Anda di halaman 1dari 10

Kasus Asma

Ny. AB, seorang ibu, 57 tahun, 150 cm, 48 kg. Riwayat pengobatan yang digunakan
Ny.AB selama ini adalah asetaminofen 500 mg, bila mengalami sakit kepala dan diresepkan
dexamethason 0.5 mg tablet dan salbutamol 2 mg tablet (masing-masing 3 X sehari) sejak
frekuensi sesak nafasnya meningkat. Kombinasi terapi anti asma ini mulai dikonsumsi sejak
4 bulan yang lalu hingga saat ini. Sebelumnya, Ny. AB sejak kecil didiagnosa mengidap
asma dan saat remaja bila serangan sesak nafas menyerang, Ny.AB mengkonsumsi
aminofilin tablet dengan dosis dan frekuensi sesuai.

PENYELESAIAN KASUS :
Metode yang digunakan adalah metode FARM
1. Finding
Nama : Ny.AB , 57 tahun.
BB/TB : 48 kg/150 cm
Diagnosa: asma
Riwayat pengobatan :
- aminofilin tablet dengan dosis dan frekuensi sesuai (penggunaan saat remaja)
- asetaminofen 500 mg, bila mengalami sakit kepala dan diresepkan dexamethason 0.5 mg
tablet dan salbutamol 2 mg tablet (masing-masing 3 x sehari) sejak frekuensi sesak nafasnya
meningkat (sejak 4 bulan yang lalu).

2. Assesment
Penggunaan Asetaminofen sudah tepat karena hanya digunakan jika pasien mengalami
sakit kepala saja. Asetaminofen juga tidak mengalami interaksi dengan obat yang digunakan
untuk terapi pemeliharaan asma yaitu obat golongan β-agonis dan kortikosteroid. Ny.AB juga
bukan termasuk pasien yang dikategorikan kontraindikasi dengan asetaminofen.
DRP’s pada kasus ini adalah pemilihan obat yang tidak tepat:
- Dalam kasus ini pasien diberikan kombinasi obat sebagai terapi pemeliharaan untuk asma,
yaitu dexamethason (obat golongan kortikosteroid aksi panjang) 0,5 mg dan salbutamol (obat
golongan β-agonis aksi pendek) 2 mg yang diberikan secara p.o 3x sehari kombinasi sediaan
obat tersebut kurang tepat untuk terapi pemeliharaan jangka panjang.
- Berdasarkan Evidence A menerangkan bahwa kebanyakan pasien asma yang menggunakan
kombinasi obat kortikosteroid inhalasi dan Long Acting Beta Agonis akan mengurangi
eksaserbasi asma terutama pada asma berat (asma kronik) serta meningkatkan fungsi paru-
paru dan mengurangi gejala-gejala hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi terapi
antara dexamethason dengan salbutamol kurang tepat untuk terapi pemeliharaan asma.

3. Ressolution
- Sebenarnya kombinasi terapi anti asma yang diberikan sudah sesuai yaitu dexamethasone
dan salbutamol karena berdasarkan penelitian bahwa salbutamol tidak mengantagonis aksi
dari dexamethasone yang menghambat pelepasan sitokin dari monosit yang dapat
menyebabkan asma. Tetapi penggunaan terapi kombinasi dexamethasone dan salbutamol
kurang tepat pada kasus Ny.AB yang harus menggunakan terapi anti asma dalam jangka
waktu yang lama.
- Terapi yang kami rekomendasikan untuk pasien Ny.AB adalah Long Acting Beta Agonis
(LABAs) yang dikombinasi dengan kortikosteroid inhalasi. Dasar kami dalam
merekomendasikan terapi ini adalah mengacu pada Evidence A bahwa penggunaan
kombinasi LABAs dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi eksaserbasi akut serta
meningkatkan fungsi paru-paru dan mengurangi gejala akibat asma.
- LABAs yang direkomendasikan adalah Formoterol, sedangkan kortikosteroid inhalasi yang
direkomendasikan adalah Budesonid. Kombinasi dosis rendah atau sedang dari kortikosteroid
inhalasi (ICS) dengan Long Acting β2-Agonis (LABAs) dapat mengontrol asma pada orang
dewasa dan mengurangi eksaserbasi3. Suatu penelitian menunjukkan bahwa kombinasi
formoterol/budesonid untuk terapi pemeliharaan secara signifikan mengurangi jumlah
eksaserbasi akut, eksaserbasi parah yang memerlukan pengobatan intervensi, mengurangi
gejala asma pada saat malam hari yang dapat mengganggu waktu tidur, dan meningkatkan
fungsi paru-paru bila dibandingkan dengan penggunaan formoterol atau budesonid dengan
dosis tinggi untuk terapi pemeliharaan3.

Profil keamanan penggunaan terapi kombinasi formoterol+budesonid berdasarkan


penelitian yang sudah dilakukan adalah :
- Bentuk sediaan yang direkomendasikan untuk Ny.AB adalah bentuk sediaan inhalasi yang
mengandung Formoterol Fumarat + Budesonid dengan dosis 80/4,5 mcg 1-2 hirupan 2 kali
sehari. Sediaan ini mengandung formoterol fumarat dengan dosis 80 mcg, sedangkan
budesonid dengan dosis 4,5 mcg. Ny. AB perlu diberikan konseling tentang cara pemakaian
sediaan inhalasi karena Ny. AB belum pernah menggunakan sediaan inhalasi untuk terapi
asma. Pertimbangan kami dalam memilih sediaan dengan bentuk inhalasi yang sudah
dikombinasi adalah faktor usia dari pasien yang sudah mendekati usia geriatri (terkait dengan
kepatuhan pasien), selain itu juga meminimalkan efek samping yang ditimbulkan akibat
pemakaian secara sistemik. Sehingga diharapkan dengan pemakaian sediaan inhalasi yang
sudah mengandung kombinasi kedua obat tersebut akan jauh lebih efektif.

4. Monitoring
- Efektivitas
Formoterol fumarat adalah untuk penurunan frekuensi kekambuhan asma.
Budesonid adalah untuk penurunan gejala-gejala yang timbul akibat asma.
- Efek samping
Karena penggunaannya secara inhalasi (lokal), maka efek samping yang umum terjadi adalah
mulut berasa pahit dan candidiasis (infeksi kandida pada mulut).

DAFTAR PUSTAKA
1. Chowdhury BA, and Dal Pan G. The FDA and Safe Use of Long-Acting Beta-Agonists
in the Treatment of Asthma. New Engl J Med 2010;362;13:1169-1171.
2. Drazen JM, and O’Byrne PM. Risks of Long-Acting Beta-Agonists in Achieving
Asthma Control. New Engl J Med 2009;360;16:1671-1672.
3. O’Byrne PM, Bisgaard Hans, Godard PP, Pistolesi Massimo, Palmqvist Mona, Zhu
Yuanjue, Ekstro¨m Tommy, and Bateman Eric D. Budesonide/Formoterol Combination
Therapy as Both Maintenance and Reliever Medication in Asthma. Am j Respir Crit Care
Med 2005;171:129-136.
4. Seldon PM, Stevens DA, Adcock IM, O’Connor BJ, Barnes PJ, Giembycz MA.
Albuterol Does Not Antagonize the Inhibitory Effect of Dexamethasone on Monocyte
Cytokine Release. Am J Respir Crit Care Med 1998;157:803–809.
5. Anonim. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Hal:192-193.

http://fajarnoverdi.blogspot.com/2012/03/kasus-asma-atau-sesak-nafas.html

KASUS ASMA 2
http://www.slideshare.net/cosmalindakurniaputri/pengobatan-darurat-sederhana-untuk-
meredakan

KASUS LUAR
http://www.medscape.org/viewarticle/493652_6
PENYELESAIAN KASUS

I. URAIAN KASUS
Nyonya SJ, ibu rumah tangga 32 thn  menghidap asma sejak berumur 5 thun. Tidak
merokok, minum alkohol sesekali dan mempunyai hewan peliharaan kucing. Dia mendapat
pengobatan :
-Beklometason 500 dua kali sehari
-Salbutamol 200 mg jika diperlukan
Ny. SJ menemui dokter umum  ketika mengalami nafas yang pendek selama beberapa
minggu. Ny. SJ mendapat pengobatan zafirlukast 20 mg dua kali sehari ditambah pemberian
amoxcicilin tiga kali sehari selama seminggu. Dokter curiga pasien mempunyai infeksi
ringan kemudian melanjutkan dengan masalah pengobatan.
Dua bulan kemudian, dia masuk rumah sakit karena gejala mirip flu, sakit perut dan
penurunan nafsu makan. Ny SJ dideteksi mempunyai penyakit kuning.Pemeriksaan fungsi
Hati:
Bilirubin: 44 µmol/l (normal range < 17 µmol/l)
Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l)
Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)

II.       ANALISA KASUS:
Penyelesaian kasus  dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :
      Subyektif

Nama                         : Nyonya SJ
Umur                         : 32th
Jenis Kelamin            : Perempuan
     :nafas pendek selama berminggu-minggu.                             mirip flu, sakit perut dan
penurunan nafsu                                  makan
    : mengidap asma sejak umur 5                                   tahun
Riwayat pengobatan  :
Beklometason 500 dua kali sehari
Salbutamol 200 mg jika diperlukan
zafirlukast 20 mg tiga kali sehari selama seminggu
      Obyektif

Bilirubin: 44 µmol/l (normal range < 17 µmol/l)


Alanin transaminase (ALT): 200 IU/l (normal range:0-35 units/l)
Aspartate transaminase (AST):150 IU/l (normal range:0-35 units/l)
      Assesment

pasien mengidap asma dan penyakit kuning yang diakibatkan oleh ADR


      Planning (P)

1). Tujuan Terapi :


  Mencegah timbulnya gejala yang kronis dan mengganggu
  Mencegah keparahanan penyakit kuning.
  Mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit hati.
  Memperbaiki kualitas hidup pasien
2). Sasaran Terapi :
•           Menurunkan nilai ALT, AST dan Bilirubin
•           Menangani asma pasien

3). Strategi Terapi :


Terapi Farmakologi :

Terapi Non Farmakologi :


  Meminimalkan paparan alergen
  Kontrol terhadap faktor pemicu serangan (debu, polusi, merokok, olah raga, perubahan suhu)
  Menghindari stress fisik dan emosional.
  Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu
  Tidak boleh minum alcohol
  Tidak boleh memelihara hewan peliharaan

 4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)


Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan
dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada
terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat
yang digunakan :

 Tepat Indikasi
Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan
Metilprednisolon Asma bronkial dan Bekerja melalui Tepat
penyakit saluran interaksinya dengan protein indikasi
nafas reseptor yang spesifik di
organ target, untuk
mengatur suatu ekspresi
genetik yang selanjutnya
akan menghasilkan
perubahan dalam sintesis
protein lain. Protein yang
terakhir yang mengubah
fungsi seluler organ target
sehingga diperoleh efek
yang dikehendaki
(Sukandar,2008)

 Tepat Obat
Nama obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan
Metilprednisolon Terutama bermanfaat pada serangan Tepat obat
asma akibat infeksi virus dan pada
infeksi bakteri untuk melawan reaksi
peradangan.

 Tepat Pasien
Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan
Metilprednisolon Hipertensi,diabetes melitus, tukak Tepat pasien
peptik, infeksi berat atau gangguan
kardiovaskuler.

 Tepat Dosis
Nama Obat Dosis Standar Dosis yang Diberikan Keterangan
Metilprednisolon 2- 60 gram per 60 mg, 3x selama 48 Tepat dosis
hari (Tjay, 2007) jam

 Waspada Efek Samping Obat


Nama Obat Efek Samping Obat Saran
Metilprednisolon Gangguan cairan dan elektrolit, Glikosuria diatasi dengan
hiperglikemia, glikosuria diet dan pemberian insulin
(Anonim,2007) atau hipoglikemik oral.

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut
1. Monitoring terhadap ALT,
AST, dan Bilirubin.
2. Monitoring Terhadap terapi Evaluasi selanjutnya dilakukan 1-6 bulan
untuk mengobati asma pasien untuk melihat asma dapat terkontrol, jika
di pantau 1-2 minggu. terkontrol dengan baik tahap pengobatan
dapat diturunkan dengan bertahap,
sebaliknya jika asma tidak terkontrol maka
terapi perlu dinaikkan dosisnya secara
bertahap.
3 Memantau efektivitas terapi Jika terapi dengan metilprednisolon
dan efek samping menunjukkan aktifitas terapi tetapi muncul
penggunaan metilprednisolon efek samping yang tidak dapat ditoleransi
maka sebaiknya obat diganti dengan
golongan lain yang digunakan untuk
propilaksis asma. Dan jika asma telah
terkontrol maka untuk menangani serangan
asma akut dapat di atasi dengan inhalasi.

Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE):


Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang
proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut : 
  Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara
penggunaan obat.
  Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek
terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan.
  Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai tindakan yang dapat
diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
  Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen (debu, bulu
binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang mendadak agar serangan asma
tidak kambuh.
  Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya obat untuk
mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk mencegah keterlambatan
penanganan.
  Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas) untuk melatih
pernapasan.

BAB III
PEMBAHASAN

Dari kasus telah diketahui diagnosa pemeriksaan dokter bahwa  pasien mengidap asma
dan penyakit kuning akibat ADR (Advers Drugs Reaction) dari Zafirlukast, dimana
sebelumnya pasien sudah mendapatkan pengobatan Zafirlukast 20 mg 3x sehari selama
seminggu. Zafirlukas merupakan pengobatan alternatif tahap 3 berdasarkan dari algoritma
terapi asma (Ikawati,2007). Zafirlukast merupakan obat yang bersifat idiosinkrasi (efek
samping tidak terjadi pada semua orang), dapat menyebabkan kenaikan serum transaminase
yang merupakan bukti awal hepatotoksik (gangguan pada hati) (Sukandar, 2008). Gejala
sakit perut yang dialami pasien adalah akibat dari timbulnya efek samping zafirlukast.
Sehingga penggunaan zafirlukast harus dihentikan. Pemberian obat tambahan zafirlukast dan
amoksisilin oleh dokter kurang tepat seharusnya dosis dinaikan terlebih dahulu pada
pengobatan awal (beklometason, salbutamol) apabila pasien belum membaik pada dosis
yang telah diberikan.
Sesak yang terjadi pada pasien asma disebabkan karena penyempitan saluran udara
(Bronkokonstriksi) akibat otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adnya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara. Diduga yang bertanggungjawab pada awal terjadinya
penyempitan adalah sel mast. Pasien tidak mengalami asma akibat infeksi karena pasien
mempunyai riwayat asma sejak berumur 5 tahun. Asma pasien tersebut termasuk golongan
asma alergi karena sudah terjadi sejak masa kanak-kanak dan biasanya didahului dengan
gejala lain (Tjay, 2008).
Menurut algoritma terapi (Dipiro, 2002) pasien masuk pada tahap 4, pengobatan utama
koortikosteroid tablet tidak boleh melebihi 60 mg/hari sehingga digunakan metilprednisolon.
Metiprednisolon terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus dan pada
infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan.
Terapi non farmakologi, meminimalkan paparan alergen karena pasien mengalami asma
alergi apabila terpapar senyawa alergen maka asma bisa kambuh. Kontrol terhadap faktor
pemicu serangan (debu, polusi, perubahan suhu, olahraga, stres, kecemasan), faktor-faktor
tersebut memicu dilepasnya histamin dan leukotrien sel lainya (eosinofil) yang ditemukan di
dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainya (juga leukotrien) yang
menyebabkan penyempitan saluran udara . Menghindari stres fisik dan emosional yang juga
memicu . Olah raga khusus asma 2x seminggu selama 8 minggu.

Resiko bagi pasien yang tidak cepat ditangani: bisa menyebabkan lumpuh atau
kematian karena kurangnya asupan O2 yang dibutuhkan tubuh.
Faktor yang memperbesar resiko penyakit 
- Infeksi virus saluran nafas (yang paling sering adalah rhinovirus, virus yang
lainnya adalah :syncytial virus, parainfluenza virus, coronavirus, dan influenza
virus)
- Faktor lingkungan dan pekerjaan (ozone, sulfur dioksid, dan komponen umum dari
polusi udara)
- Faktor stress, depresi dan psikososial
- Rhinitis dan sinusitis
- gastroesophageal reflux disease
- hormone wanita
- makanan, obat-obatan dan additive (Dipiro, 2008)

2. Logika pengobatan sesuai dengan keluhan dan gejala


a. Pengobatan sebelumnya 
- Salbutamol 1 atau 2 semprotan 3-4 kali sehari bila diperlukan 
Salbutamol adalah agonis b2 yang bekerja cepat, digunakan dalam keadaan
serangan. Pada pasien ini tepat digunakan salbutamol dengan bentuk sediaan
inhalasi. Karena obat lebih cepat bekerja dan efek samping juga lebih sedikit.
- Salmeterol 2 semprotan 2x sehari. Merupakan agonis beta kerja lama yang
digunakan untuk pengobatan asma jangka lama. Tidak bisa digunakan saat
serangan.
- Beclametason 2 semprotan 2 kali sehari secara teratur. Merupakan antiinflasmi
yang bekerja dengan menghambat enzim fosforilase sehingga agen inflamasi tidak
terbentuk. Bentuk sediaan inhalasi membuat obat bekerja lebih cepat dan efek
samping lebih sedikit.
b. Rencana terapi :
- Terapi O2 aliran tinggi : pasien yang dalam keadaan akut memang harus
menggunakan O2. Karena tujuan terapi yang utama untuk akut adalah mengatasi
hipoksemia, memperbaiki obstruksi udara dengan segera. Jadi penggunaan O2
adalah di anjurkan.
- Salbutamol nebulizer: salbutamol merupakan agonis B2 yang bekerja cepat.
Penggunaan obat merupakan pilihan utama untuk pasien asma akut. Digunakan
inhalasi selama 60 menit. Jika tidak ada perubahan pada awal penggunaan, maka
perlu diberikan kortikosteroid.
- Oral prednison : penggunaan kortikosteroid oral memang di anjurkan untuk pasien
yang menderita asma akut setelah pemberian inhalasi B2 agonis kerja cepat tidak
memperbaiki gejala saat obat diberikan. Menurut pendapat saya pemberian steroid
oral pada pasien ini memang perlu karena sebelumnya pasien telah diberikan agonis
B saat serangan, berarti sekarang dengan agonis B2 saja tidak mencukupi untuk
melancarkan pernapasan pasien, maka perlu ditambahkan kortikosteroid Kenapa
tidak dipilih bentuk iv...? Menurut dipiro penggunaan iv tidak memberikan manfaat
yang lebih baik dibandingkan oral. Artinya sama saja digunakan oral atau iv. 
- Jika antihistamin diberikan sebelum paparan, antihistamin tersebut memang akan
bermanfaat, sehingga mencegah terjadinya reaksi inflamasi. Kalau pada kasus ini,
pasien telah terpapar dengan antigen. Sehingga pasien tidak perlu diberikan
antihistamin. Selain itu pasien juga telah diberikan kortikosteroid yang bekerja
menghambat fosfolipase A. Jika terpapar lagi dengan antigen maka kortikosteroid
akan bekerja menghambat pembentukan asam arachidonat dan juga menghambat
pelepasan mediator inflamasi (histamin, netrofil, kemotaksis dll). Jika tetap
diberikan antihismin,,,pertanyaannya adalah : histamin yang mana yang akan
dihambatnya,...? sedangkan yang histamin sendiri telah dihambat pembentukannya
oleh kortikosteroid. Berdasarkan hal ini, bisa disimpulkan bahwa pemberian
antihistamin sia-sia saja. Dan pemberian antihistamin ini hanya akan menambah
biaya dan efek samping yang ditimbulkan kepada si pasien.
3. DRP
- Menurut pendapat saya obat yang diberikan pada pasien ini telah tepat. Karena
kalau dari gejala yang dirasakan pasien (bingung dan disorientasi), menandakan ia
mengalami serangan asma akut yang parah. Jadi tidak masalah kalau di obati
dengan O2, agonis beta dan kortikosteroid. Dari kasus ini ada data yang kurang,
yaitu berapa FEV dan FVC nya. Dengan mengetahui ini bisa ditentukan tingkat
serangan asmanya dan bisa dipih obat berdasrkan tingkat keparahan serangan.
Berdasarkan gejala pada kasus ini saya kelompokkan pasien ini pada serangan asma
akut berat.
- Yang juga harus diperhatikan disini adalah efek samping yang timbul selama
menggunakan kortikosteroid. Penggunaannya harus dibatasi selama 2 minggu. Dan
jika harus digunakan untuk jangka lama, maka pilihlah dosis terkecil yang
memberkan efek.

4. Sasaran
- Perbaikan hipoksemia signifikan
- Pembalikan secara cepat obstruksi jalan udara (dalam hitungan menit)
- Mengurangi kemungkinan obstruksisaat yang parah timbul kembali
- Mengembangkan rencana aksi tertulis untuk penangan serangan asma akut di
rumah.

5. Interfensi farmasi
Peranan farmasi pada kasus ini adalah memberikan informasi kepada pasien dan
juga keluarganya a.l:
- Menjelaskan kepada pasien tentang sejarah penyakit, gejala-gejala dan faktor
pencetus asma.
- Bagaimana mengenal serangan asma dan tingkat keparahannya, serta hal apa
yang harus dilakukan jika serangan terjadi.
- Upaya pencegahan asma berbeda pada masing-masing individu. Yaitu dengan
mengenali faktor pencetusnya seperti olahraga, makanan, merokok, alergi,
penggunaan obat tertentu, stres dan polusi. Pastikan pasien mengerti kenapa harus
menghindari faktor-faktor yang dapat memicu gejala asma.
- Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara menggunakan obat kepada pasien dan
keluarga pasien.

Product Code:: G
Komposisi: Metformin HCl
Indikasi: Sebagai tambahan terhadap diet dan olahraga atau digunakan bersama sulfonilurea
atau insulin untuk memperbaiki kontrol gula darah pada pasien dengan DM tipe 2.
Dosis: Awal 500 mg 1 x/hari. Dapat ditingkatkan s/d maksimal 2000 mg/hari dengan
penambahan dosis maksimal 500 mg/minggu.
Pemberian Obat: Jika obat diberikan 1 x/hari, diberikan bersama makan malam. Telan utuh, jangan
dikunyah/dihancurkan.
Kontra Indikasi: Penyakit ginjal, kolaps KV, infark miokard akut, septikemia. Gagal jantung kongestif,
asidosis metabolik akut atau kronik, ketoasidosis diabetikum dengan atau tanpa disertai
koma. Pasien yang menjalani pemeriksaan radiologi dengan pemberian secara intra vena
bahan kontras yang teryodisasi.
Perhatian: Asidosis laktat. Gangguan fungsi ginjal dan hati, status hipoksia, menjalani pembedahan,
konsumsi alkohol. Pasien dalam kondisi lemah fisik atau malnutrisi. Laktasi. Lanjut usia.
Efek Samping: Gangguan gastrointestinal (saluran cerna), pusing, sakit kepala, infeksi saluran napas
atas, gangguan daya pengecapan.
Interaksi Obat: Alkohol, vit B12, gliburid, furosemid, nifedipin, amilorid, digoksin, morfin, prokainamid,
kunidin, kuinin, ranitidin, triamteren, trimetoprim, vankomisin, tiazid, diuretik, kortikosteroid,
fenotiazin, produk tiroid, estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinat,
simpatomimetik, penghambat kanal Ca, INH.
Kemasan: Tablet 500 mg x 12 x 10

Anda mungkin juga menyukai