I. TUJUAN PERCOBAAN
Memahami Prinsip skrining kandungan psikotropika dengan metode
immunoassay
memahami peranan skrining psikotropika untuk mendeteksi
penyalahgunaan obat psikotropika
4. Penyalahgunaan
5. Ketergantungan
a) Teknik Immunoassay
Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam
analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug
antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi
biologik). Jika di dalam matrik terdapat obat dan metabolitnya (antigentarget)
maka dia akan berikatan dengan antidrug antibody, namun jika tidak ada
antigentarget maka anti-drug antibody akan berikatan dengan antigen-
penanda. Terdapat berbagai metode atau teknik untuk mendeteksi beberapa
ikatan antigen-antibodi ini, seperti enzyme linked immunoassay (ELISA),
enzyme multiplied immunoassay technique (EMIT), fluorescence polarization
immunoassay (FPIA), cloned enzyme-donor immunoassay (CEDIA), dan radio
immunoassay (RIA).
Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel
per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik
ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk
laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single
test immunoassay akan lebih tepat ketimbang teknik multi test, namun biaya
analisa akan menjadi lebih mahal. Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena
kemungkinan antibodi yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa
yang memiliki baik bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama.
Reaksi silang ini tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang
mengandung pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test
immunoassay dari anti bodi- metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi
immunoassay (screening test) harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test).
b) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah metode analitik yang relatif murah dan mudah pengerjaannya,
namun KLT kurang sensitif. Untuk meningkatkan sensitifitas KLT sangat
disarankan dalam analisis toksikologi forensik, uji penapisan dengan KLT
dilakukan paling sedikit lebih dari satu sistem pengembang dengan penampak
noda yang berbeda. Dengan menggunakan spektrofotodensitometri analit yang
telah terpisah dengan KLT dapat dideteksi spektrumnya (ultraviolet atau
fluoresensi). Kombinasi ini tentunya akan meningkatkan derajat sensitifitas dan
spesifisitas dari uji penapisan dengan metode KLT. Secara simultan kombinasi ini
dapat digunakan untuk uji pemastian.
c) Uji pemastian confirmatory test
Uji ini bertujuan untuk memastikan identitas analit dan menetapkan
kadarnya. Konfirmatori test paling sedikit sesensitif dengan uji penapisan, namun
harus lebih spesifik. Umumnya uji pemastian menggunakan teknik kromatografi
yang dikombinasi dengan teknik detektor lainnya, seperti: kromatografi gas-
spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
dengan diode-array detektor, kromatografi cair spektrofotometri massa (LC-
MS), KLT-Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Meningkatnya derajat
spesifisitas pada uji ini akan sangat memungkinkan mengenali identitas analit,
sehingga dapat menentukan secara spesifik toksikan yang ada.
d) Uji konfirmasi kromatografi gas spektrometri massa (GC-MS)
Prinsip dasar uji konfirmasi dengan menggunakan teknik GC-MS adalah
analit dipisahkan menggunakan gas kromatografi kemudian selanjutnya
dipastikan identitasnya menggunakan teknik spektrfotometri massa. Sebelumnya
analit diisolasi dari matrik biologik, kemudian jika perlu diderivatisasi. Isolat akan
dilewatkan ke kolom GC, dengan perbedaan sifat fisikokima toksikan dan
metabolitnya, maka dengan GC akan terjadi pemisahan toksikan dari senyawa
segolongannya atau metabolitnya. Pada prisipnya pemisahan menggunakan GC,
indeks retensi dari analit yang terpisah adalah sangat spesifik untuk senyawa
tersebut, namun hal ini belum cukup untuk tujuan analisis toksikologi forensik.
Analit yang terpisah akan memasuki spektrofotometri massa, di sini bergantung
dari metode fragmentasi pada MS, analit akan terfragmentasi menghasilkan pola
spektrum massa yang sangat karakteristik untuk setiap senyawa. Pola fragmentasi
(spetrum massa) ini merupakan karakteristik molekular dari suatu senyawa.
Dengan memadukan data indeks retensi dan spektrum massanya, maka identitas
dari analit dapat dikenali dan dipastikan.
(Anonim, 2012)
Alat
Alat uji kaset
Pipet untuk meneteskan urin
Bahan
Specimen urin
IV. PROSEDUR
V. DATA PENGAMATAN
VI.
PEMBAHASAN
Obat-obat psikotoprika merupakan golongan obat yang penting dalam
dunia medis, seperti untuk analgesik, antitusif, sedatif dan anestetik. Namun,
obat golongan psikotropika ini merupakan golongan obat yang sering
disalahgunakan karena memiliki efek sedatif. Penyalahgunaan obat
merupakan penggunaan obat untuk memperoleh efek tertentu yang bukan
termasuk efek yang digunakan untuk tujuan terapi (pengobatan).
Amfetamin dengan nama dagang shabu merupakan salah satu obat
psikotropika yang paling banyak di salahgunakan. Untuk mendeteksi adanya
penyalahgunaan obat dapat dilakukan metode immunoassay dan untuk
meyakinkan hasilnya selanjutnya dilakukan uji konformasi dengan
menggunakan GC-MS. Pada uji skrinning digunakan nilai batas (cut-off)
untuk menentukan hasil positif dan negative dimana nilai batas ini berbeda-
beda pada tiap negara.
Pada praktikum ini dilakukan uji skrinning amphetamin dengan metode
immunoassay. Prinsip utama dari metode immunoassay ini adalah ikatan
antibodi kompetetif. Kandungan obat amphetamin yang mungkin terdapat
dalam sampel urin akan berkompetisi dengan konjugat obat masing-masing
untuk berikatan dengan tempat pengikatan pada antibodi.
Pemeriksaan kadar amfethamin ini menggunakan sampel yang berbeda-
beda pada tiap kelompok, sehingga tidak dilakukan pengulangan percobaan,
sehingga mempersempit tidak dapat dilakukan perbandingan hasil
pengulangan, dimana pengulangan yang satu dan yang lain hasil yang
diperoleh tidak boleh berbeda signifikan.
Spesimen urin yang digunakan diperoleh dari praktikan yang diambil
pukul 07.30 WIB pagi dan dianalisis saat itu juga dengan metode
immunoassay dengan menggunakan alat uji kaset dengan prinsip pengujian
immunoassay.
Pada pengujian ini, hal yang pertama dilakukan adalah pengumpulan
spesimen urin. Urin dikumpulkan dalam container spesimen urin. Sistem
pengumpulan spesimen urin yang biasa adalah 12 atau 24 jam pengumpulan
urin untuk melihat ekskresi analit selama 24 jam, akan tetapi pada praktikum
kali ini spesimen urin langsung di analisis (urin sewaktu).
Setelah sampel urin dikumpulkan dalam container, maka sampel urin diuji
dengan kaset. Kaset yang akan digunakan ditempatkan pada permukaan yang
agak tinggi dan bersih, kemudian urin dipipet dengan pipet khusus dan
kemudian urin yang terambil di teteskan sebanyak 3 tetes ( kira-kira 100 L )
diatas tempat spesimen secara vertikal kedalam lubang tersebut dan jangan
sampai terdapat lubang udara yang akan mempengaruhi naiknya sampel urin
pada kasset sehingga bercak garis yang dihasilkan tidak dapat teramati dengan
jelas. Adapun alat yang digunakan dapat digambarkan secara sederhana pada
gambar dibawah ini:
Pada gambar tersebut, terdapat dua tanda yaitu tanda T yang merupakan
tanda untuk Test dan tanda C yang merupakan tanda untuk kontrol. Ketika
sampel urin diteteskan pada lubang tempat spesimen, maka sampel akan
merambat naik karena pengaruh daya kapilaritas. Dalam kaset dengan garis
tanda C (kontrol) dilapisi oleh antibodi poliklonal kambing yang berikatan
dengan konjugat emas-protein dan bantalan pewarna yang mengandung
partikel koloidal emas yang dilapisis monoklonal antibodi tikus yang spesifik
untuk amfetamin. Sedangkan pada garis uji dilapisi oleh obat yang
terkonjugasi protein (bovin albumin murni).
Ketika sampel urin naik ke atas karena pengaruh kapilaritas, maka
amfetamin yang ada pada urin akan berkompetisi dengan konjugat protein
obat untuk berikatan dengan antibodi. Adapun ilustrasi dari reaksi ini
digambarkan seperti dibawah ini:
C T
Urin
Antibodi
Konjugat Protein
YY Amfetamin
obat
OO
Y Y Y Y
Gambar pembentukan warna pada strip
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini, hasil pengujian menunjukkan bahwa urin yang
dianalisis tidak mengandung amfetamin diatas batas konsentrasi yang
ditunjukkan dengan munculnya warna pada strip Control dan strip Test.
Daftar Pustaka