Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“KIMIA MEDISINAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Medisinal

(ABKK 3405)

Dosen Pengampu :

Dra. Hj. Leny, M.Si.

Disusun Oleh :

Misna Yulianti (2110120220012)

Nova Astuti (2110120320006)

Rut Dwi Huriani (2110120120014)

Kolompok : 14

Kelas A2 2021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
MARET 2023

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
memberikan kemampuan dan kelancaran sehingga makalah yang berjudul “Anti Emitika”
dapat diselesaikan dengan baik. Adapun dibuatnya Makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas
Kimia Medisinal, dengan harapan dapat menambah wawasan dan juga ilmu bagi para
pembaca tentang kimia, khususnya kimia Medisinal. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala
hormat dan kerendahan hati penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Leny, M.Si. Selaku dosen pengampu mata kuliah Kimia Medisinal
2. Semua pihak yang telah membantu makalah ini

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Maka dari itu penyusun menyampaikan permohonan maaf dan berharap
pembaca dapat memberikan kritik dan juga saran yang bersifat membangun yang nantinya
akan dijadikan sebagai acuan untuk perbaikan dimasa mendatang. Penyusun juga berharap
agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.

Banjarmasin, 29 Maret 2023

Kelompok 14

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................I

DAFTAR ISI................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................3

2.1 Pengertian anti emika...........................................................3


2.2 Mengenal 4 jenis mual muntah............................................3
2.3 Mempelajari obat yang terkandung dalam obat mual..........5

BAB III PENUTUP.....................................................................................13

3.1 Kesimpulan..........................................................................13
3.2 Saran.....................................................................................14
3.3 Daftar Pustaka .....................................................................15

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Mual (nausea) adalah sensasi atau perasaan yang tidak menyenangkan dan
sering merupakan gejala awal dari muntah. Keringat dingin, pucat, hipersalivasi,
hilang tonus gaster, kontraksi duodenum dan refluk isi intestinal ke dalam gaster
sering menyertai mual meskipun tidak selalu disertai muntah (Loadsman, 2005).
Muntah adalah keluarnya isi lambung secara aktif karena kontraksi otot saluran
cerna atau gastrointestinal (Thaib, 1989). Muntah (vomiting) adalah kejadian yang
terkoorinasi namun tidak dibawah kotrol dari aktivitas gastrointestinal dan
gerakan respiratori (inspirasi dalam). Peningkatan dari tekanan intraabdoinal,
penutupan glotis dan palatum akan naik, terjadi kontraksi dari pylorus dan
relaksasi fundus, sfingter cardia dan esophagus sehingga terjadi ekspulsi yang
kuat dari isi lambung (Loadsman, 2005).
Mual dan muntah merupakan manifestasi dari berbagai macam kondisi,
termasuk efek samping dari obat-obatan; gangguan sistemik atau infeksi;
kehamilan disfungsi vestibular; infeksi sistem saraf pusat atau peningkatan
tekanan; peritonitis gangguan Hepatobilier; radiasi atau kemoterapi; dan obstruksi
gastrointestinal, dissmoilitas, atau infeksi (Katzung, 2012). Fase emesis dibagi
atas 3 fase nausea (mual), retching, dan vomiting (muntah). Mual adalah
kebutuhan mendesak untuk muntah, yang dikaitkan dengan lambung. Retching
adalah gerakan otot abdomen dan toraks sebelum muntah, fase terakhir dari
emesis adalah muntah yang merupakan gerakan ekspulsi dari isi lambung karena
retroperistaltik pada GI (Dipiro, 2009).
Mual juga dapat diartikan kejadian kompleks yang dapat dipicu dari beberapa
pusat seperti pembentukan reticular medulla, Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ),
Nucleus Traktus Solitaries (NTS), sistem vestibular, otak kecil (serebelum),
nervus gasofaringeal, dan nervus vagal (gambar 2.3) (Sikka, 2015). Pusat muntah
menerima masukan dari kortex cerebral, organ vestibular, daerah pemacu
kemoreseptor (CTZ), dan serabut afferen, termasuk dari sistem gastrointestinal.
Muntah terjadi akibat rangsangan pada pusat muntah, yang terletak didaerah
posterema medulla oblongata didasar ventrikel keempat. Muntah dapat diransang
melalui jalur saraf eferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh
rangsangan emetik yang menimbulkan muntah dengan aktivasi CTZ. Jalur eferen
menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspulsif otot abdomen,
gastrointestinal, dan pernapasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetic
yang menyertai disebut muntah. Pusat muntah secara anatomis berada di dekat

1
pusat salvasi dan pernapasan, sehingga pada waktu muntah sering terjadi
hipersalivasi dan gerakan pernapasan (Gan, 2016). Pilihan terapi untuk mual
muntah dapat diberikan berupa pengobatan dengan obat maupun tanpa obat,
tergantung dari kondisi medis yang terkait. Untuk pasien dengan keluhan
sederhana, cukup diberikan asupan nutrisi yang cukup, sedangkan pada pasien
yang mengalami mual muntah hebat dapat diberikan terapi antiemetik (Dipiro,
2009).

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah diatas, dapat disajikan ruusan
masalah sebagai beriku:
1. Pengertian anti emika
2. Mengenal 4 jenis mua muntah
3. Mempelajari obat yang terkandung dalam obat mual

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu anti emika
2. Untuk mengetahui 4 jenis mual muntah
3. Unutuk mengetahui obat yang terkandung dalam obat mual

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengetian anti emika
Antiemetika adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual
dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks
muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons
lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau
secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Anti
emetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anastesi lokal, adsorben, obat
pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi
pereganan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan
(Mutschler,1991).

2.2 Mengenal 4 jenis muntah


Ada 4 jenis muntah yaitu sebagai berikut:
1. Mabuk darat
Mabuk perjalanan adalah gejala pusing dan mual ketika seseorang berada di
dalam kendaraan yang bergerak. Kondisi ini terjadi akibat otak tidak dapat
mengolah sinyal gerakan yang dikirim oleh mata, telinga, dan tubuh saat sedang
dalam perjalanan.  Mabuk perjalanan umum dialami oleh orang yang
bepergian menggunakan mobil, bus, kereta api, kapal laut, atau pesawat
terbang. Keluhan ini dapat hilang ketika sudah terbiasa melakukan
perjalanan dengan moda transportasi tersebut. Namun, mabuk perjalanan
bisa kambuh jika sudah tidak bepergian dalam jangka panjang. Meski tidak
berbahaya,mabukperjalanan bisa mngehambat aktivitas dan membuat
pejalanan menjadi tidak nyaman.
Penyebab mabuk perjalan terjadi akibat otak menerima sinyal yang berbea
dari beberapa anggota tubuh. Sebagai contoh, saat di dalam kendaraan, mata
seakan meliat pepohonan bergerak, sedangkan otot sebdi merasa bahwa
tubuh diam tidak bergerak. Akibatnya, otak tiak bisa memproses informasi
apakah tubuh diam atau bergerak. Mabuk perjalanan dapat diatasi dengan
meminum obat antimabuk. Agar efektif, obat anti mabuk sebaiknya
diminum 1-2 jam sebelum melakukan perjalanan. Obta antimabuk biasanya
mengandung dimenhydrinate. Ada pula obat antimabuk yang memerlukan
resep dokter di antaranya :

 Domperidone
 Metoclopramide
 Ondansetron

2. Muntah kehamilan

3
Mual muntah pada kehamilan merupakan hal yang fisiologis, namun kondisi
tersebut apabila tidak ditangani dapat menjadi yang patologis. Kasus mual muntah
yang berlebihan pada kehamilan /hiperemesis gavidarum memerlukan perhatian
karena berdampak buruk pada kehamilan, persalinan dan bayi baru lahir.
Kehamilan dengan hiperemesis gravidarum menurut World Health Organization
(WHO) mencapai 12,5% dari seluruh jumlah kehamilan di dunia dengan angka
kejadian yang beragam. Mual muntah atau emesis merupakan sensasi untuk
mengeluarkan muntah merupakan sensasi yang segera mendahului muntah.
Umumnya mual muntah pada ibu hamil dapat terjadi pada kehamilan trimster
pertama. Emesis pada kehamilan disebut dengan nausea atau emesis garvidaru.
Emesis biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi ada yang timbul setiap saat dan
malam hari. Setiap wanita hamil akan memiliki derajat emesis yang berbeda- beda,
ada yang tidak terlalu merasakan apa-apa, tetapi ada juga yang merasa mual dan
ada yang merasa sangat mual dan ingin muntah setiap saat. 5 Keluhan emesis pada
kehamilan disebabkan karena ketidak seimbangan hormonal selama kehamilan,
kekurangan vitamin B. Faktor psikologis juga memegang peranan penting pada
emesis seperti takut terhadap kehamilan dan persalinan dan lainnya. Ada beberapa
faktor yang dapat meningkatkan risiko emesis pada ibu hamil yaitu hamil pada usia
muda, obesitas, hamil pertama kalinya, kehamilan kembar, hamil anggur (mola
hidatidosa), dan pernah mengalami emesis berat sebelumnya.
Apabila emesis tersebut tidak segera diatasi maka akan menjadi hal yang
patologis. Pada ibu yang mengalami keluhan emesis satu di antara seribu kehamilan
gejalagejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh
meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Corionic Gonadotropin)
dalam serum, selain itu progesterone juga diduga menajdi factor penyebab emesis
Emesis pada ibu hamil apabila tidak diatasi maka dapat menimbulkan berbagai
dampak pada ibu hamil dan janin dikemudian hari. Upaya penanganan mual
muntah pada ibu hamil dapat dilakukan dengan farmakologi dan nonfarmakologi.
Penanganan farmakologi berupa pemberian obat-obatan antihistamin dan agen-
agen prokinetik sebagai farmakoterapi lin pertama yang aman dan efektif.
Suplementasi dengan tiamin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berat hyperemesis. Selain farmakologi, penanganan mual muntah dapat
dilakukan dengan non farmaklogi. Penanganan nonfarmakologi pada emesis adalah
dengan perubahan dalam diet, pengobatan komplementer seperti homeopati,
aromaterapi, osteopati, refleksiologi, pijatan ringan (endorphine) maupun dengan
akupresur pada titik perikardium. Dibandingkan dengan penanganan non
famakologi lain, pijat akupressur tidak membutuhkan ruangan, peralatan khusus
serta persiapan khusus, lain hal nya terapi refleksiologi, aroma terapi, akupunktur
yang membutuhkan peralatan seperti jarum, benda tumpul, wangi-wangian khusus,
suasana ruangan yang betul-betul nyaman, serta keterampilan khusus. Sehingga
teknik pijat akupresur merupakan terapi yang mudah, murah serta memiliki efek
samping yang baik. Akupressur dapat dilakukan oleh suami atau ibu sendiri yang
telah diajarkan oleh tenaga kesehatan Pijat akupresure merupakan sebuah terapi
yang cukup penting diberikan pada wanita hamil. Sementara ini, umumnya untuk

4
menurunkan emesis, ibu hamil memeriksakannya ke bidan dan minum air hangat
setiap pagi, konsumsi makanan kering, makan nasi dengan porsi sedikit tapi seting.
Padahal pijat tersebut dilakukan sendiri dengan penekanan menggunakan ibu jari
pada daerah 3 jari di atas pergelangan tangan (P6). Stimulus pada titik P6
merupakan titik penting yang diberikan akupresur pada klien dengan hyperemesis.9
Karena dengan menggunakan pijat ini membantu ibu merasa lebih segar, rileks dan
nyaman sehingga dapat menurunkan emesis. Hal itu terjadi karena terapi
akupressur ini menstimulasi sistem regulasi dan mengaktifkan mekanisme endokrin
dan neurologi untuk mempertahankan keseimbangan. Hal ini juga didukung oleh
Koosnadi10 yang menuliskan bahwa titik P6 merupakan salah satu titik yang
digunakan pada kasus darurat dengan mual dan muntah. Pengobatan ini
mengurangi mual pada banyak wanita hamil.

3. Muntah akibat sitostatika


Sitotistika mempunya ifek yang dapat merugikan seperti gangguan
gastrointestinal (emetogenik). Berdasarkan sifat emetogeik obat-obatan kemoterapi
dibagi menjadi 3 yaitu emetogenik berat, sedang, dan ringan (Anonim, 1998).
Penelitian mengenai pemberian antimetik khisusnya pada pasien kanker yang
memperoleh sitostatika demkian penting dilakukan dengan melihat pola
pengunaannya di pusat-pusat layanan kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien kanker. Tidak semua rumah sakit memberikan terapi yang parupurna
kepada pasien kanker. Jenis pengobatan kanker yang iguakan pada dasarnya sama,
yaitu pembedahan, radioterapi, pengobatan dengan hormone, tumbuhan obta,
simplisia dari binatang dan mineral lainnya (Dalimartha, 1999). Kemoterapi
merupakan terapi sistematik yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan kanker atau unutk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti
kanker yang disebut sitostatika (Sukardja,2000).
Mual dan muntah merupakan efek samping yang melakukan bagi penderita dan
keluarganya sehingga kadang-kadang penderita menolak pengobatan lanjutan,
karena efek samping tersebut muncul setelah pengobatan sitostika berlangsung.
Akibat lebih lanjut ari muntah yang tidak diobati atau mendapat pengobatan yang
tiak akurat pada pada penderita kanker, pada umumnya keadaan yang lemah, nafsu
makan dan minum menurun, status gizi yang kurang baik, dehidrasi, gangguan
elektrolit dan pneumonia aspirasi. (Alsagoff-Hood, 1995).
Empat bagian susunan emetogenetik pada obat sitostatika antara lain:
a) Mual muntah akut. Biasanya terjadi saat sedang pemberian sitostatika.
Tanpa pengobatan antimetik, obat sitostatika dengan potensi mual muntah
sedang sampai berat diperkirakan dapat menyebabkan mual muntah yang
berulang atau terus menerus.
b) Mua muntah tertunda megambarkan keterlambatan mual muntah akibat
pengunaan terapi sitostatika cisplatin. Terjadi 2-6 hari setelah terapi.
c) Mual muntah yang berlarut, biasanya untuk obat sitostatika emetogenetik
sedang seperti cyclophospamid dosis 500 mg dapat menyebabkan mual
muntah selama 2-3 hari.

5
d) Antisipator mual muntah. Ini terjadi pada pasien yang sudah merasa mual
atau rasa tidak enak diperut dan cemas, padahal obat sitostatika belum
diberikan. Sebagian pasien dapat menekan sara tersebut dengan latihan
relaksasi (Jeffery et al., 1998). Potensi timbulnya mual dan muntah oleh
kemoterapi.

4. Muntah akibat radioterapi dan pascabedah


Pada radioterapi dan pascabedah, mual muntah yang diinduksi oleh obat dapat
terjadi secara teratur sehingga antisipasi muntah terjadi jika penderita kembali unutk
berubat sebelum penderita diberiobat kemoterapi, bila untah tidak dikontrol, perasaan
tidak enak ang menyertaimuntah yang diinduksi oleh obat adapat menyebabkan
penderita menolak untuk menggunakan kemoterapi.

Mekanisme fisikologik yang menyebabkan terjadinya mual dan muntah karena


koordinasi aktivitas gerakan yang kompleks dari lambung dan otot-otot abdomen
terletak di pusat muntah, yang berlokasi di dalam formasi retikulasi di medulla. Pusat
muntah menerima masukan dari chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang berlokasi
dilantai ventrikel keempat, apparatus vestribular, dan daerah-daerah lain. CTZ
memberikan respons terhadap rangsangan kmia, seperti obat kemoterapi kanker, yang
jelas terbukti melalui aktivitas reseptor dopamine atau serotonin (Tehuteru, 2007).

2.3 Obat yang terkandung dalam obat mual


Ada 6 obat yang terkandung didalam obat mual
1. Skoplamin
Secara farmakologi skopolamin (hyoscin) berbeda kegunaannya dengan
antropin, bahwa senyawa ini hanya bekerja menekan saraf pusat. Efek perifer
skopolamin dan antropin secara kualitatif memang sama tetati dilihat dari segi
kuantitatif terdapat perbedaan yang cukup besar, yaitu efek menghambat
sekresi dari skopolamin lebih kuat sedangkan efek menaikkan frekuensi
jantung lebih lemah dari pada antropin. Skopolamin sering digunakan sebai
obat mabuk laut, selain itu dapat berfungsi sebagai Analgasik (tahan sakit) dan
Saporific (obat tidur).
Skopolamin adalah obat yang tergolong dalam antikolinergik, dosis yang
diberikan adalah 1,5 mg secara transdermal. Skopolamin memiliki mekanisme
kerja dengan menghambat reseptor muskariniki di sistem vestibuler sebaik
pusat muntah pada medula. Skopolamin transdermal menunjukkan efek sedasi
yang lebih sedikit dibandingkan penggunakan secara oral maupun IV (Sikka,
2015).

Gambar struktur kimia pada obat skopolamin

Golongan Mekanis Contoh Regimen Struktur kimia


obat me kerja obat dosis

6
(dewasa)
antikoliner Mngamb Skopolam  1,5 mg
gik at in transder
reseptor mal tiap
muskarin 72 jam
ik di  Takaran
sistem obat
vestibular Dewasa:
dan pusat 0,3-0,65
muntah mg
yang Anak-
beradadi anak:
medulla 0,006
mg/kg
(maks:
0,3 mg)

2. Antihistaminika
Antihistaminika Antagonis reseptor histamine H1 bekerja dengan cara
menghambat reseptor histamin di sistem vestibular, dimana sistem vestibular
berada pada pusat muntah. Antagonis histamin H1 terutama berguna untuk
motion sickness dan emesis pasca operasi. Golongan ini bertindak sebagai aferen
vestibular dan dalam batang otak, yang merupakan pusat mengatur terjadinya
muntah.
Efek samping yang dapat terjadi antara lain pusing, penglihatan kabur,
mulut kering, retensi pada urin, dan mungkin terjadi takikardi biasanya terjadi
pada sebagian pasien lansia. Contoh obat pada golongan ini aterdapat dalam tabel
sebagai berikut :

Golong Mekanis Contoh obat Regimen Struktur kimia


an me Dosis
Obat Kerja (dewasa)
Anti Mengatas  Siklizin  Oral : 50
histami i mual mg tab,
n muntah dapat
yang diulang
berhubun dalam 4-6
gan jam
dengan
aferen  Dimenhidr
vestibuler at
 Oral : 50-
100 mg
tiap 4-6
 Dipenhidra

7
min jam

 PR : 10-50
mg tiap 2-
4 jam

 Prometazin

 Oral/PR/
rektal :
12,5 -25
mg tiap 4-
6 jam prn

Obat yang terkandung pada Antihistaminika memiliki beberapa macam jenis


yaitu sebagai berikut:

- Siklizin
Siklizin merupakan turunan piperazine dengan Antihistaminika yang
digunakan untuk mengatasi mual muntah yang berhubungan dengan aferen
vestibuler, peningkatan intrakrainal, obstruksi usus, dan mual yang
diinduksi oleh obat-obatan. Pemberian siklizin boleh dicamur dengan
morfin, haloperidol namun tidak kompaktibel. Efek samping yang bisa
itimbulkan pada golongan Histamin adalah sedasi. Contoh sediaan siklizin
adalah merezen.

- Dipenhidramin
Dipenhidramin bekerja dngan cara kompetitif terhadap reseptor H1
antagonis yang memblok agen muskarinik (M1) dan α-adenoreseptor. Efek
samping yang dapat ditimulkanyaitu sedasi. Interksiyang dapat
ditimbulkan antara lain, menyebabkan efek seasi apabila digunakan
bersamaan dengan obat penenang, alkohol, dapat menghambat CYP2O6,
dan dapat memperpanjang beberapa reaksi β-Blocker. Contoh sediaan
dipenhidramin yaitu Benadryl.
3. Antipsikotika

8
Antipsikotika merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Antipsikotika dibagi menjadi
golongan antipsikotika tipikal dan antipsikotika atipikal. Antipsikotika
digunakan dalam pengobatan skizofrenia dengan tujuan untuk mengurangi
atau meredakan gejala psikosis yang muncul terutama halusinasi dan
delusi. obat antipsikotik diresepkan untuk menangani gejala psikosis pada
pasien skizofrenia, depresi berat, episode mania gangguan bipolar, atau
gangguan kecemasan.
Antipsikotik bekerja dengan cara menyeimbangkan kadar zat
penghantar sinyal antarsaraf di otak (neurotransmitter), seperti dopamin,
serotoni, noradrenalin, dan asetilkolin. Namun, cara kerja antipsikotik
yang paling umum adalah dengan menghambat dopamin.Dopamin adalah
neurotransmitter yang berperan dalam fungsi berpikir, suasana hati,
motivasi, serta fungsi organ dan pergerakan tubuh. Namun, kelebihan
dopamin bisa menimbulkan gejala, seperti delusi atau halusinasi, yang
kerap dimiliki oleh pasien psikosis.
Mekanisme Kerja Obat Antipsikotik Obat antipsikotik
menimbulkan efek farmakologis dengan mempengaruhi mekanisme
dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor
dopamin, memblok dopamin seingga tidak dapat berinteraksi dengan
reseptor. Pemblokan tersebut terjadi pada pra dan postsinaptik reseptor
dopamin sehingga kadar dopamin dalam tubuh meningkat dan
menyebabkan terjadinya terjadinya efek antipsikotik. Obat antipsikotik
dalam membentuk kompleks dengan reseptor dopamin kemungkinan
melibatkan dua bentuk konfirmasi, yaitu:
a. Bentuk konfirmasi keadaan padat dari obat antipsikotik, yang
hampir sama dengan bentuk dopamin yang memanjang

9
b. Bentuk konformasi S dari 4 atom berturut-turut yang menghubungkan
cincin aromatik dengan atom N tersier basa dari obat antipsikotik yang
juga hampir sama dengan bentuk dopamin yang panjang

Hubungan Struktur Dan Aktivitas


Menurut Janssen, obat antipsikotik secara umum mempunyai dua
gambaran struktur yang dipandang penting untuk timbilnya aktivitas,
yaitu:
a. Rantai lurus yang terdiri dari tiga atom C, yang mengikat dasar cincin
nitrogen dan atom NC atau O, merupakan bagian dari salah satu gugus-
gugus berikut. yaitu benzoil, 2- fenotiazin atau sistem trisiklis-tioksanten,
rantai samping fenoksipropil, 2 fenil-penten-2 atau cincin sikloheksen.
4. b. Cincin heterisiklik dengan jumlah atom-o, seperti piperazin atau
piperidin, yang tersubstitusi pada posisi I dan 4. Substituen terbaik pada
posisi 4 cincin heterosiklik adalah gugus-gugus fenil, aniline, metal atau
hidroksietil.
Pengobatan dengan antipsikotik harus mengikuti anjuran dan saran
dokter. Sebelum menggunakan obat ini, Anda perlu memperhatikan
beberapa hal berikut:
 Jangan menggunakan antipsikotik jika memiliki riwayat alergi
terhadap obat-obatan dalam golongan ini. Beri tahu dokter riwayat
alergi yang Anda miliki.
 Jangan menggunakan antipsikotik jika Anda pernah atau sedang
menderita tumor pada kelenjar adrenal (phaeochromocytoma).
 Beri tahu dokter jika pernah atau sedang menderita penyakit ginjal,
penyakit hati, penyakit jantung, kelainan darah, diabetes, penyakit
Parkinson, epilepsi, myasthenia gravis, pembesaran prostat,
glaukoma, atau penyakit paru-paru.
 Konsultasikan dengan dokter perihal efek samping obat
antipsikotik pada lansia, karena lansia lebih mudah mengalami
efek samping yang berbahaya.

10
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menjalani
pengobatan dengan antipsikotik, karena dapat meningkatkan risiko
terjadinya efek samping.
 Jangan berkendara atau melakukan hal yang membutuhkan
kewaspadaan setelah mengonsumsi obat antipsikotik, karena obat
ini dapat menyebabkan kantuk.
 Jangan menghentikan pengobatan secara mendadak tanpa
berkonsultasi dengan dokter, karena dapat menyebabkan
perburukan gejala yang tadinya sudah membaik, atau menimbulkan
gejala putus obat, seperti pusing, sakit perut, mual, diare, keringat
dingin, atau tremor.
 Beri tahu dokter jika Anda memiliki kebiasaan merokok atau
mengonsumsi minuman berkafein dan jika sedang hamil, mungkin
hamil, merencanakan kehamilan, atau menyusui.
 Efek Samping dan Bahaya Antipsikotik

Antipsikotik dapat menyebabkan efek samping yang


berbeda-beda, tergantung pada karakteristik masing-masing
obat dan kondisi penggunanya. Berikut adalah beberapa efek
samping yang mungkin muncul akibat penggunaan obat
antipsikotik:Penglihatan kabur, Kantuk, Mulut kering,
Peningkatan berat badan, Pusing, Detak jantung cepat,
Sembelit, Sensitif terhadap cahaya matahari, Gangguan
menstruasi, Gelisah, Otot kedutan atau kaku,Tremor,Tekanan
darah rendah (hipotensi) atau hipotensi ortostatik, Sulit
berkonsentrasi, Bengkak atau nyeri payudara,Disfungsi
seksual,Tardive dyskinesia, jika digunakan dalam jangka
panjang

4. Metoclopramide
Metoclopramide merupakan obat mual dan muntah yang dapat digunakan
pada gangguan saluran cerna, pengobatan kanker, operasi, serta migrain
atau mungkin digunakan karena alasan lain konsultasika kepada dokter.
Metoclopramide tersedia dalam bentuk tablet, sirup, ampul, dan tetes
untuk anak-anak.

11
Gambar struktur obat Metoclopramide
Sumber: http://www.chemnet.com/cas/id/2576-84-3/Metoclopramide%20HCl.html

 Cara Penggunaan Yang Aman


Gunakanlah obat metoclopramide sesuai dosis yang
direkomendasikan oleh dokter, Perhatikan apa yang disampaikan
oleh apoteker atau periksa label untuk mengetahui instruksi dosis
metoclopramide yang tepat Ikuti petunjuk pada resep dan tanyakan
kepada dokter atau apoteker apabila ada yang tidak dimengerti
Sediaan tablet metoclopramide ditelan utuh dan diminum bersama
dengan segelas air, 30 menit sebelum makan Sediaan sirup
metoclopramide diminum menggunakan sendok takar untuk
mengukur dosisnya sesuai dengan resep dokter, Sediaan tetes
metoclopramide diminum dengan menggunakan pipet tetes sesuai
resep dokter Sediaan ampul metoclopramide harus diberikan oleh
perawat atau dokter Apabila keluhan mual dan muntah sudah tidak
dirasakan, maka penggunaan obat dapat dihentikan Bila anda lupa
minum obat, segera minum dosis obat yang terlupakan ketika
ingat. Tetapi jika waktunya mendekati dosis berikutnya, lewati
dosis tersebut, kemudian lanjutkan menggunakan obat sesuai
jadwal berikutnya, jangan minum dua dosis.
 Efek Samping Pengunaan Obat Metoclopramide
kontraksi otot yang tidak disadari yang mempengaruhi gaya
berjalan, pergerakan dan sikap tubuh. Obat metoclopramide juga
dapat menyebabkan efek samping yang jarang seperti kelelahan,
gelisah, mengantuk, sakit kepala, pusing.

5. Domperidone

Domperindone base merupakan obat golongan antiemetic yang


dapat meredakan mual dan muntah. Domperidone biasanya digunakan
untuk Mual, muntah (pengobatan jangka pendek), dyspepsia (kembung),
dan gangguan asam lambung. Domperidone bekerja dengan menghambat

12
reseptor dopamin perifer dan meningkatkan peristaltik esophagus,
motilitas lambung sehingga memudahkan pengosongan lambung dan
mengurangi waktu transit usus kecil.

Domperidone adalah obat yang membantu memfasilitasi gerakan


peristaltik dan pengosongan lambung melalui mekanisme penghambatan
dopamine D2-receptor dalam saluran gastrointestinal dan berbagai sistem
Saraf pusat dan perifer. Domperidone adalah agen prokinetik yang
digunakan sebagai terapi lini kedua untuk gastroparesis pada pasien yang
tidak memberikan efek pada pemberian metoclopramide. Selain itu, efek
samping utama dari domperidone adalah prolactinemia yang memilik
fungsi untuk merangsang laktasi (galactogogue). Dengan mekanisme Kerja
memblok dopamine D2-receptor pada hipofisis anterior, domperidone
menstimulasi pengeluaran prolactin yang berperan penting dalam inisiasi
laktasi.

Gambar. Struktur Obat Domperindone


Sumber : https://halofarmasi.blogspot.com/2016/10/domperidone-mekanisme-kerja indikasi.html

Dengan mekanisme Kerja memblok dopamine D2-receptor pada hipofisis


anterior, domperidone menstimulasi pengeluaran prolactin yang berperan
penting dalam inisiasi laktasi.
Domperidone mengalami metabolise saat melewati hati dan
saluran cerna, dengan mekanisme eliminasi lintas pertama (first pass
metabolism). Obat ini diabsorpsi secara oral dan memiliki bioavailabilitas
tinggi. Dieksresikan melalui ginjal dan domperidone memiliki Waktu
paruh (T1/2) sekitar 7-12 jam.
Domperidone mungkin menyebabkan alergi. Beritahu dokter
apabila mengalami gejala seperti : Tanda reaksi alergi, seperti : ruam;
Gatalgatal; Gatal; Merah, bengkak, melepuh, atau kulit mengupas dengan
atau tanpa demam; Mengi; Sesak di dada atau tenggorokan; Kesulitan
bernafas atau berbicara; Suara serak yang tidak biasa; Atau pembengkakan
mulut, wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan. Efek samping dari
penggunaan domperidone yang sering terjadi seperti:
 Pusing

13
 Mulut kering

Penggunaan Domperidone juga dapat menyebabkan efek samping yang


jarang terjadi, seperti:

 Kram perut
 konstipasi
 Gangguan pada periode menstruasi.
 Kejang
 Detak jantung yang tidak normal.

6. Ondansetron

Gambar. Struktur ondansetron


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Ondansetron

Ondansetron merupakan obat selektif terhadap antagonis reseptor


5-hidroksi-triptamin (5-HT3) di otak, dan bekerja pada aferen nervus
vagus15.Bahaya Insiden PONV harus dicegah karena dapat menimbulkan
halhal yang tidak diinginkan, antara lain:

1. Meningkatkan angka kesakitan yang mencakup dehidrasi,


ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia dan hiponatremi), ruptur
esofagus, tegangan jahitan dan dehiscence, pendarahan dan
hipertensi pembuluh darah. Apabila kronis dapat menyebabkan
malnutrisi,
2. Isi lambung yang padat dapat menyumbat jalan napas dengan akibat
asfiksia, hipoksia, dan hiperkapnia.
3. Asam lambung yang masuk ke dalam bronkus dapat menyebabkan
refleks depresi jantung. Asam lambung yang sampai ke rongga
mulut dapat menyebabkan inflamasi mukosa rongga mulut dan

14
pembentukan karies gigi. Dapat pula terjadi laserasi linier pada
mukosa perbatasan esofagus dan lambung yang disebut Mallory
Weiss syndrome.
4. Asam lambung akan merusak jaringan paru dan menyebabkan
pneumonia aspirasi (sindroma Mendelson).

Gejala: sesak napas, syok, sianosis, suara ronkhi basah Ondansetron


selektif dan kompetitif untuk mencegah mual dan muntah setelah
operasi,kemoterapi, dan radioterapi. Obat ini memblok reseptor di
gastrointestinal dan area postrema di CNS (Central Nervous System).
Hasil analisa tingkat keberhasilan ondansetron dilihat dari ada atau
tidaknya muntah yang dialami oleh pasien dalam waktu 24 jam
setelah pemberian ondansetron.

BAB III

15
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mual (nausea) adalah sensasi atau perasaan yang tidak
menyenangkan dan sering merupakan gejala awal dari muntah. Keringat
dingin, pucat, hipersalivasi, hilang tonus gaster, kontraksi duodenum dan
refluk isi intestinal ke dalam gaster sering menyertai mual meskipun tidak
selalu disertai muntah (Loadsman, 2005). Muntah adalah keluarnya isi
lambung secara aktif karena kontraksi otot saluran cerna atau
gastrointestinal. Antiemetika adalah obat-obatan yang digunakan dalam
penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara
mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu
secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke
medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat
CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Ada 4 jenis muntah yaitu
sebagai berikut: Mabuk darat,mabuk kehamilan, Muntah akibat sitostatika dan
Muntah akibat radioterapi dan pasca bedah. Ada 6 obat yang terkandung
didalam obat mual yaitu : Skopolamin, Antihistaminika, Antipsikotika,
Metoklopramida, Domperidone dan Ondansetron.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah yang penulis buat ini bisa
bermanfaat bagi para pembaca, yang dimana dalam makalah ini penulis
menyajikan dengan runtut dan jelas materi tentang Antiemetika. Yang
dimana dengan materi tersebut kami sebagai penulis berharap setelah para
pembaca membaca makalah ini, dapat menambah wawasan dan tertarik
untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai materi kimia medisinal tentang
Antiemetika. Kami sebagai penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila penulis keliru dalam penulisan dalam pembuatan makalah ini.
Dan kami ucapkan selamat membaca dan semoga berkesan dengan isi
dari makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N. L. P. R., Ariawati, K., & Niruri, R. (2015). Efektivitas Ondansetron


dalam Menangani Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi Metotreksat Dosis
Tinggi pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah. Jurnal Farmasi Udayana, 3(2), 279783.

Kurnia, a. W., wikanta, w., & ghoni, a. (2016). Pengaruh insektisida nabati


filtrat daun kecubung (daturametel l) terhadap jumlah kematian hama
padi wereng coklat (nilaparvatalugensstal) dan implementasinya sebagai
bahan ajar materi bioteknologi di sma (doctoral dissertation, universitas
muhammadiyah surabaya).

Nurulicha, n., nengsih, y., & hartani, h. (2021). The efect of acupressure on
decreasing nausea and vomiting in the first trimester of pregnancy in the
work area of the sukahurip health center, garut regency, west java,
2020. Jurnal kesehatan indra husada, 9(1), 64-71.

meilina, n. A., cahaya, n., & putra, a. M. (2022). Analisis trend peresepan
golongan antipsikotika tipikal dan atipikal di tiga puskesmas di kota
banjarmasin periode 2019-2021. Jurnal sains dan kesehatan, vol. 4, no 4,
393-400.

Sakti, Y. B. H., & Budi, H. (2017). Perbandingan Antara Pemberian


Ondansetron Dengan pemberian Metoklopramid Untuk Mengatasi Mual
Dan Muntah Paska Laparatomi Di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo. Sainteks, 13(1).

17

Anda mungkin juga menyukai