Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FARMAOLOGI 1

ANTIEMETIK DAN ANTIHIPERASIDITAS

Dosen Pengampu : Apt., Mira Febrina,M.Sc

Disusun Oleh :

Kelompok II DIII.3B

Dean Afriyan Saputra (1900057)

Ewika Pritiya Utami (1900062)

M.Duta Zikra (1900069)

Mayang Utari (1900070)

Nur A’dilah(1900079)

Rhyzha Asparyzha (1900087)

Zahra Dela Sukma (1900099)

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU


2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “Antiemetik dan
Antihiperadisitas” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi 1.
Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril
maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini
kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing kami
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami
membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir
kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru,  22 September  2020

Penyusun.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB l PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.........................................................................................1

1.2.RumusanMasalah.....................................................................................2

1.3.Tujuan......................................................................................................2

BAB ll PEMBAHASAN

2.1.Defenisi Mual, Muntah dan Antiemetik..................................................3

2.2. Mekanisme Terjadinya Mual dan Muntah..............................................4

2.3.Golongan dan Sifat Sifat Obat Antiemetik..............................................6

2.4. Mekanisme Obat Antiemetik..................................................................11

2.5.Defenisi hiperadisitas dan Antihiperasiditas ...........................................13

2.6. Mekanisme Obat Antihiperasiditas.........................................................13

2.7. Golongan dan Sifat Obat Antihiperasiditas............................................15

BAB lll PENUTUP

3.1.Kesimpulan…………………………………………………………...…18

3.2.Saran………………………………………………………………….….18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Hingga saat ini, mual dan masih dianggap efek samping pengobatan yang tidak bisa
dihindari, terutama pasa pasien kemoterapi. Padahal dengan pengobatan tepat, hal ini bisa
dihindari dan memudahkan pasien menjalani pengobatan.

Mual dan muntah merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pasien terkait
pengobatan dan penyakit yang diderita. Pada pasien kanker, mual dan muntah menjadi
momok sendiri pada pasien yang menjalani kemoterapi dan radiasi. Kondisi serupa juga
sering ditemui pada pasien yang usai menjalani pembedahan atau operasi.

Obat-obat antiemesis digunakan untuk mencegah atau menghentikan rasa mual dan
muntah setidaknya 24 jam setelah pengobatan atau operasi. Antiemesis bekerja dengan cara
menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah di otak. Untuk
hasil terbaik, antiemesis diberikan sesaat sebelum tindakan kemoterapi atau radiasi.

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh.Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.Adapun gangguan pada sistem pencernaan seperti
gastritis,hepatitis,diare,konstipasi,apendiksitis dan maag.

Masalah pencernaan dari kategori ringan hingga berat harus segera diatasi jika tidak
akan dapat memperburuk keadaan.Salah satu cara untuk mengatasi sistem pencernaan
adalah dengan mengkonsumsi obat , yang termasuk dalam kategori obat sistem pencernaan
diantaranya Antasida, H2 reseptor antagonis , Antiemetik , Antikolinergik,
Hepatoprotektor , Antibiotik , Proton pompa inhibitor, Prokinetik, Antidiare , Laksatif.
Seperti yang diketahui dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting
karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan
gejala/symptom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga
dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi
obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan
keamanan penggunaan obat.

1
B.       Rumusan Masalah

1. Apakah definisi mual, muntah dan antiemetik?


2. Bagaimana mekanisme merjadinya mual muntah?
3. Apa saja golongan dan sifat sifat obat antiemetik?
4. Bagaimana mekanisme dari obat antiemetik?
5. Apa defenisi hiperadisitas dan antihiperasiditas?
6. Bagaimana mekanisme obat antihiperasiditas?
7. Apa saja golongan dan sifat obat antihiperasiditas?

C.      Tujuan

1. Mengetahui definisi mual, muntah dan antiemetik


2. Memahami Mekanisme terjadinya mual muntah
3. Mengetahui golongan dan sifat sifat obat antiemetik
4. Mengetahui mekanisme obat antiemetik
5. Mengetahui defenisi hiperadisitas dan antihiperasiditas
6. Memahami mekanisme obat antihiperesiditas
7. Mengetahui golongan dan sifat obat antihiperasiditas

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Mual, Muntah dan Antiemetik

 Defenisi Mual dan Muntah

Mual sering kali di artikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang
dirasakan ditenggorokan dan di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada seseorang
bahwa ia akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui
mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat Muntah difenisikan
sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual
dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna,
keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang tidak sengaja tertelan.

 Patofisiolgi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena


memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan
pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan
pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai
ventrikel keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui
berbagai jaras.

Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan
system limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui
mekanisme ini. Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim
vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau
cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak
obat anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat
menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan
lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan
akan menyebabkan timbulnya muntah.

 Etiologi

Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu demikian dan
mempunyai ciri :

1.      Pucat

2.      Berkeringat

3.      Liur berlebihan

3
4.      Tachycardia

5.      Pernafasan tidak teratur

 Definisi Antiemetik

Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan


muntah. Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati penyakit mabuk kendaraan
dan efek samping dari analgesik opioid, anestetik umum dan kemoterapi terhadap kanker.

Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah


menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap
stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk
menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja
secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi
mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI.
Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan.

2.2 Mekanisme dan Penyebab Terjadinya Mual dan Muntah

 Penyebab Muntah

Pusat muntah terletak di medulla oblongata yang juga mengatur fungsi jantung, pernafasan,
air liur/saliva dan vasomotor. Pusat muntah dapat distimulasi dengan 4 perngsangan yang
berbeda:

a.         N.splanchnicus bagian dalam yang dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi
atau perut yang menggembung.

b.         Sistem vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak
mengandung histamin, dan reseptor musakrinik.

c.         Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan penglihatan, penciuman dan


emosional dapat menyebabkan muntah.

d.        Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB)
seperti pada area postrema dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang dapat
distimulasi oleh obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi.
Area postrema ini kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan
asetikolin, substansi P.

4
 Fase – Fase Muntah

Secara umum muntah terdiri atas 3 fase, yaitu :

a. Nausea (Mual)
Merupakan sensasi psikis yang ditimbulkan akibat ransangan pada organ-organ
dalam, labirin ( organ keseimbangan) atau emosi dan tidak sealu diikuti oleh retching
atau muntah.
b. Retching ( Maneuver awal untuk muntah)
Merupakan fase dimana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glottis tertutup,
bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan diafragma sehingga
menimbulkan tekanan intratoraks yang negative.
c. Regurgitasi / Emesis (Pengeluaran isi lambung/usus ke mulut)
Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan bertambah
turunnya diafragma, disertai penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini, pylorus
dan antrum berkontraksi, fundus dan esophagus relaksasi, dan mulut terbuka.

Banyak faktor  yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya:

1. Gangguan pada saluran cerna

 Gastritis yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri


 Stenosi pylori, pada bayi muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan
bedah
 Pankreatitis, kolesistitis, apendisitis, hepatitis.
 Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein pada susu sapi
 Pergerakan seperti pada motion sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan
dari kanal labirin pada telinga.
 Nyeri atau sakit kepala yang unilateral
 Uremia, biasanya terjadi karena gangguan ginjal

2. Gangguan pada sistem sensorik dan otak

3. Gangguan metabolisme

4. Kehamilan                                                        

 Hiperemesis, Morning sickness

5. Interaksi obat

 Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk
karena banyak meminum alohol.
 Pemakaian opium juga dapat menyebabkan muntah.

5
 Obat-obatan kemoterapi
 Penghambat reuptake serotonin yang  selektif

Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan


mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah,
anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.

Penggunaan antiemetik

  Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut:

1.      Mabuk jalan (motion sickness) --- Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut
maupun udara dengan akibat stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian merangsang
pusat muntah melalui chemo reseptor trigger one (CTZ). 

2.      Mabuk kehamilan (morning sickness) --- Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar
tidak berakibat buruk pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai golongan
antihistamin atau fenotiazin (prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6,
penggunaannya sebaiknya dibawah pengawasan dokter. 

3.      Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu, seperti pada pengobatan dengan
radiasi atau obat-obat sitostatika.

2.3 Golongan dan Sifat Obat Antiemetik

.      Penggolongan obat antiemetik :


1.    Antagonis reseptor 5-HT3 - obat ini akan menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf
pusat dan saluran pencernaan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan
muntah akibat pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan obat
yang paling sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien kemoterapi, radiasi, dan
bedah. Lima jenis obat dari kelas ini yang digunakan sebagai antiemesis adalah granisetron,
ondansetron, dolasetron, tropisetron dan palonosetron. Serotonin antagonis bekerja dengan
menghambat serotonin di otak dan usus. Obat ini bisa ditolerir dengan baik dan sangat
efektif. Contoh nama obat :
a.       Dolasetron
b.      Granisetron
c.       Ondansetron
d.      Tropisetron

2.      Antagonis dopamin 
Bekerja pada otak an digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah dan dihubungkan
dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik

6
umum. Obat yang bekerja pada area dopamine, yakni domperidone. Obat ini merupakan
dopamine antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil
domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone
memiliki efek ekstrapiramida yang lebih ringan. Domperidone diberikan dalam bentuk oral
maupun parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat pengosongan cairan
lambung dan meningkatkan tekanan oesophageal sphincter bagian bawah. Domperidone
efektif menghilangkan gejala dispepsia postprandial dan mual serta muntah karena berbagai
sebab.

Contoh Obat : Jenis Obat Anti emetik (Domperidon 10 mg)

Domperidon merupakan antagonis dopamin yang mempunyai kerja antiemetik. Efek


antiemetik ini disebabkan oleh kombinasi efek periferal (gastrokinetik) dengan antagonis
terhadap reseptor dopamin di kemoreseptor yang terletak di area postrema otak.

Pemberian domperidone menambah lamanya kontraksi antral dan duodenum, meningkatkan


pengosongan lambung dalam bentuk cairan dan setengah padat pada orang sehat, serta padat
pada penderita yang pengosongannya terlambat dan menambah tekanan sfringter esophagus
bagian bawah pada orang sehat.

Indikasi

o   Dyspepsia fungsional

o   Mual akut dan muntah (termasuk yang disebabkan oleh levodopa dan bromokriptin)

Kontraindikasi

o   Pengguna alergi pada domperidon

Dosis dan Cara Pemberian

o   Dyspepsia Fungsional

Dewasa dan Lansia, 3 kali sehari dan 10-20mg sekali sebelum tidur malam.

Pengobatan melebihi 12 minggu.

o   Mual dan Muntah

Dewasa dan Lansia, 10-20mg dengan interval waktu 4-8 jam.

Anak-anak (sehubungan dengan kemoterapi kanker dan radio terapi), 0,2-0,4mg/kgBB


sehari dengan interval waktu 4-8 jam.

Obat diminum 15-30 menit sebelum makan dan sebelum tidur

7
3.      Antihistamitika

Obat ini terutama digunakan untuk mencegah dan mengobati mual dan muntah akibat
mabut darat, pada gangguan “tujuh keeliling” Vertigo dan kehamilan, untuk jenis-jeniss lain
kurang efektif.

Penggunaan kombinasi dari beberapa antihistamitika tidak dieperlukan karena tidak


memberikan nilai tambah.

Skilizin dan dimenhidrinat diresopsi baik, kerjanya cepat dan dapat bertahan 4-5
jam. Mekilizin baaru bekerja setelah 1-2 jam tetapi efeknya lebih lama, antara 12-24 jam.

Efek sampingnya berupa perasaan mengantuk dan efek antikolinergik yang agak
sering dilaporkan pada dimeenhidrina, jarang pada skilizin dan meklizin. Anak-anak dibawah
usia 3 tahun sangat peka terhadap efek samping dimeenhidrinat.

Dosis masing-masing obat adalah sebagai berikut :

 Siklizin (marzin) : Profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu diulang 5
jam kemudian.
 Meklizin (suprimal) : Profilaksis 1-2 jam sebelum berangkat 25-50 mg, bila perlu
diulang setelah 12 jam
 Dimenhidrinat (dimenhidrinamin, Dramamine, Antimo) : Profilaksis 1 jam sebelum
berangkat 50-100 mg, bila perlu diulang 8 jam kemudian.
 Prometazin (Phenergan) : dewasa dan anak-anak >8 tahun : 25 mg 0,5- 1 jam
sebelum perjalanan, bila perlu diulang setelah 6-8 jam. Anak-anak 3-5 tahun 15 mg.
harus waspada terhadap prometazin yang bersifat sedasi kuat.

4.      Kanabinoid digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau


karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan Cannabinoid, dronabidol
merupakan antiemesis untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan
dalam bentuk oral. Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan
kortikosteroid yang biasa digunakan sebagai antiemesis.
a.       Ganja (Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan medis. CBD adalah
kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau Cesamet.
b.      Dronabinol (Marinol). Sembilan puluh persen dari penjualannya digunakan untuk
pasien kanker dan AIDS. 10% lainnya digunakan untuk meredakan rasa sakit, sklerosis
multipelm dan penyakit Alzheimer
c.       Nabilon (Cesamet). Ditraik dari peredaran pada akhir 2006.
d.      Sativex adalah spray oral yang mengandung THC dan CBD. obat ini legal
pada Kanada dan beberapa negara di Eropa, namun tidak di Amerika Serikat.

8
5.      Benzodiazepin Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan alprazolam adalah dua
obat yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan
kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien
kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan
kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan
inapsine juga bisa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi. Cara kerja dua obat ini
juga menghambat dopamine.
a.       Midazolam, efektif seperti ondansetron. Perlu penelitian lebih lanjut.
b.      Lorazepam merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual dengan pengobatan
garis pertama seperti Komapzin atau Zofran.

6. Skopolamin hycoscin,scopoderm TTS (Trans Dermal)

Alkaloid Belladonna ini digunakan sebagai spasmolitikum pada kejang-kejang


saluran cerna dan urogenital, juga untuk premediksi pada narkosa. Zat ini dianggap paling
efektif untuk profilaksis dan penanganan mabuk darat. Sejak tahun 1960-an obat ini jarang
digunakan karena efek sampingnya. Sekitar tahun 1985, sskopolamin telah dipasarkan
kembali dalam bentuk plester Scopoderm TTS yang mengandung 1,5 mg skopolamin. Lama
kerjanya selama 3 hari.

Efek sampingnya adalah gejala anti kolinergik umum: mulut kering,, lebih jarang rasa
kantuk, gangguan penglihatan, obstipasi dan iritasi kulit. Sampai 3 hari setelah penggunaan
juga timbul mual dan muntah,nyeri kepala dan gangguan keseimbangan.

Dosis : 6-15 jam sebelum berangkat plester diletakkan dibelakang telinga .plester
secara teratur melepaskan lebih kurang 0,5 mg obat selama 72 jam yang diserap baik oleh
kulit. Karena pelepasan obat lambat, tidak akan terjadi efek-efek samping tersebut diatas.
Bila perlu setelah 3 hari dapat dilekatkan lagi 1 plester dibelakang telinga lainnya.

7.Antipsikotika

Disamping kerja antipsikotika, sejumlah neuroleptika juga berdaya antiemetic,


khususnya derivate feenotiazin seperti prefenazin, proklorperazin(stemetil, 2-4 x sehari 5-10
mg, rektal 1-2 x sehari 25 mg) dan tietlperazin(Torecan, oral dan rektal 2-4 x sehari 6,5
mg,s.c./i.m satu kali 6,5 mg), begitu pula derivate butirofenon (haloperidol”Haldol”)=2-3 x
sehari 0,5-1 mg . Pada Prokolperazin dan terlebih pada tietilperazin, efek antiemetiknya yang
menonjol, sehingga digunakan khusus sebagai antiemetika pada kemo- dan radioterapi, pada
mabu dara tidak efektif.

9
Contoh Obat : Perfenazin (trilafon)

 Pengertian

Perfenazin merupakan obat anitiemetik yang paling sering diresepkan karena obat ini dapat
diberikan peroral, intramuskular, dan per rektal.

 Farmakokinetika

Absorpsi bentuk padat oral dari perfenazin tidak menentu, tetapi bentuk cairnya lebih stabil
dan laju absorpsinya lebih cepat. Presentase peningkatan pada protein dan waktu paruhnya
tidak diketahui. Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan
kebanyakan dari obat diekskresikan ke dalam urine.

 Farmakodinamik

       Perfenazin menghambat dopamin pada CTZ, sehingga mengurangi perangsangan CTZ


pada pusat muntah. Obat ini juga dipakai sebagai antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin
oral bervariasi dari 2 sampai 6 jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari
perferazin intravena dan intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan preparat oral.

 Khasiat

Untuk Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi
karena penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.

 Kategori keamanan untuk ibu hamil

Perfenazine menurut kategori spesifik menurut rute pemberiannya (rute administration atau
ROA) adalah secara per oral. Dan keamanan obat dalam kehamilan masuk kedalam
KATEGORI C yaitu studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek
samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi
terkontrol pada wanita, atau belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan.
Obat hanya boleh digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besar risiko
terhadap janin. 

 Efek Samping

Efek samping antiemetik penotiazin adalah sedasi sedang, hipotensi gelaja ekstrapirmidal,
yang seperti perkinsonisme, efek SSP (kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan
gejala antikoligenik ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi). Karenan dosis obat
ini untuk muntah lebih ringan daripada dosis psikosis, maka efek samping yang ditimbulkan
juga tidak seberat bila dipakai untuk psikosis.

10
 Interaksi Obat dan Interaksi Makanan

Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika perfenazin dipakai bersama alkohol,
anthihipertensi, dan nitrat maka dapat terjadi hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah
beratnya depresi susunan saraf pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol,
narkotik, hipnotik-sedatif, dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat jika
perfenazin dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik seperti atripin, dan fenotiazin
lainnya. Hasil pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan penigkatan kadar enzim hati
dan jantung, kolesterol dan gula darah dalam serum.

 Dosis

Dosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM untuk pengontrolan yang
cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis terbagi, secara perlahan.

2.4 Mekanisme Obat Antiemetik

 Mekanisme Terjadinya Mual dan Muntah

Dalam penanganan kemoterapi menggunakan obat-obat yang bersifat sitotoksik. Obat


sitotoksik dapat menimbulkan mual muntah melalui beberapa mekanisme, yaitu:

1] pusat muntah,

2]chemoreceptor trigger zone (CTZ),

syaraf aferen vagus yang berasal dari gastrointestinal menuju area postrema. CTZ. CTZ
sangat sensitif terhadap stimulus kimia dan merupakan target utama dari antiemetik. Obat
sitotoksik akan mengaktifkan syaraf aferen vagus dan menghasilkan input
sensori yang akan mengaktifkan otot perut, diafragma, lambung dan esophagus untuk
menimbulkan muntah. Mekanisme dari obat sitotoksik dalam menimbulkan muntah.

11
Neurotransmiter yang berperan dalam mual muntah adalah dopamine, serotonin dan
senyawa P. Reseptor dopamine, serotonin dan senyawa P terletak di dorsal vagus, area
postrema dan gastrointestinal. Antiemetik yang digunakan dalam terapi MMK adalah
antagonis reseptor 5 HT3 (AR5HT3), antagonis dopamine dan antagonis neurokinin.
AR5HT3 terikat secara selektif dan kompetitif memblok AR5HT3, sehingga dapat
mencegah input sensori ke pusat muntah dan CTZ. Aktivitas antiemetic dari AR5HT3 dapat
tercapai dengan menghambat reseptor 5HT3A dan 5HT3B baik yang terletak di sentral
maupun perifer. Obat yang termasuk golongan AR5HT3 adalah ondansetron, dolasetron,
granisetron, dan
palanosetron .

Reseptor 5-HT merupakan reseptor yang sangat kompleks, karena memiliki


sedikitnya 14 subtipe reseptor. Uniknya, dari empat belas subtype tersebut, hanya satu yang
terkait dengan kanal ion (reseptor ionotropik) yaitu reseptor 5-HT3, sedangkan sisanya
adalah metabotropik. Reseptor 5- HT3 mulanya dijumpai pada saraf otonom, saraf sensorik,
dan saraf enteric yang ada di saluran pencernaan. Selanjutnya reseptor ini juga dijumpai di
SSP seperti spinal cord, korteks, hippokampus, dan di ujung saraf dan berperan mengatur
pelepasan neurotransmitter, termasuk serotonin. Reseptor 5-HT3 terikat dengan kanal ion
yang tidak selektif. Aktivasinya oleh serotonin menyebabkan kanal kation membuka dan
memicu arus depolarisasi yang cepat dan singkat sebagai akibat dari pergerakan ion K+
dan Na+ kanal .

Pengikatan agonis pada serotonin menyebabkan perubahan konformasi dan aktivasi


reseptor 5-HT3. Hal ini menyebabkan gerakan ion bermuatan positif dari celah sinaptik ke
dalam sitoplasma. Pengikatan antagonis di situs pengikatan serotonin mencegah aktivasi dan
depolarisasi sel terhambat. Sehingga rangsang muntah tidak akan dilanjutkan ke pusat
muntah (Gambar 2)

Antagonis reseptor 5-HT3 sering digunakan bersama dengan steroid glukokortikoid


seperti dexamethasone pada induksi mual dan\ muntah akibat kemoterapi.

12
Penggunaan bersama antagonis reseptor NK1, secara signifikan meningkatkan efektivitas
antagonis 5-HT3 secara akut atau kronik pada induksi mual dan muntah akibat kemoterapi.
Dalam sebuah studi meta analisis, antagonis reseptor 5-HT3 dinyatakan efektif dalam
mencegah mual dan muntah pasca operasi payudara

2.5 Defenisi hiperasiditas dan Antihiperasiditas

Hiperesiditas ialah kondisi dimana produksi asam lambung (HCL, pepsin) meningkat
secara berlebihan sehingga menimbulkan gangguan lambung. Berlebihannya sekresi asam
lambung tersebut akan mengganggu sistem peertahanan lambung, mengurangi daya
proteeksi lapisan mukosa lambung, dan akhirnya menimbulkan kerusakan pada dinding
dalam lambung, menegakibatkan gastritis. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi
minuman beralkohol, makanan yang pedas dan serat bumbu, jadwal makan yang tidak
teratur, konsumsi minuman berkarbonat,stress,meerokok,konsumsi obat-obatan tertentu dan
lainnya. Hiperasiditas dapat menimbulkan tukak lambung, yang berpotensi mengalami
komplikas serius seperti perforansi lambung.

Antihiperasiditas ialah obat dengan kandungan aluminium atau magnesium bekerja


secara kimiawi mengikat kelebihan HCl dalam lambung. Sediaan yang mengandung
magnesium menyebabkan diare karena bersifat pencahar, sedangkan sediaan yang
mengandung aluminium dapat menyebabkan sembelit maka biasanya kedua senyawa ini
dikombinasikan. Persenyawaan molekul antara Mg dan Al disebut hidrotalsit.

2.6 Mekanisme Antihiperasiditas

Gejala Hiperasiditas

• Gas berlebihan dalam lambung

• Kembung

• rasa terbakar di ulu hati,dada, bagian belakang badan/punggung dan anus

• nyeri perut, nyeri punggung

• sakit kepala dan rasa penat (dizziness ) rasa lapar disertai nyeri 1-2 jam setelah makan,

• sendawa (burping ) yang berlebihan

• Mual,muntah, konstipasi, diare

• kram otot pada leher dan bahu

• mulut terasa panas

13
PENYEBAB HIPERASIDITAS

1. Helicobacter Pylori

HP adalah kuman patogen gram negatif berbentuk batang atau spiral,


microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung urease ( Vac A,
PAI dapat mentrans lokasi cag A kedalam sel host) , hidup diantrum , migrasu
keproksimal lambung dapat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri

2. Makanan dan Minuman Iritatif

 Kafein maupun asam yang terdapat dalam kopi dapat mengiritasi permukaan
lambung dan usus

 Minuman soda mengandung CO2 sebagai penyebab lambung tidak bisa


menghasilkan enzim yang sangat penting bagi proses pencernaan

 Makanan yang sulit dicerna dapat memperlambat pengosongan lambung. Hal ini
menyebabkan peningkatan peregangan di lambung yang akhirnya dapat meningkatkan
asam lambung

3. Tingkat Stres

↑ ASETIKOLIN
DEPRESI

HIPERSIMPATOMIMETIK

↑ GERAKAN PERISTALTIK

SEKRESI ASAM LAMBUNG ↑

14
Mekanisme Antihiperasiditas

Mekanisme antihiperasiditas dimulai dari infeksi atau inflamasi pada lapisan mukosa
lambung. Pada lapisan mukosa lambung terdapat kelenjar-kelenjar penghasil asam
lambung, dan enzim pepsin. Asam lambung bertugas memecah makanan, dan enzim pepsin
mencerna protein. Lapisan mukosa lambung diliputi oleh lapisan tebal mucus yang
melindunginya dari cairan asam lambung yang dapat melumerkan dan mengikis jaringan
lambung didalamnya.

Ketika lapisan mukosa mengalami inflamasi produksi asam lambung enzin pepsin dan
zat-zat pelindung lainnya menjadi berkurang. Awalnya, pada fase akut, infeksi atau
inflamasi yang terjadi adalah subklinik pada kebanyakan penderita. Pada fase ini terjadi
erosi superfisial, dimana permukaan mukosa lambung menampakkan eritema dan edema.
Umumnya, gastritis fase ini beronset akut, dan cepat berakhir. Inflamasi dapat menyeluruh
(pangastritis), atau sebagian lambung saja(antralgastritis). Inflamasi dapat berupa nodul-
nodu kecil, sebagai tanda akut atau subakut grastritis, yang asal muasalnya belum jelas.
Nodul inflamasi ini diperkirakan merupakan gambaran erosi yang telah berepitelialisasi atau
menyembuh, namun masih mungkin terjadi edema.

2.7 Golongan dan Sifat Obat Antihiperasiditas

1. Antagonis Reseptor H2

Bekerja menghambat kerja histamine dan selanjutnya meenghambat sekresi asam


lambung. Biasanya obat ini tida menyebabkan efek ssamping. Kecuali untuk pasien lanjut
usia. Jika terjadi efek, efek samping meliputi diare ringan, konstipasi, kulit kering, ruam,
pilek, sakit kepala dan pusing. Jangan digunakan bersamaan Antasida, Antikogulan,
Antikolinergik dan Preparat Digitalis.

Contoh obat :

 Ranitidin
 Simetidin
 Famotidine
 Nizatidin

15
2. PPI (Proton Pump Inhibitor)

Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat
menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia belum terbukti gangguan
keamanannya pada pemakaian jangka panjangnya. Penghambat pompa proton
dimetabolisme dihati dan dieliminasi diginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati
berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver dan ginjal. Dosis ometrazol 20-40 mg/hr,
lansoprazol 15-30 mg/hr, rabeprazol 20 mg/hr, pantoprazole 40 mg/hr dan esomeprazole 20-
40 mg/hr. inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi asam.
Omeprazole juga secara selektif menghambat karbonat anhydrase mukosa lambung, yang
kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspense asamnya.

Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, konstipasi, muntah,
dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan
obat ini.

3. Analog Prostaglandin

Obat baru ini bekerja mencegah dan mengobati tukak duodenum yang bekerja
menekan sekresi asam lambung dan meningkatkan mucus sitoproprotektif.

Contoh obat : Misoprostol, biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus


peptikum pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis 4x200 mg atau 2 x 400 mg pagi
dan malam hari. Efek sampingnya diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot
uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil. Misoprostol dapat
menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi penyakit bertambah parah) pada pasien yang
menderita penyakit radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini.
Misoprostol dikontraindikasikan selama kehamilan karena dapar menyebabkan aborsi akibat
terjadinya peningkatan konralitilitas uterus.

16
Sekarang ini Misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh United States Food
And Drugs Administration (FDA). Untuk pencegahan luka mukosa akibat NSAID .

4. Antasida

Pada saat ini Antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat
dipepsia. Preparat yang mengandung Magnesium akan menyebabkan diare sedangkan
Aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh
sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi.

Dosis : 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc ( 3 x sehari malam dan sebelum tidur). Efek samping :


diare, berinteksi dengan obat digitalis, barbiturate, salisilat, dan kinidin.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17
Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre),
suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger
Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf.
Antimuntah atau antiemetik adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual. Antiemesis
bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah
di otak. Obat-obatan antimuntah terdiri dari antagonis serotonin, antagonis dopamin, antagonis
histamin, antikolinergik, kanabinoid, dan benzodiasepin.

Hiperesiditas ialah kondisi dimana produksi asam lambung (HCL, pepsin) meningkat secara
berlebihan sehingga menimbulkan gangguan lambung. Antihiperasiditas ialah obat dengan
kandungan aluminium atau magnesium bekerja secara kimiawi mengikat kelebihan HCl dalam
lambung. Jenis-jenis obatanti hiperasiditas dapat diklasifikasikan sebagai berikut : antasida, ppi
analog prostaglandin dan antagonis rese\ptor H2. Dari sekian obat yang disebutkan di atas, setiap
obat memiliki efek dan fungsi yang berbeda sesuai dengan golongan obat tersebut.

3.2     Saran

Sebagai calon tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui cara pemberian obat
maupun cara kerja obat di dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Sutistia G.Ganiswara .2007. Farmakologi Dan Terapi edisi V. Jakarta, Gaya Baru

Karch, Amy M. 2003. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGC

18
Kee, Joyce L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC

Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat, Edisi 5. ITB : Bandung

Rubenstein EB, Slusher BS, Rojas C, Navari RM. 2006. New approaches to chemotherapy
induced nausea and vomiting: From neurology to clinical investigations. Cancer J ;12: 341-347

Schnell FM. 2003. Chemotherapy induced nausea and vomiting : the importance of acute emetic
control. The Oncologist ; 8:187-198

Singhal AK, Kannan S, and Gota VS. 2012. 5HT3 Antagonists for Prophylaxis
of Postoperative Nausea and Vomiting in Breast Surgery: a Metaanalysis. J Postgrad Med,
58:23-31.

19

Anda mungkin juga menyukai