FARMAKOLOGI I
NIM :1900053
KELAS : DIII – 3B
2020
PERCOBAAN V
I. Tujuan Praktikum
Pengujian sediaan uji toksisitas dengan dosis tertentu (amfetamin & sianida) terhadap
hewan uji mencit dan diamati respon setetalah pemberian sediaan uji dan pengaruh
antidotum.
b. Bahan
- Amfetamin 10 dan 20 mg/kgBB secara ip
- NaCl fisiologis
V. Cara Kerja
Amfetamin
- Timbang hewan dan tandai untuk tiap kelompok.
- Hitung dosis untuk masing-masing hewan. Untuk kelompok 1 dan 3 adalah
10mg/kgbb sedangkan untuk kelompok 2 dan 4 sebanyak 20 mg/kgbb.
- Untuk kelompok 1 dan 2, tempatkan ketiga ekor hewan masing-masing dalam
satu kandang. Untuk kelompok 2 dan 3, tempatkan dalam kandang terpisah yang
masing-masingnya berisi satu hewan.
- Amati dan catat waktu terjadinya manifestasi efek amfetamin pada percobaan,
seperti tercantum pada tabel.
- Bahas dan tarik kesimpulan dari percobaan ini.
Sianida
- Timbang hewan dan tandai.
- Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada tabel.
- Amati gejala yang timbul, catat waktu timbulnya gejala tersebut.
- Tabelkan hasil percobaan saudara.
- Bahas dan ambil kesimpulannya.
VI. Hasil
Amfetamin
GEJALA YANG DIAMATI
KLP PERLAKUAN BB VAO
AKTIVITAS MOTORIK LAJU PERNAPASAN GROOMING BERTENGKAR TREMOR KONVULSI MATI
1 Kontrol Nacl 1% 23 g 0,23 -- -- 04.53-05.34 -- -- -- --
2 Amfetamin 10mg/kg 25 g 0,13 1,4 2,15 -- -- 3,45 -- --
3 Amfetamin 10mg/kg 27 g 0,14 3,08 4,35 5,49 -- -- -- --
4 Amfetamin 20mg/kg 21 g 0,21 4,03 5,02 9,09 10,42 -- -- --
5 Amfetamin 20mg/kg 21 g 0,21 2,33 1,03 4,27 -- 20,4 -- --
Sianida
WAKTU GEJALA DIAMATI
RESPON
KLP PERLAKUAN BB VAO MATA REDUP LETIH NAPAS MENGGARUK BIRU, MULUT TELINGA
TENANG NAFAS SESAK MENCACAHKAN PERUT GELIAT HIPERAKTIF MENGUSAP MUKA DIAM DITEMPAT GEMETARAN SAKIT URINASI TREMOR KEJANG MATI
EKOR PUCAT PERUT MULUT KERING MENEMPEL
BERKURANG
1 KCN (Oral) 22 g 0,22 1,4 0,32 0,13 0,1 0,18 0,23 1,12 1,2 1,33 - 0,27 - 1,44 - - 1,35 1,48 1,55
2 KCN (Sc) 24 g 0,24 2,3 5,4 1,18 2,05 1 0,3 1,55 2,15 2,17 1,48 1,07 - 0,37 2,18 4 4,02 5,08 -
3 KCN (Oral) + NaNO2 (Sc) 22 g 0,22 0,54 1,1 2 2,25 - 2,15 - 1,39 2,57 3,45 3,21 - - - 2,45 2,25 3,57 4,04
4 NaNO2 (Sc) + KCN (Sc) 21 g 0,21 0,59 0,31 1,42 - - 0,04 - 1,37 1,4 0,07 1,47 - - - - 2,1 1,57 2,35
5 KCN (Oral) + Na2S203 (Ip) 23 g 0,23 3 0,01 - 0,03 0,04 0,01 0,05 0,05 - 0,01 0,03 3,45 - - 3 0,47 0,47 3,46
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan uji toksisitas amfetamin dan
sianida. Praktikum ini bertujuan untuk mengenal secara praktis beberapa manifestasi
keracunan sebagai akibat dari kontak obat atau racun dengan manusia, menyadari
pentingnya factor-faktor tertentu seperti tindakan mekanis dan sifat farmakologi
antidote dalam mengatasi keracunan, melihat secara langsung gejala keracunan serta
perubahan sikap dan mental pada pemberian amfetamin pada hewan percobaan,
memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis, mengetahui dan
memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan sianida dan gejala-gejala
keracunan sianida, mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida, dan agar
mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan antidote yang tepat.
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkankerusakan pada
organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan.Uji toksisitas
bertujuan untuk mengetahui efek toksik dan menentukan batasankeamanan suatu
senyawa yang terdapat dalam zat-zat kimia, termasuk dalamtumbuhan-tumbuhan.
Pada percobaan ini terdapat juga senyawa antidotum, senyawa antidotum yang
digunakan adalah NaCl fisiologis,Na2So3,NaNo. Kegunaan antidotum pada
praktikum ini adalah untuk melihat efek yang diberikan antidotum tersebut kepada
mencit, apakah antidotum tersebut berpengaruh dengan baik dalam mengurangi
keracunan setelah diberikat amfetamin dan sianida.
Hewan yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit, mencit yang digunakan
adalah mencit dewasa karena dalam penelitian, mencit dewasa sangat baik digunakan,
dan mencit harus memiliki berat 20-30 g BB dan berusia 2-3 bulan.
Hal yang pertama dilakukan yaitu melihat toksisitas dari amfetamin, dosis
amfetamin yang digunakan yaitu 10 mg dan 20 mg. Rute pemberian dalam praktikum
ini adalah Sc, Ip, dan Oral. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain,
akan tetapi memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu kurang lebih 10-15 jam
dan durasi efek euphoria nya adalah 4-8 kali lebih lama dibandingkan dengan kokain.
Berdasarkan pengamatan, mencit yang diberikan amfetamin menghasilkangejala-
gejala seperti sktifitas motorik meningkat, laju pernafasan meningkat,grooming,
melompat, bertengkar, rangsangan terhadap bunyi meningkat, dan akan membentuk
aktivtas tremor. Terdapat perbedaan antara mencit yang sendiri denganmencit yang
dikelompokkan, dimana pada mencit yang sendiri diberikan pemberianamfetamin
dengan dosis 20 mg/kg BB secara IP, sedangkan pada mencit yangdikelompokkan
diberikan amfetamin dengan dosis 10 mg/kg BB secara IP.
Kelompok satu diberikan kontrol NaCl 1 %, sedangkan kelompok dua dan tiga
diberikan amfetamin kepada mencit dengan dosis 10mg/kg dan kelompok empat dan
lima diberikan amfetamin dengan dosis 20 mg/kg. pada aktivitas motoric, laju
pernafasan, grooming,dan bertengkar berdasarkan hasil pengamatan tersebut, nilai
tertinggi ada pada kelompok empatyang diberi amfetamin dengan dosis 20mg/kg.
sedangkan untuk mencit yang mengalami gejala tremor nilai yang paling tinggi
adalah kelompok lima dengan dosis amfetamin yang diberikan adalah 20mg/kg.
Kelompok satu yang hanya diberikan kontrol NaCl 1% mencit tersebut hanya
mengalami gejala grooming. Hal ini juga dipengaruhi oleh kegiatan seperti adanya
penambahan musik yang diberikan pada mencit tersebut. Dosis yang berbeda juga
dapat mempengaruhi gejala yang ditimbulkan oleh mencit. Dimana semakin tinggi
dosis amfetamin yang diberikan, maka semakin besar pula efek yang terjadi pada
mencit tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan hilangnya rasa takut mencit karena
mencit dengan spontan meloncat keluar secara berulang kali dari wadah
penempatannya. Sedangkan pada mencit yang dikelompokkan, memiliki peningkatan
aktiviatas juga namun tidak sampa imelakukan aktivitas melompat yang berlebihan
seperti mencit sebelumnya. Mencit juga menjadi cenderung bertengkar satu dengan
lainnya, sehingga keadaan lingkungan juga berpengaruh terhadap aktivitas
amfetamin.
Amfetamin termasuk kedalam golongan stimulansia. Stimulant ini
bersifatmenstimulasi sistem syaraf simpatik malalui pusat hipotalamus
sehinggameningkatkan kerja organ-organ tubuh. Misalnya, meningkatkan denyut
jantungdan tekanan darah, mengecilkan pupil dan menungkatkan gula darah.
Jadi,stimulant memberikan rangsangan pada pemakainya untuk tujuan
meningkatkantenaga agar lebih cepat dan tidak merasakan sakit. Stimulant dapat
berupa kafein,amfetamin, dll.
Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguangizi
dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karenakondisi
kesehatan yang secara keseluruhannya buruk
Percobaan yang kedua yaitu melihat efek toksisitas dari sianida. Pada penggunaan
zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan gangguan tidur.
Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karenakondisi kesehatan yang secara
keseluruhannya buruk.
Efek utama yang dihasilkan oleh sianida adalah mempengaruhi pernapasan,
dimana oksigen dalam darah terikat oleh senyawa sianida dan terganggunya sistem
pernapasan, badan mencit akan terasa lemas, kejang, ekor pucat, diam ditempat, letih
nafas perut, gemetaran, biru, dan mulut kering.
Dari hasil pengamatan sianida, dari lima kelompok digunakan berat mencit yang
berbeda-beda yakni mulai dari 21g, 22g, 23g, dan 24g. Sianida yang digunakan yaitu
dengan dosis 20 mg dan senyawa antidotum yang digunakan adalah NaNo2,KCN dan
Na2S2O3. Efek yang diamati dalam percobaan ini adalah efek tenang, nafas sesak,
mencacahkan perut, geliat, hiperaktif, mengusap muka,mata redup ekor pucat, diam
ditempat, letih napas perut, menggaruk mulut, gemetaran, biru, mulut kering, telinga
menempel, respon sakit berkurang, urinasi, tremor, kejang, dan mati.
Dari hasil yang didapatkan, hasil yang didapatkan setiap kelompok berbeda-beda.
Hal ini dipengaruhi juga karena pemberian antidotum yang dapat mengurangi efek
keracunan pada mencit. Rute pemberian juga mempengaruhi kecepatan efek yang
ditimbulkan.
Racun sianida yang terpejan dalam tubuh dapat breaksi
dengankomponen besi dalamenzim sitokrom oksidase mitokondria, sehingga
enzimtersebut menjadi tidak aktif (dengan pembantukan kompleks antara ion
sianidadengan besi bervalensi tiga, akan memblok kerjaenzim sitokrom
mitokondria,sehingga oksigen darah tidak dapat lagi di ambil oleh sel), padahal
system enzimtersebut sangat di perlukan dalam berlangsunganya metabolisme aerob.
Karena itu wujud/gejala keracunan yang timbul oleh keracunan sianida berturut-turut
adalah:sianosis,kejang, gagal nafas, koma, dan berakhir pada kematian. Gejala
sianosisdapat terlihat dari membirunya pembuluh darah di ekor mencit. Gejala
kejangdapat diamati dari gerakan mencityang menggosokkan perutnya kebawah
dengankaki belakang ditarik kebelakang atau jika mencit merasa sangat kekurangan
O2,maka gejala yang terlihat adalah mencit melompat-lompat atau hiperaktif karena
kekurangan O2 dalam tubuh maka gejala selanjutnya adalah gagal
nafas(ambilannafas yang sangat cepat), dan koma.
Terapi antidotum spesifik yang dilakukan adalah dengan pemberian NaCl
Fisiologis secara intra peritoneal agar efek penghambatan racun dapat dicapai dengan
cepat. Sianida yang terpejan didalam tubuh dapat bereaksi dengan
komponen besi dalam enzim sitokrom oksidase mitokondria. Ion Feri Sianida dalam
methehemoglobin akan berikatandengan sianida dalam plasma membentuk sian-
methemoglobin yang menyebabkan ikatan sianida dalam sitokrom oksidase terputus
sehingga enzim pernafasan yang semula terblok tersebut menjadi teregenerasi
kembali.
VIII. Kesimpulan
X. Lampiran
XI. Jawaban dari Pertanyaan
1. Jelakan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi amfetamin.
Jawab :
- Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah, mukosa, kelenjar
liur dan keringat.
- Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah
otot rangka.
- Perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi.
- Perangsangan susunan saraf pusat (SSP) seperti perangsangan pernafasan,
peningkatan kewaspadaan dan pengurangan nafsu makan.
- Efek metabolit misalnya peningkatan glikogenelisis di hati dan otot, lipolise
dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
- Efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan hormon
hipofisis
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas amfetamin.
Jawab :
Konsentrasi Obat: Umumnya kecepatan biotransformasi obat bertambah bila
konsentrasiobat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi
menjadi sedemikian tinggisehingga seluruh molekul enzim yang melakukan
metabolisme berikatan terus menerusdengan obat dan tercapai kecepatan
biotransformasi yang konstan.
Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat berlangsung lebih
cepat ataulebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih
kuat dari yang diharapkan
Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati terbentuk,
maka reaksimetabolisme obat lebih lambat (terutama pembentukan
glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan kloramfenikol,
sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).Untuk menghindari
keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk bayi
sebaiknyadihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia lanjut banyak
proses fisiologis telahmengalami kemunduran antara lain fungsi ginjal,
enzim-enzim hati, jumlah albumin serumberkurang. Hal ini menyebabkan
terhambatnya biotrnasformasi obat yang seringkaliberakibat akumulasi
atau keracunan.
Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu
misalnya enzimuntuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya metabolisme
obat-obat ini lambat sekali.
Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil (larut
lemak) dapatmenstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Hal
ini disebut induksi enzim.Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat
atau menginaktifkan enzim hati disebutinhibisi enzim.
3. Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin dan
bagaimana gejala keracunan pada amfetamin.
Jawab :
- Aktivitas motoric meningkat
- Laju pernafasan meningkat
- Grooming
- Bertengkar
- Ransangan terhadap bunyi
- Tremor
- Konvulsi
- Mati
4. Bila terjadi keracunan, obat apa yang dapat digunakan untuk mengatasinya?
jelaskan.
Jawab :
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengna racun,
dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis
antidotum yang di gunakan pada keracunan :
- Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,
reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin)
- Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl
- Keracunan methanol dengan etanol
- Keracunan besi : deferoksamin
- Keracunan As, Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol (BAL = british anti lewisit)
- Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis
- Keracunan Au, Cd, Mn, Pb, Zn : kalsium trinatrium
7. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara kimia
dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida dalam dosis yang
setara.
Jawab :
Obat-obat yang segolongan dengan asetanilida mempunyai toksisitas yang
berbeda dengan asetanilida yang lainnya. hal ini terkait dengan dosis
pemberian,interval serta frekuensi pemberian pada setiap obat. Sebagai contoh
pada pemberian parasetamol, kejadian toksik pada hati (hepatotoksisitas) akan
terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram dalam waktu C jam atau kurang. &ematian
bisa terjadi (mencapai 3-4% kasus) jika parasetamol digunakan sampai 15 gram
9. Apakah perbedaan rute pemberian racun dan obat berpengaruh pada efek toksik
CN yang diamati? Jelaskan.
Jawab :
Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan
sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena
itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek
yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun,
berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan
tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated
charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu
cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga
harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.
11. Dalam praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan seperti yang
saudara kerjakan. Jelaskan.
Jawab :
Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan,
ataudengan kata lain antidotum ialah penawar racun. Dalam arti sempit,
antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas
senyawa yang diabsorpsi. Sementara keracunan adalah masuknya zat
yangberlaku sebagai racun, yang memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis,
dan cara pemberiannya