Anda di halaman 1dari 17

ACARA 5

PENGUKURAN TEMPERATUR EFEKTIF

Disusun Oleh
Kelompok II/Kelas B

Wilda Florent S. G1B012013


Rossita Kurnia R. G1B012015
Leti Siana G1B012016
Ayu Fitriastusi G1B012017
Ainun Zuhriyyah G1B012018
Amidiana Araminta A G1B012019
Sahida Woro P G1B012020
Ika Ayu Fitri W G1B012022
M. Fahrian Aris M. G1B012031
Hidayat Pulungan G1B012060

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai melakukan aktivitas
setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja
berpengaruh langsung terhadap sikap kerja dan menentukan prestasi kerja
pegawai. Lingkungan kerja yang menyenangkan membuat sikap pegawai
positif dan memberi dorongan untuk bekerja lebih tekun dan lebih baik.
Sebaliknya, jika situasi lingkungan tidak menyengangkan mereka cenderung
meninggalkan lingkungan tersebut (Idrus, 2006).
Ghiselli dan Brown (dalam Idrus, 2006) menyatakan bahwa lingkungan
kerja berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan.
Kuantitas dan kualitas hasil kerja yang optimal akan diperoleh apabila ada
kenyamanan dalam lingkungan kerja. Kenyamanan dalam bekerja
dipengaruhi oleh lingkungan kerja atau kondisi kerja dan faktor yang
berkaitan dengan kerja tersebut. Kondisi kerja berkaita dengan faktor seperti
cahaya, suhu asap, keamanan, kecelakaan, bising, debu, bau dan hal semacam
itu yang mempengaruhi kinerja suatu pekerjaan atau kesejahteraan umum
pekerja.
Sebagaimana telah dijelaskan untuk menyelenggarakan aktivitasnya
dalam bekerja agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik
tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Salah satu persyaratan kondisi
fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu satu kondisi termal udara di
dalam ruang yang tidak mengganggu tubuhnya (Rilatupa, 2008). Suhu ruang
yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan atau menggigil, sehingga
kemampuan beraktivitas menurun. Sementara itu, suhu ruang yang tinggi
akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mengganggu
aktivitas juga. Dapat dikatakan kondisi kerja akan menurun atau tidak
maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Oleh karena itu, dalam
pekerjaan sehari-hari pegawai harus berada pada tempat kerja dengan suhu
yang efektif. Temperatur efektif sebenarnya adalah suhu udara gabungan
dengan kelembaban dan kecepatan gerak udara yang menimbulkan keadaan
sifat panas (termal) yang sama (Ahmad, 2008). Indonesia mempunyai iklim
tropis dengan karakteristik kelembaban udara yang tinggi (dapat mencapai
angka 80%), suhu udara relatif tinggi (dapat mencapai hingga 35oC), serta
radiasi matahari yang menyengat serta mengganggu. Keadaan semacam ini
dapat mengakibatkan tekanan panas pada pekerja (Talarosha, 2005).
Tekanan panas merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan agar produktivitas, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
dapat dikendalikan secara maksimal mungkin. Tekanan panas merupakan
faktor bahaya yang berpengaruh terhadap tenaga kerja, karena tekanan panas
akan memberikan beban tambahan disamping beban kerja dari tenaga kerja
itu sendiri dan jika tidak dikendalikan dengan baik sehingga melebihi nilai
batas yang di perkenankan maka dapat menyebabkan penyakit akibat kerja
dan dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Annuriyana, 2010). Maka
dari itu, diperlukan pengukuran terhadap temperatur efektif di tempat kerja
untuk mengetahui apakah hasilnya sudah memenuhi standar atau tidak
sehingga bisa ditentukan pengendalian yang tepat.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk melakukan pengukuran temperatur efektif
pada suatu tempat kerja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Suhu
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda
dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur suhu cenderung
menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi
maka diciptakanlah termometer untuk mengukur suhu dengan valid.
Sedangkan temperatur efektif yaitu suhu udara gabungan dengan kelembaban
dan kecepatan gerak udara yang menimbulkan keadaan sifat panas (termal)
yang sama (Batara, 2011).
Berikut ini merupakan penjelasan dari temperatur efektif menurut
Bantara (2011):
1. Suhu Udara
Suhu lingkungan kerja dengan kehidupan sangat erat hubungannya.
Kehidupan manusia dengan suhu di antara 0-30C, sedangkan suhu
minimum dengan maksimum adalah -70C sampai 50C. Demikian pula
efek cuaca kerja kepada daya kerja. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh
cuaca kerja dalam daerah nikmat kerja sekitar 24-26C bagi orang-orang
Indonesia. Suhu yang panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja
pikir. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi
dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak,
mengganggu untuk dirangsang. Kerja pada suhu tinggi dapat
membahayakan, karenanya harus disertai penyesuaian waktu kerja dan
perlu perlindungan yang tepat.
Suhu udara dapat diukur dengan dengan termometer dan di sebut
suhu kering. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer
yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu
tersebut menunjukkan kelembaban relative.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara dapat di bedakan menjadi :
a. Kelembaban Absolut
Kelembaban absolut adalah berat uap air per unit volume udara (misal :
sekian gram air per satu liter udara).
b. Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif adalah rasio dari banyaknya uap air dalam udara
pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air dalam udara telah
jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut yang dinyatakan dalam
persen.
3. Kecepatan Gerak Udara
Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu
anemometer. Anemometer merupakan alat ukur kecepatan angin yang
sering digunakan oleh BMKG, untuk mengukur kecepatan angina .
Sedangkan kecepatan kecil dapat diukur dengan termometer kata.
B. Temperatur Efektif Sebagai Indikator Tekanan Panas
Indikator tekanan panas dalam industri dimaksudkan sebagai cara
pengukuran dengan menyatukan efek sebagai faktor yang mempengaruhi
pertukaran panas manusia dan lingkungannya dalam satu indeks tunggal.
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas salah
satunya adalah dengan mengukur temperatur efektif. Temperatur efektif yaitu
indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju,
kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan
aliran udara (Telan, 2012).
Kelemahan pengukuran temperatur efektif adalah tidak
memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan
pemakaian temperatur efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah
skala Temperatur efektif Dikoreksi (Corected Evectife Temperature Scale)
(Telan, 2012).
C. Tingkat Kenyamanan Suhu pada Manusia
Tingkat kenyamanan suhu dibagi mulai dari dingin tidak nyaman, sejuk
nyaman, nyaman atau optimal nyaman, hangat nyaman, sampai panas tidak
nyaman. Untuk orang Indonesia yang memakai pakaian harian biasa, batas
atas nyaman optimal adalah 28C dengan kelembaban udara relatif 70% atau
25,8C temperatur efektif (TE), dan batas bawah adalah 24C dengan
kelembaban udara relatif 80% atau 22,8C temperatur efektif (TE). Untuk
batas atas dari kondisi panas nyaman sampai 31C dengan kelembaban udara
relatif 60% atau 27,1C temperatur efektif (TE) dan batas bawah dari kondisi
sejuk nyaman adalah 23C dengan kelembaban udara relatif 50% atau 20,5C
temperatur efektif (TE). Jadi kondisi suhu sejuk nyaman adalah antara 20,5C
22,8C (TE), nyaman optimal adalah antara 22,8C 25,8C (TE) dan panas
nyaman adalah antara 25,8C 27,1C (TE) (Karyono, 2001). Suhu nyaman
bagi orang Indonesia adalah antara 24 - 26C. Suhu yang lebih dingin
dikatakan 20C (suhu paling cocok bagi penduduk subtropis) mengurangi
efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot
(Sumamur, 2009).
Menurut Raharja (2008), rekomendasi dari Standar Nasional Indonesia
(SNI) 03-6572-2001, menyebutkan bahwa daerah kenyamanan suhu untuk
daerah tropis dapat dibagi menjadi :
a. Sejuk, antara temperatur efektif 20,5C-22,8C dan kelembaban 40%
60%.
b. Nyaman, antara temperatur efektif 22,8C-25,8C dan kelembaban 40%
60%.
c. Hangat, antara temperatur efektif 25,8C-27,1C dan kelembaban 40%
60%.
D. Gangguan Akibat Temperatur Panas
Suhu udara yang lebih rendah dari 37C berarti suhu udara ini dibawah
kemampuan tubuh untuk menyesuaikan diri, maka tubuh manusia akan
mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar
diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat evaporasi
(penguapan). Sebaliknya jika suhu udara terlalu panas dibanding suhu tubuh,
maka tubuh akan menerima panas akibat konversi dan radiasi yang jauh lebih
besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya melalui sistem
penguapan. Hal ini menyebabkan suhu tubuh menjadi ikut naik dengan
tingginya suhu udara. Suhu yang terlalu dingin dapat menyebabkan gairah
kerja menurun. Sedangkan suhu udara yang terlalu panas, dapat menyebabkan
cepat timbulnya kelelahan tubuh dan pekerja cenderung melakukan kesalahan
dalam bekerja (Tarwaka, Solichul & Lilik, 2004).
Gangguan atau kelainan yang tampak secara klinis akibat gangguan
tekanan panas, dibagi atas 4 kategori yaitu: millaria rubra, kejang panas,
kelelahan panas dan sengatan panas.
1. Millaria Rubra (Heat Rashi)
Heat Rash sering dijumpai militer atau pekerja fisik lainnya yang
tinggal di daerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal
kemerahan pada kulit yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi
sebagai akibat kelenjar keringat dan terjadi retensi disertai reaksi
peradangan. Kelainan ini dapat menganggu tidur sehingga efisiensi
fisiologik menurun dan meningkatkan kelelahan kumulatif. Keadaan ini
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya faktor yang lebih serius.
Adanya kelainan kulit mengakibatkan proses berkeringat dan evaporasi
terhambat, sehingga proses pendinginan tubuh terganggu (Muflichatun,
2006).
2. Kejang Panas (Heat Cramps)
Kejang Panas (Heat Cramps) dapat terjadi sebagai kelainan
tersendiri atau bersama dengan kelelahan panas. Kejang otot timbul secara
mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama pada otot-otot
ekstremitas dan abdomen. Kejang otot yang berat dalam udara panas
menyebabkan keringat diproduksi banyak. Bersama dengan keluarnya
keringat, hilangnya sejumlah air dan garam. Kejang Panas (Heat Cramps)
dialami pada lingkungan yang suhunya tinggi sebagai akibat bertambah
banyaknya keluar keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium
dari tubuh, sedangkan air yang diminum tidak diberi garam untuk
mengganti garam natrium yang hilang. Kejang Panas (Heat Cramps)
diderita sebagai kejang-kejang otot tubuh dan perut yang dirasakan sangat
sakit (Sumamur, 2009).
3. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion)
Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah perifer
karena dehidrasi dan defisiensi garam. Dalam usah menurunkan panas,
aliran darah perifer bertambah, yang mengakibatkan produksi keringat
bertambah. Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa
dari jantung keorgan-organ lain yang cukup, sehingga timbul gangguan.
Kelelahan panas dapat terjadi pada keadaan dehidrasi atau defisiensi
garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dapat dipercepat terjadinya pada
orang-orang yang kurang minum, berkeringat banyak, muntah-muntah,
diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran air berlebihan
(Sumamur, 2009).
4. Sengatan Panas (Heat Stroke)
Sengatan panas adalah suatu keadaan darurat medik dengan angka
kematian yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu
bekerja berlebihan tetapi masih berfungsi, sedangkan pada sengatan panas,
mekanisme pengatur suhu tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertai dengan
terhambatnya proses evaporasi secara total (Muflichatun, 2006).
Heat stroke jarang terjadi pada pekerja dalam perusahaan industri,
namun bila terjadi biasanya keadaannya sangat parah. Penderita umumnya
laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum beradaptasi dengan iklim
kerja yang panas. Gejala-gejala atau tanda kelainan saraf pusat dapat
timbul. Seperti vertigo, tremor, kovulsi atau delirium. Menurunkan suhu
badan dengan kompres atau berselimut kain basah dan dingin adalah
pengobatan utama. Penyebab heat stroke adalah pengaruh langsung kepada
pusat pengatur panas di otak (Sumamur, 2009).
E. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas
Pengendalian pengaruh pemaparan tekanan panas terhadap tenaga kerja
dapat dilakukan dengan koreksi tempat kerja, sumbersumber panas
lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan
untuk menilai efektifitas dari system pengendalian yang telah dilakukan di
masing-masing tempat kerja. Secara ringkas teknik pengendalian terhadap
pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengurangi faktor beban kerja.
2. Relokasi proses kerja yang menghasilkan panas.
3. Menurunkan temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan
panas.
4. Penggunaan tameng anti panas dan alat pelindung yang dapat
memantulkan panas.
5. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk
pemulihan.
6. Lama Kerja
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu
udara yang tinggi, lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan
tingkat tekanan panas yang dihadapi oleh pekerja (Muflichatun 2006).
BAB III
METODE DAN BAHAN

A. Metode
Temperatur efektif di suatu tempat dihitung dengan menggunakan grafik,
setelah diketahi nilai temperatur basah, temperatur kering dan kecepatan aliran
udara.

B. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air.

C. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Termometer basah
2. Termometer kering
3. Anemometer
4. Grafik temperatur efektif

D. Prosedur Pengukuran

Ukurlah temperatur basah dengan menggunakan


termometer basah lalu catat hasilnya

Ukurlah temperatur keringdengan menggunakan


termometer kering lalu catat hasilnya
Ukurlah kecepatan aliran udara lalu catat hasilnya

Hitunglah temperatur efektif dengan menggunakan grafik

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Temperatur Basah
Temperatur basah di lapangan volly Program studi Pendidikan Jasmani
dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berdasarkan hasil pengukuran dengan
menggunakan termometer basah adalah 31,5 oC.
2. Temperatur Kering
Temperatur kering di lapangan volly Program studi Pendidikan Jasmani
dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berdasarkan hasil pengukuran dengan
menggunakan termometer basah adalah 32,5 oC.
3. Kecepatan Aliran Udara
Kecepatan aliran udara di lapangan volly Program studi Pendidikan
Jasmani dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berdasarkan hasil pegukuran
dengan menggunakan anemometer adalah 24 m/m.
4. Temperatur Efektif
Temperatur efektif di lapangan volly Program studi Pendidikan Jasmani
dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berdasarkan grafik dalah 32oC.

B. Pembahasan
Sumamur (1996) dalam Batara (2011), mengungkapkan bahwa suhu
efektif (corected Efectif Tempearature) merupakan indeks sensoris dari
tingkat panas yang sialami seseorang tanpa baju, kerja ringan dalam berbagai
kombinasi suhu, kelembapan dan kecepatan aliran udara. Suhu efktif
merupakan salah satu indikator adanya tekanan panas di tempat kerja.
Dimana hasil pengukuran suhu efektif bisa dijadikan pembanding terhadap
standar agar diketahui adanya tekanan panas di tempat kerja yang harus
dikendalikan.
Praktikum kali ini dilakukan untuk mengukur temperatur efektif di
lapangan volly Program studi Pendidikan Jasmani dan Rekreasi (PJKR)
Unsoed. Setelah dilakukan pengukuran temperatur basah (31,5oC), temperatur
dingin (32,5oC) dan kecepatan aliran udara (0,4 m/s atau 24 m/m) , maka
diperoleh temperatur efektif dengan menggunakan grafik yaitu sebesar 32 OC.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa dalam suhu 32 oC sudah
melewati batas nyaman dan beresiko terjadinya heat stroke. Menurut
Muflichatun (2006), heat stroke adalah keadaan dimana suhu meningkat
hingga 40oC (104oF) atau lebih dan berhubungan dengan disfungsi dan tanda-
tanda kegagalan sistem organ multiple. Seorang pekerja dengan heat stroke
akan mengalami beberapa gejala atau tanda kelainan saraf pusat seperti
vertigo, tremor, kovulasi atau delirium. Penangangan yang paling tepat pada
kondisi guna menurunkan suhu badan tyaitu dengan kompres atau berselimut
kain basah dan dingin. Penyebab utama heat stroke adalah adanya pengaruh
langsung suhu panas kepada pusat pengatur panas di otak (Sumamur, 2009).
Berdasarkan SNI 03- 6572-2001, menyebutkan bahwa batas
kenyamanan untuk daerah tropis yaitu 27oC. Sedangkan berdasarkan hasil
pengukuran diperoleh temperatur efektif di lapangan volly Program studi
Pendidikan Jasmani dan Rekreasi (PJKR) Unsoed PJKR sebesar 32oC yang
artinya sudah melewati standar. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang
nyaman adalah suhu nyaman, yaitu suhu kondisi termal udara di luar ruangan
yang tidak mengganggu tubuh pekerja. Untuk mempertahankan kondisi
nyaman, kecepatan udara yang jatuh di atas kepala tidak boleh lebih besar
dari 0,25 m/s dan sebaiknya lebih kecil dari 0, 15 m/s. Sedangkan setelah
diukur ternyata kecepatan udara di lapangan volly Program studi Pendidikan
Jasmani dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berkisar 0,4 m/s, artinya dengan
kecepatan angin tersebut tidak mampu mempertahankan kondisi nyaman di
lapangan. Sedangkan untuk temperatur udara kering sebaiknya berkisar
27,2 oC. Sedangkan temperatur kering saat diukur di lapangan Program
studi Pendidikan Jasmani dan Rekreasi (PJKR) Unsoed berkisar 32,5 oC.
Berdasarkan hasil engukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi
tersebut tidak cocok untuk dilakukan aktivitas berat untuk mencegah
terjadinya heat stroke.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi hasil pengukuran temperatur
efektif dilapangan yaitu tidak bisa mengontrol radiasi matahari sehingga suhu
udara menjadi lebih panas. Hal ini sesui dengan yang diungkapkan oleh Telan
(2012), bahwa kelemahan pengukuran temperatur efektif adalah tidak
memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri dan tidak
memperhitungkan pengaruh radiasi yang ada.
Menurut Lippsmer (1994) dalam Ratulapa (2008), batas- batas
kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa adalah kisaran suhu udara 22,5oC -
29oC dengan kelembapan udara 20 % - 50 %. Selanjutnya dijelaskan bahwa
nilai kenyamanan terus harus dipertimbangkan dengan kemungkinan dengan
kemungkinan kombinasi antara radiasi panas, suhu udara, kelembapan udara ,
dan kecepatan udara. Penyelesaian yang dicapai menghasilkan suhu yang
efektif (TE). Suhu efektif ini diperoleh dengan percobaan- percobaan yang
mencakup suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan udara. Menurut
bebarapa penyelidikan, batas- batas keyamanan untuk kondisi khatulistiwa
adalah 19oTE (batas bawah) 26oC TE (batas atas). Pada suhu 26oC TE,
banyak manusia mulai berkeringat. Sementara itu kemampuan kerja manusia
mulai menurun pada suhu 26,5 oC TE- 30 oC TE. Kondisi lingkungan mulai
sulit bagi manusia pada suhu 33,5 oC TE dan tidak memungkinkan lagi pada
suhu 35,5 oC TE- 36oC TE.
Uhud, dkk (2008) juga yang menyatakan bahwa temperatur efektif
untuk melakukan pekerjaan di daerah tropis adalah 22 oC 27 oC. Temperatur
efektif akan akan memberikan efek yang nyaman bagi orang yang berada di
luar ruangan. Menurut penelitian Rahmadani (2011), manusia akan
merasakan kenyamanan hanya ketika sistem keteraturan vasomotor (rentang
pertukaran panas yang menyatakan kondisi tubuh dalam keadaan setimbang),
dengan tidak terlalu banyak terbebani yaitu ketika fluktuasi sirkulasi darah ke
arah kulit tidak lebih dari fluktuasi normal. Sedangkan rasa tidak nyaman,
seperti temperatur ruangan yang terlalu panas atau dingin akan mengakibatka
perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia.
Kondisi panas yang berlebih disekeliling mengakibatkan rasa letih, kantuk,
mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kelelahan.
Menurut ASHARE (America Siciety of Heating, Refrigerating and
Aircondiotioning Engineers) (1989) dalam Susanti dan Aulia (2013),
menyatakan bahwa kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seorang
merasa nyaman dengan keadaan temperatur lingkungannya, yang dalam
konteks sensasi digami berpengaruh terhadap kenyamanan, selain itbarkan
sebagai kondisi dimana seseorang tidak merasakan kepanasan maupun
kedinginan pada lingkungan tertentu. Arah bangunan dan ventilasi yang ada
juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suhu yang nyaman.
Arah bangunan yang menghadap atau membelakangi sinar matahari
berpengaruh terhadap kenyamanan, selain itu letak maupun jumlah ventilasi
yang terkait yang terkait dengan pertukaran udara juga berpengaruh terhadap
kenyamanan.
Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam daerah kerja
sekita 24 oC - 26oC bagi ornag- orang Indonesia. Suhu 32oC termasuk dalam
daerah kerja yang menimbulkan resiko ketidaknyamanan dan heat stroke bagi
pekerja. Suhu yang nyaman harus senantiasa dipertahankan, karena jika suhu
panas berakibat kepada menurunnya prestasi kerja. Suhu panas mengurangi
kelincahan, memperpanjag waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan,
mangganggu kecermatan kerja otak, mengganggu untuk dirangsang ( Batara,
2011).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Temperatur efektif di lapangan volly Program studi Pendidikan Jasmani dan
Rekreasi (PJKR) Unsoed berdasarkan grafik dalah 32oC. Hal ini menandakan
bahwa lokasi tersebut beresiko terjadinya heat stroke berat karena suhunya
33oC.
B. Saran
1. Sebaiknya untuk pengukuran temperatur efektif juga dilakukan di dalam
ruangan.
2. Sebaiknya untuk temperatur efektif disediakan grafik yang lebih jelas
sehingga akan lebih mudah untuk dicari nilai temperatur efektifnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. 2008. Kenyamanan Lingkungan Kerja di Kapal Perikanan. Jurnal
Ilmu Lingkungan. Vol. 2 (2) hal: 1- 11.
Annuriyana, Eka. 2010. Hubungan Tekanan Panas Dengan Produktivitas Tenaga
Kerja Bagian Pencetakan Genteng di Desa Jelobo Wonosari Klaten. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Batara, M. 2011. Pengaruh Tekanan Uap Saat Perebusan Tandan Buah Segar
Kelapa Sawit ( TBS ) Dan Terhadap Kekuatan Dinding Sterilizer Di PKS
Dolok Sinumbah. Karya akhir. Program Diploma IV Teknologi Instrumentasi
Pabrik Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara. Medan.
Idrus, .muhammad. 2006. Implikasi Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan. Jurnal Psikologi. Universitas
Diponegoro. Vol.3 (1) hal: 94-106.
Muflichatun. 2006. Hubungan antara Tekanan Panas, Denyut Nadi dan
Produktivitas Kerja pada Pekerja Pandai Besi Paguyuban Wesi Aji Donorejo
Batang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Rahmadani D. 2011. Evaluasi Kenyamanan Termal Ruang Perkuliahan di
Universitas Andalas. Tugas Akhir. Universitas Andalas, Padang.
Rilatupa, James. 2008. Aspek Kenyamanan Termal pada Pengkondisian udara
dalam. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS. Vol. 18 (3), hal: 191-198.
Sumamur, PK, 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung,
Jakarta.
SNI 03- 6572- 2001 Tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan
Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
http://ciptakarya.pu.go.id/.pbl/asset/doc/sni/SNI_VENTI.PDF. Diakses pada
tanggal 15 Desember 2015.
Talarosha, Basaria. 2005. Menciptakan Kenyamanan Thermal dalam Bangunan.
Jurnal Sistem Teknik Industri. Vol. 6 (3) hal: 148-158.
Tarwaka, Solichul HA. Bakri dan Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas UNIBA Press. Surakarta.
Telan, Albina Bare. 2012. Pengaruh Tekanan Panas Terhadap Perubahan Tekanan
Darah dan Denyut Nadi Pada Tenaga Kerja Industri Pandai Besi di Desa
Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Tesis.
Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.
Uhud A, Kurniawati, Sonya H dan Sri R I. 2008. Buku Pedoman Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk Praktek dan Praktikum.
Universitas Airlangga, Surabaya.
LAMPIRAN
Gambar1. Pengukuran temperatur basah dan temperatur kering menggunakan
higrometer

Gambar 2. Pengukuran kecepatan aliran udara menggunakan anemometer


Gambar 3. Penghitungan temperatur efektif dengan menggunakan grafik

Anda mungkin juga menyukai