Anda di halaman 1dari 9

Nama : Mayang Utari

Kelas : D3-3B

Nim : 1900070

Hari/Tanggal : Sabtu/12 Desember 2020

RESPONSI FARMAKOLOGI 1 OBJEK 5 TENTANG TOKSISITAS AMFETAMIN DAN


TOKSISITAS SIANIDA

1. Jelaskan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi dari amfetamin!


Jawaban : Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat
dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur berbagai hal
penting di otak tampaknya menjadi target utama dari amfetamin. Salah satu
neurotransmiter tersebut adalah dopamin , sebuah pembawa pesan kimia sangat aktif
dalam mesolimbic dan mesocortical jalur imbalan. Tidak mengherankan, anatomi
komponen jalur tersebut-termasuk striatum , yang nucleus accumbens , dan ventral
striatum -telah ditemukan untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin. Fakta
bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di daerah terlibat
dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya
stereotip euforia .Amphetamine telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen,
yaitu molekul struktur serupa yang ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan β-
phenethylamine adalah dua contoh, yang terbentuk dalam sistem saraf perifer serta dalam
otak itu sendiri.  Molekul-molekul ini berpikir untuk memodulasi tingkat kegembiraan
dan kewaspadaan, antara lain negara afektif terkait.

2. Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin dan bagaimana
gejala keracunan pada amfetamin.
Jawaban: Meningkatkan suhu tubuh, Kerusakan sistem kardiovaskular, Paranoia,
Meningkatkan denyut jantung, Meningkatkan tekanan darah, Menjadi hiperaktif,
Mengurangi rasa kantuk, Tremor, Menurunkan nafsu makan, Euforia, Mulut kering,
Dilatasi pupil, Mual, Sakit kepala, Perubahan perilaku seksual
3. Bila terjadi keracunan, obat apa yang dapat digunakan untuk mengatasinya? jelaskan.
Jawaban: Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan racun,
dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun. Jenis antidotum yang
digunakan pada keracunan :
a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin  : atropine, reaktivator
kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).
b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium tiosulfat.
c. Keracunan methanol dengan etanol.
d. Keracunan methenoglobin : tionin.
e. Keracunan besi : deferoksamin
f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti lewisit).
g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.
h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.

4. Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak eksresi gejala


keracunan amfetamin dapat dihilangkan.
Jawaban: Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat diekskresikan
dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit melalui ginjal dala urine. Obat yang
diekskresikan bersama feses berasal dari :

1. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.


2. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari usus.

Obat dapat diekskresikan melalui paru – paru, air ludah, keringat atattu dalam air susu.
Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan ekskresi. Maka dalam penggunaan
obat pada pasien perlu diperhatikan keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak
normal. Perlu diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak,
rute ekskresinya dan sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui organ ekskresi
dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Ekskresi suatu
obat dan atau metabolitnya menyebabkan penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam
tubuh. Ekskresi dapat terjadi bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga
pKa, kelarutan, tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui
1. ginjal (dengan urin)
2. empedu dan usus (dengan feses) atau
3. paru-paru (dengan udara ekspirasi)

Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Sebaliknya pada ibu yang
menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam ASI dapat menyebabkan intoksikasi
yang membahayakan bayi.

5. Tuliskan sumber-sumber racun sianida dalam kehidupan sehari-hari


Jawaban: Sumber racun sianida berasal dari Ketela Pohon Bagian dalam umbinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun
ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru
gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat meracun bagi manusia.Umbi ketela
pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein.
Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam
amino metionina.
Sumber sianida lainnya :

 Asap yang berasal dari kebakaran atau terbakarnya alat-alat sepert karet, plastik, dan
sutera membentuk asap yang mengandung sianida.
 Sianida yang digunakan untuk fotografi, penelitian kimia, plastik sintetis, proses
pengolahan logam, dan industri electroplatting.
 Tanaman yang mengandung sianida seperti tanaman aprikot dan tanaman singkong.
Untungnya, keracunan sianida hanya terjadi kalau Anda terpapar secara parah oleh
tanaman-tanaman tersebut.
 Laetrile, komponen yang mengandung amygladin (bahan kimia yang dapat ditemukan di
buah mentah, kacang-kacangan, dan tumbuhan) sudah sering digunakan untuk
pengobatan kanker. Salah satu efek samping dari penggunaan laetrile ini adalah racun
sianida. Sampai saat ini FDA (US Food and Drug Administration) tidak menyetujui
penggunaan laetrile sebagai pengobatan kanker. Akan tetapi, di negara lain, di Meksiko
misalnya, laetrile ini sudah digunakan sebagai pengobatan kanker dengan nama obat
“laetrile/amygdalin”.
 Jenis-jenis kimia, setelah masuk ke tubuh Anda dan dicerna oleh tubuh Anda, dapat
dikonversi oleh tubuh Anda menjadi sianida. Kebanyakan, bahan kimia ini sudah
dilarang untuk beredar di pasaran. Akan tetapi beberapa bahan kimia seperti penghapus
kuteks dan cairan pengolahan plastik mungkin saja masih mengandung sianida ini.
 Asap rokok adalah sumber sianida paling umum. Sianida secara natural terdapat pada
tembakau.

6. Jelaskan dengan ringkas mekanisme kerja CN dalam menimbulkan gejala keracunan dan
kaitannya dengan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keracunan pada percobaan
ini.
Jawaban: : Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh
yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh cyanida.
Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim cytochrom
oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem transport elektron.
Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat
yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya
akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun PO2.Sianida dapat
menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua
kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya
kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang
merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus metabolisme
masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen
sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan
histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan
normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO
dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk.
Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak
mampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.
7. Apakah perbedaan rute pemberian racun dan obat berpengaruh pada efek toksik CN yang
diamati? Jelaskan.

Jawaban: Intravena (IV) : suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan
sering dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan.
Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari
metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol
yang baik sekali atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat
dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil kembali seperti
emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa obat
dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan.Pemberian secara intravena adalah saat obat disuntikkan ke dalam
pembuluh darah vena. Rute intravena biasanya dilakukan untuk mendapatkan efek
obat yang cepat, karena tidak diperlukan adanya proses absorbsi seperti pada
pemberian secara oral dimana melalui ADME dan efeknya pun lebih lama bekerja
dari pada melalui intravena. Sebab, obat langsung masuk ke peredaran darah. Jika
Anda menerima obat secara intravena, obat dapat diberikan dalam suntikan langsung
(bolus), atau diinfuskan terus menerus.

8. Diketahui dosis obat X untuk manusia 100 mg/kgBB dengan konsentrasi 10mg/ml.
Hitunglah:
a. Dosis untuk mencit berat 22g
b. Dosis untuk tikus berat 180g
c. Berapa VAO yang disuntikan pada mencit dengan berat 20g

Jawab :
Diket : Dosis manusia = 100 mg/kgBB
C : 10 mg/ml
Ditanya :
a. Dosis untuk mencit dengan BB 22 g?
b. Dosis untuk tikus dengan BB 180 g?
c. VAO untuk mencit dengan berat 20 g?
Jawaban :
a. Faktor konversi= 100 mg x 0,0026
= 0,26 mg/20 g
Dosis Loperamid untuk mencit 22 gram
0,26 mg
x 22 g = 0,286 mg/23 g
20 g
b. Faktor konversi= 100 mg x 0,018
= 1,8 mg/200 g
Dosis Loperamid untuk tikus 180 gram
1,8 mg
x 180 g = 1,62 mg/180 g
200 g
c. Faktor konversi : 100 mg x 0,0026
= 0,26 mg/20 g
BB x dosis
VAO =
konsentrasi
20 g x 0,26 mg/20 g BB
=
10 mg /mL
= 0,52 ml

9. Diketahui dosis asetosal untuk mencit 100mg/20gBB dan berat mencit yang diketahui
25g. Berapa konsentrasi obat yang diberikan pada mencit. Vao 1% dari BB
Jawaban :
Diket : dosis untuk mencit : 100mg/20gBB
BB mencit : 25 g
VAO : 1% x 25 gr = 0,25 ml
Ditanya : c=?
Jawaban :
BB x dosis
VAO =
konsentrasi
25 g x 100mg /20 g BB
0,25 ml =
C
c 0,25 ml = 125 mg
c = 125 mg/0,25 ml
c = 500 mg/ml

10. Hitunglah
a. Konsentrasi 0,7 % b/v menjadi ….. mg/ml
b. Konsentrasi 15mg/ml menjadi …. % (b/v)
Jawaban :
a. 0,7 % b/v  0,7 gr/100 ml
 700 mg/100 ml = 7 mg/ml
15 mg x 100 ml 1500 mg
b. 15mg/ml  =
1 x 100 ml 100 ml
 1,5 g / 100 ml  1,5 % (b/v)

Pertanyaan Toksikologi Amfetamin


1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas amfetamin.
Jawaban :
a. Konsentrasi obat: umumnya kecepatan obat bertambah bila konsentrasi obat
meninggi. Hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi
sehingga seluruh molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus
menerus dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan.
b. Fungsi hati: pada gangguan fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat
atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang di
harapkan.
c. Usia: pada orang usia lanjut banyak proses fisiologi telah mengalami kemunduran
antara lain fungsi ginjal, enzim enzim hati, jumlah albumin serum berkurang.
d. Genetik: ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu misalnya
enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya metabolisme obat obat ini
lambat sekali.
e. Pemakaian obat lain: banyak obat, terutama yang bersifat lipofil dapat menstimulir
pembentukan dan aktivitas enzim enzim hati
2. Obat apa yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala kardiovascular yang
disebabkan amfetamin
Jawaban :
 berikan atropine 2 mg secara IV perlahan-lahan ddan diulangi secara IM setiap 24
jam sampai kesukaran bernafas dapat diatasi.
 Infuse Na 1-1,5 mmol per kgBB per hari apabila ada gangguan elktrolit dan asam
basa.
 Kolaboratif thiamine 100 mg IV untuk profilaksis mencegah terjadinya wernick
ensefalopati.
 Pemberian 5 mg dextrose 5 % IV dan 0,4-2 mg naloksone jika klien memiliki
riwayat pemsakaian opioid.
 Jika klien agresif bisa diberikan haloperidol IM.

Pertanyaan Toksikologi Sianida

1. Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara kimia dan
farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida dalam dosis yang setara.
jawaban: Obat-obat yang segolongan dengan asetanilida mempunyai toksisitas yang
berbeda dengan asetanilida yang lainnya. Hal ini terkait dengan dosis pemberian, interval
serta frekuensi pemberian pada setiap obat. Sebagai contoh pada pemberian parasetamol,
Kejadian toksik pada hati (hepatotoksisitas) akan terjadi pada penggunaan 7,5-10 gram
dalam waktu 8 jam atau kurang. Kematian bisa terjadi (mencapai 3-4% kasus) jika
parasetamol digunakan sampai 15 gram.

2. Dalam praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan seperti yang saudara
kerjakan. Jelaskan.
Jawaban: Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan, atau
dengan kata lain antidotum ialah penawar racun. Dalam arti sempit, antidotum adalah
senyawa yang mengurangi atau menghilangkan toksisitas senyawa yang
diabsorpsi.Sementara keracunan adalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang
memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis, dan cara pemberiannya

Anda mungkin juga menyukai