Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PRAKTIKUM K3

IKLIM KERJA

Dosen Pengampu : Syaiful Bahri, SKM., MKM

Di Susun Oleh :

Mirna Alif (191040500047)

Nur Amaliya (191040500044)

Putri Angelita (191040500103)

Siti Husniati (191040500017)

Suci Ramadhonna Jasep (191040500052)

Tia Sinta Anggraini (191040500054)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Makalah yang
berjudul “Iklim Kerja”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat tugas mata kuliah Praktikum Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).

Selama penyusunan makalah ini banyak kendala yang


dihadapi, namun berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai
pihak semua kendala tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan
ini dengan ketulusan hati penulis, penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada yang
terhormat. Penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi


sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Tangerang Selatan, Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN
a. Definisi iklim kerja
b. Jenis-jenis Iklim Kerja
c. Jenis Sumber Panas
d. Pengukuran iklim kerja
e. Aturan perundangan
f. NAB/BML
g. Alat pengukuran iklim
h. Perinsip pengukuran iklim
i. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja
j. Pengendalian iklim kerja
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi
menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang
batas (NAB), yang diperkenankan menurut standar kesehatan
(Tarwaka, 2008). Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim
meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas standar
kesehatan dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran cairan
tubuh melalui keringat sehingga bisa terjadi dehidrasi dan gangguan
kesehatan lainnya yang lebih berat. Persoalan tentang bagaimana
menentukan bahwa kondisi temperatur lingkungan adalah ekstrim
menjadi penting, mengingat kemampuan manusia untuk beradaptasi
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun
demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan
manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada
kondisi yang ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap
temperatur lingkungan (Suma’mur, 2009). Dilihat dari kondisi lain
adalah, masih kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat
perusahaan, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti
pentingnya Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan
hambatan yang sering dihadapi dalam perusahaan. Berdasarkan data
International.
Berdasarkan survei pendahuluan yang di lakukan di Koperasi
Batur Jaya Ceper-Klaten terhadap 40 karyawan, dijumpai banyak
pekerja yang bekerja dilingkungan kerja panas yang tidak memenuhi
(NAB). Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja diperoleh Indeks
Suhu Basah dan Bola (ISBB) sebesar 31,76 ̊̊C pada bagian
pengecoran dan 29,76 ̊̊C pada bagian produksi.
B. RUMUSAN MASALAH
 Apa yang dimaksud dengan iklim kerja?
 Apa saja Jenis-jenis Iklim Kerja?
 Bagaimana cara Pengukuran iklim kerja?
 Aturan perundangan mengenai iklim kerja?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kondisi iklim kerja di tempat kerja
D. MANFAAT
Mengetahui pengaruh iklim kerja terhadap kondisi kesehatan
karyawan sehingga dapat mencari solusi untuk mengatasi
permasalahan di lingkungan kerja supaya tidak menimbulkan
dampak yang lebih merugikan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Iklim Kerja


Menurut Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 iklim
kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembapan, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas
dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannnya. Sementara
menurut Permenakertrans No. 5 tahun 2018, Iklim kerja adalah
perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga
kerja sebagai akibat pekerjaannnya meliputi panas dan dingin. Iklim
kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan
dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya
efisiensi dan produktifitas kerja. Suhu udara yang dianggap nikmat
bagi orang Indonesia ialah berkisar 24⁰C–26⁰C dan selisih suhu
didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 50⁰C.Batas kecepatan
angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5 m/dtk (Putra 2011).
B. Jenis-jenis Iklim Kerja
Kemajuan teknologi dan proses produksi di dalam industri telah
menimbulkan suatu lingkungan kerja yang mempunyai iklim kerja
berupa iklim kerja panas dan iklim kerja dingin.
1. Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan
kerja yang dapat disebabkan oleh gerakan angin,
kelembaban, suhu udara, suhu radiasi dan sinar matahari
(Budiono, 2008). Kondisi yang disebabkan oleh iklim kerja
yang terlalu tinggi adalah tekanan panas (heat stres). Faktor-
faktor yang menyebabkan pertukaran panas diantara tubuh
dengan lingkungan sekitar adalah konduksi, konveksi,
radiasi, dan evaporasi (Suma’mur, 1996).
a. Konduksi
Konduksi adalah transfer panas melalui kontak
langsung dengan objek menuruni gradiennya dari
molekul ke molekul. Molekul-molekul ini bergetar
konstan dimana molekul yang lebih panas bergerak
lebih cepat dibandingkan yang dingin. Ketika
bersentuhan, molekul yang panas memanaskan
molekul yang dingin hingga molekul kedua objek
tersebut bersuhu sama. Laju dari transfer ini
tergantung dari perbedaan temperatur antara kedua
objek serta konduktivitas dari substansi yang terlibat.
Tubuh dapat kehilangan panas melalui konduksi
dengan udara. Transfer panas terjadi tergantung dari
suhu udara lebih panas atau lebih dingin dari kulit.
b. Konveksi
Konveksi adalah transfer dari energi panas oleh arus
udara maupun air. Saat tubuh kehilangan panas
melalui konduksi dengan udara sekitar yang lebih
dingin maka udara yang bersentuhan dengan kulit
menjadi hangat. Karena udara panas lebih ringan
dibandingkan udara dingin maka udara panas
berpindah, udara dingin bergerak ke kulit untuk
menggantikan udara panas. Pergerakan udara ini
disebut arus konveksi yang membantu membawa
panas dari tubuh
c. Radiasi
Radiasi adalah emisi dari energi panas dari
permukaan tubuh yang hangat dalam bentuk
gelombang elektromagnetik atau gelombang panas
melalui udara. Ketika energi yang dipancarkan
terhadap suatu objek diserap maka energi panas
tersebut ditransformasi menjadi panas pada objek
tersebut. Tubuh mendapat atau kehilangan panas
dengan radiasi tergantung pada perbedaan temperatur
permukaan kulit dan permukaan objek lain di
sekitarnya karena transfer oleh radiasi selalu terjadi
dari objek yang lebih panas ke objek yang lebih
dingin seperti dari panas matahari ke kulit.
d. Evaporasi
Berkeringat adalah proses evaporasi dibawah kontrol
nervus simpatik. Berkeringat adalah upaya untuk
pengurangan panas dari dalam tubuh. Selama
evaporasi berlangsung di permukaan kulit, panas
diharuskan mengubah air dari cairan menjadi gas
yang diserap dari kulit untuk mendinginkan tubuh
2. Iklim Kerja Dingin
Jika temperatur suhu udara dingin maka terjadi perbedaan
temperatur yang signifikan pada bagian kulit dari bagian
dalam kulit sampai ke luar kulit. Pengaruh suhu dingin dapat
mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya
koordinasi otot. Sedangkan pengaruh suhu ruangan sangat
rendah terhadap kesehatan dapat mengakibatkan penyakit
yang terkenal yang disebut dengan chilblains, trench foot dan
frostbite.
a. Chilblains
Bagian tubuh yang terkena membengkak, merah,
panas dan sakit diselingi gatal. nPenyakit ini diderita
akibat bekerja ditempat dingin dengan waktu lama
dan akibat defisiensi besi.
b. Trench foot
Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat
kelembaban atau dingin walau suhu diatas titik beku.
Stadium ini diikuti tingkat hyperthermis yaitu kaki
membengkak, merah, dan sakit. Penyakit ini
berakibat cacat sementara.
c. Frosbite
Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisinya
sama seperti trenchfoot namun stadium akhir
penyakit frosbite adalah gangrene (luka yang sudah
membusuk dan bisa melebar) dan bisa berakibat cacat
tetap.
C. Jenis Sumber Panas
Menurut Suma’mur (2014), terdapat tiga sumber panas pada
lingkungan kerja, yaitu:
a) Iklim kerja setempat. Keadaan udara di tempat kerja,
ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain suhu udara,
penerangan, kecepatan gerakan udara dan sebagainya. 
b) Proses produksi dan mesin. Mesin mengeluarkan panas
secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi panas.
c) Kerja otot. Tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan
memerlukan energi yang diperlukan dalam proses oksidasi
untuk menghasilkan energi berupa panas.
Sedangkan menurut Wahyuni (2008), terdapat beberapa sumber
tempat kerja dengan iklim yang panas, yaitu:
a) Proses produksi yang menggunakan panas, seperti:
peleburan, pengeringan, pemanasan.
b) Tempat kerja yang terkena langsung matahari, seperti
(pekerjaan jalan raya, bongkar muat barang pelabuhan,
nelayan dan petani).
c) Tempat kerja dengan ventilasi kurang memadai.

D. Pengukuran iklim kerja


pengukuran dan perhitungan pada lingkungan kerja di tempat kerja.
Sesuai Permenakertrans No. PER 13/MEN/X/2011 tentang NAB
faktor fisika di tempat kerja menggunakan parameter ISBB (Indeks
Suhu Basah dan Bola) dengan terminasi Inggris WBGT (Wet Bulb
Globe Temperature Index) atas ketentuan sebagai berikut :
1) Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi
dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja
sebagai akibat pekerjaannya.
2) Nilai Ambang Batas (NAB) merupakan standar faktor tempat
kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-
hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.
3) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) merupakan parameter untuk
menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan
antara suhu udara kering, suhu basah alami, dan suhu bola.
4) Suhu udara kering (dry bulb temperature) merupakan suhu
yang ditunjukkan oleh termometer suhu kering.
5) Suhu basah alami (natural wet bulb temperature) merupakan
suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami.
Merupakan suhu penguapan air yang pada suhu yang sama
menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara.
Suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.
6) Suhu bola (globe temperature) merupakan suhu yang
ditunjukkan oleh termometer bola. Suhu ini sebagai indikator
tingkat radiasi.

E. Aturan perundangan
a) PERMENKES No 70 Tahun 2016 tentang Tentang Standar
dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
b) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
c) Peraturanmenteriketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja
F. NAB/BML
Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas
pajanan iklim lingkungan kerja atau pajanan panas (heat stress) yang
tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari sebagaimana
tercantum pada Tabel 1. NAB iklim lingkungan kerja dinyatakan
dalam derajat Celsius Indeks Suhu Basah dan Bola (C ISBB).

Unsur yang mempengaruhi Iklim kerja dibahas dan diberikan contoh


penilaiannya. Unsur lingkungan dengan Indeks Suhu Bola Basah,
Pengukuran Metabolisme pekerja dengan tabel kriteria beban kerja
standar Berat Badan pekerja 70 kg, dan nilai koreksi pakaian. Dalam
lampiran peraturan tersbut secara detil disampaikan langkah
pengukuran iklim kerja sehingga hasil pengukuran iklim kerja akan
disesuaikan dalam tabel NAB seperti diatas.
Secara singkat langkahnya yaitu :
a) melakukan iklim kerja dengan pendekatan ISBB
menggunakan alat Heat stress Monitor sesuai pedoman yang
berlaku, yang disesuaikan anatara kondisi dalam ataua luar
ruangan.
b) Melakukan koreksi hasil pengukuran iklim lingkungan kerja
denagn pakaian kerja
c) menentukan beban kerja berdasarkan laju metabolik sesuai
dengan tabel yang terlampir, dan dikoreksi dengan berat
badan pekerja 70 kg.
d) menentukan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu
siklus kerja (work rest regimen) yang dinyatakan dalam
persen
e) Menetapkan Nilai NAB sesuai dengan tabel 1
f) terakhir menyimpulkan kondisi dari hasilpengukuran, apakah
sesuai, melebihi, atau dibawah nilai ambang. Hasil tesebut
dapat menjadi acuan dalam pengendalian iklim kerja di
perusahaan tersebut.

G. Alat pengukuran iklim


Pengukuran iklim kerja dapat dilakukan melalui 3 alat, yaitu: Heat
Stress Monitor, Anemometer, dan Higrometer.
a) Heat Stress Monitor adalah suatu alat untuk mengukur
tekanan panas dengan parameter Indeks Suhu Bola Basah
(ISBB).
b) Anemometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat
kecepatan angin.
c) Higrometer adalah suatu alat untuk mengukur tingkat
kelembapan udara.

H. Prinsip pengukuran
Pendekatan untuk mengukur iklim kerja dapat melalui berbagai
indek, antara lain heat index, Thermal work limit dan WBGT (Wet
Blube Globe Temperatur) dan indeks lainya. Dari berbagai pola
pengukuran yang sering digunakan oleh industri, yang dijadikan
rujukan oleh NIOSH ( National Institute for Occupational Safety and
Health) Amerika dan menjadi pedoman dalam peraturan di
Indonesia baik Kementerian Tenaga Kerja maupun Kemenkes
Republik Indonesia, yakni pendekatan dengan WBGT (Wet Blube
Globe Temperatur) atau Indeks Suhu Bola Basah.

I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Kerja


Menurut Agustini (2010 : 7) Faktor-faktor yang mempengaruhi
iklim kerja Adalah sebagai berikut:
1) Fleksibilitas
2) Tanggung Jawab
3) Standart
4) Upah Kerja
5) Kejelasan
6) Komitmen
7) Struktur
8) Dukungan
9) Kepemimpinan
Berikut ini akan dikemukakan penjelasan dari faktor-faktor iklim
kerja di Atas sebagai berikut:
1) Fleksibilitas, Fleksibilitas merupakan kondisi dimana
perusahaan Memberikan keleluasaan bertindak bagi
karyawan dan dalam hal melakukan penyesuaian diri
terhadap tugas-tugas yang diberikan.
2) Tanggung Jawab, Tanggung jawab merupakan perasaan
karyawan tentang Pelaksanaan tugas karyawan yang diemban
dengan rasa tanggung jawab atas Hasil yang dicapai.
3) Standar, Standar merupakan perasaan karyawan tentang
kondisi perusahaan Dimana manajemen memberikan
perhatian kepada tugas yang dilaksanakan Dengan baik,
tujuan yang telah ditentukan serata toleransi terhadap
Kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
4) Umpan Balik, umpan balik merupakan perasaan karyawan
tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang
baik. Imbalan yang Diterima harus sesuai serta pemberian
hadiah maupun penghargaan yang Sepastasnya diterima oleh
karyawan.
5) Kejelasan, Kejelasan merupakan perasaan karyawan bahwa
mereka Mengetahui apa yang diharapkan dari mereka
berkaitan dengan pekerjaan, Peranan dan tujuan perusahaan.
6) Komitmen, Komitmen merupakan perasaan karyawan
mengenai perasaan Bangga mereka memiliki perusahaan dan
kesediaan untuk berusaha lebih Baik lagi saat dibutuhkan.
7) Struktur, Struktur merupakan merefleksikan peran dan
tanggung jawab Karyawan. Meliputi posisi karyawan dalam
perusahaan.
8) Dukungan, Dukungan merupakan merefleksikan perasaan
karyawan Mengenai kepercayaan dan saling mendukung
yang berlaku dkelompok
9) Kepemimpinan, Karyawan menerima kepemimpinan yang
dalam Perusahaan dan segala keputusannya. Mereka
menyadari bahwa terpilihnya seorang pemimpin berdasarkan
keahlian yang dimilikinya.
Dengan adanya faktor-faktor tersebut, diharapkan mampu
menciptakan iklim kerja yang baik yang dapat membentuk
sikap karyawan di dalam perusahaan dan menciptakan
tanggungjawab Bagi seluruh aspek yang ada dlam
perusahaan.

J. Pengendalian Iklim kerja


pengendalian lingkungan kerja pada tempat kerja agar sesuai standar
yang sudah ditentukan. Upaya pengendalian kondisi termal dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pengendalian teknik secara khusu dan
secara umum.
1) Pengendalian Teknik secara Khusus (Job-Spesific Controls)
a. Pengendalian secara Teknik
Pengendalian secara teknis dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Pengadalian ventilasi umum Pengadalian ventilasi umum
diharapkan panas yang menyebar secara radiasi, konduksi
dan konveksi ke seluruh ruang kerja dapat mengalir keluar
dimana suhu udaranya lebih rendah serta memberikan
dengan tujuan mengalirkan panas secara konveksi ke
tempat dengan suhu udara yang lebih rendah (Ardyanto,
2005). Tetapi panas yang terjadi pada lingkungan kerja
umumnya secara terus menerus dan kontinyu, sehingga
pengadaan ventilasi umum dirasakan kurang.
 Pemasangan fan Fan berfungsi untuk mengalirkan panas
secara konveksi ke tempat dengan suhu udara yang lebih
rendah. Sebenarnya pemasangan fan dengan radiasi
panas yang tinggi dapat membahayakan kesehatan tenaga
kerja, karena radiasi panas dari sumber panas akan
langsung terkena tenaga kerja yang dapat menyebabkan
efek kesehatan bagi tenaga kerja.
 Pemasangan Exhaust fan Exhaust fan berfungsi untuk
mengisap udara panas dari dalam ruang dan
membuangnya ke luar dan pada saat bersamaan
menghisap udara segar dari luar masuk ke dalam ruangan.
Exhaust fan merupakan upaya buatan untuk
mengoptimalkan pergantian udara dalam ruang kerja.
 Mengurangi beban kerja

 Menurunkan suhu udara Apabila suhu udara di atas 40˚C,


tenaga kerja mendapat tambahan panas secara nyata dari
udara. Bila suhu udara dibawah 32˚C, maka ada pelepasan
panas dari tubuh secara nyata. Suhu udara dapat
diturunkan dengan memasang ventilasi, pendinginan
secara aktif atau melakukan pemindahan sumber panas.
 Menurunkan kelembaban udara Menurunkan
kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan
ruangan yang dingin akan menurunkan tekanan panas, hal
ini disebabkan oleh karena suhu udara dan kelembaban
udara yang lebih rendah, sehingga meningkatkan
kecepatan penguapan dengan pendinginan.
 Menurunkan panas radiasi Jika Suhu bola lebih dari 43˚C
maka panas radiasi merupakan sumber tekanan panas
secara nyata. Maka, digunakan lembaran logam atau
permukaan benda yang dapat digunakan sebagai perisai
untuk menurunkan panas radiasi.

b. Pengendalian secara Administratif


Pengendalian secara administratif yang perlu dilakukan
adalah pemeriksaan kesehatan berkala, poliklinik dibuka
selama 7 hari/minggu, dokter perusahaan hadir paruh
waktu (3 hari/minggu), paramedis hadir penuh waktu,
tenaga kerja ikut menjadi peserta Jamsostek, jam kerja
selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu, jam istirahat
selama 1 jam/hari, adanya organisasi P2K3 dan SPSI,
tenaga kerja mendapat makan dan minum berkaitan
dengan tempat kerja yang panas, perusahaan memiliki
ruang makan untuk tenaga kerja, kamar mandi (Ardyanto,
2005).
Hubungan Antara Iklim Kerja Panas dan
Kelelahan Kerja Penyebab utama kelelahan kerja
adalah faktor pekerjaan. Pada pekerjaan yang terlalu
berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi
otot tubuh. Oleh karena itu aliran darah akan
menurun, maka asam laktat akan terakumulasi dan
mengakibatkan kelelahan (Suma’mur, 2009).
Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah
menjadi asam laktat dan asam ini merupakan produk
yang dapat menghambat kontinuitas kerja otot
sehingga terjadi kelelahan (Setyawati, 2010).
Akibat suhu lingkungan yang tinggi, suhu
tubuh akan naik. Hal itu akan menyebabkan
hipotalamus merangsang kelenjar keringat sehingga
tubuh akan mengeluarkan keringat. Dalam keringat
terkandung bermacam-macam garam natrium klorida,
keluarnya garam natrium klorida bersama keringat
akan mengurangi kadarnya dalam tubuh, sehingga
mengahambat transportasi glukosa sebagai sumber
energi. Hal itu akan menyebabkan penurunan
kontraksi otot (Guyton, 2008)
Upaya dalam mengendalikan pengaruh
pajanan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu
dilakukan koreksi tempat kerja, sumbersumber panas
lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan.
Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara
cermat faktor-faktor tepapar panas dan mengukur
ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat
dilakukan langkah pengendalian secara benar.
Disamping itu koreksi terrsebut juga dimaksudkan
untuk menilai efektivitas dari sistem pengendalian
yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
masih kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat
perusahaan, baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti
pentingnya Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) merupakan
hambatan yang sering dihadapi dalam perusahaan.
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi
menimbulkan potensi bahaya yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim panas dan dingin dengan kadar yang melebihi nilai ambang
batas (NAB), banyak pekerja yang bekerja dilingkungan kerja panas
yang tidak memenuhi (NAB).
B. Saran
Setiap Perusahaan sebaiknya membuat peraturan terkait dengan
pekerja yang bekerja dilingkungan panas harus memenuhi NAB, dan
dapat memberikan apresiasi kepada setiap karyawan apabila mereka
mengerjakan pekerjaan nya secara baik agar karyawan bekerja nya
lebih semangat dan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Pramesti, Nidya Yutie. "Perbaikan Iklim Kerja Lantai Produksi Boy’s


Cake & Bakery Dengan Analisis Peta Kontur." (2018).
Riadi, Muchlisin. (2018). Pengertian, Pengukuran dan Pengendalian
Iklim Kerja. Diakses pada 21/09/2022, dari 
https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-pengukuran-dan-
pengendalian-iklim-kerja.html
http://eprints.uad.ac.id/17226/1/naskah%20publikasi%20Alviantika.pdf
https://eprints.umm.ac.id/41949/3/jiptummpp-gdl-ushyainizz-50165-3-
babii.pdf

Anda mungkin juga menyukai