Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I

NAMA : ARIFIN AHMAD

NIM :1900053

KELAS : DIII – 3B

HARI PRAKTIKUM : SABTU (11.00-14.00)

NAMA DOSEN : Apt. NOVIA SINATA, M.Si

NAMA ASISTEN : 1. HANIFAH ROHADATUL AISYI

2. WINDA YUSMA AMELIAH

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2020
PERCOBAAN V

TOKSISITAS AMFETAMIN DAN SIANIDA

I. Tujuan Praktikum

1. Mengenal secara praktis beberapa manifestasi keracunan sebagai akibat dari


kontak obat atau racun dengan manusia.
2. Menyadari pentingnya factor-faktor tertentu seperti tindakan mekanis dan sifat
farmakologi antidote dalam mengatasi keracunan.
3. Melihat secara langsung gejala keracunan serta perubahan sikap dan mental pada
pemberian amfetamin pada hewan percobaan.
4. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis.
5. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan sianida
dan gejala-gejala keracunan sianida.
6. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida.
7. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan antidote yang
tepat.

II. Prinsip Percobaan

Pengujian sediaan uji toksisitas dengan dosis tertentu (amfetamin & sianida) terhadap
hewan uji mencit dan diamati respon setetalah pemberian sediaan uji dan pengaruh
antidotum.

III. Tinjauan Pustaka

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun. Pengertian lain yaitu


semuasubstansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan
produksampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk
menimbulkanpengaruh negative bagi manusia. Keracunan dapat ditimbulkan oleh zat
kimia (zatindustri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan (jamur), dan hewan
(bisaular/lebah). Semua zat adalah racun yang tergantung dari dosis dan lama
kontak.Zat bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun
karenasangat tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh. Konsentrasi zat yang
kontakdalam waktu lama dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas.
Padadasarnya, pengujian uji toksikologi terbagi atas 2 golongan, yaitu uji ketoksikan
tidakkhas dan uji ketoksikan yang khas. Uji ketoksikan tidak khas adalah uji
ketoksikan yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek
toksik suatusenyawa pada aneka ragam hewan uji. Dimana pada pengujian ini
dilakukanpengujian uji ketoksikan akut, uji ketoksikan subkronis dan uji ketoksikan
kronis.Sedangkan untuk uji ketoksikan khas adalah uji ketoksikan yang dirancang
untukmengevaluasi secara rinci efek khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis
hewanuji. Pengujian yang termasuk dalam pengujian tipe ini adalah uji potenisasi,
ujiketengikan, uji reproduksi, pengujian pada kulit dan mata dan uji perilaku
(Mahar,2007).
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain
yaitu semua subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari
suatuformulasi dan produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan
punyakemampuan untuk menimbulkan pengaruh negative bagi manusia.
Keracunandapat ditimbulkan oleh zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM),
insektisida,tumbuhan ( jamur), dan hewan (bisa ular/lebah). (Donatus,2001)
Bentuk toksisitas menurut (Donatus,2001)
a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam
dll.Yang disebabkan oleh radiasi.
b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.
c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi enzim dalam metabolisme
Amfetamine adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut siste msaraf
pusat (SSP) stimulants. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuatsecara
sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupabubuk putih,
kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Senyawa inimemiliki nama kimia
α– methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yangtelah digunakan secara
terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficithyperactivity disorder (ADHD), dan
narkolepsi. Amfetamin meningkatkan pelepasankatekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf
pra-sinapsis meningkat. Amfetaminmemiliki banyak efek stimulan diantaranya
meningkatkan aktivitas dan gairahhidup, menurunkan rasa lelah, meningkatkan Mood
meningkatkan konsentrasi,menekan nafsu makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur.
Akan tetapi, dalamkeadaan overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan. Cara yang
paling umumdalam menggunakan amfetamin adalah dihirup melalui tabung. Zat
tersebutmempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,SS, ubas, ice, Shabu, Speed,
Glass,Quartz, Hirropon dan lain sebagainya (Mahar, 2007).
Amfetamine merupakan suatu senyawa sintetik analog dengan epinefrin dan
merupakan suatu agonis katekolamin tak langsung. Struktur kimia penting yang berikatan
dengan efek farmakologis biokimia amfetamine yaitu tidak digantinya cincin fenil
kelompok alfa metil, dua rantai karbon diantara cincin fenil dan nitrogen serta kelompok
amino utama. Manipulasi dari struktur dasar molekul amfetamine bertujuan untuk
menurunkan efek yang tidak diinginkan dan menonjolkan atau melemahkan variasi aksi
dari amfetamine dan komponen sejenisnya. Amfetamine dapat membuat seseorang
merasa energik, termasuk diantaranya rasa dalam peningkatan kepercayaan diri. Perasaan
yang demikian dapat bertahan selama ± 12 jam (Tjay dan Rahardja, 2003).
Efek yang timbul dari penggunaan amfetamine adalah cenderung
hiperaktif,merasa gembira, harga diri meningkat, namun cenderung paranoid
danmenimbulkan halusinasi. Di sisi lain, amfetamine memiliki dampak jangka
pendekmaupun jangka panjang yang negatif. Apabila penggunaan mengalami putus
zat,maka efek yang ditimbulkan adalah perubahan alam perasaan, rasa lelah,
letih,gangguan tidur, dan mimpi yang bertambah sehingga menganggu kenyamanantidur.
Efek pemakaian yang dapat meningkatkan harga diri dan percaya diri, sertadampak putus
zat yang menganggu fisik dan emosional dapat menjadi sebagianbesar alasan remaja
menjadi ketergantungan terhadap amfetamine. Carapenggunaan amfetamine adalah dapat
dengan tiga cara. Penggunaan amfetaminedapat digunakan secara suntikam, inhalasi,
dihisap dan dihirup. Dapat diminumperoral dalam bentuk tablet. Dalam bentuk kristal,
dibakar dengan menggunakankertas aluminium foil dan asapnya dihisap (intranasal) atau
dibakar denganmenggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Dalam bentuk
kristal yang dilarutkan, dapat melalui intravena (Kusuma, 2013)
Pengaruh amfetamine terhadap fungsi otak berhubungan dengan
pelepasandopamin, norepinefrin dan serotonin. Ketiga neurotransmitter tersebut
dihasilkan didalam sel-sel neuron yang terletak di otak tengah dan batang otak serta
terproyeksipada hampir seluruh bagian otak. Para pengguana amfetamine berbagai
studimenunjukkan adanya peningkatan performa kognitif, khususnya
kecepatanmemproses informasi, fungsi psikomotor dan atensi, dengan pemberian
akutamfetamine dalam dosis teraupetik, namun tetap berisiko tinggi untuk
mengalamiketergantungan. Penggunaan amfetamine yang mengalami gangguan tidur
danmenunjukkan adanya perbaikan performa setelah menggunakan amfetamine.Dopamin
dihasilkan di substansia nigra dan area ventral tegmental yang merupakan jalur Mesokor-
tikolimbikdopaminergik. Substansia nigra terproyeksi ke dorsalstriata, sehingga
kerusakan pada daerah ini akan menyebabkan terjadinya penyakit parkinson
(Miratulhusda, et al ., 2015)
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbaud an tak
berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl )atau berbentuk
kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Hidrogen
sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan denganmencampur asam dengan
garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaranplastik, wool, dan produk natural
dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianidadapat menyebabkan kematian, dan
pemaparan secara sengaja dari sianida(termasuk garam sianida) dapat menjadi
alat untuk melakukan pembunuhanataupun bunuh diri. (Widiastuti,2009).
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).Tubuh yang
mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktifoleh cyanida. Yang
paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistemenzim cytochrom oksidase
yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistemtransport elektron. Bilamana cyanida
mengikat enzim komplek tersebut, transportelektron akan terhambat yaitu transport
elektron dari cytochrom a3 ke molekuloksigen di blok. Sebagai akibatnya akan
menurunkan penggunaan oksigen olehsel dan mengikut racun PO2. Sianida dapat
menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengankekurangan oksigen dari
semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi.Sebagai akibat tidak
terbentuknya kembali ATP selama proses itu masihbergantung pada cytochrom
oksidase yang merupakan tahap akhir dari prosesphoporilasi oksidatif. (Widiastuti,2009).
Sianida menyebabkan keracunan yang sangat cepat dan
dapatmenyebabkan kematian dalam waktu beberapa menit. Terjadinya gejala
keracunancyanida bergantung pada jenis cyanidanya. Gas hidrogen cyanida adalah
palingberacun dan gejalanya timbul dalam beberapa detik dan kematian terjadi
dalambeberapa menit. Bila garam cyanida termakan, gejalanya tidak cepat terlihat,
karena bahan kimia tersebut diabsorpsi secara lambat. Derajat keparahan
bergantung pada jumlah/dosis yang masuk kedalam tubuh. Gejala yang terlihatpada
keracunan sedang adalah sebatas pada kelemahan penderita, sakit kepala,mual dan
muntah. Gejala tersebut terjadi dengan cepat dan terlihat tidak spesifik. .(Anief,2000)

IV. Alat dan Bahan


Hewan yang digunakan : Mencit 18-22 g
a. Alat
- Timbangan Hewan
- Stopwatch
- Alat suntik dan alat gelas lainnya

b. Bahan
- Amfetamin 10 dan 20 mg/kgBB secara ip
- NaCl fisiologis

V. Cara Kerja
Amfetamin
- Timbang hewan dan tandai untuk tiap kelompok.
- Hitung dosis untuk masing-masing hewan. Untuk kelompok 1 dan 3 adalah
10mg/kgbb sedangkan untuk kelompok 2 dan 4 sebanyak 20 mg/kgbb.
- Untuk kelompok 1 dan 2, tempatkan ketiga ekor hewan masing-masing dalam
satu kandang. Untuk kelompok 2 dan 3, tempatkan dalam kandang terpisah yang
masing-masingnya berisi satu hewan.
- Amati dan catat waktu terjadinya manifestasi efek amfetamin pada percobaan,
seperti tercantum pada tabel.
- Bahas dan tarik kesimpulan dari percobaan ini.

Sianida
- Timbang hewan dan tandai.
- Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada tabel.
- Amati gejala yang timbul, catat waktu timbulnya gejala tersebut.
- Tabelkan hasil percobaan saudara.
- Bahas dan ambil kesimpulannya.
VI. Hasil
Amfetamin
GEJALA YANG DIAMATI
KLP PERLAKUAN BB VAO
AKTIVITAS MOTORIK LAJU PERNAPASAN GROOMING BERTENGKAR TREMOR KONVULSI MATI
1 Kontrol Nacl 1% 23 g 0,23 -- -- 04.53-05.34 -- -- -- --
2 Amfetamin 10mg/kg 25 g 0,13 1,4 2,15 -- -- 3,45 -- --
3 Amfetamin 10mg/kg 27 g 0,14 3,08 4,35 5,49 -- -- -- --
4 Amfetamin 20mg/kg 21 g 0,21 4,03 5,02 9,09 10,42 -- -- --
5 Amfetamin 20mg/kg 21 g 0,21 2,33 1,03 4,27 -- 20,4 -- --

Sianida
WAKTU GEJALA DIAMATI
RESPON
KLP PERLAKUAN BB VAO MATA REDUP LETIH NAPAS MENGGARUK BIRU, MULUT TELINGA
TENANG NAFAS SESAK MENCACAHKAN PERUT GELIAT HIPERAKTIF MENGUSAP MUKA DIAM DITEMPAT GEMETARAN SAKIT URINASI TREMOR KEJANG MATI
EKOR PUCAT PERUT MULUT KERING MENEMPEL
BERKURANG
1 KCN (Oral) 22 g 0,22 1,4 0,32 0,13 0,1 0,18 0,23 1,12 1,2 1,33 - 0,27 - 1,44 - - 1,35 1,48 1,55
2 KCN (Sc) 24 g 0,24 2,3 5,4 1,18 2,05 1 0,3 1,55 2,15 2,17 1,48 1,07 - 0,37 2,18 4 4,02 5,08 -
3 KCN (Oral) + NaNO2 (Sc) 22 g 0,22 0,54 1,1 2 2,25 - 2,15 - 1,39 2,57 3,45 3,21 - - - 2,45 2,25 3,57 4,04
4 NaNO2 (Sc) + KCN (Sc) 21 g 0,21 0,59 0,31 1,42 - - 0,04 - 1,37 1,4 0,07 1,47 - - - - 2,1 1,57 2,35
5 KCN (Oral) + Na2S203 (Ip) 23 g 0,23 3 0,01 - 0,03 0,04 0,01 0,05 0,05 - 0,01 0,03 3,45 - - 3 0,47 0,47 3,46
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan uji toksisitas amfetamin dan
sianida. Praktikum ini bertujuan untuk mengenal secara praktis beberapa manifestasi
keracunan sebagai akibat dari kontak obat atau racun dengan manusia, menyadari
pentingnya factor-faktor tertentu seperti tindakan mekanis dan sifat farmakologi
antidote dalam mengatasi keracunan, melihat secara langsung gejala keracunan serta
perubahan sikap dan mental pada pemberian amfetamin pada hewan percobaan,
memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis, mengetahui dan
memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan sianida dan gejala-gejala
keracunan sianida, mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida, dan agar
mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan antidote yang tepat.
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkankerusakan pada
organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan.Uji toksisitas
bertujuan untuk mengetahui efek toksik dan menentukan batasankeamanan suatu
senyawa yang terdapat dalam zat-zat kimia, termasuk dalamtumbuhan-tumbuhan.
Pada percobaan ini terdapat juga senyawa antidotum, senyawa antidotum yang
digunakan adalah NaCl fisiologis,Na2So3,NaNo. Kegunaan antidotum pada
praktikum ini adalah untuk melihat efek yang diberikan antidotum tersebut kepada
mencit, apakah antidotum tersebut berpengaruh dengan baik dalam mengurangi
keracunan setelah diberikat amfetamin dan sianida.
Hewan yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit, mencit yang digunakan
adalah mencit dewasa karena dalam penelitian, mencit dewasa sangat baik digunakan,
dan mencit harus memiliki berat 20-30 g BB dan berusia 2-3 bulan.
Hal yang pertama dilakukan yaitu melihat toksisitas dari amfetamin, dosis
amfetamin yang digunakan yaitu 10 mg dan 20 mg. Rute pemberian dalam praktikum
ini adalah Sc, Ip, dan Oral. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain,
akan tetapi memiliki waktu paruh yang lebih panjang yaitu kurang lebih 10-15 jam
dan durasi efek euphoria nya adalah 4-8 kali lebih lama dibandingkan dengan kokain.
Berdasarkan pengamatan, mencit yang diberikan amfetamin menghasilkangejala-
gejala seperti sktifitas motorik meningkat, laju pernafasan meningkat,grooming,
melompat, bertengkar, rangsangan terhadap bunyi meningkat, dan akan membentuk
aktivtas tremor. Terdapat perbedaan antara mencit yang sendiri denganmencit yang
dikelompokkan, dimana pada mencit yang sendiri diberikan pemberianamfetamin
dengan dosis 20 mg/kg BB secara IP, sedangkan pada mencit yangdikelompokkan
diberikan amfetamin dengan dosis 10 mg/kg BB secara IP.
Kelompok satu diberikan kontrol NaCl 1 %, sedangkan kelompok dua dan tiga
diberikan amfetamin kepada mencit dengan dosis 10mg/kg dan kelompok empat dan
lima diberikan amfetamin dengan dosis 20 mg/kg. pada aktivitas motoric, laju
pernafasan, grooming,dan bertengkar berdasarkan hasil pengamatan tersebut, nilai
tertinggi ada pada kelompok empatyang diberi amfetamin dengan dosis 20mg/kg.
sedangkan untuk mencit yang mengalami gejala tremor nilai yang paling tinggi
adalah kelompok lima dengan dosis amfetamin yang diberikan adalah 20mg/kg.
Kelompok satu yang hanya diberikan kontrol NaCl 1% mencit tersebut hanya
mengalami gejala grooming. Hal ini juga dipengaruhi oleh kegiatan seperti adanya
penambahan musik yang diberikan pada mencit tersebut. Dosis yang berbeda juga
dapat mempengaruhi gejala yang ditimbulkan oleh mencit. Dimana semakin tinggi
dosis amfetamin yang diberikan, maka semakin besar pula efek yang terjadi pada
mencit tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan hilangnya rasa takut mencit karena
mencit dengan spontan meloncat keluar secara berulang kali dari wadah
penempatannya. Sedangkan pada mencit yang dikelompokkan, memiliki peningkatan
aktiviatas juga namun tidak sampa imelakukan aktivitas melompat yang berlebihan
seperti mencit sebelumnya. Mencit juga menjadi cenderung bertengkar satu dengan
lainnya, sehingga keadaan lingkungan juga berpengaruh terhadap aktivitas
amfetamin.
Amfetamin termasuk kedalam golongan stimulansia. Stimulant ini
bersifatmenstimulasi sistem syaraf simpatik malalui pusat hipotalamus
sehinggameningkatkan kerja organ-organ tubuh. Misalnya, meningkatkan denyut
jantungdan tekanan darah, mengecilkan pupil dan menungkatkan gula darah.
Jadi,stimulant memberikan rangsangan pada pemakainya untuk tujuan
meningkatkantenaga agar lebih cepat dan tidak merasakan sakit. Stimulant dapat
berupa kafein,amfetamin, dll.
Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguangizi
dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karenakondisi
kesehatan yang secara keseluruhannya buruk
Percobaan yang kedua yaitu melihat efek toksisitas dari sianida. Pada penggunaan
zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan gangguan tidur.
Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karenakondisi kesehatan yang secara
keseluruhannya buruk.
Efek utama yang dihasilkan oleh sianida adalah mempengaruhi pernapasan,
dimana oksigen dalam darah terikat oleh senyawa sianida dan terganggunya sistem
pernapasan, badan mencit akan terasa lemas, kejang, ekor pucat, diam ditempat, letih
nafas perut, gemetaran, biru, dan mulut kering.
Dari hasil pengamatan sianida, dari lima kelompok digunakan berat mencit yang
berbeda-beda yakni mulai dari 21g, 22g, 23g, dan 24g. Sianida yang digunakan yaitu
dengan dosis 20 mg dan senyawa antidotum yang digunakan adalah NaNo2,KCN dan
Na2S2O3. Efek yang diamati dalam percobaan ini adalah efek tenang, nafas sesak,
mencacahkan perut, geliat, hiperaktif, mengusap muka,mata redup ekor pucat, diam
ditempat, letih napas perut, menggaruk mulut, gemetaran, biru, mulut kering, telinga
menempel, respon sakit berkurang, urinasi, tremor, kejang, dan mati.
Dari hasil yang didapatkan, hasil yang didapatkan setiap kelompok berbeda-beda.
Hal ini dipengaruhi juga karena pemberian antidotum yang dapat mengurangi efek
keracunan pada mencit. Rute pemberian juga mempengaruhi kecepatan efek yang
ditimbulkan.
Racun sianida yang terpejan dalam tubuh dapat breaksi
dengankomponen besi dalamenzim sitokrom oksidase mitokondria, sehingga
enzimtersebut menjadi tidak aktif (dengan pembantukan kompleks antara ion
sianidadengan besi bervalensi tiga, akan memblok kerjaenzim sitokrom
mitokondria,sehingga oksigen darah tidak dapat lagi di ambil oleh sel), padahal
system enzimtersebut sangat di perlukan dalam berlangsunganya metabolisme aerob.
Karena itu wujud/gejala keracunan yang timbul oleh keracunan sianida berturut-turut
adalah:sianosis,kejang, gagal nafas, koma, dan berakhir pada kematian. Gejala
sianosisdapat terlihat dari membirunya pembuluh darah di ekor mencit. Gejala
kejangdapat diamati dari gerakan mencityang menggosokkan perutnya kebawah
dengankaki belakang ditarik kebelakang atau jika mencit merasa sangat kekurangan
O2,maka gejala yang terlihat adalah mencit melompat-lompat atau hiperaktif karena
kekurangan O2 dalam tubuh maka gejala selanjutnya adalah gagal
nafas(ambilannafas yang sangat cepat), dan koma.
Terapi antidotum spesifik yang dilakukan adalah dengan pemberian NaCl
Fisiologis secara intra peritoneal agar efek penghambatan racun dapat dicapai dengan
cepat. Sianida yang terpejan didalam tubuh dapat bereaksi dengan
komponen besi dalam enzim sitokrom oksidase mitokondria. Ion Feri Sianida dalam
methehemoglobin akan berikatandengan sianida dalam plasma membentuk sian-
methemoglobin yang menyebabkan ikatan sianida dalam sitokrom oksidase terputus
sehingga enzim pernafasan yang semula terblok tersebut menjadi teregenerasi
kembali.

VIII. Kesimpulan

1. Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkankerusakan pada


organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan
2. Amfetamine adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistemsaraf
pusat (SSP) stimulants.
3. Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak
berwarna.
4. Pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin yaitu dapatmeningkatkan
aktivitas motoric dari mencit sehingga menjadi lebih aktif dancenderung
bertengkar dengan sesamanya.
5. Keracunan sianida dapat diatasi dengan pemberian antidotum yang tepat
karena keterlambatan pemberianantidota dapat menyebabkan kematian

IX. Daftar Pustaka


Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

Donatus, A. Imono. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Universitas Gadjah


Mada

Kusuma, E. P. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawaatan Kesehatan


MasyarakatPerkotaan Berduka Disfungsional Pada Klien Remaja Dengan
KetergantunganAmfetamin Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Jurnal Analisis
Praktik.6(1) : 1123-1201

Mahar, M. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru

Miratulhusda, N. W., Noor, C., dan Fadillaturrohmah. 2015. Studi Retrospektif


Penyalahgunaan Obat Pada Pasien Ketergantungan Obat di Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum. Jurnal Media Farmasi. 12(2): 105-114

Tjay, T.H., dan F. Rahardjo. 2003. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan


dan Efek Sampingnya Edisi ke 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Widiastuti, M. 2009. Farmakologi Keperawatan. Jakarta : LIPI

X. Lampiran
XI. Jawaban dari Pertanyaan
1. Jelakan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi amfetamin.
Jawab :
- Perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darah, mukosa, kelenjar
liur dan keringat.
- Penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah
otot rangka.
- Perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi.
- Perangsangan susunan saraf pusat (SSP) seperti perangsangan pernafasan,
peningkatan kewaspadaan dan pengurangan nafsu makan.
- Efek metabolit misalnya peningkatan glikogenelisis di hati dan otot, lipolise
dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak.
- Efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan hormon
hipofisis
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas amfetamin.
Jawab :
 Konsentrasi Obat: Umumnya kecepatan biotransformasi obat bertambah bila
konsentrasiobat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi
menjadi sedemikian tinggisehingga seluruh molekul enzim yang melakukan
metabolisme berikatan terus menerusdengan obat dan tercapai kecepatan
biotransformasi yang konstan.
 Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat berlangsung lebih
cepat ataulebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih
kuat dari yang diharapkan
 Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati terbentuk,
maka reaksimetabolisme obat lebih lambat (terutama pembentukan
glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan kloramfenikol,
sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).Untuk menghindari
keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk bayi
sebaiknyadihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia lanjut banyak
proses fisiologis telahmengalami kemunduran antara lain fungsi ginjal,
enzim-enzim hati, jumlah albumin serumberkurang. Hal ini menyebabkan
terhambatnya biotrnasformasi obat yang seringkaliberakibat akumulasi
atau keracunan.
 Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu
misalnya enzimuntuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya metabolisme
obat-obat ini lambat sekali.
 Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil (larut
lemak) dapatmenstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Hal
ini disebut induksi enzim.Sebaliknya dikenal pula obat yang menghambat
atau menginaktifkan enzim hati disebutinhibisi enzim.

3. Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin dan
bagaimana gejala keracunan pada amfetamin.
Jawab :
- Aktivitas motoric meningkat
- Laju pernafasan meningkat
- Grooming
- Bertengkar
- Ransangan terhadap bunyi
- Tremor
- Konvulsi
- Mati

4. Bila terjadi keracunan, obat apa yang dapat digunakan untuk mengatasinya?
jelaskan.
Jawab :
Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengna racun,
dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis
antidotum yang di gunakan pada keracunan :
- Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,
reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin)
- Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl
- Keracunan methanol dengan etanol
- Keracunan besi : deferoksamin
- Keracunan As, Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol (BAL = british anti lewisit)
- Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis
- Keracunan Au, Cd, Mn, Pb, Zn : kalsium trinatrium

5. Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak eksresi gejala


keracunan amfetamin dapat dihilangkan.
Jawab :
Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat di ekskresikan
dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit melalui ginjal dalam urine.
Obat yang di ekskresikan bersama fases berasal dari :
- Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
- Obat yang di ekskresikan melalui empedu dan tidak di absorbsi

6. Obat apa yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala kardiovascular yang


disebabkan amfetamin.
Jawab :
-Berikan atropine 2 mg secara IV perlahan-lahan ddan diulangi secara IM setiap
24jam
-Berikan atropine 2 mg secara IV perlahan-lahan ddan diulangi secara IM setiap
24jam sampai kesukaran bernafas dapat diatasi.
-Infuse Na 1-1,5 mmol per kgBB per hari apabila ada gangguan elktrolit dan
asambasa
-Kolaboratif thiamine 100 mg IV untuk profilaksis mencegah terjadinya
wernicken sefalopati.
-Pemberian 5 mg dextrose 5 % IV dan 0,4-2 mg naloksone jika klien
memilikiriwayat pemsakaian opioid.
-Jika klien agresif bisa diberikan haloperidol IM
-Jika klien agresif bisa diberikan haloperidol IM

7. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara kimia
dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida dalam dosis yang
setara.
Jawab :
Obat-obat yang segolongan dengan asetanilida mempunyai toksisitas yang
berbeda dengan asetanilida yang lainnya. hal ini terkait dengan dosis
pemberian,interval serta frekuensi pemberian pada setiap obat. Sebagai contoh
pada pemberian parasetamol, kejadian toksik pada hati (hepatotoksisitas) akan
terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram dalam waktu C jam atau kurang. &ematian
bisa terjadi (mencapai 3-4% kasus) jika parasetamol digunakan sampai 15 gram

8. Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja CN dalam menimbulkan gejala


keracunan dan kaitannya dengan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi
keracunan pada percobaan ini.
Jawab :
Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh yang
mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh cyanida.
Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim
cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem
transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport
elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul
oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh
sel dan mengikut racun PO2.Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik
yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom
dalam siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama
proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan tahap
akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus metabolisme masih
bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan
oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut
menyebabkan histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen
yang mencapai jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini
berbeda dengan keracunan CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena
kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita
keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan
oksigen tersebut.

9. Apakah perbedaan rute pemberian racun dan obat berpengaruh pada efek toksik
CN yang diamati? Jelaskan.
Jawab :
Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan
sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada
pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena
itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek
yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun,
berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan
tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated
charcoal. Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui
kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu
cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena
it, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatiab yang sama juga
harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.

10. Sebutkan sumber-sumber racun sianida dalam kehidupan sehari-hari.


Jawab :
Sumber racun sianida berasal dari ketela pohon bagian dalam umbinya berwarna
putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun di
tempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan di tandai dengan keluarnya
warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat meracun bagi
manusia..

11. Dalam praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan seperti yang
saudara kerjakan. Jelaskan.
Jawab :
Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan,
ataudengan kata lain antidotum ialah penawar racun. Dalam arti sempit,
antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas
senyawa yang diabsorpsi. Sementara keracunan adalah masuknya zat
yangberlaku sebagai racun, yang memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis,
dan cara pemberiannya

Anda mungkin juga menyukai