Anda di halaman 1dari 27

Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) di antara produk

hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon). Bila gula yang terbentuk adalah
glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya
disebut glikosida. Di alam terdapat O-glikosida (dioscin), C-glikosida (barbaloin), N-glikosida
(adenosine), dan S-glikosida (sinigrin).

Secara kimia, senyawa ini merupakan asetal, yaitu hasil kondensasi gugus hidroksil gula dengan
gugus hidroksil dari komponen aglikon, serta gugus hidroksil sekunder di dalam molekul gula itu
sendiri juga mengalami kondensasi membentuk cincin oksida. Secara sederhana glikosida
merupakan gula eter. Bentuk alfa dan beta mungkin saja ada, namun di alam atau di dalam
tanaman hanya bentuk beta (ß) yang ada.

Dari segi pandang biologi, glikosida berperan dalam tumbuhan terlibat dalam fungsi pengaturan-
pengaturan, perlindungan, dan kesehatan. Sedangkan untuk manusia ada yang digunakan dalam
pengobatan. Dalam segi pengobatan, glikosida menyumbang hampir setiap kelas pengobatan,
misalnya sebagai obat jantung (kardiotonika), contohnya: glikosida digitalis, strophantus, squill,
convallaria, apocynum, dll. Sebagai obat pencahar (laxantia), misalnya antrakinon dalam sena,
aloe, kelembak, kaskara sagrada, frangula, dll. Sebagai penyedap atau lokal iritan, misalnya alil-
isotiosianat; sebagai analgesika, misalnya gaulterin dan gondopuro menghasilkan metilsalisilat.

Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari gulanya akan dijumpai gula
yang strukturnya belum jelas. Sedangkan bila ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir
semua golongan konstituen tumbuhan, misalnya tanin, sterol, terpenoid, antosianin, flavonoid
dsb. Bila ditinjau dari segi pengobatan akan terjadi beberapa glikosida yang diabaikan, padahal
penting dalam farmakognosi.

Dalam tumbuhan sering dijumpai gula lebih dari satu, misalnya di- dan trisakanida. Gula yang
umum adalah D-glukosa, sering dijumpai pula ramnosa. Gula yang tidak umum misalnya
digitoksosa, digitalosa, simanosa dsb.

Hampir semua glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral. Namun
demikian kecepatannya berbeda-beda. Hidrolisis dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim
yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase,
sedangkan untuk ramnosa nama enzimnya adalah ramnase. Untuk tanaman tertentu juga
memiliki enzimnya sendiri, misalnya emulsin pada biji amandel dan mirosin dalam biji mustar
hitam.

Biosintesis glikosida secara singkat dapat dirangkum dalam reaksi sebagai berikut:

UTP + gula-1-fosfat —-(1)——-à UDP-gula + PPi

UDP-gula + —septor —-(2)–à septon – gula + UDP (glikosida)

(1) enzim uridil tranferase (2) enzim glikosil transferase


Dengan reaksi sejalan akan terbentuk di-, tri-, bahkan tetra- sakarida. Bila bagian aglikon
digunakan sebagai dasar klasifikasi maka akan didapatkan penggolongan sebagai berikut
(menurut Claus dalam Tyler et al.,1988).

1. golongan kardioaktif

2. golongan antrakinon

3. golongan saponin

4. golongan sianopora

5. golongan isotiosianat

6. golongan flavonoid

7. golongan alkohol

8. golongan aldehida

9. golongan lakton

10. galongan fenolat

11. golongan tanin.

Glikosida antrakinon

Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang
memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya
C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur kimia antrakinon. Nama lain: 9,10-antracendion,


9,10-antrakion; C14H8O2 (BM: 208,22 g/mol)

a. Sifat fisika & kimia

Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah sindur (oranye),
larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger (lihat
MMI).
Gambar 2. Semua antrakinon memberikan warna
reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi
merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang
teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit antron.

Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan
basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan
antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida.

Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali,
sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk
larutan berpendar (berfluoresensi) kuat.

Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol. Reaksi
Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan
menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex.

Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron, hasil oksidasi antron
(misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan aglikon
penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon
senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan heterodiantron.

b. Efek farmakologi (bioaktivitas)

Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot polos pada
dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Adapun
mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh
terhadap transpon ion dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl-.

Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa
simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa
tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya lebih besar daripada antrakinon akan
mengakibatkan mulas dan rasa tidak enak.

c. Kegunaan

Katartika / pencahar , pewarna, dan antibakteri.

Simplisia penghasil antrakinon


a. Daun sena, Senna leaf (Sennae Folium)

Asal tumbuhan: Cassia acutifolia DeliIe (Alexandria senna) dan Cassia angustifolia Vahl.
(Tinnevelly senna) (Suku Leguminosae).

Tempat tumbuh: Untuk Cassia acutifolia tumbuh liar di lembah sungai Nil (dari Aswan sampai
Kordofan), sedangkan Cassia angustifolia tumbuh liar di Somalia, Jazirah Arab, dan India. Di
India Selatan (Tinnevelly) tanaman ini dibudidayakan. Juga ditanam di Jammu dan Pakistan
Barat Laut. Di India tanaman ini dibudidayakan dengan pengairan. Perbedaan antara sena
Aleksandria dan sena India tercantum dengan jelas dalam Trease & Evans Pharmacognosy
(2002).

Kualitas: Daun yang bewarna hijau kebiruan adalah yang terbaik, sedangkan yang bewarna
kuning adalah yang terjelek. ldentifikasi makroskopik dan mikroskopik terdapat antara lain
dalam Trease & Evens Pharmacognosy (2002).

Kandungan kimia: Kandungan aktif utama adalah merupakan glikosida dimer yang aglikonnya
terdiri dari aloe-emodin dan atau rein. Kadar yang paling besar adalah senosida A dan senosida
B, merupakan sepasang isomer yang aglikonnya adalah rein-diantron (senidin A dan senidin B).
Kandungan lain yang lebih kecil kadarnya adalah senosida C dan D. Polong sena (Sennae
Fructus, Senna pods) juga mengandung glikosida aktif, glikosidanya memiliki 10 gugus gula
yang melekat pada inti rein-diantron.

Simplisia serupa yang disebut Bombay, Mecca, dan Arabian sennae didapatkan dari tumbuhan
liar Cassia angustifolia yang tumbuh di Arab. Daunnya mirip dengan sena namun lebih panjang
dan lebih sempit. Di Perancis digunakan dog sennae dan tumbuhan Cassia obovata yang tumbuh
di Mesir.

Penggunaan: Sebagai katartika dengan takaran 2 g sekali pakai. Sering dikombinasi dengan
bahan gom hidrokoloid. Juga digunakan dalam teh pelangsing. Produk: HerbalaxR

b. Rhamni purshianae Cortex (Cascara bark)

Asal tumbuhan: Kulit kayu dari Rhamnus purshianus DC atau Frangula purshiana (DC) A. Gray
ex J.C.Cooper (suku Rhamnaceae).

Pengumpulan dan penyimpanan. Simplisia adalah kulit kayu dikumpulkan dari tumbuhan liar
pada bulan pertengahan April sampai akhir Agustus. Kulit diambil memanjang 5-10 cm,
dikeringkan diketeduhan, dihindarkan dari lembab dan hujan, karena kulit dapat berkapang.
Kemudian disimpan paling lebih dari satu tahun. Dahulu diekspor dalam bentuk simpleks,
namun sekarang dalam bentuk ekstrak.
Gambar 3. Kandungan kimia. R. frangula:
Glucofrangulin A dan B, suatu diglukosida yang hanya berbeda pada gula nomor C6. R.
cathartica: Emodin, aloe-emodin, chrysophanol dan glikosida rhein, frangula-emodin,
rhamnicoside, alaterin dan physcion. R. purshiana: Cascarosides A, B, C, D, E dan F yang
semuanya adalah steroisomer daro aloin dan turunannya, dengan glikosida minor termasuk
barbaloin, frangulin, chrysolin, palmidin A, B, dan C dan aglikon bebas.

Kandungan kimia. Kaskara mengandung senyawa golongan antrakinon 6-9%, dalam bentuk O-
glikosida dan C-glikosida. Ada empat glikosida primer, yaitu kaskarosida, yaitu kaskarosida A,
B, C, dan D yang berbentuk O- maupun C-glikosida.

Senyawa lainnya antara lain barbaloin dan krisaloin. Turunan emodin oksantron, yaitu aloe
emodin dan krisofanol baik dalam bentuk bebas maupun glikosida. Juga berbagai turunan
diantron lainnya, yaitu palmidin A, B, dan C.

Simplisia pengganti dari tumbuhan Rhamnus cathartica dan R. carniolica.

c. Cassia pods (Buah trengguli)

Asal tanaman. Buah yang dikeringkan dari Cassia fistula (suku Leguminosae). Tumbuhan ini
ditanam di Hindia Barat (Dominika dan Martinique) dan Indonesia.

Bentuk dalam perdagangan. Bubur daging buah dibuat dengan perkolasi dengan air, diuapkan
akan terbentuk bubur.

Kandungan kimia. Bubur kasia mengandung gula 50%, zat warna, dan minyak atsiri. Bubur ini
mengandung rein dan senyawa mirip senidin. Daun tanaman ini mengandung rein bebas atau
terikat, senidin, senosida A, dan B. Empulur mengandung barbaloin dan rein, serta
Ieukoantosianidin.

Kegunaan. Menurut pengobatan Ayurveda bubur kasia bersifat antifungi, antibakteri, dan
pencahar (laxatives), juga sebagai antitussive.

d. Rhei Radix (Rhubarb, Chinese rhubarb)

Asal tanaman: Bagian dalam tanah yang dikeringkan dan Rheum palmatum L. (suku
Polygonaceae) Rheum officinale atau hibrida dari dua jenis tanaman ini.

Pengumpulan dan persiapan. Dahulu diperkirakan akar ditumbuhkan atau ditanam di dataran
tinggi (lebih dari 3000 m) dan digali pada musim gugur atau musim semi saat berumur 6-10
tahun. Didekortisasi dan dikeringkan. Akar yang telah didekortisasi adalah jika seluruh
permukaannya disilinderkan (melingkar) atau jika dipotong secara longitudinal di bagian
planokonvex (datar). Bagian yang digunakan sering memperlihatkan lubang yang
mengindikasikan bahwa akar itu telah disiapkan untuk dikeringkan.

Obat ini diekspor dari Shanghai ke Tientsin, seringkali melewati Hong Kong. Kualitas yang lebih
bagus dibungkus dalam kotak kayu kecil yang berisi 280 lb atau 50 kg, dan kualitas yang lebih
jelek dalam tas.

Kandungan kimia. Antrakinon bebas sebagai krisofanol, aloe-emodin, rhein, emodin, dan emodin
mono-etil eter (physcion). Senyawa tersebut juga terdapat dalam bentuk glikosida.

Simplisia lain. Dalam perdagangan dikenal Chinese rhapontic, India rhubarb, English rhubarb,
dan Japanese rhubarb. Di Indonesia (Pulau Jawa: Kaliangkrik, Kedu) juga dikenal akar
kelembak untuk bumbu rokok (gambar header artikel), tidak dianjurkan untuk pengobatan
karena adanya asam krisofanat dan rhaponticin menyebabkan sakit perut. Adanya rapontisin
ditandai dengan adanya fluresensi biru yang kuat.

Kegunaan. Akar kelembak digunakan sebagai bitter stomachic dalam pengobatan diare, efek
purgatif diikuti dengan efek astringent.

e. Aloe (Jadam arab)

Aloe atau aloes adalah getah yang dikeringkan dari daun Aloe barbadensis Miller (Aloe vera L.)
dan dikenal dengan Curacao aloe atau Aloe ferox Miller dan hibridanya, yaitu Aloe spicata
Baker, dalam perdagangan dikenal dengan Cape aloe (Fain. Liliaceae).

Aloe menghasilkan tidak kurang dari 50% bahan yang larut dalam air. Ada sekitar 300 jenis Aloe
spp. yang dikenal dan banyak diantaranya merupakan tumbuhan asli di Afrika. Banyak yang
diperkenalkan di Eropa dan Hindia Barat. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan xerophytic yang
mempunyai daun yang berdaging, biasanya tepi daun berduri, hampir mirip dengan agave (serat)
(misal Agave americana L., Amaryltidaceae).

Pemanenan dan pembuatan aloe. Daun-daun dipanen pada bulan Maret dan April dan letakkan
bekas potongan melintang menghadap ke bawah pada penampung bentuk-V. Cairan yang keluar
dari sel khusus tepat di bawah lapisan epidermis daun dibiarkan ditampung. Cairan yang
diperoleh diuapkan dalam panci tembaga sampai kekentalan tertentu, dituang ke dalam wadah
logam dan dibiarkan mengeras. Aloe sekarang diproduksi di Aruba, Bonaire, Haiti, Venezuela,
dan Afrika Selatan. Di AS yang digunakan adalah Curacao aloe.

Sifat aloe. Aloe yang dipasarkan berbentuk masa opaque (tidak tembus sinar) bewarna hitam
kemerahan sampai hitam kecoklatan sampai coklat tua. Rasanya memuakkan (memuntahkan)
dan pahit. Baunya khas tidak enak.

Kandungan kimia. Aloe mengandung sejumlah glikosida antrakinon, utamanya barbaloin (aloe-
emodin-C-10 glukosida antron). O-glikosida dari barbaloin dengan gula tambahan berhasil
diisolasi dari Cape aloe, senyawa ini disebut aloinosida. Bentuk bebas dari aloe-emodin dan
antranol kombinasi dan bebas juga ditemukan, sedangkan asam krisofanat ditemukan dalam tipe
aloe tertentu. Senyawa aktif dalam Curacao aloe lebih baik daripada Cape aloe, karena
kandungan aloe-emodinnya dua setengah kali. Kandungan senyawa fisiologis aktif berkisar
antara 10-30%, sedangkan kandungan yang tidak aktif 16-63%, yaitu berupa resin dan minyak
atsiri.

Penggunaan. Bila digunakan sebagai katartik, beraksi pada usus besar. Glikosida aloe bersifat
drastik yang kuat, lebih baik menggunakan bahan lain untuk tujuankatartik.

f. Aloe vera Gel

Gel segar yang berlendir terdapat dalam jaringan parenkim dalam daun bagian tengah dan Aloe
barbadensis (Aloe vera). Digunakan bentahun-tahun untuk mengobati luka bakar, tergores, dan
iritasi kulit lainnya. Dalam tahun 1935, getahnya dianjurkan untuk mengobati luka bakar tingkat
tiga pada penyinaran dengan sinar-X, sekarang hanya digunakan sebagai pelunak (emollient)
dan pelembab (moisturizing).

Aloe vera gel yang berupa produk yang distabilkan sekarang dibuat dari bagian tengah daun
yang lunak dengan berbagai metode yang dipatenkan, diantaranya termasuk pemerasan
(penekanan) dan ekstraksi dengan pelarut dalam kondisi “harsh”. Akibatnya produk ini sangat
beragam. Dalam penelitian yang memiliki daya merangsang penyembuhan luka (cell-
proliferative) adalah gel segar, sedangkan produk yang dikeringkan belum diteliti.

Penggunaan. Dapat digunakan sebagai obat dalam maupun obat luar. Sebagai campuran dalam
hand lotion dan frozen yogurt. Indikasinya untuk yang dimakan adalah sakit kepala sampai
obesitas, walaupun secara klinik belum terbukti.

Referensi:

www.hoirulblog.co.cc, Download pdf: Kimia-Bahan-Alam-Glikosida-Antrakinon

http://nadjeeb.wordpress.com : glikosida nadjeeb

bahan-kuliah-fito-2

Trease & Evans Pharmacognosy, 2002


Deskripsi

Semak menahun, tinggi 30-50 cm. Batang rebah di tanah, bulat, tidak berkayu.
Daun tunggal, tebal berisi semacam lendir, bergetah kuning kehijauan, tepi daun terdapat duri-
duri kecil dan kaku. Bunga majemuk, bentuk malai, muncul di ujung batang, benang sari enam,
putik muncul keluar melekat pada pangkal kepala sari, tangkai putih bentuk benang, kepala putik
kecil, mahkota bunga panjang seperti terompet, jingga atau merah. Buah kotak, berkatup, hijau
keputihan. Biji kecil hitam. Akar serabut.11, 5
Yang dimaksud dengan Aloe menurut United Stated Pharmacopoeia dan British Pharmacopoeia
adalah daging daun yang telah dikeringkan dari tanaman Aloe vera L. (atau jenis lain seperti A.
ferox Miller., A. perryi Baker., A. africana Mill., dan A. spicata Baker.), mengandung ekstrak
larut air dengan kadar tidak kurang dari 50%.9
Aloe vera L. aslinya dari negara Arab, berasal dari kata Alloeh yang berarti sangat pahit, vera
berasal dari kata verus yang berarti betul-betul. Perryi digunakan untuk menghormati Wykeham
Perry seorang peneliti tanaman. Barbadensis menunjukkan tanaman Aloe vera yang tumbuh di
kepulauan Barbados.3
Kegunaan di Masyarakat

Getah atau daging daun digunakan untuk urus-urus, dan dalam


pemakaian luar digunakan untuk menyuburkan pertumbuhan rambut. Cairan tersebut setelah
dipanaskan dan diberi gula pasir digunakan untuk mengobati gangguan pernafasan (sesak nafas).
Lumatan daun dan Gel ekstrak digunakan untuk mengobati luka bakar dan anti radang.4
Bagian tengah dari daging daun (hati daun), dihangatkan dalam air mendidih hingga lendirnya
hilang, lalu dimakan, untuk mengobati ambeien. Sedang daun yang telah dikupas (diberi sirup
dan air mawar) untuk pengobatan kencing nanah.5, 9

Di negara Saudi Arabia, ekstrak lidah buaya ini sangat terkenal dengan nama “Jadam Arab”,
sering dicari orang sebagai oleh-oleh sepulang menunaikan ibadah haji, khasiatnya untuk urus-
urus.

Kandungan Kimia
Aloe vera mengandung lemak tak jenuh Arachidonic acid dan Phosphatidylcholine dalam jumlah
relatif besar.1
Mengandung turunan Hydroxyanthracene (25-40% Aloin A dan B; 3-4% 7-Hydroxyaloin A dan
B; Aloe-emodin, Chrysophanol, asam amino, sterol, tanin, polysacharide (pektin, glukoman,
glukomanan).4
Turunan chromone 8-C-Glucosylchromone aloeresin B (Aloesin), dan bentuk aglikon Aloesone
beserta turunan-turunannya Aloeresin C. Ditemukan pula senyawa dengan bagian gula yang
teresterifikasi dengan 4-Hydroxycinnamic acid.13
Pada Aloe microdonta, selain Aloin ditemukan pula Microdontin A dan Microdontin B sebagai
suatu senyawa baru.6
Hasil penelitian terhadap 224 jenis aloe yang berasal dari Afrika dan Arab pada ekstrak daunnya
ditemukan bahwa 48 tanaman mengandung alkaloid; 18 tanaman mengandung senyawa alkaloid
turunan Phenylethylamine; 6 tanaman mengandung alkaloid inti Piperidine.

Getah daun juga mengandung Glutamic acid, Aspartic acid, Serine, Asparagin.8

Molekul Barbaloin C21H22O9 berkembang dari molekul Aloe-emodin yang berikatan dengan
molekul glukosa, merupakan kristal kuning muda, jarak lebur 148-149oC. Di udara segera
menjadi bentuk hidrat C21H22O9.H2O yang berjarak lebur 70-80oC. Barbaloin sedikit berbau Aloe,
rasa pahit. Kelarutan dalam Pyridin 57%, dalam asam asetat glasial 7,3%, dalam metanol 5,4%,
dalam aseton 3,2%, dalam metil asetat 2,8%, dalam alkohol 1,9%, dalam air 1,8%, dalam
propanol 1,6%, dalam etil asetat 0,78%, dalam isopropanol 0,27%.Sangat sukar larut dalam
isobutanol, kloroform, karbon disulfida dan eter. Dalam pembuatan sediaan farmasi, senyawa ini
tidak cocok (incomp.) bila dicampur bersama alkali hydroxide, tannin dan ferry chloride.
Khasiatnya untuk urus-urus (laxative). Dalam hal ini efeknya lebih lemah dibanding daging daun
Lidah buaya itu sendiri.12
Aloe-emodin atau 3-Hydroxymethylchrysazin, C15H10O5 dalam bentuk bebas terkandung dalam
Aloe Sp. (Lidah Buaya), Rheum Sp. (Kelembak) dan Cassia Sp. (daun senna & Ketepeng).
Berupa jarum orange, hasil rekristalisasi toluene, dengan jarak lebur 223-224oC. Akan
menyublim dalam lingkungan gas CO2. Sangat mudah larut dalam alkohol panas, eter, benzena
dengan membentuk larutan warna kuning. Juga larut dalam ammonia, air dan asam sulfat dengan
membentuk warna crimson. Di bidang farmasi digunakan sebagai laxant (urus-urus).12

Chrysophanol atau 3-methylchrysazin, C15H10O4 juga terkandung dalam bentuk bebas dalam
tanaman-tanaman Aloe Sp.(Lidah Buaya), Rheum Sp. (Kelembak), Cassia Sp. (daun senna &
Ketepeng), serta beberapa species Rumex Sp.. Berupa kristal heksagonal atau monosiklik, hasil
rekristalisasi alkohol atau benzena, titik leburnya 196oC, mudah menyublim. Resapan maksimum
pada panjang gelombang 226, 256, 278, 288 dan 436 mm.
Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, sangat mudah larut dalam
alkohol mendidih, larut dalam benzena, kloroform, eter, asam asetat glasial, aseton, larutan alkali
dan dalam larutan alkali karbonat. Sangat sukar larut dalam petroleum eter. Bila Chrysophanol
berikatan dengan glukosa akan membentuk glukosida Chrysophaniin, C21H20O9, berupa jarum
kuning halus, jarak lebur 248-249oC. Sukar larut dalam air panas, praktis tidak larut dalam air
dingin, kloroform, eter, larut dalam pyridine.
Tabel I Komposisi lipida non-polar dalam Aloe vera.1

Cholesterol 12,50 %
Stigmasterol 18,40 %
Stigma stearat 21,30 %
Methyl oleat 7,10 %
Triolein 2,00 %
Oleic acid 1,30 %

Tabel II Komposisi lipida polar dalam Aloe vera.1

Phosphatidyl choline 12,05 %


Phosphatidyl ethanolamine 12,03 %
Phosphatidyl acid 47,30 %
Phosphatidyl serine 6,50 %
Phosphatidyl inositol 2,70 %
Lysophosphatidyl inositol 1,20 %
Sphingomyelin 4,20 %
Sulfoquinovosyl diglyceride 16,80 %

Efek Biologik
Penggunaan secara lokal ekstrak daun dapat berefek anaestetika, membunuh mikroba, dan
meningkatkan mikrosirkulasi dan untuk penyembuhan chronic skin ulcer, stasis dermatitis.
Ekstrak etanol Gel Lidah Buaya dapat mempercepat penghentian perdarahan secara topikal. 4
Daging daun mengandung turunan glikosida Anthraquinone berefek sebagai pencahar :
Barbaloin, b-Barbaloin, Homonatloin, efek sebagai pencahar ini lebih kuat dibanding Cascara
sagrada, Cassia senna (Sennae Folium atau Daun Sena), Rheum officinale (Rhei Radix atau
Akar Kelembak), dan Cassia alata (Ketepeng Kebo). Terjadinya efek laxant ini diakibatkan oleh
adanya pelepasan elektrolit dan air ke dalam lumen dari usus yang menghambat terjadinya
reabsorpsi dalam colon, hingga adanya pertambahan volume di dalam usus akan memacu
terjadinya peristaltik 1, 13
Teori mekanisme aksi yang lain : pada senyawa-senyawa dalam bentuk aglikon (yang lebih
dikenal Emodin) setelah dipecah ikatan glikosida oleh bakteri usus (Entamoeba coli) akan
direduksi menjadi bentuk Anthrone atau Anthranol dan akan merangsang sekresi mukosa usus,
menghambat reabsorbsi air mineral akhirnya meningkatkan peristaltik usus : berefek laxansia.7, 10
Turunan Phenylethylamine dapat mempengaruhi aktivitas fisiologik hewan-hewan predator.8

Efek yang tidak diinginkan


Jangan digunakan pada saat terjadi radang perut/usus, karena akan terjadi iritasi pada mukosa
yang menyebabkan mual/muntah.
Lidah Buaya atau kandungan senyawa aktifnya tidak dianjurkan digunakan pada wanita hamil,
karena adanya refleks pemacu peristaltik pada uterus, dikuatirkan akan mengakibatkan terjadinya
keguguran janin. Juga tidak dianjurkan diberikan pada wanita menyusui, karena bentuk bebas
dari aglikon larut dalam ASI, hingga mengakibatkan bayi yang bersangkutan mencret.13
Selama pengobatan air seni akan berwarna merah.

Toksisitas
Pada pemakaian jangka panjang, akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan elektrolit
dalam tubuh, hingga terjadi defisiensi ion kalium dan natrium, sangat berbahaya terutama dalam
kondisi bersama-sama menggunakan glikosida jantung.13

Dosis
50-250 mg ekstrak kering dari daging daun dilarutkan dalam air.
10-60 mg sebagai aloin NF, BP.9, 13

Reaksi identifikasi
Daging daun Lidah Buaya ditetesi dengan larutan Ammonia atau larutan Natrium hydroxide atau
larutan Kalium Hydroxide akan memberikan warna merah, menunjukkan terjadinya reaksi
senyawa Anthraquinone dengan basa, dan apabila dilihat di bawah lampu ultra violet akan
memberikan fluoresensi hijau terang.
Larutan daging daun dalam alkohol dengan pereaksi Ferric chloride akan memberikan warna
hijau kecoklatan.9
Reaksi Schönteten : Campurkan ekstrak dengan 45 ml air dan 20 ml larutan natrium borate (5%),
lihat di bawah lampu ultra violet, maka campuran akan berfluoresensi hijau bagian atas tabung
dan secara bertahap (gradasi) akan berfluoresensi coklat pada dasar tabung.
Reaksi Bornträger : Campurkan ekstrak dengan 100 ml air lalu tambahkan benzena sambil
digojog, lapisan benzena ditambah ammonia, terjadi warna merah.
Dengan asam nitrat akan memberikan warna hijau.3

Sediaan Farmasi
Aloe Tincture : dibuat dengan jalan maserasi 10% b/v daun Lidah Buaya ditambah 20% b/v
larutan glycyrrhiza dalam alkohol.9
Aloe Extract Siccum : Ekstrak kering daun Lidah Buaya.2
Extractum Colocynthidis Compositum.2

Budidaya
Tanaman Lidah Buaya dikembang-biakkan dengan anakan yang tumbuh di sekeliling tanaman
induk. Mereka mudah sekali tumbuh, terutama di dataran rendah dan di tanah yang miskin air.
Umumnya tanaman ini tumbuh liar di gurun-gurun, namun sekarang banyak ditanam di
pekarangan-pekarangan sebagai tanaman hias.

Kepustakaan
Afzal M., Ali M., Hassan R.A.H., Sweedan N., Dhami M.S.I., 1991, “Identification of some
Prostanoids in Aloe vera Extracts”., Planta Med., Vol. 57, p. 38-40
Anonim, 1916, The Pharmacopoeia of the United States of America., 9th Ed., P. Blakiston’s
Son & Co., Philadelphia.
Claus EP., 1961, Pharmacognosy., 4th ., Lea & Febiger., Philadelphia., p. 117-121
Dewanti HR., 1996, “Efektivitas ekstrak gel Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Penghenti
Perdarahan secara Topikal”., Skripsi., Fakultas Kedokteran Gigi UGM. Yogyakarta.
Heyne K; 1978. Tumbuhan Berguna Indonesia., Jilid I, Balitbang Kehutanan., Jakarta., p. 520.
Farah M.H; Andersson R; Samuelsson G; 1992. “Microdontin A and B: Two New Aloin
Derivative from Aloe Microdonta”., Planta Medica., 58., p.88
Mutschler E; 1986, Arzneimittel Wirkungen, 5.Aufl. wissenschaftliche- Verlagsgesselschaft
mbH-Stuttgart, p.506
Nash R.J; Beaumont J; Veitch N.C; Reynolds T; Benner J; Hughes CNG; Dring J.V; Bennete
R.N; Dellar J.E; 1992. “Phenylethylamine and Piperidine alkaloids in Aloe species”., Planta
Medica., 58, p. 84-87
Osol A., & Farrar GE., 1955, The Dispensatory of The United States of America., 25th Ed.,
J.B. Lippingcott Co., Philadelphia., USA., p. 48-50
Schneider G; 1985. Pharmazeutische Biologie. 2Aufl. BI-Wissenschafts-verlag Mannheim.
p.190
Sri Sugati, 1991 Sugati S., Johny Ria Hutapea, 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia.,
Jilid I., Balitbang Kesehatan., DepKes RI. Jakarta, p. 456-457
Stecher P.G. (Editor), 1968, The Merck Index : an Encyclopedia of Chemicals and Drugs.,
Merck & Co, Inc. USA., p. 40
Wichtl M; 1994. Herbal Drugs and Phytopharmaceuticals, Medpharm Scientific Publishers
Stuttgart, p. 59-62, 415-418

Catatan

pril 5th, 2006


Selain menyuburkan rambut, lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk
mengobati sejumlah penyakit. Di antaranya diabetes melitus dan serangan
jantung.

Lidah buaya atau Aloevera adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat
menyembuhkan berbagai penyakit. Tanaman ini sudah digunakan bangsa Samaria sekitar tahun
1875 SM.

Bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat sekitar tahun 1500 SM.
Berkat khasiatnya, masyarakat Mesir kuno menyebutnya sebagai tanaman keabadian.

Seorang peracik obat-obatan tradisional berkebangsaan Yunani bernama Dioscordes,


menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati berbagai penyakit. Misalnya bisul, kulit
memar, pecah-pecah, lecet, rambut rontok, wasir, dan radang tenggorokan.

Dalam laporannya, Fujio L. Panggabean, seorang peneliti dan pemerhati tanaman obat,
mengatakan bahwa keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini memiliki kandungan
nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain terhadap lidah buaya menunjukkan
bahwa karbohidrat merupakan komponen terbanyak setelah air, yang menyumbangkan sejumlah
kalori sebagai sumber tenaga.

Makanan Kesehatan

Menurut seorang pengamat makanan kesehatan (suplemen), Dr. Freddy Wilmana, MFPM,
Sp.FK, dari sekitar 200 jenis tanaman lidah buaya, yang baik digunakan untuk pengobatan
adalah jenis Aloevera Barbadensis miller. Lidah buaya jenis ini mengandung 72 zat yang
dibutuhkan oleh tubuh.

Di antara ke-72 zat yang dibutuhkan tubuh itu terdapat 18 macam asam amino, karbohidrat,
lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan obat. Antara lain antibiotik,
antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus, antijamur, antiinfeksi, antiperadangan,
antipembengkakan, antiparkinson, antiaterosklerosis, serta antivirus yang resisten terhadap
antibiotik.

Mengingat kandungan yang lengkap itu, lidah buaya menurut Dr. Freddy bukan cuma berguna
menjaga kesehatan, tapi juga mengatasi berbagai penyakit. “Misalnya lidah buaya juga mampu
menurunkan gula darah pada diabetesi yang tidak tergantung insulin. Dalam waktu sepuluh hari
gula darah bisa normal,” katanya.

Mengandung Antioksidan
Menurut Dr. Freddy, beberapa unsur mineral yang terkandung dalam lidah buaya juga ada yang
berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami. Misalnya vitamin C, vitamin E, dan zinc.

“Bahkan hasil penelitian yang dilakukan ilmuwan asal Amerika Serikat menyebutkan bahwa
dalam Aloevera barbadensis miller terdapat beberapa zat yang bisa berfungsi sebagai
antioksidan,” ujarnya. Antioksidan itu berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung,
dan beberapa penyakit degeneratif.

Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir lidah buaya
terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit. Lendir ini akan
menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Hasilnya, kulit tidak cepat kering dan
terlihat awet muda.

Selain wasir, lidah buaya bisa mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya
juga membantu mengatasi sembelit atau sulit buang air besar karena lendirnya bersifat pahit dan
mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang baik.

Sejauh ini, menurut Dr. Freddy, penelitian belum menemukan efek samping penggunaan lidah
buaya. Jika ada masalah, itu hanya berupa alergi pada mereka yang belum pernah mengonsumsi
lidah buaya. “Tapi, sejauh ini dari pasien saya yang mengonsumsi suplemen berbahan dasar lidah
buaya, reaksi yang muncul adalah karena daya kerja obat yang melawan penyakit,” katanya.

Namun, yang perlu diingat, menurut Dr. Freddy, sifat tanaman lidah buaya hampir mirip dengan
buah apel yang bila habis digigit langsung berwarna cokelat. Hal itu bisa menjadi tanda lidah
buaya telah teroksidasi, sehingga beberapa zat yang dikandungnya rusak.

“Memang tidak semua unsurnya rusak, tapi siapa yang mau hanya mendapat ampas? Karena itu,
sebaiknya segera konsumsi ramuan lidah buaya, baik yang diracik atau yang sudah diolah, agar
lebih terasa manfaatnya,” lanjutnya.

Ramuan Lidah Buaya

Radang tenggorokan
Cara Meramu: 1 daun lidah buaya dicuci dan dikupas. Isinya dipotong-potong atau diblender.
Tambahkan 1 sendok makan madu murni. Minum 3 kali sehari.

Ambeien
Cara Meramu: Setengah (1/2) batang daun lidah buaya dibuang durinya, dicuci, lalu diparut. Beri
setengah (1/2) gelas air panas, kemudian peras. Tambahkan 2 sendok makan madu. Dalam
keadaan hangat, minum 3 kali sehari.

Sembelit
Cara Meramu: Setengah (1/2) batang daun lidah buaya dicuci dan dikupas. Isinya dipotong kecil-
kecil. Seduh dengan setengah (1/2) gelas air. Beri 1 sendok makan madu. Hangat-hangat
dimakan 2 kali sehari.

Diabetes melitus
Cara Meramu: 2 batang daun lidah buaya, dicuci, dibuang durinya, dipotong-potong. Rebus
dengan 3 gelas air, lalu saring. Minum 3 kali sehari sesudah makan, masing-masing setengah
gelas.
Penurun kadar gula darah
Cara Meramu: 1 pelepah lidah buaya ukuran besar (kira-kira seukuran telapak tangan)
dibersihkan dengan mengupas kulit dan durinya. Rendam sekitar 30 menit dalam air garam.
Remas sebentar lalu bilas di bawah air yang mengalir (air kran). Rebus dengan 3 gelas air hingga
mendidih. Dinginkan. Minum sebanyak 1/2 gelas, 2 sampai 3 kali sehari.

Penyubur rambut
Cara Meramu: 2 pelepah lidah buaya dicuci lalu kupas. Isinya digosokkan pada kulit kepala yang
telah dikeramas pada sore hari. Bungkus dengan kain. Keesokan harinya rambut dibilas.
Lakukan setiap hari selama 3 bulan.

Batuk (yang membandel)


Cara Meramu: 20 g daun lidah buaya dicuci, dikupas, dipotong-potong. Beri 2 sendok makan
madu murni. Minum 2 kali sehari. Ulangi selama 10 hari. @ Suharso Rahman.

Entry Filed under: Tips Kesehatan


Pharmacy Community
Sabtu, 02 Januari 2010
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KETELA POHON

ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KETELA POHON


(Manihot utilissiima Pohl)
1. Tujuan Praktikum
Dapat memahami dan dapat melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela pohon.
Dapat memahami dan dapat melaksanakan analisis kualitatif golongan senyawa tersebut
dengan metode kromatografi lapis tipis.
2. Dasar Teori Percobaan
Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan senyawa induk flavon yang terdapat
berupa tepung putih pada tumbuhan Primula, dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang
sama. Saat ini dikenal sekitar 20 jenis flavonoid.
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan
alkohol 70% dan tetap ada pada lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila di tambah basa atau amoniak,
jadi flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukan
pita serapan kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat dalam
tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih
tersebar daripada yang lainnya. Penyebaran flavonoid meliputi,
Golongan Tumbuhan Flavonoid

Bakteri Hampir tidak ada sama sekali

Fungi

Ganggang merah

Lumut hati Sedikit tipe flavonoid, terutama 3-


deoksiantosianin, glikoflavon
Equisetum
Lycopodium Flavonoid berstruktur sederhana, 3-

Paku-pakuan deoksiantosian, flavon, flavonol,


leukoantosianidin, kalkon dan flavanon.
Gymnospermae Kebanyakan flavonoid, biasanya tipe sederhana,
biflavonil
Angiospermae Segala macam flavonoid, biflavonil jarang

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya
flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang
terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Antosianin berwarna yang terdapat dalam daun bunga
hampir selalu disertai oleh flavon dan flavonolol tanwarna.
Flavonoid mempunyai rumus umum, C6C3C6.
Aktivitas biologi flavonoid antara lain,
- anti kanker : kuersetin, mirisetin
- anti oksidant : kuersetin, antosianidin, dan prosianidin
- anti inflamasi : apigenin, taksifolin, luteolin, kuersetin
- anti alergi : nobeletin, tangeretin
- anti hipertensi : prosianidin
- anti virus : amentiflavum, skutellarein, kuersetin
Klasifikasi flavonoid umumnya didasarkan atas inti molekul,
*Harbone membagi flavonoid kedalam kelompok
Antosianin
Proantosianidin
Flavonol
Flavon
Khalkon dan auron
Flavanon
Glikoflavon
Isoflavon
Biflavonil
*Berdasarkan warna flavonoid
*Berdasarkan flavonoid major dan flavonoid minor
- flavonoid major : flavon, flavonol, biflavonil
- flavonoid minor : khalkon, dihidrokhalkon, auron, flavanon, flavononol dan isoflavon.
Hampir setiap tumbuhan tingkat tinggi menunjukkan pola khas glikosida flavon dan
flafonol dalam daun atau bunga. Senyawa tersebut merupakan penanda taksom idel dalam
pengkajian masalah penggolongan tumbuhan, penghibridaan, atau fitogeografi. Walaupun
banyak yang dipelajari dengan membandingkan pola bercak flavonoid dalam kromatogram dua
arah dari ekstrak 2 jenis tumbuhan yang berbeda, atau dari populasi tumbuhan, tetapi tetap perlu
diidentifikasi komponen utama yang ada. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan sederetan
cara fitokimia sederhana, dan untuk mempelajari cara ini dianjurkan pertama-tama pada
flavonoid yang sudah dikenal, yaitu rutin yang merupakan glikosida kuersetin.
Rutin atau kuersetin 3-rutinosida pertama kali diisolasi dari Fagopyrum esculentum dan
sampai sekarang tumbuhan ini masih tetap digunakan. Tidak dapat diragukan lagi bahwa dari
semua glikosida kuersetin, rutin paling luas penyebarannya dan mungki terdapat pada 25 % dari
flora setempat. Sumber yang mudah diperoleh termasuk bunga Magnolia, Viola, Aesculus
hippocastanum, Nicotiana tabacum (daun tembakau), Rheum, teh, dan Phaseolus vulgaris. Bahan
tumbuhan yang diperoleh dari sumber tersebut di atas harus dikumpulkan da diekstraksi oleh
etanol 95 % panas (jaringan segar) atau etanol 70 % (jaringan kering) selama 30 menit, lalu
ekstrak dipekatkan sampai volumenya tinggal sedikit.

Kuersetin 3- rutinosida
Kuersetin merupakan salah satu flavonoid yang banyak terdapat di alam dan diketahui
mampu menghambat enzim sitokrom P-450 yang berperan dalam metabolisme parsetamol. Hasil
penelitian menunjukkan kadar parasetamol dalam darah tidak dipengaruhi oleh dosis kuersetin
yang diberikan. Derajat nekrosis hati karena pemberian parasetamol dosis toksik lebih rendah
pada pemberian kuersetin 750 mg/kg BB (p<0,05). Kuersetin dosis 750 mg/kg BB dapat
menghambat aktivitas sitokrom P-450 yang tinggi karena parasetamol dosis toksik (p<0,05).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan kuersetin dosis 750 mg/kg BB dapat menurunkan efek
hepatotoksik parasetamol, dan menurunkan aktivitas enzim sitokrom P-450.
Pergeseran spektrum UV dan spektrum tampak pada rutin
Larutan λmax (nm) Pengaruh pada Diagnosis
Etanol Pita I Pita II Pita III Spektrum Struktur
Etanol 259 366 363 Geser hipsokrom 12 nm 3-OH tersulih
bh dibandingkan dengan kuersetin (pita
III 375 nm)
Ditambah 2 tetes 272 327 415 Geser batokrom 52 nm (pita III) 4’-OH bebas
NaOH 2M
Ditambah 2 tetes 275 303 433 Geser batokrom 70 nm (pita III) 5-OH bebas
AlCl3 5% bh
Ditambah serbuk 271 325 393 Pergeseran 12 nm pada pita I 7-OH bebas
NaOAc
Ditambah NaOAc 262 298 387 Geser batokrom 20 nm (pita III) 3’,4’-diOH
dan H3BO3 bebas
3. Materi dan Metode
Alat dan Bahan
- Hot plate 1 buah
- Erlenmeyer 1000 ml 1 buah
- Batang pengaduk 2 buah
- Corong 2 buah
- Gelas kimia 100 ml 1 buah
- Water bath 1 buah
- Tabung reaksi 1 buah
- Lempeng KLT secukupnya
- Kapas secukupnya
- Alumunium Foil secukupnya
- Corong Pisah 250 ml 1 buah
- Cawan porselin 2 buah
- Pipa kapiler 2 buah
- Lampu UV-Vis 1 buah
- Serbuk daun singkong kering 40 gram
- Aquadest 300 ml
- Etanol 96% dingin secukupnya
- HCl 2 N 10 ml
- Dietil Eter 75 ml
- Metanol 2 ml
- Natrium Sulfat Anhidrat 3 gram
Prosedur Kerja
40 gram serbuk daun singkong kering ditimbang dan dimasukan kedalam
Erlenmeyer 1000 ml
Ditambahkan aquadest sebanyak 300 ml kedalam Erlenmeyer tadi, dipanaskan
dengan hotplate selama 45 menit.
Cairan disaring dengan menggunakan kapas dengan bantuan corong, dan
selanjutnya disaring kembali dengan kertas saring.
Dimasukan kedalam lemari pendingin hingga terbentuk kristal rutin.
Jika rutin telah terbentuk, saring larutan dengan menggunakan kertas saring.
Endapan yang didapat dicuci dengan etanol dingin, endapan terdapat dan kertas
saring dikeringkan dengan oven pada suhu 400 C selama 3 jam.
Endapan diambil dengan spatel kecil, dan dilarutkan dalam 2 ml campuran
metanol dan air sama banyak (sari I).
Sisa padatan dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml HCl 2 N.
Diatas tabung ditempatkan corong berisi kapas untuk mengurangi penguapan.
Selanjutnya tabung tersebut dipanaskan dalam waterbath selama 1 jam.
Cairan hasil hidrolisis tersebut dimasukan kedalam corong pisah. Ditambahkan
dietileter sebanyak 25 ml dikocok dengan hati-hati, kedua lapisan yang
terbentuk dipisahkan.
Lapisan air asamnya dikocok lagi dengan dietileter sebanyak 25 ml selama 3 kali
pengocokan.
Lapisan eter hasil ekstraksi 1,2 dan 3 dicampurkan lalu disaring melalui kertas
saring yang berisi 3 gram Natrium sulfat anhidrat. Cairan yang diperoleh lalu
diuapkan dalam lemari asam.
Residu yang diperoleh dilarutkan dengan 2 ml methanol (Sari II)
Totolkan sebagai titik A adalah Sari I dan titik B adalah Sari II.
Eluasi dengan n-heksan – etilasetat dengan perbandingan 7:3.
Hasil yang diperoleh disemprot dengan penampak bercak uap amoniak.
Dan dibaca dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.
4. Hasil Pengamatan
Massa kristal rutin (tidak murni) yang didapat dari 40 gram daun singkong adalah,
Massa vial + rutin = 10,9312 gr
Massa vial kosong = 7,9043 gr
Massa kristal rutin adalah 10,9312 gr - 7,9043 gr = 3,0269 gr
Rendemen = [3,0269 gram / 40 gram] x 100%= 7,56%
Hasil pengamatan lempeng KLT dengan sinar UV panjang gelombang 254 nm

Didapatkan Rf sebesar = 2,6 / 4,1 = 0,63


Nilai Rf untuk aglikon (kuersetin)
5. Pembahasan

Pada praktikum kali ini adalah untuk mengisolasi rutin (flavonoid-3-glikosida) sebagai
salah satu jenis glikosida flavonoid (glikosida flavonol) yang terkandung dalam daun
singkong/ketela pohon. Glikosida flavonoid termasuk rutin merupakan salah satu metabolit
sekunder yang bersifat polar, termasuk kedalam kelompok glikosida O (molekul gula berikatan
dengan O-aglikon). Rutin daun singkong (satu zat aktif) sebagai bahan obat-obatan dan
kosmetik, serta jadi zat pengatur tumbuh tanaman.

Karena sifatnya yang polar maka pengisolasian rutin dilakukan dengan penggunaan
pelarut polar yaitu air, dengan penggunaan air yang kemudian dipanaskan membuat semua
senyawa polar tertarik bersama filtrate. Hal ini merupakan salah satu kerugian penggunaan air
sebagai pelarut karena, banyak sekali komponen-komponen polar yang dapat larut bersama air.
Filtrate yang diperoleh diuapkan hingga didapat filtrate kental dan disimpan dalam lemari
pendingin untuk mempercepat pembentukan kristal rutin dan mencegah terjadinya penjamuran.
Karena dengan media air memungkinkan timbulnya jamur atau bakteri jika disimpan di suhu
ruang.
Endapan yang diperoleh disaring dan dicuci dengan menggunakan etanol dingin dengan
maksud agar kemurnian filtrate bertambah dan terbebas dari pengotor-pengotor yang tidak ingin
diisolasi, tetapi dengan pencucian ini tidak menyebabkan kristal larut.
Sebagian dari endapan ditambahkan HCl untuk proses hidrolisis dimaksudkan agar
glikosida flavonoid rutin terhidrolisis sehingga aglikon flavonoid (kuersetein) terpisah dengan
molekul gulanya. Kuersetin ini termasuk aglikon flavonoid (zat bukan gula) yang berdasarkan
strukturnya dapat digolongkan menjadi flavonol, kuersetin mempunyai khasiat sebagai
antiinflamasi, antikanker dan antioksidant.
Setelah dihidrolisis, larutan dipartisi dengan pelarut eter dengan menggunakan corong
pisah, eter digunakan karena memiliki kepolaran yang sama dengan aglikon flavonoid
(kuersetin). Maka seluruh senyawa kuersetin akan tertarik kedalam pelarut eter, ekstraksi
dilakukan sebanyak 3 kali untuk memaksimalkan pengisolasian. Seluruh fase eter yang dicampur
disaring dengan tambahan Na sulfat anhidrat agar molekul air yang ada dalam eter dapat tertarik,
sehingga larutan benar-benar murni eter dan aglikon flavonoid. Fase eter ini diuapkan dan
selanjutnya residu yang ada ditambahkan methanol sebagai pelarut (sari II) untuk dilakukan
KLT.
Proses hidrolisis rutin menjadi kuersetin berjalan menurut reaksi berikut:
HCl
Hidrolisis

Rutin Kuersetin Glukosa


Sisa endapan yang tidak dihidrolisis juga dilarutkan dengan methanol untuk selanjutnya
di KLT bersama dengan sari II, dan Rf yang dihasilkan dapat dibandingkan dan dapat terlihat
proses hidrolisis berjalan dengan sempurna atau tidak.
Sari I dan sari II dilakukan pengujian dengan KLT menggunakan eluen etanol 96%.
Dengan digunakannya eluen yang bersifat polar maka senyawa polar akan terelusi lebih dulu dan
memiliki Rf yang lebih tinggi, dibandingkan dengan senyawa non-polar ataupun semipolar. Pada
KLT ini yang diuji adalah senyawa polar yaitu glikosida flavonoid (rutin) dan senyawa non-polar
yaitu aglikon glikosida (kuersetin).
Dari hasil KLT ini, kedua senyawa terelusi dan pada titik B ada senyawa yang tidak
terelusi dan tetap berada pada dasar lempeng KLT, hasil ini menunjukan adanya kuersetin yang
sudah terpisah dari rutin, tetapi karena kedua spot terelusi maka hidrolisis yang dilakukan tidak
berjalan dengan sempurna, ataupun ada pengotor lainnya yang terelusi dengan pelarut polar.
Pada penelitian sebelumnya terhadap pemeriksaan kadar rutin pada daun singkong
(Manihot utilissima Pohl.) muda, tua dan kuning. Secara KLT-spektrofotodensitometri kadar
rutin daun singkong muda adalah 0,71% (b/b), daun singkong tua 0,35%(b/b) dan daun singkong
kuning 0,16%(b/b) dan secara gravimetri kadar rutin daun singkong muda adalah 0,56% (b/b),
daun singkong tua 0,32%(b/b) dan daun singkong kuning tidak terdeteksi. Telah dilakukan pula
isolasi rutin dari daun singkong muda dengan cara maserasi dengan natrium hidroksida 1% dan
rutin yang didapat dari maserasi ini adalah 0,027% (b/b).
Pada praktikum kali ini digunakan daun singkong yang sudah agak tua sehingga kadar
yang didapat tidak maksimal. Dan untuk terbentuknya kristal rutin dibutuhkan waktu yang
sangat lama sekali kurang lebih selama 2 minggu. Dan kristal rutin yang terbentuk sangat sedikit
sekali, dan tercampur dengan endapan lainnya.
6. Kesimpulan
Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat polar, sehingga dapat
diekstraksi dengan pelarut polar, seperti air, methanol atau etanol. Filtrate yang didapat dari hasil
penyarian didinginkan untuk mempercepat pembentukan kristal.
Pemisahan aglikon dan glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam, seperti
menggunakan HCl. Akan didapat hasil berupa kuersetin dan glukosa dari hidrolisis rutin.
Analisa dari aglikon dan glikosida ini dapat dilakukan dengan menggunakan
kromatografi lapis tipis, dan menggunakan eluen tertentu sesuai dengan kepolaran senyawa yang
dianalisa.
Daftar Pustaka
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis tumbuhan
terbitan kedua. Bandung: ITB.
Markham, K.R. 1988 .Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: ITB.
Sekolah Farmasi ITB http://bahan-alam.fa.itb.ac.id
Diposkan oleh lisna di 19:18

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Facebook Badge
Lisna Fauziah

Create your badge

Facebook Badge
Lisna Fauziah

Create your badge

Pengikut

Arsip Blog
 ▼ 2010 (6)
o ► April (1)

 Bermain Saham Lewat Internet


o ▼ Januari (5)

 ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DARI DAUN KETELA POHON...


 <!--[if !mso]> v\:* {behavior:url(#default#VML);}...
 ISOLASI DNA
 KRIM PELEMBAB
 Glikolisis Anaerob

Mengenai Saya
lisna
simpel, moody bgt katanya, baik hati, susah adaptasi di tempat baru kayanya, susah
bergantung ma orang lain tapi klo dah ketergantungan bakal nyusahin tu orang
hahahaha...
Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai