Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami hanturkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, daninayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan buku yang sederhana ini.
Buku ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan buku ini.Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan buku ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu
dengan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki kesalahan buku ini.Kami juga berharap semoga buku ini
bermanfaat bagi pembaca.

Mataram, 30 januari 2021


    

Penyusun

[Type text]Page 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I (PENGERTIAN PARASIT)

A. PROTOZOA
B. TREMATODA
C. NEMATODA
D. Giardia lamblia

DAFTAR PUSTAKA

[Type text]Page 2
BAB 1
Parasit adalah organisme yang termasuk dalam kerajaan binatang (animal
kingdom) yang untuk dapat mempertahankan hidupnya membutuhkan makhluk
hidup lain sebagai sumber sumber kehidupannyatermasuk sebagai sumber
makanannya. Oleh karena itu parasit sangat merugikan hidup dan bahkan dapat
membunuh inang(hospes) tempatnya menumpang hidup.
Parasitologi kedokteran adalah ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
parasit yang hidup pada atau di dalam tubuh manusia atau hewan, baik yang hidup
untuk sementara waktu maupun yang hidup parasitik sepanjang umurnya di dalam
tubuh atau pada permukaan tubuh inang tempatnya mencari makan untuk
mempertahankan hidupnya.

Simbiosis. Di alam, selalu terjadi simbiosis, yaitu hubungan timbal balik antara
dua organisme atau makhluk hidup. Simbiosis dapat berlangsung untuk sementara
waktu, namun juga dapat berlangsung terus-menerus atau permanen. Pada
simbiosis mutualisme dua organisme mendapatkan keuntungan dari simbiosis
tersebut sedangkan pada simbiosis komensalisme salah satu organisme
mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut sedangkan organisme lainnya
tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian.

Parasitisme. Parasitisme adalah hubungan timbal balik yang bersifat sementara


atau permanen antara dua organisme hidup dimana salah satu organisme (disebut

[Type text]Page 3
parasit) tergantung sepenuh hidupnya pada organisme lainnya (disebut inang atau
hospes).
Berdasar pada tempatnya hidup, parasit dapat digolongkan menjadi
ektoparasit (ectoparasite)jika hidup di permukaan tubuh hospes (menimbulkan
infestasi) dan yang hidup di dalam tubuh hospes (menyebabkan infeksi) disebut
endoparasit (endoparasite).
Sesuai dengan cara hidupnya dikenal parasit fakultatif jika parasit selain
hidup parasitik pada tubuh hospes, mampu hidup bebas di luar tubuh hospes, dan
disebut parasit obligat jika parasit ini harus selalu hidup parasitik pada hospes
karena selama hidupnya sangat tergantung pada makanan yang didapatnya dari
hospes. Parasit yang hidup parasitik pada hospes yang sebenarnya bukan hospes
alaminya, disebut parasit insidental.
Berdasar waktunya dikenal parasit temporer jika organisme ini hanya
hidup parasitik pada tubuh hospes pada waktu ia membutuhkan makanan, dan
hidup bebas (free-living) di luar tubuh hospes jika sedang tidak membutuhkan
makanan dari hospes. Pada parasit permanen, seluruh masa hidup parasit berada
di dalam tubuh hospes yang menyediakan makanan selama hidupnya. Di luar
tubuh hospes parasit akan mati.
Berdasar sifat hidupnya, parasit disebut patogenik jika parasit yang hidup
pada tubuh hospes menimbulkan kerusakan pada organ atau jaringan tubuh hospes
baik secara mekanis, traumatik, maupun karena racun atau toksin yang
dihasilkannya. Pseudoparasit adalah benda asing yang pada pemeriksaan
bentuknya mirip seperti parasit, sedangkan parasit koprosoik atau spurious
parasite adalah spesies asing yang berada di dalam usus hospes lalu melewati
saluran pencernaan tanpa menimbulkan gejala infeksi pada hospes.p

Sebaran geografis parasit. Keberadaan dan penyebaran suatu parasit di suatu


daerah tergantung pada berbagai hal, yaitu adanya hospes yang peka, dan
terdapatnya kondisi lingkungan yang sesuai bagi kehidupan parasit. Parasit yang
memiliki daur hidup yang sederhana, penyebarannya akan lebih luas dibanding
parasit yang daurnya sangat kompleks, misalnya memerlukan hospes
perantara.Faktor sosial ekonomi hospes, terutama manusia, sangat memengaruhi

[Type text]Page 4
penyebaran parasit. Daerah pertanian, peternakan, kebiasaan menggunakan tinja
untuk pupuk, kebersihan lingkungan, higiene perorangan yang buruk, dan
kemiskinan merupakan faktor-faktor yang meningkatkan penyebaran penyakit
parasit. Migrasi penduduk dari satu daerah ke daerah lain, agama dan kepercayaan
tertentu, juga mempengaruhi penyebaran penyakit parasit.
Daerah-daerah tropis yang basah dan temperaturnya optimal bagi
kehidupan parasit merupakan tempat ideal bagi kehidupan parasit baik yang
hidup pada manusia maupun yang hidup di dalam tubuh hewan. Daerah subtropis
yang pendek musim panasnya, dan tempat-tempat yang beriklim sangat dingin,
serta daerah-daerah yang beriklim sangat panas menghambat perkembangan,
kehidupan dan penyebaran parasit.
Banyak penyakit parasit manusia dan hewan dijumpai di Indonesia,
karena lingkungan hidup di kawasan ini memungkinkan parasit dapat hidup dan
berkembang biak dengan sempurna. Penelitian-penelitian epidemio-parasitologis
yang banyak dilakukan menunjukkan bahwa dalam waktu limapuluh tahun,
frekuensi penyakit-penyakit parasit penduduk Indonesia tidak banyak mengalami
penurunan yang berarti. Survai Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986
menunjukkan bahwa penyakit infeksi dan parasit merupakan penyebab kematian
paling utama di Indonesia. Prevalensi infeksi cacing usus di Indonesia berkisar
antara 2,2% sampai 96,3% menunjukkan perbedaan yang bermakna antara satu
daerah dengan daerah lainnya di Indonesia yang luas wilayahnya dan berbeda sifat
geografisnya serta berbeda sifat sosio ekonomi dan kultural penduduknya.
Penelitian-penelitian di Indonesia menunjukkan penyakit-penyakit parasit yang
terkait erat hubungannya dengan lingkungan hidup, masih menunjukkan frekuensi
yang sangat tinggi di berbagai daerah. Salah satu di antaranya adalah penyakit-
penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) seperti
askariasis, trichuriasis dan infeksi cacing tambang. Penelitian-penelitian di
Indonesia, misalnya dengan melakukan pemeriksaan tinja pada penduduk, baik di
daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan, baik di Pulau Jawa maupun di luar
Jawa menunjukkan angka-angka yang tidak banyak berubah. Penelitian di Jakarta
pada anak sekolah SD menunjukkan bahwa frekwensi penyakit cacing sekitar
49,5% sedangkan penelitian di pada anak sekolah SD di Kabupaten Bengkayang,

[Type text]Page 5
Sulawesi, menunjukkan angka prevalensi cacing usus sekitar 52,0%. Kurangnya
sarana air bersih, sempitnya lahan tempat tinggal keluarga, kebiasaan makan
dengan tangan yang tidak dicuci lebih dahulu, pemakaian ulang daun-daun dan
pembungkus makanan yang sudah dibuang ke tempat sampah, sayur-sayuran yang
dimakan mentah, penggunaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup (mandi,
mencuci bahan makanan, mencuci pakaian, berkumur, gosok gigi, dan juga
digunakan sebagai kakus), dan penggunaan tinja untuk pupuk sayuran,
meningkatkan penyebaran penyakit parasit terutama penyakit cacing yang
ditularkan melalui tanah.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor pekerjaan juga sangat
memengaruhi frekuensi penyakit parasitik. Pekerja-pekerja perkebunan yang
sarana kakusnya tidak memadai jumlahnya, pekerja-pekerja bidang pengairan dan
irigasi, pekerja tambang dan kehutanan, petani dan peternak termasuk dalam
kelompok yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi penyakit parasit.
Parasit-parasit lain yang memerlukan penanganan yang berwawasan
jangka panjang adalah Filaria, yaitu cacing-cacing penyebab penyakit kaki gajah.
Menurut laporan pada tahun 2000, terdapat 231 kabupaten di 26 propinsi di
Indonesia merupakan daerah endemis filariasis.Di Indonesia terdapat 3 jenis
cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Ketiga parasit cacing ini dapat menimbulkan kelainan-kelainan limfatik dengan
manifestasi akhir berupa elefantiasis yang tidak dapat diobati atau direhabilitasi
dengan baik. Vektor penular parasit ini adalah berbagai jenis nyamuk yang
mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda-beda dengan jenis sarang yang tidak
sama. Ada yang memerlukan air jernih untuk tempat berkembang biaknya, ada
yang membutuhkan air payau, air rawa-rawa, sarang yang terlindung dari sinar
matahari atau sebaliknya ada yang justru membutuhkan kehangatan sinar
matahari.
Selain filariasis dan soil transmitted helminths, parasit yang daur hidupnya
sangat terkait dengan lingkungan hidup adalah cacing pita babi (Taenia solium)
dan cacing pita sapi (Taenia saginata).Beberapa daerah di luar Jawa merupakan
fokus-fokus endemis schistosomiasis, suatu penyakit cacing darah yang dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang berat yang dapat menimbulkan kematian

[Type text]Page 6
penderita. Di Indonesia, penyebab schistosomiasis adalah cacing daun yang hidup
di dalam pembuluh darah manusia yaitu Schistosoma japonicum. Cacing ini
merupakan parasit zoonotik yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan
sebaliknya, memerlukan air tawar sebagai tempat perkembangan stadium
infektifnya.
Banyak penyakit protozoa juga endemis di Indonesia. Protozoa usus yang
sering dilaporkan ditemukan pada penelitian-penelitian di Indonesia adalah
Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Balantidium colisedangkanprotozoa
darahyang menjadi masalah kesehatan di Indonesia adalahmalaria . Pada tahun
2008 sebanyak lebih dari 1,6 juta kasus malaria dilaporkan di Indonesia, terutama
dari Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sumatera Utara.
Penyakit protozoa yang harus diperhatikan karena dapat menimbulkan
masalah kesehatan adalah toksoplasmosis yang dapat menimbulkan abortus pada
janin dan kecacatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil yang menderita
toksoplasmosis.

Daur hidup parasit. Parasit beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya termasuk


di dalam tubuh hospes tempatnya hidup, menyebabkan terjadinya perbedaan daur
hidup pada berbagai jenis parasit.
Hospes definitif(definitive host)atau final host adalah hospes yang
menjadi tempat hidup parasit dewasa atau parasit matang seksual (sexually
mature). Manusia dapat bertindak sebagai satu-satunya hospes definitif, sehingga
merupakan satu-satunya sumber penularan penyakit parasit, atau merupakan salah
satu hospes definitive selain hewan lain yang juga bertindak sebagai hospes
definitif, atau hanya menjadi hospes insidental dari parasit yang secara alami
hidup pada hewan. Hewan yang dapat bertindak sebagai hospes definitif bagi
parasit yang hidup pada manusia disebut hospes cadangan (reservoir host ).
Untuk melengkapi daur hidupnya, kadang-kadang parasit membutuhkan
hewan lain yang bertindak selaku hospes perantara (intermediate host) tempat
berkembangnya stadium muda parasit, misalnya bentuk larvanya. Beberapa jenis
cacing trematoda dan cestoda membutuhkan dua hospes perantara, yaitu hospes
perantara primer dan sekunder. Sebaliknya manusia dapat bertindak selaku hospes

[Type text]Page 7
perantara bagi parasit yang hospes definitifnya adalah hewan. Akibat yang
ditimbulkan oleh larva cacing pita babi misalnya, dapat menimbulkan gangguan
kesehatan yang membahayakan jiwa manusia penderita.

Penularan penyakit parasitik. Penularan penyakit parasitik dipengaruhi tiga


faktor, yaitu adanya sumber infeksi, cara penularan parasit, dan adanya hospes
yang peka atau sensitif. Kombinasi faktor-faktor tersebut menentukan tingginya
penyebaran dan prevalensi parasit di suatu daerah pada tempat dan waktu tertentu.
Selain itu adaptasi alami parasit terhadap manusia selaku hospes, kebiasaan hidup
dan hubungan dalam populasi manusia serta tingginya daya tahan tubuh individu
manusia, mempengaruhi cepatnya kejadian penularan penyakit parasitik.
Umumnya penyakit parasit akan berkembang menjadi penyakit yang
menahun atau kronis yang dapat menunjukkan gejala atau keluhan yang ringan.
Karena itu penderita yang masih terinfeksi parasit tertentu dapat tidak
menunjukkan gejala atau keluhan ( disebut carrier), sehingga merupakan sumber
penularan potensial penyakit parasitik bagi orang lain yang sehat. Carrier terjadi
karena antara hospes dan parasit terdapat keseimbangan dalam kehidupan masing-
masing.
Penyebaran parasit dari satu individu penderita ke individu yang peka
dapat terjadi secara kontak langsung (direct contact) atau melalui penularan tidak
langsung. Pada penularan tidak langsung, untuk dapat menginfeksi hospes yang
peka parasit harus melewati beberapa stadium perkembangan – dalam bentuk
stadium free-living atau harus hidup di dalam tubuh hospes perantara lebih dahulu
- sebelum menjadi stadium parasit yang infektif. Penularan stadium infektif dapat
terjadi secara kontak langsung atau tidak langsung, bersama makanan, minuman,
tanah, hewan vertebrata dan vector serangga, atau dari ibu ke bayi melalui
plasenta pada waktu proses persalinan.
Sebagai sumber infeksi pada penularan penyakit parasitik, manusia dapat
berlaku sebagai satu-satunya hospes, sebagai hospes utama selain hewan lainnya,
atau hanya menjadi hospes insidental, karena beberapa hewan bertindak sebagai
hospes utama.

[Type text]Page 8
Infeksi dan infestasi. Perjalanan penyakit parasit dibedakan antara infeksi
(infection) yaitu invasi yang disebabkan oleh endoparasit dan infestasi
(infestation) yang disebabkan oleh ektoparasit atau external parasitism, misalnya
yang ditimbulkan oleh artropoda atau parasit-parasit yang berasal dari tanah atau
tanaman. Gejala klinis infeksi parasit dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu jumlah
parasit yang masuk ke dalam tubuh, perubahan-perugahan patologis yang timbul,
kerusakan mekanis dan akibat iritasi parasit,toksin yang dihasilkan parasit dan
organ dan jaringan yang mengalami gangguan. Jika terjadi keseimbangan antara
parasit dengan hospes, maka hospes yang menjadi pembawa (carrier) ini tidak
menunjukkan gejala klinis yang nyata.
Daya tahan tubuh atau imunitas hospes dapat berupa imunitas alami sesuai
dengan spesiesnya, ras, atau imunitas individual terhadap parasit pada umumnya
atau spesies parasit tertentu. Imunitas dapat bersifat mutlak (absolut) namun lebih
sering bersifat tidak mutlak (parsial). Sebagai contoh imunitas terkait dengan ras,
orang berkulit hitam (negro) lebih kebal atau resisten terhadap infeksi cacing
tambang dan malaria vivax dibanding orang kulit putih.

MACAM-MACAM PARASIT ANTARA LAIN SEBAGAI BERIKUT:

A. Protozoa
Protozoa adalah parasit yang tubuhnya terdiri atas satu sel yang sudah
memiliki fungsi lengkap makhluk hidup, yaitu mempunyai alat reproduksi, alat
pencernaan makanan, system pernapasan, organ ekskresi dan organ untuk hidup
lainnya.
Filum Protozoa mempunyai tubuh yang hanya terdiri dari satu sel namun
sudah memiliki fungsi lengkap makhluk hidup. Protozoa mempunyai alat
reproduksi, alat pencernaan makanan, sistem pernapasan, organ ekskresi dan
organ-organ untuk keperluan hidup lainnya.

Struktur sel protozoa. Sel protozoa mempunyai struktur yang terdiri dari
sitoplasma dan inti. Struktur sitoplasma terdiri dari ektoplasma yang terdapat di
bagian luar dan endoplasma yang merupakan bagian dalam sitoplasma.

[Type text]Page 9
Ektoplasma merupakan jaringan hialin yang berfungsi untuk mempertahankan diri
(protektif), sebagai organ untuk bergerak (lokomotif) dan sebagai organ yang
berfungsi untuk mengenal lingkungannya (sensoris). Alat gerak protozoa yang
berasal dari ektoplasma dapat berbentuk sebagai flagel, silia atau pseudopodi.
Sisa-sisa metabolisme dibuang melalui vakuol kontraktil yang terbentuk dari
bagian ektoplasma. Organ pencernaan makanan misalnya mulut, sitostom dan
sitofaring juga terbentuk dari stuktur ektoplasma. Demikian juga halnya dinding
pembungkus parasit (kista) yang berfungsi untuk melindungi diri berasal dari
ektoplasma.
Bagian dalam sitoplasma yaitu endoplasma yang bersifat granuler
merupakan bagian sitoplasma yang mempunyai peran sebagai sistem
pencernaan makanan dan fungsi nutritif lainnya. Selain itu endoplasma berperan
sebagai sistem reproduksi sel. Di dalam endoplasma terdapat inti protozoa yang
merupakan struktur yang sangat penting untuk mengatur fungsi hidup parasit dan
reproduksi sel. Terdapat beberapa struktur inti yaitu selaput inti (nuclear
membrane), butir kromatin (chromatin granule), serabut linin, dan kariosom atau
plastin. Umumnya protozoa hanya mempunyai satu inti. Ciliata yang mempunyai
dua buah inti, yaitu mikronukleus yang berukuran kecil dan makronukleus yang
berukuran besar. Kinetoplas merupakan inti pelengkap yang ada pada beberapa
jenis protozoa dan terdapat dalam bentuk blefaroplas atau benda parabasal.
Daur hidup protozoa umumnya mempunyai dua bentuk atau stadium, yaitu
stadium trofozoit yang merupakan bentuk aktif dan stadium kista yang merupakan
bentuk pasif. Bentuk kista protozoa adalah bentuk parasit yang terbungkus di
dalam dinding tebal sehingga parasit tidak aktif bergerak, tidak dapat tumbuh atau
berkembang dan tidak dapat memperbanyak diri. Protozoa dalam bentuk kista
yang berdinding tebal menyebabkan parasit mampu bertahan terhadap pengaruh
lingkungan hidupnya, misalnya terhadap suhu yang tinggi, kekeringan dan
kelembaban yang tinggi. Selain itu parasit juga tahan terhadap pengaruh bahan-
bahan kimia, misalnya desinfektans dan lain sebagainya. Dengan demikian
meskipun kista adalah bentuk pasif, tetapi kista adalah stadium infektif protozoa
yang dapat ditularkan dari satu penderita ke individu lainnya.

[Type text]Page 10
Dalam melengkapi daur hidupnya protozoa ada yang membutuhkan tuan
rumah perantara (intermediate host) ada yang tidak membutuhkannya. Reproduksi
protozoa dapat berlangsung secara aseksual yang kemudian diikuti oleh
reproduksi tahap seksual.. Umumnya reproduksi seksual terjadi pada hospes yang
berbeda dengan hospes tempat berlangsungnya reproduksi aseksual.
Proses reproduksi protozoa dapat dilakukan dengan cara seksual atau
aseksual (membelah diri). Reproduksi aseksual pada protozoa dapat terjadi
dengan cara membelah diri secara sederhana (simple binary fission), yaitu dimulai
dengan menggandakan semua struktur organ-organnya. Reproduksi aseksual juga
dapat berlangsung secara multiple fission (schizogony), dimana dari satu individu
protozoa akan terbentuk lebih dari dua individu baru, misalnya yang terjadi pada
reproduksi Plasmodium.
Bentuk reproduksi seksual protozoa dapat terjadi dengan memperbanyak
diri secara konjugasi atau secara syngami. Reproduksi konjugasi terjadi jika dua
individu protozoa mula-mula menyatukan diri untuk sementara agar terjadi
pertukaran material inti masing-masing protozoa, kemudian diikuti pemisahan
diri lagi dalam bentuk individu yang lebih muda. Reproduksi secara syngami
adalah reproduksi dimana dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya
menyatukan diri secara tetap, kemudian diikuti fusi material inti masing-masing.
Dari fusi dua sel gamet yang berbeda jenis kelaminnya akan terbentuk zigot.

Pengelompokan protozoa.Protozoa dapat dikelompokkan berdasar atas


perbedaan alat geraknya menjadi Rhizopoda, Mastigophora, Ciliata dan
Sporozoa.Rhizopodaadalah protozoa yang bergerak dengan pseudopodi,
Mastigophorabergerak menggunakan flagel, sedangkan Ciliata aktif bergerak
dengan menggunakan cilia.Sporozoaadalah kelompok protozoa yang tidak
mempunyai alat gerak.
Tabel 1 . Pengelompokan protozoa dan contoh spesies yang patogen untuk
manusia

Kelas Protozoa Spesies Tempat hidup Gejala klinis

[Type text]Page 11
RHIZOPODA Entamoeba histolytica Usus besar Disenteri, hepatitis,
abses hati

MASTIGOPHOR Giardia lamblia Usus halus Diare


Trichomonas vaginalis Vagina Vaginitis
A
Trypanosoma cruzi Jantung,saraf Chagas’disease
T.gambiense Darah, saraf pusat, Penyakit tidur
kelenjar limfe.

T.rhodesiense Darah, kelenjar limfe Penyakit tidur

Leishmania donovani SRE(Sistem Kala–azar, dermal


retikuloendotel) leishmanoid

L. tropica Kulit Oriental sore


L.braziliensis Oro-nasal Espundia

SPOROZOA Plasmodium vivax Eritrosit Malaria tertiana


P.falciparum Eritrosit Malaria tertiana
P.malariae Eritrosit Malaria kuartana
P.ovale Eritrosit Malaria ovale
Isospora hominis Usus Diare
Eimeria gubleri Hati Koksidiosis hati
Toxoplasma gondii SRE Toksoplasmosis
Sarcocystis Otot Tidak jelas
lindemanni Paru Pneumonia
Pnemocystis carinii

CILIATA Balantidium coli Usus besar Disenteri

B.TREMATODA
Bentuk tubuh cacing Trematoda pipih mirip daun yang tidak bersegmen,.
Ukuran panjang tubuh cacing berkisar antara 1 mm dan beberapa sentimeter.
Trematoda dewasa mempunyai alat isap mulut (oral sucker) yang terdapat di
bagian kepala, sedangkandi daerah perut terdapat alat isap ventral ( ventral sucker
atau acetabulum).
Alat reproduksi Trematodapada umumnya bersifat hermafrodit
(berkelamin ganda), kecuali Schistosomayang bersifat uniseksual (unisexual)

[Type text]Page 12
yaitu memiliki alat kelamin yang terpisah atas jantan dan betina Cacing-
cacingTrematodatidak memiliki rongga tubuh (body cavity) sedangkan alat
pencernaan yang sudah dimiliki oleh Trematoda masih belum sempurna karena
tidak mempunyai anus.
Ciri khas lain dari cacing Trematoda adalah adanya sistem ekskresi (flame
cell), yang untuk tiap-tiap spesies khas bentuknya. Sistem reproduksi pada
Trematoda telah sempurna pertumbuhannya. Semua cacing Trematoda bertelur
(oviparus) dengan telur yang umumnya mempunyai operkulum (penutup) kecuali
telur Schistosoma.Telur cacing hanya dapat berkembang menjadi larva jika berada
di dalam air.

Berbagai jenis mamalia termasuk manusia dapat bertindak sebagai hospes definitif
cacing Trematoda. Daur hidup cacing Trematoda memerlukan hospes perantara
yaitu moluska yang hidup di air tawarmisalnya siput dan keong.Beberapa spesies
cacing Trematoda membutuhkan hospes perantara yang kedua misalnya ikan,
ketam, tumbuhan air atau semut.
Di dalam tubuh hospes definitif hidup cacing dewasa yang melaksanakan proses
reproduksi. Cacing betina menghasilkan telur yang akan dikeluarkan bersama
tinja atau air seni penderita. Jika telur masuk ke dalam air, telur akan menetas
menjadi larva mirasidium (miracidium). Untuk dapat melanjutkan daur hidupnya,
larva mirasidium harus dapat memasuki tubuh siput, yang selanjutnya akan
berkembang menjadi sporokista (sporocyst) yang kemudian akan tumbuh menjadi
redia,lalu menjadi larva serkaria (cercaria). Serkaria meninggalkan tubuh siput
dan berenang bebas di dalam air atau tumbuh lebih dahulu menjadi metaserkaria
(metacercaria) sebelum memasuki tubuh manusia atau hospes definitif lainnya
dan berkembang menjadi cacing dewasa.

[Type text]Page 13
Gambar 85. Siput-siput yang menjadi hospes perantara Trematoda
a. Pirenella b. Segmentinac. Semisulcospira
(URL: http://www.conchology.be/images/label)

. Pada manusia infeksi Trematoda dapat terjadi melalui berbagai macam jalan.
Pada Schistosoma, stadium infektif cacing ini adalah serkaria yang memasuki
tubuh hospes definitif secara aktif dengan menembus kulit yang tak terlindung
pada waktu berada di dalam air.
Cara infeksi pada Trematodalainnya terjadi melalui masuknya
metaserkaria ke dalam mulut bersama makanan dalam bentuk tanaman air baik
batang, daun ataupun buahnya (misalnya pada infeksi Fasciola hepaticadan
Fasciolopsis buski), ikan air tawar ( pada Clonorchis sinensis, Heterophyes
heterophyes,dan Metagonimus yokogawai) atau bersama-sama udang atau ketam
air tawar, misalnya pada infeksi Paragonimus westermani.
. Di dalam tubuh manusia cacing dewasaTrematoda hidup di dalam berbagai
organ dan jaringan. Karena itu Trematoda dikelompokkan menjadi trematoda
usus(intestinal trematodes), trematoda hati(liver flukes atau hepatic trematodes),
trematoda paru(lung flukes)dantrematoda darah(blood trematodes atau blood
flukes).
Trematoda Usus.Trematoda yang hidup di dalam usus manusia atau hoses
definitif lainnya adalahFasciolopsis buski, Heterophyes heterophyesdan
Metagonimus yokogawai.
Trematoda hati. Termasuk trematoda hati adalah: Fasciola hepatica,Clonorchis
sinensis, Opistorchis viverrini, Opistorchis felineus.

[Type text]Page 14
Trematoda paru. Cacing daun yang dapat menjadi parasit pada manusiaadalah
Paragonimus westermani.
Trematoda darah. Cacing Schistosoma japonicum, Schistosoma hematobiumdan
Schistosoma mansoni adalah kelompok trematoda darah yang merupakan
penyebab penyakit-penyakit yang menjadi masalah kesehatan di berbagai negara.

Definisi dan istilah umum Trematoda

Digenetik: terdapat 2 generasi pada setiap daur hidup lengkap cacing,


yaitu generasi seksual dan generasi aseksual.
Monogenetik:terdapat hanya satu generasi cacing pada setiap daur hidup
yang lengkap.
Distomata: Trematoda yang mempunyai 2 alat isap mulut (sucker).
Asetabulum: alat isap yang terdapat di bagian ventral tubuh Trematoda
yang berfungsi untuk menempel; sering disebut sebagai ventral sucker.
Gynaecophoric canal: bentuk lekukan atau saluran yang terdapat pada
badan cacing jantan Schistosomayang menjadi tempat cacing betina berada
pada saat terjadi kopulasi.
Mirasidium: larva Trematoda stadium pertama yang menetas dari telur
trematoda pada waktu masuk ke dalam air.
Sporokista: larva Trematoda stadium kedua yang terbentuk di dalam
tubuh moluska. Di dalam tubuh moluska terjadi multiplikasi aseksual
stadium ini yang hanya terjadi pada Schistosoma.
Redia: larva Trematoda stadium ketiga yang terjadi dalam tubuh moluska.
Multiplikasi aseksual redia terjadi pada semua trematoda, kecuali
Schistosoma.
Serkaria: merupakan stadium terakhir trematoda yang terbentuk di dalam
tubuh moluska. Larva berekor iniakan meninggalkan tubuh moluska,
hidup bebas di dalam air atau kemudian membentuk kista pada tumbuhan
atau hewan lainnya.
Furcocercus cercaria: serkaria yang mempunyai ekor bercabang
(pada Schistosoma).

[Type text]Page 15
Lophocercus cercaria: serkaria berekor besar (Metagonimus,
Clonorchis, Heterophyes).
Microcercus cercaria: serkaria berekor kecil (pada Paragonimus).
Pleurolophocercus: serkaria berekor panjang (pada Opistorchis).
Metaserkariaatau adolescaria: stadium infektif Trematoda yang
terbentuk dari serkaria yang membentuk kista dan kehilangan ekornya.
Schistosomulum: bentuk muda (imatur) cacing Schistosomaterbentuk di
dalam tubuh hospes definitif.
Vitellarium: kelenjarpada Trematoda (kelenjar vitelin)yang menghasilkan
bahan untuk mematangkan telur.

Tabel 9. Tempat hidup, stadium infektif dan hospes perantara kedua


Trematoda

Habitat Nama Spesies Stadium Hospes


(tempat hidup) Trematoda infektif peran- tara
kedua
Usus halus Fasciolopsis buski Metaserkaria Tanaman
Heterophyes heterophyes Metaserkaria Ikan
Metagonimus yokogawai Metaserkaria Ikan
Echinostoma Metaserkaria Siput
Hati Clonorchis sinensis Metaserkaria Ikan
Opistorchis felineus Metaserkaria Ikan
Opistorchis viverrini Metaserkaria Ikan
Fasciola hepatica Metaserkaria Tanaman
Dicrocoelium Metaserkaria Semut
dendriticum
Paru Paragonimus Metaserkaria Udang, ketam
westermani
Vena vesikalis Schistosoma Serkaria Tidak ada
haematobium
Vena porta atau Schistosoma Serkaria Tidak ada
vena rektalis
mansoniSchistosoma Serkaria Tidak ada
japonicum

[Type text]Page 16
C.NEMATODA
Bentuk tubuh cacing Nematodaadalah bulat panjang, silindris, filariform, tidak
bersegmen, dan bilateral simetris dengan ukuran panjang tubuh yang sangat
bervariasi, antara 2 mm sampai 1 meter. Nematoda yang tubuhnya tertutup oleh
kutikulum ini sudah memiliki rongga tubuh (body cavity).. Sistem pencernaannya
telah lengkap, tetapi sistem saraf dan organ ekskresinya belum sempurna.

Gambar 117. Diagram Nematoda


(Sumber. Nematode Control Guide)

Sistem reproduksi. Sistem reproduksi Nematoda sudah terpisah antara jenis


kelamin jantan dan betina sehingga cacing ini termasuk cacing yang diecious atau
uniseksual. Organ reproduksi jantan terdiri dari testis, vas deferens, vesikula
seminalis, dan duktus ejakulatorius sedang organ reproduksi betina terdiri dari
ovarium, oviduk, seminal reseptakel, uterus, vagina dan vulva.
Sifat reproduksi cacing betina dapat vivipar (melahirkan larva), ovipar (bertelur),
atau ovovivipar. Termasuk cacing yang vivipar antara lain adalah Dracunculus
medinensis, Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Trichinella spiralis.
TelurNematoda yang ovipar ada yang dikeluarkan dalam bentuk belum bersegmen
misalnya pada cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, ada yang
sudah bersegmen misalnya pada cacing tambang atau telur sudah mengandung
larva, misalnya pada cacing Enterobius vermicularis. Pada reproduksi ovovivipar
telur cacing telah berisi larvayang segera akan menetas sesudah ke luar dari
badan induknya. Contoh cacing ovovivipar adalah Strongyloides stercoralis.

[Type text]Page 17
Daur hidup. Untuk semua jenis Nematoda yang parasitik pada manusiayang
menjadi hospes definitif utamaadalah manusia. Untuk melengkapi daur hidupnya
Nematoda pada umumnya tidak merlukan hospes perantara pada kecuali pada
daur hidup Filaroidea dan Dracunculoidea. Jika cacing tidak memerlukan hospes
perantara, telur cacing yang keluar dari tubuh manusia harus berkembang lebih
infektif lebih dahulu sebelum dapat menginfeksi manusia atau hospes definitif
lainnya. CacingTrichinella spiralis yang definitif utamanya secara alami adalah
babi dan manusia merupakan hospes definitif alternatif, baik cacing dewasa
maupun larvanya hidup pada satu jenis hospes definitif yang sama.

Cara infeksi. Stadium infektifNematoda dapat masuk ke dalam tubuh manusia


melalui enam jalan, yaitu:
1. Telur infektif tertelan bersama makanan atau minuman yang tercemar
misalnya pada Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermicularis;
2. Stadium infektif cacing yang ada di dalam tubuh hospes perantara tertelan
bersama minuman, misalnya pada Dracunculus medinensis;
3. Kista embrio cacing yang terdapat dalam daging tertelan sebagai makanan,
misalnya pada Trichinella spiralis;
4. Larva infektif menembus kulit, misalnya pada infeksi cacing tambang
danStrongyloides stercoralis;
5. Stadium infektif cacing masuk ke dalam tubuh bersama gigitan serangga
yang bertindak sebagai hospes perantara, misalnya pada infeksi
Wuchereria bancroftidan Brugia malayi;
6. Stadium infektif cacing terhirup melalui udara (per inhalasi),misalnya
pada infeksi Enterobius vermicularis, dan kadang-kadang terjadi juga pada
Ascaris lumbricoides.

Pengelompokan Nematoda. Cacing Nematoda berdasar pada tempat hidup


cacing dewasanya di dalam tubuh manusia dikelompokkan menjadi :

[Type text]Page 18
1. Nematoda usus (Intestinal nematodes) yang hidup di dalam usus: yang
hidup di usus halus (small intestine)adalahAscaris lumbricoides,
Ancylostomum duodenale, Necator americanus, Strongylus stercoralis,
dan Trichinella spiralis sedangkan yang hidup di dalam sekum dan
apendiks misalnya adalah Enterobius vermicularis dan Trichuris trichiura.

2. Nematoda somatik (Somatic Nematodes). Cacing inihidup di dalam


jaringan atau di dalam organ tubuh:
 di dalam sistem limfatik, misalnya Wuchereria bancrofti dan Brugia
malayi;
 di jaringan subkutan misalnya Loa loa, Onchocerca volvulus dan
Dracucnculus medinensis;
 di dalam mesenteriummisalnya Acanthocheilonema perstans dan
Mansonella ozzardi;
 di konjungtivamata, misalnya Loa loa;
 di paru-paru misalnya Strongyloides stercoralis;
 di jaringan/organ hati, misalnya Capillaria hepatica.

Nematoda zoonosis. Beberapa jenis cacing Nematoda hewan larvanya hidup di


dalam tubuh manusia dan dapat menimbulkan penyakit yang disebut larva
migrans. Dikenal dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous larva migrans yang
ditimbulkan oleh larva Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninumdan
Gnathostoma spinigerumdan visceral larva migrans yang disebabkan oleh larva
Toxocara canisdanToxocara cati.
Angiostrongylus cantonensis, cacing Nematoda yang hospes definitifnya
adalah tikus, larvanya dapat menimbulkan gangguan sistem saraf pusat manusia,
misalnya berupa meningitis atau ensefalitis.
Cacing Trichostrongylusyang hidup alami di dalam tubuh hewan herbivora dapat
ditemukan menginfeksi manusia dan menimbulkan gejala klinis berupa gangguan
yang ringan pada pencernaan atau tidak menimbulkan gejala atau keluhan
(asimtomatis).

[Type text]Page 19
D.Giardia lamblia
Parasit ini disebut juga sebagaiLamblia intestinalis atau Giardia intestinalis,
dan penyakit yang ditimbulkannya disebut giardiasis.

Tempat hidup. Giardia intestinalis hidup di dalam duodenum dan jejunum


bagian atas, dengan cara melekatkan diri pada bagian usus tersebut. Parasit ini
kadang-kadang dijumpai di dalam saluran empedu dan kandung empedu.

Giardia lambliatersebar kosmopolit di daerah tropis dan subtropis. Epidemi


giardiasis pada waktu ini menjadi masalah kesehatan di Amerika dan negara-
negara maju lainnya karena merupakan New Emerging Disease. Tingginya
penderita AIDS/HIV di negara-negara menyebabkan jumlah penderita giardiasis
secara klinis sangat meningkat karena rendahnya imunitas penderita. Penelitian
Simadibrata pada tahun 2004 menunjukkan prevalensi Giardia lamblia di
Indonesia sebesar 3,62%, sedangkan dari anak-anak yang menderita diare di
Malang, 1,2% diantaranya disebabkan oleh protozoa ini.

. Terdapatdua bentukGiardia lamblia, yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista.


Bentuk trofozoit yang mirip buah pir dengan tubuh yang bilateral simetris.
Panjang trofozoit sekitar 14 mikron dengan lebar sekitar 7 mikron mempunyai
ujung anterior yang melebar dan membulat, sedangkan bagian posterior
meruncing. Permukaan bagian dorsal cembung sedangkan bagian ventral cekung.
Trofozoit mempunyai 4 pasang flagel yang panjangnya antara 12-15
mikron, dua aksostil dan dua inti. Kista Giardia lamblia yang bentuknya lonjong
mempunyai 2- 4 buah inti.

[Type text]Page 20
Gambar 14. Giardia lamblia (A) kista (B) trofozoit
(Sumber: J.Bartges, University of Tennessee/ CDC,USA)

Cara infeksi. Giardia lamblia ditularkan melalui makanan atau minuman yang
tercemar tinja yang mengandung kista infektif parasit yang dibawa oleh lalat atau
lipas. Tigapuluh menit sesudah tertelan bentuk kista akan berubah menjadi bentuk
trofozoit yang akan memperbanyak diri sesudah parasit mencapai duodenum.
Jika lingkungan duodenum tidak sesuai lagi untuk kehidupannya, trofozoit
akan meninggalkan duodenum, masuk ke dalam saluran empedu atau kandung
empedu dan kemudian berubah bentuk menjadi bentuk kista.

Akibat trofozoit Giardia lambliamelekatkan diri di usus menggunakan batil isap


(sucking disc), hal ini menimbulkan gangguan penyerapan lemak sehingga terjadi
berak lemak (steatore).
Selain itu Giardia lambliajuga menghasilkan toksin yang bersama-sama
dengan iritasi serta kerusakan jaringan usus menyebabkan terjadinya radang
kataral.

. Infeksi ringan umumnya jarang menimbulkan gejala klinis.Akibat pengaruh


toksin, iritasi usus dan kerusakan jaringan usus terjadiradang kataral yang
menyebabkan terjadinya gejala klinis dan keluhan berupa demam, nyeri perut,
gangguan perut di daerah epigastrium, mual, muntah dan kembung. Penderita juga
mengalami diare, sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia. Akibat

[Type text]Page 21
infeksi Giardia lamblia penderita juga menunjukkan gejala alergi terhadap parasit
ini.
Pada umumnya anak-anak yang menderita giardiasis menunjukkan
keluhan dan gejala klinis yang lebih berat dari pada giardiasis pada orang dewasa.
Dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik atas cairan duodenum dan tinja
penderita dapat ditemukan kista atau trofozoit Giardia lamblia untuk menetapkan
diagnosis pasti giardiasis. Pemeriksaan atas cairan duodenum lebih baik hasilnya
daripada pemeriksaan atas tinja penderita karena trofozoit lebih mudah
ditemukan. Pada penderita giardiasis yang mengalami diare banyak ditemukan
trofozoit, sedangkan penderita giardiasis tanpa gejala atau karier giardiasis lebih
sering ditemukan bentuk kista parasit.

. Infeksi ringan umumnya jarang menimbulkan gejala klinis.Akibat pengaruh


toksin, iritasi usus dan kerusakan jaringan usus terjadiradang kataral yang
menyebabkan terjadinya gejala klinis dan keluhan berupa demam, nyeri perut,
gangguan perut di daerah epigastrium, mual, muntah dan kembung. Penderita juga
mengalami diare, sindrom malabsorpsi vitamin A dan lemak serta anemia. Akibat
infeksi Giardia lamblia penderita juga menunjukkan gejala alergi terhadap parasit
ini.
Pada umumnya anak-anak yang menderita giardiasis menunjukkan
keluhan dan gejala klinis yang lebih berat dari pada giardiasis pada orang dewasa.
Dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik atas cairan duodenum dan tinja
penderita dapat ditemukan kista atau trofozoit Giardia lamblia untuk menetapkan
diagnosis pasti giardiasis. Pemeriksaan atas cairan duodenum lebih baik hasilnya
daripada pemeriksaan atas tinja penderita karena trofozoit lebih mudah
ditemukan. Pada penderita giardiasis yang mengalami diare banyak ditemukan
trofozoit, sedangkan penderita giardiasis tanpa gejala atau karier giardiasis lebih
sering ditemukan bentuk kista parasit.

[Type text]Page 22
Mulut Nyamuk DAFTAR PUSTAKA

1. Abercrombie,M. M.Hickman, M.L.Johnson dan M.Thain, 1997. Kamus


Lengkap Biologi, Penguin, penerbit Erlangga, Jakarta.
2. Adam and Maegraith, 1966. Clinical and Tropical Disease, Fourth
Edition. Blackwell Scientific Publication, Oxford, Edinburg.
3. Ahmad Ramali dan K.St.Pamoentjak1996. Kamus Kedokteran, Penerbit
Jambatan, Jakarta.
4. Armed Forces Pest Management Board, 2006.Filth Flies. Trchnical Guide
No.30.
5. Bangs, M.J., Sirait,S., Purnomo and Maguire, J.D. 2006. Strongyloidiasis
with gastric nucosal invasion presenting with acute interstitial nephritis.
Southeast Asian J. Trop.Med.Public Health, Vol.37No.4, July 2006.

[Type text]Page 23
[Type text]Page 24
[Type text]Page 25

Anda mungkin juga menyukai