Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PEPTIC ULCER DISEASE (PUD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Farmakoterapi

Dosen Pengampu :

Poppy Diah Palupi. M.Sc,. Apt.

Penyusun :

Kelompok III

1. Atik Muryati Nim A1161078


2. Cahya Mentari Nim A1161081
3. Haryanti Nim A1161086
4. Suryani Nim A1161104

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA

SEMARANG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena berkat limpahan

rahmat-Nya kami bisa menyusun makalah tentang Peptic Ulcer Disiase. Makalah ini

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi dan terapi. Dalam

kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Poppy Diah Palupi. M.Sc.,

Apt. selaku dosen pembimbing.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata

sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya, oleh karena itu

kami mengharap kritik dan saran yang membangun khususnya dari dosen farmakologi

dan terapi guna menjadi acuan dan bekal kami di masa yang akan datang. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca , terima kasih.

Semarang, Juni 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lambung .................................................................................................... 6
2.2 Definisi Peptic Ulcer Disease ....................................................................................................... 10
2.3 Penyebab Peptic Ulcer Disease ................................................................................................... 11
2.4 Patofisiologi Peptic Ulcer Disease ............................................................................................... 15
2.5 Gejala Peptic Ulcer Disease......................................................................................................... 16
2.6 Diagnosis dan Tatalaksana Terapi Peptic Ulcer Disease ............................................................. 18
2.6.1 Diagnosis .............................................................................................................................. 18
2.6.2 Tatalaksana Terapi ............................................................................................................... 19
2.6.3 Tindakan Operasi ................................................................................................................. 25
PENUTUP ............................................................................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peptic Ulcer Disease dapat menyerang siapa saja, mulai dari anak-anak sampai

usia lanjut. Peptic Ulcer Desease (PUD) atau ulkus peptikum adalah tukak atau luka

pada lapisan saluran cerna bagian atas ( gastric = lambung dan duodenal = usus 12 jari)

yang terjadi akibat "termakan" oleh asam lambung dan pepsin.

Penyebab PUD melibatkan banyak faktor. Umumnya bakteri Helicobacter pylori

(HP), Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) dan faktor lain yg "mengikis" pertahanan

mukosa dan mekanisme penyembuhan normal. Asam lambung menjadi faktor

independen kerusakan mukosa. Sekresi asam lambung yg berlebihan ditemui pada

pasien penderita Duodenal Ulcer (DU) yg kemungkinan terjadi akibat infeksi HP. Sekresi

asam pada penderita Gastric Ulcer (GU) biasanya normal bahkan rendah.

Kopi, teh, minuman kola, bir, susu, dan makanan pedas bisa menyebabkan

dispepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Konsumsi etanol konsentrasi tinggi

menyebabkan kerusakan mukosa lambung secara akut dan pendarahan sal cerna

bagian atas tapi bukan penyebab ulcer.

Tukak gaster ditemukan setelah pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan

rasa sakit seperti terbakar, muntah, dan penurunan berat badan. dan diagnosis

ditegakkan dengan melakukan endoskopi (Aditama, 2000).

Hanya separuh dari penderita yang memiliki gejala khas dari ulkus duodenalis,

yaitu nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong dan lapar. Nyeri cenderung

dirasakan pada saat perut kosong. Penderita sering terbangun pada jam 1-2 pagi

karena nyeri. Nyeri sering muncul satu kali atau lebih dalam satu hari, selama satu

sampai beberapa minggu dan kemudian bisa menghilang tanpa pengobatan. Tetapi

4
nyeri biasanya akan kambuh kembali, dalam 2 tahun pertama dan kadang setelah

beberapa tahun. Penderita biasanya memiliki pola tertentu dan mereka mengetahui

kapan kekambuhan akan terjadi (biasanya selama mengalami stres).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi lambung?

1.2.2 Apakah definisi Peptic Ulcer Disease?

1.2.3 Apakah penyebab Peptic Ulcer Disease?

1.2.4 Bagaimana patofisiologi Peptic Ulcer Disease?

1.2.5 Bagaimana gejala Peptic Ulcer Disease?

1.2.6 Bagaimana diagnosa dan tatalaksana terapi pada Peptic Ulcer Disease?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi lambung.

1.3.2 Untuk mengetahui definisi Peptic Ulcer Disease.

1.3.3 Untuk mengetahui penyebab Peptic Ulcer Disease.

1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi Peptic Ulcer Disease.

1.3.5 Untuk mengetahui gejala Peptic Ulcer Disease.

1.3.6 Untuk mengetahui cara diagnosa dan tatalaksana terapi pada Peptic Ulcer Disease.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lambung


Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen. Jika lambung kosong berbentuk tabung

J dan jika penuh seperti buah alpukat raksasa Kapasitas normal lambung adalah sebesar 1-

2 L. Fungsi lambung sebagai tempat penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan cairan

lambung ( kimus/ makanan yg bercampur dengan sekret lambung ) ke duodenum.

Bagian utama dari lambung terdiri dari :

1. Fundus

2. Badan lambung

3. Pylorus

Gambar 1.1 Anatomi Lambung

1. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan itu sendiri .

2. Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat.

3. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari atau sering

disebut duodenum.

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni :

6
1. Mucosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim,

asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar

perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung

yang dapat dikeluarkan.

2. Submucosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk

menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang

diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.

3. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan

ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong.

Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak

menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-

aduk.

4. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan

ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut

dengan anggota tubuh lainnya.

Di lapisan mucosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu :

1. Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar

sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung.

2. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna

dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol

dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2.

3. Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak

aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna

protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel

tersebut.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang

menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara

7
refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam

lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin.

a. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil.

b. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.

c. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai

kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat

dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja

di dalam lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.

d. HCl(Asam Klorida) merupakan enzim yang berguna untuk membunuh kuman dan bakteri

pada makanan.

Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut

seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus

mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang

mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam.

Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut)

jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus

akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus

belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamanya menurun.

Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk

membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian

seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal

agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong

kembali.

8
Fungsi Motorik Fungsi Pencernaan

Fungsi Penyimpanan makanan Pencernaan Pencernaan protein

reservoir dan sedikit demi sedikit protein oleh pepsin dan HCL

dicernakan kemudian dimulai saat ini,

bergerak ke saluran sedangkan Karbohidrat

cerna dan Lemak dalam

lambung sangat kecil

Fungsi Memecahkan makanan Sintesis dan Sintesis dan pelepasan

mencampur menjadi partikel-partikel pelepasan gastrin dipengaruhi oleh

kecil yang di campur gastrin protein yg dimakan,

dengan getah lambung / peregangan dan

HCL melalui kontraksi rangsangan vagus

otot yg mengelilingi

lambung

Fungsi Diatur oleh permukaan Sekresi Memungkinkan absobsi

pengosongan sfingter pilorus yg F intrinsik vit B2 dari usus halus

lambung dipengaruhi oleh Sekresi mukus bagian distal

viskositas, keasaman,

volume dan di atur oleh Membentuk selubung

saraf dan hormonal yg melindungi lambung

dan sbg pelumas shg

mkanan mdh di angkut

Tabel 1.1 Fungsi Lambung

Lambung memproduksi kimus yg merupakan material yg terdiri atas :cairan perekat,

asam kuat dan komponen pencerna makan Ada 3 fase kerja lambung yg dipengaruhi oleh

sekresi kimus :

9
1. Fase sefalik

Mempersiapkan lambung dr kedatangan makanan durasi sangat pendek (dalam menit).

Mekanisme : neural melalui serabut preganglion nervus vagus dan sinap sinap di dalam

pleksus sub mucosal

Aksi : meningkatkan vol lambung, stimulasi mukus, enzim2, produksi asam dan pelepasan

gastrin oleh sel2 G

2. Fase gaster

Memulai pengeluaran sekresi dari kimus permulaan digesti protein oleh pepsin Durasi : 3-

4 jam. Terjadi pelepasan gastrin oleh sel sel G dan pelepasan histamin oleh sel mast

sebagai proteksi thd reaksi antigen antibody dari beberapa makanan tertentu

Meningkatkan produksi asam dan pepsinogen meningkatkan motilitas dan proses

penghancuran material

3. Fase intestinal

Mengontrol pengeluaran kimus ke duodenum

Durasi : lama ( berjam-jam)

Stimulasi dari CCK, GIP, Umpan balik dlm menghambat asam lambung, pepsinogen dan

pengurangan motilitas lambung.

2.2 Definisi Peptic Ulcer Disease

Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding

mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disebut juga sebagai

ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya. (Bruner and Suddart,

2001).

Ulkus peptikum (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau duodenum yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi asam lambung, pepsin, dan

infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor pelindung mukosa (produksi prostagladin,

gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa)(Berardi &Lynda, 2005; Tas et al, 2015).

10
Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas

sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut

sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena stres).

Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang terkena

getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi,

juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).

Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, submukosa

dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus gastrointestinalis yang selalu

berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus

(tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian

atas (first portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu penderita

yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).

Gambar 1.2 Anatomi Tukak Lambung

2.3 Penyebab Peptic Ulcer Disease

Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu,infeksi Helicobacter

pylori, dan penggunaan NSAID (Lam, 1994).

1. Infeksi Helicobacterpylori

Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori dan

penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat akibat

11
Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam salah satu penelitian,

pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan penderita ulkus duodenum dan

63% merupakan penderita ulkus lambung positif terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih

rendah pada ras kulit putih dibandingkan ras yang tidak berkulit putih.

Helicobacter pylori adalah suatu hasil gram-negatif, spiral dengan flagella multipel

lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. Helicobacter pylori tidak menyerang jaringan.

Organisme menghuni dalam gel lendir yang melapisi sel epitelial, dengan bagian kecil dari

Helicobacter pylori melekat langsung pada sel epitelial. Kebanyakan orang yang terinfeksi

Helicobacter pylori mempunyai neutrofil-neutrofil dalam lamina propia dan kelenjar epitel dan

suatu peningkatan dalam sel radang kronik pada lamina propia. Kolonisasi Helicobacter pylori

dalam duodenum terbatas pada daerah metaplasia lambung dan ditemukan dalam epitelium

pasien dengan ulkus duodeni (Mc.Guigan,2001).

Kuman Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik dan hidup di lingkungan yang unik, di

bawah mukus dinding lambung yang bersuasana asam. Kuman ini mempunyai enzim urease

yang dapat memecah ureum menjadi amonia yang bersifat basa, sehingga tercipta

lingkungan memungkinkan kuman ini bertahan hidup (Rani, 2001).

Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi Helicobacter pylori, gastritis dengan

asam lambung. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan

sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum Inflamasi pada

antrum akan menstimulasi sekresi gastrin, yang selanjutnya akan merangsang sel pariental

untuk meningkatkan sekresi asam lambung (Rani, 2001).

2. NSAID

Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab umum.

Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa rentan rusak.

Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAID menderita efek samping pada

saluran gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus

duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur yang

sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka

12
panjang, dan penyakit penyerta yang parah. Penelitian jangka panjang menemukan bahwa

pasien dengan penyakit artritis dengan umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur

menggunakan aspirin dosis rendah dapat meningkatkan resiko dyspepsia yang cukup parah

apabila menghentikan penggunaan NSAID. Walaupun prevalensi kerusakan saluran

gastrointestinal akibat penggunaan NSAID pada anak tidak diketahui, sepertinya

bertambah,terutama pada anak-anak dengan penyakit artritis kronis yang diobati dengan

menggunakan NSAID. Ditemukan kasus ulserasi lambung dari penggunaan ibuprofen dengan

dosis rendah pada anak -anak (Anand,2012).

Faktor lain yang dapat menyebabkan ulkus peptikum yaitu :

1. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal

duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering

dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin

disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya

perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang

menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan

(Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor

psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.

2. Stres fisik

Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,

gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila

kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus

peptikum menjadi lebh parah.

3. Refluks usus lambung

Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang

berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi kerusakan

epitel mukosa.

13
Faktor Resiko penyebab ulkus peptikum :

1. Konsumsi Rokok

Bukti yang cukup kuat menunjukkan bahwa mengonsumsi rokok merupakan

faktor yang cukup besar yang berhubungan dengan kejadian, lama kejadian, rekurensi

dan komplikasi dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh Helicobacterpylori.Suatu

penelitian epidemiologi menunjukkan merokok meningkatkan resiko baik ulkus

duodenal maupun ulkus lambung dan resikonya tergantung pada jumlah rokok yang

dikonsumsi. Merokok memperlambat penyembuhan ulkus, menyebabkan rekurensi ,

dan meningkatkan resiko komplikasi. Berhenti merokok sangat penting untuk

mencegah rekurensi dari ulkus duodenal.

2. Konsumsi Alkohol

Konsentrasi tinggi dari alkohol menyebabkan kerusakan pembatas mukosa

lambung terhadap ion hidrogen dan berhubungan dengan lesi mukosa lambung akut

yang disebabkan pendarahan mukosa. Alkohol sendiri menstimulasi sekresi asam,

dan komposisi dari minuman beralkohol selain dari alkohol juga menstimulasi sekresi

asam.

3. Faktor Psikologi

Faktor psikologis walaupun belum diketahui dengan pasti mekanismenya, juga

dapat meningkatkan resiko ulkus peptikum. Stres psikologi dapat menyebabkan

perilaku menyimpang seperti meningkatkan konsumsi rokok, konsumsi alkohol,

penggunaan obat -obatan dan kurang tidur yang bisa menyebabkan pertahanan

mukosa rusak sehingga bisa mengarah pada ulkus. Perilaku menyimpang tadi juga

bisa menyebabkan sekresi asam berlebihan, aliran darah berkurang, motilitas

lambung meningkat, motilitas usus menurun sehingga menyebabkan jumlah asam

yang memasuki usus meningkat. Kekebalan tubuh juga dapat menurun

14
2.4 Patofisiologi Peptic Ulcer Disease

Ulkus peptikum terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara produksi asam dan

pepsin serta mekanisme lain yang berpengaruh pada kerusakan mukosa. Helicobacter pylori

menyebabkan 70% dari tukak lambung, 36% karena penggunaan NSAID (Bhowmik, 2010).

Helicobacter pylori menyebabkan cedera jaringan melalui produksi lipopolisakarida

(LPS, endotoksin), protein toksik lainnya (VacA) (Brasers, 2007).

NSAID bertindak menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin melindungi

mukosa dengan membentuk lapisan sitoprotektif dan meningkatkan sekresi ion bikarbonat

yang menetralisir keasaman lambung. NSAID dibagi menjadi dua kelompok, yaitu selektif

(menghambat COX-2) dan non-selektif (menghambat COX-1 dan COX-2). NSAID

konvensional menyebabkan non-selektif pada penghambatan siklooksigenase, yang

mengarah pada penurunan sekresi bikarbonat dan mengurangi produksi mukus (Dhikav,

2003).

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat

menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang

terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin atau berkenaan

dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat

mensekresi mucus yang cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

a. Sefalik Fase pertama

Dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang bekerja

pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya,

makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi

lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional diberikan pada

pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet

saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.

15
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan yang

signifikan.

b. Fase lambung

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan

mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan sekresi asam

sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.

c. Fase usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi

gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia,

sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan

secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi

mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi

meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan

lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan

luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin akan

merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan

lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat

dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan utama lambung

terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Apapun yang

menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah ulserogenik,

salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam

kategori ini.

2.5 Gejala Peptic Ulcer Disease

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan

dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat

diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau

hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

16
1. Nyeri

Biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi

terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila

kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang

ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam

merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri

biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan

menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri

kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan

tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa

gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.

2. Pirosis (nyeri uluhati)

Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang

naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi

bila lambung pasien kosong.

3. Muntah

Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala

ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau

pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada

ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri

berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.

4. Konstipasi dan perdarahan

Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet dan

obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil

pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi

mereka menunjukkan gejala setelahnya. (Bruner and Suddart, 2001)

17
2.6 Diagnosis dan Tatalaksana Terapi Peptic Ulcer Disease

2.6.1 Diagnosis
Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium

radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak dalam

lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk

melakukan pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika

diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison (Wilson dan Lindseth, 2005).

Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil

pemeriksaan radiologi dan endoskopi, disertai biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, tes

CLO (Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman Helicobacter pylori. Secara klinis

pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang menjalar ke pinggang disertai mual dan

muntah (Tarigan, 2001).

1. Endoskopi

Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus peptikum.

Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di beberapa negara seperti

Amerika Serikat. Keputusan untuk melakukan endoskopi pada pasien yang diduga

menderita ulkus peptikum didasarkan pada beberapa faktor. Pasien dengan komplikasi

ulkus peptikum seperti pendarahan memerlukan evaluasi endoskopi untuk mendapatkan

diagnosis yang akurat agar pengobatannya berhasil.

Pemeriksaan endoskopik saluran makanan memudahkan diagnosis tepat ulkus

duodenum. Endoskopik tidak diperlukan untuk diagnosis ulkus duodeum jika telah dikenali

dengan pemeriksaan radiografik barium. Akan tetapi endoskopi mungkin paling besar

nilainya:

1. Dalam mendektesi ulkus duodenum yang dicurigai pada tiadanya ulkus yang

dapat diperlihatkan secara radiografik

2. Pada pasien dengan deformitas radiografik dan ketidakpastian mengenai aktivitas

ulkus

18
3. Dalam mengenali ulkus yang terlampau kecil atau terlampau dangkal untuk

dikenali dengan sinar–x

4. Dalam mengenali (atau meniadakan), ulkus sebagai sumber pendarahan saluran

makanan yang aktif.

Endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus,

ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat memberikan suatu dasar/ basis referensi untuk

penilaian penyembuhan ulkus (Mc.Guigan, 2001).

2. Radiografi

Pemeriksaan radiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga bisa

menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan radiasi.

Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk mendiagnosa

Helicobacterpylori, sedangkan radiografi terbatas dalam praktik dunia kedokteran modern

(Vakil, 2010).

3. Hasil Biopsi

Tidak menunjukkan adanya keganasan.

4. Pemeriksaan tes CLO(Compylobacter Like Organism) / PA (Pyloric Antrum)

Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam rangka eradikasi

kuman (Tarigan, 2001).

2.6.2 Tatalaksana Terapi


a. Terapi Nonfarmakologi

1. Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok karena dapat mengganggu

penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pancreas,

menambah keasaman duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat

relaksasi sfingter pylorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak.

2. Pasien harus menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan

penyakit tukak, misalnya: makanan pedas, kafein, alkohol (Sukandar, 2009).

3. Pasien dengan tukak harus mengurangi stress dan penggunaan NSAID.

19
4. Pasien harus banyak istirahat, kemungkinan dengan bertambahnya jam

istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan analgetika

memegang peranan penting dalam penyakit ulkus.

5. Pasien dianjurkan untuk diet. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan

yang mengandung susu tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena

makanan halus akan merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan

merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit

pada beberapa pasien ulkus dan dispepsia non ulkus, walaupun belum dapat

dibuktikan keterkaitannya. Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang

merugikan. Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai

pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi

asam dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan ulkus dan sebaiknya

diminum jangan pada waktu perut sedang kosong (Tarigan, 2009).

b. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologis dari ulkus lambung dan duodenum melibatkan penekanan

asam, pemberantasan Helicobacter pylori dan menghindari penggunaan NSAID.

Obat-obatan yang digunakan untuk terapi farmakologi yaitu antasida, proton pump

inhibitor, antagonis reseptor H2, prostaglandin, sukralfat, dan bismut subsitrat (Truter,

2009).

1. Antasida

Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan HCl

lambung untuk membentuk garam dan air. Meskipun mekanisme kerja

utamanya adalah penurunan keasaman dalam lambung, antasid juga

meningkatkan mekanisme pertahanan mukosa melalui perangsangan

produksi prostaglandin oleh mukosa, merangsang lendir dan sekresi

bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mikrovaskuler. Antasida

juga menghambat aksi pepsin.

20
Antasida dengan dosis tunggal 156 mEq yang diberikan 1 jam

setelah makan secara efektif menetralisasi asam lambung selama

hingga 2 jam. Antasida tersedia sebagai garam individu atau sebagai

kombinasi garam magnesium, aluminium, kalsium, atau natrium.

Sediaan yang mengandung magnesium hidroksida atau aluminium

hidroksida bereaksi lambat dengan HCl untuk membentuk magnesium

klorida atau aluminium klorida dan air. Karena gas tidak dihasilkan,

sendawa tidak terjadi. Alkalosis metabolik juga jarang terjadi karena

reaksi netralisasi berjalan dengan efisien (Katzung, 2002).

Golongan antasida yang mengandung magnesium dapat

menyebabkan diare osmotik berhubungan dengan dosis, Karena

garam magnesium yang tidak dapat diserap, tetapi dengan

menggabungkan garam aluminium (yang dapat menyebabkan

konstipasi/sembelit bila digunakan sendiri) dapat mengimbangi efek

samping tersebut (Koda kimble, 2009).

Semua antasida dapat mempengaruhi penyerapan obat lain

dengan mengikat obat lain tersebut (mengurangi penyerapannya) atau

meningkatkan pH dalam lambung sehingga disolusi atau kelarutan obat

berubah.

2. Proton Pump Inhibitor (PPI)

PPI merupakan basa lemah lipofilik (pKa 4-5) dan berdifusi

dengan cepat pasca absorbsinya di usus dan melintasi membran lipid

ke dalam kompartemen terasidifikasi (seperti kanalikulus sel parietal).

Obat-obat ini efektif guna pengobatan jangka pendek (4- 8 minggu) dari

ulkus peptikum, ulkus duodenum, dan penyakit refluks gastroesofagus

yang berat, dan efektif pula dengan dosis dikurangi untuk pencegahan

kekambuhan ulkus duodenum dan esofagus (Katzung, 2004).

21
Mekanisme kerja adalah memblokir kerja enzim K+H+ATPase

yang akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang digunakan

untuk mengeluarkan asam klorida (HCl) dari kanalikuli sel parietal ke

dalam lumen lambung.

Obat ini harus diberikan sekitar 1 jam sebelum makan (sarapan

atau makan malam) sehingga kadar puncaknya dalam serum

bertepatan dengan aktivitas maksimal sekresi pompa proton. Obat-obat

ini mempunyai waktu paruh yang singkat sekitar 1,5 jam, tetapi durasi

inhibisi asamnya bertahan hingga 24 jam. PPI dengan cepat

mengalami metabolisme dan sistemis dalam hati serta hanya sedikit

dibersihkan oleh ginjal.

Obat PPI seperti; omeprazol 20 mg sehari selama 8 minggu,

lansoprazol 30 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu, pantoprazol

40 mg sehari pada pagi hari selama 8 minggu, esomeprazol 20 mg

sehari, rabeprazol 20 mg sehari (Katzung, 2002)

3. Antagonis Reseptor H2

Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk

menghambat sekresi asam lambung yang dikatakan efektif untuk

menghambat sekresi asam nocturnal (pada malam hari).

Terdapat empat antagonis H2 yang digunakan dalam klinis, yaitu :

simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Keempat obat tersebut

cepat diserap dari usus. dkk, 2009).

Kontra indikasi : Hipersensitif dengan obat-obat golongan H2RA.

Efek samping : sakit kepala, pusing, ruam kulit, aritmia, vertigo.

4. Analog Prostaglandin (Misoprostol)

Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung

menambah sekresi mukus,sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran

22
darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya

tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.

Dosis 4 x 200mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek

samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus

sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan,

2001).

Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi

penyakit bertambah parah) pada pasien yang menderita penyakit

radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini.

Misoprostol dikontra indikasikan selama kehamilan, karena dapat

menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontaktilitas uterus.

Sekarang ini misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh United

States Food and Drug Administration (FDA) untuk pencegahan luka

mukosa akibat NSAID (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).

5. Sukralfat

Agen yang memperkuat mekanisme pertahanan mukosa

misalnya sukralfat. Sukralfat adalah suatu kompleks yang dibentuk dari

sukrosa oktasulfat dan polialuminum hidroksida. Aktivitas sukralfat

sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan kompleks

sukralfat dengan protein yang membentuk lapisan pelindung menutupi

ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam

empedu.

Percobaan laboratorium dan klinis menunjukkan bahwa

sukralfat menyembuhkan tukak dengan tiga cara :

1) Membentuk kompleks kimiawi yang terikat pada pusat ulkus

sehingga merupakan lapisan pelindung.

2) Menghambat aksi asam, pepsin dan garam empedu.

23
3) Menghambat difusi asam lambung menembus lapisan film sukralfat-

albumin.

Penelitian menunjukkan bahwa sukralfat dapat berada dalam jangka

waktu lama dalam saluran cerna sehingga menghasilkan efek obat

yang panjang. Sukralfat yang bermuatan negatif dipercaya berikatan

dengan protein yang bermuatan positif di dasar ulkus atau erosi

sehingga membentuk sawar fisik yang membatasi kerusakan lebih

lanjut dan merangsang sekresi prostaglandin dan bikarbonat mukosa.

Sukralfat diberikan dengan dosis 1 gram empat kali sehari pada

lambung yang kosong (1 jam sebelum makan) (Katzung, 2002).

Peringatan dan perhatian : Hati-hati pada pasien gagal ginjal

kronis dan pasien dialisis. Penggunaan selama kehamilan hanya

dilakukan jika benar-benar diperlukan. Harus diberikan secara hati-hati

pada wanita yang sedang menyusui. Jika diperlukan, antasida dapat

diberikan dalam jangka waktu 1/2 jam sebelum atau sesudah

pemberian Sukralfat. Penggunaan pada anak di bawah 15 tahun, tidak

dianjurkan.

Efek samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi dan

mulut terasa kering. Interaksi obat dapat mengurangi absorpsi atau

bioavailabilitas obat- obatan : simetidin, ciprofloxacin, digoxin,

ketokonazol, norfloxacin, fenitoin, ranitidin, tetracyclin dan teofilin,

sehingga obat-obatan tersebut harus dihindari.

6. Bismut Subsitrat

Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan

bersama protein pada dasar tukak dan melindungi terhadap

rangsangan pepsin dan asam.

24
Dosis obat 2x2 tablet sehari. Efek samping, berwarna

kehitaman sehingga timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan,

2001).

7. Antibiotic

Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan

bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat

pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif

kecil. Pengobatan optimal pasien dengan penyakit tukak peptikum yang

diinfeksi oleh Helicobacter pylori memerlukan pengobatan antibiotik.

Mekanisme kerja yang terpenting adalah perintangan sintesis

protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi. Antibiotik

yang digunakan sebagai pengobatan tukak peptikum adalah

amoxicillin, klaritromisin, tetrasiklin, dan metronidazol.

Obat-obat ini digunakan dalam kombinasi sebagai triple therapy

untuk membasmi Helicobacter pylori dan untuk mencapai

penyembuhan penyakit tukak lambung/usus dengan tuntas. Kombinasi

triple therapy misalnya metronidazole 400 mg + klaritromisin 500 mg +

omeprazole 20 mg (Tjay, 2007).

Tujuan eradikasi H.Pylori adalah untuk mengurangi keluhan,

penyembuhan tukak dan mencegah kekambuhan. Lama pengobatan

eradikasi H.Pylori adalah 2 minggu, untuk kesembuhan tukak, bisa

dilanjutkan pemberian PPI selama 3–4 minggu lagi (Finkel R., 2009).

2.6.3 Tindakan Operasi


Indikasi untuk melakukan tindakan operasi apabila terapi medik gagal atau terjadinya

komplikasi seperti perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Hal ini dapat dilakukan dengan

tindakan vagotomy yaitu dengan melakukan pemotongan cabang saraf vagus yang menuju

lambung menghilangkan fase sefalik sekresi lambung. Tindakan operasi lain seperti

antrektomi dan gastrektomi juga dapat dilakukan apabila adanya indikasi dilakukan operasi.

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1) Lambung terletak dibagian kiri atas abdomen.

Kapasitas normal lambung : 1 – 2 Liter.

Fungsi lambung :

a) Tempat penyimpanan

b) Pencampuran

c) Pengosongan cairan lambung ke duodenum.

2) Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah lesi pada lambung atau duodenum yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara factor agresif (asam lambung,

pepsin, bakteri Helycobacter pylori) dan factor pelindung mukosa

(prostaglandin, gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa).

3) Faktor penyebab PUD :

a) Infeksi Helycobacter pylori

b) Penggunaan NSAID

c) Konsumsi rokok

d) Konsumsi alcohol

e) Factor psikologis.

4) Gejala PUD :

a) Nyeri

b) Pirosis

c) Muntah

d) Konstipasi dan Perdarahan.

5) Diagnosis dan Tatalaksana Terapi PUD :

a) Diagnosis

26
a. Endoskopi

b. Radiografi

c. Hasil Biopsi

d. Pemeriksaan tes CLO(Compylobacter Like Organism) / PA

(Pyloric Antrum).

b) Tatalaksana Terapi

a. Terapi Nonfarmakologi

i. Berhenti merokok

ii. Hindari konsumsi makanan yang memicu tukak

lambung

iii. Istirahat

iv. Diet

v. Hindari stress dan penggunaan NSAID.

b. Terapi Farmakologi

i. Antasida

ii. Proton Pump Inhibitor (PPI)

iii. Antagonis Reseptor H2

iv. Analog Prostaglandin

v. Sucralfat

vi. Bismuth subsitrat

vii. Antibiotic.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama, Tj, Y. 2000. Mayo Clinic Hipertensi . Cetakan I. Jakarta: UI-Press.

2. Brashers, V. L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen.

Diterjemahkan oleh H. Y. Kuncara. Jakarta : EGC.

3. British Columbia. 2013. Healthy Eating Guidelines For People with Peptic Ulcer. The

Global Resource for Nutrituion Practice. Kanada: British Columbia

4. Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC

5. Dhikav, V., Singh, S., Pande, S., Chawla, A., Anand, K. 2003. Non-Steroidal Drug-Induced

Gastrointestinal Toxicity: Mechanisms and Management. JIACM

6. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.

2008.Pharmacotherapy A Phathophysiologic Approach. 7th edition. New York : MC

Graw Hill Medical.

7. Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika.

8. Patel, 2012 Pharmacological Review on Leaves of “Annona squamosa” in G.I Tract

Ulcer in Albino Wistar Rats. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences

9. Sukandar; Andrajati; Sigit; Adnyana; Setiadi; dan Kusnandar. 2009. ISO

Farmakoterapi. Jakarta : PT.ISFI.

10. Sylvia A, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta

11. Sujono Hadi, 1999. Lambung. Dalam: GastroenterologiEdisi 7. Bandung: Alumni.

12. Tjay, T. H., Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

efek Sampingnya edisi ke-6. Jakarta : PT Elex Media Komputin

28

Anda mungkin juga menyukai