Anda di halaman 1dari 69

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN IKLIM KERJA (ISBB)

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGUKURAN IKLIM KERJA (ISBB)

A. ACARA
Pengukuran iklim kerja terhadap tekanan panas dengan parameter ISBB
(Indeks Suhu Basah dan Bola).

B. TUJUAN

1. Mengukur suhu kering di dalam dan di luar ruangan kerja.

2. Mengukur suhu basah di dalam dan di luar ruangan kerja.

3. Mengukur suhu radiasi dalam dan di luar ruangan kerja.

4. Mengukur Indeks Suhu Basah dan Bola.

C. DASAR TEORI
Manuaba (1992) mengatakan bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat
dibutuhkan oleh setiap pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan
produktif, untuk itu sangat perlu penanganan dan perencanaan lingkungan kerja
dengan baik agar terwujud kondisi yang kondusif terhadap pekerja untuk bias
melaksanakan kegiatan dalam suasanan yang aman, nyaman dan sehat
(Djamaludin Ramlan, 2006, h.59).
Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya
didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi semakin besar pula lingkungan.
Semakin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya terhadap
suhu tubuh.
Tekanan panas yang berlabihan akan menjadi beban tambahan bagi
pekerja yang perlu untuk diperhatikan, sebab beban tambahan seperti panas
dilingkungan kerja dapat menyebabkan timbulnya beban fisiologi misalnya
kerja jantung bertambah.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh, maka
para ahli berusaha mencari metode pengukuran sederhana yang dapat mencakup
pengaruh dari faktor suhu udara, kelembaban dan gerakan atau aliran udara,
yang dinyatakan dalam bentuk skala atau indeks.
Iklim kerja (panas) merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya
cukup dominan terhadap kinerja sumber daya manusia bahkan pengaruhnya tidak
terbatas pada kinerja saja melainkan dapat lebih jauh lagi, yaitu pada
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Untuk itu diperlukan standar mengenai
pengukuran iklim kerja (panas) dengan parameter indeks suhu basah dan bola.
Indeks Suhu Basah dan Bola (wet bulb globe temperature index) parameter
untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu
kering, suhu basah alami dan suhu bola Standar pengukuran iklim kerja (panas)
dengan parameter indeks suhu basah dan bola mencakup prinsip pengukuran,
peralatan, prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan perhitungan. Teknisi
yang menggunakan metoda ini harus seorang yang berkompetensi dalam
melakukan pengukuran iklim kerja (panas). Iklim kerja (panas) hasil perpaduan
antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi. Suhu
basah alami (natural wet bulb temperature) adalah suhu penguapan air yang
pada suhu yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara,
suhu ini diukur dengan termometer basah alami dan suhu tersebut lebih rendah
dari suhu kering. Suhu kering (dry bulb temperature) adalah suhu udara yang
diukur dengan termometer suhu kering. Suhu bola (globe temperature) adalah suhu
yang diukur dengan menggunakan termometer suhu bola yang sensornya
dimasukkan dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat
radiasi.
Standar pengukuran ini merupakan cara pemantauan tempat kerja yang
mempunyai potensi bahaya bagi tenaga kerja yang bersumber dari iklim kerja
(panas). Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran indeks suhu basah dan
bola dilaksanakan bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang di
dibandingkan pada pembatasan waktu kerja sebagaimana diatur Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
D. ALAT
Alat-alat yang dipakai harus telah dikalibrasi oleh laboratorium yang
terakreditasi untuk melakukan kalibrasi, minimal 1 tahun sekali.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari:
1. Termometer suhu basah alami mempunyai kisaran – 5O C sampai dengan 50O
C dan bergraduasi maksimal 0,5O C.

2. Termometer suhu kering yang mempunyai kisaran – 5O C sampai dengan 50O


C dan bergraduasi maksimal 0,5O C.

3. Termometer suhu bola yang mempunyai kisaran – 5O C sampai dengan 100O C


dan bergraduasi maksimal 0,5O C.

E. BAHAN

1. Lingkungan kerja di dalam dan di luar ruangan.

2. Air

3. Kapas / kain

F. PROSEDUR KERJA

1. Siapkan tiga buah termometer yang masih berfungsi dengan baik sebagai
termometer kering, termometer basah, dan termometer bola.

2. Rendam kain kasa putih pada termometer suhu basah alami dengan air
suling, jarak antara dasar lambung termometer dan permukaan tempat air
1 inci.

3. Pasangkan termometer pada bola tembaga warna hitam (diameter 15 cm,


kecuali alat yang sudah dirakit dalam satu unit), lambung termometer tepat
pada titik pusat bola tembaga.

4. Rangkaikan termometer suhu kering, termometer suhu basah, dan termometer


bola pada statif dan paparkan selama 20 menit - 30 menit..

5. Letakkan alat-alat tersebut di atas pada titik pengukuran dengan lambung


termometer setinggi 1 meter – 1,25 meter dari lantai. Letak titik pengukuran
ditentukan pada lokasi tempat tenaga kerja melakukan pekerjaan. Jumlah
titik pengukuran disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari kegiatan
yang dilakukan.

6. Waktu pengukuran dilakukan 3 kali dalam 8 jam kerja yaitu pada awal shift
kerja, pertengahan shift kerja dan akhir shift kerja.

7. Hitung dengan rumus:


a. Di luar ruangan
ISBB = (0,7 S. Basah) + (0,2 S. Bola) + (0,1 S. Kering)
b. Di dalam ruangan / diluar ruang tanpa panas radiasi :
ISBB = (0,7 S. Basah) + (0,3 S. Bola)

8. Bandingkan hasil pengukuran dengan NAB Iklim kerja

G. LANGKAH LANGKAH PENGUKURAN ISBB

1. Melakukan pengukuran iklim lingkungan kerja. Pengukuran iklim lingkungan


kerja dilakukan dengan menggunakan alat ukur dan metode yang standar.
Alat ukur
yang digunakan minimal harus mengukur suhu basah alami, suhu kering, dan
suhu bola. Penghitungan nilai iklim lingkungan kerja disesuaikan dengan
kondisi lingkungan kerja dalam ruang atau luar ruang.

2. Melakukan koreksi hasil pengukuran iklim lingkungan kerja dengan pakaian


kerja Hasil pengukuran iklim lingkungan kerja dikoreksi dengan nilai koreksi
pakaian kerja sebagaimana tercantum pada Tabel 3.

3. Menentukan beban kerja berdasarkan laju metabolik. Laju metabolik yang


dimaksud adalah laju metabolik yang dikoreksi dengan berat badan
pekerja.

4. Menentukan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam satu siklus kerja
(work-rest regimen) Penentuan kategori alokasi waktu kerja dan istirahat
dalam satu
sikluskerja dilakukan dengan menghitung proporsi antara waktu kerja yang
terpajan panas dengan waktu istirahat dalam satu siklus kerja, yang dinyatakan
dalam persen.

5. Menetapkan nilai NAB. Berdasarkan langkah 3 – 4, aka dapat ditetapkan


nilai iklim lingkungan kerja yang diperbolehkan sebagaimana tercantum pada
Tabel 1.

6. Menetapkan kesimpulan. Kesimpulan merupakan pernyataan yang


menjelaskan apakah iklim lingkungan kerja melebihi NAB atau tidak.
Kesimpulan diperoleh
dengan membandingkan antara nilai iklim lingkungan kerja yang telah dikoreksi
pakaian kerja (langkah 2) dengan NAB yang ditetapkan (langkah 5).
H. NAB IKLIM KERJA (ISBB)
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja ISBB yang diperkenankan

NAB ISBB (ºC)


Alokasi Waktu Kerja Beban Kerja
dan Istirahat Sangat
Ringan Sedang Berat
Berat
75% - 100% 31,0 28,0 - -

50% -75% 31,0 29,0 27,5 -

25% - 50% 32,0 30,0 29,0 28,0

0% - 25% 32,5 31,5 30,5 30,0

Sumber : Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 5 Tahun


2018
NAB iklim lingkungan kerja ditentukan berdasarkan alokasi waktu kerja dan istirahat
dalam satu siklus kerja (8 jam per hari) sertarata-rata laju metabolik pekerja.
Kategori laju metabolik, yang dihitung berdasarkan rata-rata laju metabolik pekerja,
tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas
Kategori Laju Metabolik (W)** Contoh Aktivitas
115
Istirahat Duduk
(100 – 125)***
Duduk sambil melakukan pekerjaan
180 ringan dengan tangan, atau dengan
Ringan (125 – 235)*** tangan dan lengan, dan mengemudi.
Berdiri sambil melakukan pekerjaan ringan
dengan tangan dan sesekali berjalan
Melakukan pekerjaan sedang: dengan
tangan dan lengan, dengan lengan dan
300
Sedang kaki, dengan lengan dan pinggang, atau
(235 – 360)***
mendorong, atau menarik beban yang
ringan. Berjalan biasa.
Melakukan pekerjaan intensif: dengan
lengan dan pinggang, membawa benda,
415
Berat menggali, menggergaji secara manual,
(360 – 465)***
mendorong atau menarik benda yang
berat,
dan berjalan cepat.
520 Melakukan pekerjaan sangat intensif
Sangat Berat
(> 464)*** dengan kecepatan maksimal.
Catatan :
(**) Dihitung menggunakan estimasi dengan standar berat badan 70 kg. Untuk
menghitung laju metabolik dengan berat adan yang lain, dilakukan
dengan mengalikan hasil estimasi laju metabolik dengan rasio antara
berat badan aktual pekerja dengan 70 kg.
(***) Mengacu pada ISO 8996 tahun 2004.
Hasil pengukuran iklim lingkungan kerja harus dikoreksi dengan nilai koreksi
pakaian kerja sebagaimana tercantum pada Tabel 3. Nilai yang telah dikoreksi
dibandingkan dengan nilai NAB pada Tabel 1.
Tabel 3. Nilai Koreksi Pakaian Kerja
Nilai Koreksi yang ditambahkan
Jenis Pakaian Kerja pada hasil pengukuran ISBB
(OC)
Pakaian kerja biasa (kemeja dan celana panjang 0
Coveralls 0
Pakaian kerja dua lapis +3
Coveralls dari bahan SMS polypropylene + 0,5
Coveralls dari bahan polyeolefin +1
Coveralls antu uap (penggunaan terbatas) + 11

I. HASIL PENGUKURAN

1. Dalam Ruangan atau diluar ruang tanpa panas radiasi.


O
a. Suhu basah alami = C
O
b. Suhu bola = C
O
c. Suhu kering =
C ISBB= (0,7 x S. basah) + (0,3 x S.
bola)
O
ISBB= C

2. Di luar ruangan dengan panar radiasi


O
a. Suhu basah alami = C
O
b. Suhu bola = C
O
c. Suhu kering = C
ISBB = (0,7 x S. basah) + (0,2 x S. bola) + (0,1 x S.
O
kering) ISBB = C
Formulir Hasil Pengukuran Parameter ISBB
Nama Perusahaan : ............................................................
Alamat : ............................................................
No. Telp dan Fax : ............................................................
Jenis Perusahaan : ............................................................
Tanggal Pengukuran : ............................................................
Alat yang digunakan : ............................................................
Pelaksana : ............................................................
Bagian / SBA SB SK ISBB Sumber
No Jam Ket
Lokasi O
C O
C O
C O
C Panas

O
Cuaca : C Kelembaban : %

Mengetahui, Pelaksana,

.............................................. ..............................................
J. INTERPRETASI

K. KESIMPULAN

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikan,
Praktikum

……….…………………….
………………………….
NIP.: NIM.:
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN TEMPERATUR EFEKTIF

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
PENGUKURAN
TEMPERATUR EFFEKTIF

A. Acara
Pengukuran temperatur effektif.

B. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan dapat melakukan
pengukuran temperatur effektif pada suatu tempat kerja.

C. Tinjauan Teori
Temperatur tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu
sistim pengatur temperatur. Temperatur menetap tersebut akibat
keseimbangan antara panas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai akibat
metabolisme dan pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitar.

Temperatur effektif adalah suatu indeks sensoris yang dialami seseorang


tanpa pakaian dan kerja ringan pada berbagai suhu, kelembaban dan kecepatan
aliran udara. Kelemahan penggunaan temperatur effektif adalah tidak
memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk
penyempurnaan pemakaian temperatur effektif dengan memperhatikan panas
radiasi, maka dibuatlah skala temperatur effektif dikoreksi (Corected effective
Temperature Scale). Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak
diperhitungkannya panas metabolisme tubuh.

D. Alat dan Bahan


1. Termometer basah.
2. Termometer kering.
3. Anemometer.
4. Grafik Temperatur Effektif.

E. Prosedur Kerja
1. Ukurlah temperatur basah dengan menggunakan termometer basah yang
tersedia, catat hasilnya pada lembar kerja.
2. Ukurlah temperatur kering dengan menggunakan termometer kering yang
tersedia, catat hasilnya pada lembar kerja.
3. Ukurlah kecepatan aliran udara yang ada di tempat kerja dengan
menggunakan anemometer, catat hasilnya pada lembar kerja.
4. Hitunglah temperatr effektif dengan menggunakan grafik yang tersedia.

F. Interpretasi Hasil Pengukuran


1. Jika Temperatur Effektif ≥ 28O C dapat terjadi Heat Stroke,
2. Jika Temperatur Effektif ≥ 33O C risiko Heat Stroke besar.

G. Hasil.
1. Temperatur Basah :

2. Temperatur Kering :
3. Kecepatan Angin :

4. Temperatur Effektif :

H. Interpretasi

I. Kesimpulan.

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikan,
Praktikum

……….…………………….
………………………….
NIP.: NIM.:
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN INTENSITAS CAHAYA

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGUKURAN INTENSITAS CAHAYA

A. ACARA : Pengukuran Intensitas Cahaya.

B. TUJUAN : Mengukur Inensitas Cahaya di Tempat Kerja.

C. DASAR TEORI
Cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang
memiliki panjang gelombang antara 4.10-7 s/d 8.10-7
meter. Cahaya atau sinar putih dikenal dengan nama
cahaya polikhromatik (banyak warna). Untuk
keperluan teknis, cahaya dapat dipecah menjadi
spectrum warna tunggal dengan sebuah instrument
yang disebut monochromator. Kita dapat melihat
misalnya pada specthrophotometer. Untuk keperluan
penerangan, kuat cahaya dapat diukur dengan sebuah
tranduser peka cahaya. Satuan yang lazim digunakan
adalah lux atau cd (candela).
Intensitas penerangan di tempat kerja
dimaksudkan untuk menberikan penerangan kepada
benda-benda yang merupakan obyek kerja, peralatan
atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja.
Untuk itu diperlukan intensitas penerangan yang
optimal. Selain menerangi obyek kerja, penerangan
juga diharapkan cukup memadai menerangi keadaan
sekelilingnya.
Intensitas penerangan merupakan aspek penting
di tempat kerja, karena berbagai masalah akan timbul
ketika kualitas intensitas penerangan di tempat kerja
tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Kualitas
penerangan yang tidak memadai berefek buruk bagi
fungsi penglihatan, juga untuk lingkungan sekeliling
tempat kerja, maupun aspek psikologis, yang dapat
dirasakan sebagai kelelahan,
rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan sampai
kepada pengaruh yang terberat seperti kecelakaan.

D. ALAT
Luxmeter

E. BAHAN
Cahaya di tempat kerja yang akan diukur

F. PROSEDUR KERJA (Mengacu SNI 16-7062-2004)


1. Persiapan
Luxmeter dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang
terakreditasi.
2. Penentuan Titik Pengukuran
a. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja
kerja maupun peralatan. Bila merupakan meja
kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas
meja yang ada. (Lampiran A)
b. Penerangan umum: titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan pada
setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari
lantai. (Lampiran B)
1) Luas ruangan kurang dari 10 m2: titik
potong garis horizontal panjang dan lebar
ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu)
meter.
2) Luas ruangan antara 10 m2 sampai 100
m2: titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3
(tiga) meter.
3) Luas ruangan lebih dari 100 m2 : titik
potong horizontal panjang dan lebar
ruangan adalah pada jarak 6 meter.
3. Persyaratan Pengukuran
a. Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan
kondiisi tempat pekerjaan dilakukan.
b. Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan
sesuai dengan kondisi pekerjaan.
4. Tata Cara Pengukuran
a. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi dengan
membuka penutup sensor.
b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang
telah ditentukan, baik pengukuran untuk
intensitas penerangan setempat atau umum.
c. Baca hasil pengukuran pada layar monitor
setelah menunggu beberapa saat sehingga
didapat nilai angka yang stabil.
d. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil
pencatatan untuk intensitas penerangan
setempat seperti pada Lampiran C, dan untuk
intensitas penerangan umum seperti pada
Lampiran D.
e. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan
pengukuran intensitas penerangan.
f. Lakukan perhitungan intensitas cahaya yang
diukur dengan menggunakan rumus yang
berlaku.
g. Lakukan interpretasi dengan Nilai Ambang Batas
untuk intensitas cahaya yang telah ditetapkan.

G. STANDAR DAN PERSYARATAN KESEHATAN


LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI (PERMENKES NO 70
TAHUN 2016)
1. Persyaratan Pencahayaan Area Umum :
Jenis Area,
No. LUX Keterangan
Pekerjaan/Aktifitas
1 Lorong: tidak ada Pencahayaan pada
20
pekerja permukaan lantai
2 a. Pintu masuk
100
b. Ruang Istirahat
3. Area sirkulasi dan Jika terdapat
koridor kendaraan pada
area ini maka
100
tingkat
pencahayaan
minimal 150 lux.
4 Elevator, lift Pencahayaan
100 depan lift
minimal
200 lux
5 Ruang Penyimpanan Jika Ruangan
digunakan bekerja
terus menerus
100
maka tingkat
pencahayaan
minimal 200 lux
6 Area bongkar muat 150
7 Tangga, eskalator, Diperlukan kontras
150
travolator pada anak tangga
8 Lorong: Ada pekerja Tingkat
150 pencahayaan pada
permukaan lantai
9 a. Rak Penyimpanan
b. Ruang tunggu
c. Ruang kerja umum,
200
Ruang switch gear
d. Kantin
e. Pantry
10 Ruang ganti, Ketentuan ini
kamar mandi, berlaku pada
toilet 200 masing-masing
toilet dalam
kondisi tertutup
11 a. Ruangan aktivitas 300
fisik (olah raga)
b. Area penanganan
pengiriman
kemasan
12 a. Ruang P3K
b. Ruangan untuk
memberikan 500
perawatan
medis
c. Ruang switchboard
13 a. Ruangan aktivitas
fisik (olah raga)
b. Area penanganan 300
pengiriman
kemasan

2. Persyaratan Pencahayaan dalam Gedung Berdasarkan


Jenis Industri.
Persyaratan pencahayaan dalam gedung untuk
jenis area, pekerjaan atau aktivitas pada masing-
masing berbagai kegiatan industri dan kerajinan
dapat dilihat pada Tabel 17- 34 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 70 tahun 2016, sehingga
memenuhi kebutuhan pekerja dalam melakukan
aktivitas pekerjaan secara visual.

3. Persyaratan Pencahayaan di Luar Gedung Industri


a. Persyaratan Pencahayaan Area Umum di
Luar Gedung Industri
Tingkat
Jenis Aktivitas/Area
No. Pencahayaan
Kerja/Area Mobilitas*
Rata-rata
1 Area yang jarang digunakan,
5 lux
aktivitas yang membutuhkan
ketajaman visual minimal,
dan area pejalan kaki.
Contoh:
a. Berjalan dari area
akomodasi ke area
kerja
b. Jalur perpindahan di
dalam area kerja
c. Area istirahat (shelter)
yang jarang dikunjungi
pada
malam hari.
2 Area yang diakses agak rutin
selama shift kerja, dan
aktivitas atau tugas yang
membutuhkan ketajaman
visual rendah sampai sedang.
Contoh:
a. Jalur lalu-lalang, anak
tangga, dan tangga
yang jarang
digunakan.
b. Lalu lintas dengan kecepatan
max 10 km/jam seperti 10 lux
sepeda, truk dan excavator.
c. Area bentangan pipa
(seperti: flares lines,
steam lines, wellhead
plumbing, flow lines)
d. Tanki timbun/penyimpanan.
e. Tugas-tugas yang
membutuhkan kemampuan
membaca label yang
berukuran besar
f. Bongkar-muat secara
manual, bongkar muat
material oleh satu unit alat
g. Rute jalan keluar
3. Area yang diakses beberapa
kali selama shift kerja dan
aktivitas atau tugas yang
membutuhkan ketajaman
visual sedang.
Contoh:
a. Jalur lalu-lalang dan anak
tangga yang rutin
digunakan
b. Lalu lintas umum
(kecepatan maksimal 40
km/jam)
c. Jalur lalu-lalang di atas
tanki
d. Tugas-tugas yang
membutuhkan kemampuan 20 lux
untuk membaca label
yang berukuran kecil
e. Tugas-tugas yang
membutuhkan
pengamatan/inspeksi yang
terus-menerus terhadap
fasilitas / instalasi,
seperti jalur pipa dan
kerangan
f. Bongkar muat dengan
menggunakan front-
end moader
g. Bongkar muat material
oleh beberapa unit alat
secara bersamaan
h. Memindahkan dan
menempatkan peralatan
/material yang berukuran
besar
4 Area perpindahan yang sibuk 50 lux
dan aktivitas atau tugas yang
membutuhkan ketajaman visual
yang tinggi, seperti :
a. Wellhead (area sekitarnya)
b. Melakukan tugas
pembacaan instrumen
seperti membaca alat
ukur (gauges) atau
tampilan digital (digital
displays)
c. Tugas yang mengharuskan
melakukan
pengamatan/inspeksi yang
lebih detil terhadap
fasilitas/instalasi, seperti
jalur pipa dan kerangan
d. Pengaturan posisi, perakitan
atau pembongkaran
peralatan yang berukuran
besar di tempat
e. Mengangkat dan
menurunkan beban dengan
menggunakan
crane/boom
truc
5 Aktivitas atau tugas yang
membutuhkan kemampuan
untuk melihat detil yang halus
(kecil), seperti :
a. Tugas perbaikan peralatan
100 lux
mekanik
b. Merakit atau membongkar
peralatan yang
mempunyai komponen
yang kecil
c. Memperbaiki control
panels
6 Aktivitas atau tugas yang
membutuhan kemampuan
melihat detil yang sangat
halus (sangat kecil), seperti :
a. Memperbaiki motor 200 lux
listrik/elektrik (seperti: fine
coil wiring, dll.)
b. Memperbaiki sirkui
listrik/elektrik

b. Persyaratan Pencahayaan di Luar Gedung


Berdasarkan Jenis Industri.
Persyaratan pencahayaan luar gedung
untuk jenis area, pekerjaan atau aktivitas pada
fasilitas anjungan pengeboran lepas pantai
minyak dan gak (Tabel 56), industri petrokimia
dan bahan kimia berbahaya lainnya (Tabel 57)
dan instalasi pembangkit tenaga listrik (Tabel
58) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 70
Tahun 2016.

4. Persyaratan tingkat pencahayaan di lingkungan kerja


industri mencakup pencahayaan di dalam ruangan
dan di luar ruangan. Nilai persyaratan tingkat
pencahayaan di lingkungan kerja industri
merupakan nilai yang sedapat mungkin dipenuhi
oleh industri sesuai dengan jenis area dan
pekerjaan yang dilakukan. Suatu lingkungan kerja
atau aktivitas kerja dikatakan memenuhi
persyaratan tingkat pencahayaan apabila
mempunyai perbedaan maksimal 10% dari nilai
tingkat pencahayaan yang dipersyaratkan.
5. Standar Pencahayaan Menurut Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2018.

6.
INTENSITAS
NO KETERANGAN
(Lux)
1. Penerangan darurat 5
2. Halaman dan jalan 20
Pekerjaan membedakan barang
3. 50
besar.
Pekerjaan membedakan barang
4. 100
barang kecil secara sepintas lalu
Pekerjaan membeda-bedakan
5. barang- barang kecil yang agak 200
teliti
Pekerjaan pembedaan yang
6. teliti daripada barang barang 300
kecil dan
halus
Pekerjaan membeda-bedakan
barang barang halus dengan
7. 500 – 1000
kontras yang sedang dan
dalam
waktu yang lama
Pekerjaan membeda-bedakan
barang barang yang sangat halus
8. 1000
dengan kontras yang sangat
kurang untuk waktu yang lama
Catatan : contoh masing masing jenis pekerjaan
dapat dilihat pada Perenaker Nomor 5
Tahun 2018.
H. HASIL PENGUKURAN

Lampiran A
Denah Pengukuran Intensitas Penerangan
pada Penerangan Setempat
1. Nama perusahaan : ..................................................
2. Alamat : ..................................................
..................................................
3. Jenis perusahaan : ..................................................
4. Jumlah tenaga kerja : ..................................................
5. Unit kerja/ruang kerja: ..................................................
6. Jenis lampu : Pijar/Gas halogen/ Germicidal /
Fluorescent / Natrium/Infrared
7. Jenis penerangan : ..................................................
8. Tanggal pengukuran : ..................................................
Denah penerangan setempat

Meja Kerja Meja Kerja

Meja Kerja Meja Kerja


Lampiran B
Denah Pengukuran Intensitas Penerangan
pada Penerangan Umum
1. Nama perusahaan : ..................................................
2. Alamat : ..................................................
..................................................
3. Jenis perusahaan : ..................................................
4. Jumlah tenaga kerja : ..................................................
5. Unit kerja/ruang kerja: ..................................................
6. Jenis lampu : Pijar/Gas halogen/Germicidal /
Fluorescent / Natrium/Infrared
7. Jenis penerangan : ..................................................
8. Tanggal pengukuran : ..................................................

Denah penerangan umum


Lampiran C
Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan
pada Penerangan Setempat
1. Nama Perusahaan : ..................................................
2. Alamat : ..................................................
..................................................
3. Tanggal Pengukuran : ..................................................
4. Petugas : ..................................................
5. Unit kerja : ..................................................
6. Waktu Pengukuran : ..................................................
Hasil Pengukuran ( Lux )
Ruang Rata-2
Ke 1 Ke 2 Ke 3
Lampiran D
Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan
pada Penerangan Umum
1. Nama Perusahaan : ..................................................
2. Alamat : ..................................................
.................................................
3. Tanggal Pengukuran : .................................................
4. Petugas : .................................................
5. Unit kerja : .................................................
6. Waktu Pengukuran : .................................................
Hasil Pengukuran ( Lux )
Ruang Rata-2
Ke 1 Ke 2 Ke 3
I. INTERPRETASI

J. KESIMPULAN

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikan,
Praktikum
……….…………………….
………………………. NIM.:
NIP.:
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN INTENSITAS SUARA

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGUKURAN INTENSITAS SUARA

A. ACARA : Pengukuran intensitas suara.

B. TUJUAN : Mengukur intensitas suara di tempat kerja

C. DASAR TEORI
Bising dalam Kesehatan Kerja diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu.
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki oleh yang
mendengarnya, misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara musik
dan sebagainya, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya
hidup. Oleh karena kebisingan dapat membahayakan kesehatan maka diperlukan
suatu pengukuran intensitas suara agar keberadaan suara disuatu tempat dapat
terkontrol sehingga keberadaannya tidak membahayakan kesehatan.
Jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, dapat
dibagi
atas :
1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut.
Misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini
juga relatif tetap akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(pada frekuensi 500, 1000 dan 4000 Hz. Misalnya gergaji sirkuler, katup
gas.
3. Bising terputus-putus (intermitten). Bising ini tidak terjadi secara terus
menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas,
kebisingan di lapangan terbang.
4. Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40
dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Misalnya suara tembakan, suara ledakan mercon, suara meriam.
5. Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja terjadi
secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :
1. Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitas tidak terlalu keras,
misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan
atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (damaging / injurious noise), adalah bunyi yang
intensitasnya melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan
fungsi pendengaran.
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian,
atau ada yang menggolongkan gangguan berupa gangguan auditory misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi
terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja,
kelelahan dan stress. Lebih rinci dapat digambarkan dampak bising terhadap
kesehatan pekerja sebagai berikut :
1. Gangguan Fisiologis, gangguan dapat berupa peningkatan tekanan
darah, peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil
terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan
sensoris.
2. Gangguan Psikologis, gangguan ini dapat berupa rasa tidak nyaman,
kurang konsentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Paparan jangka waktu
lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastritis, penyakit
jantung koroner dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi, gangguan komunikasi akibat bising dapat
menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi
kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman.
Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak
mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya dapat
menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.
4. Gangguan Keseimbangan, yang mengakibatkan gangguan fisiologis seperti
kepala pusing, mual dan lain-lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang
tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta
dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan bahkan ketulian.
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang
berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam
hal memahami pembicaraan. Secara kasar gradasi gangguan pendengaran karena
bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-
hari sebagai berikut :

No Gradasi Parameter
1. Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6
m)
2. Sedang Kesulitan dalam percakan sehari-hari mulai jarak >
1,5 m
3. Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai
jarak
> 1,5 m
4. Berat Kesulitan dalam percakapan keras / berteriak pada jarak
>
1,5 m
5. Sangat Berat Kesulitan dalam percakapan keras / berterial pada jarak
<
1,5 m
6. Tuli Total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam
berkomunikasi
Tingkat cacat pendengaran juga dapat ditentukan dengan mengukur nilai
ambang dengar (Hearing Threshold Level = HTL), yaitu angka rata-rata
penurunan ambang dengan dengan dB pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000
Hz.
Penurunan nilai ambang dengar dilakukan pada kedua telinga.
No Tingkat Cacat Parameter
Pada pemeriksaan audiometri ambang dengar
1. Telinga Normal tidak melebihi 25 dB dan di dalam pembicaraan
biasa tidak
ada kesukaran mendengar suara perlahan.
Pada pemeriksaan audiometri ambang dengar 25 -
2. Tuli Ringan 40
dB dan terdapat kesukaran mendengar.
Pada pemeriksaan audiometri terdapat ambang
3. Tuli Sedang dengar antara 40 – 55 dB Seringkali terdapat
kesukaran untuk
mendengar pembicaraan biasa.
Tuli Sedang Pada pemeriksaan audiometri terdapat ambang dengar
4.
Berat rata-rata antara 55 - 70 dB. Kesukaran mendengar
suara
pembicaraan kalau tidak dengan suara keras.
Ambang dengar rata-rata antara 70 - 90 dB. Hanya
5. Tuli Berat
dapat mendengar suara yang sangat keras.
Tuli Sangat Ambang dengar 90 dB atau lebih. Sama sekali tidak
6.
Berat mendengar pembicaraan.

D. ALAT
Sound Level Meter (SLM).
Alat tulis

E. BAHAN
Suara pada tempat kerja.

F. PROSEDUR KERJA
1. Tentukan titik sampling yang jauh dari medan magnet / faktor lain yang
mengganggu.
2. Kalibrasi SLM dengan menggeser saklar function dan range ke cal sampai
pada display muncul 94 dB.
3. Pegang SLM dengan jarak 0,5 meter dari badan dan ketinggian 1,2 - 1,5
m dari permukaan lantai.
4. Pengukuran intensitas bising di tempat kerja yang bertujuan untuk melakukan
pemantauan dilakukan pagi, siang dan sore.
5. Pengukuran intensitas bising di tempat kerja yang bertujuan untuk
mengatahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja dilakukan sesuai dengan
tempat dan jam kerja (8 jam).
6. Pengukuran intensitas bising di lingkungan permukiman, dilakukan selama 24
jam.
7. Pembacaan intensitas bising dilakukan setiap 5 detik, kemudian dicatat
pada lembar kerja
8. Hitung bising sinambung setara dengan rumus :
Leq = 10 log [(Ti/Tn) x ∑ 10(Li/10) ]
a. Leq : tingkat kebisingan sinambung setara.
b. Leq(1) : kebisingan sinambung setara 1 menit.
c. Leq(10): kebisingan sinambung setara 10 menit.
d. Ti : waktu pembacaan ( 5 detik ) dan,
e. Tn : total waktu (60 detik) dan,
f. Li : intensitas bising hasil pengukuran, dan
g. Leq(10) : Ti= 1 menit, Tn = 10 menit, Li = Leq(1).

G. NAB KEBISINGAN
NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN BERDASAR PERMENAKER NO 0 TAHUN 2018
TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dbA


8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
7.5 103
3.75 Menit 106
1.88 109
0.94 112
28.12 115
14.06 118
7.03 121
3.52 124
1.76 Detik 127
0.88 130
0.44 133
0.22 136
0.11 139
Tidak boleh terpapar dengan intensitas lebih dari 140 dB walaupun sesaat.
H. HASIL
Blangko Hasil pengukuran Intensitas Suara

5” Pengukuran Menit Ke-


ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Leq(1)

Leq(10)

I. INTERPRETASI
J. KESIMPULAN

Purwokerto, ……………,20......

Pembimbing Praktikum Praktikan,

….…………………….
………………………….
NIM.:
NIP.:
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGENALAN ALAT PEMADAM API
RINGAN

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGENALAN ALAT PEMADAM KEBAKARAN (APAR)

A. ACARA : Alat Pemadam Kebakaran (APAR) di Tempat Kerja.

B. TUJUAN : Mengetahui Bagian dan Fungsi APAR.

C. DASAR TEOR

Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat
dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan.

Tiga unsur penting dalam kebakaran antara lain:

1. Bahan bakar dalam jumlah yang cukup,Bahan bakar dengan bahan padat , cair atau uap
/gas
2. Zat pengoksidasi/oksigen dalam jumlah yang cukup
3. Sumber nyala yang cukup untuk menyebabkan kebakaran

Hal-hal yang perlu diketahui untuk mencegah kebakaran/peledakan:

1. Sifat-sifat dan bahan-bahan yang dapat terbakar dan meledak


2. Proses terjadinya kebakaran dan peledakan
3. Tata cara penanganan dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran dan peledakan

Teori cara memadamkan api ada terbagi beberapa cara yaitu:

1. Pemadaman dengan cara pendinginan (cooling)


2. Pemadaman dengan cara mengurangi oksigen (smothering)
3. Pengambilan/pemindahan bahan bakar (starvation)
4. Pemutusan rantai reaksi api (break chain reaction)
5. Melemahkan (dillution)
Alat yang digunakan untuk memadamkan api antara lain:

1. Alat pemadam api ringan


2. Sprinkler System
3. Hydrant System
4. Mobil PMK

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) ialah alat yang ringan serta mudah dilayani
untuk satu orang guna memadamkan api/kebakaran pada mula terjadi kebakaran (definisi
berdasarkan Permenakertrans RI No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan).

Klasifikasi Jenis Penyebab Kebakaran

Ketika kebakaran terjadi kuasailah pada saat api tersebut masih kecil, semakin besar
api semakin sulit memadamkannya. Tindakan yang cepat diperlukan agan pemadaman api
dapat efektif dilakukan. Pengetahuan mengenai jenis alat pemadam api yang sesuai dengan
material yang terbakar sangat diperlukan. Ketahuilah tempat pemadam api, perlengkapan
pemadam api seperti selang air, selimut api, mencuci muka / mandi didalam daerah bekerja
dimana anda bekerja, jangan pindahkan alat pencegahan/pemadam kebakaran dari daerah
yang ditentukan tanpa persetujuan dari bagian Safety Personil kecuali untuk penanggulangan
terhadap bahaya kebakaran. Jangan meletakan benda yang menghalangi alat pemadam
kebakaran.Pemadam api harus selalu tersedia jika diperlukan untuk pekerjaan panas.
Laporkan segera ke petugas Safety jika terdapat kerusakan pada alat pemadam api.

PenyebabKebakaran
Kebakaran dapat terjadi bila terdapat 3 hal sebagai berikut :

1. Terdapat bahan yang mudah terbakar baik berupa bahan padat cair atau gas ( kayu,
kertas,textil,bensin,minyak,acetelindll)
2. Terdapat suhu yang tinggi yang disebabkan oleh sumber panas seperti Sinar Matahari,
Listrik (kortsluiting, panas energy mekanik (gesekan), Reaksi Kimia, Kompresi Udara
3. Terdapat Oksigen (02) yang cukup kandungannya. Makin besar kandungan oksigen
dalam udara maka nyal api akan semakin besar. Pada kandungan oksigen kurang dari
12% tidak akan terjadi kebakaran. Dalam keadaan normal kandungan oksigen di udara
21%, cukup efektif untuk terjadinya kebakaran

Bila tiga unsur tersebut cukup tersedia maka kebakaran terjadi. Apabila salah satu dari 3
unsur tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup maka tidak mungkin terjadi
kebakaran. Jadi api dapat dipadamkan dengan tiga cara yaitu :
1. Dengan menurunkan suhunya dibawah suhu kebakaran,
2. Menghilangkan zat asam
3. Menjauhkan barang-barang yang mudah terbakar

Pengelompokan Kebakaran
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/MEN/1980 Bab I Pasal 2, ayat 1
mengkalisikasikan kebakaran menjadi 4 yaitu katagori A,B,C,D. Sedangkan National Fire
Protection Association (NFPA) menetapkan 5 katagori jenis penyebab kebakaran, yaitu
kelas A, B, C, D dan K. Bahkan beberapa Negara menetapkan tambahan klasikasi dengan
kelas E.
Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebakaran Kelas A
Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali logam. Contoh :
Kebakarankayu, kertas, kain, plastik, dsb.
Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran klas ini adalah dengan :
pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan air .

2. Kebakaran Kelas B
Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar.
Contoh : Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.
Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah Tepung
pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk spray/kabut yang halus.

3. Kebakaranm Kelas C
Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik dan alat rumah tangga
lainnya yang menggunakan listrik. Alat Pemadam yang dipergunakan adalah :
Carbondioxyda (CO2), tepung kering (dry chemical). Dalam pemadaman ini dilarang
menggunakan media air.

4. Kebakaran Kelas D
Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum, alumunium, natrium,
kalium, dsb. Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering, dry
powder khusus.

5. Kebakaran Kelas K
Kebakaran yang disebabkan oleh bahan akibat konsentrasi lemak yang tinggi. Kebakaran
jenis ini banyak terjadi di dapur. Api yang timbul didapur dapat dikategorikan pada api
Klas B.
6. Kebakaran Kelas E
Kebakaran yang disebabkan oleh adanya hubungan arus pendek pada peralatan
elektronik. Alat pemadam yang bisa digunakan untuk memadamkan kebakaran jenis ini
dapat juga menggunakan tepung kimia kering (dry powder), akan tetapi memiliki resiko
kerusakan peralatan elektronik, karena dry powder mempunyai sifat lengket. Lebih cocok
menggunakan pemadam api berbahan clean agent.

Tata cara (Prosedur) penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung
Pemadam Kebakaran :

1. Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung Pemadam.


2. Arahkan selang ke titik pusat api.
3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam.
4. Sapukan secara merata sampai api padam.
Hal yang perlu diketahui dalam penggunaan APAR :

1. Perhatikan arah angin (usahakan badan/muka menghadap searah dengan arah angin)
supaya media pemadam benar-benar efektif menuju ke pusat api dan jilatan api tidak
mengenai tubuh petugas pemadam.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi
sumber kebakaran

D. PENGENALAN APAR
1. Bacalah informasi terkait dengan Kartu Service
2. Perhatikan petunjuk penggunaan APAR yang tertulis pada tabung.
3. Perhatikan klasifikasi kebakaran yang dapat dipadamkan dengan APAR yang diamati.
4. Perhatikan informasi lain yang tertulis pada petunjuk penggunaan APAR
E. HASIL PENGENALAN APAR
1. Hasil Pembacan Kartu Service
a. Nama Pemilik : ...................................................................
b. Merk APAR : ...................................................................
c. Media : ...................................................................
d. Kapasitas Tabung : ...................................................................
e. Tanggal Pengisian : ...................................................................
f. Tanggal Pengisian Kembali : ...................................................................

2. Petunjuk penggunaan APAR


a. ................................................................................................................................
b. ................................................................................................................................
c. .................................................................................................................................
d. .................................................................................................................................
e. .................................................................................................................................
f. .................................................................................................................................

3. Klasifikasi kebakaran yang dapat dipadamkan dengan APAR


a. ....................................................................................................................................
b. ....................................................................................................................................
c. .....................................................................................................................................
d. .....................................................................................................................................
e. .....................................................................................................................................

4. Informasi lain yang tertulis dalam petunjuk penggunaan APAR


a. .....................................................................................................................................
b. .....................................................................................................................................
c. .....................................................................................................................................
d. .....................................................................................................................................
e. .....................................................................................................................................
F. INTERPRETASI HASIL PENGENALAN APRR

G. KESIMPULAN DAN SARAN

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikum Praktikan,

……….…………………….
………………………….
NIM.:
NIP.:
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN PAPARAN
DEBU

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGUKURAN PAPARAN DEBU INDIVIDU

A. ACARA : Pengukuran Paparan Debu Individu dengan PDS


(Personal Dust Sampler)

B. TUJUAN : Mengukur Paparan Debu yang dialami oleh Tenaga


Kerja.

C. DASAR TEORI
Debu merupakan partikel padat yang terbentuk karena adanya kekuatan
alami atau mekanik seperti penghalusan (grinding), penghancuran (crushing),
peledakan (blasting), pengayakan (shaking) atau pengeboran (drilling). Adanya
partikel debu di tempat kerja dapat memberikan efek ketidaknyamanan dalam
bekerja dan debu-debu jenis tertentu dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap kesehatan tenaga kerja. Debu total terdiri dari bermacam-macam
elemen atau senyawa dan berbagai ukuran partikel mulai dari ukuran yang
paling kecil hingga 100 micron.
Pengukuran kadar debu dilakukan dengan teknik gravimetri.
Pengambilan sampel dilakukan pada zona pernapasan pekerja (breathing
zone). Media sampling yang digunakan adalah filter yang bersifat hidrofobik
dengan ukuran pori 0,5 µm (misalnya dari sejenis PVC, fiberglass).

D. ALAT
1. Personal dust sampler (PDS).

2. Pinset.
3. Desikator.
4. Timbangan analitik.
5. Termometer.
6. Hygrometer.
7. Anemometer.
E. BAHAN
1. Filter hidrofobik seperti PVC atau fiberglass.
2. Kertas label.
3. Plastik.
4. Debu di tempat kerja.

F. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan filter.
a. Simpan filter yang akan digunakan untuk pengukuran dan filter blangko
pada Desicator selama 24 jam sebelum digunakan.
b. Timbang filter dengan menggunakan timbangan analitik, filter sampel
W1 dan filter blangko B1. Penimbangan dilakukan tiga kali sampai
diperoleh angka yang stabil.
c. Setiap filter diberi nomor.
d. Catat hasil penimbangan filter sesuai dengan nomor filter.
e. Masukkan filter kedalam tempat penyimpanan.
f. Siapkan semua peralatan yang akan digunakan dalam pengukuran di
lapangan (tempat kerja).
2. Cara menggunakan Personal dust sampler :

a. Hidupkan PDS dengan cara menekan tombol POWER.


b. Perhatikan simbol baterai pada display apakah dalam kondisi baik /
lemah.
c. Bila baterai masih baik maka indikator akan menunjukkan pada posisi
tinggi. Dan sebaliknya akan menunjuk pada posisi rendah bila batere
lemah, maka dengan demikian batere harus dicharge.
d. Atur kecepatan aliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan
dengan menekan tombol SET, dan lakukan langkah-langkah seperti
pada Lampiran 1.
e. Perhatikan data yang muncul pada DISPLAY, pastikan bahwa untuk
kecepatan (CC/MIN) sesuai dengan yang direncanakan, waktu
menunjukkan angka 0000 MIN, dan volume menunjukkan angka 0000
L.
f. Personal Dust Sampler ini dalam penggunaannya dipasangkan /
dipakai pada tenaga kerja yang sedang melakukan pekerjaan sehari-
hari. Sedangkan posisi ujung pipa inlet diposisikan setinggi hidung.
g. Pasang filter sampel pada tempatnya (filter holder).
h. Hidupkan pompa penghisap dengan cara menekan tombol RUN.
(Lampiran 2)
i. Alat ini dapat digunakan dalam waktu 15 - 20 menit atau lebih
tergantung dengan keadaan udara pada lingkungan kerja.
j. Apabila waktu pengukuran selesai, matikan pompa penghisap dengan
menekan tombol STOP. (Lampiran 2)
k. Catat waktu yang digunakan dan volume udara yang dihisap dalam
pengukuran dengan melihat data pada DISPLAY.
l. Keluarkan filter secara hati-hati masukkan kedalam tempat
penyimpanan untuk dibawa ke laboratorium.
m. Apabila akan melakukan pengukuran pada responden yang lain catat
angka waktu dan volume yang ada pada DISPLAY sebagai data awal
pengukuran, atau dengan cara menghapus data pengukuran
sebelumnya dengan menekan tombol CLEAR (Lampiran 3).
n. Apabila pengukuran sudah selesai, matikan PDS dengan menekan
tombol POWER sampai muncul OFF pada DISPLAY.
o. Lakukan pengukuran iklim kerja diloksi pengukuran, meliputi
temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, arah angin,
dan cuaca.
p. Simpan semua filter sampel dan filter blangko yang telah digunakan
dalam Desicator selama 24 jam.
q. Timbang filter dengan timbangan analitik, dan catat hasilnya filter
sampel W2 dan filter blangko B2.

r. Hitung besarnya paparan debu yang dialami oleh setiap responden.

SPM  (W2 W1 )  (B2  B1 ) (mg / l)


V
SPM : Paparan debu setiap responden.
W2 : berat filter setelah pengukuran debu (mg)
W1 : berat filter sebelum pengukuran debu (mg)
B2 : berat filter blangko sesudah pengukuran (mg)
B1 : Berat filter blangko sebelum pengukuran
(mg)
V : volume udara yang dihisap waktu pengukuran (l)

G. NAB
Hasil dari pengukuran kadar debu di tempat kerja dibandingkan dengan
Nilai Ambang Batas sesuai Permenakertrans No. 13 Tahun 2011 :

No Jenis Debu NAB (mg/m3)

1. Debu Logam 10

2. Debu biji bijian semacam gandum 4

3. Debu Tembakau 3,5

4. Debu Kayu Keras 1

5. Debu Kayu Lunak 5

6. Debu Katun (Kapas) 0,2

7. Debu Tembaga (Cu) 1

8. Debu Nikel (Ni) 1

9. Debu Soap Stone Respirabel 6

10. Debu Soap Stone Inhalabel 3


Kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran
rata-rata 8 jam adalah sebagai berikut, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
1. Ruang Kerja Perkantoran

No Jenis Debu NAB (mg/m3)

1. Debu Total 0,15

5 serat/ml udara dengan


2. Asbes Bebas
panjang serat 5 µ

2. Ruang Kerja Industri

No Jenis Debu NAB (mg/m3)

1. Debu Total 10

5 serat/ml udara dengan


2. Asbes Bebas
panjang serat 5 µ

3. Silicat total 50

3. Bagaimanapun respirabel partikulat tidak boleh melampaui 2 mg/m3


H. HASIL
Hasil Pengukuran Paparan Debu Perorangan

1. Nama Perusahaan : ...................................................


2. Alamat : ...................................................
...................................................
3. Tanggal Pengukuran : ...................................................
4. Petugas : ...................................................
6. Waktu Pengukuran : ...................................................
Suhu : ................ Kelembaban : ..................
Kec. Angin : ................ Cuaca : ..................

No Nama W2 W1 B2 B1 V SPM

I. INTERPRETAS
J. KESIMPULAN

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikum Praktikan,

………………………. ……….…………………….
NIP.: NIM.:
Lampiran 1

Lampiran 2
Menghidupkan Pompa Hisap Mematikan Pompa Hisap

Lampiran 3
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

Mata Kuliah
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Materi Praktek
PENGUKURAN WAKTU
RESPON

Dosen
YULIANTO, BE., S.Pd., M.Kes.

Nama Mahasiswa
...........................................................
NIM
..............................................

PRODI D-III KESEHATAN LINGKUNGAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
PENGUKURAN WAKTU RESPON

A. ACARA
Pengukuran waktu respon.

B. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan dapat:
1. Mengetahui tingkat kelelahan tenaga kerja akibat pekerjaanya.
2. Berlatih menggunakan alat ukur reaction timer.

C. TINJAUAN TEORI
Kelelahan kerja merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif.
Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
kebutuhan dalam bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme
perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga akan
terjadi pemulihan.
Jenis kelelahan:
1. Kelelahan otot: merupakan tremor pada otot atau perasaaan nyeri yang
terdapat pada otot.
2. Kelelahan umum: merupakan kelelahan yang ditandai dengan
berkurangnya kemampuan untuk bekerja yang disebabkan oleh aktivitas
fisik atau psikis.

Tanda-tanda kelelahan:
1. Penurunan perhatian
2. Perlambatan dan hambatan persepsi
3. Lambat dan sukar berfikir
4. Kurangnya kemauan dan dorongan untuk bekerja
5. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental

D. ALAT DAN BAHAN


1. Reaction timer
2. Penggaris plastik
E. PROSEDUR KERJA PENGUKURAN DENGAN REACTION TIMER:
1. Rangkai alat.
2. Hidupkan alat, tekan tombol “on/ off”.
3. Riset angka penampilan hingga “0,000”.
4. Pilih rangsang suara atau cahaya, tekan tombol “suara” atau “cahaya”.
5. Beri penjelasan pada orang yang akan diperiksa.
6. Pandangan ke lampu, jika memakai sinyal cahaya atau simak jika
menggunakan sinyal suara.
7. Jari tangan siap diatas saklar (tombol) respon.
8. Tekan tombol respon secepatnya setelah lampu menyala atau
mendengarkan bunyi sinyal.
9. Tekan sinyal (orang yang diperiksa menekan tombol respon) setelah
subyek menekan tombol, maka pada display akan menunjukkan angka
waktu reaksi “mili detik”.
10. Catat waktu reaksi, ulangi pemeriksaan sampai 20 kali.
11. Catat keseluruhan hasil pada formulir.
12. Data yang dianalisa dirata-ratakan yaitu hasil 10 kali pengukuran ditengah
(5 pengukuran awal dan akhir dibuang).
13. Setelah selesai pemeriksaan, matikan alat dan lepas dari sumber tenaga.

Agar hasil lebih akurat :


1. Pemberian rangsang tidak kontinyu
2. Jarak maksimal sumber rangsang dengan subyek yang diperiksa maksimum
0,5 meter.
3. Konsentrasi subyek hanya pada sumber rangsang (tidak boleh melihat alat
maupun pemeriksa)
4. Waktu reaksi yang digunakan dapat keduanya atau hanya salah satu saja
(suara atau cahaya saja)

Pengukuran Dengan penggaris:


1. Penguji memegang penggaris plastic dengan posisi vertikal
2. Subyek dengan posisi tangan terbuka, siap penangkap penggaris yang
dijatuhkan
3. Penggaris dijatuhkan tanpa memberi tahu terlebih dahulu
4. Subyek diminta untuk menangkap penggaris secepatnya
5. Catat jarak tempuh penggaris jatuh

Menghitung waktu repon


2d
T = 980

d= jarak tempuh penggaris jatuh (cm)


T= waktu respon (detik)

STANDAR WAKTU REAKSI

Waktu reaksi
No Tingkat kelelahan kerja
(milli detik)

1 Normal 150-240

2 Ringan 240-410

3 Sedang 410-580

4 Berat > 580

F. HASIL PENGUKURAN KELELAHAN KERJA DENGAN REACTION TIMER


Hasil
Nama Tingkat
No (L/P) Pengukuran
Responden Kelelahan
(mili detik)
1
2
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja dengan Penggaris Plastik

Nama Jarak jatuh Hasil Pemeriksaan Tingkat


No (L/P)
Responden (cm) (mili detik) Kelelahan

1
2
3
4.
5.
6
7.
8.
9.
10

G. INTERPRESTASI HASIL
H. KESIMPULAN

Purwokerto, ……………,20......
Pembimbing Praktikum Praktikan,

…………………………. ……….…………………….
NIP.: NIM.:

Anda mungkin juga menyukai