(Toxoplasma gondii)
Disusun Oleh
1. Anggraena Rw
2. Aprila Ayu Dwi N 16013004
3. Hamdan Bahtiyar
4. Khofia Lutvifa 16013010
5. Toni Erfandi 16013015
6. Wahyu Indra
DESEMBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk Mengetahui morfologi , Sikuls Hidup, Gejala klinis, Diagnosis, Pengobatan serta
Pencegahan dari Penyakit Toxoplasma gondii
1
BAB II
PEMBAHASAN
- Toxoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dengan parasite obligat
intraselluler Toxoplasma gondii.
- Infeksi toxoplasma akut : infeksi yang didapat sesudah bayi dilahirkan, biasanya
asimptomatik.
- Infeksi toxoplasma kronik : terjadinya persistensi kista dalam jaringan yang berisi
parasit pada individu yang secara klinis asiptomatik.
- Toxoplasmosis akut maupun kronik :suatu keadaan saat parasit menjadi penyebab
terjadinya gejala dan tanda klinis miokarditis, pneumonia
2
a. Akan sembuh sendiri
Pada umumnya ketiga proses tersebut bersifat asimptomatik, tetapi bila suatu saat daya
imun seseorang yang telah terinfeksi tersebut menurun, dapat timbul tanda dan gejala
klinis kembali.
3
Toxoplasma gondii terdiri dari tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk poriferatif),
kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit)
1. Bentuk takizoit (poriferatif)
a) Menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak
membulat.
b) Ukuran panjang 4 - 8 mikron, lebar 2 - 4 mikron dan mempunyai selaput sel,
satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti
mitokondria dan badan golgi.
c) Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini
terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk
manusia dan kucing sebagal hospes definitif. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh
hospes intermediet dan hospes definitif
d) Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh.
e) Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.
4
3. Bentuk Ookista (berisi sporozoid)
a) Ookista berbentuk lonjong, berukuran 12,5 mikron.
b) Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas.
c) Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan
menjadi sporokista.
d) Masing - masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2
mikron dan sebuah benda residu.
Toxoplasma gondii adalah suatu spesies dari Coccidia yang mirip dengan
Isospora. Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual dan daur seksual
yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista menghasilkan 2
sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista ditelan oleh
mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes
perantara dibentuk kelompok tropozoit yang membelah secara aktif yang disebut
takzoit. Kemudian berubah menjadi bradizoit yang merupakan masa infeksi klinis
menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara hanya terdapat
sebagai kista jaringan.
5
Bila kucing sebagai hospes definitif memakan perantara hospes perantara yang
terinfeksi, maka terbentuk lagi stadium seksual dalam sel epitel usus kecilnya. Bila
hospes perantara mengandung kista jaringan Toxoplasama, maka masa prepatennya
adalah 3-5 hari, sedang bila kucing makan tikus yang mengandung takizoit, masa
prepatennya bisa 5-10 hari. Tetapi bila ookista langsung tertelan oleh kucing, maka
masa prepatennya adalah 20-24 hari.
Takizoit berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan
takizoit, maka sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel- sel di sekitarnya atau
difagositosis oleh sel makrofag.Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit
yang membelah telah membentuk dinding. Kista jaringan ini dapat ditemukan dalam
hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak kista
berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot kista mengikuti bentuk sel.
Apabila menginfeksi manusia terjadi pada saat didalam sel epitel usus kucing
berlangsung daur seksual (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni sporogoni)
kemudian ookista yang dihasilkan keluar bersama feses kucing. Ookista
mengkontaminasi secara langsung maupun tidak langsung yaitu dapat melalui makanan
ataupun menempel pada tangan manusia yang selanjutnya tertelan. Didalam tubuh
ookista tidak dapat dicerna oleh asam lambung sehingga lolos dan masuk dalam usus
yang kemudian berubah menjadi trofozoit dan berkembang menjadi takizoit yang
menyerang bagian tubuh mulai dari sel endotel leukosit monokuler maupun cairan sel
tubuh maka terjadilah infeksi didalam tubuh manusia. Apabila didalam tubuh manusia
kondisinya tidak sesuai trofozoit ataupun takizoit akan berubah menjadi kista (berisi
bradizoit) dan dapat keluar tubuh bersama feses.
Dalam lingkar hidupnya Toksoplasma gondii mempunyai dua fase yaitu
1. Fase Aseksual (skizogoni)
Pada fase ini cara berkembang biaknya adalah membelah dua atau binnary fission.
2. Fase Seksual (gametogoni dan sporogoni)
Hanya didapatkan dari kucing sebagai tuan rumah definitif( efenitiv host).
6
7
2.4 Cara Penularan Toxoplasma gondii
8
dibekukan. Seharusnya daging dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah
terjadinya penularan toxoplasm.
2.5 Tanda
Tanda-tanda yang terkait dengan toksoplasmosis yaitu (Medows, 2005):
1. Toxoplasma pada orang yang imunokompeten
Hanya 10-20% dari infeksi toksoplasma pada orang imunokompeten dikaitkan
dengan tanda-tanda penyakit. Biasanya, pembengkakan kelenjar getah bening
(sering di leher). Gejala lain bisa termasuk demam, malaise, keringat malam, nyeri
otot, ruam makulopapular dan sakit tenggorokan.
2. Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah
Toxoplasmosis pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah misalnya, pasien
dengan AIDS dan kanker. Pada pasien ini, infeksi mungkin melibatkan otak dan
sistem syaraf, menyebabkan ensefalitis dengan gejala termasuk demam, sakit
kepala, kejang-kejang dan masalah penglihatan, ucapan, gerakan atau pemikiran.
manifestasi lain dari penyakit ini termasuk penyakit paru-paru, menyebabkan
demam, batuk atau sesak nafas dan miokarditis dapat menyebabkan gejala penyakit
jantung, dan aritmia.
3. Toxoplasma Okular
Toksoplasmosis okular oleh uveitis, sering unilateral, dapat dilihat pada remaja dan
dewasa muda, sindrom ini sering merupakan akibat dari infeksi kongenital tanpa
gejala atau menunda hasil infeksi postnatal. Infeksi diperoleh pada saat atau
sebelum kehamilan sehingga menyebabkan bayi toksoplasmosis bawaan. Banyak
bayi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala saat lahir, namun sebagian besar
akan mengembangkan pembelajaran dan visual cacat atau bahkan yang parah,
infeksi yang mengancam jiwa di masa depan, jika tidak ditangani.
4. Toksoplasmosis pada wanita hamil
Kebanyakan wanita yang terinfeksi selama kehamilan tidak menunjukkan tanda-
tanda penyakit. Hanya wanita tanpa infeksi sebelumnya dapat menularkan infeksi
ke janin. Kemungkinan penyakit toksoplasmosis bawaan terjadi ketika bayi baru
lahir, tergantung pada tahap kehamilan saat infeksi ibu terjadi. Pada kondisi
9
tertentu, infeksi pada wanita selama kehamilan menyebabkan abortus spontan, lahir
mati, dan kelahiran prematur. Aborsi dan stillbirths juga dapat dipertimbangkan,
terutama bila infeksi terjadi pada trimester pertama. Tanda dan gejalanya yaitu
penglihatan kabur, rasa sakit, fotofobia, dan kehilangan sebagian atau seluruh
keseimbangan tubuh.
5. Toxoplasmosis congenital
Bayi yang terinfeksi selama kehamilan trimester pertama atau kedua yang paling
mungkin untuk menunjukkan gejala parah setelah lahir. Tanda-tandanya yaitu
demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit kuning (menguningnya kulit
dan mata), sebuah kepala yang sangat besar atau bahkan sangat kecil, ruam, memar,
pendarahan, anemia, dan pembesaran hati atau limpa. Mereka yang terinfeksi
selama trimester terakhir biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi pada
kelahiran, tetapi mungkin menunjukkan tanda-tanda toksoplasmosis okular atau
penundaan perkembangan di kemudian hari.
Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan menjadi : Toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
Toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital sebagian
besar asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian
menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan
dengan penyakit lain.
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan
gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada
kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital.
Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak umumnya ringan.
Gejala-gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan
penyakit lain, beberapa gejala klinis yang sering dihubungkan dengan Toksoplasmosis
diantaranya adalah :
10
Limfadenitis adalah manifestasi klinis yang sering dijumpai pada
Toksoplasmosis akuisita akut.Kalenjer leher prosterior yang paling sering terkena
tetapi kalenjar-kalenjar lainpun dapat terlihat.Pada Toksoplasmosis akuisita yang
ringan terkadang menyerupai Mononukleusis infeksiosa, limfoma atau suatu tumor
ganas. Dapat disertai panas badan atau tidak dan biasanya sembuh sendiri
11
dalam 10 hari setelah terinfeksi dan meningkat 6 bulan sampai > 7 tahun. The
enzyme linked immunosorbent assay (Uji Elisa) asay test untuk melihat
tingginya perkembangan antibody IgM dapat bertahan sampai beberapa tahun.
UJI IVA (Indairec immaunofluorescence Antibody Test untuk IgM toxoplasma
spesifik biasanya menunjukan kadar yang tinggi pada 6 bulan setelah terinfeksi,
berikutnya titer akan menurun. Uji IVA lebih bermanfaat dari uji Elisa dalam
membedakan infeksi adanya primer pada wanita hamil.
2) Anak
Gejala klinis pada bayi baru lahir akan dapat ditemukan seperti pada temuan diatas.
Gejala klinik yang paling banyak ditemukan adalah chorioretinitis, penyakit
kuning, demam, dan hepatosplenomegali. Adanya IgM toxoplasma spesifik pada
bayi baru lahir memperjelas diagnosa infeksi congenital. Adanya kista toxoplasma
gondii pada pemerikaan histology plasenta juga mendukung kuat diagnosa infeksi
pada bayi.
3) Diagnosa prenatal
Mendiagnosa toxoplasma pada kehamilan dipercaya dengan cairan amnion atau
darah janin yang dapat didiagnosa dengan amniosentesis atau cordosentesis.
IgM spesifik toxoplasma jika didapatkan pada darah janin dari cordosentesis dapat
pula digunakan untuk mendiagnosa infeksi janin namun sayangnya antibody IgM
janin sedikit berekembang sampai umur kehamilan 21 sampai 24 minggu.
Menegakkan diagnosis tokoplasmosis sulit dilakukan karena gejala klinisnya yang
tidak selalu jelas, dan bahkan banyak yang tidak menimbulkan gejala. Beberapa
metode pemeriksaan telah dikembangkan untuk mendiagnosa toksoplasmosis tetapi
hasilnya masih kurang memuaskan disamping biayanya masih sangat mahal.
Sampai saat ini penyaringan serum toksoplasmosis prenatal masih belum dapat
dilakukan karena kesulitan teknik dalam menginterpretasikan hasilnya.
Salah satu cara menegakkan diagnosis toksoplasmosis adalah dengan cara isolasi
parasit yang diambil dari darah, cairan serebrospinal atau biopsi yang kemudian
diinokulasikan ke dalam peritoneum tikus, hamster atau kelinci yang bebas dari
infeksi toksoplasma. Diagnosis prenatal dapat dilakukan dengan Chorionic Villus
Sampling ( CVS ), kordosintesis, amniosintesis yang kemudian dari hasil sampling
tersebut dilakukan inokulasi pada peritoneum tikus mencit untuk menemukan
12
toksoplasma. Metode isolasi ini sekarang sudah jarang dilakukan karena
membutuhkan waktu yang lama dan kebanyakan laboratorium rumah-sakit tidak
mempunyai fasilitas untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Pada pemeriksaan secara makroskopis, plasenta yang terinfeksi biasanya membesar
dan memperlihatkan lesi yang mirip dengan gambaran khas dari eritroblastosis
fetalis. Villi akan membesar, oedematus dan sering immatur pada umur kehamilan.
Secara histopatologis yang ditemukan tergantung pada stadium parasit dan respon
imun dari penderita. Gambaran yang ditemukan dapat berupa gambaran normal
sampai pada gambaran hiperplasia folikel, dimana ditemukan peningkatan
limfoblas retikuler ( sel imunoblas besar ), sering didapatkan normoblas pada
pembuluh darah, infiltrat sel radang subakut yang bersifat fokal maupun difus,
small clumps histiosit yang dapat ditemukan pada daerah tepi dari sel-sel yang
terinfeksi, menunjukkan gambaran agregasi, gambaran folikel yang khas yang
berhubungan dengan kenaikan titer serologi. Pada beberapa kasus dapat ditemukan
gambaran proliferatif dan nekrotik dari peradangan villi. Kadang-kadang
peradangan villi ditemukan dengan adanya limfosit, sel plasma, dan fibrosis.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran organisme dalam sel.
Organisme sulit ditemukan pada plasenta, tetapi bila ditemukan biasanya terdapat
dalam bentuk kista di korion atau jaringan subkorion. Identifikasi sering sulit, sebab
sinsitium yang mengalami degenerasi sering mirip dengan kista.
Pada neonatus dapat ditemukan gambaran seperti pada hepatitis, berupa gambaran
nekrosis sel hati, Giants cell, hematopoesis ekstranoduler, nekrosis adrenal. Pada
susunan syaraf pusat dapat ditemukan nodul mikroglial dengan takizoit, ulkus
ependymal, radang soliter akuaduktus dan atau ventrikel.
Pemeriksaan serologi saat ini merupakan metode yang sering digunakan. Meskipun
demikian pemeriksaan serologi untuk toksoplasma cenderung mengalami kesulitan
dalam pelaksanaannya. Beberapa metode pemeriksaan yang pernah dilakukan
antara lain Sabin-Feldman dye test, indirect fluorescent assays (IFA), indirect
hemagglutination assays (IHA), dan complement fixation test (CFT). Cara
pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digunakan adalah dengan enzyme-
linnked immunosorbent assay (ELISA). Kebanyakan laboratorium saat ini sudah
tidak menggunakan Sabin-Feldman dye test. Pemeriksaan – pemeriksaan yang
13
sering digunakan adalah dengan mengukur jumlah IgG , IgM atau keduanya. Ig M
dapat terdeteksi lebih kurang 1 minggu setelah infeksi akut dan menetap selama
beberapa minggu atau bulan. IgG biasanya tidak muncul sampai beberapa minggu
setelah peningkatan IgM tetapi dalam titer rendah dapat menetap sampai beberapa
tahun.
Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis dapat diperiksa sebelum
konsepsi, dimana adanya IgG yang spesifik untuk toksoplasma memberikan
petunjuk adanya perlindungan terhadap infeksi yang lampau. Pada wanita hamil
yang belum diketahui status serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang tinggi
sebaiknya diperiksa titer IgM spesifik toksoplasma. Adanya IgM menunjukkan
adanya infeksi yang baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer yang tinggi.
Tetapi harus diingat bahwa IgM dapat terdeteksi selama lebih dari 4 bulan bila
menggunakan fluorescent antibody test , dan dapat lebih dari 8 bulan bila
menggunakan ELISA. Diagnosis prenatal dari toksoplasmosis kongenital dapat
juga dilakukan dengan kordosintesis dan amniosintesis dengan tes serologi untuk
IgG dan IgM pada darah fetus. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi karena
IgM tidak dapat melewati barier plasenta sedangkan IgG dapat berasal dari ibu.
Meskipun demikian antibodi IgM spesifik mungkin tidak dapat ditemukan karena
kemungkinan terbentuknya antibodi dapat terlambat pada janin dan bayi.Akhir-
akhir ini dikembangkan pemeriksaan IgG avidity untuk melihat kronisitas infeksi,
dimana semakin tinggi kadar afinitas semakin lama infeksi telah terjadi.
a. Terdapat serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval
2-3 minggu.
b. Terdapatnya IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi 1-3 minggu yang lalu.
c. IgG avidity yang rendah
d. Hasil Sabin-Feldman / IFA > 300 IU/ml atau 1 : 1000
e. IgM-IFA 1 : 80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml
14
2. IgG yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan merupakan infeksi
lampau.
a. Ada 5 % penderita dengan IgM persisten yang bertahun-tahun akan positif
b. Satu kali pemeriksaan dengan IgG dan IgM positif tidak dapat dipastikan
sebagai infeksi akut dan harus dilakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan
lain.
Diagnosa ditegakkan bila IgM positif dan titer IgG yang meningkat 4 kali lipat
pada pemeriksaan ulang selang waktu 2 – 3 minggu.
Titer IgM akan tetap tinggi sampai 3 – 4 bulan
15
2.7 Pencegahan Toxoplasma gondii
1. Menghindari mengkonsumsi daging yang kurang matang (memasak daging
dengan cara yang benar dan harus sampai matang sebelum dikonsumsi),
2. Mencuci tangan setelah memegang daging mentah (biasanya untuk para penjual
daging),
3. Selalu menjaga kesehatan hewan peliharaan(memandikan dan membawa ke
dokter hewan secara rutin),
4. Membasmi vector, misalnya tikus dan lalat,
5. Menutup rapat makanan sehingga tidak dijamah lalat atau lipas,
6. Member makan hewan peliharaan (terutama kucing) diberi makanan yang
matang, dan dicegah agar tidak berburu tikus atau burung.
7. Pada orang yang bekerja di laboratorium, lebih berhati-hati, gunakan APD
dengan benar.
8. Berhati-hati dalam melakukan tranfusi darah serta transplantasi organ.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1. Menjaga kebersihan hewan peliharaan
2. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
3. Memakanan ataupun meminun minuman yang sudah masak
4. Rajin memeriksakan diri khususnya untuk ibu hamil pada trisemester 1 - 4
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
18