatat

f) Untuk mengukur suhu basah, tombol view ditekan

sampai muncul kode WB in pada monitor, lalu ditunggu

selama tiga menit lalu nilai WB pada monitor dicatat.

g) Untuk mengukur suhu radiasi, tombol view ditekan

sampai muncul kode GT pada monitor lalu ditunggu

selama tiga menit kemudian nilai GT pada monitor

dicatat.

h) Untuk mengukur ISBB di luar ruangan, tombol view

ditekan sampai muncul kode WBGT out pada monitor,

lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai WBGT pada

monitor dicatat.
i) Untuk pengukuran suhu basah dan suhu radiasi, sama

dengan pengukuran suhu basah dan suhu radiasi di dalam

ruangan.

j) Khusus untuk pengukuran di luar ruangan, ada

penambahan pengukuran yaitu suhu kering (DB),

caranya tombol view ditekan sampai muncul kode DB

pada monitor lalu ditunggu selama tiga menit lalu nilai

DB pada monitor dicatat.

2. Anemometer Lutron LM-8000A

a) Alat diarahkan pada sumber angin yaitu AC

dilaboratorium dan di luar ruangan.

b) Tombol Power ditekan.

c) Kemudian tombol rec ditekan untuk merekam dan

tunggu hingga 3 menit.

d) Lihatlah angka yang muncul pada display kemudian

hasilnya dicatat.

3. Hygrometer Lutron LM-8000A

a. Sensor dengan alat dihubungkan.

b. Alat diarahkan pada sumber, dalam praktikum ini sumbernya

adalah AC.

c. Tombol Power ditekan.

d. Kemudian tombol rec ditekan untuk merekam dan tunggu

hingga 3 menit
e. Lihat angka yang muncul pada display kemudian hasilnya

dicatat.

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Praktikum

Lokasi praktikum Universitas Hasanuddin untuk praktikum

Iklim Kerja dilaksanakan di Laboratorium Biofisik Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada hari Kamis

tanggal 24 Agustus 2023 pukul 08.00-16.00

B. Hasil

1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan menggunakan The

WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214, diperoleh nilai Indeks

Suhu Basah dan Bola (ISBB) sebagai berikut :

Tabel 4.1

Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

di Laboratorium Terpadu FKM Unhas 2023

Pengukuran Percobaan (°C)

WB DB GT WBGT

Indoor 53,3 °C 26,6 °C 117,8 °C 69,8 °C

Outdoor 11,8 °C 50,9 °C 115,95°C 69,1°C

Sumber: Data Primer, 2023

Dari tabel hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa terdapat

perbedaan antara pengukuran WBGT indoor dengan outdoor, dimana

hasil pengukuran WBGT indoor adalah 69,8 °C, sedangkan hasil


pengukuran WBGT ooutdoor adalah 69,1 °C. Dapat dilihat hasil

pengukuran ISBB indoor lebih tinggi daripada hasil pengukuran ISBB

outdoor.

2. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pengukuran kecepatan

angin adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin dan Suhu dengan

Anemometer Lutron LM-8000A di Laboratorium Terpadu FKM

Unhas 2023

Dalam
No. Pengukuran Luar ruangan
Ruangan

1 Kecepatan Angin Maksimal 1,5 m/s 1,5 m/s

2 Kecepatan Angin Minimal 26,8 m/s 34,8 m/s

3 Suhu Maksimal 24,8 °C 32,9 °C

4 Suhu Minimum 24,6 °C 332,8 °C

Sumber: Data Primer, 2023

Dari tabel hasil pengukuran di atas dapat dilihat bahwa kecepatan

angin maksimal dalam ruangan adalah 1,5 m/s sedangkan kecepatan angin

minimal dalam ruangan didapatkan sebesar 26,8 m/s. Selanjutnya, hasil

pengukuran dalam ruangan baik suhu maksimal 24,8 °C dan suhu minimal
menunjukkan hasil yaitu 24,6 °C. Untuk pengukuran diluar ruangan 1,5
m
/s pada kecepatan maksimalnya dan 34,8 m/s pada kecepatan minimalnya.

Sedangkan, suhu maksimal pada luar ruangan menunjukkan hasil yaitu

32,9 °C dan minimal pada luar ruangan menunjukkan hasil yaitu 333,8

°C.

3. Hasil Pengukuran Kelembaban Udara

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil

pengukuran kelembaban udara dalam tabel berikut :

Tabel 4.3

Hasil Pengukuran Kelembaban Udara dan Suhu dengan

Hygrometer Lutron LM-8000A di Laboratorium Terpadu

FKM Unhas Tahun 2023

No Pengukuran Dalam ruangan Luar ruangan

1 Kelembaban maksimal 66,5% RH 62,0% RH

2 Kelembaban minimal 49,4% RH 53,4% RH

3 Suhu maksimal 35,8 °C 32,9 °C

4 Suhu minimal 30,6 °C 32,8 °C

Sumber: Data Primer, 2023

Berdasarkan data pada tabel 4.3 diperoleh bahwa kelembaban udara di

ruangan laboratorium terpadu FKM Unhas. Untuk di dalam ruangan

kelembaban udara maksimal sebesar 66,5% RH, minimal 49,4% RH


dengan suhu maksimal 35,8 °C dan suhu minimum 30,6 °C .Sedangkan di

luar ruangan kelembaban udara maksimal 62,0% RH dan kelembaban

udara minimal 53,4% RH dengan suhu maksimal 32,9 ⁰C dan suhu

minimal menunjukkan hasil yaitu 32,8 ⁰C .

C. Pembahasan

Pengukuran Iklim Kerja dilakukan di ruang laboratorium

terpadu FKM Unhas. Pada praktikum ini digunakan alat yaitu The

WIBGET Heat Stress Monitor RSS-214.

1. Iklim Kerja

Pengukuran iklim kerja dilakukan menggunakan alat The WIBGET

Heat Stress Monitor RSS-214 untuk mengetahui nilai ISBB (Indeks Suhu

Basah dan Bola), WB (suhu basah), DB (suhu kering), dan GT (suhu bola).

Untuk nilai ISBB di dalam ruangan menggunakan The WIBGET Heat

Stress Monitor RSS-214 diperoleh nilai °C. Pada pengukuran diluar

ruangan pengukuran dengan menggunakan alat The WIBGET Heat Stress

Monitor RSS-214 diperoleh hasil °C. Hasil pengakuran tidak

dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan menggunaan rumus. Tetapi

dibandingkan dengan NAB yang sesuai dengan karakteristik beban kerja

berdasarkan pengaturan waktu kerja.

Apabila iklim kerja terlalu tinggi dapat menimbulkan Heat Stress

(Tekanan Panas). Untuk pengendalian heat stress dapat melakukan

penerapan hygiene, yaitu tindakan-tindakan yang diambil oleh perorangan

untuk mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh panas, seperti:


pengandalian cairan, aklimatisasi, self determination,diet dimana diet yang

dimaksud untuk mengurangi makanan yang terlalu manis atau

mengandung karbohidrat berlebihan karena akan menahan cairan melalui

ginjal atau keringat serta memeperhatikan pakaian kerja dengan memilih

bahan yang mudah menyerap keringat seperti bahan yang terbuat dari

katun, sehingga penguapan mudah terjadi.

Penelitian Fadhilah (2014) tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah kecamatan

ciputat timur tahun 2014 menunjukkan bahwa sebanyak 21 orang pekerja

mengalami heat strain dan jumlah pekerja yang menerima paparan

tekanan panas panas sebanyak 23 orang.

2. Kecepatan Angin

Pengukuran kecepatan angin dan suhu dilakukan dengan

menggunakan alat Anemometer Lutron LM-8000A. Pada praktikum ini

pengukuran yaitu pengukuran di dalam ruangan laboratorium dan di luar

laboratorium. Pengukuran kecepatan angin di dalam ruangan laboratorium

diperoleh hasil kecepatan maksimal m/s dan kecepatan minimal m/s dengan

suhu maksimal dan minimal °C. Kemudian diluar ruangan yaitu Kantin

Safira hasil pengukuran untuk kecepatan maksimal m/s dan minimal m/s

dengan suhu maksimal dan minimal °C.

Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia,

karena hampir % hidup manusia berada dalam ruangan 2. Sebanyak 400

sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang


sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan. Di

Amerika, polusi udara dalam ruang mencuat ketika EPA pada tahun 1989

mengumumkan studi polusi udara dalam ruangan lebih berat daripada di

luar ruangan. Polusi jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja

hingga senilai US $10 milyar.

3. Kelembaban Udara

Kelembaban udara di dalam ruangan laboratorium yaitu didepan AC

diperoleh hasil kelembaban maksimal % RH dan kelembaban minimal %

RH dengan suhu maksimal °C dan minimal yaitu °C, sedangkan

pengukuran diluar ruangan diperoleh kelembaban maksimal % RH dan

kelembaban minimal % RH dengan suhu maksimal °C dan minimal yaitu

°C.

Kelembaban mempunyai pengaruh kuat terhadap penguapan keringat

apabila lingkungan mempunyai kelembaban yang tinggi, maka pengupan

keringat akan terganggu sehingga dapat menyebabkan penigkatan suhu

badan. Untuk pengendalian kelembaban udara dapat dilakukan dengan

menurunkan tekanan panas melalui pendinginan menggunakan kipas angin

atau AC.

Penelitian yang dilakukan oleh Wirastini (2013) tentang hubungan

kualitas udara dalam ruangan SBS pada pekerja wanita di Mall Blok-M

menunjukkan bahwa penilaian suhu udara diatas suhu standar (27,01°C)

terdapat prevalensi SBS sebayak 42 orang (19,8 %). Kelembaban relatif

58,32 %, kecepatan aliran udara 0,14 m/s (dibawah standar) dan kepadatan
0,55 orang (diatas standar). Kasus SBS di Mall Blok-M faktor-faktor

lingkungan yang berkaitan terhadap terjadinya SBS adalah suhu,

kelembaban udara, kecepatan aliran udara, kadar karbon dioksida dan

kadar formaldehid; dimana kelembaban udara paling kuat hubungannya.

Pengendalian terhadap kelembaban dan suhu menciptakan kenyamanan

udara dalam ruang, serta potensial juga mengendalikan tingginya

kontaminan.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukann diperoleh data

sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada praktikum kali ini, mahasiswa mampu mampu melakukannya di dua

tempat yakni ruang laboratorium terpadu FKM dan di luar laboratorium.

Dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu The WIBGET Heat Stress

Monitor RSS-214, Anemometer Lutron LM-8000A dan Hygrometer Lutron

LM-8000A.

2. Dari hasil praktikum diperoleh data yakni :

a) Iklim kerja
Dari hasil pengukuran ISBB dilaboratorium didapatkan hasil 69,8

°C, sedangkan hasil pengukuran ISBB di luar laboratorium adalah 69,1

°C. Hasil pengukuran ISBB tersebut masih dikategorikan ISBB yang

diperkenankan dan tidak dalam kondisi berisiko untuk terpajan ilkim

kerja yang dapat mengganggu kesehatan

b) Kecepatan Angin

Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin maksimal

dilaboratorium didapatkan hasil sebesar 1,5 m/s sedangkan kecepatan

angin minimalnya didapatkan sebesar 26,8 m/s. Untuk pengukuran di

luar laboratorium sebesar 1,5 m/s pada kecepatan maksimalnya dan 34,8

m/s pada kecepatan minimalnya. Hasil pengukuran kecepatan angin yang

dilakukan di depan AC laboratorium serta di Kantin Safira masih

tergolong rendah dan menjadikan ruangan tersebut tidak nyaman.

c) Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil pengukuran, untuk dilaboratorium kelembaban

udara maksimal sebesar 66,5% RH, minimal 49,4% RH dengan suhu

maksimal 35,8 °C dan suhu minimum 3o,6 °C. Sedangkan di luar

laboratorium kelembaban udara maksimal 62,0% RH dan kelembaban

udara minimal 53,4% RH dengan suhu maksimal 32,9 °C dan suhu

minimal yaitu 32,8 ⁰C. Dapat disimpulkan hasil pengukuran kelembaban

udara dilaboratorium telah melewati batas yang diperkenankan. Pekerja

berisiko mengalami gangguan akibat iklim kerja. Sedangkan, di luar


laboratorium hasil pengukuran masih dalam batas aman dan

diperkenankan.

B. Saran

Bagi pihak yang bekerja didalam ruangan yang agak tertutup

seperti laboratorium untuk memperhatikan jendela agar mengurangi

temperatur dan kelembaban udara sehingga pekerja tetap nyaman

dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

ACGIH. 2005. Threshold Limit Velue fo Physical dan Chemical Substance and

Exposure Indices. ACGIH-USA

Basri, Hasan. 2012. Pengaruh Iklim Kerja Terhadap Kondisi Kesehatan

Karyawan Bagian Sewing Di Konveksi Ii Dan Iv Pt. dan Liris Banaran

Kabupaten Sukoharjo. Surakarta: Fakultas Kesehatan Prodi Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Budiono, Sugeng. 2008. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi.

Surakarta: PT Tri Tunggal Tata Fajar.


Dawudi, Yusuf. 2015. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan pada Pekerja

di Bagian Produksi PT. Ngk Busi Indonesia. Jakarta: Program Studi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa

Unggul.

Depkes RI. 2003. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia.

Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

Fadhilah, Rizki. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Heat Strain

Pada Pekerja Pabrik Kerupuk Di Wilayah Ciputat Timur. Jakarta: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Harrianto, Ridwan. 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.

Harrington, Gill. 2011. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: Kedokteran EGC.

International Labour Organization (ILO). 2013. Pedoman Pelamtihan untuk

Manajer dan Pekerja. Jakarta: International Labour Office

Imam. 2013. Desain Perbaikan Lingkungan Kerja Guna Mereduksi Paparan

Kerja Operator di PT.XY. Medan : Departemen Teknik Industri UNSU.

Iqbal, dkk, 2014. Hubungan Tekanan Panas dengan Kelelahan Kerja Karyawan

Bagian Laundry Rumah Sakit di Kota Makassar. Makassar: Bagian


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin.

Khakima, Nur. 2012. Perbedaan Kelelahan Tenaga Kerja Sebelum Dan Sesudah

Terpapar Panas di Industri Pengecoran Logam Nedya Aluminium Klaten.

Surakarta: Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. (Online) https://eprints.uns.ac.id.

Diakses 9 April 2016.

Putra, Dian Tri. 2011. Hubungan Antara Kebisingan, Iklim Kerja Dan Sikap

Tubuh Saat Bekerja terhadap Kelelahan Kerja Pada Pekerja Di Industri

Meubel Sinar Harapan Karang Paci Samarinda. (Online)

http://www.scribd.com/mobile/documents/57888492/download?

commit=Download+Now&secret_password. Diakses pada tanggal 4 Mei

2014.

Purwanto, Budi, DKK. 2010. Perbedaan Tekanan Darah Pekerja Berdasarkan

Iklim Kerja Di Pabrik Jenang Mubarok Kudus. Semarang: FKM Universitas

Muhammadiyah. (Online) https:digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 9

April 2016.
Puspita Sari, Nindi. 2014. Pengaruh Iklim Kerja Panas terhadap Dehidrasi dan

Kelelahan pada Tenaga Kerja Bagian Boiler di PT. Albasia Sejahtera

Mandiri Kabupaten Semarang. Skripsi thesis,Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Republik Indonesia. 1998. Keputusan Menteri Kesehatan No.

261/MENKES/SK/II/1998 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Kerja. Jakarta: Depnakertrans RI. http://hukum.unsrat.ac.id/

men/menkes_261_1998.pdf. Diakses pada tanggal 6 April 2016.

Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri. Jakarta: Depnakertrans RI.

(Online) http://perpustakaan.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 6 April

2016.

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Nomor PER. 13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di

Tempat Kerja. Jakarta : Depnakertrans RI. (Online) http://xa.yimg.com/kq/

groups/1051-902/ 1362821294 /name/ PERMENA. Diakses 7 April 2016.

Subaris, Heru. 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendikia

Press
Soedirman. 2012. Higiene Perusahaan. Bogor: El Musa Press.

Sucipto, C.D. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai