Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang mahasiswa, mendapatkan ilmu di dalam kelas atau ruangan saja tidak
cukup. Dikatakan tidak cukup karena, pada hakikatnya saat kita memasuki dunia kerja
banyak hal yang berbeda dengan teori, namun bukan berarti teori itu tidak bermanfaat. Hanya
saja, teori yang dipelajari di dalam kelas dapat digunakan sebagai pedoman saat dilapangan.
Teori-teori yang dipelajari, dapat berkembang jika dipraktekan langsung. Oleh karena itu,
Jurusan Kesehatan Masyarakat Unsoed bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja melalui
mata kuliah Higiene Industri membuat program Praktikum Kunjungan Lapang. Program
Praktikum Kunjungan Lapang ini merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi mahasiswa
dalam mengenal keadaan real sebuah perusahaan dalam menerapkan Higiene Industri.
Tujuan utama dari Higien Industri pada perusahaan adalah menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Selain itu Kegiatannya bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari
berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi,
pengendalian dan melakukan tindakan perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Melihat
risiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya
personil di lingkungan industri yang mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di
lingkungan kerjanya.
Praktikum Kunjungan Lapang merupakan program yang dilaksanakan setiap tahun
oleh Jurusan Kesehatan Masyarakat dan pada tahun 2014, Praktikum Kunjungan Lapang
dilaksanakan di PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau dikenal dengan PT. Sritex. Dalam menentukan
perusahaan yang akan dikunjungi, dosen pengampu mata kuliah Hiegene Industri tidak
sembarang memilih, mereka mencari perusahaan penerapan Higiene Industrinya sudah bagus
agar mahasiswa dalam mengembangkan teori yang didapatnya melalui Praktikum Kunjungan
Lapang ini.
Higiene Industri dalam suatu perusahaan terdiri dari beberapa komponen, salah
satunya adalah Lingkungan Fisik. Lingkungan fisik yang dimaksud seperti pecahayaan,
kebisingan, getaran, suhu dan lainnya yang ada di lingkungan kerja. Pada laporan ini, kami
hanya menganalisis suhu, pencahayaan dan getaran yang diterapkan pada proses produksi
oleh PT. Sritex dalam lingkungan kerjanya. Harapan kami, dengan adanya analisis ini dapat
memberikan gambaran mengenai penerapan Higiene Industri aspek lingkungan fisik serta
1

dapat mengevaluasi hal-hal yang harus diperbaiki. Sehingga, tujuan dari penerapan Higiene
Industri di lingkungan kerja dapat berjalan dengan baik, terlebih dapat meminimalisir resiko
kecelakaan kerja di lingkungan kerja.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan Higiene Industri di PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Srtex)
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui suhu udara pada proses produksi di Departemen V PT. Sri Rejeki
Isman Tbk (PT. Sritex)
2. Untuk mengetahui intensitas cahaya yang digunakan oleh tenaga kerja pada proses
produksi di Departemen V PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex)
3. Untuk mengetahui frekuensi getaran dalam ruangan pada proses produksi di
Departemen V PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex)

C. Manfaat
1. Untuk Peneliti
Dengan Praktikum Kunjungan Lapang diharapkan peneliti dapat mengetahui
penerapan Higiene Industri di PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Srtex) serta dapat
menganalisis lingkungan fisik (suhu dan pencahayaan) dalam proses produksi di PT.
Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex).
2. Untuk Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat
Menambah informasi baru bagi mahasiswa lain melalui hasil laporan praktikum ini
mengenai penerapan higiene industri aspek lingkungan fisik (suhu dan pencahayaa) di
lingkungan kerja. Sehingga ke depan, mahasiswa lain dapat menerapkan higiene
industri dan meminimalisir kecelakaan kerja.
Selain itu, Praktikum Kunjungan Lapang di PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex)
dapat memberikan tambahan referensi dan memperkaya pustaka terkait dengan
higiene industri aspek lingkungan fisik (suhu dan pencahayaan), sehingga dapat
dijadikan saran untuk bahan penelitian.
3. Untuk PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex)
Memberikan tambahan referensi informasi mengenai penerapan higiene industri aspek
lingkungan fisik (suhu dan pencahayaa) di lingkungan kerja bagi peneliti-peneliti lain
yang berkunjung ke PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex), sehingga dapat
memudahkan peneliti-peneliti lain dalam melakukan observasi. Selain itu juga sebagai
2

media pengembangan dan pelatihan agar penerapan higiene industri aspek lingkungan
fisik (suhu dan pencahayaa) di PT. Sri Rejeki Isman Tbk (PT. Sritex) meningkat dan
sesuai dengan yang diharapkan.
4. Untuk masyarakat
Praktek kunjungan lapangan bermanfaat untuk menginformasikan kepada masyarakat
luas terkait PT.Sritex didalamnya secara keseluruhan

BAB II
TINJAUAN TEORI

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat pekerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Menurut Bambang Kussriyanto (1991, dikutip oleh Eka dan Subowo,
2005) lingkungan kerja fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
seorang karyawan. Seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang
mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang baik,
sebaliknya jika seorang karyawan bekerja dalam lingkungan kerja fisik yang tidak memadai
dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan membuat karyawan yang
bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga kinerja karyawan tersebut akan rendah.
Menurut Husnan (2008) untuk mendapatkan suasana kerja yang baik perlu memperhatikan
berbagai faktor penunjang dalam lingkungan kerja fisik, yaitu pengelolaan gedung atau
pengaturan ruang kerja, penerangan, suhu, getaran,

kebisingan suara, warna dinding,

perlengkapan kerja atau fasilitas kerja dan kebersihan (Murbijanto, 2013).

A. Suhu
Lingkungan kerja dapat dirasakan nyaman manakala ditunjang oleh beberapa faktor,
salah satu faktor yang memberikan andil adalah suhu udara. Suhu udara dalam ruangan kerja
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh manajemen perusahaan agar
karyawan dapat bekerja dengan menggunakan seluruh kemampuan sehinggan menciptajkan
hasil yang optimal. Selain suhu udara, sirkulasi udara di tempat kerja perlu diperhatikan
juga.Bila sirkulasi udara baik maka udara kotor yang ada dalam ruangan bisa diganti dengan
udara yang bersih yang berasal dari luar ruangan (Wignjosoebroto, 1989).
Berbicara tentang kondisi udara maka ada tiga hal yang menjadi fokus perhatian yaitu
kelembaban, suhu udara dan sirkulasi udara.Ketiga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
aktivitas para pekerja. Bagaimana seorang staf administrasi dapat bekerja secara optimal bila
keadaan udaranya sangat gerah. Hal tersebut akhirnya dapat menurunkan semangat kerja
karena dipengaruhi oleh turunnya konsentrasi dan tingkat stress karyawan. Mengenai
kelembaban, suhu udara dan sirkulasi udara dijelaskan oleh Sritomo Wignosubroto (1989:45)
sebagai berikut:

a.

Kelembaban

Kelembaban udara adalah banyaknya air yang terkandung di dalam udara.


Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara. Suatu
keadaan di mana temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan
menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran.
b. Suhu Udara
Tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan
suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Produktivitas manusia akan
mencapi tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24-27C.
c. Sirkulasi Udara
Udara disekitar kita dikatakan kotor apabila keadaam oksigen di dalam udara tersebut
telah berkurang dan bercampur gas-gas lainnya yang membahayakan kesehatan
tubuh.Hal ini diakibatkan oleh perputaran udara yang tidak normal. Kotoran udara
disekitar kita dapat dirasakan dengan sesaknya pernafasan. Ini tidak boleh dibiarkan,
karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan cepat membut tubuh kita lelah.
Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi cukup akan membantu penggantian
udara kotor dengan udara bersih.
Seperti yang diungkapkan oleh Sritomo Wignjosoebroto (1989:50) pengaruh
temperatur udara terhadap manusia bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Pengaruh Temperatur (suhu) Terhadap Aktivitas Manusia
Temperature

Pengaruh Terhadap Manusia

Kurang lebih 49C

Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1


jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan
fisik dan mental. Lebih kurang 30C
aktiviatas

mental

dan

cenderung membuat

daya

tanggap

kesalahan dalam

pekerjaan. Timbul kelelahan fisik dan


sebagainya
Kurang dari 30C

Aktivitas mental dan daya tanggap mulai


menurun dan cenderung untuk membuat

kesalahan

dalam

pekerjaan

dan

menimbulkan kelelahan fisik


Kurang lebih 24C

Yaitu kondisi optimum (normal) bagi


manusia

Kurang dari 24C

Kelakuan ekstrim mulai muncul

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto (1989:50)

B. Penerangan (Pencahayaan)
Berjalannya suatu perusahaan tak luput dari adanya faktor penerangan, begitu
pula untuk menunjang kondisi kerja penerangan memberikan arti yang sangat
penting.Salah satu faktor yang penting dari lingkungan kerja yang dapat
memberikan semangat dalam bekerja adalah penerangan yang baik. Karyawan
yang terlibat dalam pekerjaan sepanjang hari rentan terhadap ketegangan mata
yang disertai dengan keletiah mental, perasaan marah dan gangguan fisik
lainnya.Dalam hal penerangan di sini tidak hanya terbatas pada penerangan listrik
tetapi juga penerangan matahari. Penerangan yang baik dapat memberikan
kepuasan dalam bekerja dan tentunya akan meningkatkan produktivitas,
selanjutnya penerangan yang tidak baik dapat memberikan ketidak puasan dalam
bekerja dan menurunkan produktivitas. Hal ini disebabkan karena penerangan yang
baik tentunya akan memudahkan para karyawan dalam melakukan aktivitas.
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua jenis :
1. Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)

2. Sumber pencahayaan buatan (lampu)


Sistem penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :
1. Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi seluruh
ruangan.
2. Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk menerangi
satu lokasi pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam lebih
memerlukan pencahayaan yang sifatnya lokal.
(Sarwono, 2005)

Ciri-ciri penerangan yang baik menurut Sofyan Assauri (1993:31) adalah


sebagai berikut:
a.

Sinar cahaya yang cukup.

b.

Sinarnya yang tidak berkilau dan menyilaukan.

c.

Tidak terdapat kontras yang tajam.

d.

Cahaya yang terang

e.

Distribusi cahaya yang merata

f.

Warna yang sesuai.

C. Getaran

Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan
tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks,
sifatnya dapat periodik atau random, stady-state atau intermitent (solid). Sistem/media
dapat berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid).
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 20.000 Hz akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu
sistem (gas, cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Mempunyai amplitudo
b. Mempuyai frekuensi
c. Mempunyai kecepatan
d. Mempunyai percepatan (akselerasi)
Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri dari elemen-elemen
yang linier dan non linier yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa studi
eksperimental menunjukkan bahwa terpaparnya pekerja terhadap getaran dapat
mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia baik bersifat mekanik, biologik,
fisik dan psikis.
Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat pemaparan,
yaitu bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk pemaparan dapat
dibagi dalam 2 katagori sebagai berikut :
1. Katagori I adalah pemaparan seluruh tubuh (Whole body vibration) terhadap getaran, pada
saat pekerja sedang berdiri, atau getaran yang dirasakan pada saat pekerja duduk
mengemudikan traktornya.

2. Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm vibration)
yaitu hanya bagian tubuh tertentu ( misalny : lengan dan bahu ) yang mengalami
kontak dengan sumber getaran. Sebagai contoh pekerja yang menggunakan chain
saw atau jackhammer. Pengkatagorian ini tidak berarti bahwa bagian tubuh yang
tidak kontak langsung dengan sumber getaran tidak terpengaruh.
Beberapa studi penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa ambang toleransi
tubuh terhadap getaran bagi seorang yang sedang duduk adalah pada frekuensi 3 - 14
Hz. Studi ini juga memberikan indikasi bahwa resonansi tubuh akan terjadi pada
frekuensi 3 - 6 Hz, dan 10 - 14 Hz. Dampak resonansi pada bagian kepala dan bahu
dirasakan pada frekuensi 20 - 30 Hz sedangkan gangguan resonansi yang dirasakan
pada bola mata terjadi pada frekuensi 60 - 90 Hz dan efek pada rahang bawah dan
tengkorak terjadi pada frekuensi 100 - 200 Hz.
Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan secara
mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya secara fisiologis walaupun
dampaknya kompleks dan sulit diukur.
Pada umumnya getaran mekanis menyebabkan :
1. Gangguan kenyamanan kerja.
2. Mempercepat terjadinya kelelahan.
3. Gangguan kesehatan

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang


Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat Kerja, untuk Getaran adalah :
--------------------------------------------------------------------------------Lama Pemaparan

Acceleration ( m/dtk2 )

--------------------------------------------------------------------------------4 - 8 jam

2 - 4 Jam

1 - 2 Jam

< 1 Jam

12

Cara-cara pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut :


1. Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya. Peralatan tersebut adalah
yang telah dilengkapi dengan damping didalamnya (internal damping). Misalnya :
Bor listrik yang dilengkapi dengan damping piston.
2. Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan peralatan. Misalnya :
a. Memasang damping material diantara badan peralatan dan pegangan peralatan.
b. Membalut pegangan peralatan karet.
c. memakai sarung tangan karet busa pada waktu mengoperasikan peralatan.
d. Memakai remote controle.
e. Mengatur waktu kerja, sebagai berikut :
1) Rotasi jenis pekerjaan
2) Pengaturan jam kerja, sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values
(Sedarmayanti, 2001)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Sejarah
H. M Lukminto memulai karirnya dengan mendirikan Perusahaan Dagang kecil
di Pasar Klewer Solo dengan nama Usaha Dagang (UD) Sri Rejeki pada tahun 1966.
Perusahaan ini terdaftar pada tanggal 30 Agustus 1975 di Departemen Perindustrian
Jawa Tengah dan diubah dari sebuah Perusahaan Dagang menjadi Perseroan Terbatas
dengan nama Sri Rejeki serta resmi berubah nama menjadi PT. Sri Rejeki Isman (Sritex)
pada tanggal 16 Oktober 1978. Pabrik pertamanya didirikan pada tahun 1968 di jalan
Baturono nomor 81A Solo yang memproduksi pencelupan, kemudian mengembangkan
bisnisnya menjadi penenunan pada tahun 1982.
PT. Sritex telah menjadi Pabrik Garment dan Tekstil Vertikal yang terintegrasi yang
menempati kawasan hingga lebih dari 100 hektar di Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah dan
juga memiliki karyawan hingga 25.000 orang.
Fasilitas dan penghargaan
Perusahaan ini memiliki pemaham inti bahwa tanpa pegawai ataupun karyawan,
maka perusahaan tidak berarti apa- apa, maka sebagai rasa terima kasih perusahaan
menyediakan fasilitas- fasilitas lainya seperti:
1. Lingkungan kerja sehat yang memiliki suasana nyaman dan menyenangkan,
2. Tempat pe;atihan in- house maupun external untuk meningkatkan kemampuan
kerja karyawannya
3. Poliklinik Perusahaan 24 jam disertai tenaga medis dan dokter perusahaan
4. Ruang khusus untuk menyusui
5. Kantin serta penyediaan makanan sehat untuk karyawan
6. Pemberian makan siang secara gratis bagi semua karyawan
7. Pendirian Serikat Pekerja PT Sritex (SPSI);
8. Dana sebagai pinjaman dengan bunga rendah unuk karyawan
9. Pembangunan tempat olahraga
10. Jamsostek untuk karyawan

10

11. Penyediaan asrama/mess bagi karyawan perusahaan dengan daya tampung


masing-masing sebanyak 500 orang untuk single area dan 70 kepala keluarga
untuk mess;
12. Pendirian Koperasi Karyawan; Pendirian Dewan Kegiatan
13. Masjid;
Dan pencapaian dari kualitas pruduk yang dihasilkan serta pembaharuan dalam
pelaksanaan produksi seperti dengan di dapatnya Sertifikat ISO 9001:2000 pada tanggal
17 September 2002 serta sertifikat pencapaian dari pihak konsumen atau pelanggan yang
menyatakan produk Sritex sangat memuaskan dan memenuhi syarat spesifikasi yang
diinginkan. Prestasi Sritex tidak hanya mencakup aspek bisnis. Sritex telah empat kali
diberikan oleh MURI (Museum Rekor Indonesia). Pada tahun 1995 Sritex membuat rekor
baru mengadakan upacara bendera yang diikuti paling banyak peserta. Pada tahun 2007
Sritex dibuat 3 penghargaan MURI sebagai perusahaan yang:
- Mempunyai desain lebih dari 3000 motif kain
- Memproduksi seragam militer untuk 16 negara
- Paling banyak mengadakan upacara rutin dalam setahun, setiap tanggal 17.

Hasil Produksi
Kualitas kain dan pakaian PT Sri Rejeki Isman (Sritex) sudah diakui dunia
internasional. Perusahaan tekstil terbesar se-Asia Tenggara, yang berada di Sukoharjo,
Jawa Tengah ini memproduksi berbagai produk global. Misalnya di sektor pakain jadi
(garmen), beberapa produk fashion terkenal seperti Zara, Guess, dan Timberland juga
dibuat di pabrik PT. Sritex. Mereka juga terus melakukan inovasi model dengan
mengembangan ragam jenis. Produk fashion mungkin masih bisa dibilang biasa, namun
produk yang bisa dibilang luar biasa adalah seragam militer berkemampuan khusus.
Antara lain seragam anti peluru, anti api, anti radiasi, dan anti infra merah. Hingga saat ini
setidaknya sudah ada 30 negara yang memesan seragam untuk pasukan militernya ke PT
Sritex. Setiap negara memesan seragam dengan kemampuan yang beragam, contohnya
anti radiasi yang dipesan Uni Emirat arab dan Kuwait dan anti infra merah yang dipesan
Jerman. Sementara itu untuk TNI, PT Sritex juga memproduksi seragam dengan
kemampuan luar biasa, antara lain anti air, anti api, bahkan anti nyamuk. Semua produk
luar biasa tersebut harus melalui penelitian dan menjalani proses khusus agar menjadi
seragam berkualitas dengan kemampuan luar biasa Perbandingan bahan yaitu katun dan
11

polyester untuk masing-masing jenis seragam tersebut berbeda. Dari pemintalan benang
hingga produksinya pun menggunakan peralatan canggih. Selain seragam, ternyata ada
perlengkapan

militer lain yang diproduksi PT. Sritex yaitu ransel serbu yang bisa

dugunakan untuk pelampung jika penggunanya terjatuh di laut, sungai, ataupun danau. PT.
Sritex juga membuat tenda untuk TNI yang pastinya anti air dan terjamin kualitasnya.
Bahkan perusahaan yang didirikan oleh (Alm) HM Lukminto itu turut andil dalam
pembuatan kendaraan militer yaitu Hovercraft milik TNI. Dalam pembuatan kendaraan
yang bisa dijalankan di darat dan laut itu, PT. Sritex kebagian membuat komponen anti api
dan anti pelurunya. Bahkan, saat ini PT Sritex masih mengembangkan seragam kamuflase,
yang bisa berubah warna. PT. Sritex juga berencana membuat parasut untuk terjun payung
dengan tujuan agar Indonesia tidak lagi impor dan lebih menggunakan produk dalam
negeri.

Sistem shift
PT. Sritex menggunakan system shift kerja setiap harinya dengan pembagian shift di
perusahaan ini dapat dibedakan menjadi 3, antara lain:
Shift pagi , pada pukul 06.00-14.00
Shift siang , pada pukul 14.00-22.00
Shift malam, pada pukul 22.00-06.00

Sistem Pengelolaan limbah


Pengolahan limbah (Waste Water Treatment Program 1-2) dan tempat pembuangan
sampah internal yang telah memperoleh ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, Propher
Kementerian Lingkungan Hidup serta lolos dari Audit NATO (Sertifikasi Bundeswehr
Jerman. Penanaman pohon dan saluran air bersih di sekitar pabrik yang hingga kini telah
mencapai lebih dari 3000 pohon; Penyediaan air bersih untuk masyarakat Sukoharjo dan
bantuan pengairan sawah melalui pompa air Bengawan Solo sejak tahun 2009.
.
Tanggung Jawab Produk
Hal ini dapat dilihat dari sistem manajemen mutu yang menjadi syarat dari para
pelanggan yang berasal dari pasar internasional untuk menyerap produk-produk PT Sritex.
Umumnya pelanggan tersebut mengunjungi pabrik dan melakukan sendiri proses audit
sesuai dengan prosedur yang telah mereka tetapkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
secara internal Perseroan menanamkan sejumlah prinsip
12

yang harus dipenuhi oleh para karyawan di bidang produksi, yaitu: Sritex adalah
perusahaan tekstil terpadu yang menghasilkan produk
(1) Sesuai dengan persyaratan pelanggan;
(2) Mengutamakan kepuasan pelanggan;
(3) Menyerahkan produk tepat waktu;
(4) dan selalu melakukan perbaikan secara berkesinambungan.
Di masa mendatang, Sritex merencanakan strategi implementasi CSR secara lebih fokus
berdasarkan proses pembelajaran dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya adalah
rencana pendirian HM Lukminto Foundation, yang diharapkan dapat menjadi bukti nyata
komitmen mendalam dari pihak top management di bidang sosial-kemasyarakatan.
Dengan manajemen berbasis kinerja, kami mengharapkan agar kualitas pelaksanaan dan
terutama dampak program dapat lebih meningkat, tepat sasaran dan terukur melalui
yayasan ini.

B. PEMBAHASAN

a. Suhu
PT. Sritex yang dikunjungi yakni pada bagian produksi Garment 5 dengan
pemamar Bapak Widodo. Berdasarkan keadaan fisik yang nampak oleh kasat mata
ketika kunjungan, diketahui bahwa suhu dalam ruang produksi tersebut cukup tinggi
dikarenakan ketika berkunjung kesana-kemari pengunjung merasa panas. Selain itu,
sirkulasi udaranya pun terbilang kurang dikarenakan udara kotor dari dalam ruangan
belum dapat diganti dengan udara bersih yang berasal dari luar ruangan. Hal ini
terlihat dengan keadaan ventilasi yang kurang memadai.
Kondisi yang ada memang mempengaruhi tingkat konsentrasi dan stress para
pekerja terlebih lagi udara yang panas yang nampak ketika bekerja. Perihal kondisi
udara, akan dijabarkan mengenai kelembaban, suhu udara, dan sirkulasi udara.
Kelembaban udara pada produksi Garment 5 hampir tidak ada kelembabannya karena
yang ada hanya udara yang panas tetapi minimnya kelembaban. Mungkin kelembaban
hanya muncul dari para pekerja saja tergantung individu mereka menyesuaikan diri
dengan keadaan.
Berbicara mengenai suhu udara kembali, suhu dalam ruangan produksi
tersebut selain dipengaruhi oleh CO2 yang dikeluarkan dari tubuh manusia juga
merupakan pengaruh alat-alat yang digunakan. Alat-alat yang digunakan seperti
13

setrika yang menggunakan suhu tinggi 2100 C dan pekerjanya pun tanpa menggunakan
sarung tangan. Jika dinilai dari aspek K3, perilaku pekerja dengan alat kerja semacam
itu merupakan faktor resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat tindakan dan alat yang
tidak aman. Selain setrika, ada pula mesin pembersih benang yang menggunakan sinar
UltraViolet yang pastinya suhunya pun tinggi. Suhu tersebut juga mampu bercampur
dengan panas tubuh pekerja didalamnya sehingga ruangan terasa sesak.
Berbicara mengenai sirkulasi udara kembali, dalam ruang produksi yang
dikunjungi terlihat bahwa perputaran udara tidak normal. Hal ini dikarenakan keadaan
oksigen

dalam

membahayakan

udara

telah

kesehatan.

berkurang

Bahkan

akibat

jumlah

pencampuran

ventilasipun

sangat

gas-gas
minim

yang
dan

menggunakan ventilasi buatan yang jumlahnya memang tidak seberapa. Ventilasi ini
tidak berupa exthause fan yang mampu menyedot udara luar dan membuang udara
dalam. Beruntungnya ruangan tersebut memiliki atap yang tinggi sehingga megurangi
kepanasan tetapi tetap saja terasa panas karena efek lampu di ruangan tersebut.
b.

Penerangan (Pencahayaan)

Penerangan di PT. Sritex khususnya di bagian produksi Department Garment 5


memang sangat cerah sekali. Sumber pencahayaan dari Departement ini merupakan
sumber pencahayaan buatan yakni berupa lampu mengingat bagian produksi berada di
dalam ruangan tertutup. Pencahayaan buatan itu pula diperuntukan dengan lampu
untuk masing-masing pekerja.
Lampu yang dipasang dengan jarak tidak lebih dari 1 meter itu sangat dekat
dengan pekerja. Selain itu, kapasitas lampu dengan daya yang agak tinggi juga diduga
dapat membuat suasana menjadi panas. Meskipun hal demikian kurang baik untuk
kesehatan pekerja kedepannya, tetapi ini merupakan tuntutan pekerjaan yang
membutuhkan penerangan maksimal karena berhubungan dengan ukuran yang agak
terperinci. Sehingga penerangan yang terang sangat dibutuhkan untuk menunjang
produktifitas dan memberikan kepuasan terhadap produk yang dihasilkan.
Pencahayaan buatan yang menggunakan lampu itu juga merupakan pencahayaan yang
bersifat lokal atau setempat. Hal ini dikarenakan pencahayaan tersebut berguna untuk
menerangi satu lokasi pekerja tersebut bahkan seorang pekerja mendapatkan satu buah
lampu neon panjang. Peruntukan pencahayaan lokal ini berguna ketika pekerja dituntut
untuk menyelesaikan borongan pekerjaan jahitan tekstilnya dan ketika hendak
memotong garis miring yang ukurannya sangat kecil sehingga memerlukan ketelitian
akurat.
14

Pencahayaan yang didapat di PT. Sritex memang cenderung membuat efek


kurang baik bagi kesehatan. Terlebih lagi lampu itu dihidupkan sepanjang hari dan
hanya mati ketika pukul 10.00 WIB hingga 14.00 WIB. Intensitas pemakaian lampu
selama 20 jam itu sungguh menggangu radiasi otak dan kulit sehingga tak jarang
pekerja merasa kelelahan mata. Oleh karenanya dibutuhkan alur kerja shift untuk
meminimalisasi gangguan kelelahan mata dan ketidaknyamanan lain.
Selain itu masing-masing pekerja diwajibkan memakai Alat Pelindung Diri
berupa topi yang berguna sebagai penghalang secara langsung dari pijaran lampu ke
kepala yang mampu menembus otak. Namun pada kenyataannya banyak pekerja yang
tidak mengenakan topi sehingga tak jarang pula supervisornya menegur dengan
memberikan peringatan lisan. Sehingga perlulah diberlakukan P2K3 untuk senantiasa
mengontrol tindakan dari pekerja agar mampu meminimalisasi kecelakaan kerja akibat
tindakan kerja di lingkungan fisik.
c.

Getaran
Kunjungan ke PT. Sritex khususnya bagian produksi Department Garment 5
didapatkan adanya variabel yang mempengaruhi yaitu getaran. Getaran didalam bagian
produksi ini berupa sistem bolak-balik yang menghasilkan gerakan. Contoh alat yang
menghasilkan getaran yakni pembersih benang, pendeteksi logam, bahkan mesin jahit
itu sendiri.
Alat pembersih benang yang dinilai memiliki suhu tinggi dengan getaran
berfrekuensi tertentu masih dalam nilai ambang batas getar. Maka dengan begitu
pembersih benang mampu mendeteksi keberadaan benang sehingga mampu
meningkatkan kualitas produksinya. Sehingga bagi pekerja yang ditempatkan pada
bagian tersebut memiliki resiko terpapar getaran yang berkelanjutan terlebih lagi jika
seluruh tubuhnya bergetar. Alat ini mampu menimbulkan dampak resonansi pada
seluruh tubuh karena meskipun tangan yang kerja, anggota fisik lain juga bergetar.
Alat pendeteksi logam yang menggunakan teknologi mutakhir juga mampu
memberikan getaran kecil dan memerlukan ketelitian pekerjanya. Kategori yang
dihasilkan dari getaran pendeteksi logam bersifat pemaparan yang segmental yakni
hanya bagian tubuh tertentu saja seperlu tangan, lengan dan bahu. Alat ini
berkontribusi untuk berbagai jenis variabel lingkungan fisik karena berpengaruh pula
pada intensitas kebisingan meskipun dengan batas normal. Alat ini mampu
menimbulkan dampak resonansi pada bagian bahu dan mata karena bahu berhubungan

15

langsung dengan ekstremitas atas serta mata berhubungan dengan kejelian mata
pekerja ketika mendeteksi logam berada pada bagian tertentu.
Bagi produksi Garment, alat yang tidak dapat dielakkan yakni mesin jahit itu
sendiri. Mesin jahit dibebankan kepada pekerja masing-masing satu unit. Bekerja
dengan mesin jahit memerlukan tingkat kejenuhan diatas rata-rata karena harus duduk
berlama-lama dan menginjak pijakan mesin yang kemungkinan menimbulkan getaran.
Kategori getaran mesin jahit yakni bersifat segmental. Hal ini dikarenakan yang
bergetar hanya bagian tubuh tertentu saja seperti kaki dan tangan.
Meskipun demikian, mesin jahit memiliki dampak resonansi yang mampu
merusak resonansi bagian kaki, tangan hingga bahu dan paha. Frekuensi yang
dihasilkan dari mesin jahit berkisar tidak lebih dari 50 Hz. Sehingga dampak fisiologis
juga turut mempengaruhi pekerja dengan paparan getaran tertentu seperti gangguan
kenyamanan kerja, cepat lelah hingga pada gangguan kesehatan yang lebih fatal
lainnya.
Mesin jahit sama seperti alat-alat lainnya yang tidak hanya menjadikan
getaran sebagai variable lingkungan fisik yang mengganggu kesehatan. Tetapi juga
menyebabkan timbulnya kebisingan dari suara yang timbul ketika pekerja menginjak
pedal mesin jahit. Akan tetapi, PT. Sritex dinilai masih memiliki nilai kebisingan yang
berada dalam batas normal, sehingga pekerja tidak diwajibkan menggunakan airplan,
hanya saja jika mereka menginginkan boleh dipakai.
Namun demikian, meskipun getaran dan kebisingan PT. Sritex khususnya
Departement Garment 5 masih dalam batas normal, hal ini juga harus dicegah untuk
kemungkinan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan. Kegiatan yang dilakukan
berulang-ulang tentu akan menghasilkan getaran dan kebisingan yang membuat
pekerja menjadi kebal sehingga sulit merasakan getaran maupun suara yang lirih. Oleh
karenanya gunakanlah air plan dan alat pelindung diri lain yang mendukung untuk
meminimalisasi keterpaparan terlalu jauh.

16

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat pekerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Untuk mendapatkan suasana kerja yang baik perlu
memperhatikan berbagai faktor penunjang dalam lingkungan kerja fisik, yaitu pengelolaan
gedung atau pengaturan ruang kerja, penerangan, suhu, getaran, kebisingan suara, warna
dinding, perlengkapan kerja atau fasilitas kerja dan kebersihan. Atas hasil yang kami dapat
di PT. Sritex yang dikunjungi yakni pada bagian produksi Garment 5. Berdasarkan
keadaan fisik yang nampak oleh kasat mata, diketahui bahwa suhu dalam ruang produksi
tersebut cukup tinggi, keadaan ventilasi yang kurang memadai. Adanya sumber
pencahayaan buatan yakni berupa lampu mengingat bagian produksi berada di dalam
ruangan tertutup. Getaran didalam bagian produksi ini berupa sistem bolak-balik yang
menghasilkan gerakan. Contoh alat yang menghasilkan getaran yakni pembersih benang,
pendeteksi logam, bahkan mesin jahit itu sendiri. Namun dalam kenyataannya pengaruh
lingkungan fisik PT. Sritex khususnya Departement Garment 5 masih dalam batas normal.

B. Saran
Untuk Peneliti
1. Lebih detail lagi dalam melakukan kunjungan di are lokasi PT. Sritex sehingga
data yang diterima mampu mewakili Sritex keseluruhan.
2. Peneliti dapat melakukan pengamatan yang lebih mendalam ketika melakukan
kunjungan dan berdialog dengan beberapa informan
Untuk Mahasiswa
1. Mampu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi, permasalahanpermasalahan kerja serta resikonya, menganalisa kondisi-kondisi yang dapat diukur untuk
mencari permasalan yang timbul
2. Melakukan evaluasi terhadap proses industri untuk mengetahuai ada atau tidaknya

korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya,


mengerti segala bentuk peraturan pemerintah yang berkaitan dengan kesehatan dan

17

keselamatan kerja, memastikan pekerja terbebas dari bahaya-bahaya yang ada di


tempat kerja.
3. Mahasiswa dapat menerapkan higiene industri dan meminimalisir kecelakaan

kerja.
Untuk PT. Sritex
1. Perlulah diberlakukan P2K3 untuk senantiasa mengontrol tindakan dari pekerja agar
mampu meminimalisasi kecelakaan kerja akibat tindakan kerja di lingkungan fisik.
2. Ventilasi yang digunakan harus berupa exthause fan yang mampu menyedot udara

luar dan membuang udara dalam


3. Pekerja harus menggunakan air plan dan alat pelindung diri lain yang mendukung

untuk meminimalisasi keterpaparan terlalu jauh.


4. Jika diketahui lingkungan kerja buruk maka harus segera dilakukan tindakan

pengoreksian terhadap lingkungan kerja tersebut agar pekerja yang mengalami


PAK tidak banyak.
Untuk Masyarakat
1. Lebih memperhatikan limbah buangan yang dihasilkan oleh PT. Sritex terkait
keramahannya pada lingkungan.
2. menggunakan produk lokal yang terstandar lebih baik dibandingkan membeli dan
menggunakan produk import.

18

DAFTAR PUSTAKA

Murbijanto, Reinhard Efraim. 2013. Analisis Pengaruh Kompetensi Kerja Dan Lingkungan
Kerja Fisik Terhadap Kinerja Pegawai. Semarang : UNDIP
Wignjosoebroto, Sritomo. 1989. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas, PT Guna Widya : Jakarta
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Lingkungan, PT. Gramedia
Grasindo : Jakarta
Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produksi. Edisi Ketiga, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia : Jakarta
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999. Jakarta
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju :
Bandung

19

LAMPIRAN

Sumber Pencahayaan Buatan di Garmen 5 PT. Sritex

Alat Pendeteksi logam di Garmen 5 PT. Sritex

20

Anda mungkin juga menyukai