Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TUGAS FARMAKOLOGI 1

OBAT ANTI MUNTAH

DISUSUN OLEH

KELOMPOK IV :

1. Rahmadona Syukri (1701039)

2. Wezi Afnila Rasmi (1701030)

3. Riyan Rahman Yusuf (1101048)

4. Jihan Kirana F. (1701018)

5. Darwira Nengsih Sofyan (1501067)

6. Risno Hardianto (1101046)

7. Raudhoh Susanti (1501048)

Kelas : IV A

Dosen : Fitra Fauziah M.Farm,Apt

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM)

PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “OBAT ANTI
MUNTAH” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi 1.

Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini.
Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril
maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada ibu Fitra Fauziah
M.Farm,Apt selaku dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan
kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata,
besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 24 Februari 2019

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN .........................................................................

1.1 Latar Belakang ..........................................................................…

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN..........................................................................

2.1 Definisi .........................................................................................

2.2 Patofisiologi...................................................................................

2.3 Etiologi...........................................................................................

2.4 Penggunaan antiemetik..................................................................

2.5 Jenis – Jenis Antiemetik.................................................................

2.6 Penggolongan obat antiemetik.......................................................

2.7 Terapi Farmakologi........................................................................

2.8 Terapi Non Farmakologi................................................................

2.9 Saran Untuk Pasien........................................................................

BAB III : PENUTUP....................................................................................

3.1 Kesimpulan.....................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini, mual dan masih dianggap efek samping pengobatan yang tidak bisa dihindari,
terutama pasa pasien kemoterapi. Padahal dengan pengobatan tepat, hal ini bisa dihindari dan
memudahkan pasien menjalani pengobatan.

Mual dan muntah merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pasien terkait pengobatan dan
penyakit yang diderita. Pada pasien kanker, mual dan muntah menjadi momok sendiri pada
pasien yang menjalani kemoterapi dan radiasi. Kondisi serupa juga sering ditemui pada pasien
yang usai menjalani pembedahan atau operasi.

Obat-obat antiemesis digunakan untuk mencegah atau menghentikan rasa mual dan muntah
setidaknya 24 jam setelah pengobatan atau operasi. Antiemesis bekerja dengan cara menghambat
zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah di otak. Untuk hasil terbaik,
antiemesis diberikan sesaat sebelum tindakan kemoterapi atau radiasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah definisi muntah?

1.2.2. Bagaimana patofisiologi terjadinya muntah?

1.2.3. Apa saja etiologi terjadinya muntah ?

1.2.4. Apa saja jenis-jenis antiemetik ?

1.2.5. Apa saja penggolongan obat antiemetik ?

1.2.6. Bagaimana terapi Farmakologi obat antiemetik ?

1.2.7. Bagaimana terapi Non Farmakologi obat antiemetik ?

1.2.8. Apa saja Saran Untuk Pasien penderita muntah ?


1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui definisi muntah

1.3.2. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya muntah

1.3.3. Untuk mengetahuietiologi terjadinya muntah

1.3.4. Untuk mengetahui jenis-jenis antiemetik

1.3.5. Untuk mengetahui penggolongan obat antiemetik

1.3.6. Untuk mengetahui terapi Farmakologi obat antiemetik

1.3.7. Untuk mengetahui terapi Non Farmakologi obat antiemetik

1.3.8. Untuk mengetahui saran untuk pasien penderita muntah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan
kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran
cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan toksin yang tidak sengaja tertelan.

Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas seperti halnya diare
pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi). Mual adalah suatu respon yang berasal dari
respon penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau penciuman.

Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah.
Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati penyakit mabuk kendaraan dan efek samping
dari analgesik opioid, anestetik umum dan kemoterapi terhadap kanker.

Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah


menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus
yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat
CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat
berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat
yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan
untuk mengatasi mual yang ringan.

Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok: fenootiazin,
nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3), antikolinergik/antihistamin, dan kelompok
yang bermacam-macam. Dua jenis fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin
(compazine) dan prometazin (phenergan) keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek
merugikan yang terbatas.

Agen lainnya adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif kanabis (mariyuana),
hidroksizin (generik) yang dapat menekan area kortikol pada SSP dan trimetobenzamid (tigan),
ini serupa dengan antihistamin dan tidak menimbulkan sedeasi. Trimetobenzamid sering kasli
merupakan obat pilihan dalam kelompok ini karena tidak dikaitkan dengann sedadi yang
berlebihan dan sepresi SSP. Obat ini tersedian dalam bentuk oral,parenteral,dan surositoria. Obat
ini diabrsorpsi dengan cepat, di metabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini
menembus plasenta dan menembus ASI, dan digunakan jika manfaatnya lebih besar pada ibu
dari pada resiko potensial pada janin atau neonatus.

Hidroksizin digunakan untuk mual dan muntah sebelum dan sesudah pelahiran atau pembedahan
obsterik. Obat ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui
urine. Obat ini tidak dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan
tidak masuk ke ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan
selama kehamilan dan laktasi.

Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang berkaitan dengan kemoterapi
kanker jika pasien tidak berespons terhadap pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih
belum diketahui dengan cepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan
harus digunakan di bawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan perubahan status
mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan dimetabolisme dalam hati dengan ekskresi melalui
empedu dan urine.

2.2 Patofisiologi

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan


pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
(Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan
Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras.

Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan system
limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella
dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS )
akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus
vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui iritasi
saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah
terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah.

Muntah merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas
yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di
medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting
centre (CVC).

2.3 Etiologi

Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu demikian dan
mempunyai ciri :

1. Pucat

2. Berkeringat

3. Liur berlebihan

4. Tachycardia

5. Pernafasan tidak teratur

Mekanime dan penyebab :

Pusat muntah terletak di medulla oblongata yang juga mengatur fungsi jantung, pernafasan, air
liur/saliva dan vasomotor. Pusat muntah dapat distimulasi dengan 4 perngsangan yang berbeda:

a. N.splanchnicus bagian dalam yang dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi atau perut
yang menggembung.

b. Sistem vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak mengandung
histamin, dan reseptor musakrinik.

c. Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan penglihatan, penciuman dan emosional
dapat menyebabkan muntah.
d. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB) seperti pada
area postrema dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang dapat distimulasi oleh
obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi. Area postrema ini
kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan asetikolin, substansi P.

Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya:

1. Gangguan pada saluran cerna

A). Gastritis yang disebabkan oleh infeksi virus

B). Bakteri Stenosi pylori, pada bayi muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan
bedah secepatnya.

C). Bowel obstruction

D). Acute abdomen and/or peritonitis

E). Ileus

F). Pankreatitis, kolesistitis, apendisitis, hepatitis.

G). Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein pada susu sapi

H). Konsumsi alkohol yang berlebihan.

I). Pergerakan seperti pada motion sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan dari
kanal labirin pada telinga.

J).Meniere’s disease

K). Perdarahan serebral

L). Nyeri atau sakit kepala yang unilateral

M). Tumor otak,yang dapat malfungsi dari reseptor kimia di otak.

O). Hidrocephalus, peningkatan tekanan intracranial.

P). Hiperkasemia, tingginya kadar kalsium dalam darah.


Q). Uremia, biasanya terjadi akrena gangguan ginjal

R). Insufisiensi adrenal

S). Hipoglikemia

2. Gangguan pada sistem sensorik dan otak

3. Gangguan metabolisme

4. Kehamilan

A). Hiperemesis, Morning sickness

5. Interaksi obat

A). Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk karena
banyak meminum alohol.

B). Pemakaian opium juga dapat menyebabkan muntah.

C). Obat-obatan kemoterapi

D). Penghambat reuptake serotonin yang selektif

Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk
pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya
status gizi atau kehilangan berat badan.

2.4 Penggunaan antiemetik

Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan keluhan sebagai berikut:

1. Mabuk jalan (motion sickness) --- Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut maupun
udara dengan akibat stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian merangsang pusat muntah
melalui chemo reseptor trigger one (CTZ).
2. Mabuk kehamilan (morning sickness) --- Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar tidak
berakibat buruk pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai golongan antihistamin atau
fenotiazin (prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6, penggunaannya
sebaiknya dibawah pengawasan dokter.

3. Mual atau muntah yang disebabkan penyakit tertentu, seperti pada pengobatan dengan radiasi
atau obat-obat sitostatika.

2.5 Jenis – Jenis Antiemetik

A. Perfenazin (trilafon)

(1). Pengertian

Perfenazin merupakan obat anitiemetik yang paling sering diresepkan karena obat ini dapat
diberikan peroral, intramuskular, dan per rektal.

(2). Farmakokinetika

Absorpsi bentuk padat oral dari perfenazin tidak menentu, tetapi bentuk cairnya lebih stabil dan
laju absorpsinya lebih cepat. Presentase peningkatan pada protein dan waktu paruhnya tidak
diketahui. Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan kebanyakan dari
obat diekskresikan ke dalam urine.

(3). Farmakodinamik

Perfenazin menghambat dopamin pada CTZ, sehingga mengurangi perangsangan CTZ pada
pusat muntah. Obat ini juga dipakai sebagai antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin oral
bervariasi dari 2 sampai 6 jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari
perferazin intravena dan intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan preparat oral.

(4). Khasiat

Untuk Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi karena
penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.
(5). Kategori keamanan untuk ibu hamil

Perfenazine menurut kategori spesifik menurut rute pemberiannya (rute administration atau
ROA) adalah secara per oral. Dan keamanan obat dalam kehamilan masuk kedalam KATEGORI
C yaitu studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek samping pada janin
(teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau
belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan
jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besar risiko terhadap janin.

(6). Efek Samping

Efek samping antiemetik penotiazin adalah sedasi sedang, hipotensi gelaja ekstrapirmidal, yang
seperti perkinsonisme, efek SSP (kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan gejala
antikoligenik ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi). Karenan dosis obat ini untuk
muntah lebih ringan daripada dosis psikosis, maka efek samping yang ditimbulkan juga tidak
seberat bila dipakai untuk psikosis.

(7). Interaksi Obat dan Interaksi Makanan

Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika perfenazin dipakai bersama alkohol,
anthihipertensi, dan nitrat maka dapat terjadi hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah beratnya
depresi susunan saraf pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol, narkotik,
hipnotik-sedatif, dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat jika perfenazin
dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik seperti atripin, dan fenotiazin lainnya. Hasil
pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan penigkatan kadar enzim hati dan jantung,
kolesterol dan gula darah dalam serum.

(8). Dosis

Dosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM untuk pengontrolan yang cepat,
setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis terbagi, secara perlahan.

2.6 Penggolongan obat antiemetik

(1). Antagonis reseptor 5-HT3 - obat ini akan menghambat reseptor serotonin pada sistem saraf
pusat dan saluran pencernaan. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah
akibat pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan obat yang paling
sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien kemoterapi, radiasi, dan bedah. Lima jenis
obat dari kelas ini yang digunakan sebagai antiemesis adalah granisetron, ondansetron,
dolasetron, tropisetron dan palonosetron. Serotonin antagonis bekerja dengan menghambat
serotonin di otak dan usus. Obat ini bisa ditolerir dengan baik dan sangat efektif. Contoh nama
obat :

a. Dolasetron

b. Granisetron

c. Ondansetron

d. Tropisetron

(2). Antagonis dopamin bekerja pada otak an digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah
dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma, pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan
anestetik umum. Obat yang bekerja pada area dopamine, yakni domperidone. Obat ini
merupakan dopamine antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil
domperidone sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone memiliki
efek ekstrapiramida yang lebih ringan. Domperidone diberikan dalam bentuk oral maupun
parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat pengosongan cairan lambung dan
meningkatkan tekanan oesophageal sphincter bagian bawah. Domperidone efektif
menghilangkan gejala dispepsia postprandial dan mual serta muntah karena berbagai sebab.
Melalui beberapa studi obat ini lebih superior dibandingkan metoklopramida. Domperidone juga
memiliki efek baik lainnya. Studi oleh Orlando dkk dari Departemen Pediatrik, Farmasi dan
Perawat dari University of Western Ontario and St. Joseph's Health Care London, menunjukkan
pemberian domperidone jangka pendek bisa meningkatkan produksi ASI pada perempuan yang
memiliki kadar produksi ASI rendah.

(3). Antihistamin (antagonis reseptor histamin H1), efektif pada berbagai kondisi, termasuk
mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan
muntah dengan cara menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi
efeknya kurang kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida, adalah antiemesis yang
bekerja dengan menghambat dopamin.

(4). Kanabinoid digunakan pasien dengan kakeksia, mual sitotoksik, dan muntah atau karena
tidak responsif pada agen lainnya. Dari golongan Cannabinoid, dronabidol merupakan antiemesis
untuk pasien yang menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan dalam bentuk oral.
Deksametason dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa
digunakan sebagai antiemesis.

a. Ganja (Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan medis. CBD adalah


kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau Cesamet.

b.Dronabinol (Marinol). Sembilan puluh persen dari penjualannya digunakan untuk


pasien kanker dan AIDS. 10% lainnya digunakan untuk meredakan rasa sakit, sklerosis
multipelm dan penyakit Alzheimer

c. Nabilon (Cesamet). Ditraik dari peredaran pada akhir 2006.

d. Sativex adalah spray oral yang mengandung THC dan CBD. obat ini legal pada Kanada
dan beberapa negara di Eropa, namun tidak di Amerika Serikat.

(5). Benzodiazepin Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan alprazolam adalah dua obat
yang biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan
kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah pasien
kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin antagonis dan
kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon seperti haloperidol dan inapsine
juga bisa digunakan sebagai antiemesis pasien kemoterapi. Cara kerja dua obat ini juga
menghambat dopamine.

a. Midazolam, efektif seperti ondansetron. Perlu penelitian lebih lanjut.

b. Lorazepam merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual dengan pengobatan
garis pertama seperti Komapzin atau Zofran.
2.7 Terapi Farmakologi

Obat emetik bebas dan dengan resep paling umum direkomendasikan untuk mengobati mual dan
muntah. Untuk pasien yang emamtuhi dosis dan anjuran minum obat oral, maka dapat dipilihkan
obat yang sesuai. Pada pasien yang tidak bisa mengonsumsi obat oral, disarankan menggunakan
obat rektal atau parenteral.

Dianjurkan menggunakan obat antiemetik tunggal pada sebagian besar kondisi, pengecualian
untuk pasien yang tidak menghasilkan respons atau yang mendapat kemoterapi emetonik kuat,
dibutuhkan multi regimen obat.

Terapi mual-muntah sederhana biasanya membutuhkan terapi minimal. Obat bebas atau obat
resep pada dosis lazim efektif yang rendah sudah dapat menyembuhkan.

Penanganan mual muntah yang kompleks membutuhkan terapi obat yang bekerja kuat, bisa lebih
dari satu obat emetik.

Pemberian obat antiemetik tergantung pada kondisi pasien, apabila keluhan terdapat di saluran
cerna, maka diberikan antasida atau antagonis H2 pada dosis tunggal.

Muntah akibat pengaruh kemoterapi dapat diatasi dengan pemberian fenotiazin dan
benzodiazepin.

Untuk pascaoperasi dapat diberikan antagonis serotonin.

Pada mual dan muntah yang dialami ibu hamil dilakukan terapi fenotiazin, antihistamin-
antikolinergik, metoklopramid, dan piridoksin (Yulinah, 2008).

2.8 Terapi Non Farmakologi

Pasien dengan keluhan ringan, mungkin berkaitan dengan konsumsi makanan dan minuman
dianjurkan untuk menghindari masuknya makanan.
Intervensi non farmakologi diklasifikasikan sebagai intervensi perilaku termasuk relaksasi,
biofeedback, self-hypnosis, dan distraksi kognitif.

Muntah psikogenik kemungkinan dapat diatasi dengan intervensi psikologik (Yulinah, 2008).

2.9 Saran Untuk Pasien

Beberapa tindakan pertama yang dapat dilakukan ketika pasien mengalami muntah adalah
sebagai berikut:

a. Jangan panik.

b. Usahakan untuk tidak makan dan minum selama 15-20 menit setelah muntah.

c. Mulailah memberikan minum air putih pelan-pelan untuk menghindari dehidrasi.


Sebaiknya tidak memberikan makan terlebih dahulu.

d. Hindari pemberian susu, jus, atau makanan terutama makan yang mengiritasi lambung.

e. Kompres hangat disekitar ulu hati dapat membantu mengurangi rasa tidak enak setelah
muntah.

f. Sebaiknya tidak memposisikan diri tidur terlentang setelah muntah. Hal ini untuk
mencegah respon muntah susulan dan masuknya muntahan ke dalam saluran
pernapasan.

g. Sebaiknya tidak mengkonsumsi obat anti muntah tanpa anjuran dokter.

Apabila terjadi hal-hal berikut, maka pasien dianjurkan berkonsultasi dengan dokter.

Muntah terus terjadi selama 24 jam dan tidak dapat mentoleransi pemberian makan dan minum.

Muntah disertai demam dan nyeri pada perut atau berwarna kuning atau kehijauan.

Tanda-tanda dehidrasi seperti lemas, mengigau dan mengantuk.


Mual yang menyertai sensasi berputar (vertigo), kehamilan dan obat-obatan tertentu.

Muntah disertai demam dan keras pada bagian perut.

Usia penderita muntah di bawah dua bulan.

Jika selalu muntah sesaat setelah diberikan minum.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Muntah difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan
kekuatan. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu
pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone
(CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf.

Antimuntah atau antiemetik adalah obat yang dapat mengatasi muntah dan mual. Antiemesis
bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah
di otak. Obat-obatan antimuntah terdiri dari antagonis serotonin, antagonis dopamin, antagonis
histamin, antikolinergik, kanabinoid, dan benzodiasepin.

3.2 Saran

Sebagai calon tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui cara pemberian obat maupun
cara kerja obat di dalam tubuh. Sebagai calon tenaga apoteker, kita harus mengkhususkan diri
pada obat-obatan dan mempelajari obat-obat yang tergolong obat antiemetik atau anti muntah
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Karch, Amy M. 2003. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGC

Kee, Joyce L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC

Neal, M. J. 2006. At a Glance: Farmakologi Medis. Edisi Kelima.Jakarta.Erlangga.

Sutistia G.Ganiswara .2007. Farmakologi Dan Terapi edisi V. Jakarta:Gaya Baru

Tjay, T. H. dan Rahardja, K. 2006. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek
Sampingnya.Jakarta:PT Elex Media Komputindo.

Yulinah, E. 2008. ISO Farmakoterapi.Jakarta: PT ISFI Penerbitan.

Anda mungkin juga menyukai