Anda di halaman 1dari 13

Nama : Febi Sukma Wardani

Nim : 18330013
Kelas : B
UAS DIAGNOSTIK KLINIK

UJIAN AKHIR SEMESTER DIAGNOSTIK KLINIK


FAKULTAS FARMASI - ISTN
DOSEN : PUTU RIKA VERYANTI, M.FARM-KLIN., APT.

1. Perempuan berusia 18 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan mual muntah berat sejak 2 hari yang
lalu, suhu tubuh naik turun sejak semimggu terakhir dan mengalami nyeri perut. Hasil pemeriksaan
menunjukkan hasil sebagai berikut :

No Hasil Widal Titer 1/80 Titer 1/160


1 Salmonella – O + +
P
2 Salmonella – H + +
e
3 Salmonella para thypii A – O + +
r
4 Salmonella para thypii B – O + +
t
anyaan :
a. Apa yang dimaksud dengan demam tifoid?
Jawab :
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.
Bakteri ini biasanya ditemukan di air atau makanan yang terkontaminasi. Selain itu, bakteri ini
juga bisa ditularkan dari orang yang terinfeksi. Demam tifoid termasuk infeksi bakteri yang bisa
menyebar ke seluruh tubuh dan memengaruhi banyak organ. Tanpa perawatan yang cepat dan
tepat, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius yang berakibat fatal.

b. Jelaskan prinsip uji widal!


Jawab :
Uji Widal adalah prosedur uji serologi untuk mendeteksi bakteri Salmonella enterica yang
mengakibatkan penyakit Thipoid. Uji ini akan memperlihatkan reaksi antibodi Salmonella
terhadap antigen O-somatik dan Hflagellar di dalam darah. Prinsip dasar uji Widal adalah,
suspensi bakteri (antigen) tak larut yang direaksikan dengan antibodi spesifik terhadap bakteri
tersebut yang ada di dalam serum penderita. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi
aglutinasi antara antigen dan antibodi (agglutinin).
c. Apa yang dimaksud dengan antigen – O dan antigen – H ?
Jawab :
- Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya
terdiri dari lipopolisakarida.
- Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau phili Salmonella typhi
dan berstruktur kimia protein.

d. Apa arti titer 1/80 dan 1/160


Jawab :
Titer antiserum adalah suatu nilai nisbi dan berbanding terbalik dengan pengenceran
tertinggi yang memiliki gumpalan sel dan antibodi. Titer yang lebih tinggi menunjukkan adanya
konsentrasi antibodi yang lebih tinggi pula.
Jadi, jika titer widal 1/80 tidak dapat diakatan terinfeksi tifus, oleh karena itu selama tidak
ada gelaja ataupun keluhan maka penemuan titer 1/80 menjadi tidak bermakna,
Jika 1/160 yaitu untuk pemeriksaan widal dalam proses demam tifoid, dalam diagnosis
demam tifoid akan dinyatakan positif bila, terdapat kenaikan titer 4 kali dari hasil pemerikasaan
widal dasar, widal dasar umumnya diperiksa dalam jangka 1 minggu, bila hasil test widal antigen
-O menghasilkan iter lebih besar ataua sama dengan 1/160 dapat diakatan atau dapat di diagnosis
sebagai demam tifoid bila hasil iter 1/80 tidak dapat dikatan terinfesi demam tifoid selama tidak
timbul gejala atau keluhan.

e. Apa yang dimaksud dengan positif & negative palsu pada diagnose demam tifoid?
Jawab :
Pada Tes Widal umumnya menunjukan hasil positif pada hari ke 5 atau lebih setelah
terjadinya infeksi bakteri Salmonella enterica serotype typhi. Oleh karena itu bila infeksi baru
berlangsung beberapa hari sering kali hasil tes Widal menunjukan hasil negatif dan menjadi
positif bilamana pemeriksaan diulang beberapa hari kedepan. Dengan demikian hasil tes Widal
negatif terutama pada beberapa hari pertama demam belum dapat menyingkirkan kemungkinan
terjadinya demam typhoid.
Tes Widal memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Selain itu tes Widal dapat
menyebabkan hasil positif-palsu dalam mendiagnosis demam typhoid karena Salmonella enterica
serotype typhi samasama memiliki antigen O dan antigen H dengan Salmonella serotype lainnya
dan memiliki reaksi silang epitope dengan Enterobacteriace.

f. Intepretasikan data pada table di atas!


Jawab :
menurut Kosasih, 1984, hasil pemeriksaan test widal dianggap positif mempunyai arti klinis
sebagai berikut :
- Titer antigen O sampai 1/80 pada awal penyakit berarti suspek demam tifoid, kecuali pasien
yang telah mendapat vaksinasi.
- Titer antigen O diatas 1/160 berarti indikasi kuat terhadap demam tifoid.
- Titer antigen H sampai 1/40 berarti suspek terhadap demam tifoid kecuali pada pasien yang
divaksinasi jauh lebih tinggi.
- Titer antigen H diatas 1/80 memberi indikasi adanya demam tifoid.

Pada tabel diatas terdapat tes untuk demam tifoid, pasien yang berusia 18 tahun, mengalami
keluhan dan dibawa kerumah sakit, dengan keluhan mual muntah berat sejak 2 hari yang lalu,
suhu tubuh naik turun sejak seminggu terakhir dan mengalami nyeri perut. Karena Pembentukan
aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, serta terdapat puncak pada minggu
keempat dan tetap tinggi dalam beberapa minggu dengan peningkatan aglutinin O terlebih dahulu
bar diikuti aglutinin H Maka pada kasus diatas dinyatakan pasien memang sudah positif demam
tifoid yang disertai dengan data titer pada 2 minggu pemeriksaan yaitu terdapat titer 1/80 yang
positif dan juga titer 1/160 yang positif, serta pasien juga memengalami gejala lain berupa nyeri
peru

g. Bagaimana tatalaksana terapi pada pasien dengan demam tifoid?


Jawab :
Pilihan utama antibiotik tergantung pola kerentanan kuman S.typhi dan S.paratyphi di area
tertentu. Terapi first-line original adalah kloramfenikol, ampisilin, dan
trimethropimsulfametoksazol. Antibiotik ini efektif terhadap kuman yang sensitif, tetapi sering
ditemukan resistensi terhadap obat ini.
8 Fluoroquinolones adalah kelas yang paling efektif dengan angka kesembuhan mencapai
98%, angka relaps dan fecal carrier <2%, dan efek terapi paling ekstensif adalah dengan
siprofloksasin. Kebanyakan pasien uncomplicated dapat diterapi di rumah dengan antibiotik oral
dan antipiretik. Pasien dengan muntah persisten, diare, dan distensi abdomen harus dirawat dan
diberi terapi suportif dan antibiotic parenteral sefalosporin generasi ketiga atau fluorokuinolon,
tergantung tingkat kerentanan antibiotik setempat. Terapi selama 10 hari atau sampai 5 hari
setelah demam hilang.

2. Pria berusia 59 tahun masuk rumah sakit dan didiagnosa hepatitis B. Dokter mencurigai adanya
indikasi kerusakan hati yang lebih lanjut pada pasien tersebut, sehingga melakukan pemeriksaan untuk
diagnosis sirosis hati. Hasil pemeriksaan lab ditunjukkan pada table berikut :
No Parameter Nilai
1 Total bilirubin (µmol/L) 28
2 Serum albumin (g/L) 32
3 Protrombone time/INR 2.3
4 Asites Ringan
5 hepatic encephalopathy Tidak ada
Pertanyaan :
a. Apa yang dimaksud dengan hepatitis B?
Jawab : Hepatitis B adalah penyakit yang menimbulkan peradangan pada organ hati dan biasanya
disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B ditandai dengan peradangan kronik pada hati dan
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi infeksi akut, karena
berlangsung sangat lama penyakit ini dapat bersifat persisten. Hepatitis B sangat beresiko terhadap
pasien yang menggunakan narkotika dan mempunyai banyak pasangan seksual. Gejala yang
ditunjukkan oleh penyakit adalah lemah, lesu, sakit otot, mual dan muntah namun jarang
ditemukan demam

b. Sebutkan factor resiko hepatitis B!


Jawab : Virus hepatitis B ditularkan melalui perkutaneus dan membran mukosa yang terinfeksi
oleh darah, semen, secret vagina dan saliva. Atau bisa juga karena Berhubungan badan dengan
orang yang terinfeksi, penggunaan obat terlarang, pemakaian bersama jarum suntik, dan kontak
darah.

c. Jelaskan pathogenesis hepatitis B!


Jawab :
Patogenesis penyakit ini dimulai dengan masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral.
Terdapat 5 tahap dalam siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu :
a. Fase Imunotoleran, ditandai oleh sistem imun menghambat replikasi VHB, dimana HBV
DNA, HBeAg, dan HBsAg dilepaskan dan dapat dideteksi dalam serum. Pada fase ini,
virus bereplikasi secara aktif, namun kelainan secara histologi masih minimal.
b. Fase Imunoaktif (clearance), Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya
replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari
kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
c. Fase Imunoreaktif, pada fase ini HBeAg positif, kadar alanine transferase (ALT)
meningkat, Anti HBc IgM mulai diproduksi, HBV DNA, HBeAg dan HBsAg semakin
banyak.
d. Fase replikasi menurun, HBV DNA rendah, HBeAg negatif, tetapi HBsAg masih ada, fase
ini dikenal sebagai inactive carier state, dimana berisiko (1020%) untuk reakktivasi
menjadi aktif kembali.
e. Fase kelima adalah HBeAg negatif, tetapi pada fase ini, virus yang mengalami mutasi pada
precore, regio promoter core dari genom tetap aktif melakukan replikasi, sehingga
komplikasi/kerusakan hepar terus berlanjut.
f. Fase keenam adalah HBsAg negatif, replikasi virus berhenti, tetapi VHB masih berisiko
ditularkan, karena berada dalam reaktifase.
d. Jelaskan pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa hepatitis B!
Jawab :
a. Hepatitis B surface antigen (HbsAg). Tes ini bertujuan untuk menilai penularan virus
hepatitis B. Hasil negatif menandakan tidak ada infeksi virus HBV dalam tubuh,
sedangkan hasil positif menandakan adanya infeksi yang bisa ditularkan ke orang lain.
b. Hepatitis B core antigen (HbcAg). Tes ini akan dilakukan jika hasil HbsAg menunjukkan
positif. Tes ini bertujuan untuk menentukan tingkat keparahan infeksi hepatitis B (akut
atau kronis).
c. Antibodi hepatitis B surface antigen (anti-HbsAg). Tes ini berfungsi untuk mendeteksi
kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B. Jika hasilnya positif, artinya kamu pernah
mendapatkan vaksin hepatitis B atau sedang berada dalam masa pemulihan hepatitis B
akut.

e. Bagaimana penatalaksanaan terapi hepatitis B?


Jawab :
a. Tirah baring (bedrest) yaituistirahat total ditempat tidur diawal fase penyakit.
b. Diet. Penderita harus mendapa tcukup kalori dengan ukuran 30-35 kalori per kilogram
berat badan atau sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal. Makanan yang kaya
hidratarang kompleksyaitu 300-400 gram per hari agar dapat melindungi protein
tubuh.protein atauasam amino diberikan sebanyak 0,75 gram per kilogram beratbadan.
c. Obat-obatan. Kortikosteroid, mengurangi proses peradanganhati, sehingga edema
selberkurangdanstatis (sumbatan) aliran empedu menghilang sehingga terjadi penurunan
bilirubin. Imunomodulator, golongan obat ini dapat memodulasi system kekebalan tubuh.
Simptomatik yaitu memberi pengobatan berdasarkan keluhan yang ada. Memberikan
paracetamol diberikan pada penderita demam dan sakit kepala, antasida diberikan bila
mual dan muntah, dan obat tradisional lainnya yang mempercepat penyembuhan.
d. Pada tahap kronis malakukan pengobatandengan IFN (interferon), yang merupakan salah
satu unsure penting dalam systeme kebalan alamiah disamping ikut mengatu rsystem
kekebalan yang didapat.
e. Adenosine arabinoside (ARA-A)
f. Ribavirin (new atirival agent)
g. Penekan virus (viral supressors)
h. ObatImunomodulator
f. Apa yang dimaksud dengan sirosis hati?
Jawab :
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan
seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi Gejalanya berupa perdangan difus
dan selama bertahun-tahun pada hati serta diikuti dengan fibrosis, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati sehingga menimbulkan kekacauan dalam susunan parenkim hati.

g. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Chill-Pugh score!


Jawab :
Chill-Pugh score adalah suatu sistem penilaian klinis yang sering digunakan dalam menentukan
grade atau derajat sirosis hati. Skor ini dihitung dengan memperhatikan tanda klinis yaitu asites
dan ensefalopati hepatikum dan parameter terukut yaitu nilai bilirubin, albumin, dan waktu
koagulasi (PT).

h. Tentukan klasifikasi sirosis yang dialami pasien di atas dengan Chill-Pugh score!
Jawab :
Total skor Chill-Pugh score pasien diatas adalah 8, dimana jumlah ini masuk kedalam Chil B
(Skor 7-9) yang dimaksudkan kedalam golongan sirosis dekompensata. Pasien dengan klasifikasi
Child-Pugh kelas B maka mempunyai angka kelangsungan hidup 80%.

i. Apa yang dimaksud dengan SGOT, SGPT, total bilirubin, serum albumin, Pro trombone time,INR,
asites, hepatic encephalopathy pada table di atas?
Jawab :
a. SGOT : merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati,
sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal,dan pankreas.
b. SGPT : Serum Glutamate Piruvat Transferase (SGPT), adalah enzim yang mengkatalisis
kelompok amino dalam siklus krebs untuk menghasilkan energi di jaringan. SGPT terdapat
terutama di sitoplasma hati dan sedikit di sel ginjal, seljantung dan otot skelet.
c. Total bilirubin : penjumlahan bilirubin direct (tidak terkonjugasi) dan bilirubin indirect
(berkonjugasi dengan glucuronide).
d. Serum albumin : protein dengan berat molekul sekitar 65.000 Da dan terdiri dari 584 asam
amino.
e. Pro trombone time : adalah pemeriksaan darah untuk mengevaluasi status koagulasi pasien.
Pemeriksaan PT bertujuan untuk mengevaluasi faktor koagulasi ekstrinsik
f. INR : waktu yang dibutuhkan oleh tubuh seseorang guna membuat bekuan darah.
g. Asites : penumpukan cairan di dalam rongga antara selaput yang melapisi dinding perut dan
organ dalam tubuh.
h. Hepatic encephalopathy : sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada penyakit hati akut dan
kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga berat. Manifestasi
tersebut mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa
adanya kelainan di otak yang mendasarinya.

3. Jelaskan salah satu penyakit dengan pemeriksaan mikrobiologi! Jelaskan apa yang dimaksud dengan :
a. Penyakit yang dipilih
b. Gejala klinik
c. Faktor resiko
d. Pathogenesis
e. Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan
f. Pemeriksaan mikrobiologi,
g. Intepretasi data hasil pemeriksaan lab dan mikrobiologi
h. Tata laksanaka terapi
Catatan : penyakit yang dipilih bisa disentri, sepsis, pneumonia dan lain-lain

Jawab :
a) Penyakit yang dipilih Sepsis (Septikemia) Sepsis merupakan terjadinya respon sistemik
terhadap infeksi di dalam tubuh yang berkembang menjadi sepsis berat dan syok septik.
Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan kondisi disfungsi organ, yang disebabkan
karena inflamasi sistemik dan respon prokoagulan terhadap infeksi. Sedangkan syok septik
merupakan kondisi sepsis dengan hipotensi refrakter ( tekanan darah sistolik 40 mmHg
dari ambang dasar tekanan darah sistolik yang tidak responsif setelah diberikan cairan
kristaloid sebesar 20 – 40 mL/kg). Sepsis dapat dikatakan keadaan disfungsi organ yang
mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis
yang disebabkan oleh penyakit seperti pneumonia atau infeksi saluran kemih yang dapat
menimbulkan disfungsi pada organ – organ yang berkaitan.

b) Gejala Klinik
Sepsis mempunyai gejala klinik yang btidak spesifik, seperti demam, menggigil, dan
gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah. Tempat terjadinya infeksi sering terjadi
pada paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Gelaja
sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, diabetes, kanker, gagal organ
utama, dan pasien dengan gramulosiopemia. Gejala klinis yang umum terjadi, yaitu:
1) Demam (>38,3°C)
2) Hipotermia (suhu pusat tubuh)
3) Edema signifikan atau keseimbangan cairan positif (suhu pusat tubuh 20 mL/kg lebih
dari 24 jam)
4) Napas cepat
5) Tekanan darah rendah
6) Penurunan kesadaran / perubahan status mental
7) Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dL atau 7,7 mmol/L)

c) Faktor resiko
Faktor risiko umum
1) Menderita penyakit kronis, seperti diabetes, kanker, penyakit paru – paru dan penyakit
ginjal.
2) Menderita penyakit parah dan sedang di rawat di ICU
3) Menderita kecanduan alkohol
4) Menderita penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS
5) Menjalani pengobatan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti
kemoterapi atau kortikosteroid
6) Sedang menggunakan alat bantu medis tertentu seperti keteter urin atau selang napas
7) Sedang hamil

Faktor risiko sepsis pada ibu dan anak

Faktor risiko sepsis meliputi faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini (KPD)
>18 jam, ibu demam intrapartum >38°C, korioamnionitis, ketuban berbau, denyut
jantung janin > 160x/menit. Faktor risiko minor terdiri dari KPD >12 jam, demam
intrapartum >37,5°C, skor APGAR rendah (menit 1 skor skor <5 dan menit ke 5
skor <7), BBLSR (<1500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu, keputihan
yang tidak diobati, ibu yang dicurigai infeksi saluran kemih (ISK)

d) Pathogenesis

Patogenesis sepsis diawali dengan adanya fokus infeksi jaringan sebagai


bakteriemia sekunder. Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif dan
bakteri gram positif. Bakteri gram negatif akan menstimulasi toksin dengan
Lipopolisakaraida (LPS) dan bersama dengan antibodi dalam serum darah
penderita membentuk Lipopolysaccharide binding protein (LBP). LBP yang
berada dalam darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4
(Toll Like Reseptor) sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor
CD14+ dan makrofag yang mengekspresikan sebagai imunomodulator. Bila
penyebabnya bakteri gram positif, maka eksotoksin akan dikeluarkan. Eksotoksin,
parasit dan virus dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh
monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell yang
ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC).
Antigen yang bermuatan peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4
(Limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor).
Limfosit T mengeluarkan substansi Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator
yaitu : IFN , IL-2 dan GM-CSF (Granulocyte macrophage colony stimulating
factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN
merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF α yang merupakan sitokin
proinflamatori dan meningkat pada keadaan sepsis. Beberapa penelitian
sebelumnya mengungkapkan, peningkatan TNF α dan IL-1 berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit terhadap kematian, tetapi disisi lain IL-2 dan TNF α
selain merupakan reaksi terhadap sepsis, dapat pula merusak endotel pembuluh
darah. IL-1 sebagai imunoregulator utama memiliki efek terhadap sel endotelial
termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang
ekspressi intracelluler adhesion molecule- 1 (ICAM-1). Sehingga netrofil yang
telah tersensitisasi oleh GM CSF akan mudah

e) Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan

Dalam pemeriksaan laboratorium untuk sepsis, ada banyak pemeriksaan


laboratorium yang harus dilakukan. Pemeriksaan juga harus dilakukan dengan
cepat dan tepat karena ketika terjadi sepsis, maka waktu adalah acuan yang sangat
penting.
1) Pemeriksaan CMP dengan Anion Gap – Untuk memeriksa gangguan elektrolit
sehingga dapat menginisiasi terapi penggantian cairan serta menilai fungsi
ginjal.
2) Analisa Gas Darah (ABG) – Untuk mengevaluasi tingkat kompromi dan
keparahan asidosis metabolik.
3) Pemeriksaan Kultur Darah 2 set digunakan untuk mengidentifikasi sumber
infeksi, lakukan kultur sebelum pemberian antibiotik.
4) Pemeriksaan Urine (UA) digunakan untuk mengidentifikasi sumber infeksi,
lakukan kultur sebelum pemberian antibiotik.
5) Pemeriksaan Kultur Sputum digunakan untuk mengidentifikasi sumber
infeksi, lakukan kultur sebelum pemberian antibiotik.
6) Pemeriksaan Kultur Luka, jika terdapat luka digunakan untuk mengidentifikasi
sumber infeksi, lakukan kultur sebelum pemberian antibiotik.
f) Pemeriksaan mikrobiologi

Kultur darah digunakan dalam mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri


penyebab sepsis serta memiliki peran yang besar untuk pengobatan pasien. Jika
hasil suatu kultur darah positif itu menandakan adanya infeksi etiologi pada
penyakit pasien serta dapat dilakukan pengujian kerentanan antimikroba.
Identifikasi bakteri patogen dalam darah dapat menjadi langkah penting dalam
memastikan terapi yang tepat dan optimalisasi terapi antibiotik. Sepsis dilakukan
pemeriksaan prokalsitonin (PCT) merupakan pemeriksaan penunjang yang sensitif
dan spesifik lainnya yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis sepsis secara
cepat sehingga dapat memberikan terapi yang cepat dan tepat untuk mengurangi
angka mortalitas dan morbiditas.

g) Intepretasi data hasil pemeriksaan lab dan mikrobiologi

Kultur darah dilakukan dengan menggunakan sistem kultur darah dengan


monitoring berkelanjutan (CMBCS). Pada studi ini, dihasilkan patogen kumulatif
dari tiga kultur darah, dengan masing-masing volume darah sebanyak 20 ml,
dengan hasil 65% pada kultur pertama, 80% pada dua kultur darah, dan 96% pada
tiga kultur darah.
Kultur spesimen tunggal tidak boleh dilakukan pada pasien dewasa, karena dapat
volume darah yang kurang dan spesimen tunggal sulit untuk diinterpretasi.
Guideline yang berlaku saat ini adalah untuk mengumpulkan dua hingga tiga set
per episode kultur.
Volume darah yang akan dikultur merupakan variabel paling penting dalam
mendeteksi bakteremia atau fungemia. Pada dewasa direkomendasikan untuk
mengambil volume untuk kultur darah sebanyak 20-30 ml per kultur. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa makin besar volume darah, makin besar
kemungkinan untuk mendeteksi bakteri/fungi dalam darah. Pada anak-anak,
volume darah yang diambil tidak melebihi 1% dari total volume darah.
h) Tata laksanaka terapi

Penatalaksanaan Sepsis berdasarkan kemampuan untuk mengatasi infeksi dan


mempertahankan homeostasis. Meliputi pengobatan penyakit dasar,
pemberantasan sumber infeksi, pemberian antibiotika, support respirasi, sirkulasi
dan hemodinamik dan pemberian cairan. Jika terjadi syok septik sudah harus
dilakukan perawatan di ruang intensif. Beberapa tahap penatalaksanaan sepsis,
yaitu :
1. Terapi cairan.

Pada pasien sepsis akan terjadi kekurangan cairan intravaskular relatif


sampai berat terutama pada syok septik. Pada awalnya tubuh mempertahankan
perfusi organ vital terutama otak dan ginjal dengan mengadakan vasokontriksi
pembuluh darah viseral dan mengurangi aliran darah kekulit.
2. Pemberian Antibiotika

Pada keadaan sepsis pada prinsipnya sudah berlaku pemberian antibiotika


kombinasi rasional sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas. Sebelum
adanya hasil kultur maka pengobatan empirik dilakukan berdasarkan penyakit
dasarnya. Pemberian antibiotika secara empiris adalah Cephalosporin generasi
III atau IV karena mempunyai efek terhadap bakteri gram (+) dan gram (-).
Dan kombinasi Cephalosporin dengan betalaktam. Dalam pemberian terapi
jangan dilupakan pemberian adanya mikroorganisme lain sebagai penyebab
sepsis yaitu parasit, jamur dan virus.
3. Terapi Suportif .

Terapi suportif merupakan terapi pendukung yang penting dalam perbaikan


kondisi sepsis. Salah satunya adalah pemberian imunonutrisi kumpulan
beberapa nutrient spesifik seperti arginin, glutamin, nukleotida dan asam
lemak omega 3. Pemberian imunonutrisi ini memberikan pengaruh terhadap
parameter imunologik dan inflamasi terutama memperbaiki GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue).
4. Terapi Suplementasi.

Merupakan terapi spesifik pada sepsis yang sampai saat ini masih dalam
penelitian. Misalnya pemberian antibodi monoklonal sebagai antiendotoksin,
pemberian steroid, strategi anti mediator, netralisasi NO, hemofiltrasi,
fitofarmaka dan Intravenous Imunoglobulin.

Anda mungkin juga menyukai