Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Fakta Masalah
Protozoa merupakan sejenis organisme yang bersel tunggal dan bersifat parasit. Salah satu
contohnya yaitu Entamoeba Histolytica. Entamoeba Histolytica merupakan kelompok rhizopoda
yang bersifat pathogen dan menyebabkan penyakit diare amoeba. Diare seperti ini biasanya
disertai dengan darah dan lender akibat infeksi Entamoeba Histolytica. Penyakit ini disebabkan
karena adanya kontaminasi yang terjadi pada sistem pembuangan air kotor dan tinja yang tidak
dikelola dengan baik sehingga dapat mencemari makanan dan minuman. Selain itu, perilaku
tidak mencuci tangan dengan menggunakan sabun setelah buang air besar dan penanganan
makanan yang belum memenuhi aspek sanitasi makananan menyebabkan milroorganisme
penyebab diare leluasa menginfeksi host (manusia) dan nama penyakit yang disebabkan adalah
Amebiasis.
Entamoeba Histolytica, merupakan protozoa parasit anaerob, bagian genus Entamoeba.
Dominan menjangkiti manusia dan kera, E. histolytica diperkirakan menulari sekitar 50 juta
orang di seluruh dunia. Banyak buku yang menyatakan bahwa 10% dari populasi dunia terinfeksi
protozoa ini. Namun sumber lain menyatakan setidaknya 90% dari infeksi ini adalah karena
spesies Entamoeba kedua yaitu E. dispar. Mamalia seperti anjing dan kucing bisa menjadi transit
infeksi, tetapi tidak ada bukti mengenai kontribusi nyata untuk terjadinya penularan dari kedua
hewan ini.

B. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil tabel rekapitulasi dan kesimpulannya dari berbagai jurnal ?
2. Bagaimanakah factor penyebab protozoa dan aspek kesehatannya pada manusia ?
3. bagaimanakah solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi protozoa pada
manusia ?

1|Page
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil tabel rekapitulasi dan kesimpulannya dari berbagai jurnal.
2. Untuk mengetahui factor penyebab protozoa dan aspek kesehatannya pada manusia.
3. Untuk mengetahui solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi protozoa pada
manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tabel Rekapitulasi dan Kesimpulan Tabel


Tabel Rekapitulasi

2|Page
No Nama Nim Hasil
1 Farida B. K11115052 Sebanyak 7 jenis parasit yang teridentifikasi menginfeksi ikan
lele dari Cimanggu, yaitu Trichodina,Myxosporea,
Inchthyophthirius Multifilis, Etacercaria, Gyrodactylus,
Dactylogyrus, dan Lytocestus Parvulus. Sedangkan ikan sampel
dari Cijeruk mengandung sebanyak 5 jenis parasit yaitu
Cryptobia sp., Vorticella, Gyrodactylus, Dactylogyrus dan
Lytocestus parvulus. Dan dari Cibinong ditemukan sebanyak 6
jenis parasit yaitu
Vorticella,Trichodina,Gyrodactylus,Dactylogyrus,Lytocestus
parvulus dan Branchionus. Branchionus.
2 Muh. Asrul K11115527S Keragaman protozoa parasitik adalah Myxidium sp., Myxobolus
Taufiq sp., Chilodonella sp., Ceratomyxa sp., Balantidium sp.,
Arifuddin Henneguya sp., dan Glugea sp. Prevalensi tertinggi, yaitu
Myxidium sp. sebesar 77% pada ikan sidat dan tidak ada
protozoa yang mendominasi di antara parasit lain.
3 Nelly Agustina K11115055 Parasit protozoa saluran pencernaan yang paling sering
ditemukan pada kucing adalah Giardia felis, Cryptosporadium
felis, Sarcocystis spp, Hammondia hamondi, Toxoplasma gondii,
dan Isospora spp.
4 Nikita Reski K11115064 From 60 Chanos chanoses in floating fish cages, there was four
Putri K. that is infested by Pseudorhabdosynochus ectoparasites.

5 Anindya Reski K11115539 Based on observations obtained free-living protozoa are four
Amalia different types of protozoa of the genus Euglena, Vorticella,
Cryptomonas, Paramecium.
6 Christina Yunita K11115720 Suplementasi ekstrak Sapindus rarak dan Allium sativum secara
Kafiar terpisah atau kombinasi dalam pakan sapi potong yang tercukupi
chromium organik mempengaruhi penurunan populasi protozoa
dan produksi gas total. Hasil yang dicapai pada pakan yang
disuplementasi 0,18% ekstrak Sapindus rarak dan Allium
sativum250 ppm (R).
7 Martina Jumadil K11115065 Populasi Cheetoceros di perairan Bondan dan Klaces sebanyak
206890 dan397273 individu per 100 liter, dan populasi
Asterionella japonica meningkat sebanyak69778 per 100 liter di
perairan Cigatal.
8 Fitriani K11115532 Ditemukan parasit Eimeria sp sebesar (12%) dan Strongloides sp
sebesar (8%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa prevalensi
parasite gastrointestinal pada monyet ekor panjang (Macaca

3|Page
fascicularis) liar di kawasan wisata alam Pulau Weh Sabang
tergolong rendah.

Kesimpulan Tabel
Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa parasit protozoa lebih banyak menyerang
hewan dibandingkan manusia. Hal ini sesuai dengan teori Williams & Williams (1996) bahwa
faktor yang memengaruhi terjadinya infeksi pada hewan antara lain pola makan, daya tahan, dan
kondisi lingkungan. Selain itu, kondisi kualitas air Danau Lindu dengan pH 6,28 menyebabkan
perubahan warna menjadi gelap, daya renang ikan menjadi lambat, dan bergesekan dengan
benda keras serta infestasi berat pada insang mengakibatkan gangguan pernapasan dan
penurunan pertumbuhan. Sedangkan menurut (Elashram 2007) secara mikroskopis kista hitam
pada insang mengandung spora dan warna hitam mungkin disebabkan akumulasi
melanomakrofag.
Secara klinis infeksi mengindikasikan pada hewan menjadi lemah, penurunan berat, warna
tubuh pada hewan menjadi kehitaman, asites, exopthalmia, pustula pada ginjal dan pada bagian
internal parasit tersebut dapat menghambat kerja saluran pencernaan, hati, kandung empedu,
limpa, gonad, ginjal, jantung, insang, dan otot. Parasit ini dapat mengakibatkan kematian yang
disebabkan oleh lubang pada usus dan membuka peluang terjadinya infeksi bakteri. Hal ini
disebabkan karena potensi infeksi meningkat ketika suhu air yang tinggi dan debit air yang
rendah. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992) sebagian besar organisme dapat beradaptasi
dengan baik pada lingkungan perairan dengan pH antara 5-9 dan pengukuran nilai DO terlarut
berkisar 2,57 mg/l ini menunjukkan tidak dapat ditoleransi organisme akuatik. Sedangkan
menurut Lee et al. (1978) kandungan DO kualitas perairan tersebut tercemar sedang (2,0-4,4
mg/l). Sehingga pengukuran suhu air Danau Lindu termasuk rendah berkisar 29 C.

4|Page
B. Faktor Penyebab dan Aspek Kesehatan
Amoebiasis tersebar luas diberbagai negara di seluruh dunia. Pada berbagai survey
menunjukkan frekuensi diantara 0,2 – 50 % dan berhubungan langsung dengan sanitasi
lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik dan subtropik yang
sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan
lain-lain. Sumber infeksi terutama “carrier“ yakni penderita amoebiasis tanpa gejala klinis yang
dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu perhari. Bentuk kista
tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama. Kista dapat menginfeksi manusia
melalui makanan atau sayuran dan air yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista.
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat dan kecoa (lipas) atau
tangan orang yang menyajikan makanan (food handler) yang menderita sebagai “carrier”, sayur-
sayuran yang dipupuk dengan tinja manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan
tangan manusia.

Bukti-bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara
penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista atau secara tidak
sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan dengan tangki kotoran atau parit.
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau pembantu rumah tangga
yang merupakan “carrier”, dapat mengkontaminasi makanan sewaktu menyediakan atau
menyajikan makanan tersebut. Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi
infeksi yang disebabkan berbagai masalah, antara lain :
1) Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.
2) Tidak adanya jamban, defikasi disembarang tempat, memungkinkan amoeba dapat
dibawa oleh lalat atau kacoa.
3) Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat atau lipas yang
berperan sebagai vektor mekanik.
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar manusia,
berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan berubah
menjadi bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya dinding kista, bentuk
kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar tubuh manusia (Rasmaliah, 2003).

5|Page
Gambar siklus hidup Entamoeba histolytica

Sesuai namanya (histo-lytic = menghancurkan jaringan), adalah patogen; infeksi dapat


mengakibatkan disentri amoeba. Gejala dapat termasuk disentri, diare berdarah, penurunan
berat badan, kelelahan, sakit perut, dan amoeboma (suatu komplikasi yang mengakibatkan luka
di usus). Amoeba sebenarnya dapat ‘menggali’ ke dalam dinding usus, menyebabkan luka dan
penyakit usus lainnya, dan dapat mencapai aliran darah. Dari sana, ia dapat menjangkau
berbagai organ vital tubuh manusia lainnya, biasanya hati, tapi kadang-kadang paru-paru, otak,
limpa, dan lain sebagainya. Hasil invasi amuba umum pada jaringan sel adalah liver abscess
yang bisa berakibat fatal jika tidak diobati. Sel darah merah kadang-kadang dimakan oleh
sitoplasma sel amoeba.

C. Solusi
Kondisi hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan merupakan factor utama pencegahan
disentri amuba. Selain itu, factor perilaku dari individu dalam menjalani pola hidup sehat dan
sehat merupakan hal penting dalam menghindari infeksi amebiasis intestinal. Pada prinsipnya
pencegahan penyebaran infeksi amebiasis adalah terputusnya rantai penularan dari sumber
infeksi (tinja) ke manusia. Ada dua aspek utama pencegahan yaitu dari aspek hygiene perorangan
dan sanitasi lingkungan. Higiene perorangan lebih berfokus dalam hal perilaku individu dalam
upaya memutuskan rantai penularan. Sedangkan, sanitasilingkungan fokus pencegahan terletak
dalam hal rekayasa lingkungan dalam mengisolir sumber infeksi.
Pencegahan terhadap aspek hygiene perorangan
6|Page
1) Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil dan sebelum menjamah
makanan.
2) Mengkomsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih). Jika minum air yang tidak
dimasak, dalam haal ini air. Air minum kemasan hendaknya diperhatikan tutup botol atau
gelas yang masih tertutup rapid an tersegel dengan baik.
3) Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau setengah matang.
4) Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.
5) Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.
6) Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan secara teratur dan
menggunting kuku.
7) Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum (gelas, cangkir)
dengan menggunakan sabun dan dikeringkan dengan udara. Jika menggunakan
kain lap, hendaknya menggunakan kain lap yang bersih dan kering.
8) Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak dan merendam dalam air
mendidih sebelum digunakan.
9) Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering) menerapkan aturan yang
ketat dalam penerimaan terhadap calon penjamah makanan (food handler) yang
akan bekerja dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja terhadap kemungkinan adanya
carrier atau penderita asimptomatik pada para calon penjamah makanan Selama para
penjamah makanan tersebut bekerja, minimal 6 bulan sekali dilakukan pemeriksaan
tinja.
10) Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik dengan tidak
membuangnya secara sembarangan.
11) Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air meningkat, sakit pada
bagian abdomen dan kondisi tinja encer, berlendir, dan terdapat darah. Sebelum berobat
atau minum obat, minum cairan elektrolit guna mencegah timbulnya kekurangan cairan
tubuh.
Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan
1) Pembuangan kotoran manusia yang me- menuhi syarat. Prinsip pembuangan
kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah tinja yang dibuang terisolir

7|Page
dengan baik sehingga tidak dihinggapi serangga (lalat,kecoak,dan ipas), serta
mengeluarkan bau tidak mencemari sumber air.
2) Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitasi (air ledeng, pompa,
sumur dangkal atau dalam, penampungan air hujan).
3) Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia dan hewan.
Jika menggunakan pupuk kandang dan kompos, pastikan bahwa kondisi pupuk
kandang atau kompos tersebut benar-benar kering.
4) Menutup dengan baik makanan dan minuman dari kemungkinan kontaminasi
serangga (lalat, kecoak), hewan pengerat (tikus), hewan peliharaan (anjing, kucing) dan
debu.

8|Page
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai salah satu penyebab diare yang dapat ditemukan dimana saja, penyebab disentri
amuba perlu diwaspadai mengingat dalam siklus hidup E. histolytica bentuk kista sangat
tahan terhadap pengaruh lingkungan yang buruk. Pengenalan gejala klinis yang tepat yaitu
amebiasis intestinal (akut dan kronis) dan amebiasis ekstra intestinal; dapat dengan tepat
menentukan tindakan pengobatan.
Upaya pencegahan dan pengendalian disentri amuba dapat terlaksana dengan baik jika
masyarakat dapat menerapkan pola hidup bersih dan sehat dengan menjalankan prinsip-prinsip
higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang baik. Upaya tersebut di atas, secara
efektif dapat memutus siklus penularan penyakit. Penerapan pola hidup bersih dan sehat pada
masyarakat dapat tercapai jika pendampingan (advokasi) kepada masyarakat berjalan secara
kontinu, terarah dan terprogram dengan baik dimulai dari institusi kesehatan terdepan
(Puskesmas Pembantu dan Puskesmas).

B. Saran
Dengan mempelajari protozoa (Entamoeba Histolytica) pembaca diharapkan mampu
menekan terjadinya penularan infeksi protozoa (Entamoeba Histolytica).

9|Page
DAFTAR PUSTAKA

FARIDA B. : Y. Hadiroseyani, P. Hariyadi dan S. Nuryati. 2006. Inventarisasi Parasit Lele


Dumbo Clarias sp. Di Daerah Bogor. 463 – 470.

MUH.ASRUL TAUFIQ ARIFUDDIN : Arif Rahman Jabal, Umi Cahyaningsih, Risa Tiuria.
2015. Protozoa Parasitik Pada Ikan Sidat (Anguilla spp.) Asal Danau Lindu, Sulawesi Selatan.
103-107.

NELLY AGUSTINA : Putu Titin Evi Sucitrayani, Ida Bagus Made Oka dan Made dwinata.
2014. Prevalensi Infeksi protozoa Saluran Pencernaan Pada Kucing Lokal. 153-159.

NIKITA RESKI PUTRI K : Hilma Putri Fidyandini, Sri Subekti dan Kismiyati. 2012.
Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Yang Dipelihara
Di Karamba Jaring Apung UPBL Situbondo dan Di Tambak Desa Bangunrejo Kecamatan
Jabon Sidoarjo. 91-112.

ANINDYA RESKI AMALIA : Arini Dwi Mardiana, Mita Kusuma Dewi, dan Evi Dwi Nur
Hayanti. 2013. Identifikasi Berbagai Protozoa Bebas pada Air Kolam dalam Media
Pertumbuhan Air Rendaman Beras dan Protozoa Parasit pada Ikan Nila.1-6.
CHRISTINA YUNITA KAFIAR : Dudung, Caribu Hadi Prayitno, dan Suwarno. 2013.
Suplementasi Ekstrak Herbal Pengaruhnya Terhadap Populasi Protozoa dan Produksi Gas
Total Secara In Vitro. 463 – 470.
MARTINA JUMADIL : Tjut Sugandawaty Djohan. 2010. Dinamika Komunitas Plankton Di
Perairan Ekosistem Hutan Bakau Segara Anakan Yang Sedang Berubah. 135-149.
FITRIANI : Erdiansyah Rahmi, M.Hanafiah, Amalia Sutriana, M.Hambal, dan Farid Wajidi.
2010. Insidensi Nematoda Gastrointestinal dan Protozoa Pada Monyet Ekor Panjang (Macaca
Fascicularis) Liar Di Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Weh Sabang. 286-291.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai